Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE

Disusun oleh :

Afifah Hanum Rozana 1102015010

Aprilia Viska Wijayanti 1102015033

Fatimah Salma 1102015077

Indah Permata Sari 1102014130

Julia Qintan Rahmaningsih 1102015108

Kartilia Nurani Putri 1102015111

Keviano Bobby Saputro 1102015113

Muhammad Fahmi Syah Putra 1102015145

Yana Dwi Suciati 1102015247

Pembimbing:

dr. Rinaldi, Sp.PD-KKV

KEPANITRAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD KABUPATEN BEKASI
PERIODE 8 APRIL 2019 – 22 JUNI 2019

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... 1


DAFTAR ISI .................................................................................................................... 2
BAB I PRESENTASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN ................................................................................................ 3
II. ANAMNESIS ............................................................................................................ 3
III. PEMERIKSAAN FISIK ........................................................................................... 4
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG.............................................................................. 7
V. RESUME.................................................................................................................... 9
VI. DIAGNOSIS KLINIS ............................................................................................... 9
VII. DIAGNOSIS BANDING ........................................................................................ 9
VIII. PERENCANAAN .................................................................................................. 9
IX. PROGNOSIS .......................................................................................................... 10
FOLLOW UP................................................................................................................ 10
BAB II ANALISA KASUS ........................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 25

2
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Ny. S
Usia : 65 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Kp. Cibuntu, Cibitung, Bekasi
Agama : Islam
Status : Menikah
Tanggal Masuk RS : 24 Mei 2019

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 27 Mei 2019 di
Bangsal Tulip RSUD Kabupaten Bekasi.

A. Anamnesis
Keluhan utama : Sesak napas
Keluhan tambahan : Dada berdebar, nyeri ulu hati, mual, pusing

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan
sesak napas sejak 2 jam yang lalu sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS).
Sesak dirasakan saat berbaring selama 1 jam. Pasien mengatakan sering
merasa sesak terlebih saat beraktivitas. Pasien juga mengeluh dada
berdebar, dan nyeri ulu hati. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada
keluhan. Keluhan seperti mual, muntah, dan nyeri dada disangkal.
Terdapat pitting edema pada ekstremitas bawah. Pasien belum pernah
mengalami keluhan yang serupa.

3
C. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mempunyai riwayat hipertensi. Riwayat diabetes mellitus,
penyakit jantung, dan penyakit ginjal disangkal.

D. Riwayat penyakit keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal yang sama seperti
pasien. Tidak ada keluarga yang memiliki hipertensi, penyakit jantung,
penyakit ginjal ataupun penyakit diabetes mellitus.

E. Riwayat Pengobatan
Pasien pernah mengkonsumsi obat hipertensi yang tidak jelas jenis nya apa
karena pasien tidak mengetahuinya.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis :
1. Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
2. Kesadaran : Composmentis E4 M6 V5 (GCS: 15)
3. Tanda Vital
Tekanan Darah : 160/103 mmHg
Heart Rate : 180x/menit irreguler
Respiration Rate : 26x/menit
SPO2 : 98%
Suhu : 36 0C (aksiler)
B. Pemeriksaan Fisik Diagnostik :

1. Kulit
Turgor baik, rasa gatal (-), sianosis (-), ikterus(-)

2. Kepala
Normocephale, Rambut tidak mudah dicabut dan berwarna putih.

4
3. Mata
Konjungtiva anemis -/-
Sklera ikterik -/-
Refleks cahaya langsung +/+, Pupil Isokor

4. Telinga
Tidak ditemukan kelainan dan tidak ada sekret yang keluar dari liang
telinga

5. Hidung
Tidak ada pernafasan cuping hidung.
Tidak ditemukan kelainan pada hidung dan tidak ada sekret yang
keluar dari lubang hidung.

6. Mulut
Bibir tidak sianosis
Perdarahan gusi (-)
Mukosa kering (-)

7. Tenggorokan
T 1-1, faring hiperemis (-)

8. Leher
Trakea tidak deviasi, letak di medial
Jugular Vein Pressure (JVP) normal (R-2)
Tidak terdapat adanya pembesaran kelenjar getah bening

9. Thorax
a. Paru
Inspeksi : Normochest, pergerakan dada simetris kiri-
kanan pada saat statis dan dinamis.

5
Retraksi intercostal (-), nevus araneus (-)
Palpasi : Fremitus taktil dan vokal simetris normal
pada kedua lapang paru. Nyeri tekan (-)

Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru


Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (+/+),
wheezing (-/-)

b. Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Pulsasi iktus cordis teraba pada 2 cm
medial linea midklavikularis sinistra ICS 5, kuat
angkat, tidak ada vibrasi.
Perkusi :
 Batas jantung kanan : Linea sternalis dextra ICS 5.
 Batas jantung kiri : Pada 2 cm lateral dari linea
midclavicularis sinistra ICS 5.
 Batas pingang jantung : Linea parasternalis sinistra ICS 4
Auskultasi : Bunyi jantung SI dan SII irregular, suara tambahan
S3 berupa murmur (+), gallop (-)

10. Abdomen
Inspeksi : Abdomen datar, pembesaran (-), asites (-) sikatrik
(-), spider navy (-), caput medusa (-)
Auskultasi : Bising usus (+) frekuensi 10x/menit normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+) , hepar dan lien
tidak teraba.
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen, shifting
dullnes (-)

6
11. Ekstremitas
- Akral hangat, capillary refilll time (CRT) < 2 detik, terdapat
pitting edema (+) pada ekstremitas bawah.
- Clubbing finger (-), palmar eritem (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Jenis Pemeriksaan Tanggal 24 Mei Nilai Normal


2019
Hematologi
Hemoglobin L 11.6 g/dl 12-16 g/dL
Hematokrit L 35% 38-47 %
Eritrosit 4.63 4.20-5.40 juta / µL
Trombosit 174 150-400 ribu/ µL
Leukosit 8.7 5 -10 ribu / µL
Hitung Jenis
Basofil 0% 0.0-1.0
Eosinofil L 0% 1.0-6.0
Neutrofil H 78% 50-70
Limfosit L 14% 20-40
Monosit 8% 2-9
Laju Endap Darah () H 16 mm/jam <15
Kimia Darah
SGOT 30 <32 U/L
SGPT 21 <31 U/L
Glukosa Sewaktu 146 <170 mg/dL
Ureum H 70 15-40 mg/dL
Kreatinin H 1.1 0.51-0.95 mg/dL
eGFR L 52.8 > 60 ml/min/1.73 m^2
Elektrolit

7
Natrium 145 135 -145 mEq
Kalium 4.0 3.4 - 4.4 mEq
Klorida 105 96 -106 mEq

Hasil Pemeriksaan EKG pada Tanggal 24-05-2019 Pukul 04.50

Hasil Pemeriksaan EKG pada Tanggal 24-05-2019 Pukul 07.03

8
V. RESUME
Seorang perempuan berusia 65 tahun datang dengan keluhan utama sesak
napas sejak 2 jam SMRS. Sesak dirasakan saat berbaring selama 1 jam. Pasien
mengatakan sering merasa sesak terlebih saat beraktivitas. Pasien juga mengeluh
dada berdebar, dan nyeri ulu hati.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran composmentis, tekananan darah hipertensi (160/103 mmHg). Pada
pemeriksaan kulit, kepala, mata, THT, leher, dalam batas normal. Pada
pemeriksaan jantung didapatkan bunyi jantung I dan II irregular, murmur (+).
Pada pemeriksaan paru didapatkan suara tambahan ronkhi. Pemeriksaan abdomen
didapatkan nyeri tekan di regio epigastrium (+). Pemeriksaan ekstremitas terdapat
pitting edema pada ekstremitas bawah.
Pada pemeriksaan penunjang, pemeriksaan laboratorium ditemukan,
penurunan hemoglobin (11.6 g/dL), hematokrit (35%), eosinofil (0%), limfosit
(14%), eGFR (52.8 ml/min/1.73 m2). Peningkatan neutrofil (78%), LED (16
mm/jam), ureum (70 mg/dL), kreatinin (1.1 mg/dL). Pada pemeriksaan EKG
didapatkan sinus irreguler, terdapat atrial fibrilasi rapid ventrikular respons,
terdapat ST depresi pada lead V5 dan V6.

VI. Diagnosis Klinis


 ADHF
 HHD

VII. Diagnosis Banding


 CHF
 COPD
 Edema Paru Akut

VIII. Perencanaan
1. Rencana Diagnostik
 EKG (Electrocardiography)

9
 Rontgen thorax
 Echocardiography
2. Terapi
 Tirah Baring
 Diet Jantung 1700 kkal
 IVFD RL 500cc/24 jam
 O2 2-4 Lpm
 Inj. Lasix 10mg/jam
 Inj. Ceftriaxone 2gr/ hari (ST)
 Inj. Ranitidine 50gr/ 12 jam
 Inj. Ondancentron 4gr/8jam
 Inj. Asetil sistein 88 cc/ 8 jam drip dalam Nacl 100 cc
 Digoksin 1x0,25 gr
 Concor 1x1,25 gr
 Noticil 1x2gr malam
 Irbesartan 1x300 gr
 Laxadine 3x1 cfl

IX. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam

Follow up
25 Mei 2019 26 Mei 2019 27 Mei 2019

S/ Sesak nafas S/ Sesak berkurang S/ Sesak berkurang


O/ KU: tampak sakit O/ KU: tampak sakit O/ KU: tampak sakit
sedang, kesadaran: sedang, kesadaran: sedang, kesadaran:
composmentis, TD: composmentis, TD: composmentis, TD:

10
125/93 mmHg, Nadi: 124/74 mmHg, Nadi: 107/74 mmHg, Nadi:
169x/menit, suhu : 37,5 110x/menit, suhu : 37 85x/menit, suhu : 36,7
RR: 34x/menit RR:32x/menit RR: 20x
A/ - AF A/ Perfusi jaringan A/ gangguan perfusi
-Hipertensi kardiopulmonal jaringan
- HHD P/ intervensi dilanjutkan kardiopulmonal
P/ lanjutkan intervensi P/ lanjutkan intervensi
- EKG /hari

11
BAB II
ANALISA KASUS

1. Apakah penegakan diagnosis akhir pada pasien ini sudah benar?


Ya, untuk menegakkan diagnosis gagal jantung dapat digunakan kriteria
Framingham, yaitu dengan menilai pada kriteria major dan minor:

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Gagal Jantung menuru t Framingham1


Kriteria Major Kriteria Minor
 Paroksismal nokturnal dyspnea  Edema Ekstremitas
 Distensi vena leher  Batuk malam hari
 Ronkhi paru  Dispnea d’effort
 Kardiomegali  Hepatomegali
 Edema paru akut  Efusi Pleura
 Gallop S3  Penurunan kapasitas vital 1/3
dari normal
 Peninggian tekanan vena  Takikardia (>120/menit)
jugularis

Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal terdapat 1 kriteria major dan


2 kriteria minor. Pada pasien didapatkan 1 kriteria major yaitu ronkhi paru serta 3
kriteria minor yaitu edema ekstremitas, dispnea d’effort dan takikardia
(>120/menit). Pasien ini telah memenuhi kriteria diagnosis gagal jantung.
Gagal jantung juga dapat dinilai berdasarkan derajat gangguan kapasitas
fungsional menurut New York Heart Association (NYHA) tahun 1994 yang
membagi menjadi 4 klasifikasi berdasarkan tingkat aktivitas dan timbulnya
keluhan : 1
 Kelas 1 : Sesak timbul saat beraktivitas berlebihan
 Kelas 2 : Sesak timbul saat beraktivitas sedang

12
 Kelas 3 : Sesak timbul saat beraktivitas ringan
 Kelas 4 : Sesak sudah timbul saat beristirahat

Klasifikasi lain dikeluarkan oleh American College of


Cardiology/American Heart Association (ACC/AHA) pada tahun 2005
menekankan pembagian gagal jantung berdasarkan progresivitas kelainan
struktural dari jantung dan perkembangan status fungsional. Klasifikasi dari
ACC/AHA dibagi menjadi 4 stages yaitu A, B, C, dan D. Stage A dan B jelas
belum termasuk gagal jantung, hanya mengingatkan pelaksana pelayanan
kesehatan (health care provider) bahwa kondisi ini kedepan dapat masuk kedalam
keadaan gagal jantung.1
 Stage A : Menandakan adanya faktor risiko gagal jantung (diabetes,
hipertensi, penyakit jantung koroner) namun belum ada kelainan struktural
dari jantung (kardiomegali, LVH, dll) maupun kelainan fungsional.
 Stage B : Ada faktor-faktor risiko gagal jantung seperti pada stage A dan
sudah terdapat kelainan struktural, LVH, kardiomegali, dengan atau tanpa
gangguan fungsional, namun bersifat asimptomatik.
 Stage C : Sedang dalam dekompensasi dan atau pernah mengalami gagal
jantung, yang didasari oleh kelainan struktural dari jantung.
 Stage D : Sudah benar-benar masuk ke dalam gagal jantung refractory dan
perlu tatalaksana khusus.

Gagal jantung akut adalah terminologi yang digunakan untuk


mendeskripsikan kejadian atau perubahan yang cepat dari tanda dan gejala gagal
jantung. Penyebab tersering dari gagal jantung akut adalah hipervolume atau
hipertensi pada pasien dengan gagal jantung diastolik.2

13
Tabel 2. Faktor Pencetus dan Penyebab Gagal Jantung Akut

(Sumber: Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung, PERKI 2015)2

Diagnosis gagal jantung akut adalah berdasarkan simptom-simptom yang ada dan
penemuan-penemuan klinis.1

Gambar 1. Klasifikasi Klinis Gagal Jantung Akut


(Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi VI, 2014)1

14
Konfirmasi dan pemantauan dari diagnosis gagal jantung akut diperoleh dari :
1. Anamnesis yang teliti
2. Elektrokardiogram (EKG)
3. Foto Thoraks
4. Analisis Gas Darah
5. Pemeriksaan Laboratorium
6. Natriuretic Peptide
7. Ekokardigrafi
8. Angiografi Koroner

2. Apakah penyebab keluhan pada pasien ini?


Penurunan curah jantung pada pasien gagal jantung mengakibatkan
"pembongkaran" baroreseptor tekanan tinggi (lingkaran) di ventrikel kiri, sinus
karotis, dan lengkung aorta.3 Pembongkaran baroreseptor perifer ini menyebabkan
hilangnya nada parasimpatis penghambatan ke sistem saraf pusat (CNS), dengan
hasil peningkatan yang umum pada tonus simpatis eferen, dan pelepasan arginin
vasopresin (AVP) yang non-osmotik dari hipofisis. AVP atau antidiuretic
hormone (ADH) adalah vasokonstriktor kuat yang meningkatkan permeabilitas
dari saluran pengumpul ginjal, yang mengarah ke reabsorpsi air bebas.3
Sinyal aferen ke SSP juga mengaktifkan jalur sistem saraf simpatis
eferen yang menginervasi jantung, ginjal, pembuluh darah perifer, dan otot
rangka. Stimulasi simpatis ginjal menyebabkan pelepasan renin, dengan
peningkatan yang dihasilkan pada tingkat sirkulasi angiotensin II dan aldosteron.
Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron tersebut meningkatkan retensi garam
dan air dan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer, hipertrofi
miosit, kematian sel miosit, dan fibrosis miokard.3
Meskipun mekanisme neurohormonal ini memfasilitasi adaptasi jangka
pendek dengan mempertahankan tekanan darah, dan karenanya perfusi ke organ-
organ vital, mekanisme neurohormonal yang sama diyakini berkontribusi pada
perubahan organ akhir di jantung dan sirkulasi dan terhadap retensi garam dan air
yang berlebihan pada gagal jantung lanjut.3

15
Gambar 2. Aktivasi Sistem Neurohormonal pada Gagal Jantung (Sumber : Harrison’s
Principal of Internal Medicine 18th Edition, 2012)

Gejala utama gagal jantung adalah kelelahan dan sesak napas. 3 Meskipun
kelelahan secara tradisional dikaitkan dengan rendahnya curah jantung pada
gagal jantung, kemungkinan kelainan otot rangka dan komorbiditas non-kardiak
lainnya (mis. Anemia) juga berkontribusi terhadap gejala ini. Pada tahap awal
gagal jantung, dispnea diamati hanya saat aktivitas; Namun, seiring
perkembangan penyakit, dispnea terjadi dengan aktivitas yang lebih ringan, dan
akhirnya dapat terjadi bahkan saat istirahat.3
Mekanisme yang paling penting adalah kongesti paru dengan akumulasi
cairan interstitial atau intra-alveolar, yang mengaktifkan reseptor J juxtacapillary,
yang pada gilirannya menstimulasi karakteristik pernapasan jantung yang cepat

16
dan dangkal.3 Faktor-faktor lain yang berkontribusi pada dispnea saat aktivitas
termasuk pengurangan kepatuhan paru, peningkatan resistensi jalan nafas, otot
pernapasan dan / atau kelelahan diafragma, dan anemia.
Orthopnea yang didefinisikan sebagai dispnea terjadi pada posisi
telentang, biasanya merupakan manifestasi gagal jantung lebih lambat daripada
dispnea saat aktivitas.3 Gejala tersebut merupakan hasil dari redistribusi cairan
dari sirkulasi splanknik (pembuluh darah pada sistem gastrointestinal) dan
ekstremitas bawah ke sirkulasi pusat selama rekumbensi, dengan akibat
peningkatan tekanan kapiler paru. Batuk nokturnal adalah manifestasi umum dari
proses ini dan gejala yang sering diabaikan dari gagal jantung.3 Orthopnea
umumnya lega dengan duduk tegak atau tidur dengan bantal tambahan. 3
Meskipun ortopnea adalah gejala yang relatif spesifik dari gagal jantung, hal itu
dapat terjadi pada pasien dengan obesitas perut atau asites dan pasien dengan
penyakit paru yang mekanik paru-paru mendukung postur tegak.3
Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) Istilah ini mengacu pada episode
akut sesak napas parah dan batuk yang umumnya terjadi pada malam hari dan
membangunkan pasien dari tidur, biasanya 1-3 jam setelah pasien beristirahat.3
PND dapat dimanifestasikan dengan batuk atau mengi, mungkin karena
peningkatan tekanan di arteri bronkial yang mengarah ke kompresi jalan napas,
bersama dengan edema paru interstitial yang mengarah pada peningkatan
resistensi jalan napas.3 Sedangkan ortopnea dapat dihilangkan dengan duduk
tegak di sisi tempat tidur dengan kaki dalam posisi tergantung. Pasien dengan
PND sering memiliki persisten batuk dan mengi bahkan setelah mereka
menganggap posisinya sudah benar.3 Gejala lain pasien dengan gagal jantung
juga dapat mengalami gejala gastrointestinal seperti nyeri ulu hati.3
Anoreksia, mual, dan rasa kenyang dini yang berhubungan dengan nyeri
dan kepenuhan perut adalah keluhan umum dan mungkin berhubungan dengan
edema dinding usus dan / atau hati yang sesak.3 Kemacetan hati dan peregangan
kapsulnya dapat menyebabkan nyeri kuadran kanan atas. 3 Gejala otak seperti
kebingungan, disorientasi, dan gangguan tidur dan suasana hati dapat diamati
pada pasien dengan parah gagal jantung, khususnya pasien usia lanjut dengan

17
arteriosklerosis serebral dan penurunan perfusi serebral.3 Nokturia sering terjadi
pada gagal jantung dan dapat menyebabkan insomnia.3

3. Bagaimana tatalaksana pada pasien ini?


Tatalaksana awal adalah mengatasi gejala kongesti dan perfusi serta tentukan
jenis GJA.2,7-9 Terapi GJA sesuai alur profil hemodinamiknya; jika dingin dan
basah berikan inotropik atau vasopresor hingga menjadi hangat dan basah. Pada
profil hangat dan basah dapat diberikan diuretik loop intravena atau drip. Untuk
jenis dingin dan kering mungkin syok hipovolemik, sehingga pemberian cairan
merupakan pilihan yang tepat.2,7,8 Pada jenis basah dan hangat diberikan
furosemid bolus 2-4 ampul, dapat dilanjutkan dengan drip 5-20 mg/jam (pantau
luaran urin dan elektrolit serta fungsi ginjal), serta dikombinasi dengan
dobutamin 2,5 mcg/kg/ menit (beberapa kepustakaan menunjukkan tidak berbeda
bermakna jika diberi dobutamin dosis rendah).7-9 Jika disertai tekanan darah
tinggi berikan nitrogliserin 5-200 mcg/menit (hati-hati hipotensi).6
Dosis inotropik/vasopresor:2,7 „
- Dobutamin 2-20 mcg/kg/menit
- Dopamin 3-5 mcg/kg/menit (beta +); >5 mcg/kg/menit (beta +, vasopresor
alfa+)
- Norepinefrin: 0,2-1 mcg/kg/menit
- Epinefrin: 0,05-0,5 mcg/kg/menit
Dosis vasodilator:2,7
- Nitrogliserin mulai 10-20 mcg/menit, dinaikkan sampai 200 mcg/menit,
hatihati hipotensi dan nyeri kepala
- Isosorbid dinitrat mulai 1 mg/jam, dinaikkan sampai 10 mg/jam

18
Sumber: Purwowiyoto Sidhi, 2018. Gagal Jantung Akut: Definisi, patofisiologi, gejala klinis,
dan Tatalaksana.6

19
Sumber: Ezekowitz, Justin A. et al. 2017 Comprehensive Update of the CCS Guidelines
for the Management of Heart Failure. Can J Cardiol 2017;33:1342-1433.7

Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas. Tindakan preventif dan pencegahan perburukan penyakit jantung tetap
merupakan bagian penting dalam tatalaksana penyakit jantung. 4
A. Tatalaksana Non-Farmakologi
 Ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas, dan kualitas
hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 – 60% pasien yang taat
pada farmakologi maupun non-farmakologi.
 Pemantauan berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan >2 kg dalam 3 hari, pasien harus
menaikan dosis diuretik atas pertimbangan dokter.
 Asupan cairan
Retriksi cairan 1,5-2 liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien
dengan gejala berat yang disertai hyponatremia. Retriksi cairan rutin
pada semua pasien dengan gejala ringan sampai sedang tidak
memberikan keuntungan klinis.
 Pengurangan berat badan

20
Pengurangan berat badan pada pasien obesitas (IMT >30 kg/m2) dengan
gagal jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal
jantung, mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup.

B. Tatalaksana Farmakologi
Tatalaksana yang harus dikerjakan pada evaluasi awal pasien sesak napas
mendadak yang dicurigai gagal jantung akut.

Gambar 3. Algoritma terapi farmakologi pada pasien gagal jantung akut. Disadur dari
ESC Guidelines for the diagnosis ant treatment of acute and chronic heart failure 2012
(Sumber: PERKI, 2015)

21
Terapi pada fase akut meliputi:5
a. Terapi Oksigen
 Berikan O2 nasal 2 – 4 L/menit, disesuaikan dengan hasil pulseoxymetry.
Bila diperlukan, O2 dapat diberikan dengan masker non-rebreathing atau
rebreathing bila tidak membaik dalam waktu ½ jam.
 Bila saturasi oksigen tetap rendah dengan mask atau ada distress
pernafasan, digunakan continuous positive airway pressure (CPAP).
 Bila distress pernafasan tidak membaik dan atau tidak toleran dengan
CPAP dilakukan intubasi.

b. Obat-obatan
 Furosemid intravena
Bolus 40 mg (bila tidak dalam pengobatan diuretik sebelumnya), 2,5x
dosis sebelumnya (bila sebelumnya sudah minum diuretik)
 Nitrogliserin infus
Dimulai dari 5 microgram/menit, bila tekanan darah sistolik >110 mmHg,
atau ada kecurigaan sindroma koroner akut.
 Morphin Sulfat injeksi, 2-4 mg bila masih takipnoe.
 Dobutamin mulai 5 mcg/kgBB/menit bila tekanan darah < 90 mmHg.
 Dopamine mulai dari 5 mcg/kgbb/menit bila TDs < 80 mmHg.
 Noradrenaline mulai dari 0.02mcg/kgbb/menit bilaTDs < 70mmHg.
 Digoksin IV 0,5 mg bolus bila fibrilasi atrium respons cepat, bias diulang
tiap 4 jam hingga maksimal 1mg
 Captopril mulai dari 6.25mg bila fase akut telah teratasi.

Sesudah penilaian awal, semua pasien harus diberikan terapi oksigen.


Target terapi pada fase prehospital atau ruang emergensi adalah segera
memperbaiki oksigenasi jaringan dan mengoptimalkan hemodinamik serta gejala-
gejala yang ada. Strategi terapi spesifik harus berdasarkan ciri khas kondisi klinis
yang terutama seperti berikut ini.1
 GJK Dekompensasi

22
Direkomendasikan pemberian vasodilator bersamaan dengan loop diuretic.
Pertimbangkan pemakaian dosis tinggi dari diuretik pada penderita yang
sudah mendapat diuretik lama sebelumnya dan pasien dengan disfungsi
ginjal. Obat-obat inotropik dapat diberikan pada pasien hipotensi dan dengan
hipoperfusi.1
 Edema Paru
Morfin biasanya diindikasikan, terutama apabila sesak disertai rasa nyeri.
Vasodilator dapat direkomendasikan asal tekanan darah tinggi dan diuretik
apabila ada volume overload atau retensi air. Inotropik diperlukan apabila ada
hipotensi dan tanda-tanda hipoperfusi organ. Intubasi atau ventilasi mekanik
mungkin diperlukan untuk memperoleh oksigenasi yang adekuat.1
 GJ Hipertensif
Direkomendasikan vasodilator dengan monitoring yang ketat dan terapi
diuretik dosis rendah pada pasien dengan volume overload atau edema paru.1
 Syok Kardiogenik
Pembebanan cairan apabila secara klinis diperlukan (250 ml/10 menit) diikuti
obat inotropik, apabila tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg. Apabila
dengan inotropik gagal menaikkan tekanan darah dan tanda hipoperfusi organ
masih menetap, norepinefrin boleh ditambahkan dengan sangat hati-hati.1
 GJA pada SKA
Semua pasien dengan SKA dan tanda-tanda gagal jantung harus diperiksakan
ekokardiografi dan menilai fungsi sistolik dan diastolik. Fungsi katup dan
menyingkirkan gangguan jantung lainnya atau komplikasi mekanis dari infark
jantung akut. Pada pasien SKA dengan komplikasi GJA dapat dilakukan
reperfusi dini. Apabila PCI dan bedah (CABG) belum tersedia dapat
diberikan fibrinolitik pada pasien STEMI. 1
 GJA dengan Fibrilasi Atrial
 Pasien harus mendapat antikoagulan selama tidak ada kontraindikasi,
segera setelah dideteksi irama fibrilasi atrial, untuk mengurangi risiko
tromboemboli.

23
 Kardioversi elektrik direkomendasikan pada pasien dengan hemodinamik
yang tidak stabil yang diharuskan untuk segera kembali ke irama sinus,
agar dapat memperbaiki kondisi klinis dengan cepat.
 Kardioversi elektrik atau farmakologik dengan amiodaron. Ditujukan
bagi pasien yang baru pertama kali mengalami fibrilasi atrial dengan
durasi < 48 jam.4

Sebelum pasien dipulangkan, harus dipastikan bahwa episode gagal


jantung harus teratasi dengan baik, terutama tanda dan gejala kongesti sudah harus
hilang, dan dosis diuretik oral yang stabil sudah tercapai selama minimal 48 jam.
Selain itu regimen obat gagal jantung (ACEI/ARB, B-Blocker dengan atau tanpa
MRA) sudah dioptimalkan dosisnya dengan baik, serta pentingnya edukasi kepada
pasien dan keluarga. 4

Gambar 4. Target pengobatan pada setiap tahapan waktu pada gagal jantung
(Sumber: PERKI, 2015)

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Setiati, S. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi VI. Jakarta:

Interna Publishing. 2014.

2. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. Perhimpunan Dokter Spesialis

Kardiovaskular Indonesia. 2015.

3. Fauci A, et al. Harrison's Principles of Internal Medicine. 18th edition.

New York, N.Y.: McGraw-Hill Education LLC.; 2012. 1913-1901.

4. PERKI. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung Edisi Pertama. 2015.

5. PERKI. Panduan Praktik Klinis (PPK) dan Clinical Pathway (CP)

Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. 2016.

6. Purwowiyoto Sidhi, 2018. Opini Gagal Jantung Akut: Definisi,


patofisiologi, gejala klinis, dan Tatalaksana. Kalbemed.com
7. Ezekowitz, Justin A. et al. 2017 Comprehensive Update of the CCS
Guidelines for the Management of Heart Failure. Can J Cardiol
2017;33:1342-1433.

25

Anda mungkin juga menyukai