Indikator Ekonomi Sumba Barat 2010 PDF
Indikator Ekonomi Sumba Barat 2010 PDF
tp
://
su
m
ba
ba
ra
t ka
b.
b ps
. go
.id
INDIKATOR EKONOMI
SUMBA BARAT 2010
……..
No. Publikasi / Publication Number : 53014.001
Katalog BPS / BPS Catalogue : 1201.5301
.id
Ukuran Buku / Book Size : 21,59 cm x 27,94 cm
go
Jumlah Halaman / Total Pages : 58 Halaman / Pages
.
bps
Naskah / Manuscript :
b.
Seksi Statistik Distribusi
t ka
Gambar Kulit / Cover Design :
ra
CV. Natalia
.id
go
Pengolah Data/Penyiapan Draft : Andrew Donda M., SST
.
bps
b.
tka
ra
ba
ba
m
su
://
tp
ht
KATA PENGANTAR
Indikator Ekonomi Sumba Barat merupakan publikasi yang diterbitkan secara berkala
setiap tahun oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumba Barat guna memenuhi kebutuhan
pengguna data statistik.
Penerbitan publikasi ini merupakan hasil kerja sama BPS Kabupaten Sumba Barat
dengan Pemerintah Kabupaten Sumba Barat khususnya dalam penyediaan data tambahan
sehingga data yang disajikan menjadi lebih lengkap.
.id
go
Data yang disajikan dalam publikasi ini merupakan rangkuman berbagai data dasar
.
yang bersumber dari sensus dan survei yang dilakukan oleh BPS serta data sekunder yang
ps
diperoleh dari berbagai instansi.
b
b.
Publikasi ini memuat berbagai data pokok dan ulasan singkat yang berkaitan dengan
t ka
kondisi perekonomian Sumba Barat. Data dan ulasan yang disajikan antara lain mencakup
ra
ba
keadaan penduduk dan tenaga kerja, pertumbuhan dan struktur ekonomi, pendapatan
ba
Meskipun data utama yang menjadi sumber penyusun publikasi ini sangat terbatas,
su
namun kami berusaha sebaik mungkin untuk menjadikan publikasi ini bermanfaat.
://
tp
Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
ht
Akhirnya, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk peningkatan
kualitas penyusunan di masa yang akan datang.
iv
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar……………………………….……………………………………………. iv
Daftar Isi ……………………………………………………………………………………… v
Daftar Tabel ………………………………………………………………………………….. vii
Daftar Grafik………………………………………………………………………………….. x
Bab I Pendahuluan……………………………………………………………………… 1
.id
Bab II Kependudukan…………………………………………………………………… 3
. go
2.1. Penduduk…………………………………………………………………. 3
b ps
a. Laju Pertumbuhan Penduduk…………………………………………... 3
b.
ka
b. Penduduk Menurut Kelompok Umur………………………………….. 4
t
ra
c. Rasio Beban Tanggungan…………………………………………….. 5
ba
2.2. Ketenagakerjaan………………………………………………………….. 7
ba
a. Jenis Kegiatan………………………………………………………….. 8
m
su
b. Jenis Pekerjaan……………………………………………………… 9
://
Bab IV Kemiskinan……………………………………………………………………… 15
v
Halaman
c. Produksi Peternakan…………………………………………............... 37
.id
d. Produksi Perikanan……………………………………………………. 39
go
7.2. Sektor Pertambangan & Penggalian……………………………………… 42
.
ps
7.3. Sektor Industri Pengolahan………………………………………………. 42
b
b.
7.4. Sektor Listrik Gas dan Air Minum………………………………………. 44
tka
7.5. Sektor Bangunan/Kontruksi……………………………………………… 45
ra
Bab VIII Perkembangan Sektor Tersier…………………………………………………… 46
ba
ba
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, Kepadatan, dan Laju Pertumbuhan Penduduk
Dirinci per Kecamatan di Kabupaten Sumba Barat Tahun 2009…………………. 4
Tabel 2.2 Persentase Penduduk Sumba Barat menurut Kelompok Umur Tahun 2009........ 5
Tabel 2.3 Rasio Beban Tanggungan Penduduk Sumba Barat menurut Jenis Kelamin 2009.... 6
Tabel 2.4 Rasio Beban Tanggungan Penduduk Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Sumba
Tengah, Sumba Timur dan Provinsi NTT Tahun 2009…………………………… 7
Tabel 2.5 Penduduk Berumur 15 Tahun ke atas di Sumba Barat Menurut Jenis Kegiatan
.id
Seminggu yang lalu Tahun 2009………………..………………………………… 8
go
Tabel 2.6 Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu
.
Yang Lalu menurut Jenis Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin di Kabupaten
ps
Sumba Barat Tahun 2009………………………………………………………… 9
b
Tabel 3.1 Kontribusi Sektor Perkonomian terhadap PDRB Sumba Barat Atas Dasar Harga
b.
Berlaku menurut Lapangan Usaha, 2006 – 2009………… ……………………… 12
Tabel 3.2 ka
Pendapatan per Kapita Penduduk Sumba Barat Atas Dasar Harga Berlaku, 2006-
t
ra
2009..........................…………………………………………………………......... 13
ba
Tabel 4.2 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Sumba Barat, 2007-2009………....... 17
m
Tabel 5.2 Persentase Jumlah Penduduk menurut Golongan Pengeluaran per Kapita per
su
Tabel 6.1 Rata-Rata Harga Eceran Sembilan Bahan Pokok dan Bahan Strategis Lainnya di
Pasar Inpres Waikabubak, 2008 dan 2009……………………….………………… 22
tp
ht
Tabel 6.2 Indeks Harga Konsumen Kota Waikabubak menurut Kelompok, 2009.………….. 23
Tabel 6.3 Inflasi Bulanan Kota Waikabubak, 2009………………………………………….. 24
Tabel 6.4 Laju Inflasi Kota Waikabubak tahun 2007-2009…………………………….......... 25
Tabel 7.1 Sumbangan Sektor Pertanian Terhadap PDRB Sumba Barat Atas Dasar Harga
Berlaku, Tahun 2006-2009…….......................………………………….………… 27
Tabel 7.2 Luas Panen, Rata-rata Produksi, dan Produksi Padi Sawah di Sumba Barat serta
Perkembangannya, 2008-2009……………………………………….……………. 28
Tabel 7.3 Luas Panen, Rata-rata Produksi, dan Produksi Padi Ladang di Sumba Barat serta
Perkembangannya, 2008-2009……………………………………………………... 29
Tabel 7.4 Luas Panen, Rata-rata Produksi, dan Produksi Jagung di Sumba Barat serta
Perkembangannya, 2008- 2009………………………………….………….……… 30
Tabel 7.5 Luas Panen, Rata-rata Produksi, dan Produksi Ubi Kayu di Sumba Barat serta
Perkembangannya, 2008-2009……………………………………….……………. 31
vii
Halaman
Tabel 7.6 Luas Panen, Rata-rata Produksi, dan Produksi Ubi Jalar di Sumba Barat serta
Perkembangannya, 2008-2009……………………………………….……………. 32
Tabel 7.7 Luas Panen, Rata-rata Produksi, dan Produksi Kacang Tanah di Sumba Barat
serta Perkembangannya, 2008-2009………………………………………………. 33
Tabel 7.8 Luas Panen, Rata-rata Produksi dan Produksi Kacang Hijau di Sumba Barat serta
Perkembangannya Tahun 2008-2009…………………….………………………... 34
Tabel 7.9 Luas panen, rata-rata produksi dan produksi Kedelai di Sumba Barat serta
perkembangannya Tahun 2008-2009……………………………………………… 35
Tabel 7.10 Luas areal dan produksi Tanaman Perkebunan di Sumba Barat menurut Jenis
.id
Komoditi, 2009.........……………………………………………………………… 36
go
Tabel 7.11 Produksi Tanaman Perkebunan per Jenis Komoditi menurut Kecamatan, 2009...… 37
Tabel 7.12 Populasi Ternak di Sumba Barat menurut Jenis Ternak, 2008 – 2009…...………. 38
.
ps
Tabel 7.13 Populasi Ternak Besar dan Kecil di Sumba Barat Dirinci menurut Kecamatan,
b
Tahun 2009………………………………………………………………………… 39
b.
Tabel 7.14 Populasi Ternak Unggas menurut Jenis Unggas di Kabupaten Sumba Barat
ka
Dirinci menurut Kecamatan, Tahun 2009…..……………………………………… 39
t
ra
Tabel 7.15 Produksi Perikanan, Jumlah Rumah Tangga Nelayan Dan Alat Penangkap Ikan Di
ba
Tabel 7.16 Jumlah Produksi Perikanan Laut menurut Jenis Ikan, Tahun 2008-2009………… 41
Tabel 7.17 Nilai Tambah Bruto, Peranan dan Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan
m
Tabel 7.18 Nilai Tambah Bruto, Peranan dan Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan di
://
Tabel 7.19 Jumlah Perusahaan/Usaha dan Tenaga Kerja Industri Pengolahan menurut
ht
viii
Halaman
Tabel 8.4 Nilai Tambah, Pertumbuhan, dan Peranan Sektor Pegangkutan dan Komunikasi,
2007 - 2009………………..………………………………………………………. 49
Tabel 8.5 Jumlah Kendaraan Bermotor menurut Jenis Kendaraan, 2004-2009…..…………. 50
Tabel 8.6 Panjang Jalan di Sumba Barat menurut Jenis Permukaan, 2008-2009.……………. 51
Tabel 8.7 Jumlah Surat yang Dikirim Melalui Pos dan Pelanggan Telepon, 2008-
2009…………………………………………………………….………………….. 51
Tabel 8.8 Nilai Tambah, Pertumbuhan dan Peranan Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa
Perusahaan, 2006-2009……………………………………………………………. 52
Tabel 8.9 Perkembangan Bank, Nilai Tabungan, Giro, dan Posisi Pinjaman Perbankan,
.id
2005-2009.............................……………………………………………………… 53
go
Tabel 8.10 Nilai Tambah, Pertumbuhan, dan Peranan Sektor Jasa-jasa, 2007-
2009……………………………………………………………………………….. 55
.
ps
Tabel 8.11 Realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Sumba Barat 2009................ 56
b
b.
tka
ra
ba
ba
m
su
://
tp
ht
ix
DAFTAR GRAFIK/GAMBAR
Halaman
.id
2009 ( dalam jutaan rupiah )……………………………………………………. 57
. go
b ps
b.
t ka
ra
ba
ba
m
su
://
tp
ht
x
BAB I
PENDAHULUAN
Ruang Lingkup
Indikator Ekonomi Sumba Barat Tahun 2010 dimaksudkan sebagai publikasi yang
menyajikan gambaran umum tentang kondisi perekonomian di Sumba Barat pada tahun
2009. Publikasi ini diterbitkan setiap tahun oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten
Sumba Barat.
.id
go
Masalah yang berkaitan dengan kondisi perekonomian suatu wilayah pada dasarnya
.
relatif luas. Namun dengan mempertimbangkan berbagai kondisi dan kendala yang ada, maka
ps
data dan informasi yang disajikan dalam publikasi ini masih terbatas pada hal-hal yang
b
b.
benar-benar dianggap penting. Penyajian berbagai indikator dalam publikasi ini dibagi ke
dalam tujuh kelompok sebagai berikut:
t ka
ra
ba
a. Kependudukan
ba
b. Pendapatan Regional
m
c. Kemiskinan
su
Sumber Data
Data yang disajikan dalam publikasi ini pada dasarnya merupakan hasil pengumpulan
data yang secara langsung dilakukan oleh BPS dan dilengkapi dengan hasil pengumpulan
data yang dilakukan oleh berbagai instansi lain. Berbagai kegiatan survei dan sensus BPS
yang hasilnya disajikan dalam publikasi ini antara lain adalah Sensus Penduduk, Sensus
Pembahasan dalam publikasi ini hanya dilakukan secara umum dan terbatas pada hal-
hal yang berkaitan dengan perekonomian. Sedangkan pembahasan lebih jauh secara parsial
dapat dilihat pada berbagai publikasi khusus seperti Statistik Penduduk, Statistik Pertanian,
Statistik Industri, Statistik Harga-harga, Statistik Angkutan, Publikasi Pendapatan Regional
(PDRB), Publikasi Susenas, Distribusi Pendapatan, dan sebagainya.
.id
. go
b ps
b.
t ka
ra
ba
ba
m
su
://
tp
ht
.id
indikatornya yang berpengaruh dalam perekonomian di wilayah Sumba Barat.
go
2.1. Penduduk
.
ps
Potensi penduduk sebagai sumber daya manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor
b
b.
seperti jumlah penduduk dan kepadatannya, komposisi golongan umur, tingkat
ka
pengangguran, rasio beban tanggungan serta beberapa variabel kependudukan yang lain.
t
ra
Berikut ini akan dibahas beberapa indikator yang telah disebutkan di atas.
ba
ba
Tingginya laju pertumbuhan penduduk merupakan masalah yang masih dihadapi oleh
su
setiap daerah yang baru berkembang seperti Sumba Barat. Ada tiga faktor yang
://
penduduk (migrasi). Pertumbuhan penduduk di Sumba Barat dan umumnya Nusa Tenggara
Timur pada awalnya lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat kelahiran dan tingkat kematian.
Namun dalam perkembangannya, faktor perpindahan penduduk (migrasi) tampaknya mulai
berpengaruh terhadap pertumbuhan penduduk wilayah ini.
Sumba Barat memiliki luas 737,42 Km2 dengan jumlah penduduknya mencapai
108.644 jiwa sehingga kepadatan penduduk di Kabupaten Sumba Barat adalah 147 jiwa/
km2.
Dengan wilayah yang daratan yang cakupannya cukup luas sepertinya Sumba Barat
belum menghadapi masalah kependudukan, namun karena terbatasnya lahan pertanian dan
juga rendahnya produktivitas lahan, maka tingkat kepadatan penduduk Sumba Barat
menjadi salah satu kendala dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk.
Tabel 2.1
Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, Kepadatan, dan Laju Pertumbuhan Penduduk
Dirinci per kecamatan di Kabupaten Sumba Barat
Tahun 2009
Laju
Kepadatan Pertumbuhan
Luas Wilayah
.id
Uraian Penduduk Penduduk Penduduk (%)
(Km2)
per Km2
go
2000-2010
.
(1) (2) (3) (4) (5)
ps
1. Lamboya 17.459 125,65 139 1,50
b
b.
2. Wanokaka 14.798 133,68 111 1,78
2009
Kelompok Umur
Persentase
(1) (2)
0–4 14,3
5–9 15,1
.id
10 – 14 13,0
go
15 – 49 44,6
.
ps
50 – 64 8,3
65 +
b
4,7
b.
Jumlah 100,00
Sumber : Susenas 2009
t ka
ra
ba
Dari tabel di atas terlihat bahwa persentase penduduk menurut kelompok umur di
ba
Kabupaten Sumba Barat pada tahun 2009. Pada kelompok umur 0-4 tahun sebesar 14,3
m
su
persen, kelompok umur 5-9 tahun dan 10-14 tahun masing-masing sebesar 15,1 persen dan
://
13,0 persen. Sedangkan untuk kelompok umur 50-64 tahun dan 65 tahun ke atas masing-
tp
masing sebesar 8,3 persen dan 4,7 persen ( terendah ). Dapat disimpulkan bahwa penduduk
ht
Sumba Barat tergolong penduduk remaja dan dewasa karena persentase penduduk terbesar
berada pada kelompok umur 15-49 tahun dengan persentase sebesar 44,6 persen.
Rasio beban tanggungan (dependency ratio) pada dasarnya merupakan rasio dari
jumlah penduduk usia non produktif (usia di bawah 15 tahun dan usia di atas 65 tahun)
terhadap jumlah penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun). Angka ini menunjukkan
banyaknya penduduk usia non produktif yang harus ditanggung oleh penduduk usia
produktif selain dirinya sendiri.
Penduduk yang didominasi oleh kelompok umur remaja dan dewasa seperti di Sumba
Barat pada umumnya sudah produktif sehingga menyebabkan rasio beban tanggungan tidak
Tabel 2.3
Rasio Beban Tanggungan Penduduk Sumba Barat menurut Jenis Kelamin
2009
.id
Tahun
go
Laki-laki Perempuan L+P
.
ps
(1) (2) (3) (4)
b
2009 91,94 85,87 89,04
b.
Sumber: Susenas 2009 tka
ra
ba
Berdasarkan hasil Susenas 2009, rasio beban tanggungan penduduk Sumba Barat
ba
sebesar 89,04. Ini berarti setiap 100 penduduk usia produktif menanggung 89 penduduk yang
m
belum/tidak produktif .
su
://
Rasio beban tanggungan penduduk menurut jenis kelamin pada tabel 2.3 menunjukkan
tp
bahwa pada tahun 2009 rasio beban tanggungan penduduk laki-laki adalah 91,94 lebih
ht
tinggi dibandingkan dengan penduduk perempuan yang sebesar 85,87. Hal ini berarti
jumlah penduduk laki-laki yang belum/tidak produktif relatif lebih besar dibanding
penduduk perempuan yang belum/tidak produktif.
Sebagai bahan perbandingan dalam melihat angka ketergantungan dengan daerah lain
maka disini kami melakukan perbandingan antara Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten
Sumba Barat Daya, Kabupaten Sumba Tengah, Kabupaten Sumba Timur dan Provinsi NTT
seperti pada Tabel 2.4 berikut.
.id
go
Sumba Barat Daya 38,5 55,8 5,8 79,39
.
Sumba Tengah 46,7 49,6 3,7 101,61
ps
Sumba Timur 36,9 58,7 4,4 70,36
b
b.
NTT 37,3 57,4 5,4 74,39
Sumber : Susenas 2009
t ka
ra
ba
Dari Tabel 2.4 ini terlihat bahwa Rasio Beban Ketergantungan Penduduk di
ba
Kabupaten ini (Sumba Barat) tertinggi kedua setelah Kabupaten Sumba Tengah (101,61).
m
Kesimpulan yang dapat diambil dari tabel 2.4 ini adalah bahwa penduduk Kabupaten Sumba
su
Tengah yang produktif lebih berat tanggungannya jika dibandingkan dengan Penduduk
://
produktif di Kabupaten Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Sumba Timur maupun di Provinsi
tp
ht
NTT.
2.2. Ketenagakerjaan
Pengelompokkan penduduk menurut usia produktif dan non produktif bagi sementara
pihak sering dianggap kurang menggambarkan masalah riil ketenagakerjaan. Ada dua
argumen yang umumnya dikemukakan tentang hal ini. Pertama, untuk kasus Indonesia
banyak penduduk yang sudah mulai bekerja atau mencari nafkah pada usia 10 tahun,
sehingga kriteria penduduk usia produktif berdasarkan usia 15-64 tahun kurang dapat
menggambarkan kondisi riil. Kedua, tidak semua penduduk yang berada pada usia kerja
memiliki kegiatan yang secara ekonomi dapat dikategorikan sebagai bekerja atau mencari
pekerjaan. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka banyak analis ketenagakerjaan membagi
penduduk ke dalam dua kelompok, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.
Menurut jenis kegiatan penduduk usia 15 tahun ke atas dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja dalam hal ini
didefinisikan sebagai penduduk usia 15 tahun atau lebih yang kegiatan utamanya bekerja atau
mencari pekerjaan. Dengan kata lain, angkatan kerja merupakan kelompok penduduk usia
kerja (dalam hal ini usia 15 tahun ke atas) yang sedang atau siap melakukan kegiatan
ekonomi. Sedangkan penduduk bukan angkatan kerja adalah penduduk berumur 15 tahun ke
atas yang kegiatan utamanya bukan bekerja atau mencari pekerjaan. Termasuk dalam
.id
kelompok bukan angkatan kerja adalah mereka yang kegiatan utamanya sekolah, mengurus
go
rumahtangga, sakit, pensiun, dan kegiatan lain selain bekerja atau mencari pekerjaan.
.
bps
Tabel 2.5
b.
Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas di Kabupaten Sumba Barat
ka
menurut Jenis Kegiatan Seminggu yang Lalu
t
ra
2009
ba
2009
Kegiatan
ba
Persentase
(1) (2)
m
su
Bekerja 66,13
tp
Persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang merupakan angkatan kerja pada
tahun 2009 adalah 69,73 persen dimana yang bekerja sebesar 66,13 persen sedangkan
sisanya 3,60 persen mencari pekerjaan. Bila dilihat dari persentase bukan angkatan kerja
maka persentase terbesar berada pada mereka yang mengurus rumah tangga dan yang
bersekolah yaitu sebesar 13,30 persen sedangkan sisanya sebesar 3,68 persen Lainnya.
Distribusi penduduk 10 tahun ke atas yang bekerja menurut jenis pekerjaan, secara
kasar memberikan gambaran tentang penyerapan tenaga kerja oleh sektor-sektor ekonomi di
suatu wilayah.
Distribusi penduduk Sumba Barat yang bekerja menurut Jenis Pekerjaan Utama
adalah seperti yang disajikan pada Tabel 2.6. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa Tenaga
Usaha Pertanian menempati urutan pertama (71,39%) kemudian disusul oleh Tenaga
.id
Produksi (13,72 %). Selengkapnya bisa dilihat pada tabel di bawah.
go
Tabel 2.6
.
Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja selama seminggu yang
ps
lalu menurut Jenis Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin di Kabupaten Sumba Barat
b
Tahun 2009
b.
ka
Laki +
Jenis Pekerjaan Utama Laki-laki Perempuan
Perempuan
t
ra
(1) (2) (3) (4)
ba
.id
seperti produk domestik regional bruto, struktur perekonomian, pertumbuhan ekonomi,
go
pendapatan per kapita dan tingkat inflasi. Berikut akan dibahas perkembangan beberapa
.
ps
karakteristik tersebut.
b
3.1. PDRB dan Laju Peretumbuhan Ekonomi
b.
ka
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) diartikan sebagai jumlah nilai tambah bruto
t
ra
yang ditimbulkan keseluruhan sektor perekonomian yang ada dalam batas suatu wilayah
ba
(nasional, regional) dalam jangka waktu tertentu (satu tahun, triwulan). Perencana
ba
yang telah dilaksanakan dan untuk menentukan rencana pembangunan di masa yang akan
su
datang. PDRB itu sendiri pada dasarnya adalah jumlah seluruh barang dan jasa akhir yang
://
tp
Ada dua sistem penilaian yang lazim digunakan dalam menghitung PDRB, yaitu atas
dasar harga yang berlaku pada setiap tahun dan atas dasar harga konstan pada tahun tertentu.
PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk mengamati struktur ekonomi di wilayah
yang bersangkutan, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk melihat
pertumbuhan ekonominya. Apabila dikaji per sektor akan terlihat sektor-sektor yang
mengalami pertumbuhan cepat dan lambat, sehingga akan memberikan indikasi sektor mana
yang harus dipacu dan kebijakan apa yang ditempuh untuk memacunya. Demikian pula dapat
dilihat peranan/kontribusi masing-masing sektor serta pola pergeserannya. Tinggi rendahnya
PDRB suatu daerah seringkali dikaitkan dengan produktivitas sumber daya manusia dan
potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu daerah.
Pada tahun 2009 PDRB Kabupaten Sumba Barat (atas dasar harga konstan 2000)
mencapai Rp. 284.833.287.402,66 meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya Rp.
270.353.889.038,18. Pertumbuhan ekonomi Sumba Barat yang ditunjukkan oleh angka
.id
Indeks Berantai PDRB (atas dasar harga konstan 2000) pada tahun 2009 telah mencapai 5,36
go
persen, setelah pada tahun sebelumnya sebesar 5,31 persen.
.
b ps
b.
t ka
ra
ba
ba
m
su
://
tp
ht
Pada tahun 2009 sektor lain yang peranannya cukup besar dalam perekonomian
Sumba Barat adalah sektor jasa-jasa, sektor perdagangan, restoran dan hotel, kemudian
sektor bangunan/konstruksi serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Peranan
sektor jasa-jasa pada tahun 2009 telah mencapai 30,49 persen; naik dari tahun sebelumnya
.id
yang hanya mencapai 30,37 persen. Sementara peranan sektor perdagangan,restoran dan
go
hotel pada tahun 2009 mencapai 18,14 persen meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya
.
ps
17,05 persen. Kontribusi sektor Bangunan/ Konstruksi relatif stabil sejak tahun 2006 sampai
b
b.
2009 sekitar 4 persen. Hal serupa juga terjadi pada sektor keuangan, persewaan dan jasa
ka
perusahaan kontribusinya juga relatif stabil, yaitu berada dikisaran 4 persen. Sektor-sektor
t
ra
selain yang telah dibahas memiliki peranan yang relatif kecil terhadap pembentukan PDRB
ba
Tabel 3.1
m
Kontribusi Sektor Perekonomian terhadap PDRB Sumba Barat Atas Dasar Harga Berlaku
su
2006-2009
tp
ht
.id
go
3.3. Pendapatan per Kapita
.
ps
Angka PDRB sebenarnya hanya menunjukkan besaran ekonomi secara keseluruhan
b
b.
untuk suatu wilayah dan tidak mampu mencerminkan tingkat perekonomian penduduknya.
ka
Suatu daerah dengan tingkat PDRB yang rendah mungkin saja rata-rata pendapatan
t
ra
penduduknya tinggi, yaitu jika jumlah penduduk di daerah tersebut yang jelas akan
ba
mengkonsumsi produk-produk tersebut kecil. Sebaliknya bagi daerah yang PDRB-nya tinggi
ba
akan rendah angka pendapatan per kapitanya jika jumlah penduduk di daerah tersebut besar.
m
su
Seperti diketahui angka per kapita menunjukkan rata-rata PDRB untuk setiap penduduk
://
suatu daerah. PDRB per kapita yang tinggi menunjukkan semakin baiknya perekonomian
tp
rata-rata penduduk di daerah tersebut, demikian sebaliknya untuk angka PDRB perkapita
ht
yang rendah.
Tabel 3.2
Pendapatan per Kapita Penduduk Sumba Barat Atas Dasar Harga Berlaku,
2006-2009
PDRB per Kapita Pendapatan Perkapita
Tahun
( Ribuan Rupiah ) ( Ribuan Rupiah)
(1) (2) (3)
2006 4.132,46 3.925,84
2007 4.601,99 4.338,29
2008 5.148,12 4.849,53
2009 5.775,88 5.440,88
Sumber : Pendapatan Regional Sumba Barat 2010
.id
tersebut belum menggambarkan penyebaran pendapatan di setiap strata ekonomi.
. go
b ps
b.
t ka
ra
ba
ba
m
su
://
tp
ht
.id
Sesuai dengan banyaknya dimensi dari masalah kemiskinan, metodologi penghitungan
go
penduduk miskin pun cukup banyak. Banyaknya penduduk miskin yang disajikan pada
.
ps
ulasan berikut adalah yang diperoleh dengan metode BPS, yaitu dengan menggunakan
b
b.
pendekatan basic needs approach, yang merupakan pendekatan yang banyak digunakan.
ka
Dalam metode BPS kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan memenuhi
t
ra
kebutuhan dasar.
ba
Jumlah dan persentase penduduk miskin dihitung berdasarkan tingkat pengeluaran per
ba
kapitanya. Mereka yang memiliki tingkat pengeluaran lebih rendah dari garis kemiskinan
m
su
dikategorikan miskin. Garis kemiskinan, yang merupakan standar kebutuhan dasar tersebut
://
terdiri atas dua komponen, yaitu batas kecukupan makanan dan non makanan. Garis
tp
kemiskinan ini pada prinsipnya adalah suatu standar minimum yang diperlukan oleh
ht
seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Dengan perkataan lain, garis kemiskinan
adalah nilai pengeluaran untuk kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan per kapita
per bulan.
Batas kecukupan untuk makanan yang secara memadai harus dikonsumsi oleh
seseorang ditetapkan mengacu pada rekomendasi dari Widyakarya Nasional Pangan dan
Gizi tahun 1978, yaitu setara dengan nilai konsumsi makanan yang menghasilkan energi
2.100 kalori per orang per hari. Sedangkan nilai pengeluaran minimum untuk komoditi-
komoditi non makanan mencakup pengeluaran untuk perumahan, penerangan, bahan bakar,
pakaian, pendidikan, kesehatan, transportasi, barang-barang tahan lama, dan barang dan jasa
esensial lainnya.
Tabel 4.1
.id
Garis Kemiskinan Sumba Barat 2007 – 2009
. go
ps
Garis Kemiskinan
Tahun
(Rp/Kap/Bln)
b
b.
(1) (2)
2007 tka 142.042
ra
2008 159.963
ba
ba
2009 174.315
m
su
Jumlah
Tahun Persentase
(000 orang)
.id
2008 38,38 37,85
go
2009 35,39 35,39
.
ps
b
2009 (Provinsi NTT) 1.021,75 23,41
b.
Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional 2009 t ka
ra
ba
ba
m
su
://
tp
ht
.id
digunakan untuk membiayai konsumsi makanannya. Berdasarkan kenyataan ini, maka sangat
go
masuk akal untuk menggunakan pola konsumsi sebagai salah satu indikator dalam mengukur
.
ps
tingkat kesejahteraan penduduk.
b
b.
5.1. Pola Pengeluaran/Konsumsi Penduduk
kat
ra
Pengeluaran rumahtangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan
ba
pengeluaran akan bergeser dari pengeluaran untuk makanan ke pengeluaran untuk bukan
m
makanan. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 masih diyakini telah
su
Perubahan pola konsumsi tersebut terjadi karena adanya penurunan standar hidup secara
ht
Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk Sumba Barat pada tahun 2009
adalah sebesar 279.201 rupiah. Untuk konsumsi makanan sebesar 179.256 rupiah atau
sebesar 64,20 persen sedangkan untuk konsumsi non makanan sebesar 99.945 rupiah atau
35,80 persen (Lihat Gambar 5.1). Jika diperhatikan dari komposisinya, ternyata proporsi
untuk makanan masih relatif besar. Kondisi ini menunjukkan bahwa pola konsumsi di
Sumba Barat masih kurang baik. Hal ini terjadi karena masih rendahnya daya beli
masyarakat, yang pada akhirnya pada golongan penduduk berpendapatan menengah ke
bawah akan lebih mengutamakan konsumsi makanan daripada non makanan seperti yang
telah disebutkan sebelumnya.
Indikator Ekonomi Sumba Barat 2010 18
Gambar 5.1
Distribusi Persentase Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan menurut Jenis Pengeluaran
2009
.id
. go
b ps
b.
Sumber : Susenas 2009 tka
ra
ba
Pendapatan penduduk sebenarnya merupakan ukuran yang lebih ideal untuk melihat
m
su
tingkat kesejahteraan penduduk. Namun demikian, dalam bentuk praktek ditemui berbagai
://
kendala untuk memperoleh data pendapatan yang sahih. Untuk mengatasi hal ini, maka
tp
Sebaran penduduk Sumba Barat menurut kelompok pengeluaran per kapita per bulan pada
tahun 2009 tersaji pada Tabel 5.2. Berdasarkan tabel tersebut, terlihat bahwa persentase
golongan pengeluaran per kapita per bulan terbesar pada golongan pengeluaran 200.000 –
2999.999 rupiah yaitu sebesar 23,93 %. Sedangkan persentase golongan pengeluaran per
kapita per bulan terendah terdapat pada penduduk dengan pengeluaran < 100.000 rupiah
dengan persentase sebesar 1,68 persen.
(1) (2)
.id
< 100.000 1,68
go
100.000 - 149.999 21,88
.
ps
150.000 - 199.999 22,97
b
b.
200.000 - 299.999 23,93
300.000 – 499.999
tka 18,98
ra
ba
Jumlah 100,00
m
Harga adalah salah satu variabel ekonomi yang penting karena mempunyai pengaruh
.id
yang sangat kuat terhadap perkembangan ekonomi. Perkembangan kegiatan ekonomi suatu
go
wilayah dapat dianalisis dengan melihat tingkat harga, indeks harga atau laju inflasi yang
.
ps
terjadi. Perubahan dalam jumlah produksi dan teknologi, serta arus barang dan cara
b
b.
pemasaran juga faktor iklim dapat menyebabkan perubahan harga di tingkat pasar.
ka
Indeks harga dan laju inflasi selalu mendapat minat dan perhatian yang cukup besar
t
ra
baik oleh pemerintah maupun para pakar ekonomi karena berkaitan erat dengan tingkat dan
ba
pola penawaran dan permintaan pasar. Peningkatan pendapatan yang diterima masyarakat
ba
tidak dapat dinikmati karena laju inflasi yang tinggi mengurangi daya beli mereka.
m
su
Bab ini akan mencoba mengulas perkembangan harga yang terjadi di Sumba Barat
://
secara umum. Ulasan antara lain akan mencakup rata-rata harga sembilan bahan pokok, laju
tp
6.1. Rata-rata Harga Sembilan Bahan Pokok dan Bahan Strategis Lainnya
Perubahan harga sembilan bahan pokok dan bahan strategis lainnya di Waikabubak
selama periode 2008 sampai 2009 terlihat pada tabel 6.1 Hampir semua komoditas
mengalami perubahan harga kecuali beras lokal, ikan asin, minyak tanah dan semen yang
harganya tetap stabil hingga tahun 2009. Komoditas-komoditas yang mengalami kenaikan
harga adalah Minyak Goreng (5,26 %), Gula Pasir (9,09 %), Garam Hancur (11,11 %),
Tekstil (7,14 %), Batik Kasar (66,34 %), Tepung Terigu (7,32 %), Emas Perhiasan (27,27
%). Sedangkan Sabun Cuci Batangan mengalami penurunan harga dari tahun sebelumnya
yaitu sebesar 3,23 %. Rincian harga masing-masing komoditas secara lengkap dapat dilihat
pada tabel dibawah.
.id
03. Minyak Goreng Botol 9.500 10.000 5,26
go
04. Gula Pasir Kg 8.250 9.000 9,09
.
ps
05. Garam Hancur Kg 4.500 5.000 11,11
b
b.
06. Minyak Tanah Liter 5.000 5.000 0,00
07. Sabun Cuci Batang ka
t 7.750 7.500 -3,23
ra
08. Tekstil Helai 17.500 18.750 7,14
ba
Indeks harga adalah angka yang menunjukkan besarnya perbandingan tingkat harga
barang dan jasa pada suatu periode dengan keadaan harga pada saat tertentu. Laju inflasi
suatu barang atau jasa dilihat dari besarnya perubahan indeks harga barang atau jasa tersebut.
Penghitungan indeks harga dan laju inflasi didasarkan pada hasil survei harga konsumen
yang dilakukan setiap bulan terhadap 280 jenis barang dan jasa yang dijual di pasar.
Indeks Harga Konsumen (IHK) umum Kota Waikabubak pada keadaan bulan Januari
2009 sebesar 110,88 persen dan merupakan IHK umum terendah di tahun 2009. Sedangkan
IHK umum tertinggi terjadi pada Desember tahun 2009 sebesar 119,45 persen. Hasil
Perhitungan Indeks Konsumen Kota Waikabubak menurut kelompok secara lengkap dapat
dilihat pada tabel 6.2.
.id
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (6) (7) (8)
go
JAN 110,88 112,67 125,87 110,00 104,29 112,81 117,05 112,40
.
ps
PEB 111,59 112,85 127,03 111,58 104,88 113,78 117,66 112,34
b
MRT 112,12 113,05 123,73 112,77 105,77 113,92 118,00 112,39
b.
APRL 112,51 113,18 129,79
ka
112,95
t 106,51 114,45 118,13 112,42
ra
MEI 112,72 113,51 130,09 113,11 106,72 114,67 118,22 112,36
ba
.id
JAN 1,26 2,06 1,77 0,84 0,57 0,61 0,51 0,27
go
.
PEB 0,64 0,16 0,92 1,44 0,56 0,86 0,53 0,80
ps
MRT 0,48 0,17 0,55 1,06 0,85 0,12 0,29 0,04
b
b.
APR 0,35 0,12 1,61 0,16 0,70 0,47 0,10 0,02
MEI 0,18 0,29 0,23 0,14
t ka0,20 0,19 0,08 -0,05
ra
JUN 0,37 0,52 0,56 0,28 0,33 0,16 0,30 0,06
ba
Dari tabel 6.3 diatas dapat dilihat bahwa laju inflasi umum yang tertinggi terjadi pada
bulan Desember (1,78) sedangkan laju inflasi terendah terjadi pada bulan Agustus (0,17).
Tahun
Kelompok
2007 2008 2009
(1) (2) (3) (4)
01. Bahan Makanan 3,44 8,72 10,26
02. Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 11,20 22,56 10,86
.id
04. Sandang 6,15 4,08 7,81
go
05. Kesehatan 3,39 11,67 5,97
.
ps
06. Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga 1,06 37,52 7,02
b
b.
07. Transport dan Komunikasi 13,06 15,14 2,07
Laju inflasi menurut kelompok komoditi di Kota Waikabubak sepanjang tahun 2007-
ba
2009 adalah seperti yang disajikan pada tabel 6.4. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa laju
m
inflasi secara kumulatif di Kota Waikabubak pada tahun 2007 adalah sebesar 6,45 persen dan
su
pada tahun 2008 terjadi peningkatan yang signifikan menjadi 11,22 persen kemudian pada
://
tp
tahun 2009 mengalami penurunan menjadi 8,75 persen. Dari 7 kelompok komoditi yang ada,
ht
terdapat 5 komoditi yang mengalami peningkatan dari tahun 2007 hingga tahun 2009.
Sedangkan 2 kelompok komoditi sisanya yaitu Kelompok Komodi Makanan Jadi, Minuman,
Rokok dan Tembakau (Kelompok Komoditi No.2) serta Kelompok Komoditi Transport dan
Komunikasi (Kelompok Komoditi No.7) mengalami penurunan di tahun 2009 bila
dibandingkan dengan tahun 2007.
Secara umum perekonomian suatu wilayah dapat digolongkan menjadi tiga kelompok
besar, yaitu sektor primer, sekunder, dan tersier. Sektor primer mencakup semua kegiatan
ekonomi yang mengandalkan pada alam atau natural seperti sektor pertanian serta sektor
pertambangan dan penggalian. Sementara sektor sekunder adalah sektor yang ciri utama
.id
kegiatannya adalah melakukan pengolahan dari suatu barang menjadi barang lain yang
go
nilainya lebih mahal dari nilai barang sebelumnya. Untuk melakukan kegiatan di sektor
.
sekunder pada umumnya diperlukan teknologi. Sektor primer dan sektor sekunder
b ps
seringkali disebut sebagai sektor produksi karena hasil kegiatan dari kedua sektor ini pada
b.
dasarnya berupa barang yang sering juga sebagai produksi. Sedangkan sektor tersier adalah
ka
sektor yang kegiatannya menyediakan jasa atau pelayanan untuk memudahkan pihak lain
t
ra
dalam melakukan kegiatan.
ba
ba
Bab ini akan mengulas lebih jauh perkembangan indikator-indikator untuk sektor
m
Sampai dengan tahun 2009 sektor pertanian memiliki peran penting dalam roda
perekonomian Sumba Barat. Sektor ini merupakan penyumbang terbesar terhadap
pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumba Barat. Dari tabel 7.1 dapat
dilihat kontribusi Sektor Pertanian terhadap PDRB Kabupaten ini masih sekitar 37,84
persen (angka sangat sementara).
Sedangkan sub sektor yang memberi kontribusi terbesar terhadap Sektor Pertanian
adalah Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan dengan kontribusi sebesar 24,19 persen pada
tahun ini. Sub sektor Peternakan memberikan kontribusi sebesar 8,02 persen. Dari Tabel
7.1 juga dapat dilihat bahwa potensi perikanan yang cukup menjanjikan bagi Kabupaten ini
baru memberikan andil sebesar 1,35 persen. Sedangkan untuk tanaman perkebunan sebesar
4,25 persen dan sub sektor kehutanan menyumbang 0,02 persen.
.id
b. Tanaman Perkebunan 4,98 4,58 4,41 4,25
. go
c. Peternakan 8,60 8,41 8,26 8,02
ps
b
d. Kehutanan 0,03 0,02 0,02 0,02
b.
e. Perikanan ka
1,51
t 1,52 1,40 1,35
ra
ba
- Produksi Padi
Beras, yang merupakan hasil dari tanaman padi sampai saat ini masih merupakan
makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia, termasuk Sumba Barat. Oleh karena
itu, komoditas beras memiliki peranan penting dalam perekonomian masyarakat sehari-
hari. Setiap perubahan yang terjadi pada komoditi ini, baik dari segi jumlah yang tersedia
maupun dari segi harga sangat berpengaruh pada berbagai aspek kehidupan yang luas di
masyarakat. Sesuai dengan kondisi tersebut, maka sangat beralasan jika pemerintah
melakukan berbagai upaya untuk mendorong peningkatan produksi padi dalam rangka
mewujudkan swasembada pangan. Usaha yang telah dilakukan pemerintah antara lain
adalah dengan gerakan intensifikasi dan rehabilitasi serta pembinaan terhadap petani.
Tabel 7.2
Luas Panen, Rata-rata Produksi, dan Produksi Padi Sawah di Sumba Barat serta
.id
Perkembangannya, 2008-2009
go
Luas Panen Rata-rata hasil Produksi
.
ps
Perkem- Perkem- Perkem-
Kecamatan
(Ha) bangan (Kw/Ha) bangan (Ton) bangan
b
% % %
b.
(1) (2) (3) (4)
01. Lamboya 592 ka31,96
t 1.893
ra
ba
Dari Tabel 7.2 dapat dilihat luas panen padi sawah di Kabupaten Sumba Barat
periode tahun 2008 sampai tahun 2009. Terlihat terjadi penurunan luas panen padi sawah
dari 7.457 Ha menjadi 7.257 Ha, menurun sebesar 2,43 persen. Akan tetapi penurunan luas
panen tidak berdampak pada penurunan hasil produksi. Justru dengan luas areal yang
semakin terbatas para petani mampu memaksimalkan produksi padinya sehingga rata-rata
hasil menjadi meningkat sangat signifikan sebesar 63,48 persen . Hal ini membuat produksi
Tabel 7.3
Luas Panen, Rata-rata Produksi, dan Produksi Padi Ladang di Sumba Barat serta
Perkembangannya, 2008 – 2009
.id
% % %
go
(1) (2) (3) (4)
.
01. Lamboya 75 27,33 204
b ps
02. Wanokaka 119 26,22 312
b.
03. Laboya Barat 33 t ka 27,33 91
ra
Tidak seperti luas panen padi sawah yang mengalami penurunan, luas panen padi
ladang justru mengalami peningkatan yang sangat tinggi. Dari Tabel 7.3 dapat dilihat
bahwa jika dibandingkan dengan tahun 2008, luas panen padi ladang mengalami
peningkatan sebesar 126,42 persen yaitu dari 1.056 Ha pada tahun 2008 menjadi 2.391 Ha
pada tahun 2009. Peningkatan luas areal panen padi ladang tidak dibarengi oleh rata-rata
hasil kw/hektar yang turun sebesar 0,88 persen. Namun karena luas areal yang meningkat
sangat tinggi mengakibatkan produksi padi ladang juga tinggi yaitu meningkat hingga
124,37 persen dengan produksi di tahun 2009 mencapai 5.100 ton GKG.
Produksi jagung pada tahun 2009 sebanyak 12.980 ton pipilan kering dari areal
panen seluas 4.880 Ha dengan produksi rata-rata per hektar 26,60 Kw. Bila dibanding
dengan keadaan tahun 2008 maka produksi jagung dan luas panen mengalami penurunan.
Meskipun rata-rata produksi dapat ditingkatkan sebesar 2,58 persen akan tetapi dengan
penurunan luas areal panen yang besar (turun hingga 22,84 persen) mengakibatkan pula
turunnya produksi jagung dari 16.401 ton di tahun 2008 menjadi hanya 12.980 ton di tahun
2009 atau mengalami penurunan produksi sebesar 20,86 persen. Perkembangan keadaan
.id
produksi, luas panen dan rata-rata produksi jagung dalam dua tahun terakhir dapat dilihat
go
pada tabel 7.4 berikut ini.
.
ps
Tabel 7.4
b
b.
Luas Panen, Rata-rata Produksi, dan Produksi Jagung di Sumba Barat serta
ka
Perkembangannya, 2008-2009
t
ra
Luas Panen Rata-rata Produksi Produksi
ba
Tanaman ubi kayu merupakan salah satu jenis bahan makanan yang banyak
mengandung karbohidrat di samping jagung dan padi. Pada tahun 2009 tanaman ubi kayu
memproduksi umbi basah sebanyak 13.220 ton dari luas panen 1.864 Ha. dengan rata-rata
produksi per hektar 70,92 Kw/Ha.
Jika dibanding dengan keadaan tahun sebelumnya maka luas areal panen, rata-rata
produksi serta produksi ubi kayu semua komponen tersebut mengalami penurunan. Luas
.id
panen turun sebesar 1,53 persen, rata-rata produksi turun 3,10 persen sedangkan produksi
go
ubu kayu menurun hingga 4,58 persen. Perkembangan keadaan produksi, luas panen dan
.
rata-rata produksi ubi kayu dapat dilihat pada tabel 7.5 berikut ini.
b ps
Tabel 7.5
b.
Luas Panen, Rata-rata Produksi, dan Produksi Ubi Kayu di Sumba Barat serta
ka
Perkembangannya, 2008-2009
t
ra
Luas Panen Rata-rata Produksi Produksi
ba
% % %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
su
Ubi jalar juga merupakan salah satu jenis makanan yang diusahakan masyarakat di
Sumba Barat. Ubi jalar didaerah ini juga dipakai sebagai bahan substitusi makanan pokok
seperti ubi kayu.
Karena sifatnya sebagai bahan makanan substitusi makanan pokok maka biasanya
bila terjadi peningkatan produksi pada jenis tanaman padi maupun jagung maka masyarakat
cenderung mengurangi mengusahakan tanaman ini.
.id
Tabel 7.6
go
Luas Panen, Rata-rata Produksi, dan Produksi Ubi Jalar di Sumba Barat serta
Perkembangannya, 2008-2009
.
ps
Luas Panen Rata-rata Produksi Produksi
b
b.
Kecamatan Perkem- Perkem- Perkem-
(Ha) bangan
%
t ka
(Kw/Ha) bangan
%
(Ton) bangan
%
ra
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
ba
Pada tahun 2009 luas areal panen ubi jalar meningkat hingga 90,26 persen. Hal ini
dibarengi juga dengan rata-rata produksi yang tadinya 76,28 kw/Ha di tahun 2008 menjadi
76,70 kw/Ha di tahun 2009 atau meningkat sebesar 0,55 persen. Peningkatan luas panen
dan rata-rata produksi di tahun 2009 ini, mendorong tingginya produksi ubi jalar hingga
mencapai 1.649 ton atau meningkat sebesar 91,30 persen dari tahun sebelumnya.
Kacang tanah di samping sebagai komoditi yang dapat dikonsumsi langsung atau
diperdagangkan oleh masyarakat, juga banyak digunakan sebagai bahan baku industri.
Oleh karena itu kacang tanah merupakan komoditi yang penting dalam menunjang
perkenomian daerah ini. Pada tahun tahun 2009 kacang tanah yang diproduksi sebanyak
58 ton biji kering dari luas panen 52 Ha dan rata-rata produksi 11,13 Kw/Ha. Bila
dibanding dengan tahun sebelumnya maka luas panen meningkat sebesar 79,31 persen.
Rata-rata produksi juga meningkat 4,12 persen. Peningkatan luas areal dan rata-rata
.id
produksi juga diikuti oleh peningkatan produksi kacang tanah dimana pada tahun 2009
go
produksinya meningkat hingga 87,10 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
.
ps
Untuk lebih lengkap dapat dilihat dari tabel 7.7 dibawah ini.
b
b.
Tabel 7.7
t ka
Luas Panen, Rata-rata Produksi, dan Produksi Kacang Tanah di Sumba Barat serta
ra
Perkembangannya, 2008-2009
ba
ba
04. L o l i 10 13,00 13
2008 29 10,69 31
Sumber: Dinas Pertanian dan Perkebunan Kab. Sumba Barat
Kacang hijau merupakan salah satu jenis bahan makanan yang mempunyai
kandungan protein yang cukup tinggi. Oleh karena itu kacang hijau merupakan komoditi
yang penting dalam menunjang perekonomian daerah ini.
Pada tahun 2009 kacang hijau yang diproduksi sebanyak 520 ton biji kering dari luas
panen 579 Ha dan rata-rata produktivitas 8,99 Kw/Ha. Bila dibandingkan dengan tahun
sebelumnya maka terjadi peningkatan luas areal panen sebesar 16,73 persen yang membuat
.id
kenaikan produksi kacang hijau sebesar 17,38 persen yaitu dari 443 ton pada tahun 2008
go
menjadi 520 ton pada tahun 2009. Rata-rata produksinya juga mengalami peningkatan
.
meskipun tidak terlalu besar (0,78 Kw/Ha).
b ps
Tabel 7.8
b.
Luas Panen, Rata-rata Produksi dan Produksi Kacang Hijau di Sumba Barat serta
ka
Perkembangannya Tahun 2008-2009
t
ra
Luas Panen Rata-rata Produksi Produksi
ba
% % %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
su
02. Wanokaka - - -
ht
04. L o l i - - -
Pada tahun 2009 produksi kedelai mencapai 73 ton biji kering, dari luas panen 65
Ha dan rata-rata produktivitas 11,30 Kw/Ha. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya
maka terjadi peningkatan produksi yang sangat menggembirakan pada komoditas ini
.id
dimana terjadi kenaikan hingga mencapai 364,28 persen untuk luas panen, 5,90 persen
go
untuk rata-rata produksi serta 386,67 persen produksinya pada tahun 2009 ini. Untuk lebih
.
ps
jelas dapat dilihat dari tabel 7.9 dibawah ini.
b
b.
Tabel 7.9
t ka
Luas Panen, Rata-Rata Produksi Dan Produksi Kedelai Di Sumba Barat Serta
Perkembangannya Tahun 2008-2009
ra
ba
% % %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
://
04. L o l i 2 10,00 2
2008 14 10,67 15
Sumber: Dinas Pertanian dan Perkebunan Kab. Sumba Barat
Sub sektor perkebunan di Sumba Barat masih tergolong perkebunan rakyat sehingga
belum dapat berkembang dan dikelola secara baik. Komoditas perkebunan yang utama dari
daerah ini adalah kelapa, pinang, jambu mente, serta kopi. Dari Tabel 7.10 dan 7.11 dapat
dilihat luas areal dan produksi tanaman perkebunan di Sumba Barat pada tahun 2009, serta
produksi tanaman perkebunan masing-masing kecamatan.
.id
Tabel 7.10
Luas areal dan produksi Tanaman Perkebunan di Sumba Barat menurut Jenis Komoditi,
go
2009
.
b ps
2009
b.
Jenis Komoditi
t ka
Luas Areal (Ha) Produksi (Ton)
ra
(1) (2) (3)
ba
4. Coklat/Kakao 78 1,35
://
5. Vanili -
tp
-
6. Cengkeh
ht
228 2,10
7. Pinang 2.581,86 596,62
8. Sirih 367,52 64,90
9. Jarak Pagar 429,72 20,35
Sumber: Dinas Pertanian dan Perkebunan Kab. Sumba Barat
.id
Loli 10 2,10 - - 2 - 11 - -
go
Kota Waikabubak 0,32 - 1.05 - 16,80 - 65.1 - -
.
ps
Tana Righu 422,10 23,15 - - 159,60 2,10 425,25 480,9 10
b
b.
SUMBA BARAT 596,62 64,90 1,35 - 186,8 2,10 2.676,85 559,85 20,35
Sumber: Dinas Pertanian dan Perkebunan Kab. Sumba Barat
tka
ra
Pada tahun 2009, Tanaman Perkebunan seperti kelapa, kopi, jambu mete menyebar
ba
secara luas di semua kecamatan. Produksi kelapa terbanyak berasal dari Kecamatan
ba
Wanokaka (1.225 ton). Produksi kopi terbanyak berasal dari Kecamatan Tana Righu
m
su
sebanyak (159,60 ton), demikian juga produksi Jambu Mete dan pinang terbanyak berasal
://
dari kecamatan ini yaitu sebesar 480,9 ton dan 422,10 ton. Keadaan produksi tanaman
tp
perkebunan di wilayah kecamatan dapat dilihat secara lengkap pada tabel 7.11.
ht
c. Produksi Peternakan
Pada tahun 2009, populasi ternak besar yakni sapi 1.926 ekor; kerbau 17.161 ekor;
dan kuda 5.699 ekor. Dibandingkan dengan keadaan tahun 2008, diantara ketiga polulasi
ternak besar tersebut populasi kerbau dan kuda mengalami peningkatan sedangkan populasi
sapi mengalami penurunan. (lihat Tabel 7.12).
.id
3. Kuda 5.526 5.699
go
4. Kambing 4.116 4.341
.
ps
5. Domba 57 60
b
b.
6. Babi 81.003 83.433
Pada tahun 2009, populasi ternak baik itu ternak besar maupun kecil menyebar di
tp
semua wilayah kecamatan. Kerbau, babi dan kuda lebih banyak dipelihara masyarakat
ht
Sumba Barat karena mempunyai nilai sosial budaya yang sangat tinggi. Kerbau paling
banyak dipelihara di Kecamatan Lamboya (4.374 ekor); Wanokaka (3.258 ekor); dan
Loboya Barat (2.906 ekor). Demikian juga kuda, terbanyak berada di wilayah Lamboya
1.387 ekor. Sapi yang secara ekonomis mempunyai nilai lebih, paling banyak di wilayah
Tana Righu (714 ekor); Loli (356 ekor) dan Laboya Barat (344 ekor). Populasi ternak yang
tersebar di wilayah Sumba Barat dapat dilihat pada tabel 7.14 berikut.
.id
03. Laboya Barat 344 2.906 1.047 - 288 5.873
go
03. Loli 356 2.640 845 9 325 18.090
.
ps
04. Kota Waikabubak 131 2.192 846 - 360 14.189
b
b.
05. Tana Righu 714 1.791 613 - 2.427 15.494
Sumba Barat 1.926 17.161
t ka 5.699 60 4.341 83.433
ra
2008 2.585 16.611 5.526 57 4.116 81.003
ba
Tabel 7.14
su
Ternak besar
ht
Kecamatan
Ayam Kampung Ayam Petelur Itik/Itik Manila
(1) (2) (3) (4)
01. Lamboya 49.171 - 483
02. Wanokaka 45.936 - 519
03. Laboya Barat 27.784 - 332
03. Loli 45.073 8.452 1.131
04. Kota Waikabubak 42.291 - 3.432
05. Tana Righu 25.211 - 687
Sumba Barat 235.466 8.452 6.584
2008 229.579 3.452 5.267
Sumber: Dinas Peternakan Kab. Sumba Barat
Perikanan adalah sub sektor pertanian yang potensinya di Indonesia bagian Timur
belum dimanfaatkan semaksimal mungkin. Produksi sub sektor ini merupakan salah satu
sumber pangan yang potensial untuk perbaikan status gizi disamping sebagai komoditas
yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Produksi Perikanan, Jumlah Rumah
Tangga Nelayan dan Alat Penangkap Ikan di Kabupaten Sumba Barat secara lengkap dapat
dilihat pada tabel 7.15.
.id
Tabel 7.15
go
Produksi Perikanan, Jumlah Rumah Tangga Nelayan Dan Alat Penangkap Ikan
Di Sumba Barat, 2008-2009
.
ps
b
Perincian 2008 2009
b.
01. Produksi
(1) tka
(2)
1.817,30
(3)
2.708,69
ra
♦ Perikanan laut 1.811,50 2.672,45
ba
.id
04. Kakap 73,61 30,00
go
05. Ekor Kuning 26,48 4,54
06. Cucut 47,14 2,99
.
ps
07. Alu-Alu 60,38 -
b
08. Selar 5,58 -
b.
09. Tongkol 7,12 611,59
10. Julung-Julung t ka
3,01 66,42
ra
11. Teri 3,01 -
ba
Perikanan dapat dibedakan menjadi dua yaitu perikanan darat dan perikanan laut.
Perikanan darat meliputi budidaya tambak, budidaya ikan di perairan umum, kolam
ataupun sawah. Perikanan laut dapat berupa kegiatan penangkapan ikan di laut, budidaya
rumput laut, budidaya kerang mutiara dan sebagainya.
Pada tahun 2009 nilai tambah yang dihasilkan oleh sektor pertambangan dan
penggalian mencapai 4.967,06 juta rupiah. Sedangkan Kontribusi Sektor Pertambangan
dan Penggalian dari tahun ke tahun relatif stabil berkisar di bawah 1 persen (lihat Tabel
.id
7.17).
go
Tabel 7.17
.
Nilai Tambah Bruto, Peranan dan Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian di
ps
Sumba Barat, 2007 - 2009
b
b.
Pertumbuhan
Nilai Tambah Peranan
ka
Tahun (ADHK’00)
(Rp. Juta) (%)
(%)
t
ra
(1) (2) (3) (4)
ba
Kegiatan sektor industri di Sumba Barat terus berkembang dari tahun ke tahun. Jenis
kegiatan di sektor industri masih terbatas pada industri kecil dan rumah tangga. Nilai
tambah bruto yang diperoleh sektor industri pada tahun 2009 mencapai 10.277,08 juta
Rupiah dengan kontribusi terhadap total PDRB sebesar 1,64 persen dan pertumbuhan
sebesar 3,35 persen (Lihat Tabel 7.18). Sama seperti sektor pertambangan dan penggalian,
sektor ini dari tahun ke tahun memiliki perkembangan yang relatif stabil terhadap
kontibusinya bagi PDRB Sumba Barat yaitu dibawah dua persen.
.id
go
2009 10.277,08 1,64 3,35
.
ps
Sumber : Pendapatan Regional Sumba Barat 2010
b
b.
ka
Jika dilakukan perbandingan antara tahun 2008 sektor ini baru mencapai 9.358,93
t
ra
juta Rupiah dengan tahun 2009 yang telah mencapai 10.277,08 juta Rupiah dengan laju
ba
pertumbuhan yang meningkat dari 2,72 persen pada tahun 2008 menjadi 3,35 persen pada
ba
Tabel 7.19
Jumlah Perusahaan/Usaha dan Tenaga Kerja Industri Pengolahan menurut
://
tp
Golongan Industri, 2 0 0 9
ht
2009
Golongan Industri
Jumlah usaha (unit) Tenaga kerja (orang)
(1) (2) (3)
1. Industri kecil dan
kerajinan rumahtangga 674 1.379
2. Industri besar dan sedang - -
Sumber: Dinas Koperasi, Industri dan Perdagangan Kab. Sumba Barat
Dari Tabel 7.19 terlihat jumlah usaha industri selama tahun 2009 di Kabupaten
Sumba Barat, terdapat 674 industri kecil dan kerajinan rumah tangga dengan jumlah tenaga
kerja sebanyak 1.379 orang. Sedangkan untuk golongan industri besar dan sedang masih
belum terdapat di Kabupaten Sumba Barat.
Peran sektor listrik dan air minum semakin lama semakin dibutuhkan terutama untuk
pengembangan industri, perdagangan, parawisata dan jasa lainnya. Nilai tambah bruto
sektor listrik pada tahun 2009 mencapai 1.568,52 juta Rupiah dengan kontribusi terhadap
total PDRB sebesar 0,25 persen dan pertumbuhan 8,32 persen seperti terlihat pada Tabel
7.20 berikut.
Tabel 7.20
Nilai Tambah Bruto, Peranan, dan Pertumbuhan Sektor Listrik dan Air Minum
.id
di Sumba Barat, 2007-2009
go
Nilai Tambah ADHB Peranan Pertumbuhan
.
Tahun
ps
(Rp. Juta) (%) ADHK (%)
b
(1) (2) (3) (4)
b.
2007 1.329,11 0,28 2,87
2008 1.411,92
tka 0,26 4,25
ra
ba
Pada tahun 2009 total listrik yang dibangkitkan sebesar 7.059.645 KWh. Sedangkan
://
listrik yang disalurkan sebesar 6.922.793 KWh, dengan jumlah pelanggan mencapai 5.692
tp
ht
Tabel 7.21
Banyaknya Listrik yang Dibangkitkan, yang Terjual dan Jumlah Pelanggan
Tahun 2008-2009 *)
*) Keterangan: Ranting Sumba Barat, SR. Katikutana, SR. Mamboro, SR. Wanokaka, SR.Walakaka
Sumber:PT. PLN ( Persero) Ranting Waikabubak
Tabel 7.22
Banyaknya Pemakaian, Nilai Pemakaian Air Minum dan Jumlah Pelanggan
Tahun 2008-2009
Pemakaian Nilai Pemakaian
Tahun Pelanggan
(M3) (Rupiah)
(1) (2) (3) (4)
2008 1.160 3.867.550 58
.id
2009 45.893,5 8.282.970 32
go
Sumber: PDAM Kab. Sumba Barat
.
ps
7.5. Sektor Bangunan/Konstruksi
b
b.
Peranan sektor bangunan/konstruksi dalam perekonomian Sumba Barat terhadap
ka
PDRB Kabupaten Sumba Barat tahun 2009 mencapai 27.244,19 juta Rupiah dengan
t
ra
kontribusinya 4,34 persen dan laju pertumbuhan pada sektor ini yaitu 0,50 persen (Tabel
ba
7.23). Kegiatan sektor bangunan/konstruksi di Sumba Barat secara umum masih tergantung
ba
permintaan kegiatan konstruksi oleh pihak swasta masih relatif rendah. Oleh karena itu
://
pergerakan sektor ini selalu mengikuti naik turunnya belanja pembangunan fisik di daerah
tp
ini.
ht
Tabel 7.23
Pertumbuhan dan Peranan Sektor Bangunan/Konstruksi,
2007–2009
Pertumbuhan
Peranan terhadap
Tahun Nilai tambah ADHB (Rp. Juta) (ADHK’00)
PDRB (%)
(%)
(1) (2) (3) (4)
2007 20.713,37 4,31 3,43
Sektor tersier memiliki ciri yang berbeda dengan sektor produksi yang telah dibahas
pada bab terdahulu. Output dari kegiatan pada sektor tersier bukan berupa barang, melainkan
jasa pelayanan yang diberikan dan dinikmati oleh pihak lain.
Sektor tersier yang akan dibahas pada bab ini mencakup sektor perdagangan, hotel, dan
.id
restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa
go
perusahaan, serta sektor jasa-jasa.
.
b ps
8.1. Sektor Pedagangan, Hotel, dan Restoran
b.
ka
Sektor perdagangan, hotel, dan restoran memiliki peran penting dalam perekonomian
t
ra
Sumba Barat. Pada tahun 2009 sektor ini mampu menyumbang 18,14 persen terhadap PDRB
ba
Sumba Barat, meningkat jika dibandingkan dengan keadaan pada tahun 2008 yang hanya
ba
memberikan andil sebesar 17,05 persen. Baik pada tahun 2008 maupun tahun 2009, sektor
m
ini merupakan penyumbang ketiga terbesar setelah sektor pertanian dan jasa-jasa.
su
://
Tabel 8.1
tp
2008 2009
Sektor/Subsektor Pertum- Peran- Pertum- Peran-
buhan*) an**) buhan*) an**)
(1) (2) (3) (4) (5)
10,67 16,65 12,41 17,77
01. Perdagangan Besar dan Eceran
Subsektor perdagangan besar dan eceran pada tahun 2009 mengalami pertumbuhan
yang positif sebesar 12,41 persen meningkat dari tahun sebelumnya yang mengalami
pertumbuhan sebesar 10,67 persen.
.id
Subsektor perdagangan besar dan eceran mengalami perkembangan yang kurang
go
menggembirakan selama periode 2008-2009. Usaha perdagangan besar/eceran mengalami
.
penurunan dari 1.298 usaha pada tahun 2008 menjadi hanya 182 usaha pada tahun 2009,
ps
secara lengkap informasi mengenai perkembangan sektor perdagangan dan rumah makan
b
b.
dapat terlihat pada tabel 8.2 dibawah ini.
tka
Tabel 8.2
ra
Perusahaan Perdagangan
://
- Besar 24 5
tp
- Menengah 184 38
ht
.id
- Banyaknya tempat tidur 339 359 *)
go
- Jumlah tamu (orang) 3.260 2.603 2.995
.
ps
- Tamu asing 606 938 508
b
- Tamu domestic 2.654 1.665 2.487
b.
Keterangan :*) Data tahun 2009 belum tersedia
ka
Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Sumba Barat.
t
ra
Jumlah hotel di Sumba Barat tahun 2008 sebanyak 12 dengan jumlah kamar sebanyak
ba
190 dan kamar tidur sebanyak 359 buah. Sedangkan jumlah tamu hotel pada tahun 2009
ba
sebanyak 2.995 orang, dimana jumlah tamu domestik sebanyak 2.487 orang sedangkan tamu
m
su
Sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan salah satu sektor penunjang kegiatan
ekonomi lainnya, terutama sektor produksi dan perdagangan. Semakin baik fasilitas angkutan
dan komunikasi, maka distribusi barang, baik dari desa ke kota ataupun sebaliknya maupun
dari produsen ke konsumen akan menjadi semakin lancar. Dengan demikian jelas bahwa
peningkatan fasilitas angkutan dan komunikasi akan mendorong peningkatan aktivitas
ekonomi dan pada gilirannya akan meningkatkan kegiatan di sektor-sektor produksi dan juga
sektor-sektor tersier.
Nilai Tambah, Pertumbuhan dan Peranan sektor Pengangkutan dan Komunikasi tahun
2007-2009 dapat dilihat secara lengkap pada tabel 8.4 seperti dibawah ini:
.id
2008 13.517,70 3,94 2,46
go
2009 14.471,21 4,12 2,31
.
ps
NTB ADHB 2009 Sub sektor :
b
b.
a. Pengangkutan 10.312,44 2,48 1,64
b. Komunikasi t ka
4.158,77 8,84 0,66
ra
Sumber : Pendapatan Regional Sumba Barat 2010
ba
Pada tahun 2009 nilai tambah yang diperoleh sektor Pengangkutan dan Komunikasi
ba
mencapai 14.471,21 juta rupiah atau mengalami peningkatan dibandingkan dengan keadaan
m
su
pada tahun 2008 yang hanya mencapai 13.517,70 juta rupiah. Sedangkan kontribusinya
://
mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu dari 2,46 persen dari tahun 2008 menjadi
tp
2,31 persen pada tahun 2009. Dari Tabel 8.4 menunjukkan bahwa sektor ini mengalami
ht
pertumbuhan yang positif selama tahun 2007- 2009 baik untuk sektor pengangkutan maupun
sektor komunikasi. Pada sub sektor pengangkutan, tahun 2009 pertumbuhannya mencapai
2,48 persen sedangkan untuk sub sektor komunikasi di tahun yang sama juga mengalami
pertumbuhan yang sangat tinggi hingga mencapai 8,84 persen karena semakin baiknya sarana
dan prasana telekomunikasi yang terdapat di Kabupaten Sumba Barat.
Jenis Kendaraan
2004 2005 2006 2008 2009
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
A. Mobil Penumpang
1. Sedan 1 10 - 1 -
2. Jeep 14 65 12 15 -
3. Station Wagon 22 48 43 281 -
.id
go
B. Mobil Beban
1. Truck Barang 50 75 56 40 394
.
ps
2. Pick Up 25 50 18 25 56
3. Ambulan 1 12 - 3 9
b
b.
4. Jenazah 3 - - - -
C. Mobil Bus
tka
ra
1. Micro Bus 13 - 16 17 21
ba
2. Mikrolet 77 317 37 - 67
ba
D. Sepeda Motor
m
2. Scooter 1 12 - - -
3. Lain-lain 3 - - - -
://
tp
Dari tabel 8.5 dapat dilihat banyaknya kendaraan bermotor menurut jenis kendaraan
pada tahun 2004–2009 di Kabupaten Sumba Barat.
Untuk meningkatkan kegiatan angkutan jalan raya yang pertumbuhannya pada tahun
2009 mencapai 2,48 persen, maka pemerintah setiap tahun mengeluarkan dana yang besar
untuk menambah dan memperbaiki kondisi permukaan jalan di daerah ini. Jalan yang diaspal
setiap tahun ditambah, dan jalan-jalan baru terus dibuka untuk menghubungkan satu tempat
dengan tempat lain. Perkembangan jalan menurut jenis permukaan selama periode 2008-2009
dapat dilihat pada Tabel 8.6 berikut ini.
.id
- Tanah - 6,20
go
.
ps
Jumlah 312,12 534,35
b
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum, Pertambangan dan Energi Kab. Sumba Barat
b.
ka
Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa panjang jalan dengan jenis permukaan kerikil
t
ra
mengalami peningkatan yang sangat tinggi dimana tahun 2008 hanya terdapat 39,8 Km
ba
Tabel 8.7
m
2008-2009 *)
://
.id
Sektor ini meliputi sub sektor perbankan, lembaga keuangan, sewa bangunan dan jasa
go
perusahaan. Pada tahun 2009 nilai tambah yang dihasilkan mencapai 26.396,79 Juta Rupiah
.
ps
dengan kontribusinya terhadap total PDRB Sumba Barat sebesar 4,21 persen dan
b
pertumbuhan sebesar 13,11 persen. Keterangan selengkapnya selama periode 2007-2009
b.
dapat dilihat pada Tabel 8.7 berikut ini.
tka
Tabel 8.8
ra
ba
(%)
(Rp. Juta) (%)
ht
Salah satu komponen utama dalam sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
adalah perbankan. Perkembangan Bank, nilai tabungan, giro dan posisi pinjaman perbankan
dari tahun 2005-2009 secara lebih lengkap dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Perkembangan Bank, Nilai Tabungan, Giro, dan Posisi Pinjaman Perbankan, 2005-2009
T a h u n
Uraian
2005 2006 2008 2009
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Bank
.id
• Cabang 1 1 2 2
go
• Cabang pembantu 2 2 1 1
•
.
Unit cabang 3 3 1 1
ps
2. Tabungan
b
b.
• Penabung 60.198 30.211 94.300 38.199
• Nilai (Rp. 000) 137.201.205 t ka
168.499.990 369.179.169 239.308.412
ra
3. Giro (Rp. 000) 69.280.359 47.736.462 60.149.973 58.317.496
ba
4. KIK/KMKP
ba
Nasabah KIK - - 3 -
m
Nasabah KMKP - - - -
://
Total nasabah - - 3 -
ht
.id
go
Tabel 8.10
.
Nilai Tambah, Pertumbuhan, dan Peranan Sektor Jasa-jasa, 2007-2009
bps
b.
Nilai Tambah Pertumbuhan
Peranan
Sektor/Sub sektor tka
ADHB
(Rp. Juta)
ADHK’00
(%)
(%)
ra
ba
Sektor : Jasa-jasa
m
Nilai tambah sektor jasa-jasa pada tahun 2008 hanya sebesar 166.568,35 Juta Rupiah
maka pada tahun 2009 berkembang hingga mencapai 191.339,65 Juta Rupiah. Kontribusi
sektor ini pada tahun 2009 mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya dan telah mencapai
30,47 persen meskipun laju pertumbuhan sektor jasa-jasa ini tidak sebesar tahun sebelumnya
yaitu hanya 5,64 persen saja sedangkan tahun 2008 laju pertumbuhan dapat mencapai 5,96
persen.
.id
. go
b ps
b.
tka
ra
ba
ba
m
su
://
tp
ht
Sumber : Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kab. Sumba Barat
Sumber : Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kab. Sumba Barat
su
://
Pengeluaran pemerintah daerah pada tahun anggaran 2007 tercatat sebesar 374.292 juta
tp
ht
rupiah sedangkan tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 33,98 persen menjadi 247.094
juta rupiah. Kemudian pada tahun 2009 belanja pemerintah Kab. Sumba Barat kembali
meningkat menjadi 314.297 juta rupiah atau naik 27,20 persen seperti tersaji dalam grafik D
di atas.
Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran Daerah pada tahun 2009 dapat dilihat pada tabel
8.11 dibawah.
ANGARAN SETELAH
URAIAN JUMLAH REALISASI
PERUBAHAN
.id
Retribusi Daerah 8.426.710.400 7.631.587.088
go
Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan
.
Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan 1.817.319.200 2.033.038.034,78
ps
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah 4.677.809.964 9.869.733.488
b
b.
Dana Perimbangan 298.319.196.521 301.911.288.890
Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak
t ka 9.936.389.521 13.528.481.890
ra
Dana Alokasi Umum (DAU) 221.029.807.000 221.029.807.000
ba
4.627.531.941 6.028.330.249
su
SURPLUS/DEFISIT - -
.id
go
3 Pembiayaan Daerah 37.587.170.060 37.998.139.060
.
ps
Penerimaan Pembiayaan 33.087.170.060 33.498.139.060
b
a. SILPA Tahun Anggaran Sebelumnya 31.087.970.060 31.087.970.060
b.
b. Pencairan Dana Cadangan
t
c. Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
ka -
-
-
-
ra
ba
- -
ht