Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bangsa Indonesia pada era reformasi ini diarahkan untuk menuju masyarakat madani,
masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi budaya, adat istiadat, dan agama. Untuk
itu kehidupan manusia Indonesia akan mengalami perubahan tentu akan berbeda dengan
kehidupan masyarakat pada era orde baru.

Masyarakat madani merupakan konsep yang mengalami proses yang sangat panjang.
Masyarakat madani muncul bersamaan dengan adanya proses modernisasi, terutama pada saat
transformasi menuju masyarakat modern. Dalam mendefinisikan masyarakat madani ini
sangat bergantung pada kondisi sosial dan budaya suatu bangsa. Dalam Islam, masyarakat
yang ideal adalah masyarakat yang taat pada aturan Allah SWT, hidup dengan damai dan
tenteram, dan yang tercukupi kebutuhan hidupnya.

Kita juga harus meneladani sikap kaum Muslim awal yang tidak menyepelekan antara
kehidupan dunia dan akhirat. Mereka tidak meninggalkan dunia untuk akhiratnya dan tidak
meninggalkan akhirat untuk dunianya. Mereka bersikap seimbang dalam mengejar
kebahagiaan dunia dan akhirat. Jika sikap yang melekat pada masyarakat Madinah mampu
diteladani umat Islam saat ini, maka kebangkitan Islam hanya menunggu waktu saja.

1.2 Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu :
1. Apakah pengertian masyarakat madani?
2. Bagaimana sejarah dan perkembangan masyarakat madani?
4. Bagaimana peran umat islam dalam mewujudkan masyarakat
madani?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini yaitu:
 Untuk memahami pengertian konsep masyarakat madani.
 Untuk memahami sejarah dan perkembangan masyarakat madani.
 Untuk memahami peran umat islam dalam mewujudkan masyarakat madani.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Masyarakat Madani

Masyarakat madani memiliki banyak pengertian yang telah dikemukakan oleh


beberapa pakar diberbagai negara yang mengaji dan mempelajari tentang fenomena
masyarakat madani, antaranya:
Masyarakat madani diistilahkan pertama kali oleh mantan Wakil Perdana
Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim. Menurut Ibrahim, masyarakat madani
merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin
keseimbangan taraf kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat.
Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan,
dan teknologi. Allah SWT memberikan gambaran dari masyarakat madani dengan
firman-Nya dalam Q.S. Saba‟ ayat 15:

ٌ ُ‫طيِبَةٌ َو َرب َغف‬


‫ور‬ َ ٌ ‫ق َربِ ُك ْم َوا ْش ُك ُروا لَهُ ۚ بَ ْلدَة‬
ِ ‫ين َو ِش َما ٍل ۖ ُكلُوا ِم ْن ِر ْز‬ ِ ‫سبَإ ٍ فِي َم ْس َكنِ ِه ْم آيَةٌ ۖ َجنَّت‬
ٍ ‫َان َع ْن يَ ِم‬ َ ‫لَقَدْ َكانَ ِل‬

“Sesungguhnya bagi kaum Saba´ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat


kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada
mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu
dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan
(Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun".

2.2 SEJARAH MASYARAKAT MADANI

Istilah yang digunakan cicero lebih menekankan pada konsep Negara kota (city-state),
yakni untuk menggambarkan kerajaan, kota dan bentuk korporasi lainnya yang menjelma
menjadi entitas yang terorganisir

Rumusan Civil Society selanjutnya dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1588-1679 M)


dan Jhon Locke (1632-1704 M). keduanya memandang perkembangan Civil Society sebagai
kelanjutan dari evolusi masyarakat yang berlangsung secara alamiah. Menurut Hobbes,
sebagai entitas Negara Civil society mempunyai peran untuk meredam konflik dalam
masyarakat sehingga ia harus memiliki kekuasaan mutlak yang mampu mengontrol dan
mengawasi secara ketat pola-pola interaksi (perilaku politik) setiap warga Negara.

Berbeda dengan Hobbes, menurut Jhon Locke, kehadiran civil society adalah untuk
melindungi kebebasan dan hak milik setiap warga Negara.

2
Pada perkembangan selanjutnya Adam Ferguson (1767) mengkontekstualisasikan
wacana civil society dengan konteks social dan politik di Skotlandia dengan perkembangan
kapitalismenya yang berdampak pada krisi social.

Pada tahapan selanjutnya, mencermati semakin dominannya kekuatan Negara atas


warga sipil aktivis politik asal inggris. Amerika Thomas Paine (29 januari 1737- 8 juni 1809)
memaknai pengertian civil society sebagai sesuatu yang berlawanan dengaan lembaga
Negara, bahkan ia dianggap sebagai antisepsis Negara. Bersandar pada paradigma ini, peran
Negara sudah saatnya dibatasi.

Masyarakat madani ( civil society) secara umum merupakan masyarakat yang


beradab dalam membangun, menjalani, dan memaknai kehidupannya. Istilah masyarakat
madani diperkenalkan oleh mantan wakil perdana menteri Malaysia yakni Anwar Ibrahim

2.3 PERAN UMAT ISLAM DALAM MEWUJUDKAN MASYARAKAT


MADANI

Sifat kemodernan dalam kaitannya dengan masyarakat madani muncul


dengan mengatasi dimensi waktu. Sebagai gantinya, kemodernan sebuah politik yang
sitandai oleh, antara lain, adanya struktur masyarakat madani lebih merujuk pada
sifat-sifat yang dikembangkan oleh bangunan politik tersebut. Hal ini tidak aneh,
karena dari sudut konsepsi, bangunan masyarakat madani ini memang awalnya
dikembangkan oleh para pemikir dan filsuf lama: Plato, Aristotheles, Hobbes, Locke,
Rosseau, Bentham, Hume, dan sebagainya.

Antara lain dari sudut ini pulalah, kita dapat mengaitkan antara islam dengan
masyarakat madani. Ungkapan apresiatif atau yang bersifat menghargai ini berasal
dari kalangan ilmuan nonmuslim atau barat, yang mengatakan bahwa ada kesesuaian
antara islam dan konsep masyarakat madani, bahkan kenyataan itu pernah ada dalam
kehidupan nyata masyarakat islam, barang kali orang akan menilai bahwa ini
merupakan suatu penilaian yang objektif. Sosiolog terkemuka dar Amerika Serikat,
Robert N. Bellah misalnya mengatakan, bahwa sesungguhnya bangunan politik yang
dikembangkan oleh Nabi Muhammad Saw. Ketika berada di Madinah, adalah bersifat
sangat modern. Memang bukan organisasi atau lembaga di luar negara yang
berkembang pada waktu itu, tetapi dimensi-dimensi lain yang ada dalam bangunan
konsep masyarakat madani. Hal itu tercermin dengan jelas dalam mitsaq Al-madinah
(perjanjian madinah), yang oleh para ilmuwan politik, dianggap sebagai konstitusi
pertama sebagai negara. Dalam hal ini, sejumlah persyaratan pokok tumbuhnya

3
kehidupan masyarakat madani yang dikembangkan oleh Nabi Muhammad adalah
prinsip kesamaan, keadilan, dan partisipasi. Dalam konstitusi itu disebutkan, bahwa
pluralitas suku yang diikatkan dalam suatu kesepakatan, bersama, dan dianggap
sebagai umat. Tentu, umat disini bukan dalam arti agama tetapi warga negara.
Karenanya, dengan enak bani aus yahudi itu juga disebut dengan umat Madinah.
Adanya aturan-aturan yang tegas ini, yang dituangkan secara tertulis dalam perjanjian
madinah, yang mengakui diterapkannya prinsip-prinsip keadilan, persamaan, dan
musyawarah merupakan ciri-ciri awal terbentuknya kehidupan politik modern, yang
antara lain ditandai dengan munculnya semangat masyarakat madani. Disitu, yang
ingin dikembangankan adalah nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara yang
sebanding dengan kehidupan politik demokratis meskipun masih dalam bentuk dan
strukturnya yang sederhana.

Dalam kerangka ini pernyataan yang muncul kemudian adalah dari mana
sumber transformasi atau perubahan itu berasal. Tak ada satu jawaban yang lebih
pasti bagi kita untuk mengatakan bahwa faktor pendorong itu adalah islam. Karena
sejak muncul dan berlembangnya islam disana meskipun dalam tahap awal
transformasi atau perubahan masayarakat secara besar-besaran terjadi disana, baik
dilihat dari sudut pandang keagamaan (lebih rasional) maupun kehidupan sosial
budaya, ekonomi, dan politik (lebih berperadaban). Dalam bahasa agama proses
perubahan dari situasi jahiliyah ke berperadaban ditegaskan oleh al-Qur’an, bahwa
salah satu fungsi islam adalah membawa atau mengeluarkan masayarakat dari alam
kegelapan menuju alam terang. Dalam kehadiran islam adalah mengeluarkan umat
manusia dari kegelapan ke terang benderang. Sebanding dengan itu, yang lebih
popular adalah kehadiran islam adalah rahmat bagi alam semesta.

Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat Islam
terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di
bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik
dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan
dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu
Sina, Ubnu Rusyd, Imam al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.
Kualitas SDM Umat Islam Dalam Q.S. Ali Imran ayat 110 :

4
ِ ‫اّللِ ۗ َولَ ْو آ َمنَ أ َ ْه ُل ْال ِكتَا‬
َ‫ب لَ َكان‬ ِ ‫اس ت َأ ْ ُم ُرونَ ِب ْال َم ْع ُر‬
َّ ‫وف َوتَ ْن َه ْونَ َع ِن ْال ُم ْنك َِر َوتُؤْ ِمنُونَ ِب‬ ْ ‫ُك ْنت ُ ْم َخي َْر أ ُ َّم ٍة أ ُ ْخ ِر َج‬
ِ َّ‫ت ِللن‬
َ‫َخي ًْرا لَ ُه ْم ۚ ِم ْن ُه ُم ْال ُمؤْ ِمنُونَ َوأ َ ْكث َ ُر ُه ُم ْالفَا ِسقُون‬

Artinya “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma´ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka
ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”

Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa Allah menyatakan bahwa umat Islam
adalah umat yang terbaik dari semua kelompok manusia yang Allah ciptakan. Di
antara aspek kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan kualitas SDMnya dibanding
umat non Islam. Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud dalam Al-Qur’an itu
sifatnya normatif, potensial, bukan riil.

Posisi Umat Islam SDM umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan
kualitas yang unggul. Karena itu dalam percaturan global, baik dalam bidang politik,
ekonomi, militer, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, belum mampu menunjukkan
perannya yang signifikan. Di Indonesia, jumlah umat Islam lebih dari 85%, tetapi
karena kualitas SDM nya masih rendah, juga belum mampu memberikan peran yang
proporsional. Hukum positif yang berlaku di negeri ini bukan hukum Islam. Sistem
sosial politik dan ekonomi juga belum dijiwai oleh nilai-nilai Islam, bahkan tokoh-
tokoh Islam belum mencerminkan akhlak Islam.

5
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan dari makalah yang telah kami selesaikan ini dapat disimpulkan bahwa
sampai saat ini belum ada satu kesepakatan rumusan teoritis dan konsep yang baku tentang
konsep civil society. Namun, menurut Dato Seri Anwar Ibrahim menyebutkan bahwa civil
society atau masyarakat madani bisa diartikan sebagai kota peradaban atau masyarakat kota,
suatu masyarakat beradab yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, penegakan nilai-
nilai demokrasi, dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia.Sedangkan karakteristik
civil society atau masyarakat madani ini antara lain adalah Free Public Sphere, Demokratis,
Toleransi, Pluralisme, dan Keadilan Sosial (social justice). Dalam penegakan civil society
pilar-pilar yang menjadi prasyarat mutlak bagi terwujudnya kekuatan civil society adalah
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Pers, Supremasi Hukum, Perguruan Tinggi, dan Partai
Politik. Di Indonesia sendiri, civil society atau masyarakat madani secara historis telah
muncul ketika proses transformasi akibat modernisasi terjadi yang menghasilkan
pembentukan masyarakat baru yang berbeda dengan masyarakat tradisional. Dengan
demikian, akar civil society di Indonesia bisa dirunut secara historis semenjak terjadinya
perubahan sosial ekonomi pada masa kolonial Belanda.

3.2 SARAN
Di akhir dalam makalah ini kiranya pembaca dapat menjelaskan konsep civil society,
mengaplikasikan nilai-nilainya, mengenalisa posisi civil society dalam negara serta pembaca
dapat mengkritisi segala bentuk fenomena yang menyimpang dari nilai-nilai civil society,
terutama fenomena yang terjadi dan berkembang di Indonesia.

6
DAFTAR PUSTAKA

http://nureuharisa.blogspot.com/2017/08/makalah-masyarakat-madani.html

https://prezi.com/p/zej6axxyb5le/sejarah-masyarakat-madani/

https://www.academia.edu/30025760/Makalah_Masyarakat_madani.docx

Anda mungkin juga menyukai