Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


PADA KLIEN DENGAN INTOKSIKASI HIDROKARBON
DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT
RSUD KOTA BANDUNG

DISUSUN OLEH :

Nama : Beta Budiawan

NPM : 4006190115

Pembimbing Akademik

( Putri Puspitasari,S.Kep.,Ners.,M.Kep)

PROGRAM PROFESI NERS


STIKES DHARMA HUSADA BANDUNG
2020
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA KLIEN DENGAN INTOKSIKASI TERPENTINE

I. Definisi

Intoksikasi adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran
pencernaan, saluran nafas, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan gejala
klinis. Racun adalah zat yang ketika ditelan, terhisap, diabsorpsi, menempel pada
kulit, atau dialirkan didalam tubuh dalam jumlah yang relative kecil menyebabkan
cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia. Reaksi kimia racun mengganggu
sistem kardiovaskular, pernapasan sistem saraf pusat, hati, pencernaan (GI), dan ginjal
(Nurarif & Kusuma, 2013).

II. Etiologi

Penyebab keracunan ada beberapa macam dan akibatnya bisa mulai yang ringan
sampai yang berat.

1. Keracunan Hidrokarbon
Kelompok hidrokarbon yang sering menyebabkan keracunan adalah
minyak tanah, bensin, minyak cat ( tinner ) dan minyak untuk korek api
(Arisman, 2008).

2. Keracunan Makanan
a. Keracunan Jamur
Keracunan setelah memakan jamur belakangan ini sering terjadi. Ada
jamur yang mengandung racun amanitin dan muskarin dimana muskarin
merupakan zat alkaloid beracun yang menyebebkan paralisis otot dan
bereaksi sangat cepat.

b. Keracunan Makanan Kaleng


Disebabkan oleh kuman Clostridium botulinum, terdapat dalam
makanan kaleng yang diawetkan dan dikalengkan secara tidak sempurna
sehingga tercemar kuman tersebut.
c. Keracunan Jengkol
Pada keracunan jengkol terjadi penumpukan kristal asam pada tubuli,
ureter dan urethrae. Keluhan terjadi 5 - 12 jam sesudah makan jengkol.

d. Keracunan Ketela Pohon


Dapat terjadi karena ada ketela pohon yang mengandung asam sianida
(HCN) atau sianogenik glikosida. Ketela pohon pahit mengandung lebih dari
50mg HCN per 100gr ketela pohon segar.

e. Keracunan Makanan yang Terkontaminasi


Tidak jarang terjadi keracunan bahan makanan yang tercemar oleh kuman,
parasit, virus, maupun bahan kimia. Kuman-kuman yang dapat menyebabkan
keracunan bahan makanan ialah Staphilococcus, Salmonella, Clostridium
Botulinum, E. Coli, Proteus, Klebsiella, Enterobacter, dll. Tercemarnya
makanan biasanya melalui lalat, udara, kotoran rumah tangga, dan terutama
melalui juru masak yang menjadi pembawa kuman. Kuman yang masuk
kedalam makanan cepat memperbanyak diri dan memproduksi toksin. Akibat
keracunan tergantung dari virulensi dan banyaknya kuman, sifat kuman ialah
tidak tahan panas (Arisman, 2008).

3. Keracunan Bahan Kimia


a. Keracunan Arsen

Lebih dari 20 abad yang lalu arsen digunakan baik oleh orang yunani
maupun roma untuk pengobatan maupun sebagai racun. Pada saat ini tidak
banyak obat mengandung arsen, akan tetapi kadang-kadang dipakai pada
pembuatan beberapa herbisida dan peptisida.(Arisman, 2008).

b. Keracunan Asam Basa

Zat asam kuat seperti asam sulfat, asam klorida dan zat basa kuat seperti
KOH, NaOH banyak dipakai sebagai bahan kimia untuk keperluan rumah
tangga, seperti pembersih porselen, bahan anti sumbat saluran air, pembasmi
serangga, maupun untuk memasak seperti cuka bibit (Arisman, 2008).
c. Keracunan Insektisida (Pestisida)

Walaupun tujuan pemakaian insektisida itu untuk membasmi berbagai


macam serangga seperti kecoa dan sebagainya. Bahan-bahan demikian dapat
pula membunuh manusia. Pestisida yang termasuk ke dalam golongan
organofosfat antara lain : Azinophosmethyl, Chloryfos, Demeton Methyl,
Dichlorovos, Dimethoat, Disulfoton, Ethion, Palathion, Malathion, Parathion,
Diazinon, Chlorpyrifos. Dengan demikian jika barang tersebut tidak disimpan
di tempat yang aman dan jauh dari jangkauan anak-anak, maka kejadian
keracuan baik melalui kontak maupun inhalasi dan minum tidak dapat
dihindarkan. Untuk menanggulangi kejadian keracunan insektisida tidak
mudah karena bahan kimia yang dipergunakan oleh tiap produsen tidak sama
(Prijanto, 2009).

III. Manifestasi Klinis

1. Gejala Yang Paling Menonjol


a. Gejala muskarinik .
Hypersekresi kelanjar keringat, air mata, air liur, saluran pernapasan, dan saluran
pencernaan. Dapat juga ditemukan gejala nause, nyeri perut, diare, muntah,
inkontinensia alvi dan urin, bronkokontriksi, miosis, bradikardi, dan hypotensi.
Pada keracunan paration tidak selalu ditemukan miosis dan hypotensi.
b. Gejala nikotinik.
Twiching dan fasikulasi otot lurik dan kelemahan otot. Ditemukan pula gejala
sentral seperti ketakutan, gelisah, gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi,
tremor dan kejang
.
2. Keracunan Hidrokarbon
a. Gejala klinik : terutama terjadi sebagai akibat dari iritasi pulmonal dan depressi
susunan saraf pusat.
b. Iritasi pulmonal : Batuk, sesak, retraksi, tachipneu, cyanosis, batuk darah
dan udema paru. Pada pemeriksaan foto thorak bisa didapatkan adanya
infiltrat di kedua lapangan paru, effusi pleura atau oedema paru.
c. Depresi CNS (Central Nervous System) / SSP (Sistem Saraf Pusat) : Terjadi
penurunan kesadaran mulai dari apatis sampai koma, kadang-kadang disertai
kejang.
d. Gejala-gejala GI Tract : Mual, muntah, nyeri perut dan diare (Arisman, 2008).
3. Keracunan Makanan
a. Keracunan Jamur

Gejala klinik : Rasa mual, Muntah, Sakit perut, Mengeluarkan banyak ludah dan
keringat, Miosis, Diplopia, Bradikardi sampai konfusi (Kejang).

b. Keracunan Makanan Kaleng

Gejala klinik : Penglihatan kabur, refleks cahaya menurun atau negatif, midriasis
dan kelumpuhan otot-otot mata, Kelumpuhan saraf-saraf otak yang bersifat simetrik,
dysphagia, dysarthria, kelumpuhan (general paralyse).

c. Keracunan Jengkol

Gejala klinik : Sakit pinggang, nyeri perut, muntah, hematuria, oliguria sampai
anuria dan urin berbau jengkol, dapat terjadi gagal ginjal akut.

d. Keracunan Ketela Pohon

Gejala klinis : Tergantung pada kandungan asam sianida (HCN), kalau banyak
dapat menyebabkan kematian dengan cepat, penderita merasa mual, perut terasa panas,
pusing, lemah dan sesak, kejang, lemas, berkeringat, mata menonjol, midriasis, mulut
berbusa bercampur darah, warna kulit merah bata (pada orang kulit putih) dan sianosis.

e. Keracunan Makanan yang Terkontaminasi

Gejala timbul 3-24 jam setelah makan makanan yang tercemar kuman terdiri dari
mual muntah, diare, sakit perut, disertai pusing dan lemas (Arisman, 2008).
4. Keracunan Bahan Kimia

a. Keracunan Arsen

Gejala klinis keracunan akut : Dalam 1 jam setelah menelan arsen sudah timbul :
Rasa tidak enak dalam perut, bibir terasa terbakar, sukar menelan kemudian disusul
sakit pada lambung dengan muntah-muntah dan diare berat, adakalanya terdapat pula :
oliguria sampai anuria, kejang otot dan rasa haus.
Gejala klinis keracunan kronis : Otot-otot lemah, gatal-gatal, pigmentasi, keratosis
kulit dan edema (Arisman, 2008).

b. Keracunan Asam Basa

Gejala : zat asam atau basa kuat dapat merusak epitel atau mukosa dan disebut
bahan korosif. Bahan ini akan membuat nekrosis di bagian tubuh yang terkena, seperti
kulit dan mata jika tersiram, saluran pernafasan jika terhirup, saluran pencernaan
seperti kulit mukosa mulut, esofagus, lambung jika terminum.

Dalam fase penyembuhan pada lokasi luka akan terbentuk jaringan granulasi yang
akan menyebabkan stiktura (peradangan pada esofagus karena akumulasi jaringan
parut) dan stenosis, sehingga menimbulkan kesukaran menelan. Untuk menghindarkan
kejadian ini maka pada keracunan demikian tindakan cepat dan tepat sangatlah penting
(Arisman, 2008).

c. Keracunan Insektisida

Gejala keracunan organofosfat akan berkembang selama pemaparan atau 12 jam


kontak. Pestisida yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami perubahan secara
hidrolisa di dalam hati dan jaringan-jaringan lain. Hasil dari perubahan / pembentukan
ini mempunyai toksisitas rendah dan akan keluar melalui urine. Adapun 3 gejala
keracunan pestisida golongan organofosfat yaitu :

1) Gejala awal
Gejala awal akan timbul : mual/rasa penuh di perut, muntah, rasa lemas, sakit
kepala dan gangguan penglihatan.
2) Gejala Lanjutan
Gejala lanjutan yang ditimbulkan adalah keluar ludah yang berlebihan, pengeluaran
lendir dari hidung (terutama pada keracunan melalui hidung), kejang usus dan
diare, keringat berlebihan, air mata yang berlebihan, kelemahan yang disertai sesak
nafas, akhirnya kelumpuhan otot rangka.

3) Gejala Sentral
Gejala sentral yan ditimbulkan adalah, sukar bicara, kebingungan, hilangnya reflek,
kejang dan koma.

Kematian, apabila tidak segera di beri pertolongan berakibat kematian dikarenakan


kelumpuhan otot pernafasan (Prijanto, 2009)

IV. Patofisiologi

Penyebab terbanyak keracunan adalah pada sistem saraf pusat dengan akibat
penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi kardiovaskuler mingkin
juga terganggu sebagian, karena efek toksik langsung pada miokard dan pembuluh
darah perifer, dan sebagian lagi karena depresi pusat kardiovaskuler diotak. Hipotensi
yang terjadi mungkin berat dan bila berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan
ginjal, hipotermia terjadi bila ada depresi mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran
khas syok mungkin tidak tampak karena adanya depresi sistem saraf pusat dan
hipotermia. Hipotermia akan terjadi dan memperberat syok, asidemia, dan hipoksia.
V. Pathway

VI. Penatalaksanaan

1. Encerkan racun yang ada di lambung sekaligus menghalangi penyerapannya dengan


caran memberikan cairan dalam jumlah banyak.
2. Kosongkan lambung (efektif bila racun tertelan sebelum 4 jam) dengan cara :
a. Dimuntahkan :

Bisa dilakukan dengan cara mekanik (menekan reflek muntah di tenggorokan), atau
pemberian air garam atau sirup ipekak. Kontraindikasi : cara ini tidak boleh
dilakukan pada keracunan zat korosif (asam/basa kuat, minyak tanah, bensin),
kesadaran menurun dan penderita kejang

b. dibilas :

Pasien telungkup, kepala dan bahu lebih rendah, Pasang NGT dan bilas dengan :
air, larutan norit, Natrium bicarbonat 5 %, atau asam asetat 5 %. Pembilasan sampai
20 X, rata-rata volume 250 cc. Pada koma derajat sedang hingga berat tindakan
bilas lambung sebaiknya dilakukan dengan bantuan pemasangan endotrakeal
berbalon, untuk mencegah aspirasi pnemonia Kontraindikasi : keracunan zat korosif
dan kejang.

3. Mengeluarkan racun yang telah diserap dilakukan dengan cara: Diuretic(lasix atau
manitol), Dialisa, Transfusi exchange
4. Pengobatan simptomatis / mengatasi gejala: Gangguan sistem pernapasan dan sirkulasi
lakukan RJP, Gangguan sistem susunan saraf pusat: Jika Kejang beri diazepam atau
fenobarbital, dan jika Odem otak beri manitol atau dexametason.
5. Awasi jalan napas, terutama bila respon menurun atau penderita muntah.
6. Bila ada petunjuk seperti pembungkus, sisa muntahan dan sebagainya sebaiknya
diamankan untuk identifikasi.
7. Penatalaksanaan syok bila terjadi

VII. Penunjang Diagnostik

1. Laboratorium klinik
 Analisa gas darah
 Darah lengkap
 Serum elektrolit
 Pemeriksaan fungsi hati
 Pemeriksaan fungsi ginjal
 sedimen urin
2. EKG
Deteksi gangguan irama jantung
3. Pemeriksaan radiologi

Dilakukan terutama bila curiga adanya aspirasi zat racun melalui inhalasi atau dugaan
adanya perforasi lambung.
VIII. Konsep Asuhan Keperawatan

 Pengkajian

1. Pengkajian Primer

a) Airway

Yang dinilai :
Look : ada gerak napas (ada, pernapasan 28x/menit) Listen : suara tambahan yang
terdengar dapat berupa
Gurgling : sumbatan oleh cairan
Stridor : sumbatan pada plika vokalis
Snoring : sumbatan akibat jatuhnya pangkal lidah ke belakang
Feel : ada atau tidaknya ekshalasi
b) Breathing
Penilaian :
Look : terlihat penggunanan otot bantu pernapasan
Listen : suara napas pada paru-paru
Feel : merasakan udara keluar masuk dari mulut dan hidung

c) Circulatio

1) Penilaian sirkulasi tanda klinis syok :

2) Kulit telapak tangan dingin, pucat basah

3) Capillary refill time > 2 detik

4) Nafas cepat

5) Nadi cepat > 100

6) Tekanan darah sistol < 90-100

7) Kesadaran : gelisah s/d koma penangan sirkulasi


d) Disability penilaian disabiliti pemeriksaan neurologis singkat
AVPU Penilaian sederhana ini dapat digunakan secara cepat
A = Alert : sadar penuh
V = Verbal stimulation : ada reaksi terhadap perintah
P = Pain stimulation : ada reaksi terhadap nyeri
U = Unresponive :t idak ada reaksi

2. Secondary Survey
Anamnesis :
A : Alergi

M : Medikasi (obat-obat yang biasa digunakan)


P : Past illnes (penyakit penyerta, pregnancy)
L : Last meal
E : Event/Environment

1) Pengumpulan data

Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, nomor register, diagnosa
medis,dll
2) Riwayat Keperawatan

a. Keluhan utama

Pada umunya keluhan utama pada intoksikasi adalah penurunan kesadaran

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Mual, muntah, nyeri, dehisrasi dan perdarahan saluran pencernaan

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat keracunan, bahan racun yang digunakan, berapa lama diketahui


setelah keracunan, ada masalah lain pencetus keracunan dan sindroma
toksis yang ditimbulkan dan kapan terjadinya.
d. Riwayat Penyakit Keluarga

Mengobservasi tentang adakah keluarga yang pernah mengalami keluhan


sama.
3) Pemeriksaan

a. Aktivitas dan istirahat

Pada pasien intoksikasi biasanya muncul gejala kelelahan, kelemahan,


malaise, hiporefleksi
b. Sirkulasi

Nadi lemah, taki kardi, hipotensi(pada kasus berat), arutmia jantung,


pucat, sionosis, keringat banyak.
c. Eliminasi

Perubahan pola berkemih, distensi vesika urinaria, bising usu menurun,


kerusakan ginjal, perubahan warna urin contoh kuning pekat, merah,
coklat.

d. Makanan dan cairan

Dehidrasi, mual, muntah, anoreksia, nyeri uluhati, perubahan turgor


kulit/ kelembaban, berkeringat banyak
e. Neurosensori

Sakit kepala, penglihatan kabur, midriasis, misis, pupil mengecil, kram


otot/kejang, kehilangan memori, penurunan tingkat kesadaran
(azotemia), koma, syok.
f. Nyaman/nyeri

Nyeri tubuh, sakit kepala, distraksi, gelisah.

g. Pernapasan

Napas pendek, depresi napas, hipoksia, takipnea, dipsnea, peningkatan


frekuensi, batuk produktif.
h. Keamanan

Penurunan tingkat kesadaran, koma,syok,asidemia.


 Diagnosa Keperawatan

a) Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan distress pernapasan.

b) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan efek toksik pada miokard.

c) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan tubuh secara tidak
normal

 Intervensi

1. Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan distress pernapasan.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 5 menit pola napas


pasien efektif.
KH : pola napas efektif, sesak hilang, ekspansi dada normal, TTV dalam

batas normal (TD = 120/80 mmHg, N = 80-100 x/menit, RR = 16-18


x/menit)
Intervensi :

a. Observasi tanda-tanda vital

Rasional : untuk mengetahui keadaan umum pasien dalam menentukan


tindakan selanjutnya
b. Berikan oksigen sesuai anjuran dokter

Rasional : terapi oksigen meningkatkan suplai oksigen ke jantung

c. Jika pernapasan depresi, berikan oksigen (ventilator) dan lakukan


suction
Rsional : ventilator bisa membantu memperbaiki depresi jalan napas.

d. Berikan kenyamanan dan istirahat pada pasien dengan memberikan


asuhan keperawatan individual
Rasional : kenyamanan fisik akan memperbaiki kesejahteraan pasien dan
mengurangi kecemasan, istirahat mengurangi konsumsi oksigen miokard
2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan efek toksik pada miokard.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 15 menit


diharapkan perfusi jaringan pasien adekuat.
KH : Tidak ada keluhan sakit kepala, pusing hilang, TTV dalam

batas normal (TD = 120/90 mmHg, N = 80-100 x/menit, RR = 16-


18 x/menit)
Intervensi :

a. Observasi tanda-tanda vital

Rasional : data tersebut berguna dalam menentukan perubahan perfusi.

b. Observasi daerah ekstremitas duingin, lembab, sianosis

Rasional : ekstremitas yang dingin , sianosis menunjukkan penurunan


perfusi jaringan.
c. Berikan kenyamanan dan istirahat

d. Rasional : kenyamanan fisik memperbaiki pasien, istirahat mengurangi


konsumsi oksigen.
e. Kolaboorasi dengan dokter dalam pemberian terapi antidotum

Rasional : obart antidot (penawar) dapat mengkonsusmsi penumpukkan


racun.

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan tubuh secara tidak
normal

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 60 menit


kekurangan cairan tidak terjadi
KH :
 Keseimbangan cairan adekuat
 Tanda-tanda vital stabil
 Turgor kulit stabil
 Membran mukosa lembab
 Pengeluaran urine normal 1 – 2 cc/kg BB/jam
Intervensi :
a) Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan.
Rasional : Dokumentasi yang akurat dapat membantu dalam
mengidentifikasi pengeluran dan penggantian cairan.
b) Monitor suhu kulit, palpasi denyut perifer.
Rasional : Kulit dingain dan lembab, denyut yang lemah
mengindikasikan penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk
pengantian cairan tambahan.
c) Catat adanya mual, muntah, perdarahan.
Rasional : Mual, muntah dan perdarahan yang berlebihan dapat
mengacu pada hipordemia.
d) Pantau tanda-tanda vital
Rasional : Hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasan
mengindikasikan kekurangan cairan (dehindrasi/hipovolemia).
e) Berikan cairan parinteral dengan kolaborasi dengan tim medis
Rasional : Cairan parenteral dibutuhkan untuk mendukung volume
cairan /mencegah hipotensi.
f) Kolaborasi dalam pemberian antiemetik
Rasional : Antiemetik dapat menghilangkan mual/muntah yang dapat
menyebabkan ketidak seimbangan pemasukan.
g) Berikan kembali pemasukan oral secara berangsur-angsur.
Rasional : Pemasukan peroral bergantung kepada pengembalian
fungsi gastrointestinal.
h) Pantau studi laboratorium (Hb, Ht).
Rasional : Sebagai indikator/volume sirkulasi
dengan kehilanan cairan.

 Implementasi

Pelaksanaan merupakan pengelolaan dan mewujudkan dari rencana tindakan, meliputi


beberapa bagian yaitu validasi, rencana keperawatan, memberikan asuhan keperawatan
dan pengumpulan data. Pelaksanaan dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang
telah desusun dengan melihat situasi dan kondisi pasien.
 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terkhir dari proses keperawatan yang digunakan sebagai alat
untuk menilai keberhasilan dari asuhan keperawatan dan proses ini bertanggung jawab
terus menerus yang diarahkan pada pencapaian tujuan yang diinginkan.

IX. Daftar Pustaka

Arisman. 2008. Keracunan Makanan:Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta: EGC.

Bunner and Suddarth.2010. Keperawatan Medikal Bedah, vol 3. Jakarta: EGC.

Bulechek, G.M. Butcher, H.K. Dochterman, J.M. Wagner, C.M. 2016. Nursing
Interventions Classification (NIC). Singapore : Elsevier Global RightHerdman,
T.H. 2015-2017. NANDA Internasional Inc. Diagnosis Keperawatan: definisi &
klasifikasi 2015-2017. Jakarta : EGC

Moorhead, S. Johnson, M. Maas, M.L. Swanson, E. 2016. Nursing Outcomes


Classification (NOC). Singapore: Elsevier Global Rights.

Mansjoer Arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius,FKUI,

Nurarif, H.N & Kusuma, H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta:.Mediaction Publishing.

Prijanto, B.T. 2009. Analisis Faktor Risiko Keracunan Pestisida Organofosfat Pada
Keluarga Petani Hortikultura Di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang.
Semaran: Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.

Anda mungkin juga menyukai