PRESKAS JANTUNG Rev Fix PDF
PRESKAS JANTUNG Rev Fix PDF
Disusun oleh :
Pembimbing:
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Ny. S
Usia : 65 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Kp. Cibuntu, Cibitung, Bekasi
Agama : Islam
Status : Menikah
Tanggal Masuk RS : 24 Mei 2019
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 27 Mei 2019 di
Bangsal Tulip RSUD Kabupaten Bekasi.
A. Anamnesis
Keluhan utama : Sesak napas
Keluhan tambahan : Dada berdebar, nyeri ulu hati, mual, pusing
3
C. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mempunyai riwayat hipertensi. Riwayat diabetes mellitus,
penyakit jantung, dan penyakit ginjal disangkal.
E. Riwayat Pengobatan
Pasien pernah mengkonsumsi obat hipertensi yang tidak jelas jenis nya apa
karena pasien tidak mengetahuinya.
1. Kulit
Turgor baik, rasa gatal (-), sianosis (-), ikterus(-)
2. Kepala
Normocephale, Rambut tidak mudah dicabut dan berwarna putih.
4
3. Mata
Konjungtiva anemis -/-
Sklera ikterik -/-
Refleks cahaya langsung +/+, Pupil Isokor
4. Telinga
Tidak ditemukan kelainan dan tidak ada sekret yang keluar dari liang
telinga
5. Hidung
Tidak ada pernafasan cuping hidung.
Tidak ditemukan kelainan pada hidung dan tidak ada sekret yang
keluar dari lubang hidung.
6. Mulut
Bibir tidak sianosis
Perdarahan gusi (-)
Mukosa kering (-)
7. Tenggorokan
T 1-1, faring hiperemis (-)
8. Leher
Trakea tidak deviasi, letak di medial
Jugular Vein Pressure (JVP) normal (R-2)
Tidak terdapat adanya pembesaran kelenjar getah bening
9. Thorax
a. Paru
Inspeksi : Normochest, pergerakan dada simetris kiri-
kanan pada saat statis dan dinamis.
5
Retraksi intercostal (-), nevus araneus (-)
Palpasi : Fremitus taktil dan vokal simetris normal
pada kedua lapang paru. Nyeri tekan (-)
b. Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Pulsasi iktus cordis teraba pada 2 cm
medial linea midklavikularis sinistra ICS 5, kuat
angkat, tidak ada vibrasi.
Perkusi :
Batas jantung kanan : Linea sternalis dextra ICS 5.
Batas jantung kiri : Pada 2 cm lateral dari linea
midclavicularis sinistra ICS 5.
Batas pingang jantung : Linea parasternalis sinistra ICS 4
Auskultasi : Bunyi jantung SI dan SII irregular, suara tambahan
S3 berupa murmur (+), gallop (-)
10. Abdomen
Inspeksi : Abdomen datar, pembesaran (-), asites (-) sikatrik
(-), spider navy (-), caput medusa (-)
Auskultasi : Bising usus (+) frekuensi 10x/menit normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+) , hepar dan lien
tidak teraba.
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen, shifting
dullnes (-)
6
11. Ekstremitas
- Akral hangat, capillary refilll time (CRT) < 2 detik, terdapat
pitting edema (+) pada ekstremitas bawah.
- Clubbing finger (-), palmar eritem (-)
7
Natrium 145 135 -145 mEq
Kalium 4.0 3.4 - 4.4 mEq
Klorida 105 96 -106 mEq
8
V. RESUME
Seorang perempuan berusia 65 tahun datang dengan keluhan utama sesak
napas sejak 2 jam SMRS. Sesak dirasakan saat berbaring selama 1 jam. Pasien
mengatakan sering merasa sesak terlebih saat beraktivitas. Pasien juga mengeluh
dada berdebar, dan nyeri ulu hati.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran composmentis, tekananan darah hipertensi (160/103 mmHg). Pada
pemeriksaan kulit, kepala, mata, THT, leher, dalam batas normal. Pada
pemeriksaan jantung didapatkan bunyi jantung I dan II irregular, murmur (+).
Pada pemeriksaan paru didapatkan suara tambahan ronkhi. Pemeriksaan abdomen
didapatkan nyeri tekan di regio epigastrium (+). Pemeriksaan ekstremitas terdapat
pitting edema pada ekstremitas bawah.
Pada pemeriksaan penunjang, pemeriksaan laboratorium ditemukan,
penurunan hemoglobin (11.6 g/dL), hematokrit (35%), eosinofil (0%), limfosit
(14%), eGFR (52.8 ml/min/1.73 m2). Peningkatan neutrofil (78%), LED (16
mm/jam), ureum (70 mg/dL), kreatinin (1.1 mg/dL). Pada pemeriksaan EKG
didapatkan sinus irreguler, terdapat atrial fibrilasi rapid ventrikular respons,
terdapat ST depresi pada lead V5 dan V6.
VIII. Perencanaan
1. Rencana Diagnostik
EKG (Electrocardiography)
9
Rontgen thorax
Echocardiography
2. Terapi
Tirah Baring
Diet Jantung 1700 kkal
IVFD RL 500cc/24 jam
O2 2-4 Lpm
Inj. Lasix 10mg/jam
Inj. Ceftriaxone 2gr/ hari (ST)
Inj. Ranitidine 50gr/ 12 jam
Inj. Ondancentron 4gr/8jam
Inj. Asetil sistein 88 cc/ 8 jam drip dalam Nacl 100 cc
Digoksin 1x0,25 gr
Concor 1x1,25 gr
Noticil 1x2gr malam
Irbesartan 1x300 gr
Laxadine 3x1 cfl
IX. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam
Follow up
25 Mei 2019 26 Mei 2019 27 Mei 2019
10
125/93 mmHg, Nadi: 124/74 mmHg, Nadi: 107/74 mmHg, Nadi:
169x/menit, suhu : 37,5 110x/menit, suhu : 37 85x/menit, suhu : 36,7
RR: 34x/menit RR:32x/menit RR: 20x
A/ - AF A/ Perfusi jaringan A/ gangguan perfusi
-Hipertensi kardiopulmonal jaringan
- HHD P/ intervensi dilanjutkan kardiopulmonal
P/ lanjutkan intervensi P/ lanjutkan intervensi
- EKG /hari
11
BAB II
ANALISA KASUS
12
Kelas 3 : Sesak timbul saat beraktivitas ringan
Kelas 4 : Sesak sudah timbul saat beristirahat
13
Tabel 2. Faktor Pencetus dan Penyebab Gagal Jantung Akut
Diagnosis gagal jantung akut adalah berdasarkan simptom-simptom yang ada dan
penemuan-penemuan klinis.1
14
Konfirmasi dan pemantauan dari diagnosis gagal jantung akut diperoleh dari :
1. Anamnesis yang teliti
2. Elektrokardiogram (EKG)
3. Foto Thoraks
4. Analisis Gas Darah
5. Pemeriksaan Laboratorium
6. Natriuretic Peptide
7. Ekokardigrafi
8. Angiografi Koroner
15
Gambar 2. Aktivasi Sistem Neurohormonal pada Gagal Jantung (Sumber : Harrison’s
Principal of Internal Medicine 18th Edition, 2012)
Gejala utama gagal jantung adalah kelelahan dan sesak napas. 3 Meskipun
kelelahan secara tradisional dikaitkan dengan rendahnya curah jantung pada
gagal jantung, kemungkinan kelainan otot rangka dan komorbiditas non-kardiak
lainnya (mis. Anemia) juga berkontribusi terhadap gejala ini. Pada tahap awal
gagal jantung, dispnea diamati hanya saat aktivitas; Namun, seiring
perkembangan penyakit, dispnea terjadi dengan aktivitas yang lebih ringan, dan
akhirnya dapat terjadi bahkan saat istirahat.3
Mekanisme yang paling penting adalah kongesti paru dengan akumulasi
cairan interstitial atau intra-alveolar, yang mengaktifkan reseptor J juxtacapillary,
yang pada gilirannya menstimulasi karakteristik pernapasan jantung yang cepat
16
dan dangkal.3 Faktor-faktor lain yang berkontribusi pada dispnea saat aktivitas
termasuk pengurangan kepatuhan paru, peningkatan resistensi jalan nafas, otot
pernapasan dan / atau kelelahan diafragma, dan anemia.
Orthopnea yang didefinisikan sebagai dispnea terjadi pada posisi
telentang, biasanya merupakan manifestasi gagal jantung lebih lambat daripada
dispnea saat aktivitas.3 Gejala tersebut merupakan hasil dari redistribusi cairan
dari sirkulasi splanknik (pembuluh darah pada sistem gastrointestinal) dan
ekstremitas bawah ke sirkulasi pusat selama rekumbensi, dengan akibat
peningkatan tekanan kapiler paru. Batuk nokturnal adalah manifestasi umum dari
proses ini dan gejala yang sering diabaikan dari gagal jantung.3 Orthopnea
umumnya lega dengan duduk tegak atau tidur dengan bantal tambahan. 3
Meskipun ortopnea adalah gejala yang relatif spesifik dari gagal jantung, hal itu
dapat terjadi pada pasien dengan obesitas perut atau asites dan pasien dengan
penyakit paru yang mekanik paru-paru mendukung postur tegak.3
Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) Istilah ini mengacu pada episode
akut sesak napas parah dan batuk yang umumnya terjadi pada malam hari dan
membangunkan pasien dari tidur, biasanya 1-3 jam setelah pasien beristirahat.3
PND dapat dimanifestasikan dengan batuk atau mengi, mungkin karena
peningkatan tekanan di arteri bronkial yang mengarah ke kompresi jalan napas,
bersama dengan edema paru interstitial yang mengarah pada peningkatan
resistensi jalan napas.3 Sedangkan ortopnea dapat dihilangkan dengan duduk
tegak di sisi tempat tidur dengan kaki dalam posisi tergantung. Pasien dengan
PND sering memiliki persisten batuk dan mengi bahkan setelah mereka
menganggap posisinya sudah benar.3 Gejala lain pasien dengan gagal jantung
juga dapat mengalami gejala gastrointestinal seperti nyeri ulu hati.3
Anoreksia, mual, dan rasa kenyang dini yang berhubungan dengan nyeri
dan kepenuhan perut adalah keluhan umum dan mungkin berhubungan dengan
edema dinding usus dan / atau hati yang sesak.3 Kemacetan hati dan peregangan
kapsulnya dapat menyebabkan nyeri kuadran kanan atas. 3 Gejala otak seperti
kebingungan, disorientasi, dan gangguan tidur dan suasana hati dapat diamati
pada pasien dengan parah gagal jantung, khususnya pasien usia lanjut dengan
17
arteriosklerosis serebral dan penurunan perfusi serebral.3 Nokturia sering terjadi
pada gagal jantung dan dapat menyebabkan insomnia.3
18
Sumber: Purwowiyoto Sidhi, 2018. Gagal Jantung Akut: Definisi, patofisiologi, gejala klinis,
dan Tatalaksana.6
19
Sumber: Ezekowitz, Justin A. et al. 2017 Comprehensive Update of the CCS Guidelines
for the Management of Heart Failure. Can J Cardiol 2017;33:1342-1433.7
Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas. Tindakan preventif dan pencegahan perburukan penyakit jantung tetap
merupakan bagian penting dalam tatalaksana penyakit jantung. 4
A. Tatalaksana Non-Farmakologi
Ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas, dan kualitas
hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 – 60% pasien yang taat
pada farmakologi maupun non-farmakologi.
Pemantauan berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan >2 kg dalam 3 hari, pasien harus
menaikan dosis diuretik atas pertimbangan dokter.
Asupan cairan
Retriksi cairan 1,5-2 liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien
dengan gejala berat yang disertai hyponatremia. Retriksi cairan rutin
pada semua pasien dengan gejala ringan sampai sedang tidak
memberikan keuntungan klinis.
Pengurangan berat badan
20
Pengurangan berat badan pada pasien obesitas (IMT >30 kg/m2) dengan
gagal jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal
jantung, mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup.
B. Tatalaksana Farmakologi
Tatalaksana yang harus dikerjakan pada evaluasi awal pasien sesak napas
mendadak yang dicurigai gagal jantung akut.
Gambar 3. Algoritma terapi farmakologi pada pasien gagal jantung akut. Disadur dari
ESC Guidelines for the diagnosis ant treatment of acute and chronic heart failure 2012
(Sumber: PERKI, 2015)
21
Terapi pada fase akut meliputi:5
a. Terapi Oksigen
Berikan O2 nasal 2 – 4 L/menit, disesuaikan dengan hasil pulseoxymetry.
Bila diperlukan, O2 dapat diberikan dengan masker non-rebreathing atau
rebreathing bila tidak membaik dalam waktu ½ jam.
Bila saturasi oksigen tetap rendah dengan mask atau ada distress
pernafasan, digunakan continuous positive airway pressure (CPAP).
Bila distress pernafasan tidak membaik dan atau tidak toleran dengan
CPAP dilakukan intubasi.
b. Obat-obatan
Furosemid intravena
Bolus 40 mg (bila tidak dalam pengobatan diuretik sebelumnya), 2,5x
dosis sebelumnya (bila sebelumnya sudah minum diuretik)
Nitrogliserin infus
Dimulai dari 5 microgram/menit, bila tekanan darah sistolik >110 mmHg,
atau ada kecurigaan sindroma koroner akut.
Morphin Sulfat injeksi, 2-4 mg bila masih takipnoe.
Dobutamin mulai 5 mcg/kgBB/menit bila tekanan darah < 90 mmHg.
Dopamine mulai dari 5 mcg/kgbb/menit bila TDs < 80 mmHg.
Noradrenaline mulai dari 0.02mcg/kgbb/menit bilaTDs < 70mmHg.
Digoksin IV 0,5 mg bolus bila fibrilasi atrium respons cepat, bias diulang
tiap 4 jam hingga maksimal 1mg
Captopril mulai dari 6.25mg bila fase akut telah teratasi.
22
Direkomendasikan pemberian vasodilator bersamaan dengan loop diuretic.
Pertimbangkan pemakaian dosis tinggi dari diuretik pada penderita yang
sudah mendapat diuretik lama sebelumnya dan pasien dengan disfungsi
ginjal. Obat-obat inotropik dapat diberikan pada pasien hipotensi dan dengan
hipoperfusi.1
Edema Paru
Morfin biasanya diindikasikan, terutama apabila sesak disertai rasa nyeri.
Vasodilator dapat direkomendasikan asal tekanan darah tinggi dan diuretik
apabila ada volume overload atau retensi air. Inotropik diperlukan apabila ada
hipotensi dan tanda-tanda hipoperfusi organ. Intubasi atau ventilasi mekanik
mungkin diperlukan untuk memperoleh oksigenasi yang adekuat.1
GJ Hipertensif
Direkomendasikan vasodilator dengan monitoring yang ketat dan terapi
diuretik dosis rendah pada pasien dengan volume overload atau edema paru.1
Syok Kardiogenik
Pembebanan cairan apabila secara klinis diperlukan (250 ml/10 menit) diikuti
obat inotropik, apabila tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg. Apabila
dengan inotropik gagal menaikkan tekanan darah dan tanda hipoperfusi organ
masih menetap, norepinefrin boleh ditambahkan dengan sangat hati-hati.1
GJA pada SKA
Semua pasien dengan SKA dan tanda-tanda gagal jantung harus diperiksakan
ekokardiografi dan menilai fungsi sistolik dan diastolik. Fungsi katup dan
menyingkirkan gangguan jantung lainnya atau komplikasi mekanis dari infark
jantung akut. Pada pasien SKA dengan komplikasi GJA dapat dilakukan
reperfusi dini. Apabila PCI dan bedah (CABG) belum tersedia dapat
diberikan fibrinolitik pada pasien STEMI. 1
GJA dengan Fibrilasi Atrial
Pasien harus mendapat antikoagulan selama tidak ada kontraindikasi,
segera setelah dideteksi irama fibrilasi atrial, untuk mengurangi risiko
tromboemboli.
23
Kardioversi elektrik direkomendasikan pada pasien dengan hemodinamik
yang tidak stabil yang diharuskan untuk segera kembali ke irama sinus,
agar dapat memperbaiki kondisi klinis dengan cepat.
Kardioversi elektrik atau farmakologik dengan amiodaron. Ditujukan
bagi pasien yang baru pertama kali mengalami fibrilasi atrial dengan
durasi < 48 jam.4
Gambar 4. Target pengobatan pada setiap tahapan waktu pada gagal jantung
(Sumber: PERKI, 2015)
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Setiati, S. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi VI. Jakarta:
25