ISBN : 978-979-9254-33-7
Kata log : Q 179.9
No. Publikasi : BPPK. J.197/Lap.27
Ukuran Buku : 2 cm x 29,3 cm
Naskah
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Gambar Kulit
Sekilas Provinsi Jawa Barat
Diterbitkan Oleh
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan R. I
Dicetak oleh
CV Metro Nusa Prima
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikumwr. wb.
Puji syukur kepada Allah SWT kami panjatkan, karena hanya dengan rahmat dan
karuniaNYA, kita bisa menyelesaikanLapo ran Hasil Riset Kesehatan Oasar (Riskesdas)
yang kita persiapkansejak tahun 2006 dan dilaksanakanpada tahun 2007 di 28 provinsi
dan tahun 2008 di 5 provinsi wilayah IndonesiaTimur.
Perencanaan Riskesdas dimulai tahun 2006, dimulai oleh tim kecil yang berupaya
menuangkan gagasan dalam proposal sederhana, kemudian secara bertahap dibahas
tiap Kamis-Jum'at di Puslitbang Gizi dan Makanan Bogor. Pembahasanjuga dilakukan
dengan para pakar kesehatan masyarakat, para perhimpunan dokter · spesialis, para
akademisi dari Perguruan Tinggi termasuk Poltekkes, lintas sektor khususnya Sadan
Pusat Statistik, jajaran kesehatan di daerah dan tentu saja seluruh peneliti Balitbangkes
sendiri. Dalam setiap rapat atau pertemuan, selalu ada perbedaan pendapat yang
terkadang sangat tajam, terkadang disertai emosi, namun didasari niat untuk menyajikan
yang terbaik bagi bangsa. Setelah cukup matang, dilakukan uji .coba bersama BPS di
Kabupaten Bogar dan Sukabumi untuk menghasilkan penyempurnaan instrumen
penelitian. Selanjutnya bermuara pada "launching" Riskesdas oleh lbu Menteri
Kesehatanpada tanggal 6 Oesember2006.
Pelaksanaanpengumpulandata Riskesdas dilakukan dua tahap, tahap pertama dimulai
pada awal Agustus 2007 sampai dengan Januari 2008 di 28 provinsi, tahap kedua pada
Agustus-September2008 di 5 propinsi (NTT, Malukli, Maluku Utara, Papua dan Papua
Barat). Balitbangkes mengerahkan 5.619 enumerator, seluruh (502) peneliti
Balitbangkes, 186 dosen Poltekkes, Jajaran Pemerintah Daerah Provinsi dan
Kabupaten/Kota, Labkesda dan Rumah Sakit serta Perguruan Tinggi. Untuk kesehatan
masyarakat, berhasil dihimpun data dasar kesehatan dari 33 pravinsi dan 440
kabupaten/kota. Untuk biomedis, berhasil dihimpun 36,357 spesimen dari sampel
anggota rumah tangga usia satu tahun keatas yang berasal dari 540 btok sensus
perkotaandi 270 kabupaten/kotaterpilih.
Proses editing, entry, dan data cleaning sebagai bagian dari manajemen data Riskesdas
dimulai pada awahtanuari 2008, yang secara paralel dilakukan pula pembahasan
rencana pengolahandan analisis. Proses manajemen data, pengolahan dan analisis ini
sungguh memakan waktu, stamina dan pikiran, sehingga tidaklah mengherankan bila
diwarnai dengan prates, dari sindiran melalui jargon-jargon Riskesdas sampai prates
keras. Dan ini merupakanujud dinamika kehidupanyang indah dalam dunia ilmiah.
Kini telah tersedia data dasar kesehatan yang meliputi seluruh kabupaten/kota di
Indonesia berupa seluruh status dan indikator kesehatantermasuk data biomedis, yang
tentu saja amat kaya dengan berbagai informasi di bidang kesehatan. Kami berharap
data itu bisa dimanfaatkan oleh siapa saja, termasuk para peneliti yang sedang
mengambil pendidikan master dan doktor. Kami memperkirakan akan muncul ratusan
doktor dan ribuan master dari data Riskesdasini.
Perkenankanlahkami menyampaikanpenghargaanyang tinggi serta terima kasih yang
tulus atas semua kerja cerdas dan penuh dedikasi dari seluruh peneliti, litkayasa dan
staf Balitbangkes,rekan sekerja dari BPS, para pakar dari Perguruan Tinggi, para dokter
spesialis dari Perhimpunan Dokter Ahli, Para Dosen Poltekkes, Penanggung Jawab
Operasional dari jajaran Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota, seluruh
enumerator serta semua pihak yang telah berpartisipasi mensukseskan Riskesdas.
Simpati mendalam disertai doa kami haturkan kepada mereka yang mengalami
kecelakaan sewaktu melaksanakan Riskesdas, termasuk mereka yang wafat selama
Riskesdasdilaksanakan.
Secara khusus, perkenankan ucapan terima kasih kami dan para peneliti kepada lbu
Menteri Kesehatan yang telah memberi kepercayaan kepada kita semua, anak bangsa,
dalam menunjukkan ~arya baktinya.
Kami telah berupaya maksimal, namun sebagai langkah perdana pasti masih banyak
kekurangan, kelemahan dan kesalahan. Untuk itu kami mohon kritik, masukan dan
saran, demi penyempumaan Riskesdas ke-2 yang lnsya Allah akan dilaksanakan pada
tahun 2010 nanti.
,__
ii
SAMBUTAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK IN,DONESIA
Assalamu'alaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat dan bimbinganNya, Departemen
Kesehatan saat ini telah mempunyai indikator dan data dasar kesehatan berbasis
komunitas, yang mencakup seluruh Provinsi dan Kabupaten/Kota yang dihasilkan
melalui Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas.
Riskesdas telah menghasilkan serangkaian informasi situasi kesehatan berbasis
komunitasyang spesifik daerah, sehingga merupakan masukan yang amat berarti bagi
perencanaan bahkan perumusan kebijakan dan intervensi yang lebih terarah, lebih
efektif dan lebih efisien. Selain itu, data Riskesdas yang menggunakan sampling
Susenas Kor 2007, menjadi lebih lengkap untuk mengkaitkandengan data dan informasi
sosial ekonomi rumah tangga.
Saya minta semua pelaksana program untuk memanfaatkan data Riskesdas dalam
menghasilkan rumusan kebijakan dan program yang komprehensif. Demikian pula
penggunaan indikator sasaran keberhasilan dan tahapan/mekanisme pengukurannya
menjadi lebih jelas dalam mempercepat upaya peningkatan derajat kesehatan secara
nasionaldan daerah.
Saya juga mengundang para pakar baik dari Perguruan Tinggi, pemerhati kesehatan
dan juga peneliti Balitbangkes. untuk mengkaji apakah melalui Riskesdas dapat
dikeluarkan berbagai angka standar yang lebih tepat untuk tatanan kesehatan di
Indonesia, mengingat sampai saat ini sebagian besar standar yang kita pakai berasal
dari luar.
Dengan berhasllnya.Riskesdas yang baru pertama kali dilaksanakan ini, saya yakin
untuk Riskesdasdimasa mendatang dapat dilaksanakan dengan lebih baik. Karena itu,
Riskesdas harus dilaksanakan secara berkala 3 tahun sekali sehingga dapat diketahui
pencapaian sasaran pembangunan kesehatan di setiap wilayah, dari tingkat
kabupaten/kota, provinsi maupun nasional.
Untuk tingkat kabupaten/kota, perencanaan berbasis bukti akan semakin tajam bila
keterwakilan data dasarnya sampai tingkat kecamatan. Oleh karena itu saya
menghimbauagar Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kotaikut serta
berpartisipasi dengan menambah sampel Riskesdas agar keterwakilannya sampai ke
tingkat Kecamatan.
Saya menyampaikanucapan selamat dan penghargaanyang tinggi kepada para peneliti
Balitbangkes, para enumerator, para penanggungjawab teknis dari Balitbangkes dan
Poltekkes, para penanggung jawab operasional dari Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kabupaten/Kota, jajaran Labkesda dan Rumah Sakit, para pakar dari Universitas dan
BPS serta semua yang teribat dalam Riskesdasini. Karya anda telah mengubah secara
mendasar perencanaan kesehatan di • negeri ini, yang pada gilirannya akan
mempercepatupaya pencapaian target pembangunannasional di bidang kesehatan.
iii
Khusus untuk para peneliti Balitbangkes, terustah berkarya, tanpa bosan mencari
terobosan riset baik dalam lingkup kesehatan masyarakat, kedokteran klinis maupun
biomolekuler yang sifatnya translating research into policy, dengan tetap menjunjung
tinggi nilai yang kita anut, integritas, kerjasama tim serta transparan dan akuntabel.
-.-
iv
RINGKASAN EKSEKUTIF
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 adaiah survai t'inglfal nasional yar1g dilakukan
oleh Badan Penelitian dan Penqembanqan Departernen Kesehatan RI dengan
melibatkan BPS, orqanisasi protest, perguruan tinggi, leinoaga P,enelitian, pemerintah
daerah, da~. partlsfpasl masyarakat, untuk .ffieny~diaka1y' lQformasi _ kesehatan yang
·qerbasis buktl (eviQ.enye-based) untuk 'menunjang perencanaah bidang kesehatan
kabupaten/ kota: Riskesdas rnencakup- sarnpel 'yartg jauh lebih besar da_ri suryei-survei
kesehatan sebelumnya seperti SKRT atau SDKI dan menca~up aspek kesf!hatan yang
lebih luas. Riskesds 2007 dilaksanaka'n untul< menjawab perianyaan tentang status
kesehatan masy~rakat di' tingkat nasional, provlnsl dan,.~abupaten/kota, taktor-faktor
yang_ melatarbelakanqinya .dan masalah kesettatan rnasyarakat -y~m9 spesifik dj .setiap
wilayah. Rlset-Kesehatan Dasar (RISKESE>l(S) 2007"di Provinsl Jawa Barat merupakan
bagian ~ntegral yang -tak, terpisahkan dengan Riskesda~ nasional. Denqan demikian
lokasi RISKE9PAS 2007 di Provlnst Jawa Barat mencakup 1a:kabupateh qan,9 kota
yaitu Kabupaten : Boqor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garik, Taslkmalaya, Ciamis,
Kuninqan, ~Cirebon, ·Majalengka, Sumedang, lndrarnayu.« Subang, Pw:wakarta,
Karawang, Bekasi dan Kota ·1 Bogar, Sukabumi, Bandung, Clrebori, Bekasi, Depok,
Cimahi, Tasikrnalaya dan Banjar. ·
• v r
Metoda: Penarikan sampel untuk ~i~'kesd'as 2007 'identik d~11gan two stag~ ·Sampling
yang digllnakan dalam Susenas 2007. Riskesdas ~007 mencakup sampel di 33 propinsi,
440 dari sebanyak 456 kabupatenrkota, '17 .165 darf ·17 .357 -~lok sensus 258.466 dari
277.630 rumahtanqqa. Selanjutnya, seluruh anggota rumahtangga dart setiap
·rumahtangga yang terpillh dari kedua proses p.enarikan sampet tersebut di atas diambil
sebagai sampel individu. Secara keseluruhan, jumlah sampel rurnah tangga dari 25
kabupaten/kota Susenas 2007 adalah 20.512' dimana Rlskesdas berhasil
mengumpulkan 19.469 rurnah fangga. Jurnlah sampel anggota rumah tangga ·dari 25
kabupaten/kota ,di' Provinsi Ja.J.{p Barat pada Susenas 20p7 adalah 78.521 sampel
a[lggota rumah tangga dan riskesdas' berhasil menqumpulkan 68.429 individu yang
sama dengan Susenas. Sampel untuk penqukuran biomedis adalah anggota
rumahtangga -berusla lebih dari 1 (satu) tahun _yang' ifnggal di blok sensus dengan
klasifikasi perkotaan.
Ada 2, cara penarikan sampel yodium, yaitu pengukuran kadar yodium dalam garam
yang dikonsumsi rumqhtangga, dan kedua adalah penqukuran yodium dalam urin. Untuk
pengukuran kadar yodium dalam garam, dilakukan, test cepat yodium pada 257.247
sampel rumahtangga cart 440 kabupaten/kota. Untuk penqukuran kedua, dipilih secara
acak 2 rumahtangga ~ang rnernpunyai anak usia 6-12 tahun dari 16 rur;nahtangga per
blok sensus 'Cli 30 kabupaten yar:_ig dapat rnewakili secara nasjonal. Dari rurnahtanqqa
yang terpilih, sampel garam rumahtangga;tjia..mbil, dan juga sarnpel urin dari anak usia 6-
12 tahun yang selanjutnya dikirim ke la~·aratoriur:n Unlversltas Diponegoro, Balai G,f\KY-
Magelang, dan Ruslitbang Gizi dan Makanan, Bogor. Dengan cara itu didapatkan
sampel 8473 anak usia 6-12 tahun yang dilakukan peng~kwan kadaryodiumdatarn urin.
Di Provinsi Jawa Ba rat, seluruh, tenaga la'pa,ng data kesehatan 'masyarakat, berasal dari
tenaqa setempat yakni dari Dinas Kesehatan dan l?oltekkes, yang. disupervisi oleh 15
orang tenaga peneliti dari Badan Litbang Kesehatan (P..uslitbang Gizi -dan Makanan,
Balai 9AKY _Magelang, Loka Ciamis) dan 10 orang dosen dari 'Poltekkes. Tenaga
peng'arT)qil specimen darah (plebqtomi) berasal dari Laboratorium Kesehatan Daerah.
' .
l?ada buku laporan ini dijelaskan pelbaqai temuan Riskesdas 2007 Provinsi Jawa Barat
dan variasi antar kabupaten/kota.
Gizi. lndikator 88/U memberikan gambaran tentang status gizi yang sifatnya umum,
tidak spesifik. Tinggi rendahnya prevalensi gizi buruk dan gizi kurang mengindil<asikan
v
ada tidaknya masalah gizi pada balita, tetapi tidak memberikan indikasi apakah masalah
gizi tersebut bersifat kronis atau akut. Prevalensi gizi buruk dan kurang pada anak balita
sebesar 15%, dimana pencapaian tersebut lebih baik dari target nasional perbaikan gizi
tahun 2015,(20%) dan MDGs 2015 (-18%).·Hanya 1 kabupaten yaitu Kabupaten Prebon
yang belum · mencapai J:arget nasional dan 4 -kabupaten/kota belum mencapal target
MDG 2015 yaitµ Kabupaten Cirebon, .Kabupaten Majalengka, . Kabupaten lndramayu
dan Kota Cireb~n ... pr,evalensi balita gizi· lebih sebesar 3,5%, han;ipir sama dengan
prevalensi,Qizi by~uk ,(3,7%).,,;Tig~·kabupaten/kota perlu diwaspadai kareria mempunyai
prevalensl gl~i lebih 111ef!de~kati 10%, y.aitu- Kabupaten Karawanq, Kota Bekctsi, dan Kota
Depok. [ndlkator, TB/U IT\enggambarkart status gizi yang sifcttr1ya kfonis, artinya muncul
setlag~r akibat dari ~ec:i.c;faal) yang berJangsung lama. Masalah pendek pada balita di
.Jawa Barat ditemukp[l;.Pada 1 dari. 3_,anak (35,4%). Bahkan rnasalah pendek ditemukan
pada-hampir separuh ballta di. 5 kabupaten.tclaojur, Bandung; Garut, Majalengka dan
Subang) dan ·1 • kota (Tasikmalaya), Peningkatan rnasalah pendek (erlihat setelah
menca'paj umur 11 .bulan, lebih tinggi di pedesaan dibandihg'l<an·perkotaan: tingginya
prevalensi 'oat~a pendek menunjukkan bahwa masalah ini serius dan "perlu mendapat
perhatian khusus untuk menqataslnya, Jndikator BBffB rnengqambarkan status 9izi yang
sifatnya akut sebagai akibat dari keadaan yang bedangsCJrigdalam waktu yang pendek.
Mas.~lah kekurusan pada balita di .Jawa -Barat yaitu. 9%. Meskipun berada di bawah
batas kondisi yang dianggap serius (10%), masih ada 7:kab0paten/kofa yang berada
pada keadaan serius yai~u : Kabupaten, Garut, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Subang,
Kabupaten Karawang; Kota Bandung, Ko~a4 Cirebon. dan Kota Depok, Dua Kabupaten
yaltu-Kabupaten Ganit dan Kabupaten Sµba'ng bahkan memiliki keduanya, masalah gizi
akut=dan kronis. Pada kelornpok u'sia 6-14 tahun, masalah berat badan lebih, perlu
mendapat pernatiaf khususnya di perk'otaan dlmana prevalensinya >10% yaitu di Kata
Boger (15,3%), Depok (14,5%), B.ekp,si (1"1,9%),dan Band~ng (11,4%) untukanak laki-
laki sedangkari ·untuk anak perernpuan ,..di Kota Oepok (13, 1 %). Demikian pula pada
dewasa, satu dari lima orang dewasa menghadapi .masalah ke_gemukan (22%) lebih
tinggi daripada ·angka nasion~i' (19, 1 %). Kota Depok merupakan kqta dengan prevalensi
kegemukan tefting~i untuk drang dewasa yaitu 29,5%. Rata-rata, konsumsi .energi dan
protein tingkat Provinsi Jaw'a''Barat adalah 1636,7 kkal dari 53,8 gram protein, lebih
rendah dari rata-rata konsurnsi nasional (1735, 1 kka] dan 55,5 gram protein). Selain itu
baru 58,6% rumah tanqqa di Jawa Barat (angka nasional 62,3%) mempuoyai garam
cukup iodium, pencapaian ini masih jauh dari target nasional 2010 maupun target
ICCIDD/UNICEFNVHO Universal Salt lodization (USI) atau "garam berlodiam untuk
semua" yaitu..mjnimal 90% rumah-tangga menggunakan garam cukup iodium.
Kesehatan ibu dan anak. Secara umum cakupan lmunlsasi BCG dan Campak pada
anak umur·12-?3 sudah mencapai >80%, akan tetapi untuk DPT, POLIO.dan HB belum
mencapai target nasional. Cakupan ,imunisasi anak di perkotaan lebih tinggi dari pada di
pedesaan. Hampir separuh balita ,ditimb9~$} >= 4 kali dalam 6 bulan terakhir,· pada
umumnya tlitimbang di Posyandu. Terlihat.kecenderunqan rnakinbertarnbah umur anak
makin rendah cakupan penimoahgan rutin (~4 kali). Sepertiqa anak balita di Jawa Barat
(35,0%) memiliki KMS •. lebih Jinggi dari rata-rata naslonal (23,3%). Meskipun demikian
kepemilikan btlku KIA lianya 5,7%, lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional (13%).
Cakupan pemberian kapsul vitamln.A dalam ts bu Ian terakhir rnencapai 75,6%, cakupan
tertinggi di Kabupaten Sumedang (85,5%) dan terendah di Kabupaten Bekasl (67,5%).
Hanya sebagian bayi yang mempLinyai catatan berat berat badan lahir. Proporsi bayi
berat lahir rendah (BBLR) di Jawa Barat sebesar' 11,2%, hampir sama denqan angka
nasional (11,5%). Angka ini hampir sebandind-denqan persepsi ibu yang menyatakan
berat bayi waktu lahir kecil (11,7%). Prevalensi BBLR, tertinggi adalah di Kabupaten
Cianjur (23,9%) dan Kabupaten Kuriinqan (20%). Cakupan pemeriksaan kebamilan ibu
di Jawa Barat mencapai 95,0%, bahkan 6 kabupaten/kota mencapai angka cakupan
100% yaitu- Kab_upaten Kuningan. Kabupaten Sumedang, Kabupaten Subang, Kota
Cirebon, Kota Cimahi dan Kota Banjar. Pemeriksaan yang paling sering dilakukan pada
vi
ibu hamil adalah pemeriksaan tekanan darah (97,5%) dan Renimb~ngan berat badan
(97,2%), sedan~kan,jenis pemerlksaan kehamilan yang jarang dilakuka.n pcida ibu hamil
'adalah 'pemsrlksaan hemoglobin (35,0%) dan pemeriksaan urine (41,5,~o). Perneriksaan
neonatus 0-7 hari (59,7%) dan neonatus 8-28 nari (40;1%)Jebih tinggi daripada rata-rata
nasional (57,6% dan 33,50/ot, Pemeriksaan neonatus urnur 0-i hari terendah di
Kabupaten .Gar~t (25,0%) dan untuk neonatus umur S-28"hari. terenqah di Kabupaten
qianjur (22,2%).
Penyakit'menular. Prevalensi tertinggi Filariasis di Kff,bupaten Taslkmalaya, menyusul
Kabupaten Karawang dan Kabupaten cfrebon rneskipun di bawah angka nasional
Walaupun rentang prev~ensi dr Provinsi Jawa Barat hanya O - o.go, tetapi kejadian
fiJ;;,iri(:lsis tetap: harus menjadi perhatian karena merupakan penyakit- tular vektor dan
bersifat ~ronjs. Prevalensi 080 (0,4%) juga di bawah ang~a naslonal, tertinggi di
Kabupaten Cirebon, selaniutnya diKota Cimahl dan Kota Banjar. Secara umum rerata
prevalensi Pneumonia.dan Campak sedikit dlatas rerata nasional sedangkan prevalensi
ISPA dan TB di bawah rata-rata naslonal. Prevalensi ISPA tertinggi pi Kii!b1Jpaten
Karawang, selaojutnva Kabupaten Cirebon Clan Kabupaten Ta~iknialaya.: Pneumonia
tertinggi di Kabupaten Cirebon, menyusul Kabupaten Pu~akacta d~!J K,abupaten
Cianjur, Meskjpun sudah jauh di bawah prevalens! nasional, tiga tertinggi prevalensi TB
di Jawa Barat adalah Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Cirebon-dan Kabupaten Garut.
_Sedangkan untuk Carnpak adalah di KabGpaten Cirebon, ruf"Wa~a.rta-dan Majalengka.
Kabupaten Cirebon memerlakan penanganari·serius 3 prevalens] t~rtinggi untuk penyakit
Filariasis, DBD, ISPA, Pneumonia, TB dan Carnpak terjadidl kabupaten-ini. Prevalensi
Tifoid (2,1%) dan Diare (10%) diatas rata-rata nasional. Prevalensi tertinggi untuk Tifoid
adalah di Kabupaten Karawang, menyusul Kota Boger dan Kabupaten Banjar.
Prevalensi Hepatitis tertinggi di Kota Bogor selanjutnya di Kota BanJar dan Kabupaten
Ciamis, .Sedangkan untuk diare prevalensi tertin'g'gi kernbali, terjadi di Kapupaten
Cirebon,, Kabupaten Garut dan Kabupaten Karawang. Kota Bogor tampaknya juga perlu
mendapat perhatian khusus karena kejadian Tifoid dan Hepatitis banyak ditemukan.
Penyakit tidak menuter. Prevalensi p~nyakiJ, persendian berdasarkan diagnosis
oleh tenaga kesehatan adalah 17,7%, tldak jauh berbeda dengan angka Nasiortal yaitu
14;0% dengan prevalehsf tertinggi di Kabupaten Garut, menyusur Kabupaten Subang
dan "Kabupaten Cianjur. Prevalensi hipertensi berdasarkan pengukur'an cukup tinggi
(29,3%), 3 kabu'paten/kota dengan prevalensi di atas 40% yaitu Kabupaten dan Kota
Tasikmalaya dan Kabupaten Kuningan. Terdapat 5 kabupaten/kota dengan prevalensi
stroke berdasarkan. diagnosis ~1,0% yaitu Kabupaten Bandunq, Kabupaten Clarnls,
Kabupaten Majalengka, Kota Cirebon dan Kota Banjar. Dalam satu tahun terakhir,
berdasarkan diagnosa, prevalensi jantung 1,0%, Kota Sukabumi dan Kota Cimahi
dengan prevalensi ~ 2,0%. Secara rerata di Provinsi Jawa Barat prevalensl Diabetes
berdasarkan diagnosis adalah 0,8%, dimana 8 dari 9 kota di Jawa Barat dengan
prevalensi ~1.0%. Prevalensi Gangguan Mental Emosionat di Jawa· Barat cukup tinggi
(20,0%) lebih tinggi dibandingkan prevalensi naslonat (11,6%), dimana prevalensi
tertinggi di Kabupaten Purwakarta (31,9%). Persentase.low vision di Jawa Barat adalah
4,4%, tertinggi di Kabupaten Kuningan (8,76%). Persentase katarak pada penduduk usia
30 tahun keatas berdasarkan diagnosis nakes d.alam 12 bulam terakhir wawancara
adalah 1,66%, tertinggi di Kota Bandung (2,82%). Persentase-dtaqnosts katarak oleh
nakes yang maslh sangat rendah ,mungkin juga berhubungan dengan masih rendahnya
kesadaran masyarakat untuk memeriksakan kesehatan matanya, meskipun mereka
telah mengalami gejala ganggu~n pengtihatan. Selanjutnya seperempat penduduk Jawa
Barat mengalami masatah gigi mulut (gimul) dan sepertigartya menerima perawatan dari
tenaga medis. Meskipun persentase menggosok gigi penduduk di Jawa Barat sudah
cukup tinggi (95,8%)\ akan tetapi baru 8,2% berperilaku benar dalam menyikat gigi yaitu
dilaakukan sesudah makan pagi dan sebeturn tidur malam.
vii
Peri/aku. Penduduk Jawa Barat berusia diatas 10 tahun yang mempunyai kebiasaan
rnerokok, sebagian besar merokok setiap hari pertama kali pada usia t5 - 19 tahun.
Namun yang perJu menjadi perhatian adanya anak usia dini (10-14 tahun) yang sudah
rnulal meroKok. lronisnya pada responden dengan usia dini (remaja aini) telah mulai
merokok pertarna kali setiap hari pada usia 10 hingga 14 tahun artlnya sebagian besar
perokok rernaja dini tersebut mengenal rokok dan langsung merokok se~iap hari, kondisi
ini sangat memprihatinkan sehingga sangat diperlukan adanya penyuluhan -bahaya
merokok sedini mungkin sejak mereka diba.ngku SD. Persentase perokok di Jawa Barat
(26;7%) lebih tiriggr dioandipgkan dengan persentase perokok secara nasional (23,7%).
Kabupaten Cianjur· dari "Kabupaten Ci~mis merupakan kabupaten/kota dengan
persentase perokok tertinggi di Jawa Baraf. Sepertiga (3~ 6%) penduduk umut ~10
1
tahun termasuk perokok saat ini, dan- menghisap rerata 8 batang per hari.
Prevalensi perokok tertinggLadalah di Kabupaten Cianjur (39,2%). Umurnnya (81,5%)
perokok blasa merokok ~i dalam rumah. Perilaku yang cukup rnenarik dalam riskesdas
2007 di Jawa Barat, bahwa hampir semua (97%} penduduk- 10 tahun keatas kurang
makan buah dan sayur dan ,terdapat merata di semua daerah. Satu dari tiga (29,7%)
penduduk ;::19 tahun ,di Jpwa Barat tidak aktif melakukan kegiatan fisik, Kota Cirebon
dengan prevalensi kurang aktifitas fisik tertif)ggi yaitu .separuh .(50, 1 %) dan Kabupaten
Kuningan dengan kuranq'aktitltas fisik terendah (15,7%). Sebanyak 71,6% penduduk
umur ~1~ tahun di Jawa Barat pemah mendengar tentang flu burung, yang
betpengetahuan benar tentang fiu bur.ung 54,9% bersikap benar tentang flu burung
proporsi 60, 1 %. Proporsi penduduk ~ 10 tahun di Jawa Barat yang pernah mendengar
tentang HIV/AIDS sebesar.as, 1 %, berpengetahuan benar tentanQ penularan HIV/AIDS
sebesar 34,9%, dan berpengetahuan benar tentang pencegailan RIV/AIDS sebesar
21,6%. Dalam Riskesdas 2007 ini juga dikumpulkan .informasl tentang konsumsi
makanan beresiko pada penduduk usia ~10 tahun. Sering menonsumsi makanan manis
dilakukan oleh 6 dari 10 penduduk {58,8%) usia >10 tahun, tertinggi ditemukan di
Kabupaten Kuningan (81,8%). Sedangkan sering mengonsumsi makanan asin secara
keseluruhan di Provinsi Jawa Barat ditemukan pada separuh penduduk (5~,9%), jauh
lebih tinggi dibandingkan nasional 24,5%), tertinggi di Kabupaten Kuningan (94,1%).
Secara umum terdapat 2 dari 1 O (23,6%) penduduk di Jawa Barat sering mengonsumsi
makanan berlemak, tertinggi di Kabupaten Subang (91,8%). Minuman berkatein sering
dikonsumsi oleh 3 dari 10 (29,5%) penduduk Jawa Barat, tertinggi di Karawang (44,5%).
Di Provinsi Jawa Barat pencapaian keluarga berperllaku hidup bersih dan sehat masih
rendah (38,4%) yang seharusnya bisa r;nencapai 65% (target 2010). Namun bila dilihat
pencapaian per-kabupaten nampak di Kabupaten Sumedang sudah dapat mencapai
target nasional tersebut. Sebagian besar penduduk Jawa Barat berperilaku benar dalam
hal Buang Air Besar~(BAB) yaitu sebesar 77,5?/o dan yang berperilaku benar cuci tangan
dengan sabun sebesar 40,7%.
Akses dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Secara umum hampir separuh
wilayah Jawa Barat mempunyai kemudahan akses terhadap fasilitas pelayanan
kesehatan. Terdapat 1.3 wilayah. yang mempunyai persentase >50% pada klasifikasi
jarak Yankes < tkm, dan 14 kab/kota mempunyai persentase >70 % katagori jarak
yankes kurang dari 15 ·menit. Umumnya jarak dan waktu tempuh ke fasilitas kesehatan
di perkotaan l~bih dekat dan lebih pendek waktu tempuhnya dibandingkan dengan
pedesaan. Pada umumnya jarak rumah ke UKBM di Jawa Barat <1 km denqan'waktu
tempuh ~15 menit. Dalam 3 bulan terakhir wawancara, hanya 28,4% yang
memanfaatkan UKBM, sebaqian.besar (65,7%) karena tidak membutuhkan. Persentase
yang memanfaatkan UKBM di pedesaan (29,2%) hampir sama dengan di perkotaan
(27 ,7%). Jen is pelayanan yang paling banyak dimanfaatkan oleh rumahtangga adalah
penimbangan (89%), imurilsasl (56%) disusul PMT dan suplemen gizi (52,2% dan
51,3%). Penduduk yang melakukan pengobatan rawai jalan dan rawat inap sebagian
viii
dari ASKES/Jamsostek (15,8% dan 15, 1 %), dan sebagian ada yang menggunakan
Askeskin/SKTM (5,7% dan 10,2%).
Kesehatan lingkungan. Separuh (50,2%) rumah tangga di Jawa Barat menggunakan
>50 liter/orang/hari. Proporsi tertinggi rumah tangga dengan penggunaan air bersih <20
liter/orang/hari adalah di Kota Depok (73%) disusul Kabupaten Bogar dan Kabupaten
Cianjur (70,3% dan 69,9%). Menurut jenis sumber air terbanyak mengandalkan sumur
baik berupa pompa (29,2%), sumur terlindungi (28.1 %) maupun tidak terlindungi (8.6%).
Pelayanan pemerintah ataupun lembaga lainnya terhadap penyediaan air bersih melalui
leding baik eceran maupun meteran masih rendah yaitu 9,7% dan 3,0%, tertinggi di
Kota Cirebon disusul Kota Bogar. Penggunaan air kemasan sebanyak 7,0%, tertinggi di
Kota dan Kabupaten Bekasi serta Kota Cimahi. Secara umum 44,2% penduduk Jawa
Barat kurang akses terhadap air bersih dan 45,8% kurang akses terhadap sanitasi.
Secara rata-rata provinsi, 63,2% rumah tangga menggunakan jamban sendiri. Pada
umumnya (75,4%) rumah tangga menggunakan jamban jenis leher angsa, jenis lainnya
berbentuk plengsengan dan cemplung dalam proporsi kecil. Proporsi saluran
pembuangan air limbah tertutup di perkotaan (62,7) lebih tinggi dibandingkan di
pedesaan (40,2). Keadaan penampungan sampah di Jawa Barat seperti halnya di
tingkat nasional cukup memprihatinkan, karena pada umumnya tidak mempunyai
penampungan. Hanya sebanyak 27,7% rumah tangga di Jawa Barat mempunyai tempat
sampah di dalam rumah dan 38,7% di luar rumah. Sebagian besar lantai rumah hunian
bukan dari tanah (93,7%) dengan kepadatan hunian >8 M2/kapita (85, 1 %). Rumah
tangga di Provinsi Jawa Barat sebagian besar tidak memelihara ternak (69,8 - 98,6).
Kalaupun memelihara biasanya ternak unggas dipelihara di luar rumah (25,8%).
IX
DAFTAR ISi
BAB1. PENDAHULUAN
xi
3.2. Status Gizi 17
3.2.1. Status Gizi Balita 17
3.2.2. Status Gizi Penduduk Umur 6 -14 tahun (Usia Sekolah) 27
3.2.3. Status Gizi Penduduk Umur 15 Tahun Ke Atas 28
3.2.4. Konsumsi Energi Dan Protein 35
3.2.5 Konsumsi Garam Beryodium 38
xii
3.8.3. Ketanggapan Pelayanan Kesehatan
xiii
DAFTAR TABEL
No Tabel Hal
Tabel 1.1. lndikator Riskesdas dan Tingkat Keterwakilan Sampel
Tabel 3.1 Jumlah Sampel Rumah tangga (RT) di Kabupaten/Kota 38
Provinsi Jawa Barat menurut Susenas 2007 dan Riskesdas,
2007
Tabel 3.2 Jumlah Sampel Anggota Rumah tangga (ART) di 39
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat menurut Susenas 2007
dan Riskesdas, 2007
Tabel 3.3. Persentase Balita menurut Status Gizi (BB/U)* dan 41
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.4 Persentase Balita menurut Status Gizi (TB/U)* dan 42
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.5 Persentase Balita menurut Status Gizi (BB/TB)* dan 43
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.6 Persentase Balita menurut Status Gizi (BB/U)*dan 45
Karakteristik Responden di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas
2007
Tabel 3.7 Persentase Balita menurut Status Gizi (TB/U)*dan 46
Karakteristik Responden di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas
2007
Tabel 3.8 Persentase menurut Status Gizi (BB/TB)*}ian Karakteristik 47
Responden di Provinsi Jawa Barat Balita, Riskesdas 2007
Tabel 3.9 Prevalensi Balita menurut Tiga lndikator Status Gizi dan 48
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.10 Standar Penentuan Kurus dan Berat Sadan (BB) Lebih 49
menurut Nilai Rerata IMT, Umur dan Jenis Kelamin, WHO
2007
Tabel 3.11 Prevalensi Kurus dan BB Lebih Anak Umur 6-14 tahun 50
menurut Jenis Kelamin dan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.12 Persentase Status Gizi Penduduk Dewasa (15 Tahun Ke 51
Atas) Menurut IMT dan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.13 Prevalensi Obesitas Umum Penduduk Dewasa (15 Tahun Ke 52
Atas) Menurut Jenis Kelamin di Provinsi Jawa Barat Balita
Tabel 3.14 Persentase Status Gizi Dewasa (15 Tahun Ke Atas) Menurut 53
IMT dan Karakteristik Responden di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2007
Tabel 3.15 Prevalensi Obesitas Sentral pada Penduduk Umur 15 Tahun 54
ke Atas menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2007
Tabel 3.16 Prevalensi Obesitas Sentral pada Penduduk Umur 15 Tahun 55
ke Atas menurut Karakteristik Responden dan
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.17. Nilai Rerata LILA Wanita Umur 15-45 tahun, Riskesdas 2007 56
Tabel 3.18 Prevalensi Risiko KEK Penduduk Wanita Umur 15-45 Tahun 57
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas
2007
Tabel 3.19 Konsumsi Energi dan Protein Per Kapita per Hari Menurut 58
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
xiv
Tabel 3.20 Persentase RT dengan Konsumsi Energi dan Protein Lebih 59
Rendah dari Rerata Nasional Menurut Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.21 F' ersentase RT dengan Konsumsi Energi dan Protein Lebih 60
Rendah dari Rerata Nasional menurut Karakteristik
Responden dan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2007.
Tabel 3.22 Persentase Rumah Tangga yang Mempunyai Garam Cukup 61
lodium Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2007
Tabel 3.23 Persentase Rumah-Tangga Mempunyai Garam Cukup lodiurn 62
Menurut Karakteristik Responden di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2007
Tabel 3.24 Persentase Anak Umur 12-23 Bulan yang Mendapatkan 63
lmunisasi Dasar Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.25 Persentase Anak Umur 12-23 Bulan yang Mendapatkan 65
lmunisasi Dasar menurut Karakteristik Responden di Provinsi
Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.26 Persentase Anak Umur 12-23 Bulan yang Mendapatkan 66
lmunisasi Dasar Lengkap Menurut Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Barat, Riskesdas
Tabel 3.27 Persentase Anak Umur 12-23 Bulan yang Mendapatkan 67
lmunisasi Dasar menurut Karakteristik Responden di Provinsi
Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.28 Persentase Balita menurut Frekuensi Penimbangan Enam 68
Bulan Terakhir
dan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.29 Persentase Balita menurut Frekuensi Penimbangan Enam 69
Bulan Terakhir
dan Karakteristik Responden di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2007
Tabel 3.30 Persentase Balita menurut Tempat Penimbangan Enam Bulan 70
Terakhir dan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2007
Tabel 3.31 Persentase Balita menurut Tempat Penimbangan Enam Bulan 71
Terakhir dan Karakteristik Responden di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2007
Tabel 3.32 Persentase Balita Menurut Kepemilikan KMS dan 72
Kabupaten!Kota di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.33 Persentase Balita Menurut Kepemilikan KMS dan 73
Karakteristik Responden di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas
2007
Tabel 3.34 Persentase Kepemilikan Buku KIA pada Balita Menurut 74
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas
2007Provinsi, Riskesdas 2007
Tabel 3.35 Persentase Balita menurut Kepemilikan Buku KIA dan 75
Karakteristik Responden di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas
2007
Tabel 3.36 Persentase Anak Umur 6-59. Bulan yang Menerima Kapsul 76
Vitamin A menurut Menurut Kabupaten/Kota di Provins! Jawa
Barat, Riskesdas 2007
xv
Tabel 3.37 Persentase Anak .Umur 6-59 Bulan yang Menerima KapstJI 78
Vitamin. A menurut Karakteristik Responden di Provinsi Jawa
Ba rat, Riskesdas ~007
Tabel 3.38 Persentase lpu ·mem.::-~t Persepsi tentang Ukuran Bayi Lahir
., I
79
dan Kf:!bupat~n/Kotadi. Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabe! 3.39 Persentase~QU rnenurut, Persepsi tentang Ukuran Bayi Lahir 80
dan Karakteristik Responden di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas2007
Tabel 3.40 PersentaseBerat Badan Bayi Baru lahir 12 Bulan Terakhir 81
-menurut f<abupaten/Kotadi Provinsi Jawa Barat, Riskesdas
2007
Tabel 3.41 Persentase, B~rat Bapall Bayi Baru Lahir 12 Bulan Terakhir 82
menurut Karakteristik 'R.esponden -di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas2007
Tabel 3.42 CaktJ~i:m~,_P.emeriksaanKehamilan lbu yang Mempunyai Bayi 83
Kabupaten/Kotadi Provinsi Jawa Barat, Riskesda5'2007
Tabe] 3.43 Cakupan Perneriksaan Kehamilan lbu yang Mempunyai Bayi 84
menurut Karakteristik Responden di P.rovinsi Jawa Barat,
Riskesdas2007
Tabel 3.44 Persentase lbu ya_ng Mempunyai Bayi menurut Jenis 85
Pemeriksaan Kehamllan dan- Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Barat, Riskesdas 2007-
Tabel 3.45 Persentase lbµ· yang Mempunyai Bayi rnenurut Jenis 86
Pemeriksaan Keharnllan dan Karakteristik Responden di
Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.46 Cakupan Pemertksaan Neonatus menurut Kabupaten/Kotadi 87
Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007 •··•
Tabel 3.47 Cakupan, Pemeriksaan Neonatus menurul Karakteristik 88
Respondeadi Provlnsi Jawa Barat, RisResdas2007
Tabel 3.48 Prevalensi Filariasis, Demam Berdarah Dengue, Malaria dan 90
PemakaianObat Program Malaria menurut Kabupaten/Kotadi
Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007 '•
Tabel 3.49 Prevalensi Fllartasls. Demam Berdarah Dengue, Malaria dan 91
Pemak,aian Obat Program Malaria menurut Karakteristik
Respondendi Provinsi Jawa Barat, Riskesdas2ooi
Tabel 3.50 Prevalensi. ISPA, Pneumonia, TB, dan Campak menurut 93
Kabupaten'Kotadi Provinsi Jawa Barat, Riskesdcfs2007
Tabel 3.51 Prevalensi ISPA, Pneumonia, TB, dan Campak menurut 95
Karakteristik Responden di Provlnsi. Jawa Barat, Riske'sdas
2007
Tabel 3.52 Prevalensi Tifoid, Hepatitis, Dlare' menurut menurut 96
Kabµ,pC!ten/Kota di Provins! Jawa Barat, Riskesdas·2007
Tabel 3.53 Prevalensi Tifoid, Hepatitis, Diare menurut Karakteristik 98
Respondendj Provinsi Jawa. Barat, Riskesdas2007
Tabel 3.54 Prevalensi Penyakit F?ersendian, Hipertensi, dan Stroke 100
menurut menurut Kabupaten Kota d~ Provins]' Jawa Barat,
Riskesdas2007
Tabel 3.q5 Prevalensi Penyakit Persendian, Hipertensi, dan Stroke 102
menurut Karakteristik Responden di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas2007
Tabel 3.56 Prevalensi Penyakit Asma*, Jantung*, Diabetes* Dan 103
Tumor" menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas2007
xvi
Tabel 3.57 Prevalensi Penyakit Asma, Jantung', Diabetes Mellitus.Dan Tun 104
menurut Karakteristik Responden. di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2007
Tabel 3.58 Prevalensi Penyakit Keturunan*:Garigguan Jiwa Berat, Buta 105
Wama, Glaukoma, Sumbing, Denhatitis,· Rhinitis, Talasemi,
Hernofili (Permil) ·
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas
2007
Tabel 3.59 Prevalensl Gangguan Mental Emosional pada Penduduk 107
Berumur 15 T ahun Ke Atas. (berdasarkan Self Reporting
Questionnaire-20)* .Menurut Kabupaten/kote-di Provins! Jawa ·
Barat, Riskesdas 2007 1
Tabet 3.60 Prevalensi Gangguan Mental i Eimosional 'pada Penduduk 108
berumur 15 Tahun Ke Atas (berdasarkan Self RepQrting
Questionnaire-40)* menurut Karakteristik Responden di
ProvinsiJawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.61 Proporsi Penduduk Usia 6 Tahun Ke Atas menurut Low 110
Vision, Kebutaan (Dengan Atau Tanpa Koreksl Kacamata
Maksimal) dan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2007
Tabel 3.62 Persentase Penduduk Umur 6 Tahun Ke Atas rnenurut Low 111
Vision,· Kebutaan (Dengan Atau Tanpa Koreksi Kacamata
Maksimal) dan Karakteristik Responden di Provins! Jawa
Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.63 Proporsi Penduduk Umur 30 Tahun Ke Atas denqan Katarak 113
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas
2007
Tabel 3.64 Proporsi Penduduk Umur 30· Tahun Ke Atas dengan Katarak 114
Menurut Karakteristik Responden di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2007
Tabel 3.65 Proporsi Penduduk Umur 30 Tahun Ke Atas denqan Katarak 115
yang Pernah Menjalani Operasi Katarak dah Memakai
Kacamata Pasca Operasi Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.66 Persentase Penduduk Usia ;:: 30 Tahun dengan Katarak yang 117
Pernah Menjalani Operasi Katarak dan Memakai Kacamata
Pasca Operasi menurut Karakteristik Responden di Provinsi
Jawa Barat, Riskesdas 2007'
Tabel 3.67 Prevalensi Penduduk Bermasalah Gigi-Mulut menurut 119
Provinsi,Riskesdas 2007
Tabel 3.68 Prevalensi Penduduk Bermasalah Gigi-Muluf Menurut 120
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.69 Persentase Penduduk yang Menerima 121
Perawatan/Pengobatan Gigi menurut Jenis Perawatan dan
Kabupaten/lcota di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.70 Persentase Penduduk yang Menerima 122
Perawatan/l-enqobatan Gigi menurut Jenis Perawatan dan
Karakteristik Responden di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas
2007
Tabel 3.71 Persentase Penduduk Sepuluh Tahon- ke Atas yang 123
Menggosok Gigi Setiap Hari dan Berperilaku Benar Menyikat
Gigi Menurut Kabupaten/Kota di Provins! Jawa Barat,
Riskesdas 2007 ·
xvii
Tabel 3.72 Persentase Penduduk Sepuluh Tahun ke Atas yang 124
Menggosok Gigi Setiap Hari dan Berperilaku Benar Menyikat
Gigi menurut Karakteristik Responden di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2007
Tabel 3.73 Persentase Penduduk Sepuluh Tahun ke Atas yang 125
Berpernaku Benar Menggosok Gigi Menurut Kabupaten/Kota
di Provins! Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.74 Persentase Penduduk .Sepuluh Tahun ke Atas yang 126
Berperilaku Benar Menggosok Gigi menurut Karakteristik
Responden di.Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.75 Komgonen D, .M,· F dan Index DMF-1 Menurut 127
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.76 Kornponen D, _M, F dan 'Index DMF-T menurut Karakteristik 128
Responden di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.77 Prevalensi Karies Aktif dan Pengalaman Karies Penduduk 129 .
Umur 12 Tahun ke Atas MenurUt Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.78 Prevalensi Karies Aktif dan Pengalaman Karies menurut 130
Karakteristik Responden di Provinsl Jawa Barat, Riskesdas
2007
Tabel 3.79 Required Treatment Index dan Performed Treatment Index 131
Menurut Kabupaten/Kota <Ii Provinsi Jawa Barat, Riskesdas
2007
Tabel 3.80 Required Treatment Index dan Performed 11'e"atment Index 132
rnenurut Karakteristik Responden di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas,2007
Tabel 3.81 Proporsi Penduduk Umur 12 Tahun ke Atas menurut Fungsi 133
Normal Gigi, Edentulous, Protesa da'n Provinsi, Riskesdas
2007
Tabel 3.82 Proporsi Penduduk Umur 12 Tahun ke Atas menurut Fungsi 134
Normal Gigi, Edentulous dan Protesa Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.83 Proporsi Penduduk Umur 12 Tahun ke Atas menurut Fungsi 136
Normal Gigi, Edentulous dan Protesa Menurut Karakteristik
Responden di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.84 Prevalensi Cedera dan Penyebab Cedera Menurut 138
Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.85 Prevalensi Cedera dan Penyebab Cedera Menurut 142
Karakteristik Responden di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas
2007
Tabel 3.86 Prevalensi Cedera Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa 144
Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.87 Prevalensi Jenis Cedera Menurut Bagian Tubuh Terkena dan 146
Karakteristik Responden di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas
_?007
Tabel 3.88 Prevalensi Cedera Menurut Bagian Tubuh Terkena dan 147
Karakteristik Responden di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas
2007
Tabel 3.89 Prevalensi Jenis Cedera Menurut Karakteristik Responden di 149
Provmsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.90 Persentase Penduduk Umur 15 tahun ke Atas menurut 151
Status Disabilitas dalam Fungsi Tubuh/lndividu/Sosial di
Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
xviii
Tabel 3.91 Prevalensl Disabilitas Penduduk Umur 15 Tahun 152
KeatasMenllrut Status Disabilitas 'dan · Kati4paten/Kota di
Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
xix
Tabel 3.108 Proporsi Peminum Minuman Berqlkohol 1 Bulan Terakhir 170
Berdasarkan Frekuensi·Minum dan Jenis Minuman, Menurut
Kabupaten/Kotadi Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.109 Proporsi Peminum Minuman Beralkohol 1 Bulan Terakhir 171
BerdasarkanFrekuensi Minum dan Jenis Mirurman, Menurut
KarakteristikDi .PrOvinsi Jawa Barat, Riskesdas2007
Tabel 3.11 O Proporsi 'Perninum Minuman Beralkohol 1 Bulan Terakhir 172
Berdasarkan' Satuan· Standard Minuman, menurut
i<abupaten/Kotadi Provinsl Jawa Barat, ~iskesdas 2007
Tabel 3.111 Proporsi peminum minuman beralkchol 1 bulan terakhir 173
berdasarkan· satuan standard rnlnuman, menurut
Karakaterisffk Di Provinsi Jawal3arat,
Riskesdas2007
Tabel 3.112 PrevalensiKurang Akfifitas Fislk Penduduk10 Tahun ke Atas 175
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas
200
Tabel 3.113 PrevalensiKurang Aktifitas Fisik Penduduk10 Tahun ke Atas 176
Menurut KarakteristikRespondendari Kabupaten/Kota
di .Provinsi Jawa Barat, Riskesdas2007
Tabel 3.114 Presentase Penduduk 1 O Tahun ke Atas menurut 177
Pengetahuan dan Sikap Tentang Flu Burung dan
Kabupaten/Kotadi Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas2007
Tabel 3.115 Presentase Penduduk 10 Tahun ke-···Atas menurut 178
Pengetahuandan Sikap Tentang Flu ,Buru·ng dan Karakteristik
Responden menurut Kabupaten/Kotadi Provmsl Jawa Barat,
Riskesdas 2007
Tabel 3.116 Presentase Penduduk 10 Tahun ke Atas menurut 179
Pengetahuan Tentang HIV/AIDS dan Kabupaten/Kota di
ProvinsiJawa Barat, Riskesdas2007
Tabel 3.117 Presentase Penduduk ·10 Tahun ke Atas menurut 180
Pengetahuan Tentang HIV/AIDS dan Kabupaten.Kota di
ProvinsiJawa Barat, Riskesdas2007
Tabel 3.118 Presentase Penduduk 1 O Tahun ke Atas menurut Sikap Bila 181
Ada Anggota Keluarga Menderita HrV/AIDS dan
Kabupaten/Kotadi Provinsi Jawa Barat,Riskesdas 2007
Tabel 3.119 Presentase Penduduk 10 Tahun ke Atas menurut Sikap Bila 184
Ada Anggota Keluarga Menderita HIV/AIDSdan Karakteristik
Responden Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2007
Tabel 3.120 Presentase Penduduk 10 Tahun ke Atas yang Berperilaku 185
Benar Oalam Buanq Air Besar dan Cuci Tangan
Kabupaten/Kotadi Provinsi Jawa Barat,Riskesdas 2007
Tabel 3.121 Presentase Penduduk 1,0 Tahun ke Atas yang Berperilaku 186
Benar Dalam Buang Air Besar dan Cuci Tanqan menurut
Karakteristik Responder dan Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.122 Prevalensi Penduduk 10 Tahun ke Atas dengan Konsumsi 187
Makanan Berisiko, Riskesdas 2007
Tabel 3.123 Prevalerisi Penduduk 10 Tahun ke Atas dengan Konsumsi 189
Makanan Berisiko menurut Karakteristik Responden,
Riskesdas2007
Tabel 3.124 Persentase Rumah Tangg9 yang MemenuhiKriteria Perilaku 190
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Baik menurut Kabupaten
Kota di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas2007
xx
Tab~l 3.125. Prevalensi Faktor' Risiko Penyakit Tidak· }vlenµlar Utama 191
· ,(Kurang Konsufnsi Sayur Bua,h, Kurang AktJfital? Fisik, dan
MerokQk) pada Periduduk' 10 Tahun ke Atas menurut
Kabupaten/Kota, Provinsi Jawa Barat Riskesdas 2007
Tabel 3.126 Prevalensi' Faktor Risil<o Penyaklt Tidak .Menular Utama 192
(Kurang Konsumsl Sayur Buah, 'Kurao~ ,Aktifitas Fisik dan
Merokok) pada Penduduk 15 Tahun ke Atas menurut
Karakterfstik Responden,Provinsi Jawa B9rat
Riskesdas 2007
Tabel 3.127 Persentase Rumah Tangga Menurut Jarak Dan Waktu 193
Tempuh Ke sarana Pelayanan Kesehatan" Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.128 Persentase Rumah Tan~ga menurut Jarak .d.an Wa~tu 194
Tempuh Ke Satana Pelayar\an Kesehatan" dan ,Karakteristik
Rumah Tarrgga di Provinsi Jawa Barat Riskesdas 4007
Tabel 3.129 Persentase Rumah Tangga menurut Jarak dan Waktu 195
Tempuh Ke upaya' Kesehatan. Beroasis Masyarakat* dan
.Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.130 Persentase Rumah Tangga rnenurut Jarak dan Waktu 195
Tempuh Ke Upaya Kesehatarr Berbasis, Masy~rakat*> dan
Karakteristik Rumah Tangga di prpvinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2007
Tabel 3.13"1 Persentase Rumah Tangga yang Memanfaatkan 196
Polindes/Bidan di Desa menurut Jenis Pelayanan <ii Provinsi
Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.132 Persentas'e rumah tangga menurut pemanfaatan 197
Posyandu/poskesdes, dan Karakteristik Rumah Tangga di
Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.133 Persentase Rumah Tangga yang Memanfaatkan 198
Posyandu/Poskesdes menurut Jenis P~layanan dan
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.134 Persentase Rumah Tangga yang Memanfaatkan 199
Posyandu/Poskesdes menurut Jenis Pelayanan dan
Karakteristik Rumah Tangga di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2007
Tabel 3.135 Persentase Rumah Tangga Menurut Alasan Utama Tidak 200
Memanfaatkan Posyandu/Poskesdes (Di Luar Tidak
Membutuhkan) dan Kabupaten/Kota, di Provins! Jawa barat,
Riskesdas 2007
Tabel 3.136 Persentase Rumah Tangga Menurut Alasan Utama Tidak 200
Memanfaatkan Posyandu/Poskesdes (Di Luar Tidak
Membutuhkan) dan Karakteristik Rumah Tangga, di Provinsi
Jawa Barat Riskesdas 2007
Tabel 3.137 Persentase Rumah Tangga Yang Memanfaatkan 201
Polindes/Bid.an Desa Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Barat, Riskesdas~2007
Tabel 3.138 Persentase Rumah Tangga yang Memanfaatkan 202
Polindes/Bidan di Desa Menurut Karakteristik Responden di
Provinsi Jawa barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.139 Persentase Rumah Tangga yang Memanfaatkan 203
Polindes/Bidan di Desa menurut Jenis Pelayanan di Provinsi
Jawa Barat, Riskesdas 20 •
xxi
Tabet 3.140 Persentase Rumah Tangga yang Memanfaatkari 204
Polindes/Bidan di Desa menurut Jenis Pelayanan dan
Karakteristik Rumah Tangga, di Provinsi Jawa barat,
Riskesdas 2007
Tabel 3.141 Persentase Rumah Tangga yang Tidak Memanfaatkan 205
Polindes/Bidan di Des~ Menurut Alasan Lain dan Kabupaten I
Kota di Provinsi Jawa barat, Riskesdas 2007·
Tabel 3.142 Persentase Rumah Tangga Menurut Alasan Utama Tidak 206
Memanfaatkah Polindes/Bidan di Desa dan Karakteristik
Rumah T angga di Provinsi Jawa barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.143 Persentase Rumah Tangga menurut Pemanfaatan Pos Obat 207
Desa/Warung Obat Desa dan Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.144 Persentase Rumah Tangga menurut Pemanfaatan Pos Obat 208
Des_a/Warung Obat Desa dan Karakteristik Responden di
Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.145 Persentase Ruman Tangga Menurut Alasan Utama Tidak 209
Memanfaatkan Pos Obat Desa /Warung Obat Desa dan
Kabupaten/Kota di Provins! Jawa barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.146 Persentase, Rumah Tangga Menurut Alasan Utama Tidak 210
Memanfaatkan Pas Obat Desa /Warung Obat Desa dan
Karakteristik Rumah Tangga di Provio.si Jawa barat,
Riskesdas 2007 ~
Tabet 3.147 Persentase Penduduk Rawat lnap Menurut Tempat dan 211
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabet 3.148 Persentase Penduduk Rawat lnap menurut Tempat dan 212
Karakter'istik Rumah Tangga di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2007
Tabel 3.149 Persentase Penduduk Rawat lnap Menurut Sumber 213
Pembiayaan dan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2007
Tabel 3.150 Persentase Penduduk Rawat tnap menurut Sumber 214
Pembiayaan dan Karakteristik Rumah Tangga di Provinsi
Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabet 3 .151 Persentase Responden yang Rawat Jatan Satu Tahun 215
terakhir Menurut Tempat dan Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.152 Persentase Penduduk Rawat Jalan Menurut Tempat dan 216
Karakteristik Rumah Tangga, di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2007
Tabet 3.153 Persentase Persentase Penduduk Rawat Jalan Menurut 217
Sumber Biaya dan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2007
Tabet 3.154 Persentase Responden Rawat Jatan menurut Sumber Biaya 218
dan Karakteristik Rumah Tangga di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2007
Tabel 3.155 Persentase Penduduk Rawat lnap Menurut Aspek 220
Ketanggapan dan Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2007
Tabel 3.156 Persentase Penduduk Rawat tnap Menurut Aspek 222
Ketanggapan dan Karakteristik Responden
di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
xxii
Tab~l 3.157 Persentase ·Penduduk Rawat Jatan Menurut Aspek 223
Ketanggapan dan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2007
Persentase Penduduk .Rawat Jalan Menurut "Aspek 225
Ketanggapan • dan Karakteristik Responden di Provinsi Jawa
Barat, Rlskesdas 2007 ~1
Tabel 3.159r' seberan Rumah Tangga meourut Rerata ~em'akaiari' Air 226
Bersih Per Orang Per Hari dan Kabupaterskota' di Provinsi
Jawa Barat, Rlskesdas 2001 -. ,,
Tabel 3.16Q Sebaran.. Rumah T angga menu.rut Rerata Pemakaian Air 227
BE!rsih Per.Oranq Per Harl 9an,t<arakteristik~Responden,
"di Provins! Jawa-Barat Riske~das..60Q't ••
Tabel 3.161
r
Persentase Rumah T~ngg~·-m~nurut. Waktu -dan Jarak ke 228
surnber Air, Ketersedlaan Air Berslh dan -KabepaterrKota ·di
Provinsi Jawa Barat, Risk~sdas-2.QO?
Tabel ~.162 Persentase Rurnah Tangga menurut> Wak,tu dan Jarak ke 229
sumber Air, Ketersediaan Air Bereih dan Karakteristik
Respohden di Provinsi Jawa Barat, R~skesdes 2007.
Tabel 3.163 Sebfiran. Ru.mah TangQa menurut -1 lndivl.Qu Yang Biasa 230
Me,ngambil.Air Dalarn Rumah Tangga dan Ka~upaten/Kota di
Provins! Jawa Barat, Rlskesdas 2007 .,
Tabel 3.164 Persentase Run:iahTa~gga menur~t f.nggota;Run;iah Tangga 230
Yang Biasa Mengambjl Air .dan Karakteristik Rumah Tangga
di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 20,07
Tabet 8.165 Persentase Rumah Tangga· menurut Kualitas Fisik J\ir Minum 231
dan.Kabupaten/Kota di Provins! Jawa Barat, Ri~kesdas 2007
Tabel 3.166 Persentase Ruman Tangga menurut Kualitas Fisik Air Minum 232
' dan Karakteristik Responden 9i .J Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2007
Tabel 3.167 Persentase Rumah Tapgga rnenurut Jenis Sucnber Air dan 233
Kabupten/Kota di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.168 Persentase Rumah Tanqqa menurut Jenis Sumber Air dan 234
Karakteristik di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.169 Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Tempat 235
Penarnpunqan Dan Pengolahan Air Minum Sebelum
Digunakan/D.lminum dan Kabupaten/Kota dJ P.rovinsi Jawa
Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.170 Persentase Rymah Ta'n~ga Menurut Jenis Tempat 236
Penarnpunqan dan Penqolahan Air Minum Sebelum
Digunak_af)/Diminum Berdasarkan Karakteristik. Responden di
Provinsi)awa Barat, Riskesdas,2007
Tabel 3.171 Persentase Rumah Tangga menurut Penggun~an Fasilitas 237
Buang Air Besar dan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas zoor'
Tabel 3.172 Persentase Rumah Tangga menurut Penggtmaan Fasilitas 238
Buang Air Besar dan Karakteristik Responden .di Provinsi
Jawa Baraf, Riskesdas 2007
Tabel 3.173 'Persentase Rumah T.angga menurut Ternpat Buang Air 239
Besar dan Kabupaten/Kota ai Provinsi Jawa Barat, Riskesdas
2007
Tabel 3.174 Persentase Rumah Tangga menurut Tempat Buang Air 239
Besar dan Karakteristik Responden di Provins! Jawa Barat,
Riskesdas 2007
xx iii
Persentase Rumah Tangga menurut Tempat Pembuangan
Tabel 3.175 240
Akhir Tinja dan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2007 '
Tabel 3. ;75 Persentase Rumah Tangga rnenurut Tempat Pembuangan
241
Akhir Tinja dan Karakteristik Responden di Provinsl Jawa
Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.177 £ebaran Rurnah Tangga menurut Jenis Saluran Pembuangan
242
Air Lirnbah dan Kabupaten'Kota di Provinsi Jawa Barat,
Ripkesdas 2007 ·
::rabel 3.178 Persentase Rumah Tangga nienurut Jenis Saluran
242
Pembfiangan· Air Lin1bah Clan K~rakteristik Responden di
Provinsi Jawa Ba rat, Riskesdas .2007"
Persentase Rumah Tahgga menurut Akses terhac:fap Air
Tabel 3.179 243
Bersih dan Sanltasl trerdasarkan i<abupaten/Kota "di Provinsi
Jawa ~arat, Riskesdas 2007 ,
Tabel 3.180 Persentase Rumah Tangga menurut Akses Terhadap Air Bersi
244
dan -Sanitasi berdasarkan Karaktefistik Responden di Provins
Jawa Barat, Riskesdas 2007 •
Tabel 3.181 Persentase Rumah Tangga menurut Jenis Penarnpunqan
245
Sarnpah di Dalam dan di Luar Rumah dan KabupaterrKota' di
Provinsi Jawa Barat, Riskesdas2007
Tabel 3.182 Persentase Rurnaf Jangga,,,.meriurut Jenls Penampungan
246
Sampah di Dalam dan di Luar Rumah Berdasarkan
Karakteristik 8,esponden di~ Provins! Jawa ..Sarat, Riskesdas
2007
Tabel 3.182 Persentase Rurnah Tangga menurut Jenis Penarnpunqan
247
Sampah di Dalam dan di Luar Rumah Berdasarkan
Karakteristik Responden di' Provinsi Jawa Barat, Riskesdas
2007
Tabel 3.183 Persentase Rumah Tangga menurut Jenis Bahan Bakar
248
Utama Memasak dan Kabupateri/Kota di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2001
xxiv
Tabel 3.191 Persentase Rumah Tal}gga menurut Jarak Rumah Ke
Sumber '<Rencemar dan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
256
Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.192 Sebaran Rumah Tangga menurut Jarak t\Umah Ke Sumber
Pencemar dan Karakteristik Responden
257
di Provinsl Jawa Bara(, Riskesdas 2007
.. _i'
'·.
xxv
DAFTAR GAMBAR
__ .....
xxvi
DAFTAR SINGKATAN
ART Anggota Rumah Tangga
AFP Acute Flaccid Paralysis
ASKES Asuransi Kesehatan _
ASKESKIN Asuransi Kesehatan MasyarakafMiskin
BB Berat Sadan
88/U Berat Sadan Menurut Umur
BB/TB Berat Sadan Menurut Tinggi Sadan
BUMN Sadan Usaha Milik Negara
BALITA Bawah Lima Tahun -
BCG Bacillus Calmete Guerin
BBLR Berat Bayi Lahir Rendah
BATRA Pengobatan Tradisional
D Diagnosis
DG Diagnosis dan Gejala
OM Diabetes Mellitus
DOM Diagnosed Diabetes Mellitus
D-T Decay- Teeth
DPT Diptheri Pertusis Tetanus
DMF-T Decay Missing Filling - Teeth
DEPKES Departemen Kesehatann
G Gejala klinis
HB Hemoglobin
KK Kepala Keluarga
Kg Kilogram
KEK Kurang Energi Kalori
KKAL Kilo Kalori
KEP Kurang Energi Protein
KMS Kartu Menuju Sehat
KIA Kesehatan lbu dan Anak
KLB Kejadian Luar Biasa
LP Lingkar Perut
LILA Lingkar Lengan Atas
xxvii
mm Hg Milimeter Air Raksa
ml Mili Liter
Ml Missing index
M-T Missing Teeth
MTI Missing Teeth Index
MDG Millenium Development Goal
Nakes Tenaga Kesehatan
RS Rumah Sakit
RSB Rumah Sakit Bersalin
RTI Required Treatment Index
RPJM Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Riskesdas Riset Kesehatan Dasar
SRO Self Reporting Questionnaire
SKTM Surat Keterangan Tidak Mampu
SPAL Saluran Pembuangan Air Limbah
SD Standar Deviasi
SD Sekolah Dasar
SLTP Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
SLTA Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
TB Tinggi Sadan
TB Tuberkulosis
TB/U Tinggi Badan/Umur
TT Tetanus Toxoid
TOM Total Diabetes Mellitus
TGT Toleransi Glukosa Terganggu
xxviii
DAFTAR LAMPIRAN
xxix
BAB1.PENDAHULUAN
1
1.2. Ruang Lingkup Riskesdas Provinsi Jawa Barat 2007
Riskesdas Provinsi Jawa Barat 2007 adalah riset berbasis komunitasdengan sampel rumah
tangga dan anggota rumah tangga yang dapat mewakili populasi di Jingk~t kabupaten/kota,
Riskesdas Provinsi Jawa Barat 2007 menyediakan infonnasi kesehatan dasar termasuk
biomedis, dengan menggunakan sampel Susenas Kor. Dengan demikian, Riskesdas
Provinsi Jawa Barat 2007 mencakupearnpel yang lebih besar dari survei-survel kesehatan
sebelumnya, dan mencakup aspek kesehatany.ang lebih luas. Dibandingkan dengan survei
berbasis komunitas .yang selama ini dilakukan, tingkat keterwakilan Riskesdas adalah
sebagai berikut :
label 1.1.
Sampel dan lndikator Pada Berbagai Survei
KorSusenas Riskesdas
tndlkator SDKI SKRT
2007 2007
1. Sampel 35.000 10.000 280.000 280.000
2. Pola Mortalitas Nasional S/J/KTI Nasional
3. Perilaku S/J/KTI Kabupaten Ka bu paten
4. Gizi & Pola Konsumsi S/J/KTI Provinsi Kabupaten
5. Sanitasi lingkungan S/J/KTI Kabupaten Kabupaten
6. Penyakit S/J/KTI
.• -- ... Prov/Kab
7. Cedera & Kecelakaan Nasional S/J/KTI Prov/Kab
8. Disabilitas S/J/KTI Prov/Kab
9. Gigi & Mulut Prov/Kab
10. Biomedis Nasional
Untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut diatas maka tujuan Riskesdas Provinsi
Jawa Barat 2007 disusun sebagai berikut:
a. Menyediakan informasi berbasis bukti untuk perumusan kebijakan pembangunan
kesehatan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
b. Menyediakan informasi untuk perencanaankesehatan termasuk alokasi sumber daya
di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
c. Menyediakan peta status dan masalah kesehatan di tingkat provinsi dan
kabupaten/kota.
2
d. Membandingkan status kesesatan.dan faktor-faktor yang melalarbelakangi di tingkat
provinsi dan kabupaten/kota ,.
,1
1.5. 'Kerangka Pikir
Pengembangan Riskesdas Provinsi Jawa Barat 2007 dldasan oleh keranqka pikir yang
dikembangkan oleh Henrik Blum (1974, ·1981). Konsep ihi terfokus pada status kesehatan
masyarakat yang dipengaruhi secara simultan -oleh empat faktor penentu yang sating
berinteraksi satu sama lain'. Keempat faktor penentu tersebur adalah: lingkungan, perilaku,
pelayanan kesehatan dan keturunan. Bagan·kerangka pikir Blum dapat dilihat pada Gambar
1.1. Pada Riskesdas Provinsi Jawa .Barat 2007 ini tidak eernua indikator ctalam konsep
empat faktor penentu status kesehatan Henrik Blum, baik yang terkait 'dengan status
kesehatan maupun keempat faktor penentu dimaksud dikumpulkan: Berbagai indikator yang
ditanyakan, diukur atau diperiksa dalam Riskesdas Provinsi Jawa Barat 2007 adalah
sebagai berikut:
a. Status kesehatan, mencakup variabel:
"'
• Mortalitas (pola penyebab kematian untuk semua-umur).
• Morbiditas, meliputi ptevalenst penyakltrnenular dan penyakit tldak'menular.
• Disabilitas (ketidakrnampuan).
• Status gizi balita, ibu hamil, wanita usia subur (WUS) dan semua umur dengan
menggunakan lndeks Masa T_4b,yt1 (IMT).
• Kesehatan jiwa.
Gambar 1.1.
Faktor yang mempengarUhi status Kesehatan (Blum 1974)
Keturunan
Lingkur,igan
Fisik, Kimia,
•
Status
Kesehatan
Pelayanan
Kesehatan
Biologis,
Perilaku
Sosial-Budaya
3
• Lingkungan fisik, meliputi air minum, sanitasi, polusLdan sampah.
• Lingkungan sosial, meliputi tingkat pendidikan, tingkat sosial-ekonomi,
perbandingan kota-desa dan perbandingan antar provinsi, kabupaten dan kota.
c. Faktor perilaku, mencakupvariabel:
• Petilaku merokok/konsumsi tembakau dan alkohol.
• Perilaku konsumsi sayur dan buah.
• Perdaku' aktivitas fisik ...
• Perilaku gosok gigi.
~ Perilaku higi~nis (cucl tangan, buang air- besar).
• Pengetahuan, slkap-dan perilaku terhadap flu bt.lrung, HIV/AIDS.
~· .
d. Faktor pelayanan.kesetiatan, rnencakpp variabel:
' .
Alur Fikir ini secara skematis menqqarnbarkan enam tahapan pe1'ting dalam Riskesdas
Provinsi Jawa Barat 2007. Keenam tahapan ini terkait erat.denqan ide dasar Riskesdas
untuk menyetliakan • data kesehatan yang valid, reliable, comparable, serta dapat
menghasilkan estimasi yang dapat mewakili rumah tangga dan individu sampai ke tingkat
kabupaten/kota. Siklus yang dimulai dari Tahapan 1 hingga Tahapan 6 menggambarkan
sebuah system thinking yang seyogyanya berlangsung secara berkesinambungan dan
berkelanjutan. Dengan demikian, hasil Riskesdas Provinsi Jawa Barat 2007 bukan saja
harus mampu menjawab pertanyaan kebijakan, namun harus memberikan arah bagi
pengembangan pertanyaan kebijakan berikutnya.
Untuk menjamin appropriateness dan adequacy Riskesdas Provinsi Jawa Barat 2007 dalam
konteks penyediaan data kesehatan yang valid, reliable dan comparable, maka pada setiap
tahapan dilakukan upaya penjaminan mutu yang ketat. Substansi pertanyaan, pengukuran
dan pemeriksaan Riskesdas Provinsi Jawa Barat 2007 mencakup data kesehatan yang
mengadaptasi sebagian pertanyaan World Health Survey yang dikembangkan oleh the
World Health Organization. Dengan dernikian, berbagai instrumen yang dikembangkan
untuk Riskesdas Provinsi Jawa Barat 2007 mengacu pada berbagai instrumen yang telah
exist dan banyak dipergunakan oleh berbagai bangsa di dunia (61 negara). lnstrumen
dimaksud dikembangkan, diuji dan dipergunakan untuk mengukur berbagai aspek
kesehatan termasuk didalamnya input, process, output dan outcome kesehatan.
4
Gambar 1.2.
Alur Fikir Riskesdas Provinsi Jawa Barat 2007
Policy
1. lndikator Questions
6. Laporan
• Morbiditas • Tabel Dasar
• Mortalitas
• Ketanggapan
• Hasil Pendahuluan
Nasional
• Pembiayaan
• Hasil Pendahuluan
• Sistem Kesehatan Provinsi
• Komposit variabel Research • Hasil Akhir Nasional
lainnya Questions • Hasil Akhir Provinsi
Riskesdas direncanakan dan dilaksanakan oleh seluruh jajaran Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia dengan
melibatkan berbagai pihak, antara lain Badan Pusat Statistik, organisasi profesi, perguruan
tinggi, lembaga penelitian, pemerintah daerah, dan partisipasi masyarakat. Berdasarkan
5
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 877 Tahun 2006, pengorganisasian Riskesdas 2007
dibagi menjadi berbagai tingk~t dengan rincian sebagai berikut (Lihat Lampiran 1.1.) :
a. Tingkat pusat · ·
b. Tingkat wilayah (empat wirayah)
c. Tingkat provinsi (33 Provinsi)
d. Tingkat kabupaten (440 Kabupaten/Kota)
e. Tim pengumpul data (disesuaikan denqan kebutuhan lapangan)
.
~ .;
Pengumpulan data Riskesdas 2007 dlrencanakan untuk dilakukan segera .setelah
selesainya pengumpulan data Susenas 2007. Daftar- provinsi, koordinator 'wilayah dan
jadwal pengumpulan data per wilayah dlsusun se~·agai berikut:
Riskesdas Provinsi Jawa Barat 2007 ini telah mendapatkan persetujuan-etik dari Komisi Etik
Penelitian Kesehatarr, Sadan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Oepartemen
Kesehatan Republik Indonesia.
6
BAB 2. METODOLOGI RISKESDAS
2.1 Disain
Rlskesdas adC!lah sebuah- survei cross sectional yang bersifat deskriptif. ;p,esain Riskesdas
terutama dnnaksudkan untuk menggambarkan masalah ~esehatan penduduk di seluruh
pelosok lndonesia, secara menyeluruh, akurat dan berorientasl pada kepentingan para
pengambil keputusan di berbagai tingkat administratif. Berbagai ukuran samplinq error
termasuk didalamnya standard error, relativ~ stflndard error, c9nfidence interval, design
effect dan jumlah sampel tertimbarig akan m~nyertai. s~tiap estimasi variabel. Dengan
desain ini, maka setiap pengguna informasi Riskesdas dapat mernperoleh gambaran yang
utuh nan rinci, rnenqenal berbagai 'masalah kesehatan yang ditanyakan, diukur atau
diperiksa.; Laporan Hasil Rlskesdas ·2007 akan menggambarkah 'berbaqal masalah
kesehatan ~ ti~gkat naslonal dan variabllltas antar provinsi, sedangkan di tingkat provinsi,
dapat menggambarkan masalah kesehatan di tingkat provinsi dan variabilitas antar
kabupaten/kota.
Secara sipgkat dapat dikatakan bahwa Riskesdas 2007 didesain untuk mendukung
pengembangan kebijakarr kesehatan berbasls buktl ilmiah. Desain Riskesdas 2007
dikembangkan dengan sungguh-sungguh memperhatikan teori dasar tentang hubungan
antara berbagai penentu yang mempengaruhi status kesehatan masyarakaf Riskesdas
2007 menyediakan data dasar yang dikumpulkan melalui survei berskala nasional sehingga
hasilnya dapat digunakan untuk penyusunan kebijakan kesehatan bahkan sampai ke tingkat
kabupaten/kota. lebih lanjut, desain Riskesdas -2007 menghasilkan 'data yang siap
dikorelasikan dengan data Susenas 2007;.1 atau survel lainnyasepertl data kemiskinan yang
menggunakan desain sampling yang sama.Denqan demiklan, para pembentuk kebijakan
dan pengambil keputusan di bidang pembangunan kesehatan dapat menarik manfaat yang
optimal dari ketersediaan data Riskesdas 2007.
2.2. Lokasi
Sampel Riskesdas 2007 di Provinsi Jawa Barat berasal dari-Zf kabupaten/kota dengan
catatan 1 (satu) kabupaten yaitu Kabupaten ,Bandung Barat tidak teimasuk dalam sampel
Riskesdas 2007 karena merupakan pengembangan kabupaten baru yang pada saat
perencanaan Riskesdas belum diperhitungkan, sementara Susenas 2007 sudah mengikuti
jumlah kabupaten/kota
. y~ng
,, ___ada.
_,.
7
dalam sebuah blok sensus terdapat lebih dari 150 (seratus lima puluh) rumah tangga maka
dalam penarikan sampel di tingkat ini akan dibentuk sub-blok sensus.
2.3.2 Penarikan Sampel Rumah tangga
Dari setiap blok sensus terpilih kemudian dipilih 16 (enam belas) rumah tangga secara acak
sederhana (simple random sampling), yang, menjadi sampel rumah tangga denqan jumlah
rumah tangga di blok sensus tersebut. Se~a.ra keseluruhan, jumlah sampel rumah tangga
dari 25 kabupaten/kota Susenas 2007 adalah'20.512 (dua puluh ribu lima ratus dua belas),
dimana Riskesdas berhasil'rnenqumpulkan 19.469.rumah tangga.
2.3.3 Penarikan Sampel Anggota Rumah Tangga
. .
Selanjutnya, seluruh anggota rumah tangga dari setiap rumah tangga yang terpilih dari
kedua proses penarikap sampe! tersebut dlatas maka diambil sebagai sampel individu. Dari
25 kabupaten/kota di f>.rovinsi Jawa Barat pada Susenas 2007 'terdapat 78.521 sampel
anggota rumah tangga. Risk'esdas berhasil mengumpulkan 68.429 individu yang sama
'Clengan Susenas.
2.3.4. Penarikan sampel biomedis
Sampel untuk pengukuran biomedis adalah 'anggota rumah tangga berusia leblh dari 1
(satu) tahun yang tinggal di blok-sensus dengan klasifikasi perkotaan.
2.3.5. Penarlkan sampel iodium
Ada 2 (dua) pengukuran iodium. Pertama, adalah penqukuran kadar iodium dalam garam
yang dikonsumsi rumah 1angga, dan kedua . adalah pengukura)i iodium dalam urin.
Pengukuran kadar iodium dalam garam dimaksudkan untuk mengetahui [umlah rumah
tangga yang menggunakan garam beriodium. Sedangkan penqukuran iodium .dalam urin
adalah untuk menilai kemungkinan kelebihan konsumsi .garam iodium pada penduduk.
Pengukman kadar iodium dalam garam dilakukan dengan test cepat menggunakan "iodina"
dilakukan pada seluruh sampel rumah tangga.
Untuk pengukuran kedua, dipilih secara acak 2 Rumah tangga yang mempunyai anak usia
6-12 tahun dari 16 RT per blok sensus di 30 kabupaten yang dapat mewakili secara
nasional. Dari rumah tangga yang terpilih, sampel garam rumah tangga diambil, dan juga
sampel urin dari anak usia 6-12 tahun yang selanjutnya dikirim ke laboratorium Unjversitas
Diponegoro, Balai GAKl-Magelang, dan Puslitbang Gizi dan Makanan, Bogor. Pemilihan 30
kabupaten berdasarkan hasil survei konsumsi garam beriodium pada Susenas 2005 dengan
memilih secara acak 10 (sepuluh) kabupaten dimana tingkat konsumsi garam iodium rumah
tangga tinggi, 10 (sepuluh) kabupaten dengan tingkat konsumsi garam iodium rumah tangga
sedang dan 1 O (sepuluh) kabupaten dengan tingkat konsumsi garam iodium rumah tangga
rendah.
2.4. Variabel
Berbaqai pertanyaan terkait dengan kebijakan kesehatan Indonesia dioperasionalisasikan
menjadi pertanyaan riset dan akhirnya dikembangkan menjadi variabel yang dikumpulkan
dengan menggunakan berbagai cara. Dalam Riskesdas 2007 terdapat kurang lebih 600
variabel yang tersebar didalam 6 (enam) jenis kuesioner, dengan rincian variabel pokok
sebagai berikut:
a. Kuesioner rumah tangga (RKD07.RT) yang terdiri dari:
• Blok J tentang pengenalan tempat (9 variabel);
• Blok II tentang keterangan rumah tangga (7 variabel);
• Blok Ill tentang keterangan pengumpul data (6 variabel);
• Blok JV tentang anggota rumah ta'ngga (12,variabel);
• Blok V tentang rnortalitas (10 variabel);
• Blok VI tentang akses dan pemanfaatan pelayanan kesehatan (11 variabel);
8
• Blok VII tentang sanitasi lingkungan (17 variabel);
b. Kuesioner gizi (RKD07.GIZI), yang terdiri dari:
• Blok VIII tentang konsumsi makanan rumah tangga 24 jam lalu;
c. Kuesioner individu (RKD07.IND), yang terdiri dari:
• Blok IX tentang keterangan wawancara individu (4 variabel);
• Blok X tentang keterangan individu dikelompokkan menjadi:
i. Blok X-A tent Blok X-A tentang identifikasi responden (4 variabel);
ii. Blok X-B tentang penyakit menular, tidak menular, dan riwayat penyakit
turunan (50 variabel);
iii. Blok X-C tentang ketanggapan pelayanan kesehatan
./ Pelayanan rawat inap (11 variabel)
./ Pelayanan berobatjalan (10 variabel
iv. Blok X-E tentang disabilitas/ketidakmampuan untuk semua anggota rumah
tangga ~ 15 tahun (23 variabel);
v. Blok X-F tentang kesehatan mental untuk semua anggota rumah tangga ~ 15
tahun (20 variabel);
vi. Blok X-G tentang imunisasi dan pemantauan pertumbuhan untuk semua
anggota rumah tangga berumur 0-59 bulan (11 variabel);
vii. Blok X-H tentang kesehatan bayi (khusus untuk bayi berumur < 12 bulan (7
variabel);
viii. Blok X-1 tentang kesehatan reproduksi - pertanyaan tambahan untuk 5
provinsi: NTT, Maluku,Maluku Utara, Papua Barat, Papua (6 variabel);
• Blok XI tentang pengukuran dan pemeriksaan (14 variabel);
d. Kuesioner autopsi verbal untuk umur <29 hari (RKD07.AV1), yang terdiri dari:
• Blok I tentang pengenalan tempat (7 variabel);
• Blok II tentang keterangan yang meninggal (6 variabel):
• Blok Il tentang karakteristik ibu neonatal (5 variabel);
• Blok IVA tentang keadaan bayi ketika lahir (6 variabel);
• Blok IVB tentang keadaan bayi ketika sakit (12 variabel);
• Blok V tentang autopsi verbal kesehatan ibu neonatal ketika ham ii dan bersalin (2
variabel);
• Blok VIA tentang bayi usia 0-28 hari termasuk lahir mati (4 variabel);
• Blok VIB tentang keadaan ibu (8 variabel);
e. Kuesioner autopsi verbal untuk umur <29 hari - < 5 tahun (RKDo7.AV2), terdiri dari:
• Blok I tentang pengenalan tempat (7 variabel);
• Blok II tentang keterangan yang meninggal (7 variabel);
• Blok Ill tentang autopsi verbal riwayat sakit bayi/balita berumur 29 hari - <5 tahun
(35 variabel);
• Blok IV tentang resume riwayat sakit bayi/balita (6 variabel)
f. Kuesioner autopsi verbal untuk umur 5 tahun keatas (RKD07.AV3), yang terdiri dari:
• Blok I tentang pengenalan tempat (7 variabel);
• Blok II tentang keterangan yang meninggal (7 variabel);
• Blok lllA tentang autopsi verbal untuk umur 5 tahun keatas (44 variabel);
• Blok l lB tentang autopsi verbal untuk perempuan umur 10 tahun keatas (4
variabel);
• Blok lllC tentang autopsi verbal untuk perempuan pernah kawin umur 10-54
tahun (19 variabel);
• Blok 1110 tentang autopsi verbal untuk laki-laki atau perempuan yang berumur 15
tahun keatas (1 variabel);
9
• s·lok IV tentang resume riwayat sakit untuk umur 5 tahun keatas (5 variabel).
Cata tan
Selain keenam kuesioner tersebut diatas, terdapat 2 formulir yang digunakan unluk
pengumpulan dafa tes cepat iodium garam (Form Garam) dan data iodium didalam urin
(Form Pemeriksaan Urin).
2.5. Alat Pengumpul Data dan Ca'ra'P~ngumpulan Data
.
Pelaksanaan Riskesdas 2007 menggunakan berbagai alat pengumpul data dan berbagai
cara pengumpulan da(a,
dengan rin~ian,sebagai berikut:
a. Pengumpulan data. rumah tangga dilakukan dengan teknik wawancara menggunakan
Kuesioner RKD07 .RT , ~
• Responden untuk Kuesioner RKD07 .RT adalah Kepala Keluarga atau lbu Rumah
Tangga atau anggota rumah tangga yang dapat memberikan informasi
• Dalam Kuesioner RKD07.RI terdapat verifikasrterhadap keterangan anggota rumah
tangga yang dapat menunjukkan sejaul) mana sampel Riskesdas 2007 identik dengan
sampel Susenas2007;
• lnformasi mengenai kejadian kematian dalam rumah tangga di recall terhitung sejak 1
Juli 2004, lermasuk didalarhnya kejadian bayL lahir mati. lnformasi lebih lanjut
mengenai kematian yqng terjadi dalam 12 bulan sebelum wawancara dilakukan
eksplorasi lebih lanjut rrietalui autopsi verbal dengan menggunakan kuesioner
RKD07.AV yang sesuai dengan umur anggotp rumah tangga yang meninggal
dimaksud. __ -,
b. Pengumpulan data individu pada berbagai kelompok umur dilakukan dengan teknik
wawancara menggunakan Kuesioner RKD07.IND
• Secara umum, responden untuk Kuesloner RKD07.IND adalah setiap anggota
rumah tangga. Khusus untuk anggota rumah, fangga. yang berusia kurang dari
15 tahun, dalam kondisi sakit atau orang tua maka wawancara dilakukan
terhadap anggota rumah tangga yang ·menjadf pendampingnya;
• Anggota rumah tangga semua umur menjadi lJl)it 10 able 10 na untuk
pertanyaan mengenai penyakit menular, penyakit tidak rnenular dan penyakit
keturunan sebagai berikut: lnfeksi Saluran Pernafasan Akut, Pnemonia, Demam
Tifoid, Malaria, Diare, Campak, Tuberkulosis Paru, Demam Berdarah Dengue,
Hepatitis, 'Ftlariasis, Asma, Gigi dan Mulut, Cedera, Penyakit Jantung, Penyakit
Kencing Manis, Tumor I Kanker dan Penyakit Keturunan, serta pengukuran
berat badan, tinggi badan I panjang badan;
• Anggota rumah tangga berumur ~ 15 tahun menjadi unit 1 Oablet Ona untuk
pertanyaan mengenai Penyakit Sendi, Penyakit Tekanan Darah Tinggi, Stroke,
disabilitas, kesehatan mental, pengukuran tekanan darah, pengukuran lingkar
perut, serta pengukuran lingkar lenga'n atas (khusus untuk wanita usia subur 15-
45 tahun, termasuk ibu hamil);
• Anggota rumah tangga berumur ~ 30 tahun menjadi unit 1 Oable1Ona untuk
pertanyaan rnenqenai Penyakit Katarak;
• Anggota rumah tangga berumur 0-59 bufan menjadi unit 1 Oable1 Ona untuk
pertanyaan rnenqenai imunisasi dan pemantauan perturnbuhan:
• Anggota rumah 'tangga berumur ~ 10 tahun·menjadi unit 10able10na untuk
pe,rtanyaan mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku terkait dengan Penyakit
Flu Burung, HIV/AIDS, perilaku higienis, penggunaan tembakau, penggunaan
alkohol, aktivitas fisik, serta perilaku terkait dengan 'konsurnsi buah-buahan
segar dan sayur-sayuran segar;
• Anggota. rumah tangga -berurnur < 12 bulan menjadi unit 1 Oable1Ona untuk
pertanyaan mengenai kesehatan bay':
10
• Anggota rum ah tangga berumur > 5 tahun menjadi unit 11able11 na untuk
pemeriksaan visus; ·
• Anggota rumah ~angga berumur' ~ 12 tahun menjadi unit analisis untuk
pemeriksaan gigi permanen;
• Anggota rumah tangga berumur 6-12 tahun menjadi unit analisis untuk
pemeriksaan' urin.
c. P,engumpulan data kematian .denqan teknik autopsl verbal nienggunakan Kuesioner
RKD07 .AV1, RKD07 .AV2 darr RKD07 .AV3;
d. Pengumpulan data biomedis berupa spesimen darah dilakukan di 33 prgvinsi di
Indonesia dengan populasi penduduk di blok sensus perkotaan di Indonesia.
Pengambilan sampel darah dilakukan pada seluruh aoggota rumah tangga (kecuali
bayi) dari rumah tangga terpilih di blok sensus perkotaan terpilih sesuai Susenas 2007.
-Ranqkalan penqambllan satnpelnya adalah sebagai berikut:
• Blok sensus perkotaan yang terpilih pada susenae 2007, dipilih sejumlah 15%
dari total blok sensus perkotaan.
• Jumlah blok sensus di daerah perkotaan yang·terpilih berjumlah .. ?.. denqan-total
sampel 19.469 RT.
Sampel darah, diambil dari seluruh anggota rumah tanm;ia. (kecuali bayi) yang
menanda-tangani informed consent. Pengambilan darah tidak dilakukan pada anggota
rumah tangga yang sakit berat, riwayat perdarahan dan menggunakan obat pengenper
darah secara rutin. Untuk pemeriksaan kadar glukosa darah, data dikumpulkan dari
anggota rumah tangga berumur ~ 15 tahun, kecuali wanita hamil (alasan etika).
Responden terpilih mernperoleh pembebanan sebanyak 75 gram glukosa ,qral setelah
puasa 10-14 jam. Khusus untuk- responden yang sudah diketahui positif menderita
Diabetes Mellitus (berdasarkarr konfinnasi dokter), rnaka hanya diberi pembebanan
sebanyak 300 kalori (alasan medis dan etika). Pengambilan darah vena dilakukan
setelah 2 jam pembebanan. Darah didiafnkan selama 20-30 menit, disentrifus
sesegera mungkin dan kernudian dijadikan serum. Serum segera diperiksa dengan
menggunakan alat kimia klinis otomatis. Nilai rujukan (WHO, 1999) yang digunakan
adalah sebagai berikut:
• Normal (Non DM) < 140 mg/di
• Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) 140 - < 200 mg/di
• Diabetes Mellitus (DM) .:: 200 mg/di.
e. Pengumpulan data ~nsumsi garam beriodium rumah tangga untuk seluruh sampel
rumah tangga Riskesdas 2007 dilakukan dengan tes cepat iodium menggunakan
"iodina test".
f. Pengamatan tingkat nasional pad a dampak konsumsi garam beriodium yang dinilai
berdasarkan kadar iodium dalam urin, dengan melakukan pengumpulan garam
beriodium Rada rurnah ~angga bersamaan dengan pemeriksaan kadar iodium dalani
urin pada _anggota rumah tangga yang sama. Sampel . ? kabupatenrkota dipilih untuk
pengamatan ini berdasarkan tingkat konsumsi garam iodium rumah tangQa hasil
Susenas 2005 yaitu di Kabupaten·Karawang.
Catatan
Pelaksanaan pengumpuJan data Riskesdas -2007 tidak dapat dilakukan serentak
pada pertenqahan 2007, sehingga dalam analisis perlu beberapa penyesuaian agar
komparabilitas data dari satu periode pengumpulan data yang satu dengan periode
pengumpulan data lainnya dapat terjaga dengan baik. Situasi. ini disebabkan oleh beberapa
hal berikut ini:
a. Perubahan kebijakan anggaran internal Departemen Kesehatan pada tahun anggaran
2007 menyebabkan gangguan ketersediaan dana operasional untuk pengumpulan
11
data. Riskesdas 2007/2008 di Provinsi Jawa Barat dilakukan sejak bulan Desember
2007 hingga bulan Februari 2008 di 25 kabupate'n diseluruh Jawa Barat.
b. Kesiapan daerah untuk berperanserta dalam pelaksanaan Riskesdas 2007 amat
bervariasi, sehingg::.> pelaksanaan dari satu lokasi pengumpulan data ke lokasi lainnya
rnernerlukan koordinasi dan manajemen logistik yang rumit;
c. Kondisi geografis dari sampel blok sensus terpilih amat bervariasi. Di daerah
kepulauan dan daerah terpencil di seluruh wilayah Indonesia, pelaksanaan
pengumpulan data .~~l~m .berbaqat situasi amat tergantung pada ketecsediaan alat
transpor, ketersediaan tenaga pendamping dan ketersediaan biaya operasional yang
memadai tepat pada waktunya.
d. Untuk pengumpulan data blomedis, perlu dilakukan pelatihan yang intensif untuk
petugas pengambil speslmen dan manajemen spesimen. Petugas dimaksud adalah
para .analis atau petugas laboratorium dari rumah sakit atau laboratorium daerah.
Pelatihan dilakukan oleh peneliti dari- PusJitbang Blomedls dan petugas Labkesda
setempat. Pelatihan dilaksanakan di tiap provinsi.
12
2 ..6.3. Cleaning
Tahapan cleaning dalam m(!hajemen data rnerupekan proses Y91J9 .amat menentukan
kualitas' tiasil Rjskesd8:s 20Q7'. Tim 'Njanajemen Pata .menyedJakan. pedorr-m khusus untuk
m'elakuRan cleaning aa~a Riskesdas. Perlakuan terhadap 117i~sing values, no responses,
outliers amat menentukan akµra&i dan presisl dafi estimasl ~~ng,d!hasilkan Rlskesdas 2007.
Petugas cleaning data harus melaporkan keseluruhan proses perlakuan cleaning kepada
p~nanggung> jawab anahsls Riskesdas agar dlketahirl 'jumlah sampel, terakhir yang
digunakan untuk kepentingan analisis. Besaran. numerator dan ,denorninatpr dari suatti
estirriasi yang mengalami proses data, cl~aning merupakan bagiaf1 dari laporan hasil
Riskesdas 2007 Bila pada suatu saat data ~iskE1sda~?007 dapat diakses oleh, publik, maka
informasi mengenai irnputast (proses data cleaning)' d~Rat meredaro munculnya pertanyaan-
pertanyaan menqenal kualitas data. r •
13
f. Pelaksanaan pengumpulan data mencakup periode waktu yang berbeda sehingga
estimasi jumlah populasi pada periode waktu yang berbeda akan berbeqa Meski
Riskesdas ·dirancang untek rnenqhasilkan esfimasi sampai tingkat kabupatenlkota,
-tetapi tidak semua estimasi bisa mewakili kabupaten/kota, terutama kejadlan-keladian
yang frekuensinya jararig. Keja~ian yang jarang seperti ini hanya bisa mewakili tingkat
provinsi atau bahkan hanya tingkat naslonal, ·
g. Khusus untUk·data blofnedls, e~tifnasi yang dihasilkan hanya mewakili sampai tingkat
perkotaah nasional;
h. Terbatasnya dana dan waktl( reahsasl pencairan anggarpn yang tidak lancar,
menyebabkan p~f~~sanaan Riskesdas ,tlda~ serentak; ada yang dimulai pada bulan
Juli 2007, tetapi ada pula yang dila~u~an.pada bulan Februari tahun 2008, bahkan lima
provinsi (Papua, Papua Barat, Maluku, · Maluku Utara dan NTT) ·baru melaksanakan
pada bulan Agustus-Sepler:nber 2008
i. pula. Pada Riskesdas, -variabel tanggal penqurnpnlan data bisa digunakan pada saat
melakukan analisls.
14
t «.
BAB 3. HASIL DAN l>EMBAH"AS'AN
(
•'
-i, 3 ...1.1. PJofil ProvinsiJawa Baraf
'
Jawa Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia dan dari perkembangan sejarah
menunjukkan bahwa Propinsi Jawa Ba.rat rnerupakan Propinsi yang pertama dibentuk di
wilayah Indonesia Dengan lahirnya UU N.o'.23 Tatnm 2000 tentang Provinsi Banten, maka
Wilayah Admlntstrasl l?embantu Gube,rnur Wilayah·J· Banten- resrnl ditetapkan menjadi
Provinsi Banten. n I ll t "'' t' V""
Provinsi Jawa Barat secara geografis terlet~k di antara 5°~0,7 7°50 LS dan ,10~ 4~-1Q4j48
0
BT. Bagian Barat Laut '51'ovinsi Jawa Sarat berbatasa8 lang_sung dengan Provinsi OKI
Jakarta, ibukota neqara:l ndonesla. Provins! J~wa Baral'.b.~radq di bagian Barat Pulau Jawa.
Wilayahnya berbatasarvdenqan Laut Jawa di Utara, Jawa Tengah di Timur, Samudra Hindia
di Selatan, serta Banterr. darr DKI Jakarta "di Barat. Luas wilayah seluruhnya- adalah
34.816,96 km2(Data berdasarkan Survei Sosial/Ekonomi 2005)
Kawasan pantai Utara merupakan dataran rendah. Di bagian tengah merupakan
pegunungan, yakni bagian dari rangkaian pegunungan yang membujur dari 'Barat hingga
Timur Pulau Jawa. Titik.tertinqqinya adalah·Gunung Ciremay, yang 6erada di seoelahBarat
Daya Kota Cirebon. Sungai-sungai yang cukup penting adalah Sungai Citarum dan Suhgai
Cimanuk, yang bermuara.di Laut Jawa.
Ciri utama daratan Jawa Barat adalah bagian dari busur kepulauan gunung api (aktif Clan
tidak aktif) yang membentang dari ujung utara Pulau Sumatera hingga ujung utara Pulau
Sulawesi. Daratan dapat dibedakan atas- wilayah pegummgan curam di selatan 'dengan
ketinggian lebih dari 1.500 m di atas permukaan laut, wilayah lereng bukit yang lanetat di
tengah ketinggian 100 1.500 m dpl, wilayah dataran luas di utara ketinggian 0 . 10 m -dpl,
dan wilayah aliran sungai. lklim di Jawa Barat adalah tropis, dengan suhu 9 0 C di Puncak
Gunung Pangrango dan 34 O C di Pantai Utara, curah hujan' rata-rata 2.000 mm per tahun,
namun di beberapa daerah pegunungan antara 3.000 sampai 5.000 mm per tahun.
Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia yaitu
39.140.812 jiwa. yang mempunyai propors1 penduduk dengan ting~at pendidikan, jumlah
lulusan strata 1, strata 2 dan strata 3, terbanyak dibandinqkan dengan provinsi lain. Daerah
dengan kepadatan penduduk terbesar berada di dekat Jakarta. Bandung, ibukota provinsi
Jawa Barat merupakan kela dengan jumlah penduduk terbesar ketiga di Indonesia setelah
Jakarta dan Surabaya. Sebagian besar penduduk Jawa Barat adalah Suku Sunda, yang
bertutur menggunakan Bahasa Sunda.
Jawa Barat memiliki sejumlah perguruan tinggi negeri ternama di Indonesia. Universltas
Indonesia memiliki ,kampus utama di Kota Depok. Di Kota Bandung terdapat lnstitut
Teknologi Bandung (ITB), Universitas Padjadjaran (Unpad), dan Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI). Di kota Boger terdapat lnstitut Pertanian Begor.
Setelah beberapa kali mengalami pernekaran wilayah, saat ini Jawa Barat terdiri atas 17
kabupaten dan 9 kota. Kota Bandung Barat yang merupakan kota hasil pemekaran dari
Kabupaten Bandung tahun 2007, tidak termasuk dalam sampel Riskesdas 2007 karena
belum diperhitungkan waktu perencanaan. Dengan demikian lokasi Riskesdas 2007 di
Provinsi Jawa Barat mencakup 16 kabupaten dan 9 kota yaitu Kabupaten : Boger,
Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Cirebon, Majalerfgka,
Sumedang, lndramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, Bekasi dan Kota : Boger,
Sukabumi, Bandung, Cirebon, Bekasi, Depok, Cimahi, Tasikmalaya dan Banjar.
15-
3.1.2. Respon Rate Data Ris.ke~das 2007
Pada Tabel 3.1 dan tabel 3.2 disajikan·data respon rate sampel Riskesdas 2007 Provinsi
Jawa Barat. Secara umum respon rate rumah tangga (RT) .adalah 94,9% dart sampel
Susenas 2007. Respon rate .terendah di Kota Tasikmalaya (87,4%) dan tertinggi di
Kabupaten Cianjur yang mendekatl angka 100%. Sedangkan respon rate ·anggota rumah
tangga (ART) adalah 87,2% dengan kisaran64,9% - 92;a%.
Ta()el3.1.
. Jurnlah Sampel Rumah TanggalRT) di KabupateniKota
Provlnsl Jawa'Barat menurut Susenas dan Riskesdas, 2001
.
KabupateniKota . ,Juinlah ... Jumlah %~ampel RT.
Sampel,RT- Samp~I RT- ~iskesdas
Suse{las .. Riskesdas /Susenas
K,ab.Bogor 1184 ·1143 96.5
Kab.Sukabumi 928 891 96.0
Kab.Cianjur 928 916 98,7
Kab.Bandunq 1408 1325 94.1
Kab.Garut ·896 825 92.1
Kab.Tasikmalaya 928 912 98.3
Kab.Ciamis 864 841 ~.7.,3
Kab.Kuningan 640 609 95.2
Kab.Cirebon 864 836 96.8
Kab.Majalenqka 704 675 95.9
Kab.Sumedang 672 649 96.6
Kab.lndramayu 832 786 94.5
Kab.Subang 768 731 95.2
Kab.Purwakarta 736 689 93.6
Kab.Karawang 864 826 95.6
Kab.Bekasi 832 815 98.0
Kota Bogor 608 578 95.1
Kota Sukabumi 480 472 98.3
Kota Bandung 960 906 94.4
'Kota Cirebon 480 435 90.6
Kota Bekasi 832 737 88.6
Kata D~pak 704 658 93.5
Kota Cimahi 800 Z52 94.0
Kota Tasikmalaya 800 699 87.4
Kata Banjar 800 763 95.4
Jawa Barat 20512 19'469 94,9
16
Tabel 3.2.
Jumlah Sampel Anggota Runiah tangga (ART) di Kabypatel)/Kota Provinsi
Jawa Barat Menurut Susenas dan Riskesdas, 2007
3.2.Status Gizi
3.2.1. Status Gizi Balita
Status gizi balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Berat
badan anak ditimbang dengan timbangan digital yang memiliki presisi 0,1 kg, panjang badan
diukur dengan length-board dengan presisi 0, 1 cm, dan tinggi badan diukur dengan
menggunakan microtoise dengan presisi 0, 1 cm. Variabel BB dan TB anak ini disajikan
dalam bentuk tiga indikator antropometri, yaitu: berat badan menurut umur (BB/U), tinggi
badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
Untuk menilai status gizi anak, maka angka berat badan dan tinggi badan setiap balita
dikonversikan ke dalam bentuk nilai terstandar (Z-score) dengan menggunakan baku
antropometri WHO 2006. Selanjutnya berdasarkan nilai Z-score masing-masing indikator
tersebut ditentukan status gizi balita dengan batasan sebagai berikut :
a. Berdasarkan 17able17nal BB/U :
17
Kategori Gizi Buruk Z-score < -3,0
Kategori Gizi Kurang Z-score >=-3,0 s/d.Z-score <-2,0
Kategori Gizi~Baik Z-score >=-2,0 s/d ~-:score <=2;0
Kategori Gizi Lebih Z-score >2,0
18
Tabel 3.3.
Persentase Balita menurut Status Gizi (BB/U)* dan Kabupaten/Kota
di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
19
Tabel·3.4
Sebaran .Balita menurut states Gizl (T.B/U)* dan Kabupaten/Kota
di Provtnsl JaY{a Bctrat, Riskesdas '2007
Kategari status gizi TB/U
Kabupaten/Kota Sangatpendek Pendek Nonnal
'
Kab.Bogor 1.4.8 16~9 68,3
Kab.Sukabumi 17,7. 22,1 60,2
Kab.Cianjur 24,0 21,1 54,9
Kab.Bandung 19,1 25,9 55,0
Kab.Garut 22,8 19,0 58,2
Kab.Tasikmalaya 17,8 25,6 56,6
Kab.Ciamis 14,4 19,0 66,6
Kab.Kuningan 11,8 23,2 65,0
Kab.Cirebon 13,9 20,2 65,9
Kab.Majalengka 20,2 22,2 57,6
Kab.Sumedang 15,5 17,5 67,0
Kab.lndramayu 15,7 19,8 64,6
Kab.Subang 18,3 22,5 59,2
Kab, Purwakarta 12,0 18,7 69,3
Kab.Karawang 16,2 18,2--·~ 65,5
Kab.Bekasi 11,7 16, 1 72,2
Kota Bogor 9,4 18,9 71,6
Kota Sukaburni 7,3 25,2 67,5
Kota Bandung 13,5 15,8 70,7
Kota Cirebon 16,2 18,8 64,9
Kota Bekasi 9,0 12,5 78,5
Kota Depok 8,8 20,2 71,0
Kota Cimahi 11,9 21,2 66,9
Kota Tasikmalaya 22,5 20,2 57,3
Kota Banjar 8,8 23,6 67,6
JAWA BARAT 15,7 19,7 ,64,6
*) TB!U= Tinggi Badan menurut Umur
Prevalensi balita "sanqat pendek + pendek" di propinsi Jawa Barat adalah 35,4%. Angka
tersebut sudah berada di bawah angka nasional (36,8%). Dari 25 kabupaten/kota' ada 8
kabupaten/kota yang rnernpunyai prevalensi balita pendek + sangat pendek di atas angka
nasional, yaitu Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung, Kabupaten
Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Subang, dan kota
Tasikmalaya. Secara umum masalah balita pendek + sangat pendek di Provinsi Jawa Barat
masih cukup tinggi. Semua kabupaten/kota memiliki prevalensi balita pendek + sangat
pendek di atas 20%.
20
Di samping mengindikasikan masalah gizi yang bersifat akut, indikator BBffB juga dapat
digunakan sebagai indikator kegemukan. Dalam hal ini berat badan anak melebihi proporsi
nonnal terhadap tinggi badannya. Kegemukan .ini dapat terjadi sebagai akibat dari pola
makan y.ang kuranq' baik atau karena keturunc.n. Masalal) kekurusan dan ~egemukan pa,da
usia dint dapat berakibaf pad a rentannya terhadap berbagai penyaklt degeneratif pad a usia
dewasa (Teori Barker).
Salah satu J'ldikator untuk rnenentukan anak yang harus dirawat dalam 'manajemen gizi
buruk adalali indikator sangat kurus yaitu anak dengan nilai ~-score< -3,0 SD. Pre'{alensi
balita sangat kurus 'secara nasional rrlasih cukup ~iryg~i' yaitu 6,2%. Terdapat 12 prov~nst
yang memiliki prevalensi balita sangat kurus di bawah angka prevalensi nasional. Ke 12
provinsi tersebut :adalah: Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, ·DI
Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,
Maluku Utara dan Papua.
Dalam diskusi selanjutnya digunakan masalah kurus untuk gabungan kategori sangat kurus
dan kurus. Besarnya masalah kurus pada balita yang masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat (public health problem) adalah jika prevalensi kurus > 5%. Masalah
kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila prevalensi kurus antara 10, 1 % • 15,0% I
dan dianggap kritis bila prevalensi kurus sudah di atas 15,0% (UNHCR).
Tabel,3.5
Sebaran Baflta menurut Status Gizi (BB/TB)* dan-Kabupaten/Kota
di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
21
'Secara umum, prevalensi balita kurus + sangat kurus di Provinsi .,1~wa Barat adalah 9%, dan
sudah berada di bawah batas kondisl yang dianggap serius (10%). Walaupun demikian dari
25 kabupaten/kota di Jawa Barat masih ada 7 kabupaten/kota yang berada pada keadaan
serius menurut indikator status gizi BBffB, yaitu : Kabupaten Garut, Kabupaten Cirebon,
.
Kabupaten Subang, Kabupaten Karawang, Kota Bandung, Kota Cirebon dan Kota Depok.
.
Berdasarkan indikator BBffE! ju_ga dapat ,dilihat prevalensl kegemukan di kalangan balita.
Pada Tabel 3.5. dapat dilihat bahY{a prevalensi, kegemukan pada .balita· di Rrovinsi Jawa
Barat {9,6%) pi bawah prevalensi naslonal (12,2%). Terdapat 3_._ kabupaten (Garut,
Majalengka dan Subang) serta 2·kota (Bekasi dan Depok) dengan prevalensi kegemukan di
atas prevalensi nasionnal.
22
,. Tabel ~.6
Persentase B~lita rnenurut Status Gizi (BB/U)*dan 'karakteristik
• , i cji P.rovin~iJawa·Barat, Riskesdas 2007
·Kategorl status gizi BB/U
Karakteristik responden Gizi buruk . . Gizi kurang Gizi balk Gizi lef>ih
Kelompok umur (bulan)
0-5 ..S,1 6,3 82._5 5,0
6 -11 3,9 6,9 84,2 5,0
12-23 3,6 9,6 82,7 4,1
24~35 3,6 12,2 81,3 3,0
36-47 4,0 13,8 79,2 3,0
48-60 3,0 12,3 81,5 3,2
Jenis kelamin
Laki-laki 3,6 11,7 80,8, 3,9
Perempuan 3,7 11,0 82.Z 3,1
Pendidikan KK
Tdk tamat SD & Tdk sekolah 4,3 12,1 80,6 3,1
Tamat SD 4,2 12, 1 81,2 2,6
Tamai SLTP 2,5 11,7 81,6 4,1
Tamat SLTA 2,4 9,5 83,9 4,2
Tamat PT 2,3 6,0 84,9 6,8
Pekerjaan Utama KK
Tdk kerja/sekolah/ibu RT 3,9 11,0 82, 1 3,1
TNl/Polri/PNS/BUMN 3,9 5,0 84,0 7,1
Pegawai Swasta 1,8 9,0 85,5 3,6
Wiraswasta/dagang/jasa 3,4 11, 1 81,5 3,9
Petani/nelayan 4,4 10,9 81,2 3,5
Buruh & lainnya 3,6 12,8 81,0 2,7
Tempat tinggal
Kota 3,2 10,8 82,1 4,0
Desa 4,2 11,9 80,9 3,0
Tingkat pengeluaran perkapita
Kuintil 1 4,4 13,8 78,9 2,9
Kuintil 2 3,5 12,9 81,0 2,7
Kuintil 3 -, - 3,6 11,8 80,8 3,8
Kuintil 4 3,4 9,2 83,9 3,5
Kuintil 5 3, 1 7,2 84,4 5,3
*)BBIU= Berat Badan menurut Umur
Tabel 3.7 menyajikan hasil tabulasi silang antara status gizi TB/U dengan karakteristik
responden dengan kecenderungan sebagai berikut :
a. Menurut umur tampak peningkatan masalah pendek setelah balita mencapai usia 11
bulan.
b. Menurut jenis kelamin tidak terlihat perbedaan masalah pendek pada balita yang
mencolok.
c. Semakin tinggi tingkat pendidikan KK, semakin rendah prevalensi pendek.
d. Kelompok dengan KK berpenghasilan tetap (PNS/ABRl/POLRI/ BUMN/ dan pegawai
swasta) memiliki prevalensi pendek lebih rendah dibandingkan keluarga dengan KK
berpengl)asilan tidak tetap.
e. Prevalensi balita pendek di pedesaan lebih tinggi dibandingkan di. perkotaan.
f. Prevalensi balita pendek cenderunq lebih rendah seiring meningkatnya pengeluaran
kelatga per kapita per bulan.
23
Tabel3.7.
Persentase Balita menurut Status Gizi· ('f.B/U)*Clan Karakteristik
Responden di ~rovin&i·,Jctwa Barat, Riskesdas 2007
24
TabeL3.8 ..
Persentase Balita.menurut Status Gizi (BBfTB)'!'dan Karakteristik Responei'en
di Provlnsl Jawa Barat, Riskesdas· 2007
r_..
"
Kategori status gi-zi BB/TB
Sangat
Karakteristik res~onden kurus Kurus Normal Gemuk
Kelompok umur (.bulan)
0-Q a-.~ 4,6 '7.1,6 15,3
6 -11 4(6 8,7· ts,2 11,4
12-23 4,9 5,2 78,6 1·1,3
24-35 3,7 4,4 82,6 9,2
36-47 2,1 5,1 84,6 8, 1
48-60 2,5 5,5 83,7 8,2
Jenis kelamin
Laki-laki 3,5 5,3 81,0 10,2
Perempuan 3,7 5,6 81,6 9, 1
Pendidikan KK
Tdk tamat SD & Tdk sekolah 4,3 4,5 82,5 8,7
Tamat SD 3,8 5,7 81,5 8,9
Tamai SLTP 2,5 5,1 82,5 9,8
TamatSLTA 3,9 5,6 79,3 11,2
Tamat PT 1,4 4,6 83,0 10,9
Pekerjaan Utama KK
Tdk kerja/sekolah/ibu RT 3,6 4,3 83,9 8,3
TNl/Polri/PNS/BUMN 1,2 5,7 83,3 9,8·
Pegawai Swasta 4,1 5,6 79,1 11,2
Wiraswasta/dagang/jasa 3,3 5,5 81, 1 10,2
Petani/neJayan 4,1 5,6 80,2 10, 1
Buruh & lainnya 3,7 5,0 82,7 8,6
Tempat tinggal
Kot a 3,4 5,9 80,4 10,4
Des a 3,9 4,9 82,4 8,8
Tingkat pengeluaran perkapita
Kuintil 1 4, 1 6,3 81,7 8,0
Kuintil 2 ~...- ... 3,0 6,0 81,6 9,4
Kuintil 3 3,6 3,2 83,4 9,8
Kuintil 4 3,8 5,4 80,4 10,4
Kuintil 5 3,4 6,5 78,6 11,5
Tabel 3.8 memperlihatkan kecenderungan yang sama untuk status gizi ·ssrrs dengan
karakteristik responden :
a. Prevalensi balita kurus. dan balita gemuk cenderung semakin rendah seiring
bertambahnya umur. Keadaan demikian menarik untuk dite(itiJebih lanjut.
b. Tidak terlihat perbedaan prevalensi kurus anlara'ballta lakl-laki dan balita perempuan.
c. Tidak ditemukan pola yang jelas antara tingkat pendidikan KK dengan prevalensi balita
kurus, de,rnikian pula halnya dengan pekerjaan utama KK.
'
d. Tidak ada perbedaan rnencolok masalah balita kurus di perkotaan dengan di pedesaan.
e. Tidak tampak pola rnasalah kurus menurut tirigkat pel')geluaran keluarga perkapita per
bulan, namun masalah kegemukan cender'ung meningkat seiring meningkatnya
pengeluaran per kapita per bulan.
25
Tabel 3.9 menyajikan gabungan prevalensi balita menurut ke tiga indikator status gizi yang
digunakan yaitu BB/U (Gizi Buruk dan Kurang), TB/U (pendek), BB/TB (kurus). lndikator
TB/U memberikan gambaran masalah gizi yang sifatnya kronis can BB/TB memberikan
gambaran masalah gizi yang sifatnya akut.
Tabel 3.9
PrevalensiBalita menurutTiga lndikatorStatus Gizi dan Kabupaten/Kota
di ProvinsiJawa Barat, Riskesdas 2007
Tujuh kabupaten/kota di Jawa Barat masih menghadapi permasalahan gizi akut yaitu
Kabupaten Garut, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Subang, Kabupaten Karawang, Kata
Bandung, Kata Cireban dan Kata Depok. Dua kabupaten yaitu Kabupaten Garut dan
Kabupaten Subang menghadapi permasalahan gizi akut dan kronis. Sebanyak 12
kabupaten/kata di provinsi Jawa Barat yang masalah gizi kronisnya lebih kecil dari angka
nasional dan masalah gizi akutnya belum mencapai kandisi serius.
26
3.2.2. Status Gizi Penduduk Umur 6-14'tahun (usla Sekolah)
Status gizi penduduk umur, 6-1~ tahun dapat dinil~i berdasarkan IJVIT yang dibedakan
menurut urnur dah jenis kelaniin. Sebagai rujukan untul< menentukan kurus, apabila nilai
IMT kurang dari 2 standar deviasi (SD) dari nil~i rerata, dan berat badan (BB) lebih jika nilai
IMT lebih dari 2SD nilai rerata standar WHO 2007 (Tabel 3.~ 0).
Tabel 3.10
Standar Penentuan Kurus dan Berat Badan (BB) Lebih menurut
Nilai Rerata IMT, Umur dan Jenis Kelamln, WHO 2007
Laki-laki Perempuan
Umur
(Tahun) Rerata IMT -250 +250 Rerata IMT -250 +250
Berdasarkan standar WHO di atas, secara umum di Provinsi Jawa Barat prevalensi kurus
adalah 10,9% pada laki-laki dan 8,3% pada perempuan. Sedanqkan prevalensi BB lebih
pada lakl-laki 7,4% dan perempuan 4,6%.
Menurut kabupaten/kota, Kabupaten Majalengka mempunyai prevalensi kurus tertinggi pada
anak laki-laki (15,4%) dan untuk anak perempuan di Kabupaten lndramayu (14,9%).
Sedangkan prevalensi kurus terendah adalah di Kota Tasikmalaya yaitu 5,6% pada anak
laki-laki dan pa perempuan ditemukan di Kota Cimahi (4,3%). (Tabel 3.11)
Lima kabupaten dengan prevalensi kurus tertinggi pada anak laki-laki adalah Kabupaten
Majalengka (15,4%), Kota dan Kabupaten Cirebon (15,2%), Kabupaten lndramayu (14,'6%)
dan Kabupaten Subang'ft3,6%). Sedangkan untuk anak perempuan terdapat di Kabupaten
lndramayu (14,9), Cirebon (12,5%), Karawang (12,2%), Subang (11,1%), dan Majalengka
(10,2%). Prevalensi kurus terendah untuk laki-laki adalah di Kota Tasikmalaya (5,6%) dan di
Kota Cimahi untuk anak perempuan (4,3%).
Prevalensi BB-lebih pada anak umur 6 - 14 tahun tertinggi di Kota bogor untuk anak laki-laki
(15,3%) dan untuk anak perempuan di Kota Depok (13, 1 %). Sedangkan prevalensi BB-lebih
terendah pada anak umur 6 - 14 tahun ditemukan di Kota Sukabumi untuk anak laki-laki
(2, 1 %) dan di Kabupaten Ciamis pada anak perempuan (1,3%).
Lima kabupaten/kota 'dengan· prevalensi BB-lebih tertinggi pada anak laki-laki adalah di Kota
Bogor (15,3%), Oepok (14,5%), Bekasi (11,9%), Bandung (11,4%) dan Cirebon (9,6%).
Sedangkan untuk anak perempuan terdapat di Kota Depok (13, 1 %), Bogor (8,6%),
Tasikmalaya (8,3%) serta Kabupaten Sukabumi dan Subang masing-masing 7,4%.
27
Tabel 3.11
Prevalensi Kurus dan BB Lebih Anak Umur 6-14 tahun menurut Jenls Kelamin
dan Kat>upaten/Kota di Provinsi Jawa Barat,-Riskesdas 2007
Laki-laki Perem~uan
Kabueaten/Kota Kurus BB-Lebih Kurus BB-Lebih
Kab.Bogor 10.3 4.6 . 8.1 4.0
Kab.Sukabumi 11.1 9.1 7.7 7.4
Kab.Cianjur 10.1 5.0 5.9 3.9
Kab. Bandung 8.4 4.6 5.8 2.7
Kab.Garut 10.5 9.2 8.6 4.6
Kab.Tasikmalaya 7.7 3.3 5.0 3.4
Kab.Ciamis 11.2 6.0 7.8 1.3
Kab.Kuningan 10.5 5.3 10.0 4.9
Kab.Cirebon 15.2 5.8 12.5 3.1
Kab.Majalengka 15.4 9.1 10.2 6.8
Kab.Sumedang 8.9 7.9 5.1 3.7
Kab.lndramayu 14.6 5.9 14.9 2.1
Kab.Subang 13.6 4.9 11.1 7.4
Kab. Purwakarta 12.2 2.4 5.1 2.2
Kab.Karawang 12.0 8.0 12.2 •.·- 4.3
Kab.Bekasi 10.5 9.0 7.6 4.4
Kota Bogor 9.5 15.3 5.3 8.6
Kota Sukabumi 5.7 2.1 5.1 2.6
Kata Bandung 8.4 11.4 7.1 6.3
Kota Cirebon 15.2 9.6 9.9 5.3
Kota Bekasi 10.7 11.9 9.0 4.0
Kota Depok 12.9 14.5 7.8 13.1
Kota Cimahi 9.6 7.3 4.3 2.6
Kota Tasikmalaya 5.6 6.2 4.8 8.3
Kota Banjar 9.8 6.6 10.1 3.5
JAWA BARAT 10.9 7.4 8.3 4.6
lndikator status gizi penduduk umur 15 tahun ke atas yang lain adalah ukuran lingkar perut
(LP) untuk mengetahui adanya obesitas sentral. Lingkar perut diukur dengan alat ukur yang
28
'
terbuat dari fiberglass dengan presisi 0,1 cm. Batasan untuk, menyatakan status obesitas
1
s7ntc91:J:>erbeda antara laki-laki dan perernpuan, ,
Status gizi wanita usia 'subur (WUS) 15 - 45 tahun dinilai dengan mengukur lingkar lengan
atas (LILA). Pengukuran LILA dilakukan dengan pita ULA dengan presisi 0, 1 cm.
Kategori IMT
Kabupaten/Kota
Kurus Normal 88-Lebih Obese
Kab.Bogor 15,8 65,1 8,2 10,9
Kab.Sukabumi 13, 1 70,4 8,5 7,9
Kab. Cianjur 13,9 70,7 7,3 8,1
Kab.Bandung 14,0 61,7 10,2 14, 1
Kab.Garut 12,9 71,0 7,6 8,5
Kab. Tasikmalaya 17,3 64,4 8,0 10,2
Kab.Ciamis 16,5 63,5 9,0 11,0
Kab.Kuningan 13,8 63,7 9,8 12,7
Kab.Cirebon 20,5[ 59,0 8,4 12, 1
Kab. Majalengka 13,8 64,2 8,5 13,5
Kab.Sumedang 15, 1 64,8 9,3 10,7
Kab. lndramayu 17, 1 59,0 9,9 14,0
Kab.Subang 14, 1 65,9 9,0 10,9
Kab.Purwakarta 15,4 61,0 10,2 13,3
Kab.Karawang 17,2 61,6 9,0 12,2
Kab.Bekasi 15,0 58,3 10,9 15,7
Kota Bogor 13,5 60,7 10,6 15,2
Kota Sukabumi 13,7 57,3 11,6 17,5
Kota Bandung '-..:~· 11,5 62,6 10,4 15,5
Kota Cirebon 18,9 55,6 9,2 16,4
Kota Bekasi 16,3 55,2 11,9 16,6
Kota Depok 10, 1 60,3 10,2 19,3
Kota Cimahi 13,8 61,3 11,0 13,8
Kota Tasikmalaya 13,6 61,4 11,3 13,7
Kota Banjar 16,7 59,6 9,6 14, 1
JAWA BARAT 14,9 63,1 9,4 12,6
Prevalensi obesitas umum di Provinsi Jawa Barat (22%) lebih tinggi daripada angka
nasional (19, 1 %). Pada laki-laki, prevalensi obesitas um urn sedikit di atas angka nasional,
sedangkan pada perempuan prevalensi obesitas umum terlihat lebih tinggi dengan
perbedaan yang cukup besar. Ada 4 kabupaten dengan prevalensi obesitas umum di bawah
angka nasional yaitu Kabupaten Sukabumi, Cianjur, Garut dan Tasikmalaya dan 1
kabupaten sama dengan angka nasional yaitu Kabupaten Bogor.
29
Tabel 3113
Prevalensi Obesitas Umum Penduduj( Dewasa (15 Tahun Ke Atas) Menurut
Jenis Kelamin dan dan Kabupa~en/Kota di ProvinsiJawa Barat,
RiskeSdas 2007
Prevalensi obesitas umum {%}
Provinsi Laki-lakl dan
Laki-laki Perempuan
Perem~~an
Kab.Bogor 12.4 25.6 19, 1
Kab.Sukabumi 10.3 22.7 16,4
Kab:Cianjur 8.2 22.8 15,4
Kab.Bandung 13.1 33.2 24.3
Kab.Garut 10.6 20.7 16.1
Kab. Tasikmalaya 10 25.5 18,2
Kab.Ciamis 11 27.6 20
Kab.Kuningan 14.3 29.3 22,5
Kab. Cirebon 12.6 27 20,5
Kab.Majalengka 14.1 28.7 22
Kab.Sumedang 10.9 28.1 20
Kab. lndramayu 12.2 35.5 23,9
Kab.Subang 10.5 28.7 19,9
Kab. Purwakarta 23,5
13.8 33.6 --~--
Kab.Karawang 13.6 29.2 21,2
Kab.Bekasi 20.1 32.4 26,6
Kata Bogar 18.8 31.7 25,8
Kata Sukabumi 22.3 35.3 29,1
Kota Bandung 18.5 33.3 25,9
Kota Cirebon 19 30.5 25,6
Kata Bekasi 24.4 32.6 28,5
Kota Depok 20.8 35.8 29,5
Kata Cimahi 19.3 29.9 24,8
Kata Tasikmalaya 18.2 31.2 25
Kota Banjar 15.9 30.1 23,7
JAWA BARAT 14.3 29 22
30
Tabel 3.14
Persentase Status Gizi Dewasa (15 Tahun Ke Atas) Menurut IMT
dan Karakteristik Responden di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.14. menyajikan hasil tabulasi silang status gizi penduduk dewasa menurut IMT
dengan beberapa variabel karakteristik responden. Dari tabel ini terlihat bahwa :
a. Persentase obesitas umum lebih tinggi di daerah perkotaan dibanding daerah
perdesaan.
b. Semakin tinggi tingkat pengeluaran rumahtangga per kapita per bulan cenderung
semakin tinggi persentase obesitas umum, ini berlaku juga untuk persentase BB
lebih dan obese.
c. Berdasarkan tingkat pendidikan terlihat persentase obesitas umum tertinggi pada
kelompok dengan pendidikan perguruan tinggi.
31
1'abe\ 3.'\5
Prevalensi Obesitas Sentral pada Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas menurut
KabupateruKota di Provinsi Jawa.B.arat, Riskesdas 2007
Prevalensi obesitas sentral secara umum di Provinsi Jawa Barat sebesar 20,3%, lebih tinggi
daripada angka nasional (18,8%) Bila dilihat per-Kabupaten/Kota, maka prevalensi tertinggi
di Kota Bekasi sebesar 47,1% dan terendah di kabupaten Cianjur yaitu 12,3%.
32
.. Tabel 3.16
Prevalensi Ob~sitas:Sentraltpada Penduduk Uinur~5Tahun ke Atas menurut
Karakteristik Responden dan K'.abupaten/Kota
di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
f ....
33
di daerah perkotaan (24,5%) lebih tinggi dibandingkan di pedesaan (15,3%). Semakin
meningkat tingkat pengeluaran rumah tangga per-kaplta per .bulan prevalensi obesitas
sentral·juga ·c~'nderung ma kin tinggi,
.t ' ~'
,
Tabel 3.17 menyajikan gambaran masalah gizi pada WUS yang diukur dengan LILA .. Untuk
menggambarka}l _adanya risiko kurang enegi kronis (KEK) dalam k?itannya dengan
kesehatan reproduksl :pada WUS digunakan ambang batas ·nitai rerata U[A dikurangi 1
SD, yang sudah di~esucfjl<andengan umur (age adjusted).
Tabel 3.18 menunjukkan prevalensi resiko KEK tertinggi di Provinsi Jawa Barat ditemukan di
Kabupaten Clrebon (20,7%) dan selanjutnya di Kabupaten Sukabumi (17,1%). Prevalensi
terendah didapatkan di Kota Depok yaitu 8, 1 %.
Tabel 3.17.
Nilai Rerata LILA Wanita Umur 15-45 tahun, Riskesdas 2007
34
,, '"'='"'
· Kabupaten/Kota Risiko K~K~ (%).
"'
Kab.~ogor '10,7-
l
Kab.Sukabumi 17,1
Kab.Cianj\.jr• '12,5
l 1
)<ab.Band\.mg 11,9
Kab.Garut 10,3
(
Kab.Tasikrnalaya ~.8
Kab.'ciamis 13,9
Kab.Kuningan 14,5
Kab.Cirebon 20,7
Kab.Majalengka 8,5
Kab.Sumedang 15,7
Kab.lndramayu 11,6
Kab.Subang 10,2
Kab.Purwakarta 13,7
Kab.Karawang 9,3
Kab.Bekasi 8,7
Kata Bogar 10,2
Kota Sukabumi 9,9
Kota Bandung 11,3
Kota Cirebon 15,9
Kata Bekasi 11,7
Kota Depok 8, 1
Kota Cimahi 15,8
Kota Tasikrnalaya 13, 1
Kota Banjar 13, 1
JAWA BARAT 12,0
Selanjutnya dalam penulisan disajikari angka rerata konsurnsi enerqi dan protein per kapita
per hari yang diperoleh dari data konsurnsi rumah tangga dibagi ·jumlah anggota rumah
tangga ya: .~ telah distandarisasi menurut umur dan jenis kelamin, serta sudah dikoreksi
35
dengan tamu yang ikut makan. Tabel 3.20. adalah informasi prevalensi RT yang konsumsi
energi dan protein dibawah angka rerata- nasional dari data Riskesdas 2007 rnenurut
provinsi; Tabel 3.22 informasi tentang prev·atensi RT yang konsumsl energi dan .protein
dibawah angka rerata nasional dari data. Riskesdas 2007 menurut k!asifikasi desa
(kota/desa) dan kuintil pengeluaran RT.
Rata-rata konsumsi per kapita per hari penduduk Indonesia adalah 1735, 1 kka• umuk energi
dan 55,5 gram untuk protein. Rata-rata konsumsi penduduk Jawa Barat iebih rendah
dibandinqkan angka nasional yaitu 1636,7 kKfll untuk energi dan 53,8 gram untuk· protein.
Wilayah dengan .angka konsumsi energi terendah adalah Kata Bekasi (141.P;2 kkal) .dan
dengan angka konsumsi ene,rgi tertinggi adala Kabupaten Kuningan (1981,2. -kkal).
Kabupaten dengan konsumsi protein terendah adalah Majalengka (46,5 gram) dan dengan
konsurnsl protein tertinggi adalah Kuningan (65, 7 gram) ~
Tabel 3.19
Konsumsi Energi dan Protein Per Kapita per Hari
Menurut Kabupaten/Kota Di Provlnsl Jawa Barat, Riskesdas 2007
t
Energi Protein
Kabu eaten/Kota Rata-rata SD Rata-rata SD
Kab. Bogor 1594.3 583.8 51.8 22.4
Kab. Sukabumi 1611.9 622.8 54.1 23.8
Kab. Cianjur 1718.5 644.3 52.1 -···23.3
Kab. Bandung 1613.6 570.6 56.2 25.5
Kab. Garut 1712.2 671.8 51.7 25.5
Kab. Tasikmalaya 1299.8 533.4 38.4 20.9
Kab. Ciarnis 1646.5 602.4 48.4 23.0
Kab. Kuningan 1981.2 736.2 65.7 28.3
Kab. Cirebon 1522.5 544.5 53.0 24.2
Kab. Majalengka 1519.6 582.1 46.5 19.8
Kab. Surnedang 1807.8 687.6 61.0 28.1
Kab. lndramayu 1802.4 486.2 56.3 19.5
Kab. Subang 1842.9 557.7 55.2 19.6
Kab. Purwakarta 1491.2 616.1 57.6 26.6
Kab. Karawang 1799.9 651.8 58.9 24.2
Kab. Bekasi 1516.6 528.1 48.1 20.5
Kota Bogor 1674.2 609.4 58.6 26.0
Kota Sukabumi 1610.8 583.4 54.6 23.7
Kota Bandung 1q87.2 648.4 61.2 26.6
Kota Cirebon 1604.7 579.2 52.1 23.5
Kota.Bekasi 1416.3 485.0 51.5 21.7
Kota Depok 1553.6 651.2 57.5 26.4
Kota Cirnahi 1623.4 614.9 55.4 23.6
Kota Tasikrnalaya 1836.2 656.8 60.0 28.1
Kota Banjar 1811.5 638.2 55.3 24.4
Jawa Barat 1636.7 615.7 53.8 24.3
Data pada tabel 3.20 menunjukkan bahwa prevalensl RT dengan konsumsi energi dan
protein dibawah rerata naslonal masing-masing sebesar 63, 1 % dan 61, 1 %. ,Persentase
tertinggi untuk rerata konsurnsl energi adalah di Kata Bekasi, (78,5%) sedangkan untu~
36
protein di Kabupaten Majalengka (74,5%). Sebaliknya prevalensi terendah untuk energi dan
protein adalah di Kabupaten Kuninqan (42,5% dah 42,8%). · · '""
label 3.20.
Persenfase RT denga.nKonsumsi Energi dan Protein
Lebih Rendah dar] Rerata Nasional Meliurut KabupaJen/Kota
Di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2097
Kabupaten/Kota Pen:tentase
RT
Energi Protein
Kab. Bogor 65.9 64.8
Kab. Sukabumi 65.0 61.1
Kab. Cianjur 59.2 63.3
Kab. Bandung 65.4 56.9
Kab. Garut 59.4 65.5
Kab. Tasikmalaya 85.1 84.3
Kab. Ciamis 64.6 70.3
Kab. Kuningan 42.5 42.8
Kab. Cirebon 70.4 62.6
Kab. Majalengka 72.3 74.5
Kab. Sumedang 52.7 51.2
Kab. lndramayu 48.6 52.7
Kab. Subang 47.1 59.8
Kab. Purwakarta 67.2 53.5
Kab. Karawang 52.4 50.7
Kab. Bekasi 71.2 72.2
Kota Bogor 61.9 53.2
Kota Sukabumi 63.4 57.8
Kota Bandung 58.3 49.5
Kota Cirebon 64.4 64.4
Kota Bekasi 78.5 66.4
Kota Depok 67.3 54.6
Kota Cimahi 64.8 56.5
Kota Tasikmalaya 49.0 52.2
Kota Banjar 51.3 57 .8
Jawa Barat 63.1 61.1
Catatan: Berdasarkan angka rerata konsumsi energi (1735,5 kkal)
dan Protein (55,5 gram) dari data Riskesdas200,7
37
Tabel 3.21
Persentase RT dengan Konsumsi. Energi dan Protein Lebih Rendah dari
Rerata Nasional Menurut Karakteristik Responden dan Kabupaten/Kota Di
ProvinsiJawa Barat, Riskesdas 2007
Persentase RT
Karakteristik Respgnden Energi Protein
Klasifikasidesa
Kota 65,3 58,9
Desa 60,8 63,3
Pengeluaran RT per bulan per kapita
Kuintil - 1 70,2 71,9
Kuintil - 2 64,4 65,8
Kuintil - 3 63,3 61,6
Kuintil - 4 61, 1 58,0
Kuintil - 5 56, 1 47,8
Catatan: Berdasarkanangka rerata konsumsienergi (1735,5 kkal)
dan Protein (55,5 gram) dari data Riskesdas2007
38
Tabel 3.22 . .~
Persentase.Rumah-Tanqga 9ang Merripunyai Ga'~am Cukup
lodium.Menurut
·KabupatenlKota Provinsi ~aWCjl Barat1, Riskesd~s 2007.
Rumah-tangga mempunyai
Kabupaten/Kota
'
garam cukup iodlum (%}
Kab.Bogor • 55,6
Kab.Sukabumi 36,2
Kab.Cianjur 47,2
Kab.Bandung 67,3
Kab.Garut 46,5
Kab. Tasikmalaya 59,1
Kab.Ciamis 58,4
Kab.Kuningan 77,0
Kab.Cirebon 61,9
Kab. Majalengka 63,5
Kab.Sume.dclng 67,8
Kab.lndramayu 53,8
Kab.Subang 63,0
Kab.Purwakarta 50,9
Kab.Karawang 33,9
Kab.Bekasi 34,0
Kota Bogor 86,2
Kota Sukabumi 46,2
Kota Bandung 93,0
Kota Cirebon 79,8
Kota Bekasi 56,5
Kota Depok 71,2
Kota Cimahi 84,3
Kota Tasikmalaya 70,2
Kota Banjar 40,5
JAWA BARAT 58,6
39
Tabel 3.23
Per~~ntase .Rumah-Tangga ·MempunyarGaram Cukup !odium
Menu rut Ka,rakteristik. Responden di Provinsi Jawa Batat, ·Riskesdas 2007
Bila salah satu dari ketiga sumber tersebut menyatakan bahwa anak sudah diimunisasi,
disimpulkan bai 1wa anak tersebut sudah diimunisasi.
40
Selain untuk tiap-tiap jenis imunisasi, anak disebut sudah mendapat imunisasl lengkaP, bila
sudah rnendapatkan sernua jenis imunlsasl satu kali BCG, tiga kali DPT, tiga kali polio, tiga
.kali HB ,dan satu kali imunisasi campak. Dleh karena jadwal'tiap jenis imunisasi berbeda,
cakupan imunisasi yang dianalisis'hanya pada anak usia 12 -23''bulan. ·
Cakupan imunisasi pada anak umur 12 - 23 bulan -dapat dilihat pada empat tabel berikut.
Tabel 3.24 rnenunjukkan tiap jenis imunisasi yaitu BCG, tiga kali polio, tiga kali DPT, tiga kali
HB1 dan campak menurut kabupaten/kota dan karakteristik. tabel 3.25 dan ·3.26 adafah
cakupan)munisasi lengka.p pada anak,. yang nierupakan gabungan dari tiap jenis imunisasi
yang didapatkan oleh seorang anak.
Tidak semua balita dapat dtketahui status tmuplsasf (17Ji~~ing). Hal inj ,disebabkan karena
beberapa alasan, 'yaitu ibu lupa anaknya sudah diimunisasi atau belum, ib~_ lupa berapa kali
sudah diimunisa&,i; il?u tidak ,rpengefahui 'secara, pasti [ents imunisasi, catatan dalam ISMS
tidak lengkap/tiqak terisi, catatan dalam Buku KIA tidak lengkap/tidak terisi, tidak dapat
menun]ukkan KMS/ Buku KIA karena hilang atau tidak disimpan oleh ibu, subyek yang
ditanya tentang imunisasi bukan ibu balita, atau ketidakakuratan pewawancara saat proses
wawancara dan pencatatan.
Tabsl 3.24
Persentase Anak Umur 12-23 Bulan yan'g Mendapatkan lmunisasi Dasar
menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
'
Jenis lmunisasi ..
Kabueaten/Kota BCG POLIO 3 DPT3 H83 CAMPAK
Kab.Bogor 84,1 60,8 53,7 52,9 75,9
Kab.Sukabumi 90,1 76,3 63,2 55,6 76,3
Kab.Cianjur 63,6 37,4 23,0 22,7 56,0
Kab.Bandung 96,1 66,4 58,6 54,7 87,5
Kab.Garut 74,8 64,7 54,1 52,0 85,5
Kab.Tasikmalaya 88,1 66,7 62,0 62,3 83,5
Kab.Ciarms 96,2 69,0 60,3 53,3 88,8
Kab.Kuningan 96,1 81,8 76,9 79,8 94,1
Kab.Cirebon 88,9 67,5 60,8 58,0 88,3
Kab. Majalengka 97,0 76,0 69,4 74,6 96,9
Kab.Sumedang 96,8 96,2 89,4 84,4 100,0
Kab. lndramayu 84,3 54,1 44,2 37,6 74,8
Kab.Subang 89,1 61, 1 51, 1 48,3 83, 1
Kab. Purwakarta ......-~ 71,0 53,7 31,2 30,6 72,0
Kab.Karawang 79,4 61,8 31,8 32,2 69,2
Kab.Bekasi 83,9 61, 1 48,9 47,5 74, 1
Kota Bogor 95,7 77,8 77,3 73, 1 96,6
Kota Sukabumi 95,8 72,5 68,4 67,2 89,7
Kota Bandung 98,7 84,4 86,7 82,8 94,9
Kota Cirebon 96,4 81,3 79,3 74,1 92,9
Kota Bekasi 83,8 78,9 68,5 62,2 93,8
Kota Depok 93,9 77,3 66,1 66,9 93,2
Kota Ctrnahl 97,7 84,7 81,2 75,8 89,3
Kota Tasikmalaya 97,1 64,2 48,7 51,8 77,5
Kota Banjar 93,5 90,3 84,8 84,6 92,5
Jawa Barat 88,3 69,0 60,3 58,1 83,9
Secara keseluruhan, cakupan imunisasi yang tertinggi adalah imunisasi BCG (88,3%) dan
terendah adalah imunisasi DPT tiga kali (60,3°(o). Sebanyak 25 kabupaten/kota yang berada
di wilayah Jawa Barat, 21 kabupaten/kota telah mencapai cakupan imunisasi BCG sesuai
target nasional, kecuali Kabupaten Cianjur (63,6%), Kabupaten Garut (74,8%), Kabupaten
Purwakarta (71,0%), dan Kabupaten Karawang (79,4%).
41
Berbeda dengan cakupan imunisasi BCG, untuk imunisasi Polio sebagian besar
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat belum bisa mencapai target naslonal. Kabupaten
yang telah mencapai target nasional adalah Kabupaten Kuningan (81,8%), Kabupeten
Sumedang {96,2%), Kota B.andung (86,7%), Kota Cirebon (81;3%), Kota Cimahi (84,7%)
dan Kota Banjar (90,3%).
Untuk mempercepat eliminasi penyakit polio di seluruh dunia, WHO membuat rekomendasi
untuk melakukan Pekan lmunisasi Nasional (PIN). Indonesia melakukan PIN dengan
memberikan satu dosis polio pada bulan September 1995, 1996, ·dan ~997. Pada tahun
2002, PIN dilaksanakan kembali dengan menambahkan imunisasi catnpak di beberapa
daerah. Setelah .adanya kejadian luar biasa (KLB) ecute f/acid paralysis .(AFP) pada tahun
2005, PIN tahun 4005 dilakukan kemoali den~an·memb~rikan tiga kali/ dosis polio saja pada
bulan September, Oktober, dan November. 'Pada tahun 2009 PIN <fiulang kembali dua kali/
dosis polio saja yang dilakukan pada bulan September dan Oktober 2006. Dengan adanya
PIN tersebut, frekuensi imunisasi polio bisa lebih dari seharusnya, Tetapi \(VHO menyatakan
bahwa polio sebanyak tiga kalt cukop memadai untuk imunisasi dasar polio.
Tidak berbeda dengan imunisasi Polio, untuk imunisasi DPT, 21 dari 25 kabupaten/kota
yang berada di Provinsi Jawa Barat pencapaian imunisasi DPT masih dibawah target
nasional. Hanya 4 kabupaten/kota yang telah mencapai target nasional yaitu: Kabupaten
Sumedang (89,4%),1 Kota Bandung (86,7-%); Kota Cirnahl (8,1,2%) dan Kota Banlar (84,6%).
Begitu pula untuk imunisasi Hepatitis sebagian besar kabupaten/kota belum dapat mencapai
target nasional. Tiga kabupaten/kota yang telah dapat mencapai target nasional Kabupaten
Sumedang (84,4%), Kota 13anduflg (86,7%) dan Kota Banjar (8'!.!'~%), sedanqkancakupan
terendah ada di Kota Taslkrnalaya (51,8%). lmunisasi hepatitis B awalnya diberikan terpisah
dari DPT. Tetapi sejak tahun 2004 hepatitis B disatukan dengan pemberian DPT menjadi
DPT/HB yang didistribusikan untuk 20 % target, tahun 2005 untuk 50% target, dan tahun
2006 mencakup 100% target DPT/HB. Walaupun vaksin DPT/HS sudah 'dldistribuslkan
untuk seluruh target, tetapi pelaksanaan di daerah dapat berbeda tergantung dari stok
vaksin DPT dan HB yang masih terpisah di tiap daerah.
Untuk jenis imunisasi Campak di Provinsi Jawa Barat masih ada delapan kabupaten/kota
yang mempunyai angka cakupan dibawah target nasional. Ke delapan kabupaten/kota
tersebut adalah: Kabupaten Bogar (75,9%), Kabupaten Sukabumi (76,3%), Kabupaten
Cianjur (56,0%), Kabupaten lndaramayu (74,8%), Kabupaten Purwakarta (72,0%),
Kabupaten Karawang (69,2%), Kabupaten Bekasi (74,1%) dan Kota Tasikmalaya (77,5%).
Tabet 3.25 menyajikan cakupan imunisasi berdasarkan karakteristik responden. Tidak ada
perbedaan pencapaian cakupan imunisasi dasar pada balita laki-laki dengan balita
perempuan. Berdasarkan tingkat pendidikanKK dan tingkat pengeluaran per kapita tampak
peningkapan cakupan untuk semua jenis imunisasi seiring meningkatnya pendidikan atau
pengeluaran per kapita. Dilihat dari daerah tinggal, cakupan imunisasi anak di perkotaan
lebih tinggi dari pada anak di pedesaan.
Dilihat dari latar belakang pekerjaan kepala keluarga hanya kepala keluarga yang bekerja
sebagai PNS/POLRl/TNI yang memiliki cakupan imunisasi dasar lengkap yang tinggi
(melebihi target nasional). Sebaliknya pada balita dengan kepala keluarga bekerja sebagai
petani/buruh/nelayan proporsi bayi yang mendapatkan imunisasi BCG, polio, DPT, hepatitis
dan campak terrendah diantara kelompok pekerjaan KK yang lain.
42
tTabel 3:25
Persantase Anak Umur 1·2.23 Bulan yang Mendapatl<arilmunisasi Dasar
menurut KaraJderisti.k~Responden.di Provinsi Jawa ·earat; Riskesdas 2007
43
label 3.26
Persentase Anak Umur 12-23 Bulan yang Mendapatkan lmunlsasl Lehgkap
menu,rut Kabupaten/Kota.df Provinsi Jawa Barat, Riskesdas21)0,7
lmunisaslDasar
~abupaten\Kota Lengkap Tdk T1dakSama
Lengkap Sekali ~
Kab.Bogor 39,2 54,3 6,4
Kab.Sukabumi 25,7 72,1 2,2
Kab.Cianjur 11,2 76,4 12,4
Kab.Bandung 39._3 58,5 2,3
Kab.Garut 17,6 67,4 14,9
Kab. Tasikmalaya 39,0 56,0 4,9
Kab.Ciamis 35,8 62,3 1,9
Kab.Kuningan 55,7 43,6 0,7
Kab.Cirebon 35,3 60,4 4,3
Kab:Majalengka 54,4 44, 1 1 ,5
Kab.Sumedang 65,5 33,1 1,4
Kab'.I ndramayu 23,6 68,8 7,6
Kab.Subang 23,0 70,4 6,7
Kab.Purwakarta 22,2 69,6 8,2
Kab.Karawang 19,8 72,5 7,7
Kab.Bekasi 32,9 59,8 7,3
Kota Bogar 54,3 45,.,7 0
Kota Sukabumi 50,0 49,2 0,8
Kota Bandung 58,9 40,5 0,6
Kota Cirebon 62,3 35, 1 2,6
KotaBekasl 33, 1 64,0 2,9
Kota Depok 48,4 50,8 0,8
Kota Cimahi 66,5 32,1 1,4
Kota Tasikmalaya 28,6 66,4 5,0
Kota Banjar 67,3 30,9 1,9
JaY{aBarat 38,7 56,6 4,7
Catatan: lmunisasi lengkap: BCG, DPT minimal 3 kali, Polio minimal 3 kali, Hepatitis 8 minimal3
kali, Campak, menurut pengakuanatau catatan KMS/KIA.
Gambaran cakupan imunisasi dasar anak umur 12-59 bulan kurang menggembirakan.
Masih ada 4,7% anak 12-23 bulan yang sama sekali tidak mendapat imunisasi. Yang
mendapat imunisasi dasar lengkap hanya 38,7% artinya lebih rendah dari pencapaian
nasional·(46,2%) dan masih jauh dari target nasional·(80%). Bila dilihat per-kabupaten/kota
maka, tidak saupun kabupaten/kota yang mencapai target nasional. Cakupan imunisasi
dasar lengkap tertinggi di Kota Banjar yaitu 67,3% dan terendah di Kabupaten Cianjur yaitu
11,2%.
44
fTabel 3.27
Persahtase Anak Omur 12-2.3 }3olan~yal'lg Mendapatkan:fmunisasi'Dasar
menurut Kctrakteristik Responden di Provfhsi Ja\va.Barat, Riskesdas· 2007
)"'- 'i
lmunisasi Casar ,_ 71
Karakteristil.c Responden .
Lengkap Tidak' Lengkap Tidak Sama,Sekati
Jenis Kelamin '
Laki-lakl 46,3 51,1 2,6
Perempuan 29,5 63,2 7,3
Pendidikan "i<K
Tidak sekolah 24,4 63,7 11,9
Tidak tamat SD 25,7 65,4 8,9
Tamat SD 32,7 62,1 5,3
Tamat SMP 45,2 51,8 3,0
TamatSMA 49,4 49,3 1,4
Perguruan tinggi 59,8 39,4 0,8
Pekerjaan KK
Tidak bel<J::rja, 38,3 58,1 3,6
lbu rumah tangga 38,2 57,8 3,9
PNS/POLRIJTNI 57,7 42,3 0
Wiraswasta 44,9 51,9 3,1
Petani/nelayan/buruh 30,8 62,7 6,5
Lainnya 47,3 48,8 3,9
Tingkat pengeluaran perkapita
Kuintil 1 31,0 61,3 7,7
Kuintil 2 36,0 59,5 4,5
Kuintil 3 39,4 56,7 3,9
Kuintil 4 43,1 52,8 4,1
Kuintil 5 49,2 48,9 1,9
45
Tabel-3:28
Persentase f?alita menurut fr~kuensi Penimbangan Enam Bulan Terakhir
dan KaJ>upate11~K6ta di Provinsl Jawa.Barat, Riskesdas 2007
Kabupaten/Kota
Frekuensl Penlmbansan ..
Tdk Per.nah 1-3 Kalt > 4 Kali
Kab.Bogor 37,7 27,0 35,3
Kab.Sukabumi 32,8 23,9 43,3
Kab.Cianjur 39,4 32,4 28,2
Kab.Bandung 26,7 19,3 54,0
Kab.Garut 5,5 38,2 56,4 '•.
(.
Kab. Tasikmalaya ~ 11,4 42,8 45,9
Kab.Ciamis 41, 1 11,9 47,0
Kab.Kuningan 7,9 17,2 74,8
Kab.Cirebon 29, 1 15, 1 55,7
Kab.Majalengka 27,2 15,~ 57,4
Kab.Sumedang 27,1 14,0 59,0
Kab.lndramayu 36,0 26,8 37,2
Kab.Subang 32,8 17,7 49,5
Kab.Purwakarta 24,1 31, 1 44,8
Kab.Karawang 36,3 30,8 33,0
Kab.Bekasi 37,1 27,7 35,2
Kota Bogor 32,6 11,6 55,8
Kota Sukabumi 25,5 15,lf 58,7
Kota Bandung 33,6 13,0 53,4
Kota Cirebon 20,6 16,9 62,5
Kota Bekasi 45,2 24,8 30,0
Kata Depok 41, 1 23,7 35,2
Kota Cimahi 26,9 18,7 54,4
Kota Tasikmalaya ......'+
I I 1 24,2 58,4
Kota Banjar 6,2 20,0 73,8
Jawa Barat 29,8 22,7 47,6
Menimbang balita ke sarana pelayanan kesehatan sebulan sekali amat penting untuk
melihat pertumbuhan -dan -kesehatan anak. Gambaran penimbangan anak umur 6-59 bulan
dalam 6 bulan.terakhlr di Jawa Barat menunjukkan 29,8% anak umur 6-59 bulan yang tidak
pernah ditimbang. Cakupan penirrtbariqan rutin bervariasi, tertinggi di Kabupaten Kuningan
sebesar 74,8% dan terendah di Kabupaten Cianjur sebesar 28,2'%. Pencapaian
penimbangan teratur di Jawa Barat (47,6%) lebih tinggi dari persentase nasional (45,4%).
46
Tabel 3.29
Persentase Balita menurui Frekuensf Penimbangan Enam Bulan Teraktlir
dan Karakterlstlk Respcnden di Pro\tinsi'Jawa Barat, Riskesdas 2007
47
dengan persentase tertinggi di Kabupaten Cirebon (95,2%) dan terendah berkunjung ke
posyandu adalah Kota Bek~si (67,2%). Cakupan tempat penimbangan di Posyandu balita di
Provinst JawaBarat lebih tinggi dibandingkan anqka nasional (7ey_.3%).
Berdasarkan tabel 3.29 tentang persentase tempat penimbangan anak menurut karakteristik
di Jaw Barat dapat.disimpulkan :
> Tidak terllhat pe'rbedaan persentase penimbangan ke posyandu pada semua
kelompok umur kecuali kelompok umur di bawah 6 bulan.
> Persentase penimbangan ke Posyandu lebih tinggi di pedesaan (92,1%) di
perkotaan (84,3%)'.
> tTidak ada perbedaan persentase tempat penimbangan pada anak laki-laki dan anak
perempuan.
> Persentase penimbangan ke posyandu lebih kecil pada kalompok dengan
pendidikan lebih tinggi.
> Semakin tinggi tingkat penqeluaran par kapita sehari, persentase anak yang ke RS
meningkat dan sebaliknya ke posyandu menurun.
Tabel 3.30
Persentase Balita menurut Tempat Penimbangan Enam Bulan Terakhir dan
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat , Riskesdas 2007
Tempat penimbangan-anak
Kabupaten/Kota
RS Puskesmas Polindes Pos~andu Lainn~a
Kab.Bogor 2,1 3,9 0,3 87,5 6,3
Kab.Sukabumi 2,2 1,8 0 93,8 2,2
Kab.Cianjur 0,5 3,2 2,7 87,2 6,4
Kab.Bandung 1,6 3,7 1,0 88,8 5,0
Kab.Garut 5,0 7,5 1,2 83,2 3,1
Kab. Tasikmalaya 0,5 1,0 3,5 92,1 3,0
Kab.Ciamis 1,3 1,9 0,6 92,5 3,8
Kab.Kuningan 2,0 1,4 1,4 91,8 3,4
Kab.Cirebon 0,8 0,8 0,4 95,2 2,8
Kab. Majalengka 1,3 0 0,7 94,7 3,3
Kab.Sumedang 1,8 3, 1 0,6 94,5 0
Kab. lndramayu 2,4 1,8 3,5 90,0 2,4
Kab.Subang 0 4,6 1,5 90,1 3,8
Kab. Purwakarta 1,7 6,7 1,7 81,7 8,3
Kab.Karawang 0,5 2,2 2,7 87,4 7,1
Kab.Bekasi 5,5 2, 1 2,1 78,7 11,5
Kota Bogor 6,1 2,3 1,5 84,1 6,1
Kota Sukabumi 2,7 2,0 0 93,2 2,0
Kota Bandung 4,6 3,6 0 86,2 5,6
Kota Cirebon 1,5 2,9 0 89,1 6,6
Kota Bekasi 10,9 3, 1 3,9 67,2 14,8
Kota Depok 7,7 2,3 1,5 70,0 18,5
Kota Cimahi 3, 1 1,3 0,9 84,3 10,3
Kata Tasikmalaya 4,7 2,0 0 85,8 7,4
Kota Banjar 3;5 0,5 0,5 93,9 1,5
JAWA BARAT 2,7 2,6 1,2 87,7 5,7
48
iabet3.3'1
PerS'entase Balifa rnenurut Tempat Penlrnbangan Enam Bulan, Terakhir dan
Karakteristik Responden'dl Provlnsl Jawa.:Barat, Riskesdas 2007
49
label 3.32
Persentase Balita menu rut Kep.em_ilikan t<MS. dan Kabupaten\Kota
di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas ·2007
Pada tabel 3.32 tentang kepemilikan KMS diketahui sebanyak 27,2% anak 6-59 bulan di
Jawa Barat tidak mempunyai KMS. Persentase tertinggi yaitu 45,0% di Kabupaten Cirebon
dan terendah 8,0% di Kota Bogor. Persentase tertinggi yang mempunyai dan dapat
menunjukkan KMS adalah di Kota Sukabumi (60,5%) dan terendah di Kabupaten Garut
(18,9%).
50
Taliel 3.33'
Persentase Balita'Menutut Kepemlllkan KMS nan -Karakteristik Reponden di
Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Kepemilikan KMS*
Karakteristik Resp~nden
1 2 3
Umur (Bulan)
0-5 51,0 12,9 36,1
6-11 64,6 17,2 18,2
12-23 44,0 33,7 22,3
-24-35 30,0 44,9 25,2
36-47· 25,4 46,1 28,5
48-59 20,4 46,0 33,5
Jenis Kelamin
Laki-laki 35,7 37,7 26,6
Perempuan 34,2 38,0 27,8
Pendidikan KK
Tidak sekolah 24,0 36,3 39,7
SD tidak tamat 31,0 32,4 36,5
SDtamat 33,5 37,7 28,8
SMP tamat 38,2 39,6 22,1
SLTA tamat 38,8 39,8 21,4
Perguruan tinggi 43,9 42,7 13,3
Pekerjaan KK
Tidak bekerja 35,8 36,7 27,5
lbu rumah tangga 50,0 23,9 26,1
PNS/POLRl/TNI 41,3 45,0 13,8
Wirasvlasta 37,3 39,9 22,9
Petani/Buruh/Nelayan 32,1 36,7 31,2
Lainnya 37,0 40,7 22,2
Tempat tinggal
Kota 39,3 38,0 22,7
Des a 29,8 37,7 32,5
Tingkat pengeluaran perkapita
Kuintil-1 ·-- 31,2 37,0 31,8
Kuintil-2 34,8 37, 1 28,2
Kuintil-3 36, 1 38,7 25,2
Kuintil-4 36, 1 39, 1 24,8
Kuintil-5 38,6 37,7 23,7
=
" Catatan : 1 Punya KMS dan dapat menunjukkan
=
2 Punya KMS, tidak dapat menunjukkan/ disimpan oleh orang lain
3 = Tidak punya .KMS
Tabel 3.33 menyajikan persentase anak 6-59 bulan yang mempunyai KMS menurut
karakteristik respondendapat.Persentaseanak yang punya KMS dan dapat menunjukkan
tampak menurun seiring bertambahnyaumur. Persentase pada anak laki-laki hampir sama
dengan anak perempuan. Persentase kepemilikan KMS semakin tinggi dengan
meningkatnya pendidikan KK. Hal yang sama ditemukan pada kelompok tingkat
pengeluaran per kapita per bulan, semakin tinggi tingkat pengeluaran presentase
kepemilikanKMSjuga cenderung meningkat.
51
Tabet 3.34
Persentase Kepemilikan Buku Kia pada Balita
Menurut Kabupaten\Kota Di .Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Kepemifikan buku KIA pada balita di Jawa Barat cukup memprihatinkan (lihat tabel 3.34).
Sebagian besar balita tidak mempunyai buku KIA (85,0%). Sedangkan yang punya dan
dapat menunjukkan hanya 5,7%. Persentase tertinggi di Kabupaten Sumedang (16,3%) dan
terendah di Kota Bandung.
52
Tat:>el 3.35
Persentase Ba!jt.a M~nurut Kepemilikan Buku KIA dan K~rakterlstik
Re$poncie~~i ~rqviosi J~wa Barat, .R.i~f(es~~s2901. ~
')
Karakteristik ·Resp·onde~
KepemUikan Buku KIA*
1· . 2 3
Umur (Bulan)
0-5 15.5 6.0 78.5
6-11 10.3 7.4 82.3
12-23 7.8 9.6 82.6
2~ -35. 5.6 9.0 85.~
36-47 1,,9 9.4 88.6
48-59 1.8 11.1 87.1
Jenis Kelamin
Laki-laki -5.4 9.0 85.7
Perempuan 6.1 9.5 84.4
Pendidikan KK
Tidak sekolah 6.2 8.5 85.3
SD tidak tamat 4.9 6.7 88.4
SD tamat 4.9 8.2 86.9
SMP tamat 5.8 10.7 83.4
SLTA tamat 6.4 10.3 83.3
Perguruan tinggi 9.3 12.5 78.1
Pekerjaan KK
Tidak bekerja 5.6 7.0 87.4
lbu rumah tangga 5.2 8.9 85.9
PNS/POLRl/TNI 6.3 13.5 80.2
Wiraswasta 6.6 9.8 83.6
Petani/Suruh/Nelayan 4.9 8.4 86.7
Lainnya 3.1 5.7 91.2
Tempat tinggal
Kota 2.2 5.0 92.8
Desa 5.5 8.3 86.2
Tingkat pengeluaran perkapita
Kuintil-1 ...,.. ~-- 3.8 7.9 88.4
Kuintil-2 5.8 8.9 85.3
Kuintil-3 6.0 10.3 83.7
Kuintil-4 7.1 8.6 84.2
Kuintil-5 6.6 11.3 82.0
* Catatan : 1 =
Punya Buku KIA dan dapat menunjukkan
=
2 Punya Buku KIA, tidak dapat menunjukkan/ disimpan oleh orang lain
=
3 Tidak punya Buku KIA
Persentase kepemilikan buku KIA menurut karakteristik responden disajikan dalam tabel
3.35. Persentase balita yang tidak memiliki buku KIA cenderung meningkat seiring
bertarnbahnya umur. Tidak ada perbedaan kepemilikan buku KIA antara anak balita laki-laki
dan perempuan. Tidak tampak perbedaan kepemilikan buku KIA berdasarkan pendidikan
dan tingkat pengeluaran perkapita per bulan. Berdasarkan tempat tinggal terlihat persentase
yang tidak memiliki buku KIA di kota (92,8%) lebih tinggi dibandingkan di desa (86,2%).
53
3.3.3. Distribusi Kapsul Vitamin A
Kapsul vitamin A diberikan setahun dua kali pacfa bulan Februari dan Agustus, sejak anak
berusia enam bulan.- Kapsul'merah {dosis 100.000 IU) dioerikan untuk bayi umur 6 - 11
bulan dan kapsul biru (dosis 200.000 IU) untuk anak umur 12 - 59 bulan. Cakupan
pemberian kapsul vitamin A di ..Jawa Barat sebesar 75,6%, cakupan tertiriggi di Kabupaten
Sumedang (85,5%) dan terenc'.t'ah di Kabupaten Bekasi (67,5%:'Secara- rlnctdapat dilihat
pada tabel 3.36.
Tabel 3.36
Persentase Anak Umur 6-59 Bulan yang Menerima Kapsul Vitamin A menurut
Kabupaten/Kota di Provlnsl Jawa Barat, Riskesdas 2007
54
Tabef 3.37-
Persentase Anak Umur 6-59 Bulan yang Menerima Kapsul Vitamin A menurut
Karakteristik Responden <;Ii Provinsi Jawa Barat, Risk-esdas 200-7
..
Karakteristik Responder\
. Menerima Kapstll VITI" ' · · Tldak Meherima
A Kapsul-VIT A
Umur (Bulan)
0-·5· 19,6 80,4
6-11 55,1- 44,9
12- 23· 85,0 15,0
24·-35 84,5 15,5
36-47 83,8 16,2
48- 59, 79,9 20,1
Janis Kelamln ,.
Laki-fa'ki 76,7 23,3
Perempuan 74,5 25,5
Pendidikan KK
Tidak sekolah 67,6 32,4
SD tidalc tamat 71,2 28,8
SD tamat 74,8 25,2
SMP tamat 78,4 21,6
SLTA tamat 78,4 21~6
Perguruan tinggi 80,8 19,2
Pekerjaan KK
Tidak bekerja 72,9 27, 1
lbu rumah tangga 76,8 23:2
PNS/POLRl/TNI 78,5 21,5
Wiraswasta 76,3 23)
Petani/Buruh/Nelayan 74,6 25,4
Lainnya 81,5 18,5
Tempat tinggal
Kot a 76,0 24,0
Desa 75,1 24,9
Tingkat pengeluaran P,~rkapita
Kuintil-1 · • 75,6 24,4
Kuintil-2 73,9 26, 1
Kuintil-3 15,2 24,8
Kuintil-4 76,4 23,6
Kuintil-5 77,9 22,1
55
3.3.4. Cakupan Pelayanan Kesehatan tbu ,clan Anak/Bayi
i·
Tabel 3.3·a
Persentase lbu menurut Persepsi tentang Ukuran Bayi Lahir
dan Ka[:tupaten/K,ota~i Provlnsl Jawa Barat, Riskesdas 20~7
. .
Ukuran ba~i lahir menurut ~erse~si ~
Kabupaten\Kota
Kecil Normal Besar
Kab.Boqor 13,2 61,8 25,0
Kab.Sukabiiml 10,6 80,9 8,5
Kab.Cianjur 11,3 58,5 30,2
Kab.Bandung 11,4 60,8 27,8,
Kab.Garut 30,0 70,0 0
Kab. Tasikmalaya 9,4 68,8 21,9
Kab.Ciamis 0 88,0 12,0
Kab.Kuningan 17,6 82,4 0
Kab.Cirebon 18,4 69,4 12,2
Kab.Majalengka 11, 1 74,1 14,8
Kab.Sumedang 22,2 48,1 29;6
Kab.lndramayu 21,9 59,4 18,8
Kab.Subang 5,6 88,9 5,6
Kab.Purwakarta 15,5 63,$._ .• 20,7
Kab.Karawang 7,9 76,3 15,8
Kab.Bekasi 6,6 65,6 27,9
Kota Bogor 15,4 65,4 19,2
Kota Sukabumi 0 83,3 16,7
Kota Bandung 2,2 88,9 8,9
Kota Cirebon 9,7 77,4 12,9
Kota Bekasi 3,3 60,0 36,7
Kota Depok 23,1 59,0 17,9
Kota Cimahi 13,9 63,9 22,2
Kota Tasikmalaya 7,1 85,7 7,1
Kota Baniar 14,3 64,3 21,4
Jawa Barat 11,7 69,5 18,8
56
rnaka, persenatase ibu yang rnenqatakan ukuran bayinya kecil tertinggi pada kelornpok
SLTA (13,6%) dan terendah pada kelornpok SD (8,7%). ·
Berdasarkan pekerjaan KK maka, persentase ibu yang rnenyatakan • •kuran bayi waktu lahir
kecil tertinggi pada tidak bekerja (14,6%) dan terendah pada pekerjaan lainnya (9, 1%).
Berdasarkan tempat tinggal, persentase ibu yaog· rnenyatakan ukuran bayi waktu lahir. kecil
lebih tinggLdi desa (14,0%) dil;>~mdingkan di kota (9,9%):Berdasarkan tingkat pengel1;1aran
per kapita ·per bulan, persentase ibu yang rnenyatakan ukuran bayi waktu lahir kecil tertinggi
pada kuintil 4 (14,0%) dan terendah pada kuintil 2 (9,9%).
Tabel 3.39
Persentase lbu menurut Persepsi tentang Ukuran Bayi Lahlr
dan Karakteristik Responden di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Berat badan lahir dari hasil penirnbangan disajikan pada tabel 3.40. Hanya sebagian 'bayi
yang rnernpunyai catatan berat badan lahir. Secara keseluruhan -proporsi bayi berat lahir
rendah di Provinsi Jawa Barat sebesar 11,2% harnpir sama denqananqka nasional (11,5%).
Proporsi ini sebanding dengan persentase ibu yang rnenyatakan ukuran bayi pada saat lahir
kecil yaitu 11,7%. Lima kabupaten/kota dengan persentase BBLR terendah di Jawa Barat
yaitu Kabupaten Cianjur (23,9%), Kabupaten Kuningan (20,0%), Kabupaten dan Kota
cirebon (16,3% dan 16,1%) dan Kabupaten Sumedang (14,8%). Lima kabupaten/kota
dengan persentase BBLR terendah adalah Kabupaten Garut dan Kota Bekasi (0%), Kota
Sukabumi (3,4%), kota Tasikmalaya (3,7%) dari kota Banjar (4,8%) ..
57
Tabel 3.40
Persentase Berat Sadan Bayi.Baru Lahir 12 Bulan Terakhir
menurut Kabupaten\Kota di Provinsi JawC! Barat, Riskesdas 2007
Berdasarkan jenis kelamin, persentase BBLR lebih tinggi pada bayi perempuan (13,8%)
dibandingkan bayi laki-laki (8,8%). Presentase BBLR terendah pada KK berpendidikan
Perguruan tinggi (7,0%) dan pada kelompok pengeluaran per kapita paling tinggi yaitu kuintil
5 (8, 1 %). Presentase BBLR tertinggi pada kelompok KK bekerja sebagai ibu rumah tangga
"
(19,4%) dan terendah pada kelompok wiraswasta (8.4%). Selanjutnya presentase BBLR di
Jawa Barat lebih tinggi di desa (13,0%) dibandingkan di kota (10,0%) (Lihat tabel 3.41 ).
58
Tabel 3.41
Persentase Berat Badan Bayi Baru Lahir 12 bulan terakhir
menurut Karakteristik Responden di Pro'vjnsi ~awa Barat.Rlskesdas 2007
. -
Berat badan lat1ir {gram}
Karakteristik
< 2500 2500-3999 > 4l>OO
Jenis Kelamin
Laki-laki 8,8 78,3 12,9
Perempuan 13,8 76,3 9,9
Pendidikan KK
Tidak sekolah 7,4 92,6 0
SD tidak tamat 11,9 68,3 19,8
SD tamat 11,8 74,4 13,8
SMP tamat 9,2 83,1 7,7
SLTA tamat 10,7 82,8 6,5
Perguruantinggi 7,0 83,7 9,3
Pekerjaan KK
Tidak bekerja 15,2 73,9 10,9
lbu rumah tangga 19,4 71,0 9,7
PNS/POLRl/TNI 13,3 80,0 6,7
Wiraswasta 8,4 81,7 9,9
Petani/Buruh/Nelayan 11,6 76,6 11,9
Lainnya 19,0 66,7 14,3
Tempat tinggal
Kota 10,0 80,0 10,0
Desa 13,0 73,5 13,5
Tingkat pengeluaran perkaplta
Kuintil-1 12.2 76,2 11,6
Kuintil-2 11,2 72,8 16,0
Kuintil-3 14, 1 74,6 11,4
Kuintil-4 10,1 79,9 10,1
Kuintil-5 8, 1 85, 1 6,8
Catatan: Sumber informasi berat bayi baru lahir: Buku KIA, KMS, catatan kelahiran
Untuk mendapatkan informasi tentang riwayat pemeriksaan kehamilan ibu untuk bayi yang
lahir dalam 12 bulan terakhir, ibu ditanya tentang jenis pemeriksaan kehamilan apa saja
yang pernah diterima. Diidentifikasi ada 8 jenis pemeriksaan kehamilan yaitu : a.
Pengukuran tinggi badan; b. Pemeriksaan tekanan darah; c. Pemeriksan tinggi fundus
(perut); d. Pemberian tablet Fe; e. Pemberian imunisasi TT; f. Penimbangan berat badan; g.
Pemeriksaan hemoglobin; dan h. Pemeriksaan urin.
Riwayat pemeriksaan kehamilan pada lbu yang mempunyai bayi terdapat pada Tabel 3.42
yang memperlihatkan secara keseluruhan 95,0% ibu di Jawa Barat memeriksakan
kehamilan. Cakupan pemeriksaan kehamilan mencapai 100% terdapat di Kabupaten
Kuningan, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Subang, Kota Cirebon, Kota Cimahi dan Kota
Banjar sedangkan proporsi terendah di Kabupaten Garut sebesar 75,0%.
59
Tabel 3.42
Cakupan Pemeriksaan i<ehamilan lbu yang Mempunyai Bayi
menurut Kabupaten/Kota di Provlnsl Jawa Barat, R1skesdas 2007
60
• 'f
...
J"atiel s.sa
cakupan Pemerlksaan Kehamllan, lf?4 yang Mempunyai Bayi menurut
Karakteristik Responden di Provinsi Jc.Na Barat, Riskesdas 2007
Cakupan pemeriksaan kehamilan menurut karakteristik responden disajikan pada tabel 3.43.
Berdasarkan tingkat pendidikan KK, persentase periksa hamil tertinggi pada pendidikan
SLTA (99,4%) dan terendah pada pendidikan SD (91,4%). Dilihat dari pekerjaan KK maka,
persentase periksa hamil tertinggi pada wiraswasta (97,9%) dan terendah pada ibu rumah
tangga (88,2%). Persentase pemeriksaan kehamilan tampak lebih tinggi di kota (97,3%)
dibandingkan di desa (91,9%). Menurut tingkat pengeluaran perkapita per bulan, persentase
tertinggi pada kuintil-4 (97,9%) dan terendah pada kuintil-1 (90,5%).
61
Tabel 3.44
Persentase lbu yang Mempunyai Bayi menurut Jenis Pemerlksaan Kehamilan
dan Kabupate1,1/Kota di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas '2007
Jenis Pemeriksaan*
Kabupaten/Kota
a b c d e ' f a h
Kab.Bogor 44.4 95,2 • 76,2 88,9 82,5 95,2 22,2 25,4
Kab.Sul<abumi 75,0 97,7 90,9 97,7 97,7 ,95,5 20,5 13,6
Kab.Cianjur 35,0 87,5 89,5 95,0 82,5 90,0 10,8 23,1
Kab.Bandung 48,7 97,3 76,7 90,8 90,9 97,4 28,4 40,0
Kab.Garut 71,4 100,0 71,4 71,4 57,1 100,0 42,9 42,9
Kab.Tasil<malaya 58,1 93,5 83,9 83,3 80,6 90,3 26,7 29,0
Kab.Ciamis 70,8 91,7 83,3 100,0 87,5 95,8 45,8 75,0
Kab.Kuningan 48,5 100,0 100,0 97,0 97,0 100,0 72,7 66,7
Kab.Cirebon 45,7 97,8 95,7 97,8 89,1 100,0 42,2 45,7
Kab.Majalengka 69,2 100,0 100,0 96,2 73,1 100,0 56,0 53,8
Kab.Sumedang 74,1 96,3 80,0 96,3 92,6 100,0 66,7 63,0
Kab.lndramayu 35,7 100,0 89,7 96,6 79,3 93,1 32,1 35,7
Kab.Subang 42,9 100,0 87,5 97,1 73,5 100,0 12,5 24,2
Kab.Purwakarta 26,4 98,1 71,2 84,9 81, 1 96,2 9,4 11,3
Kab.Karawang 59,5 100,0 100,0 94,7 91,9 97,4 27,0 36,8
Kab.Bekasi 46,6 98,2 87,7 96,4 89,3 91,2 25,0 62,5
Kota Bogor 66,7 100,0 87,5 100,0 91,7 100,0 33,3 58,3
Kota Sukabumi 62,1 100,0 75,9 100,0 89j' 100,0 69,0 75,9
Kota Bandung 67,4 100,0 73,2 66,7 76,2 100,0 45,0 40,0
Kota Cirebon 74,2 100,0 80,6 93,5 90,3 100,0 64,5 54,8
Kota Bekasi 46,4 100,0 67,9 96,4 85,7 100,0 60,7 78,6
Kota Oepok 33,3 100,0 ~4.1 84,2 87,2 100,0 59,0 59,0
Kota Cirnahi 52,8 94,4 52,8 91,7 91,4 100,0 30,6 25,7
Kota Tasikrnataya 60,0 96,3 71,4 96,3 88,9 100,0 8,7 13,0
Kota Banjar 29,3 97,6 87,8 95,1 100,0 97,6 26,8 36,6
Jawa Barat 51,2 97,5 81,8 92,3 87,0 97,2 35,0 41,5
Jenis pelayanan kesehatan:
=
a pengukuran tinggi badan e = pernberian irnunisasl TT
=
b pemeriksaan tekanan darah f = penimbangan berat badan
=
c pemeriksan tinggi fundus (perut) g = pernerlksaan'hemoqlobin
=
d pemberian tablet Fe h = pemeriksaan urine
Tabel 3.44 menunjukkan delapan jenis pemeriksaan yang dilakukan pada ibu hamil. Secara
keseluruhan di Jawa Barat pemeriksaan yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan
tekanan darah sebesar 97,5%, kemudian penimbangan berat badan sebesar 97,2%.
Sedangkan jenis pemeriksaan yang jarang dilakukan ibu ham ii adalah pemeriksaan
hemoglobin (35,0%) dan pemeriksaan urine (41,5%).
62
Tabel 3.45
Persentase lbu yang M~nyai Bayi menurut Jenis Pe~·eriksaan Kehamilan
dan Karakterlstlk'Responden di Provlnsl Jawa Barat.Rlskeadas 2007
Jenis Pela~anan*
Karakterlstlk.Responden
a b c d e .f s h
Pendidikan KK
Tidak sekolah 46,7 100,0 83,3 96,7 80,0 96,7 •20,7 43,3
SD tidak tamat 44,9 96,9 84,6 89,0 83,3 91',4 31,0 34,9
SDtamat 51,8 95,2 83,4 91,3 87,8 97,8 29,4 37,7
SMP tamat 55,6 99,2 79,0 93,{? 83,2 98,4 33,6 41,6
SLTA tamat 54,3 99,4 79,2 93,8 90,3 98,9 39,7 42.2
Perguruan tinggi 59,0 100,0 79,5 92,3 92,3 97,4 64,1 69,2
Pekerjaan KK
Tidak bekerja 46,7 93,3 75,6 93,3 82,2 97,8 35,6 44,4
lbu rumah tangga 54,8 100,0 89,7 96,8 80,6 96,8 43,3 36,7
PNS/POLRllT!'JI 66,7 100,0 82,1 89,3 89,3 96,4 57,1 57,1
Wiraswasta 54,0 98,8 81,3 92,3 89,8 97,8 36,7 46,4
Petani/Buruh/Nelayan 49,7 96,5 83,1 92,4 85,2 96,2 28,1 34,3
Lainnya 57,1 100,0 68,4 85,7 90,5 100,0 45,0 47,6
Tempat tinggal
Kota 52,1 97,8 79,4 91,4 88,4 98,3 40,4 46,2
Desa 49,9 97,2 85,2 93,5 85,1 95,6 27,6 35,1
Tingkat pengeluaran perkapita
Kuintil-1 52, 1 96,9 77,7 87,0 84,3 95,3 31,4 37,0
Kuintil-2 52,9 99,0 81,4 92,3 84,8 98,1 34,8 42,0
Kuintil-3 46,0 96,8 81,6 94,7 85,6 97,9 30,3 38,5
Kuintil-4 50,8 97,3 85,2 94,7 92,0 97,3 38,6 43,8
Kuintil-5 54,7- 97,3 83,7 93,2 89,1 97,3 41,4 47,6
Jenis pelayanan kesehatan:
=
a pengukuran tinggi badan =
e pemberian imunisasi TT
=
b pemeriksaan tekanan darah f = penimbangan berat badan
=
c pemeriksan tinggi fundus (perut) g = pemeriksaan hemoglobin
=
d pemberian tablet Fe =
h pemeriksaan urine
63
·Tabel 3.46
Cakupao Pemerlksaan Neonatus menurut Kabupaten/Kota
pi Provlnsl Jawa Barat, Riskesdas·2007
Pemeriksaan neonatus
Kabupaten\Kota Umur 0'7 harl Umur 8-28 hari
Kab.Bogor 45,5 38,5
Kab.Sukabumi 51,1 37,0
Kab.Cianjur 42,6 22,2
Kab.Bandung 37,7 46,2
Kab.Garut 25,0 50,0
Kab.Tasikmalaya 46,9 27,6
Kab.Ciamis 80,0 50,0
Kab.Kuningan 87,5 33,3
Kab.Cirebon 83,7 34,8
Kab.Majalengka 44,4 25,0
Kab.Sumedang 92,6 5(9
Kab. lndramayu 76,7 48,3
Kab.Subang 65,7 34,3
Kab.Purwakarta 37,9 32,8
Kab.Karawang 87,2 37,1
Kab.Bekasi 53,3 36,7
Kota Bogor 84,0 . ~..... 76,0
Kota Sukabumi 50,0 63,3
Kota Bandung 60,0 37,8
Kota Cirebon 76,7 33,3
Kota Bekasi 62,1 46,4
Kota Depok 50,0 60,0
Kota Cimahi 58,3 37,1
Kota Tasikmalaya 61,5 36,0
Kota Banjar 82,9 37,5
JAWA BARAT 59,7 40,1
Pemeriksaan Neonatus (KN ) di Jawa Barat sebagian besar pada Pemeriksaan Neonatus 0-
7 hari {KN-1 ), yakni sebesar 59,7% atau lebit-1 tinggi dibandingkan angka nasional (57,6%)
sedangkan pad a Pemeriksaan Neonatus 8-28 hari (KN-2) sebesar 40, 1 % yang jug a lebih
tinggi dari angk9 naslonal f33,p%). Bila dilihat per-Kabupaten/Kota maka, persentase KN-1
tertiriggi di Kabupaten Sum.edang sebesar 92,6% dan terendah di Kabupaten Garut sebesar
25,0%. Persentase KN,-f tertinggi di Kata Bogar sebesar 76,0% dari terendah 'di Kabupaten
Cianjur sebesar 22,2%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada taber3.46.
64
1
Tabel 3:2'1 1.. ~ ~ J
Pemeriksaan neonatus ~
Karakteristik'responden
,.Umur 0-7 hari . Uniur8-28 hari
Pendidikan KK
Tidak sekolah 65,6 28,1
SD tidak tarnat 55.5 30,3
SD tarnat 55,5 34,0
SMP·tamat 58,5 44.~
SLTA tamat 67,4 50,6
Perguruan tinggi ,8Q,O i52,5
Peksrjaan KK
Tidak bekerja 61:1' _47,8
"lbu rumah tangga 66,7 31,3
PNS/POLRlfrNI 82;1 51,7
Wiraswasta 66,7 50,6
Petani/Buruh/t'Jelayan 52,9 31,5
Lainnya 54,:5' 25,0'
TellJpat tingg~I
Kota 61,2 44,2
Des a 57,7 34,6
Tingkat pengeluaran perkapita
Kuintil-1 48,6 33,3
Kuintil-2 54,5 36,7
Kuintil-3 60,6 39,4
Kuintil-4 69,3 46,8
Kuintil•5 69,5 46,6
3.4. PenyakitMenular
Penya kit menular yang diteliti pada Riskesdas 2007 terbatas pada .beberapa penyakit yang
ditularkan oleh vektor, penyakit yang ditularkan melalui udara atau percikan air liur, dan
penyakit yang ditularkan melalui makanan atau air. Penyakit menular yang ditularkan oleh
vektor adalah filariasis, demarn berdarah dengue (DBD), dan malaria. Penyakit yang
ditularkan melalui udara atau percikan air liur acfalah penyakit infeksi saluran pernafasan
akut (ISPA), pneumonia dan campak, sedangkan penyakit yang ditularkan melalui makanan
atau air adalah penyakit tifoid, hepatitis, dan diare.
Data yang diperoleh hanya merupakan prevalensi penyakit secara klinis dengan teknik
wawancara dan menggunakan kuesioner baku (RKD07.IND), tanpa konfirmasi pemeriksaan
laboratorium. Kepada responden ditanyakan apak~h pernah didiagrtosis menderita penyakit
tertentu oleh tenaga kesehatan (0: diagnosis): Responden yang menyatakan tidak pernah
didiagnosis, ditanyakan lagi apakah pernah/sedang menderita gejala klinis spesifik penyakit
65
tersebut (G). Jadi preva!ensi penyakit merupakan data yang didapat dari D maupun G (DG).
Prevalensi penyakit ak~ dan peny~kit. Y.9.!JQ~sering dijumpai ditanyakan dalattt kurun waktu
satu E>ulan ~fakhir, sedanqkan prevalensi p~nyakit kronis dan musiman ditanyakan dalam
kurun waktu 12 bulan tE#akhir (lihat kuesioner RKD07.IND: oiok X no 801-22).
Khusus malaria, selaiFl prevalensi penyakit juga dinilai proporsi kasus malaria yang
mend a pat pengobata(l dengan obat ,antimalaria program dalarn 24 jam menderita sakit (0).
Demikian pu1a diare, dinilai proporsi kasus diare yang mendapat perigobatan oralit (0)
66
Tabel 3.48
Preyalensi Fllarlasls-Demam Berdarah Dengue, Malaria_dan Pemakalan Obat
Program Malaria rnenusut Kabupaten/Kota Kab4paten/Kota
di Provinsi·Jawa Barat, Riskesdas ~007
Kabupatenrkota · Filariasis 'DBP· MalariC:J
D DG D DG D DG 0
Kab.Bogor 0,04 0,07 0,3 0,4 0, 1 0,24 17,7
Kab.Sukabumi 0,0 O,Q 0,0 0,1 0,2 0,21 28,6
Kab.Cianjur 0,03 0,05 0,2 0,4 0;1 0,21 0,0
Kab.Bandung 0,0 0,02 0,1 0,4 .0, 1 0,22 53,9
Kab.Garut 0,03 0,08 0,2 0,3 0,0 0,20 27,3
Kab. Tasikmalaya 0, 17 0,20 0,1 0,1 0,0 0,07 0,0
Kab.Ciamis 0,04 0,07 0,0 0,2 0,0 0,26 4,4
Kab.Kuningan 0,0 0,0 0,1 0, 1 0,1 0,11 66,7
Kab.Cirebon 0,03 0, 11 0,4 1,5 0,1 0,65 38,5
Kab.Majalengka 0,05 0,05 0,2 0,4 0,0 0,05 0,0
Kab.Sumedang 0,0 0,0 0,1 0,2 0,1 0,22 40,0
Kab.lndramayu 0,03 0,07 0,2 0,4 9,0 0,07 33,3
Kab:Subang 0,04 0,04 0,1 0,3 0,0 0,04 16,7
Kab.Purwakarta 0,0 0,0 0,6 0,9 0, 1 0,15 100,0
Kab.Karawang 0, 11 0,14 0,2 0,3 0,1 0,43 57,9
Kab.Bekasi 0,03 0,03 0,1 0,3 0,2 0,29 26,7
Kota Bogor 0,0 0,0 0,4 0,7 0,1 0,71 50,0
Kota Sukabumi 0,00 0,00 0,4 0,6 0, 1 0,18 50,0
Kota Bandung 0,02 0,02 0,4 0,6 0, 1 0,36 35,3
Kota Cirebon 0,0 0,0 0,4 0,4 0,2 0,17 50,0
Kota Bekasi 0,03 0,03 0,3 0,3 0,0 0,08 0,0
Kota Depok 0,04 0,04 0,2 0,3 0,0 0,15 0,0
Kota Cimahi 0,0 0,0 0,9 1,0 0,0 0,10 0,0
Kota Tasikmalaya 0,0 0,0 0, 1 0,1 0,0 0,00 0,0
Kota Banjar 0,00 0,00 0,3 1,0 0,0 0,00 0,0
Jawa Barat 0,03 0,05 0,2 0,4 0,07 0,23 24,0
*Filariasis dalam persen
Rerata prevalensi DBD ben~g_sar DIG masih dibawah rerata nasional (0.47) namun berdasar
Diagnosa nakes rerata provinsl Jabar sama dengan rerata nasional. Prevalensi E)80
berdasarkan Diagnosa Gejala (DIG) maupun berdasarkan Diagnosa nakes (D), diatas rerata
provinsi terjadi di delapan daerah. Dimana prevalensi tertinggi berdasarkan DIG terjadi di
Kabupaten Cirebon, sementara berdasarkan D daerah ini juga masih diatas rerata provinsi.
Prevalensi tertinggi berdasarkan D terdapat di Kota Cimahi (0,9%), bersadarkan DIG
daerah ini juga cukup tinggi diatas rerata provinsi. Sebagai perbandingan jumlah KablKota
terjangkit DBD di Indonesia sejak tahun 1968 sampai dengan 2006 cenderung mengalami
peningkatan. Puncak IR DBD terjadi pada tahun 1973, 1988, 1998 dan 2005.
Prevalensi filariasis di Jawa Barat berdasarkan DIG sedikit dibawah rerata nasional ( 0.07
%) namun bsrdasarkan Diagnosis nakes, provinsi Jabar ternyata menyamai prevalensi
nasional (0.03%). Walaupun rentang prevalensi di provinsi Jabar hanya 0 - 0.20, tetapi
kejadian filariasis tetap harus menjadi perhatian karena merupakan penyakii tular vektor
dan bersifat kronis. Prevalensi filarisasis tertinggi terjadi di kabupaten Tasikmalaya baik
prevalensi menurut DIG maupun menurut Diagnosis nakes.
Malaria merupakan salah satu penyakit prioritas yang sampai saat ini masih menjadi
ancaman di Indonesia dengan angka kesakitan .dan kematian tinggi serta sering
menimbulkan KLB Prevalensi minum obat malaria sebesar 0 % terjadi di delapan wilayah.
67
Diantara wilayah tersebut Kabupaten Cianjur cukup beresiko karena mernpunyal prevalensi
malaria (0.21} hampir menyamai rerata provinsi. Kota Bogor prevalensi meminum obat
tianya 50 %. sernentara prevalensi malarla.menurut Diagnosis dengan gejala (DIG) justru
tertinggi terjadi di kota ini. Berdasarkan Diagnosa nakes (D) prevalensi tertinggi terdapat di
Kota Cirebon, prevalensi minum obat (50%) juga masih dibawah target nasional. Secara.
keseluruhan prevalensi peayakit malaria berdasarkan DIG di provinsi Jabar masih dibawah
rerata nasional (1.13%).
Tabel 3.49
Prevalensi Filariasis, Demam Berdarah Dengue, Malaria dan Pemakaian Obat Program
Malaria menurut Karakteristik Responden di Provlnsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Pekerjaan
Tidak Kerja 0,10 0, 14 0,17 0,39 0,10 0,22 26,9
Sekofah 0,01 0,01 0,26 0,39 0,07 0, 17 5,9
lbu Rumah Tangga 0,05 0,07 0,18 b,44 0,05 0,28 20,0
Pegawai 0,0 0,0 0,25 0,36 0,06 0,19 62,5
Wiraswasta 0,04 0,06 0,16 0,35 0,13 0,33 38,2
Petani/Nelayan/Buruh 0,03 0,06 0, 11 0,38 0,07 0,37 28,4
Lainnya 0,0 0,0 0,26 0,34 0,09 0,09 100,0
Tempat Tinggal
Kata 0,03 0,04 0,30 0,49 0,06 0,24 31,5
Des a 0,03 0,06 0, 13 0,49 0,08 0,23 20,0
Pendapatan keluarga perkapita
Kuintil_ 1 0,01 0,01 0,13 0,32 0,05 0, 19 23,53
Kuintil_2 0,04 0,07 0,26 0,46 0,09 0,26 29,51
Kuintil_3 0,03 0,06 0, 18 0,44 0,08 0,22 27,08
Kuintil_ 4 0,07 0,07 0,26 0,40 0,05 0,35 28,75
Kuintil 5 0,04 0,06 0,27 0,41, 0,07 0, 16 5,26
68
PrevalensiMalaria berdasarkan DIG diatas rata-rata provir1si umurnnya terjadi'di kelornpok
usia produktif (> 35 th). Prevalensi t~rjinggi baik,·berdasarj<an D maupun DIG menyebar di
kelompok umur >75 th. Pada kelomppk usla, >75, prevalensl miQt;Jl)'l obat 'hanya 30%,
sem'entara prevalensi n.;num obat' terlingi t~rdaP,a~ pada ~.elomeok umur. ,25 - 34 'th. Pada
kelompok ini ·prevalensi malaria har'lyR _0,06o/p berdasar D dan- berdasarkan DIG
prevalensinya' cukup ti~ggi sama denga.n r~rata provinsi. fre~alensi· P~.D. 69able69 merata
di setiap usia kecuali pada usia < 1 th dan > 75 th .. Prevatensl DBD berdasarkan DIG
ter'tinggi pada kelompok umur 15-.3.4 tahun, berdasarkan · D. prevalepsi tertinggi pada
kelcmpoleumur 5-14. Prevalensi filariasi?'. terti~ggi berdasarkan DG dan D terdapat pada
kelompok umur ·~' 75 tahun. Hal ini mengindikasikan ,filariasis kronis -yang telah.terjadi,
demikian halnya terlihat juga pada kelonipok urnur 55 - 64 angka prevalensinya cukup
tinggi.
~ .
Prevalensi ditinj~u. dari jenls -kelamin akan menggambarkan spesifik agen .penyakit.
Prevalerisi malaria berdasarkan DG, D, dan 0 prosentasenya -pada la~i-laki lebih. tin'ggi
dibandingkan perempuan. Sebaliknya prevalensi DBD berctasarkan DG, D, nilainya lebiJ1
tingi' p~a~ kelompok perempuan. Sedangkan 'pada fjrevalensi filariasis berdasarkan DG
tidak terdapat perbedaan antara laki-laki dan perernpuan: Berdasarkan D prevalensl pada
laki-laki lebih tinggi dibandingkao perempuan.Iidak terdapat perbedaan berartl antara
penederita Jaki-laki dan perempuan. -Gambaran kasus' malaria, DBD ' dan fllartasls
berdasarkan klasifikasi pendidikan tidak nampak perbedaan yang nyata antar kelornpok.
Namun yang perlu mendapat perhatian terdapat pada kelompok pendidikan tidak tamat SD.
Prevalensi DBD dan filariasis berdasar DIG tertinggi terjadi di kelornpok ini. Sedangkan
berdasarkan D angka prevalensi diatas rerata provinsi.
Prevalensi malaria berdasar DIG tertinggi pada kelompok petani/nelayan/buruh. Sebaliknya
berdasarkan Diagnosa oleh Nakes (0) tertinggl tersebar, ,pada .kelompok wiraswasta,
kemunqkinan terjadi karena tingkaf keasadaran 'memeriksak~r:i penyaklt lebih .besar pada
kelompok inh namun prevalensiminurn 'obat masili dlbawah 50%. Prevalensi minum obat
malaria yang telah sesuai proqam-terjadi-pada kelornpok lalnnya. Kelorripok prevalensi DBD
berdasarkan DG tertinggi adalah keloropok lbu rumah tangga, kemungkinan terjadi karena
ibu-ibu rumah tangga tidak beraktifitas dlluar rumah pada saat pagi dan sore hari. Prevalensi
filariasis berdasarkan DG dan G tidak, menunjukan perbedaan. antar kelompok. Rentang
angka prevalensi berkisar antara 0 - 0.1, dimana pada kelompok tidak bekerja merupakan
kelompok prevalejisl tertinggi. Ditinjau dart segi wilayah, prevalensl malaria berdasarkan OG
dan 0 prevalensi di perkotaan Iebif tinggi dibandin_gkan di pedesaan. Sebaliknya,
berdasarkan D prevalensi di pedesaan lebih tinggi dibandingkan di perkotaan. Prevalensi
DBD berdasarkan DG tid'at< ada pebedaan antara perkotaan dan pedesaan. Berdasarkan D
prevalensi DBQ di perkotaan lebih tinggi dibandingkan di pedesaan. Keadan sebaliknya
terjadi pada kasus filariasis. Prevalensi filariasis berdasarkan DG di pedesaan lebih·tinggi
dibandingkan di perkotaan. Sedangkan berdasarkan D angka prevalensinya sama, baik di
perkotaah dan pedesaan.
Prevalensi malaria, DBD, dan filariasis berdasarkan kuintil (status ekonomi) menunjukkan
terjadi masalah pada kuintil_2. Di kuintil ini prevalensi ketjga penyakit cukup tinggi.
Walaupun prevalsnsi minum obat pada prevalensi kelompok inf tertinggi, tetapi masih jauh
dibawah target 100 %. Sementara kasus DBD hampir rnerata terjadi di setiap kelompok
kuintil. Demkian pula kasus filariasis. Hal ini rnenunjukkari'penqaruh lingkungan, iklim tropis
kemungkinan jauh lebih berperan terhadap kasuspenyakit menular ini yang diebabkan oleh
tular vektor. Pada kejadian malaria dan filariasis kelompok umur > 75 sangat beresiko,
kelompok ini perlu mendapat perhatian. Dimana usia manula berbagai penyakit tidak
menular sering muncul, daya tahan tubuh rendah dan umumnya mengalami kesulitan
dalam mengkosumsi makanan. Secara umum data menggambarkan penyakit yang
disebarkan melaui tular vektor ini terjadi di masyarakat luas.
69
3.4.2. Prevalensi ISPA, Pneumonia, TB, dan Campak
lnfeksi saluran pernafasan akut (ISPA) rnerupakan 'penyakit yang sering dijumpai dengan
manifestasi ringan sampai berat. ISPA yciQg 'rnengeriai jaringan paru-paru atau ISPA berat,
dapat menjadi pneumonia. Pneumonia rnerupakan penyakit infeksi penyebab kematian
utama, terutama pada balita. Dalam Riskesdas ioi dikumpulkan data ISPA ringan dan
pneumonia. Kepada resporiden ditanyakan ~p~kah dalarn satu bulan terakhir pernah
didiagnosis ISPA/pneumotiia o1.eh, fenag,a kesehatan. Bagi responden yar:ig menyatakan
tidak pernah, dltanyakan apal?ah pernah menderna gejala ISPA dan pneumonia.
Tuberkulosis paru merupakan salah sanr p~nya,kit rh,enular kronls yang menjadijsu gl9bal.
Di Indonesia penyakit ini terrtja~ul< salah ,satu prioritas nasional unt4k program pengendalian
penyakit karena berdampak luas terhadap kualitas hidup dan ekonomi, serta s~ring
mengakibatkan kematian. Walaupun diaqnosls pasti rs berdasarkan pemeriksaan sputum
BTA positif, diagnosis klinis sangat menunjang untuk diagnosis dini terutama pada penderita
TB anak, Kepada respoden ditanyakan apakah t:Jalam 12 bulan terakhir pernah didiagnqsis
re oleh tenaga kesehatan, dan bila tidak, ditanyakan apakah menderita gejala b~tuk lebih
dari dµc;i 'minggu atau batukberdahak bercampurdarah. Campak merupakan penyakit yang
dapat diceqah dengan i111~misasi. Di: Indonesia masih terdapat kantong-kantong penyakit
campak sehingga tidak Ian;ing terjadi KLB. Kepada responder- yang menyatakan tidak
pernah ~didiagnosis carnpak oleh tenaga kesehatan, dital'lyakan apakah pernah menderita
gejaia demam tinggi dengan mata merah dan penuh kotoran, serta ruam pada kulit terutama
di leher dan dada.
Tabel 3.50
Prevalensi ISPA, Pneumonia, TB dan Campak menuruti<abupaten/Kota
di Pr.ovinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
70
Prevalensi penyakit lspa pneumonia, TB.dan campak masih menjadi prioritas utama pada
program pengendalian penyakit. ~ecara umurn rerata ProvinsL Jawa Barat S'etdikit diatas
rerata 'nasional kecuali prevalensL ISPA. pn~yal~nsj I.SP.A di Kabupaten Karawang secara
klinis maupun gejala menempati urufan tertinggi, prevalensi tertin...QQL12neumQnia terjadi di
kota Karawang, dan campak di kabupaten Cfrebon~ ·sedangkan prevalensi TB ·berdasar
- DIG tertinggi terdapat di -Kabupaten i:i.ul'Wak~rt~ Clan berClasarR"an D ada di kota Cirebq,n.
Tampak kabupaten Cirebon· memerlukan penanqanan' serius dimana keadaan
menggambarkan ISPA, TB masih diatas rerata provinsi dan prevalensi tertinggi penyakit
campak, pneumonia terjadi di kabupaten ini.
·Gambaran prevalensi menurut klasifikasi umur diharapkan mampu 71able71 informasi detait
untuk penanganarr yang sesuai umur. Secara meyakir'lkan baik berdasarkan DG maupuri D,
pneumonia tertinggi tersebar pada- kelompok umur ~ 75 tahun, Sementara menurur DG
prevalensl pada kelompok umur anak dan remaja/dewasa sedikit berbeda, pada 'usia
produktif jug a terdapat perbedaan kecil. · Menurut D prevalensi 1 % terjadi pada kelompok
umur 5 -54 th. Secara umum tidak ada gambaran khusus pada data 71 able berdasarkan
kelompok umur. Hal ini menunjukkan kasus 71 able71 merata terjadi di setiap kelompok
umur.
Lain halnya pada kasus ISPA, berdasarkan DIG dan D prevalensi tertinggi terdapat pada
kelompok urnur 1-4 tahun dan berdasarkan D tersebar di kelompok <1th. Data pada 71able
menginformasikan rentang prevalensi pada kelornpok urnur' dewasa dan anak-anak cukup
jauh, oleh karena itu perlu konsentrasi penanganan pada kelompok umur <5th .
Prevalensi campak tertinggi pada kelompok umur 1-4 tahun baik berdasarkan DG maupun
D. Perbedaan mencolok antar kelompok umur juga terjadi pada kasus campak. Seperti
kasus campak di Indonesia, umumnya campak banyak terjadi pada kelompok < 4th.
Prevalensi !SPA, Pneumonia dan TB baik dilihat berdasarkan DG, maupun D, prevalensi
pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Hal ini diduga laki-laki lebih
banyak terpapar 71able71 nal 71 kaum perempuan. Sebaliknya prevalensi campak baik
berdasarkan DG, D, dan G prevalensi lebih tinggi terjadi pada perempuan.
Prevalensi ISPA, pneumonia, TB, campak berdasarkan pendidikan, pola semakin tinggi
tingkat pendidikan maka penyakit ISPA baik berdasarkan DIG dan D prevalensinya semakin
rendah. Demikian juga untuk penyakit pneumonia, TB dan campak. Gambaran prevalensi
ISPA, pneumonia, dan TB menurut kelompok pekerjaan mengindikasikan resiko masih
banyak terjadi di masyarakat 71able71 petanian/nelayan/buruh. Sedangkan campak pada
kelompok ini dibawah rereli:I provinsi.
Prevalensi penyakit ISPA, pneumonia, campak, dan TB baik berdasarkan DG, D, lebih
tinggi di pedesaan dibandingkan dengan perkotaan. Terlihat bahwa menurut klasifikasi
pendidikan rentang tertinggi juga terjadi di antara kelompok tidak sekolah sampai dengan
tamat SD.
71.
Tabel 3.51
Prevalensi ISPA, Pneumonia; TB, Campa~ menurut Karakteristik Reponden
di Provlnsl Jawa Barat, Riskesdas 2007
Prevalensi ISPA, Pneumonia, TB, dan Campak berdasarkan kuintil (status ekonomi)
semakin tinggi kuintil (semakin kaya) maka prosentase DG semakin rendah. Berdasarkan
Oiagnosa oleh Nakes (D) pada kuintil 4 terlihat lebih tinggi dari kuintil 5, tetapi perbedaan
tidak begitu nyata. Gambaran prevalensi memberikan fakta penyakit ISPA, Pneumonia, TB,
dan Campak masih banyak diderita oleh sebagian besar masyarakat. Masyarakat miskin,
pekerjaan petani/buruh/nelayan, pendidikan rendah dan banyak _tinggal di pedesaan. Pola ini
ternyata masih belum bergeser. Sebagai contoh, tahun 1999 WHO memeperkirakan setiap
72
·tahun terjadi 583.009 kasus batu, umumny·terjad1 ~:fil rnasyaakat ke[ohlp.ot< ekonomi lemah
dan golongan usia produktit
73
Rerata prevalensi tifoid, hepatltis dan diare di Jawa Barat masih diatas rerata nasional, baik
prevalensi secara, Diagnosa oleh Nakes atau dengan Gejala (DIGj dan Diagnosa oleh
Nakes (D). Dimana sembilan wllayah prevalensi tifoid dan hepatitis menurut DIG) diatas
rerata provinsi (D/G} dan sebetas wilayah diatas rerata berpasar1$an D .. S,edangkan
prevalensl mlnurn obat diatas rerata nasional . Apabila diliha1 per Kabupaten/Kota maka
kejadian tifoiq menurut Diagnosa oleh nakes 1D) dan rnenurut DIG prevalensi tertinggi
terjadi di kabupaten Karawang-.
Secara klinis niaupun tfiagnosa gejala penyakit liepatiti~, banyak terjadi <Ii daerah kota.
Prevalensi hepatitisberdasarkan~DG'tertiflggi ai Kota Bogor,sebesar 1,41%, berdasarkan D
tertiriggi di Kota-sukabuml sebesar 0,73%. ' ,, ,
.. ~ J
Angka Prevalensi Dia,s:.e; tertinggi berdasarkan DIG terdapat ·di Kabupaten Cirebon sebesar
70.?~~o, namun preyalensi. diagnosa nakes 'tertinggi terja,di di Kabupaten Karawang.
Prevalensi rnlnurn Or(opatt,qralit). di kedua wilayah tersebut masing-fnasing masih dibawah
target naslonal. Prevalensl rninurn obat 0 tertinggi di Kabupatert Sumedarq sebesar 5p%.
I
Wilayah yang mempunyai prevalensi diatas rerata untuk ketiga penyakit ini adalah
Kabupaten Ci,anjur, Kabupaten Garut darrKota Bogor.
Penyakit menular tifoid, hepatitis dan diare rnerupakan penyakit dengan penyebaran melalui
makanan dan mlnumah; Kelornpok urnur xa'ng rentan terhadap penyakit diare ini ada pada
kelompoR O - 5th. Sedangkan rentan'htotd rata -rata ada pada kelompok.anak-anak usia
sekolah, sebaliknya hepatitis banyak terjadi pada kelompok usia produktif. Sementara usia
manula, terlihat prevalensi ke\iga penyakit ini cukup tinggi.
Prevalensi tifoid, -diare dan hepati~s banyak <:fideri'a 'kelornpok rc!Ri-laki (berdasarkan DG,
dan D). Sebaliknya prevalensi diare berdasarkan D kaum perempuan sedikit lebih tinggi.
Prevalensi ketiga penyak1t menular lnl-ternyata banyak terjadi di pedesaan, Namun demikian
prevalensi minuni obat/oralf di pedesaaan juga tiriggi:meski masih di bawah target 100 %.
Berdasarkan pendidikan terlihat gambaran prevalensi ketiga penyakit ini semakin rendah
seiring dengan meningkatnya petldidikan, Hanya pada penyakit tifoid dan hepatitis terdapat
sedikit perbedaan angka prevalensi, yaitu pada kelompok pendidikan tidak sekolah dan tidak
tamat sd. Sedangkan prevalensi minum obat tidak menunjukan perbedaan berarti antar
kelornpok pendidikan.
Klasifikasi prevalensi menurut tingkat pekerjaan akan memberikan gambaran lebih jelas
tentang mayoritas penderita di lingkunganya. Masih seperti kejadian penyakit menular
lainnya, pada kasus tifoid, hepatitis dan diare, mayorits penduduk berstatus
petani/nelayan/buruh mempunyai prevalensi tertinggi.
Prevalensi tifoid, 'hepatitis, diare berdasarkan kuintil dapat dilihat pada tabel 3.21. Walaupun
penyebaran prevalensi hampir merata di setiap kuintil, namun masih terlihat kuintil 5, masih
mempunyai prevalensi terendah. Artinya semakin kaya semakin kecil resiko menderita
penyakit tifoid, hepatitis dan diare.
Sudah dapat diduga penyakit hepatitis, tifoid, dan diare, masih menjadi masalah utama di
Indonesia. Dimana penyebaran penyakit ini berada pada masyarakat mayoritas. Masyarakat
mayoritas Indonesia adalah petani/nelayan/buruh yang berada di pedesaan denqan
pendidikan rendah dan berada pada posisi kuintil 1 dan 2
74
Tabel 3.53
P.revalensi Tifoid', 'Hepatltls; Diare menu~ut K~rakteristi~
di Provinsi Jawa Barat, Rislcesdas 2007
' •. ... ., ;o
.::.
.
Kar~kteristik Tifoid Hepatitis· Oiare
Responden D DG D DG ~ D DG . o.
Kelo~pok Umur ~
<1 0.4 0,9 0,1 0,2 12,3 17,9 3~.6
1-4 1.1 2,1 0',2' o.a 12,7 18,4' 49,&
5-14 1,7 2,6 0,2 0,4 5,4 9,7 36,3
15-24 1,8 2,6 .o.e 0,5 4,4 8,'1 28,3
25-34 1,1 1,8 0,2 r, 0,6 4,1 7,8'' 32,1
35-44 1,1 1,9 0,3 0,6 4,9 8,!) ~1,6
45-54 0,9 1,9 0,3 0';8 5,5 9,5 34,1
55-64 0,8 1,7 0,3 0,8 5,9 10, 1 34.o
65-74 0,9 1,7 0,5 t:O 6,6 11,4 32,2
>75 1,2 2,5 0,1 0,7 7,7 12,7 38,4
Jenis Kelamin
Laki-Laki 1,5 2,3 0,3 0,6 9,9" 9,9 34,8
Perempuan 1,1 1,9 0,2 .;.,
.~0.,5, 10,0 10,0 36:7
Pendidikan
TidaK Sekolah 0,8 0,4 0,3 0,8 7,7 13,5 ~7,1
Tidak Tamat SD 1,4 0,4 0,3 0,7 6,3 11,3 ,33.5
Tamat SD 1,4 0,4 0,3 0,8 5.~ 9,7 .3,4,1_
Tamat SMP 1,4 0,2 0,2 0.4 4,3 7,9 29,6
Tamat SMA 1,1 0,2 0,2 0,4 3,1 5,5 29,8
Tamat SMA Plus 0,6 0,1, 0,2 0,4 2,9 5,2 29.7
Pekerjaan
Tidak Kerja 1,7 2,3 0,2 0,7 0,6 10,4 35,2
Sekolah. 1,6 2,5 0,3 0,4 0,9 8,7 33,4
lbu Rumah Tangga 0,9 1,6 0',3 0,6 0,8 9,0 34,0
Peqawai 1,0 1,4 0,1 0,3 0,5 5,2 28,5
Wiraswasta 1,3 2, 1 0,3 Q,5 0,9 9,2 28,3
Petani/Nelayan/Suruh 1:4 2,6 0,3 0,8 1,3 10,4 34,0
lainnya 1,1 1,4 0,01 0,5 0,3 8,4 33,0
'- . --
Tempat Tinggal
Kota 1,04 1,8 0,2 0,5 4,8 8,3 36,2
Des a 1,54 2,5 0,3 0,6 ,6,9 11,8 35,4
Tingkat pengeluaran perkaplta
Kuintil_ 1 1,3 2,2 0,3 0,5 6,3. 11,3 35,8
Kuintil_2 1,5 2,5 0,3 0,6 5,7 10,5 37,2
Kuinti1_3 1,2 2,2 0,3 0,7 5,7 10,2 37,5
Kuintil_ 4 1,2 1,9 0,2 0,6 5,9 9,5 34,9
Kuintil 5 1,2 1,8 0,2 0,4 5,3 8,2 32,8
75
3.5. Penyakit Tidak Menular
Data penyakit tidak menular (PTM) yang dlsajikan meliputi penyakit sendi, asma, stroke,
jantung, OM, ~ipertensi, tumor/kanker, J;t8!1.99\.lan jiwa. berat, buta wama, glaukom.a-; bibir
sumbing,- dermatitis; Tinitis;- talal:fef!iia, . .. dan hemo~IJaa dianalisis berdasarkan ]awaban
responden "p~,rgah didiagnosis -Oleh ten~ga kesehatan" (notasi D pada, taoelY atau
"m~mmuiyai gejala klinis PTM". Prevalensi 'PTM· adalah gabunQan kasus PTM yang · perriah
didiagnosis nakes dan kasus yang mernpupyal riwayat gejala P.TM (dinotasikan sebagai DG
pada t.abel). Cakupan atau janqkauan pelayanan tenaga kesehatan terhadap kasus PTM di
masyarakat dihitung dari persentase setiap.kasus PTM yang telah didiagnosis oleh tenaga
kesehatan dibagi dengan persentase masing-masing kasus 'PTM yang ditemukan, baik
-
berdasarkan diagnosis maupun:gejala (D.dibagi DG). ,
.
Penyakit sendi, -hlpertensi dan stroke ditanyakan kepada responden umur 15 tahun ke atas,
sedangkan PTM'"tainnya .dltanyakan kepada semua responden. Riwayat penyakit sendi,
hlpertensl, stroke dan asma ditanyakan dalam kuruii 'waktu 12 bulan terakhir, dan untuk
jenis PTM lainnya kurun waktu riwayat PTM adalah selama hidupnya.
Untuk kasus penyakit jantung, riwayat pernah mengalami gejala' penyakit jantung dinilai dari
5 pertanyaan dan disimpulkan menjadi 4 .gej~la yang rhengarah ke penyakit jantung,·yaitu
penyakit· jantung kongeriital, angina, arltmla, dan dekompensasi kordis. Responden
dikatakan memiliki gejala jantung [ika.pernah mengalami salah satu dari 4 gejala termaksud.
Data hipertensi didapat deng~n metode wawancara dan p~'ngukuran. Hipertensi
berdasarkan hasil pengukuran/pemeriksaan tekanan darah/tensi, ditetapkan menggunakan
alat pengukur tensimeter digital. Tensimeter digital divalidasi dengan menggunakan standar
baku pengukuran tekanan darah {sfigmomanometer air raksa manual). Pengukuran tensi
dilakuka'n pada responden umur 15 tahun ke atas. Setiap responden diukur tensinya
minimal 2 kali, jika hastt pengukuran ke dua berbeda lebih dari 1 O mmHg dlbandinq
pengukuran pertama, maka dilakukan penqukuran ke tiga. Dua data pengukuran denqan
selisih terkecil dihitung reratanya sebagai hasil ukur tensi. Krlteriahipertensi yang digunakan
pada penetapan kasus merujuk pada kriteria diagnosis JNC VII 2003, yaitu hasil pengukuran
tekanan darah sistolik ~ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik '<!·go mmHg.
Kriteria JNC VII 2003 hanya berlaku.untuk usia 18 tahun keatas, maka prevalensi hipertensi
berdasarkan pengukuran tensi dihitung hanya pada penduduk umur 18 tahun ke atas.
Mengingat pengukuran tekanan darah dilakukan pada penduduk 15 tahun ke atas maka
temuan kasus hipertensi pada usia 15-17 tahun sesuai kriteria JNC VII 2003 akan
dilaporkan secara garis besar sebagai tambahan informasi. Selain pengukuran tekanan
darah, responden juga diwawancarai tentang riwayat didiagnosis oleh nakes atau (i_waya.t
meminum obat anti-hipertensi. Dalam penulisan tabel, kasus hipertensi berdasarkan hasil
pengukuran diberi inisial U, -kasus hipertensi berdasarkan diagnosis nakes diberi inisial D,
dan gabungan kasus hipertensi berdasarkan diagnosis nakes dengan kasus hipertensi
berdasarkan rlwayat minum obat hipertensi diberi istilah diagnosis/minum obat dengan
inisial DO.
76
Tabel3.54
Prevalensi Penyaklt Persandlan., Hipertensi, dan::Stroke
menurut Kabupaten/Kota di Provins! Jawa Barat, Riskesdas 2007
Penyakit
Hipertensi (%) Stroke(%)
Kabupaten/Kota Sendi (%)
' '
D DG D 0/0 U D DG
Kab.Bogor 11,7 35,9 7,4 8,2 23,3 0,6 0,7
Kab.Sukabumi 19,9 48,8 8,7 9,0 26,2 0,6 0,7
Kab.Cianjur 26,6 56,1 10,9 11,2 29,2 0,6 0,9
Kab.Bandung 12,8 39,7 10, 1 11, 1 29,4 1,0 1,2
Kab.Garut 35,5 55,8 11,2 11,8 38,2 0,4 0,9
Kab.Tasikmalaya 21,6 56,4 9,9 10, 1 43,1 0,8 1,1
Kab.Ciamis 18,4 47,2 9,8 10,6 35,5 1,0 1,2
Kab.Kuningan 11,4 35,1 9,0 9,1 42,4 0,5 0,6
Kab.Cirebon 12,3 47,1 8,3 8,5 31,4 0,8 1,1
Kab.Majalengka 24,6 51,9 10,6 11,0 29,3 1,1 1,3
Kab.Sumedang 31, 1 55,1 12,0 12,4 29,6 0,8 0,9
Kab.lndramayu 4,9 39,3 7,4 7,7 31,3 0,7 1,2
Kab.Subang 30,9 43,3 12,0 12, 1 27,3 0,6 0,6
Kab.Purwakarta 14,5 48,7 10,4 10,5 37,8 0,4 0,7
Kab.Karawang 22,8 41,4 12, 1 12,2 22,5 0,9 1, 1
Kab.Bekasi 14,3 31,4 8,0 8,2 24,1 0,9 0,9
Kota Bogor 20,6 42,5 11,2 11,7 28,4 0,8 1,1
Kota Sukabumi 11,4 37,7 10, 1 10,7 26,0 0,8 1, 1
Kota Bandung 17,9 31,6 8,9 9, 1 24,6 0,8 1,1
Kola Cirebon 12,7 37,4 9,8 9,9 27,4 1,2 1,2
Kola Bekasi 9,5 25,1 6,7 6,9 29,1 0,5 0,5
Kola Depok 8,8 23,0 9,7 9,9 22,6 0,9 1,0
Kola Cimahi 16, 1 39,4 11,0 11,6 26,5 0,8 0,9
Kota Tasikmalaya 14,8 42,5 9,2 9,5 41,0 0,8 1,0
Kota Banjar 16,9 50,5 10,2 10,3 40,8 1,0 1,0
Jawa Barat 17,7 41,7 9,5 9,9 29,3 0,7 0,9
Catalan : D = Diagnosa oleh Nakes 0 = Minum obat
DG= Diagnosis oleh nakes atau dengan gejala U = Hasil Pengukuran
DO= Diagnosis oleh nakes atau dengan gejala
*) Peny. Persendian dan stroke dinilai pada penduduk umur > 15 tahun, dan >18 tahun untuk
hipertensi.
Secara umum 41,7% penduduk Jawa Barat mengalami gangguan persendian, lebih tinggi
dari prevalensi Nasional yaitu 30,3%. Sementara prevalensi penyakit persendian
berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 17,7%, tidak jauh berbeda dengan
angka Nasional yaitu 14,0%. Menurut Kabupaten/Kota, prevalensi penyakit persendian di
Jawa Barat berkisar antara 23,0% - 56,4%, prevalensi tertinggi di Kabupaten Tasikmalaya
dan terendah di Kota Depok.. Sementara prevalensi penyakit persendian yang telah
didiagnosis oleh tenaga kesehatan berkisar antara 4,9 - 35,5%, dimana prevalensi tertinggi
ditemukan di Kabupaten Garut dan terendah di Kabupaten lndramayu.
77
Prevalensi hipertensi di Jawa Barat berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah adalah
29,3%, dan hanya berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 9,5%, sementara
berdasarkan diagnosis dan atau riwayat. minum obat hipertensi adalah.. 9,9%. Menurut
KabupaterrKot«, prevalensi· hipertensi berdasarkan tekanan darah berkisar antara 22,5% -
43, 1 %, prevalensi te~inggi. qi Kabupateh Tasikmalaya dan .tefertdah di Kabupaten
Karawang. Sementara prevalensi hipertensJ berdasarkan diagnosis oteh tenaga kesehatan
dan atau minum obat htpertenst. berkisar antara 6,9% - 12,4%. Memperhatikan angka
prevalensi hipertensi berdasarkan dipgnosis atall minum obat dengan prevalensi hlpertensi
berdasarkan hasil pengukuran ·tekanari darah-di'setiap Kabupaten/Kot~ di Jawa Barat, pada
umumnya nampak perbedaan brevalensi yang cukup besar. Perbedaan prevalensi paling
besar ditemukan di Kabupaten Kuningan. Data ini menunjukkan banyak kasus hlpertensi di
Kabupaten Kuningan 'maupun di wilayah lainnya di Jawa Barat belum ditanggulangi dengan
baik. ·
Berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan atau gejala yang menyerupai stroke,
prevalensi stroke di Jawa Barat adalah 0,9%. Menurut KabupatenlKota prevalensi stroke
berkisar antara 0,5% -1,3%. Kabupaten Majalengka mempunyai prevalensi lebih· tinggi
dibandingkan wilayah lainnya
Menurut kelompok umur dapat dilihat bahwa prevalensi penyakit sendi, hipertensi maupun
stroke meningkat sesuai dengan bertambahnya umur. Prevalensi penyakit sendi lebih tinggi
pada wanita, baik berdasarkan diagnosis maupun diagnosis atau gejala. Begitu juga pada
hipertensi baik berdasarkan diagnosis, riwayat minum obat, diagnosis dan minum obat,
rnaupun berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah bahwa prevalensi perempuan· lebih
tinggi dari pada pria. Sedangkan pola prevalensi stroke menurut jenls-kelarnin nampak tidak
ada perbedaan yang berarti.
Pola prevalensi penyakit sendi, hipertensi, dan stroke cenderung tinggi pada tingkat
pendidikan yang lebih rendah dan nampak sedikit rnenlnqkat kembali pada tingkat
pendidikan Tarnat PT. Namun, pada penyakit hipertensi yang minum obat, terlihat ada
peningkatan sedikit pada tingkat tidak tamat SD tetapi selanjutnya polanya sama dengan
yang lainnya. Berdasarkan pekerjaan responderi, prevalensi penyakit sendi pada
Petani/Nelayan/ Buruh ditemukan lebih tinggi dari jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan untuk
hipertensi, prevalensi lebih tinggi ditemukan pada mereka yang tidak bekerja. Untuk
penyakit stroke, prevalensi tertinggi yang berdasarkan diagnosa ada pada profesi
petani/nelayan/buruh, sedangkan jika berdasarkan diagnosa dan gejala, prevalensi tertinggi
ditemukan lebih tinggi pada mereka yanqtidak bekerja.
78
Tabel 3.55
Prevalehsi Peny~.kit P'ersendian, Hlpertenst, dan Strok.e menurut Karakteristik
Responden di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Penyakit sendi lebih .banyak pada penduduk di desa, sebaliknya penyakit stroke lebih
banyak di kota. Prevalensi penyakit hipertensi tidak terlihat perbedaan berdasarkan tempat
tinggal kecuali pada hipertensi hasil pengukuran, lebih banyak pada penduduk desa.
Berdasarkan status ekonomi yang diukur rnelalui tingkat pengeluaran pes kapita, prevalensi
penyakit sendi di Jawa Barat nampak cenderung lebih tinggi pada ekonomi menengah
(kuintil 3). Sedangkan untuk hipertensi, prevalensi cenderung meningkat sesuai dengan
79
peningkatkan ekonomi kecuali pada hipertensi berdasarkan hasil pengukuran, prevalensi
tertinggi ada pada mereka yang berada pada.ekonomi menengah (kuintil 3). lain halnya
dengan penyakit stroke, prevalensl teiiinggJ berdasarkan diaqnosa Iatan 'I pada ekonomt
terendah (kuintil 1 ). Sedangkan bila bei"dasarkan diagnosa dan,.gejala, prevalensi tt:rtinggi
pada ekonomi tinggi (kuiritil 4).
·Tabel 3.56
Prevalensi p~nyakit Asma*, Janlung*, Diabetes* dan Tumor**
menurut Kabupate~/Kota Di Provlnsl Jawa Barat, Riskesdas ~007
Prevalensi penyakit asma di provinsi Jawa Barat sebesar 4, 1 % (kisaran 1,5 - 7, 7%),
tertinqqi terdapat di Kabupaten Garut (7,7%) dan terendah di Kabupaten Kuningan (1,5%).
Prevalensi penyakit jantung 8,~% berkisar antara 3,8 - 14,9%, tertinggi di Kabupaten
Cirebon (14,9%) dan terendati Kabupaten Subang (3,8%). Prevalensi penyakit diabetes
sebesar 1,3% (kisaran 0,4 - '2,5%), tertinggi di kota Bogar (2,5%) dan terendah di
Kabupaten Sukabumi (0,4%).
80
Tabel 3.57
P.revalensi pehyakif'Asma*, Jantung*, Diabetes* dan Tumor" rnenurut
Kar-akteristik Responden Di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Penyakit asma dan jantung terdapat di semua kelompok umur dan prevalensinya
cenderung meningkat sesuai pertambahan usia. Prevalensi tertinggi diabetes pada usia 55-
64 tahun dan 75 tahun ke atas. Tumor cenderung meningkat sesuai usia, prevalensi
tertinggi pada kelompok umur 45 - 64 tahun.
81
Prevalensi penyakit jantung dan tumor pada perempuan cenderung lebih tinggt dari laki-laki.
Sebaliknya, pada penyakit asma, prevalensl laki-laki lebih tinggr dibanding perempuan. Lain
halnya denqan diabetes, laki-laki dan J?erempua~ mempunyai prevalensi yang sama
Untuk asrna maupun Jantung, prevalensi cenderung menurun sesuai dengan peningkatkan
pendidikan. Sebalikny~ pada tumor, prevalensi meningkat sejalan dengan peningkatan
pendidikan. Diabetes tinggi pada yang tamat perguruan tinggi. Prevalensi asma tinggt pada
petani/nelayan/buruh, janturtg tinggi pada kelompok yang tidak bekerja, diabetes tinggi
pada wiraswasta diikuti kelompok pegawai dan tidak bekerja. Prevalensi tumor tinggi -pada
ibu rumah tangga.
Prevalensi asma dan jantung lebih tinggi pedesaan dari perkotaan, Sedangkan diabetes dan
tumor prevalensinya cenderung lebih tinggi di perkotaan dari pedesaan. Penyakit asma dan
jantung bila diukur melalui tingkat pengeluaran per kaplta prevalensinya cenderung menurun
sesuai dengan peninqkatkan- ekonomi. Berlawanan dengan penyakit tersebut, diabetes
meninggi sesuai dengan tingkat pengeluaran. Stroke yang terbanyak di kuintil 5.
Tabet 3.58
Prevalensi Penyakit Keturunan* (Gangguan Jiwa Berat, Buta Warna,
Glaukoma, Sumbing, Dermatitis, Rhinitis, Talasemia, Hemofilia) Menurut
Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Hemo
Jiwa
Kabupaten/Kota Buta Glau- Sum- Derma- Rinitis Tala-
Warn a koma bing titis __.... Semi a filia
-
82
Prevalensi gangguan jiwa berat di provinsi Jawa Barat ~2% (kisaran 0, 1 -:. 0,7~o), terttnggi
di l)ota Banjar, terdapet.di.sernua kabupaterukota.kecuaf di Kabup(\te·n Subang. Prevalensi
buta warna 0,6% (klsaran O", 1 - 2,0%), tertinggi di Kab. qrebon·, diik\Jti kota Sukabumi dan
Kab. Karawang, tidak terdapat di Kab: Subang. 'P..revalensi glaucoma 0,4%, (kisaran 0,1 -
3,7%), tertinggi di Kota Sukabumi, terdapat di semua kabupaten/kota, kecuali kab.
Majalengka, Kota Bandung, dan kot~ tasikmalaya
~"; t
Prevalensi bibir .sumbing 0, 1% (kisaran 0, 1 - 0,3%). dan thallasemia O.~ % (kisaran 0,1 -
0,2%). Prevalensi tertinggi bibir sumbing di Kab.Cirebon. Lainnya....prevalensi kecil di semua
kabupaten/kota. Prevalensi dermatitis 9,3% (kisaran 3,4 - 16, 1 %), ·tertinggi di Kab. Cirebon
diikuti Kota Bogor dan Kota Cimahi, terdapat di semua kabupatenrkota.. Prevalensi rhinitis
3,6% (kisaran 0,2- 7,8%), teFtinggi di Kota Cimahi, diikuti kota Depokdan kota Bekasi .
.{·
Hemofili seperti buta warna· mempunyai prevalensi yang sama yaitu 0,6% (kisaran 0, 1 -
2,0%), tertinggi di kabupaten Cirebon diikuti kota Sukabumi daru Kab. Karawang, tidak
terdapat di Kab. Subang. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut kenapa angka prevalensi
buta warna dan hemofili hampir bersamaan antara kabupaten/kota yang ada di provinsi
Jawa Barat.
3.5.2. Gangguan Mental Emosional
Di dalam kuesioner Riskesdas, pertanyaaan mengenai keseh'atan mental 'terdapat di dalam
kuesioner individu F01 -F20. Kesehatan mental dinilai dengan Self Repoiting Questionnaire
(SRQ) yang terdiri dari 20 butir pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan SRQ diberikan kepada
anggota rumah tangga (ART) yang berusia <:: 15 tahun, Ke-20 butir pertanyaan ini
mempunyai pilihan jawaban "ya" dan "tidak". Nilai batas pisah yang ditetapkan pada survei
ini adalah 5/6 yang berarti apabila responden menjawab minimal 6 atau lebih jawaban "ya",
maka responden tersebut diindikasikan mengalami gangguan mental 83able83nal. Nilai
batas pisah tersebut sesuai penelitian uji validitas yang pernah dilakukan (Hartono, Badan
Litbangkes, 1995).
Gangguan mental 83able83nal merupakan suatu keadaan yang rnengindikasikan individu
mengalami suatu perubahan 83 able 83 nal yang dapat berkembang. menjadi keadaan
patologis apabila terus berlanjut. SRQ memiliki keterbatasan karena hanya mengungkap
status 83 able 83 nal individu sesaat (± 2 minggu) dan tidak dirancang untuk diagnostik
gangguan jiwa secara spesifik. Dalam Riskesdas 2007 pertanyaan dibacakan petugas
wawancara kepada seluruh responden. Tabet di bawah ini menunjukkan prevalensi
gangguan mental 83able83nal pada penduduk berumur ;:: 15 tahun. lndividu dinyatakan
mengalami gangguan mental 83 able 83 nal apabila menjawab minimal 6 jawaban "Ya"
kuesioner SRQ. v
83
label 3.59
Prevalensi Garygguan Mental Eruo~iopaj-pada Penduduk Berumur 151ahun·Ke Atas
(berdasarkan ~~I~R.eeortfng que;;tionPi!{re-20)* menu rut Kabltpaten/kota di Pto'vinsi
Jawa Barat, Ri~sdas 2007
Dari table 3.59 terlihat prevalensi-Ganqquan Mental Emosional di Jawa Barat (20,0%) lebih
tinggi dibandingkan prevalensi riasional (11 ;6%). Di antara kabupaten/kota, prevalensi
tertinggi di Kabupaten Purwakarta (·31,9%) dan terendah di Kabupaten Kuningan (11,2%)
84
r 'Tabet 3.so
Prevalens] Gangguan.Merital '.Efnosional pada'P.eQdu·~uk q~rur;nur 1& Tah.unKe
Atas. (berdasarkan Self Reporting Quest{on'n~ire-2.0)* menu rut l;{arakteristik
Responden~i·F'r'9vins!J~w~,B~raf,,Risk~sdas.~007
Klasifikasi Daerah
Perkotaan 18,8
Pedesaan r
21,3
'•
85
Dari tabel 3.60 terlihat prevalensi Gai;i.ggp~Q Mental Emosional meningkat sejalan dengan
pertambaharr Uf!lUL Berdas.arl<an,1;1mur, prevalensi ·tertinggi pada kelompok umur 75 tahun
ke atas (41,6'%) dan terendah pada .l<elomRok umur 15-24Jahun (16,5%). Kelomp6k yang
rentan.menqalaml gangguaJj m~ntal'emoslOnal ad~l?h perempuan (24,3%), kelompok yang
memiliki pendidikan rendah: (palihg ~tinggi pada · kelompok tidak sekolah, yaitu 32,0%),
kelompok yang tidak bekqrja (27,6%), tinggal di desa (21,3%), serta kelompok tingkat
1:
pengeluarap per: kap!ta ru/Tlah taogga, tersndah (pad a Kuintil. 23 ,6%t ·
Keterbatasan SRQ hanya dapat mengungkap gangguan mental- emoslonal atau distres
emosional ,sesaat. lndividu yang dengan alat ukur ini dinyatakan rnenqalaml gangguan
mental emoslonat akan lebih baik dilanjutkan dengan wawancara psi~iatri dengan dolder
spesialis jiwa untuk menemukan ada tidaknya gangguan jiwa yang sesungguhnya serta
jenis gangguan jiwa nya ·
86
,., ~edangk~n DG adalab persentase' D ditambah persentase responden yang' mempunyai
gejala utarna-katarak '(penglihatan berkabut dan silau), tetapi tid~k 'pernah d,{diagnosis oleh
t~paga kesehatan. Persentase riwayat operasi katarak didap~tkan dari respcnden yang
m,,eng?kU pernah didiagnosis katarak dan pernali menjalanl operasl katarak dalam '12 bulan
terakhir.Keterbatasan pengumpulan data visus adafah tidak dilakuk~mnya koreksi vlsus,
tetapi dilakukan pemeriksaan visus tanpa pin-hole, dan jika vlsus lebih' kecil dari 20/20
dilanjutkan dengan pin-hole. Keterbatasan pada pengumpulan data katarak adalah
kemampuan pe~g~mpt.ll data. (~uryeyor') Y.~mg bervarlasl dalam menilai lensa mata
meng"gunakan alat bantu pen-light, sehingg(\ pemakaian lensa intra-okular pada tesponden
yang rnenqaku tefah menjalani operas! katarak tidak dapat dikonfirmasi.
Tabel 3.61
Persentase Penduduk Usia 6 Tahun Ke Atas menurut Low vision,Kebutaan
(dengan atau Tanpa Koreksi Kacamata Maksimal) dan Kabupaten/Kota
di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Persentase low vision di Jawa Barat adalah 4.4% berkisar' antara 2, 18% (Kota Depok)
sampai 8,76% (Kabupaten Kuningan}, sedangkan persentase kebutaan 0,70% yitu sedikit di
bawah prevalensi nasional (0,9%) berkisar 0, 16% (Kabupaten Subang) sampai 1,45%
(Kabupaten Kuningan dan Kota Tasikmalaya). Dibandingkan dengan persentase low vision
di tingkat provinsi, 13 dari 25 kabupaten yang ada masih memiliki persentase lebih tinggi.
T erdapat 16 kabupaten dengan persentase lebih tinggi di banding persentase provinsi.
Diperlukan kajian lebih lanjut untuk mengidentifikasi penyebab /ow vision dan kebutaan
sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan di tingkat kabupaten.
87
Mempertimbangkan bahwa keadaan low vision dan kebutaan akan mengakibatkan
seseoranq kehilangan kemandlrlan untuk menjalankan aktivitas sehari-hari, maka
penanqanan khusus untuk rnembenkan koreksi penglihatan maksimal bagi penderita low
vision dan kebutaan denqan penyebab yang dapat dlperbalkl, tampaknya cukup esensial
guna mengembalikan kemampuan penderita dalam upaya memenuh1 kebututtan hidup
pribadi dan keluarganya.
Tabel 3:62
Persentase Penduduk Umur 6 Tahun Ke Atas menu'rut Low Vision, Kebutaan (dengan
.atau Tanpa Koreksi Kacamata Maksimal) dan Karakteristik R~s~ponden di Provins!
Jawa 'Ba rat, Riskesdas 2007
Karakteristik responden Low vision *(%) Kebutaan**(%)
Kelompok umur (tahun)
6- 14 0,65 0,11
15-24 0,94 0,06
25-34 1,66 0,06
35-44 1,92 0,11
45-54 5,39 0,48
55-64 13,61 1,63
65-74 27,01 5,08
75+ 39,90 12,76
Jenis kelamin
Laki-laki 3,62 0,60
Perempuan 5,14 0,79
Pendidikan
Tidak sekolah 18,15 4,51
Tidak tamat SD 6,89 1, 11
Tamat SD 4,18 0,50
Tamat SMP 2,03 0,16
Tamat SMA 1,77 0,14
PerguruanTinggi 1,74 0
Pekerjaan
Tidak bekerja 10,05 2,83
Sekolah 0,65 0,03
lbu RT 5,33 0,65
Pegawai (negeri, swasta, polri) 1,69 0,13
Wiraswasta 3,33 0,39
Petani/ nelayan/ buruh 6,72 0,69
Lainnya 8,10 1,07
Tipe Daerah
Perkotaan 3,76 0,52
Perdesaan 0,52 0,89
Tingkat pengeluaran rumah tangga per kaplta
Kuintil-1 4,48 0,75
Kuintil-2 4,68 0,89
Kuintil-3 4,87 0,62
Kuintil-4 4, 18 0,75
Kuintil-5 3,83 0,46
Catatan: *)Kisaran visus: 3/60 ::. X < 6/18 (20/60) pada mata terbaik
**)Kisaran visus <3/!)0 pada rnata terbaik
88
Menurut karakteristik umur, persentase low \lfsion makin !!1~ningkat sesuai pertambahan
usia dan rneninqkat tajam 'pada kisaran usla 45 .tahun l<eatas,1 sedangkan persentase
kebutaan meningkat J~jam .pada goldn'gaft usia 55 ·tahu'it keatas. Beberapa penelitian
tentang low vision dan kebutaan di negara tetangga melaporkan bahwa _katarak senilis
(proses deqeneranf) . merupakan penyebab tersering yang dlternukan pada penduduk
golongan umur 50 tahun keatas. Katarak adalah salah satu penyebab gSingguan visus yang
dapat dikoreksi deogan operasi, sehingga besar harapan bagi p~n·d~rita' low vision dan
kebutaan akibat katarak untuk dapat melihat kembali pasca operasi.dan koreksi. Perlu
disusun kebijakan oleh pihak berwenang dalam upaya rehabilitasi /ow vision dan kebutaan
akibat katarak, sehingga kebergantungan penderita dapat dihilangkan.
Dalam tabel yang sama tampak pula bahwa persentase low vislon dan kebutaan pada
perempuan cenderung lebih tinggi dibanding laki-laki
Persentase low vision dan kebutaan pada penduduk berbanding terbalik dengan tiogkat
pendidikan, makin rendah tingkat pendidikan makin tinggi persentasenya, sementara itu
sebaran terbesar juga berada pada kelompok penduduk yang lidak 'bekerja'. Kenyataan
bahwa persentase penduduk yang kehilangan kemandirian akibat /Oy.' vision dan kebutaan
pada umumnya juga mempunyai keterbatasan pendidikan dan pekerjaan/penghasilan,
menyebabkan kekhawatiran akan timbulnya kebergantungan mereka 'kepada orang lain,
baik secara fisik maupun finansial, yang makin memperberat beban kelu.arga, sehingga
membutuhkan perhatian dan penanganan khusus dari pihak pemerintah dan sektor terkait
lainnya.
Persentase low vision lebih tinggi di perkotaan dari pedesaan, sedanqkan kebutaan sedikit
lebih tinggi di daer'ah perdesaan dibanding perkotaan. Akan tetapi terdistribusi hampir
merata di semua kuintil. Hal ini menunjukkan bahwa persentase low vision dan kebutaan
tampaknya tidak terfokus pada kelompok kuintil rendah .
... -
89
Tabet 3.63
Persentase Pendudu,k Umur 30, Tahun ke.atas dengan Katarak
Menurut Kabupaten/Kota.dl Provlnsl Jawa Barat,,Riskesdas 2007
Secara keseluruhan, persentase penduduk usia 30 tahun keatas di Jawa Barat yang pernah
didiagnosis katarak maupun yang mengaku di diagnosa dan mempunyai gejala penglihatan
berkabut 1,66% dan 17,59% yang tidak berbeda jauh dengan angka nasional. Persentase
diagnosis oleh nakes terendah ditemukan di Kab. Sukabumi (0,73%) dan yang tertinggi
adalah di Kata Bandung (2,82%).
Adapun rasio persentase katarak berdasarkan diagnosis atau gejala dari yang terendah
berturut-turut adalah sebagai berikut: Kata Cimahi, Kata Depok, Kata Bekasi, Kata Bandung,
dan Kota Sukabumi. Persentase diagnosis katarak oleh nakes yang masih sangat rendah
mungkin juga berhubungan dengan masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk
memeriksakan kesehatan matanya, meskipun mereka telah mengalami gejala gangguan
penglihatan. Dalam hal ini, pemerintah daerah (Pemda) selayaknya memikirkan strategi
khusus untuk dapat menjaring penderita katarak secara aktif, terutama yang sudah
mengalami gangguan penglihatan low vision dan kebutaan untuk menjalani rehabilitasi
berupa operasi katarak yang prosedur penatalaksanaan dan pembiayaannya mungkin juga
memerlukan dukungan pen uh dari Pemda dan sektor terkait lainnya.
90
Tabel 3.64
Persentase Penduduk Umur 30 Tahun keatas dengan Katarak
Menurut Karakteristik Responden di Provlns! Jawa Barat, Riskesdas 2007
Persentase diagnosis katarak oleh nakes meningkat sesuai pertambahan usia, cenderung
lebih besar pada perempuan (18,88%). Pada Katarak yang pernah didiagnosis oleh nakes
terlihat sedikit lebih besar di daerah perkotaan (1,84%) sedangkan untuk yal')g didiagnosa
oleh nakes ataupun mernpunyai gejala katarak, di pedesaan lebih besar (20,92%) .
Persentase katarak Seperf halnya low vision dan kebutaan, lebih besar pada penduduk
dengan latar pendidikan tidak sekolah dan tidak tamat SD, juga tinggi pada kelompok
penduduk yang tidak bekerja. Hal ini bila dlhubunqkan dengan adanya progam penjaringan
kasus katarak yang saat ini sedang. meningkat dilakukan secara gratis dan massal berkat
kerja sama organisasi profesi (dokter ahli mata) dengan pemerintah, swasta, maupun
organisasi sosial. Selain itu, besarnya persentase penduduk yang tidak bekerja maupun
bekerja di sektor informal yang mempunyai persepsi bahwa untuk beraktivitas/bekerja tidak
memerlukan penglihatan yang tajam.
91
Penduduk yang didiagnosis katarak oleh nakes maupun yang mempunyai gejalanya
tersebar merata paca 5 kuintil yang dikelompokkan berdasarkan pengefuaran per kapita per
bulan dala~ rurnah tangga, tetapi tarnpak bahwa ,prevalensi katarak terendah ·ditemukan
pada kuintil tertinggi (14,93%). Sedanqksn pada penduduk yang didiagnosa oleh nakes,
prevalensi terendah ada pada kuintil 3 (1,4S%).
Tabel 3.65
Persentase Penduduk Umur 30 Tahun Ke Atas dengan Katarak Yang Pernah
Menjalani Operasi Katarak dan Memakai Kacamata Pasca Operasi menurut
Kabupaten/Kota di P.rovinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Operasi katarak Pakai kacamata
Kabupaten/kota (%) pasca operas!(%}
Kab Bogor 0, 18 60,00
Kab Sukabumi 0,34 16,67
Kab Cianjur 0,19 100,00
Kab Bandung 0,34 100,00
Kab Garut 1,83 2,56
Kab Tasikmalaya 0,35 25,0Q
Kab Ciamis 0,72 80,00
Kab Kuningan 0,22 • 50,00
Kab Cirebon 0,06 ·-' 0
Kab Majalengka 0,83 77,78
Kab Sumedang 1, 10 62,50
Kab lndramayu 1,15 40,00
kab Sub.ang 0,70 60,00
Kab Purwakarta 0,52 0
Kab Karawang 1,03 84,62
Kab Bekasi 0,97 50,00
Kota Begor 0,38 66,67
Kota Sukabumi 0,00 0
Kota Bandung 0,72 69,23
Kota Cirebon 1, 15 50,00
Kota Bekasi 0,90 46,15
Kota Depok 0,60 80,00
Kota Cimahi 0,41 33,33
Kota Tasikmalaya 0,83 66,67
Kota Banjar 0,68 100,00
Jawa Barat 0,64 46,86
Catatan: *)Respondenyang pernah didiagnosisKatarak oleh nakes
Persentase operasi katarak dalam 12 bulan terakhir untuk tingkat provinsi adalah sebesar
0,64 dengan kisaran terendah adalah di Kab. Bogor (0,18%) dan tertinggi adalah Kab. Garut
(1,83%), tidak ada operasi katarak di Kota Sukabumi. Operasi katarak di Jawa Barat hampir
sama persentasenya dengan naslonal (0,68%). Jumlah operasi ini masih sangat rendah dan
dikhawatirkan akan mengakibatkan penurnpukan kasus Ratarak, Oleh karena ltu, perlu
kajian lebih lanjut untuk nfer:igetahu~ penyebab rendahnya persentase operas! katarak untuk
mengatasi masalah low vision dan kebutaan akibat katarak.
92
Penggunaan kacamata pasca operasi -katarak di tingkat provinsi adalah sebesar 46,86%
dengan. kisaran terendah adalah, di Kab Cirebol1, Kao. Purwal<ana! dan Kota SukabUrii
(Oo/o). Tertinggi .adalah Kab- -9janjur, Kab. Bandung, darr Kota [3anjar (dan '100%).
Pemberian · kacamata operasi -bertujgan rnengoptlrnalkan tajanf,.periglihatan jarak jaun
maupun jarak dekaf pasca operasl katarak, sehingga tidak semua penderita pasca op'erasi
merasa memerlukan kacamata · untuk rnelakukan aktivitas- sehari-hari. Bila dilihat c!ari
persentase, katarak di Kab Garut yang tertinggi, akan tetapi-pemakatan kaca mata pasca
oper~slnya terendah. Hal ini mungkin, karena tidak semua yang telah melakukan operai
katarakmemerlukan kacamata untuk kegiatan harian.
Pada tabel '3.66 terlihat kecenderungan peninqkatan presentase operasi katarak dan
pemakain kaca mata pasca operasi sesuai bertambahnya umur . Hal ini sesuai d~ngan
persentase low vison dan kebutaan yang meningkat sesuai pertambahan umur. Persentase
operasi katarak pada laki-laki cenderunq lebih tinggi dibandingkan pada perempuan,
rneskipun persentase diagnosis katarak oleh nakes ataupun gejala pada perempuan lebih
besar .. Hal ini mungkin dikarenakan masih adanya bias gender dalam masyarakat yang lebih
rnengutamakan .lakl-lakl dil;>anding perempuan dalam sebagian besar aspek, termasuk
bidang kesehatan. Keadaan tersebut dikhawatirkan dapat menlmbulkan penumpukan kasus
katarak pada perempuan sehingga jumlahnya lebih banyak dibandingkan laki-laki.
Persentase operasi katarak lebih besar pada kelompok penduduk tidak sekolah dan tidak
tamat SD, lebih besar pada kelompok sekolah dan tidak bekerja, dan lebih besar dr daerah
perkotaan. Hal ini mungkin berkaitan dengan kemudahan akses ke sarana kesehatan· yang
mempunyai alat bperasi di perkotaan pada umumnya lebih mudah dibanding di perdesaan.
Banyaknya penduduk yang tidak sekolah dan tidak tamat SD dan yang tidak bekerja
melakukanoperasi katarak kemungkinan dikarenakan adanya program operasi katarak
gratis.
,_-
93
Tabel 3.66*
Persentase,s;>endudu.k Usia ~ 30 Tahun-Dengan Katarak yang Pernah M'enjalani
f.)perasi Kat~rak~dan-Memakai:Kaca1nata Pasca Operasi Meriurut Karakteristik
Responder» di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Lama pendidikan
Tidak sekolah 1,02 42,86
Tidak tamat SD 0,78 41,46
Tamat SD 0,59 --~ 48,53
Tamat·SMP 0,39 33,33
Tamat SMA 0,45 58,82
TamatPT 0,68 77,78
Pekerjaan
Tidak bekerja 1,22 61,76
Sekolah 1,70 33,33
lbu RT 0,58 30,00
Pegawai (negeri, swasta, polri) 0,51 70,00
Wiraswasta 0,54 53,85
Petani/ nelayan/ buruh 0,47 40,00
Lainnya 1,96 81,82
94
3.5.4. Kesehatan Gigi ~ 1•
# . - 1i --? f "I t ' ..
Untuk mencapai targ'et' pencapalan pelayanan kesehatan gigi 2010, telah dilakukan
berbagai program, baik promotif, preventif, protektif, kuratif maupun rehabilitatif. Berbagai
indikator dan target telah ditentu!<.an WHO, antara- lain. anak umur 5 tahun 90% bebas
karles.ienak umur 12 tahun mernpunyai tingkat ·keparahan kerusakan gigi (lndeks Dfy1F-T)
sebesar 1 (satu) gigi; penduduk umnr 18 tahuJ1 6eba'S g1gi'yang dicabut (kom}:>oneh M=O);
r penduduk uniur 35-44 tahun memiliki minimal 20 gigi t;>~rfungsi sebesar 90%, dan l?E?ndudµk
umur 35-44 tanpa gigi (edentulous) S2%; penduduk, umur 65 tahun ke atas masih
mempunyai gigi berfungsi sebesar 75% dan penduduk tanpa gigi s5%.
Tercfapat lima langkah program indikator terkait penilaian keberhasuarrproqrarn dan
pencapaian target gigi sehat 2010, yaitu:
Performed Treatment lndex(PTI) .merupakan angka persentase dari jumlah gigi tetap yang
ditumpat terhadap angka DMF-T. PTI menggambarkan motivasi dari seseorang untuk
menumpatkan giginya yang berlubang dalam upaya rnempejtahankan gigi tetap. Required
Treatment Index (RTI) merupakan angka persentase dari jumlah gigi tetap yang karies
terlladap angka DMF-T. RTI menggambarkan besarnya kerusakan yang belum ditangani
dan memerlukan penumpatan/pencabutan.
95
Tabel 3.67
Prevalensi Penduduk Bermasalah _Gigi-M4lut Menurut KabuP,a~n/Kota
di Provinsl Jawa B'arat, Riskesdas 2007
,
,•
.. • :I' '
Dari sebanyak 25,3% penduduk Jawa Barat mengalami masalah gigi mulut (gimul)
sebanyak 33,1% nya menerima perawatan dari tenaga rnedis, Terdapat 13 dari 25
kabupaten/kota di ·Jawa Barat ya~.9,meJ11P,unyaj prevalensi masalah gigi mulut yang lebih
tinggi dibandingkan dengan provin~i. P.revql~risi tertinggi ditemukan di .Kabupaten·Garut
(36,7%) sedangkan terendah di kabupaten Kuningan (13%). Sedangkan yang menerima
perawatandari tenaga medis gigi berkisar antara 21,2% - 52,5% dengan prevalensitertinggi
di kota Cirebon dan terendah di kab Cianjur. Pada tabel di atas juga dapat dilihat bahwa
prevalensi penduduk yang kehilangan seluruh gigi asli adalah 0,7% dan 9 kabupaten/kota
diantaranya mempunyai prevalensi lebih tinggi dibanding provinsi. Kabupaten Sumedang
mempunyai prevalensi tertinggi (1,2%) dibandingkan kabupaten/kota lainnya dan kota
Depok yang terendah (0,2%).
96
Tabel 3.68
Prevalensl Penduduk B.ermasalah Gigi-Mlllilt Menurut ~~rakteristik Responden
di Provtns! Jawa Barat, Riskesdas '2007
Menerima Hilang
Bermasalah perawatait seluruh gigi
Karakteristik
gigi-mulut Dari fenaQa medis asli
I i
Umur
<1 1,1 25,0 0,2
1 - 4 9,4 ·33,7 0,0
5 - 9 ~8,1 37,5 0
10-14 23,2 31,0 0
15-24 23,0 28,8 0
25-34 26,2 34,9 0,0
35-44 30,0 35,3 0,1
45-54. 32,0 34,5 0,4
55-64 31,0 30,4 1,5
65+ 25,0 26,2 8,8
Jenis k~lamin
Laki-laki 24,1 31,0 0,7
Perempuan 26,5 35,0 0,6
Tipe Daerah
Perkotaan 23,8 38,4 0,5
Perdesaan 27,1 28,0 0,8
Tabel 3.68 menggamb<=!~Js.an jenis perawatan yang diterima penduduk yang mengalami
masalah gigi-f)lulut dalam 12 bulan terakhir menurut karakteristik responden Jawa Barat.
Pada responden yang mengalami gangguan mulut, tidak tampak, perbedaan persentase
dalam menerima perawatan/pengobatan gigi berdasarkan kelompok umur. Perbedaan
terlihat untuk responden tampak hila dilihat berdasarkan tempat tinggal, dimana persentase
yang menerima perawatan/pengobatan di kota (38,4%) lebih tinggi dibandingkan di desa
(28,0%). Berdasarkan tingkat pengeluaran per kapita per bulan, tampak kecnderunqan
peningkatan persentase yang mendapat perawatan/pengobatan gigi sejalan peningkatan
tingkat pengeluaran.
di dilihat bahwa berdasarkan umur maka yang paling banyak mengalami masalah gimul
terjadi pada kelompok umur 35 - 64 tahun (>30%). Akan tetapi, yang paling banyak
menerima perawatan dari tenaqa medis gigi adalah kelompok umur 5 - 9 tahun (37,5%).
Sedanqkan Persentase terbanyak yang kehilangan seluruh gigi aslinya adalah penduduk
yang berumur 65 tahun ke atas.
Berdasarkan jenis kelarnin, persentase masalah gigi mulut dan yang menerima perawatan
dari tenaqa medis gigi lebih tinggi pada perempuan. Sedangkan pada penduduk yang hilang
seluruh gigi aslinya lebih banyak pada laki-laki. Masalah gigi mulut lebih banyak pada
penduduk desa. Akan tetapi, yang menerima perawatan dari tenaga medis gigi lebih banyak
97
di kota. Hal ini mungkin dikaitkan dengan kemudahan akses dan fasilitas perwatan gigi di
kot~ leblh baik dlbanding ~i desa, Pada penduduk yaog hilang seluruh gigi asll, lebih banyak
terjadi pada penduduk desa,
Berdasarkan status ekonomi yang diukur melalui tingkat pengeluaran per kapita, persentase
masalah gigi mulut di Jawa Barat relatif tidak jauh berbeda antar nilai kuintil pada kisaran
24,5 - 25, 7%. Sedangkan untuk yang menertma perawatan dari tenaga medis,
persentasenya meningkat sesuai dengan peningkatkan ekonomi. lain halnya dengan
pen'duduk yang kehilangari seluruh gigrasli, petsentase tertinggi ada pada ekonomi tertinggi
(kuintil 5).
Tabet 3.69
Persentase Penduduk yang Menerima Perawawatan/Pengobatan Gigi menurut
Jenis Perawatan dan Kabupaten/Kota di Provins! Jawa Barat, Riskesdas 2007
Jenis ~erawatan gigi
Pemasangan Konseling
Penambalan/
Kabupaten(Kota gigi perawatan/
Pengobatan pencabutan/ Lainnya
lepasan I kebersihan
bedah gigi
tiruan gigi
Kab Bogor 92,2 32,4 2,3 14,4 1,6
Kab Sukabumi 92,4 23,9 1,7 9,0 1,9
Kab Cianjur 97,8 21,4 2,7 18,7 3,1
Kab Bandung 89,0 41,3 3,5 11,3 4,5
Kab Garut 93,4 27,8 6,3 __ - ... 7,4 0,3
Kab Tasikmalaya 90,9 45,0 1,3 8,7 0,9
Kab Ciamis 94,2 41,2 11, 1 24,9 4,7
Kab Kuningan 96,0 28,4 4,1 6,8 0
Kab Cirebon 94,1 33,4 2,1 22,8 2,3
Kab Majalengka 83,8 35,8 1,7 9,2 10,4
Kab Sumedang 94,2 33,9 2,7 12,9 2,0
Kab lndramayu 92,1 35,1 0,8 4,8 2,0
kab Subang 88,6 36,0 1,4 6,5 3,7
Kab Purwakarta 89,9 37,0 2,5 13,4 0,9
Kab Karawang 92,4 37,7 0,3 18,0 2,5
Kab Bekasi 78,4 36,3 1,4 8,7 1,9
Kota Bogor 88,0 47,2 ,9 29,8 2,8
Kota Sukabumi 80,0 48,0 2,7 18,4 1,4
Kota Bandung 85,4 51,8 2,6 12,3 1,2
Kota Cirebon 73,8 39,3 1,7 16,9 0,0
Kota Bekasi 75,0 56,7 2,0 16,9 7,3
Kota Depok 79,5 41,9 2,8 23,4 10,8
Kota Cimahi 81,7 44,7 2,8 16,9 3,5
Kota Tasikmalaya 79,7 45,0 3,4 6,8 0
Kota Banjar 95,7 22,7 0,0 17,4 0
JAWA BARAT 88,7 37,8 2,6 14,2 3,0
Persentase pengobatan gigi dalam 12 bulan terakhir untuk Jawa Barat (88,7%) lebih tinggi
dari angka nasional (87,6%), terendah di kota Cirebon (73,8%) dan tertinggi di Kabupaten
Cianjur (97,8%). Selanjutnya Prsentase penambalan/ pencabutan/bedah gigi di Jawa Barat
adalah 37,8% tertinggi di Kata Sukabumi (48,0%) dan terendah, di Kabupaten Cianjur
(21,4%). Sedangkan untuk pemasangan gigi palsu lepasan (protesa)/gigi palsu cekatan
(bridge) secara keseluruhan Jawa Barat ada 2,6%, tertinggi di Kabupaten Garut (6,3%) dan
terendah di Kota Banjar dalam jumlah yang sangat kecil (0,0%). Sebanyak 14,2% penduduk
Jawa Barat yang mengalami masalah gimul melakukan konseling perwatan/kebersihan gigi
dimana persenfase tertinggi di Kota Begor (29,8%) dan terendah di Kabupaten lndramayu
(4,8%).
98
Tabel'3.70 "'
Persentase P,~ndu~uk yang Menerima P~rawc:jVl(atarf/Pengo6atan Gigi me'nurut Jenis
P.erawatan dan Karakterlstlk Responden di Kabupaten/Kota di Provins! Jawa Barat,
Riskesdas 2007
I
Jenis perawatan gigi
Karakteristik Pengobatan Penambalah/. 'Pemasangan Konseling Lainnya
pencabutan/ gigi >
perawatan/
bedah gigi Lepasanl kebersit1an
tiruan gigi
Umur
< 1 66,7 0 0 0 33,3
1 - 4 96,3 9,4 0,0 10,7 3,8
5 - 9 89,6 35, 1 0,5 13,4 3,1
10-14 89,2 35,6 0,8 13,8 3,0
15-24 88,2 34,8 1,8 17,5 4,6
25-34 89,5 36,8 'Q,5 13,0 2,8
35-44 88,5 40,2 2,2 15, 1 2,3
45-54 87,9 44,4 4,7 14, 1 3,2
55-64 85.,9 41,7 5,0 12,8 2,3
65 + 87,8 42,0 7,8 13,6 3,0
Jenis kelamin
Laki-laki 88,4 37,5 2,3 13,8 2,9
Perempuan 89,0 37,9 2,9 14,4 3,1
Tipe Daerah
Perkotaan 86,2 42,3 2,4 15,5 3,1
Perdesaan 92,2 31,7 3,0 12,3 3,0
Tingkat psnqetuaran rumah tangga per kapita
Kuintil-1 91,5 28,1 1.7 10,6 3,6
Kuintil-2 90,7 33,0 1,7 11, 1 3,6
Kuintil-3 90,9 36,4 2,5 14,9 1,5
Kuintil-4 89,4 36,9 3,4 13,6 3,3
Kuintil-5 83,4 48,8 3,3 18,4 3,4
Persentase pengobatan gigi terdapat merata pada semua kelompok umur. Persentase
penambalan/pencabutan/bedah gigi tertinggi pada pada kelompok umur 45 -54 tahun
(44,4%) sedangkan untuk konseling perawatan/kebersihan gigi tertinggi pada kelompok
umur 15 - 24 tahun (17,5%). Untuk pemasangan gigi palsu persentase tertinggi pada
kelompok umur 65 tahun ke atas (7,8%)
Berdasarkan jenis kelqmin, pada semua jenis perawatan gigi, persentase perempuan lebih
besar dibanding laki-taki. Penduduk kota lebih banyak melakukan jenis perawatan
Penambalan/pencabutan/bedah gigi dan konseling perawatan/kebersihan gigi dari pada di
desa. Sedangkan penduduk desa lebih banyak melakukan pengobatan dan pemasangan
gigi palsu dari pada di kota.
Persentase pengobatan pada penduduk berbanding terbalik dengan tingkat pengeluaran,
makin tinggi tingkat pengeluaran, cenderung makin rendah persentasenya. Sebaliknya,
pada Penambalan/pencabutan/bedah gigi dan pemasangan gigi palsu, terlihat bahwa makin
tinggi tingkat pengeluaran maka makin tinggi pula persentasenya. Untuk konseling
perawatan/kebersihan gigi yang terbanyak pada tingkat pengeluaran tertinggi (kuintil 5)
sebanyak 18,4%.
Tabel 3.71 menunjukkan sebanyak 95,8% menggosok gigi setiap hari, lebih tinggi dari
angka nasional (91, 1 %). Sebanyak 94,6% responden Jawa Barat yang berumur 1 O tahun
99
keatas menggosok gigi setiap hari saat mandi pagi dan atau sore. Sebanyak 10
kaf:?up~ten/k~t~ di Jawa Barat dengan persentase. yang lebih rendah dari angka p~ovinsi,
terendah di kota Cimahi (83,2%). Uotuk yang m~nggosok gigi sesudah makan pagi,
sebanyak 1~ 'kabbpaten/ kota di bawah persentase provinsi(14,5%). Persentase terendah
adalah di Kabupaten Tasikmalaya (7,3%). Sebanyak 32,1% menggosok gigi sesudah
bangun pagi, terendah di Kab indramayu (11,9%). Proporsi menggosok gigi setiap hari
sebelum tidur adalah 34,4o/0;leren~ah di• Kabupaten Tasikmalaya (22,9%). Secara
~eseluruh~n. m~si~ kurang dari 50% penduduk-dawa Barat·yang berprilaku meriggosok gigi'
dehgan benar, y~itu \Yaktu menggosok gigi sesudah makan pagi dan sebelum tidur malam.
Persentase tertinggi menggosbk gigi setiap hari ialah Kota Bandung (98,5%) dan yang
terendah ialah Kabupaten lndramayu (89,7%). Sedangkan untuk yang berprilaku benar
rnenyikat gigi yang terendah di Kabupaten lndramayu (3,4%) dan tertinggi di kota Sukabumi
(24,9%).
Tabel 3.71
Persentase Penduduk Sepulµh Tahun ke Atas yang Menggosok Gigi Setiap Hari dan
Berperilaku Benar M.enyikat Gigi menurut Kabupaten/Kota
. di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
100
Tabel 3.72
Persentase Penduduk.Sepuluh.Tahun ke Atas yang Mengg6sok Gigi Setiap
Hari dan BEtrperjlaku'Benar Menyikat Gigi menurut Karakteristik.Responden di
Provinsi Jawa Barat, ~iskesdas 2007
Persentase menggosok gigi setiap hari pada hampir semua waktu terendah pada kelompok
umur 65 tahun ke atas, kecuali pada waktu sesudah makan pagi, yang paling rendah ialah
pada kelompok umur 10 - 14 tahun (12,3%). Hal yang sama juga terjadi pada persentase
tertinggi hampir semua waktu menggosok gigi yaitu pada kelompok umur 15 - 24 tahun,
kecuali waktu sesudah makan pagi, paling banyak pada kelompok umur 35 - 44 tahun.
Presentase menggosok gigf perempuan lebih tinggi dibaningkan laki-lakl. Presentase
menggosok gigi sebelum tidur malam lebih tinggi di kota (42,6%) dibandingkan di desa
(24,9%). Menurut tingkat pengeluaran perkapita per bulan, waktu menggosok gigi saat
mandi pagi dan atau sore relatif merata pada semua kuintil. Sedangkan pada waktu lainnya,
terlihat bahwa semakin tinggi tingkat pengeluarannya, maka persentasenya akan semakin
besar.
101
Tabel 3.73
Penduduk Sepuluh Tahun ke Atas yang BerperilakuBenar
Persentase
Menggdsok.Gigi menurut Kabupaten/f<ota, di PtovinshJawaBarat
Riskesdas2007
Meskipun persentase menggosok gigi tiap hari sudah tinggi, akan tetapi hanya 8,2% yang
berprilaku benar dalam menggosok gigi, lebih tinggi dibanding angka nasional (7,3%).
Persentaseterendah di Kota Tasikmalaya(4,0%) dan tertinggi di Kata Sukabumi (24,9%).
102
·Tabet 3.74 ~
Pers~nta~ fend.uduk Sepuluh :rahun ke Atas yang·Qerperifaku Benar
Menggosok Gig~ meourut.Ka'ral(teristik Responetentli Provlnsl Jawa Barat,
Riskesdas 2007
103
label 3.75
Komponen D, M, F Dan)ndex.DMF-T·Menurut Kabupaten/Kota
di Provlnsl Jawa Barat;- Riskesdas 2007
" I -
104
label ars
, ~omponenD, M,,P Dan rndex:D.1\111:-T ~cfnu,r4t,~ar~kteris\ik
di Provinsi.Jawa Bara:t, Rfskesdas 2007 ·
Tabel 3.76 menunjukkan jumlah kerusakan gigi meningkat seiring dengan peningkatan umur
.berdasarkan lndeks DMF-T tertinggi paqa kelompok umur 65 tahun atau leblh yaitu 17,91
yang berarti kerusakan gigi rata-rata 17,91 buah per orang dengan komponen terbesar rata-
rata gigi dicabut sebesar 15,59 per orang,
DMF-T· lebih tinggi" pada perempuan dan di perdesaan. Sedangkan menurut tingkat
penqeluaran rumah tangga, bMF-T relatif lebih rendah pada kelompok penduduk dengan
tingkat pengeluaran rumah tangga yang lebih tinggi (kuintil-5).
105
r,bel ~.77
Prevalensi Karies Aktif Dan Pengal~m~ll' Karies Penduduk Umur 12 Tahun ke
atas rhenurut KabupateniKo.ta Di·p,roV,.hTsi Jawa·Barat, Rfskesdas 2007
J(abupaten/kota Pengalaman
Karies aktif
karies
Kab Bogor 32,5 49,8
Kab-Sukabumi 37,5 50,8
Kab Cianjur 30,4 55,9
Kab Bandung 43,8 58,9
Kab Garut 47,5 59,5
Kab Taslkrnglaya 53,7 79,1
Kab Ciamis 42,4 63,3
Kab Kuningan 43,7 78,3
Kab Cirebon 44,9 58,2
Kab Majalengka 34, 1 58,4
Kab Sumedang 48,9 66,2
Kab tndramayu 25,2 50,0
Kab Subang 33,4 53,1
Kab Purwakarta 51,9 85,5
Kab Kar.awang 29,2 52,~
Kab Bekasi 42,9 55,5
Kota Bogor 36, 1 59,7
Kota Sukabumi 42,8 _63,8
Kota Bandung 46,1 64,8
Kota Cirebon 49,6 61,5
Kota Bekasi 30,3 54,0
Kota Depok 33,6 54,5
Kata Cimahi 40,7 60,7
t<ota Tasikmalaya 59,0 81 ,5
Kota Banjar 73;1 93,2
JAWA BARAT 39,0 ,. 58,4
Catatan : Orang dengan karies aktif adalah orang yang memiliki D>O ,atau Karies yang belum
tertangani. Orang dengan pengalamari karies adalah orang yang memilki memiliki
DMF'f >O.
Prevalensi karies aktif pada penduduk Jawa Barat adalah 39% (kisaran 25,2 - 73, 1 %).
Tujuh kabupaten/kota dengan prevalensi yang lebih besar dibandingkan nasional (43,4%).
Prevalensi tertinggi ialah Kota Banjar (73,0%) dan terendah Kabupaten Karawang (29,2%).
Sebanyak 58,4% penduduk Jawa Barat mempunyai pengalaman karies, lebih kecil bila
dibandingkan dengan angka nasional (67,2%). Prevalensi tertinggi terdapat di kota Kota
Banjar (93,2%), dan terendah di Kabupaten Boger (49,8%).
106
Tabel 3.78
Prevalensi Karies Aktif Dan Pengalaman Karies·M.enurut
karakteristik Responden Di Provlnsl Jawa Barat, Riskesdas 2007
Karakteristik KarieS'.aktif Pengalaman karies
KEllorriJ)ok Umur
12 31,9 41,5
15 42,2 53,2
18 45,1 56,8
35-44 56,3 82,3
65 + 39,1 95,5
Jenis kelamin
Laki-laki 37,5 56,5
Perempuan 40,4 60,2
Tipe daerah
Perkotaan 39,6 58,6
Perdesaan 38,3 58,1
Tingkat pengeluaran
Kuintil-1 36,1 53,3
Kuintil-2 38,6 57,0
Kuintil-3 39,2 58,3
Kuintil-4 40,7 60,8
Kuintil-5 40,3 62,4
Karies aktif paling banyak terjadi pada kelompok umur 35 - 44 tahun, sedanqkan untuk
pengalaman karies, terlihat kecenderungan peningkafan prevalertsi seiring bertambah umur.
Prevalensi karies pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Terlihat prevalensi
yang relatif sama berdasarkan tipe daerah perkotaan dan pedesaan. Berdasarkan tingkat
pengeluaran per kapita per bulan, tampak sedikit peningkatan prevalensi dengan
meningkatnya tingkat pengeluaran.
·--
107
Tabel 3.79
Required Treatment Index (Rf.I) dan Perform Tretm~~ lnde~ (PTI)
menurut Kabupaten/Kota di Provinst Jawa Barat, Riskesdas 2007
RTI PTI MTI
Kabupaten/Kota (D/DMF-T) x100% (F/DMF-T) x100% (M/DMF-T) x100%
Kab Bogor 18,7 0,6 48,2
Kab Sukabumi 17,6 0,3 48,1
Kab Cianjur 12,1 0,1 65,0
Kab Bandung 30,1 1,3 50,6
Kab Garut 27,8 0,3 55,8
Kab Tasikmalaya 15,0 0,4 63,8
Kab Ciamis 17,0 0,6 61,7
Kab Kuningan 10,9 0,2 67,1
Kab Cirebon 24,5 0,8 54,2
Kab Majalengka 15,7 0,7 &7,9
Kab Sumedang 29,4 0,3 53,8
Kab lndramayu 9,5 0,5 54,9
Kab Subang 17,0 0,6 48,7
Kab Purwakarta 18,7 0,5 69,8
Kab Karawang 13,3 0,8 54,3
Kab Bekasi 27,2 1,0 48,8
Kota Bogor 19,5 3,9 52,0
Kota Sukabumi 19,6 1,8 64,4
Kota Bandung 24,7 1,9 .. -, 55,2
Kota Cirebon 31,3 1,5 45,1
Kota Bekasi 15,4 3,2 50,0
Kota Depok 17,6 1,8 54,1
Kota Cimahi 20,2 2,1 56,4
Kota Tasikmalaya 22,0 0,5 58,9
Kota Banjar · 32,8 0,9 61, 1
JAWA BARAT 19,9 0,9 54,5
Dari tabel 3. 79 tampak jumlah kerusakan gigi yang belum ditangani dan memerlukan
penumpatan/pencabutan(RT!) di Jawa Barat sebesar 19,9%, tertinggi di kota Banjar
(32,8%) dan terendah di Kabupaten lndramayu (9,5%). Motivasi seseorang untuk
menumpatkan giginya yang berlubang dalam upaya mempertahankan gigi tetap (PTI)
sebesar 0,9%.
108
Tabet 3.80
Required Trea_tment utdex (R1}Dan. Perform Tretment Index (PTI)
Menurut Karakterlstlk Di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Menurut kelompok umur, persentase RTI yang paling tinggi pada umur 18 tahun dan paling
rendah pada umur 65 tahun ke atas. Sedangkan untuk PTI, tertinggi pada kelompok umur 35
- 44 tahun dan presentase terendah pada umur 12 tahun. RTI dan PTI leblh' banyak terjadi
pada perempuan dan pada penduduk perkotaan. R:fl paling besar terjadi pada tingkat
penqeluaran kuintil 3, sedangkan PTI paling tinggi pada kuintil 5 dan paling rendah terjadi
pada kuintil 1.
--
. ..
109
Tabel 3.81
Proporsi Penduduk Umur 12 Tahun ke Atas menurut Fungsi Normal Gigi,
Edentulous dan Protesa menarut Kabupaten/Kota di
Provinsi JawaBarat,.Riskesdas 2007
Sebanyak 93,2% penduduk Jawa Barat masih mempunyai fungsi gigi normal, presentase
tertinggi di Kota Bekasi (96,3%) dan terendah di kota Banjar (86,4%), Persentase orang
yang memakai protesa di Jawa Barat sebesar 2,6% dengan kisaran 0,0 - 11, 1 %, tertinggi di
kabupaten Ciamis.
110
Tabel 3.82
Proporsi Penduduk Umur 12 Tahun t<e Atas menl,l,rut Fungsi Normal Gigi,
Edentulous dan Protesa menurut Karakteristik Di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2007
Edentulous
Karakteristik Fungsi normaJ Protesa
Umur
12 100,0 0 1,0
15 100,0 0 1,6
18 100,0 0 3,0
35-44 97,4 0,1 2,2
65 + 43,7 8,8 7,8
Jenis kelamin
Laki-laki 93,6 0,7 2,3
Perempuan 92,8 0,6 2,9
Tipe daerah
Perkotaan 94,2 0,5 2,4
Perdesaan 92,0 0,8 3,0
Tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita
Kuintil-1 93,4 0,6 1,7
Kuintil-2 93,2 0,7 1,7
Kuintil-3 92,9 0,6 2,5
Kuintil-4 93,0 0,7 3,4
Kuintil-5 93,4 0,8 3,3
Pada penduduk umur 12, 15, dan 18 tahun tampak bahwa seluruhnya masih berfungsi
normal sehingga pada umur tersebut sama sekali tidak ada orang yang tanpa gigi. Fungsi
normal gigi mulai menurun persentasenya pada umur 35 - 44 tahun dimana secara
bersamaan pada umur terse but terdapat 0, 1 % orang yang tan pa gigi. Sementara, orang
yang dengan protesa paling banyak pada umur 65 tahun ke atas karena pada umur tersebut
fungsi normal gigi pun su,<:f9h makin banyak berkurang.
Fungsi normal gigi lebih banyak pada laki-laki. Akan tetapi, orang tanpa gigi pun lebih
banyak ditemukan pada laki-laki. Sedangkan perempuan lebih banyak yang memakai
protesa. Penduduk perkotaan lebih banyak yang mempunyai gigi yang berfungsi normal.
Pada besarnya orang tanpa gigi dan orang yang rnemakai protesa, lebih banyak pada
penduduk desa.
Menurut tingkat pengeluaran perkapita per rumah tangga, relatif tersebar merata pada
fungsi normal gigi dan orang tanpa gigi. Sedangkan orang dengan protesa paling banyak
terdapat pada kuintil 3.
111
membuat kegiatan sehari-hari responden menjadi terganggu. Jumlah responden yang
ditanyakan tentang cedera sebesar 973'.525 orang.
Pembagian katagori bagian tubuh yang terkena cedera didasarkan pada klasifikasidari ICD-
10 (lntemati6nal Classification Diseases) yang,mana pikelompokkan ke dalam 10 kelompok
yaitu bagian kepala; leher; dada; perut dan sekitarnya (perut.punggung. panggul); bahu dan
sekitarnya (bahu dan lengan atas); siku dan sekitarnya (siku dan tengan bawah);
pergelangan tangan dan tanqan: lutut dan tunqkat bawah: t1Jmit dan kaki. Responden pada
umumnya mengalami cedera di beberapa bagian tubuh (multiple injury).
Dari 25 Kabupaten/kota di Jawa Barat, ada 11 kabupaten/kota yang prevalensinya lebih
besar dari pada prevalensi provinsi (9,5%) dengan tertinggi di Kab. lndramayu (21,2%), Kab.
Garut(19, 1 %), dan Kota Bogor (18,4%). Sementara untuk urutan penyebab cedera dari
yang terbesar ialah jatuh, kecelakaan transportasi darat, dan terluka benda tajam/tumpul.
Sedangkan untuk penyebab cedera yang lain bervariasi tetapi prevalensinya rata-rata kecil
atau sedikit. Prevalensi jatuh yang terbanyak di Kota Bogor (dari kisaran 33,8 - 77,2%).
Prevalensi kecelakaan_ transportasi darat terbanyak di kabupaten SLlbang (kisaran 14,7 -
53,4%). Kab. Garut mempunyai prevalensi tertinggi pada penyebeb cedera karena terluka
benda tajam/tumput (kisaran 4,3 - 29,6%). Penyebab cedera lain yang menonjol adalah
terbakar/terkurung asap dengan prevalensi tertinggi di kab Bekasi, Kota Bandung, dan kota
Tasikmalaya (2,8%). Secara rinci dapat dilihat pada tabel 3.83.
112
Kabupaten/ Kota
.,"U
(!)
<
II)
(D
::i
en
0
(!)
_. W N co _. _. U1 <D --.! _. CO O> W O> Cedera c..
O> ...... _ 0(11. - - (!). - - -
(...i Oi-.) co:_.o, _.CO co:_. 0 0>0'1 co .,
(!)
II)
a.
II)
-" U1 NW W N N N N-"
<DWO>-"CD-".j:>..j>.(11WCDW.i:>..i:>.
NW Kecelakaan transportasi
.i:>. W ::i
w~ "N ID w :...._o, o "N_m ·co "N-<0 Oi di darat "'O
(!)
::i
-e
0 Kecelakaan transportasi (!)
er
w laut>- II)
er
0
Kecelakaan transportasi (!)
c..
0 0 00 0
-,._, 1~ <:oc...i O> udara .,
(!)
II)
3
(I)
0)(..)(11(11(110)0)(110)--.JO)Ul(..)(11 ::i
W<D.i:>.UIW<DO>-"--.JONNWO Jatuh .,
c:
---.i~oo:....0>c...i<:oeo~oaeo"N c: -f
+ »
Terluka benda "
II) C"
(l)
C'" -
tajam/tumput c: ~
"C CIO
ll) w
_.r-:)oo o it::i
"-a.-
c...ieo0>0> Ol
OO-"OOO-"
~~---.ic...i:i..eoc...i Penyerangan
"'O
Ditembak d~ngan (I) 0
::I II)
senjata api
~
O"
0000 •0-"'000-"
Kontak dengan bahan Sii "O
c...i 0>0>en"N ID:....w~eo---.i beracun
O" 0
0
(l)
s.:J
Q.
Bencana alam (l) !!!.
"'I
II) c..
II)
0
_.. Usaha Bunuh diri ~
CD
II)
Tenggelam iil
,!'+'
~
t/l
...... ............ o·o _q ~
w ~ID
0
"N 00 -:is. Ol
WO
00> Mesin elektrik, radiasi CD
,: Ill
a.
II)
Ill
I\) o ........... ....1..~-.a.oL..i. ...... o....s.
Terbakar/terkurung asap I\)
N O>"N<d ~·e:oc...i0>0>"N0><:o 0
0
(
...... Asfiksia
""
w
00 0
Komplikasl tlndakan
"NO> ~
. med is
B!S>f!JS'f
dese CO<O 0 CO COOOCO ON
NooN oNoN o.r
6.unJn>1Ja11Je)leqJa l
1se1peJ co
0
'>1!Jl>1a1a u1saw
U') 0 T"'
we1a66ua1 0
0
0
•
CD 0
0 0
we1e eue:>uaa
unoareq .ueqeq (') 0 0 co
oci oo
ue6uap )fBJUO)f
· 1de eiefuas 0
0
ue6uap )feqwa11a
U') r-- 0
--- 0
ue6ueJa,{uad .,.... ocici
md 4-1n11wefe1
epuaq e>1nJJa1
COCONO>U'>t--NNNCD
M'c0....:~...,:N-N..--CXJ-~
('t) U'> t-- U'> .q- CD IO CD .q- IO
eJepn
('t) ('t) .,.... N_
!SeJJOdsueJJ 00 ...........
uee>1e1a:>a)f
1ne1 1seµodsueJ1
uee>1e1a:>a)f
eJapa~
eJO>f/UaJednqe)f
--Ill
o,
Ill
0
::.::: ::.:::
Karakterlstlk Penduduk
U) ~ _........a.~
(n ~ _CD _-.J _-.J _-.J _co __.. __.. __.. _VJ cedera
01 N CD CO CJ> VJ N Ul VJ CJ>
Kecelakaan
transportasi di darat
......
Kecelakaan
transportasi taut
Kecelakaan
transportasi
_o_o 00000
udara _..
UlVJ i-..> i<> 'oo Ui N
01
co 0) Ul
-
0) -
0) VJ
- Jatuh
....... co.
...... ....,_.NNNN-"-"
_OIOCD-".f>...f>......a.N-"O>
Terluka benda
CD- - - • - - - -
-'.f>..-"O.f>..NO'l.f>..CO - tajamltumpul
_Oooo_.0 ..........
00 Penyerangan
CO W 0, Co W Cn :_. 'N 0, -_..
boo 0 ... 00
ob b :....i-..) Usaha Bunuh diri
..)'
...... 0
N
0
'N 0
......
000
-ow~ Tenggelam
6
C,,00000 ..... 000 Mesin elektrik, radiasi
~:....~0:>w:....<o~~
......
Terbakar/terkurung
asap
0000 0
w~-...;-.... o Asfiksia
0 Komplikasi tindakan
....... ~ t .. •
!=' !=' b medls
............
w
:... !'> 5>' !'> _VJ _.f>.. _w 5>' !'> _l\J _m Lainnya
JN -.J""' CX> N 0 N CD VJ .f>..
~ .
- • - ., .. • _, """'" '-"1 VJ \.U I'- W t0
«>c--ic--i..f..fc<) c--i«>«>«>«>c--iiO
s1paw C\I
ci
Ue)f ePU!l 1se)f!fdWO)f
etS)f!:JS\f
..- N ..-
0 0 ci
we1e eue:>Uaa
000000 0000000
1de e}erua
e6uap .>ieqwa}!O
··-·· iii
O>Cl)Nt-(0,.._
oc>~c>c>c>
co_ r-,
0 0
=, co_ ..-_ .,...._ m_ 0
o,- ,-o
,..- 4-1
ue6ueJaf;uad e!
Q)
"O
M ..- IO ..- M (0 ......_ o_ ..--:_ ~ It>_ ~ ..,._ ~
1ndwnJ1wefeJ, «io"c--iio"ci~ ..- N C"> N in 00 00 ·-
epuaq B)fnpa1 ~NN~~~ ..- ,- N ..- T'"9 N -e-- ~
Q)
iii
oi_
t-
=,
N_ M_ o_ N_
N ..-
"<t CO,.._
I[) 00 N O> 00 in
c>c-i<Dro<D..fc--i ~
> T'"
(O(OIO"<f"MC"> (O(Olt)C">M'<t"<t Q.
Ill
.lo::
MMNt-<D,.._ <D<D COO>M OJ
eJepn !SBJJOdS,UBJJ c
"<"-"6cicicici cici cici6 Ill
uee}f era::ia>f
,...._
Jne1 JSBJJOdSUBJl N_
0 0 0
NM
ci6
ue1?>1e1aoa>f
JBJep !P !S~JJodsueJJ OOIOCOlt)..-
lt')~o"~~N
uee>retaoa~ ..- N M '<t It) It)
0) co 0 co '<t Cl)
cicia>a>rot0
eJapa~
-
~
...J .t:
0 ....
::I
a.. ::I
(I)
ristik penduduk
.,.,,
(I)
<
ICedera !).)
(I)
::s
!!?.
Kecelakaan transportasi di
I darat
C)
(I)
c.
.,
(I)
[Kecelakaan transportasi laut C>
c.
!).)
- ~~ ...... _..~
U'I (,) ""' O> 01
'U)
co
:... <o o, ""-...i 'N
[Terluka benda talam/tumpul
C)
(I)
c.
.,
(I)
C>
Penyerangan 3
(I)
0 0 ............
00
0o~oa0i·co ::s
c:
.,
-"
"ti
(I)
Ditembak dengan senjata api ::s c:
0 0 0 0 '<
CD
b b 0 tr
I» -
- ., OJ
!).) -I
tr I» !).) C"
0 00000
Cn ""-...iOimmm
0 00
Cn ""-...i ·c.n
jKontak
beracun
dengan bah an 0
(I)
a.
.,
(I)
I»
- .,
2.
c:
I»
::s
-~,J:I.
~(I)
(I) -
-·.
(,.)
(I) 00
W N "'"CO
-
D)
c5
\
ltainnya
tf~'
0
0
......
-NOW-
- - I»
Prevalensi cedera tinggi pada kelompok umur 1 - 24 tahun dengan tertinggi pada
kelompok umur 5-14 (11,5%). Jatuh merupakan penyebab cedera dengan prevalensi
terbesar (58,6%). Kernudian diikuti oleh kecelakaan transportasi darat (27,4%) dan
terluka benda tajarr . .'!umpul (15,9%). Penyebab cedera karena jatuh tampak didominasi
oleh kelompok anak-anak dan orang laojut usia. Sedangkan penyebab cedera oleh
kecelakaan transportasi darat banyak terjadi pada kelompok umur 15-34 tahun.
Prevalensi cedera pada laki-laki jauh lebih tinggi daripada perempuan. Pada penyebab
cedera karena jatun, ternyata perempuan 'lebih besar disbanding laki-laki. Sebaliknya,
pada kecelakaan transportasi darat lebih banyak dialami oleh laki-laki. Sedangkan
prevalensi yang sama terjadi pada cedera karena terluka benda tajam.
Secara umum terlihat bahwa semakin rendah tingkat pendidikan maka semakin besar
prevalensi cedera. Begitu pi;Jla halnya cferigan sebab cedera karena jatuh, makin besar
terjadi seiring makin rendahnya tingkat pendidikan. Sebaliknya, pada cedera karena
transportasr dl darat, makin besar persentasenya pada tingkat pendidikan yang makin
tinggi. Hal ini mungkin dikarenakan makin tlnggi pendidikan, makin besar kesempatan
untuk melakukan perjalanan dengan alat transportasi darat. Penyebab cedera karena
terluka benda tajam/tumpul paling banyak terjadi pada mereka yang tamat SD (22,5%) .
Cedera yang disebabkan terbakar/terkurung asap bayak terjadi pada pendidikan tamat
SMA dan tamat SMP.
Cedera paling banyak terjadi pada penduduk yang tidak bekerja (12,1%). Pada
penyebab cedera karena jatyh, prevalensi tertinggi pada penduduk yang sekolah
(63,8%), diikuti yang tidak bekerja (60,5%), dan mengurus rumaQ.Jangga (56,2%). Untuk
penyebab cedera karena kecelakaan transportasi darat prevalensi terbesar pada
pegawai (53,4%) sedangkan ,prevalensi cedera karena terluka benda tajarn/tumpul
terbanyak pada kelompok yang bekerja sebagai petani/nelayan/buruh (28,8%).
Prevalensi cedera lebih banyak terjadi pedesaan. Penyebab cedera karena jatuh
prevalensinya sama antara kota dan desa, transportasi darat prevalensi lebih besar
pada kota (28,3%) dibandingkan desa, dan cedera karena terluka benda tajam/tumpul
lebih banyak di desa (18,8%)
Pada prevalensi cedera menurut tingkat pengeluaran perkapita memperlihatkan bahwa
bahwa prevalensi cedera hampir sama kisarannya antara tingkat pengeluaran kuintil 1
sampai dengan kuintil 4, akan tetapi pada 'kuinti/ ter/ihat paling rendah (8,6%).
Sedangkan untuk penyebab cedera menunjukkan bahwa untuk prevalensi jatuh
merupakan yang terbesar (58,6%) dengan prevalensi jatuh ,tertinggi pada kelompok
kuintil 1 (62,4%). Kecelakaan transportasi di darat merupakan prevalensi ke-2 tertinggi
penyebab cedera, denqan prevalensi tertingginya pada kuintil 5 (34,3%). Cedera karena
terluka benda tajam/tumpul sebagai prevalensl ke-3 terbesar, dengan prevalensi
terbesarnya pada kuintil 1 (19,2%).
118
Ke pala
.....s.._ ... ~-
- -.l.(..V
~oo~N~com~No~~oco~coo
............ 1\.) ... - ......... __..._I\.)
le her
Dada
__._ Nt."l-"~ ...... -W ...... W-l>-N-->.N~ .!')
w°'wNN~WO~NW~~m~w w
~~~~~~~~~~~~~~~~~~
o o co N .01. 00 0t. ~ co ~ ~ ~ ~ 4J ...... ~ co co
Sahu, lengan atas
__.,__.,__.,~__.,N__.,...... .....,__.,W__.,__.,__.,__.,__.,__.,I\.)
NO ...... NNNOIO~WCOAOOINOlm_. Siku, lengan bawah
bwwNNb~N~N~W~~wm~N
N-->._..NNNNN_.._._.N_.W_.N_.N Pergel(!ngan
N~COONWNN<O<O~<OWOCOCOAO
WN~WO~~N~~~ooo~~~~w tangan dan tangan
1n66ued
'6un66und 'lnJad 0
N
..--
epea
eJO>f/Uaednqe}I
c
3 Karakteristik
...
s::
~
-
zr
-Jo-Jrr.-lr.-lr.(0-"' -lr.-1o.~-1o.(0-1o.-1o....lo.1')0'\
_o _o ]') _..... o, _v.> -~ _CJ'I ]') r: o, _..... r: _v.> _co -"'
0 NOO 00 ~ OO~~CJ'I O'l--JN~-'
Kepala
....... -1o.-Jo-1o.~Q-1o.-1o.QQO)
co.
0 ·w ·-..i "co -..... ·co :.... o 0, "co 0,
Leher
_.NWWWWWNN->.
CO<O"--JWWNN<O-'N
0o°Noo°NO.en~0oen Bagian tumit
dan Kakr
om..-r--- ~co_ "<t<DIOO"<t
m- ....: ri ..f" C1) ..... ~~o)~o)-
p1e>1 uep NC")C")C") N ('I) C") ('I) C'\l C") N
lJWnl ue16e9
'lnJad
co. M_ "<t. O'>_
N..-..-..-
~
NMN
'°- "<t_ =. N_
NN
epea
0) ..-
l.OCOO..- <0<00 0) 0
riai-o>ci N"N"N- "<t ('I)
..- ..- ..-
uepuodsai
>mspap1e)e)f
Tabel 3.87
Prevaleosi ~enis Ce.dera menurut Kabupate11lKota 'di Provlnsl Jawa Barat,
~ i Riskesdcts 2007
s0 C'll ... C)
.:.::
e
-!
~
c
c.
~-·-cuc
.ac...
Cl)
·'&)
~
e
C'll
.:.::
.:.::
s
:J
...
.Q
C'll
C'll
.:.::
C'll
.c
C'll
.:.::
.!::
:i?...
....
Cl)
c
.!
::s
-4J
.c
eo>=
Cl) "'
s0 :;c.
C) ...
c
C'll
c
::s
CJ
e
C'll
c>-
c
·c;
m ·::s .:.:: ::s Cl) ..J
-.Q
::s
C'll
..J _.
:J ..J ~
0.
C)s
c
<(
~
~
Kab. Bogor 37,4 ·46,9 31,7 18,4 6,5 ,6 2,6 2,0
f.4
Kab. Sul<abumi 37,8 42,2 27,2 5,9 23,0 5,9 ,7 7,4 1,6
Kab. Cianjur 46,5 29,5 33,5 3,3 32,9 7,0 ,8 4,5
Kab. Bandung 52,1 37,5 20,5 2,6 22,7 5, 1 ,3 3,7 6,2
Kab. (?arut 44,8 A6,4 33,2 1,1 23,9 3,2 1,1 ,9
Kab. Tasikmalaya 33;3 32,0 20,4 4,1 33,0 4,1 1,8 2,3 1,8
Kab. Ciamis 33,3 41,2 25,3 3,8 26,8 3,1 ,8 2,3 ,8
Kab .• Kuningan 36,8 61,7 12,8 1,1 16,8 7,4 2,1 4,2
Kab. Cirebon 35,5 59,0 19,9 1,6 26,3 3,5 ,4 1,1 1,7
Kab. Majalengka 45,7 5~,2 28,9 4,3 19,5 6,2 1,0 3,3 4,7
Kab. Sumedang 43,1 22,4 25,6 1,9 22,4 5,0 ,6 1,2 1,9
Kab. lndramayu 47,3 52,4 31,5 2,3 19,4 1,6 ,2 ,6 1,9
Kab. Subang 35,6 52,1 23,6 1,4 32,9 9,6 1,4 1,4 4,4
Kab. Purwakarta 36,9 47,5 19,4 4,1 22,9 3,6 1,8 2,2 2,2
Kab. Karawang 41,2 62, 1 32,5 1,5 24,3 7,4 1,0 2,0 1,6
Kab. Bekasi 33,2 49,6 21,8 4,1 24,5 3,6 ,3 1,3 3,5
Kota Bogor 45,4 47,6 16.~ 2,2 16,7 1,6 1,3 ,6 1,6
Kota Sukabumi 42,1 42,9' 27,6 2,6 15,8 2,6 1,3 4, 1
Kota Bandung 44,5 28,3 25,7 3,3 21,5 6,7 2,8 9,4
Kota Cirebon 33,3 47, 1 20,0 1,4 5,7 4,3 1,4 ,0 1,5
Kota Bekasi 36,5 42,0 19,8 4,3 17,7 7,0 ,4 2,4 3,8
Kota Depok 34,8 39,9 26,6 4,1 19,8 3,4 1,0 4,3
Kata Cimahi 53,6 48,2 32,1 3,5 25,0 5,4 ,0 3,6 5,4
Kota Tasikmalaya 40,3 41,7 22,2 1,4 23,6 2,8 1,4 4,5
Kota Banjar 40,9 50,0 21,7 4,5 .22,7 ,0 ,0 ,0
Total ~0,9 45,8 ~5,9 2,7 22,6 4,3 ,7 1,9 2,4
123
Tabel 3.88
Prevalensi Jenis Cedera menurut Karakteristik Penduduk
di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
...c .. .....
E CJ c ..!!!
..""::, lc
.Q .!::
� = c
.&
....
::, ca ::, ::,
0 .....
GI .Q ::,
""E..
Cl ... ::,
.._ GI
"" Cl Cl GI C. CJ c
GI
"'
::, .::,;
GI .._
.& .!!! c Cl ...
� j
�
ID ..J ::, ..J
I-
... .& GI
Umur (th)
..J 0..
""
< 1 53,9 23,6 6,6 11,0 23,7
1-- 4 43,6 6,
55,7 14,7 2,4 9,6 1,0
5 -- 14 0,5 2,3
38, 1 55,3 22,8 2,0 18,0 2,3
15 - 24 0,5 0,9 1,4
44, 1 54,2 27,2 3,3 25,4 4,6
25-34 0,5 2, 1 1,1
40,6 43,8 30,8 3,6 21,6
35-44 5,0 1,3 2,2 2,1
37,9 38.7 31,0 2,8 28,1
45- 54 5,4 ,5 1,7 3,3
42,2 32,4 34,2 2,7 25,4 7,3
55-64 1,2 3,7 3,3
41,0 25,3 25,0 2,8 33,7 6,4
65-74 1,0 2, 1 3,2
39,5 20,4 25,9 1,3 31, 1
75+ 5,0 0,7 3,3 2,4
49,7 23,6 13,5 1,5 35,2 13,2 3,5 9,5 2,1
Jenis kelamin
Laki 41,5 48,7 28,2 2,7 21,8 4,6 0,8 2,4
Perempuan 40,0 2,4
41,2 22,3 2,7 23,9 3,8 0,6 1,2 2,4
Pendidikan
Tidak sekolah 41,9 37,2 22,3 ,3 25,5 4,3 0,9 2,6
Tidak tamat SD 38,0 2,1
41.2 29,0 2,3 24,4 4,8 0,8
Tamat SD 2,2 2,0
41,4 42,0 29,5 2,6 25,7 4,4
Tamat SMP 0,8 1,6 2,3
41,5 47,0 28,7 3,8 23,8
Tamai SMA 5.0 1.0 2,2 2,6
44,5 47,8 23,9 4.4 26,8
Tamat PT 6,6 1,2 3,4 3,3
34,2 39,8 32,2 2,4 26,0 7, 1 2,9 5,1
Pekerjaan
Tidak bekerja 43.3 43.1 22.1 1.9 25.1 6.6 .8 2.9
Sekolah 40.1 2.1
56.0 24.1 2.6 22.2 2.1 .5
Mengurus RT .9 1.3
39.5 26.9 26.8 2 9 27.7 4.7
Pegawai (negeri, swasta. .7 1.7 3.7
40.7 43.7 29.0 3.7 25.4 7.9
POLRI) 1.4 3.7 3.0
Wiraswasta 41 2 47.5 28.3 3.6 24.6 4.3 1.1 2.0 2.6
Petani/Nelayan/ Buruh 40.1 37.4 36.3 2.7 26.3 6.1 1.0 2.7 2.4
Lainnya 47.9 45.4 27.3 3.2 28.0 7.7 5.3 7.2
Tempat tinggal
Perkotaan 41.0 47.2 24.3 3.1 20.2 4.1 .6 1.8 3.1
Pedesaan 40.8 44.2 27.6 2.3 25.1 4.5 .8 2.0 1.6
Tingkat pengeluaran perkapita perbutan
Kuintil 1 40.0 45.0 27.4 2.4 21.8 3.1 .5 1.2
Kuintil 2 41.1 1.6
45.0 24.4 2.8 23.3 4.6 .6
Kuintil 3 2.0 2.5
41.4 44.9 28.5 2.2 22.0 4.7
Kuintil 4 .9 1.9 2.5
39.9 46.7 24 9 3.1 22.3 4.3
Kuintil 5 .7 1.6 2.7
42.2 47.4 24.1 3.1 23 8 4.8 .9 2.8 2.5
• Jen is cedera jumlahnya bisa lebrh dan satu (mul/1ple injury)
124
P.revCll~nsi tertinggi bagian tubuh yang terkena cedera berdasar~a6 ~bupatenfkota di
- pr.opinsi Jawa Barat adalah sebagai berlkiit; 6agian kepala 24)5% (kota Banjar), l;>agian
leber 3,0% (kabupaten Bek~~i), bagian tfada 5,2to (kabupaten Karawan}J) •. pagian
p.erut/punggung/panggul 7,7% (kabupaten Cianjur, Kabupate1,1 Tasi~nialaya, dan Kota
eirebonf, baglan oahu/lenga'Jf atas: 14',2% (kabupaten Karawang), bagi~n siku/l~ngan
bawah 38,5% (kabupat~n Kuningan), bagian pergelangan tang.a.n dan tangan 30,7%
(Kab Garu~). bagian pifl9~\.\l/tung~ai, atas .8,8%.(kStb1.1paten Slikabtimi dan kab. Subang),
bagianJutu.t dan tungkai bawah ~2,4% (Kab, Kuningan), ,bagiah. tul'nit'dan kak! 41,1%
(Kabupaten subanq), ')
'1
Prevalensi.cedera di bagian kepala darf leher yahg·tertinggi'ada' paaa1<elocnp~,u111ur <1
tahun (57,1%.dan 6,6%). Cedera ciPbagiah dada"~ebarwakan ljn:i·1~mi oleh 'tesponden
yang berusia di atas 55 tahun (14,9%}, sedangkan cedefa di bagi~h perut,' bahu dan
pinggul, tungkai atas leblh b~nyak_:.dialamJ. ol~h· penduduk berurnur 75 tahun .keatas
(12,6%, 13,2%,dan 14,7%).. . Pr~.vatensi cedera qJl;>angiaf) sik4 tertinggi diderita oleh
responden yang berumµr 15-~4 (24~~%), se9a.ngk.~u1~eqera,pi bagian tanqan teringgi di
kelompok 35-44 (28,5%). Sela'njutnya untuk-cedera lutut dan tungkai paling 'banyak
teriadipada 5-14 tahun (44,7%). Adapun untuk cedera bagian tumit dan kaki tertinggi
pada umur 55-64 tahun (37%).
( r-';d •
Berdasarkan cedera menurut bagiar;i, tubuh ·Y8!1fl· terkena (tabel 4.6:4), pada urnumnya
lakl-laki lebih besar prevalensinya djp~ndiQ_g perempuan. T.iga-urutan, tetbesar bagian
tubuh yang mengalami cedera pada laki-laki adalah lutut dan tul)g'kai bawah (35,8%),
bagian tumit dan kaki (31,6%), dan .pergelangan tangan/tangan' (22,2%). Adapun
bagaian tubuh yang menqalam! cedera yang lebih besar terjadi pada perempuan adalah
perut/punggung/panggul (6,7%) dan pinggul/tungkat atas (6, 1 %).
Prevalensi penduduk yang jnenqalarn] cedera -kebanyakan mempunyai tingkat
pendidikan tamat SMA .yaitu cedera bapu/lengan .atas (9,ft%), siku/lenqan bawah
(18,8%), pergelangan tangan/tangan (29,6%), dan lutut/tungkai;bawah l35,6%). Cedera
di kepala dan peru(/punggurgtpanggul"'pa,ling banyak pada yang, tidak sekolah (13,4%
dan 7,9%). Penduduk ¥ahg tidak tamat sq paling b,<U-!_yak?y'1ng mengalami cedera pada
dada (3,1 %) dan pinggul/tungk,ai atas (~i6'}1o}. Untuk ceders leher dambaqian tumit dan
kaki terbanyak di alami oleh penduduk dengan tingkat,, pendidikan PT (1 ,2%- dan 35,8%)
.
Cedera di kepala, leher, bahu/lengan atas, .dan, pinggul/tungkai atas yang tertihggi
dialami oleh responden yang tidak bekerja (13,5%,- 1.,5%, 9,4%;· dan 7,9%). Untuk
cedera .di dada terbanyak. pRda jenis pekerjaan petani/nelayan/buruh (3,5%) sedangkan
prevalenst cedera-rf baqian 1J,erut/punggung/panggµI, persentasenya banyak pada
pekerjaan menQurus rumah tangga (8,6%). Prevalensr cedera di bagian siku dan
tumit/kaki yang' terbanyak pada responder» yang :bekerja sebagai pegawai (18,2%).
Profesi wiraswata rnerupakan jenis p,ekerjaan. yang prevalensinya paling banyak
mengalami cedera di pergelangan fangan dan tangan (30%). Sedangkan pekerjaan
masih sekolah merupakan Prevalensi bagian tubuh yang terkena cedera menurut tempat
tinggal terlihat bahwa sebagian besar terjadi di pedesaan, kecuall-cedera pada kepala
dan lutut/tungkai bawah lebih banyak diperkotaan (14,9% dan ~7.2%). Sedangkan
cedera pada pinggul,tungkai atas, prevalensinya sama antara kota dan desa.
Berdasarkan tingkat penqeluaran perkapita, prevalensi bagian tubuh yang mengalami
cedera memperlihatkan bahwa antara kuintil 1 sampai kuintil 5 terlihat harnplr seimbang.
Prevalensi tertinggi bagian tubuh terkena cedera terjadi pada lutut dan tungkai 'bawah
(37,7%) pada kuintil 4, baqlan tumit dan kaki (31,6%) pada kuintil 2, dan pergelangan
tangan dan tangan (22,6%) ter'dapat pada kuintil 4.
Prevalensi jenis cedera tertinggi dari 25 kabupaten/kota di propinsi .Jawa Barat yaitu:
benturan 53,6% (kota, Cimahi), Iuka lecet 62, 1 % (kab. Karawang), Iuka terbuka 33,5%
(kabupaten Cianjur), Iuka bakar 5,9% (kabupaten Sukabumi), terkilir/teregang 33%
125
(kabupaten Tasikmalaya, patah tulang. 9;6% (kabupaten Sµbang), anggota gerak
terputus _(amputasi) 1,8% (kab, Tasikmalaya dan kab Purwakarta), keracunan 7,4%
(kabupaten $ukqbumi). Sernen_!ara.. di" kota $ukabumi, Kota Bandung, Depok, Kota
Taslkrnalaya, dan kota Ban1ar tidak t~rd,ap;;it prevalensi cedera anggota gerak.terputus
.(atau prevalens!nya kecil ~ekali) . .J~ga, -dl kota- Cirebon dan kota banjar tidak:terjadi
cedera keracunan. · 1
.Berdasarkan kelornpok umur [enis cedera yang mempunyai prevalenst tertinggi meliputi:
benturan sekltar 53,9% oada l<erompok urnur "<'1' tahun, Iuka lecet' 55, 7% pada umur 1 -
4 tahun, Iuka terbuka 34,2% pada umur 45 - 54 tahun, dan Iuka bakar · 11 % pada umur
< 1 tahun. Sel~i~ itu, jeri~ cedera.yanq paling banyak dialami oleh kelornpok umur 75
tahun ke ata~ ialah t~rl<ili~/teregacig. patah tu.lang, anggo~a gerak terputus (amputasi),
dan ikerpcun~n. (35,2%, te.2%,3,5%,, dan 9,5%)
Pada prevalensl. jenis 'ceder~ menurut kalagori· jenls kelamin memberikan gambaran
bahwa pada hampir semua prevalehsi jehi~ cedera pada laki-laki menunjukkan angka
Jebih tinggi dibarfdingksn perempuan kecuall pada [enls, , cedera terkilir/teregang.
Prevalensi terbesar untuk jenls' cedera adalah lukid.ecet yaitu 48,7% pada laki-laki dan
41,2% pada perempuart. ' ,j ·
Pola prevalensi jenis cedera menurut tingkat pendidikan menunjukkan gambaran yang
sama yaitu urutan terbanyak mengalamf'jen(s·eedera Iuka jecet, benturan, Iuka terbuka
dan terkilir/teregang.' Prevalensl [enis c~cf~ratertinggi kebanyakan terjai pada penduduk
yang berpendiQ.ikan tamat SMA, yaifu·benturar'\'(44,5%), Iuka kecet (47,8%), Iuka bakar
(4,4%), terkilir/teregang (26,8%), anggota gerak terputus (1,2%),_dan keracunan (3,4%).
Jen is cedera lainnya .• yaitu IUka terbuka (32,2%) dan patah tulang (7, 1 %) paling banyak
terjadi pada penduduR ~ang tarnat PT. ·
Tabel tersebut uga rrrernberikan gambaran pola jenis cedera berdasarkan jenis
pekerjaan responden. Jenis pekerjaan yang terbanyak mengalami jenis cedera ialah
pegawai yaitu~luka bakar-(3,7%), patah tulang (7,9%), anggota gerak terputus (1,4°(o},
dan keracunan t3,7%).· Sementara benturan paling banyak dialami oleh yang tidak
bekerja, Iuka kecet pada yang masih sekolah, Iuka terbuka pada petani/nelayan/buruh,
dan terkilir/teregang pada pekerjaan mengurus rumah tangga .
•
Prevalensi 'jenis cecera yang lebih tinggi terjadi di desa meliputi Iuka terbuka,
terkilir/tereqanq., anggota gerak terputus, dan keracunan. Sedanqkan prevalensi yang
lebih tinggi di kota ialah benturan, Iuka lecet, Iuka bakar, dan jenis cedera lainnya.
Berdasarkan tingkat pengluaran perkapita yang dibagt dalarn kuintil, maka urutan jenis
cedera terbanyak yang dialarni adalah Iuka lecet'47,4% (kuintil 5), benturan 42,2%
(kuintil 5), Iuka terbt.Jka 28;5% (kuintil 3), dan terkilir/teregang 23,8°{0 (kuintil 5). Untuk
jenis cedera lainnya, prevalensi tertinggi ada pada kuintil 5, yaitu Iuka bakar, patah
tulang, anggota gerak terputus, dan keracunan.
Tabel 3.89
Persentase Penduduk Umur 15 tahun ke Atas MenurufStatus Disabilitas
Dalam Fungsi Tubuh/ lndividu/Sosial di Provinst Jawa Barat,
Riskesdas 2007
Dari tabel 3.89, 'tarnpak bahwa penduduk umur 15 tahun ke atas yang bermasalah
dalam hal penglihatan jarak jauh, pengJihatan jarak dekat, rnerasa nyeri/merasa tidak
nyaman, dan napas pendek setelahlatlhan ringan, mengalami gangguan tidur, kesulitan
berjalan jauh-dan kesulitan memusatkan pikiran merupakan disabilitas yang menonjol.
Sedangkan yang bermasalah dalam hal membersihkan seluruh tubuh, dan mengenakan
pakaian hanya sekitar 3,9% ..
127
Tabel 3.90
Prevalensi Disabilitas Penduduk Umur 15 tahun ke Atas Menurut
Status Disabilitas dan KabupatenfKota. di Provinsi Jawa Barat,
Risk~sdas 2007
Status Disabilitas
Sangat
Kabupaten/Kota
bermasalah Bennasalah
% %
Kab Bogor 3,1 34,3
Kab Sukabumi 2,1 20,9
Kab CiafljU( 2,4 36,0
Kab Bandung 2,8 45,1
Kab Garut 2,8 44,7
Kab Tasikmalaya 3,3 34,1
Kab Ciamis 3,0 35,3
Kab Kuningan 1,9 26,0
Kab Cirebon 6,3 49,7
Kab Majalengka 3,1 52,0
Kab Sumedang 2,1 34,0
Kab lndramayu 2,6 -·'41,4
kab Subang 2,8 36,0
Kab Purwakarta 2,3 54,4
Kab Karawang 2,4 27,0
Kab Bekasi 3,7 30,4
Kota Bogor 3,2 42,5
Kota Sukabumi 4,2 68,8
Kota Bandung 1,6 35,2
Kota Cirebon 3,1 39,0
Kota Bekasi 1,5 31,8
Kota Depok 1,9 36,9
Kota Cimahi 1,7 46,5
Kota Tasikmalaya 2,0 40,8
Kota Banjar 2,5 39,6
Jawa Barat 2,8 37,1
Pada tabel 3.90 terlihat bahwa penduduk di Jawa Barat yang yang memiliki masalah
disabilitas dengan kategori sanqat bermasalah sebanyak 2,8% dan dengan criteria
bermasatah sebesar 37, 1 %. Bila dilihat per-Kabupaten/Kota, status disabilitas denqan
kriteria sangat 'berrnasalah tertin~gi adalah di Kabupaten Cirebon (6,3%) diikuti kota
sukabumi (4,2%) dan kab. Bekasi (3,7%). Sedangkan untuk kriteria bermasalah tertinggi
di Kota Sukabum"i (68,8%). Dari data Oi atas, terlihat bahwa untuk kateqori sangat
masalah dan masalah dengan prevalensi yang. cukup tinggi, secara bersamaan terjadi
Kota Sukabumi (4,2% dan 68,8%).
128
• Tabet 3.9.1
Prevalensi Penduduk Umur 15 tahun ke Atas-Menufut St~tus Disaoilitas dan
Karakteristik Responden di Provins! Jawa Barat, RlsKesdas 2001
S~tus Disabilitas
"'
Karakteristik Responden · Sangat BermasaJah Masafah
Golongan umur:
15-2.4·teJhun 1,4 23,1
25-34 tahun 1,2 28,0
35-44 tahun 1,4 33,8
45-54 tahun 2,1 46:o
55-64tahun 3,8 57,6
65-74 tahun 10,4 66,4
>75 tahun 23,3 64,5
,Jenis kelamin:
LakHaki 2,5 33,3
Perempuan 3,0 40,6
Pendidikan:
Tidak sekolah 9,8 57,5
Tidak tamat SD 4,4 48,8
TamatSD 2,3 37,7
TamatSMP 1,4 28,9
TamatSMA 1,3 28,7
TamatSMA+ 1,0 28,1
Pekerjaan:
Tidak bekerja 8,8 42,3
Sekolah 1,2 21,4
Mengurus RT 2,3 40,4
Pegawai (Negeri, Swasta, Polri) 0,8 26,1
Wiraswasta 1,5 35,9
Petani/Nelayan/Buruh 2,1 40,5
Lainnya 3,7 40,5
Tempat tinggal:
Perkotaan 2,5 37,0
,,..,.-•
Pedesaan 3,1 37,2
Tingkat pengeluaran perkapita perbulan :
Kuintil 1 3,4 38,3
Kuintil 2 3,0 38,1
Kuintil 3 2,9 38,6
Kuintil 4 2,5 36,8
Kuintil 5 2,2 34,4
Prevalensi status disabilitas penduduk 15 tahun ke atas dalam 1 bulan terakhir menurut
karakteristik di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada tabel 3.91. Terlihat bahwa
semakin tinggi golongan umur prevalensi disabilitas dengan kriteria sangat masalah dan
masalah juga semakin tinggi..
129
Prevalensi status disabilitas kategori sangat masalah dan masalah lebih banyak terjadi
pada. perempuan, lebih besar oada penduduk yang tinggal di desa, 'serta tinggi pada
penduduk yang. berpendidikan rendah. Semakin rendah- tingkat pendidikan prevalensi
masalah disabilitas kategori sangat masalah dan masalah semakin besar.
Dilihat dari pekerjaan, prevalensl status di~abilitas kateg.ori masalah dan sangat masalah
tertinggi pada penduduk yang tjdak bekerja dan, terendah pada penduduk yang
berprofesfsebagai ·pegawai. Dilihat dari kuintil,maka semakin tinggi·tingkat~ngeluaran,
maka prevalensi di~abilitas kategori sangat rnasalah dan masalah semakin rendah.
130
Tabel 3.92
Persentase Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas msnurut Kebiasaan Merokok dan
Kabupaten/Kota di. Provinsi Jawa Batat, Riskesdas 2007
Persentase perokok di Jawa Barat (26,7%) lebih tinggi dibandingkan dengan persentase
perokok secara nasional (23,7%). Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Ciamis
merupakan kabupaten/kota dengan persentase perokok tertinggi di Jawa Barat.
131
Tabet 3.93
Persentase Penduduk Umur 10 Tah~nke Atas menurut.Kebiasaan
··Merokok dan-Karakteristik'Responden Di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2007
Perokok'
,. . lni
Saai Tidak Merokok
Karakteristik Perokok Perokok
Responden Mantan
Setiap Kadang- Bukan Perokok
Perokok
Hari Kadang
Kelompok Umur (Tahun)
Pendidikan
Tidak Sekolah 25.5 4.4 3.6 66.4
Tidak Tamat SD 24.1 4.5 2.9 68.5
TamatSD 27.4 6.0 3.0 63.6
Tamat SMP 26.3 7.1 3.2 63.4
Tamat SMA 31.5 7.5 5.8 55.2
Tamat PT 25.1 6.0 8.4 60.5
Tipe Daerah
Kota 24.9 6.0 4.8 64.3
Des a 28.8 5.9 2.5 62.8
Berdasarkan usia perokok, persentase perokok tertinggi berkisar pada usia 35 hingga 64
tahun dan mencapai puncaknya pada usia 45 hingga 54 tahun. Persentase perokok
pada laki-laki (52,0%) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Persentase perokok pada
perempuan (3,2%). Berdasarkan tingkat pendidikan nampak jenjang pendidikan tidak
menunjukkan pola yang jelas, namun persentase perokok yang paling tinggi adalah
perokok dengan jenjang pendidikan SL TA.
132
Persentase perokok yang tinggal di desa sedikit lebih tinggi dlbandlnqkan dengan
Persentase perokok yang tinggl di kota. Berbeda denqan 4 karakteristik responden
lainnya .pada Tingkat Pengeluaran per kapita • rumah tangga nampak menunjukkan
gradasi yang lebih ·jelas: Semakin' renaatr 'ting-kat "l<uiritil semakin tinggi Persentase
jumlah perokoknya. Pada table 3:94 disajikan ·preval~n~i perokok 'saat lni dan rerata
.jumlah rokok yang dit)is()p sehari pi-.Jawa Barat. Prevale"ristjumlah perokok aktif saat ini
di Propinsi Jawa Barat adalah 32,6% dangan prevalensi tinggi di Kabupaten Cianjur
(39,2), Kota Sukaburnl (37,8%) dan Kabupaten Ciamis (37,2%). Jumlah rata-rata batang
rokok yang dihisap oleh responden di Propinsi Jawa Barat adalah 8,68 batanq perhari.
Rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap perhari terbanyak di Kabupaten Subang,
Krawang, dan lndramayu dengari rata-rata batang rokok yang dihisap perhari adalah
10,50; 10,34;.-10,00 batang. ·
Dari seluruh kabupateo/kota yang ada di Propinsi Jawa Barat Kabupaten Ci~njur
merupakan daerah dengan proposi perokok aktif yang cukup tinggi (39,2%) dan jumlah
rata-rata batang rokok yang dihisap cukup banyak (8, 1 ~ batanq) meskipun m.asih di
bawah angk,a nasional (12 batang). Hal ini dikarenakan daerah cianjur merupakan
daerah dengan dengan dataran tinggi dari suhu yang cukup dingin sehingga budaya
merokok dalam masyarakat menjadi sesuatu yang biasa, untuk itu institusi kesehatan di
daerah tersebut hendaknya tanggap terhadap permasalahan ini dengan memberikan
penyuluhan bahaya merokok lebih mendalam
label 3.94
Prevalensi Perokok Saat ini dan Rerata Jumlah Batang Rokok yang
Dihisap Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas menurut Kabupaten/Kota Di
Provlnsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
133
Tabel 3.9?
Prevalensi perokok dan Rerata Jumlah .Satang Rokok yang
Dihisap Ponduouk Umur 10 tahun ke atas menurut Karakterislik
Responden.Dt Provtnsl Jawa Barat! Riskesdas 2097
Jenis kelamin
Laki-laki 62.0 9.03
Perempuan 5.5 5.00
~-~""
Pendidikan
Tidak Sekolah 30.0 9.65
Tidak Tamat Sp 28.6 9·:35
Tamat SD 33.4 8.48
Tamat SMP 33.4 8.06
Tamat SMA 39.0 8.52
TamatPT 31.0 9.49
Tipe Daerah
Kota 30.9 8.49
Des a 34.7 8.89
Prevalensi perokok penduduk di Propinsi Jawa Barat lebih banyak pada kelompok umur
35 hingga 64 tahun dengan rata-rata jumlah batanq rokok yang dihisap adalah 9,37
hingga 9,45 batang. Namun yang menjadi keprihatinan adalah pada usia remaja dini
sudah mengenal kebiasaan merokok dan jumlah rata-rata batang yang dihisap perhari
adalah 4 batang, suatu jumlah yang hendaknya telah menjadi pertimbangan untuk
mencari solusi pernecahanya.
Prevalensi perokok laki-laki (62,0%) lebih tinggi dari perokok perempuan (5,5%) pada
perokok laki-laki rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap perhari (9,03) jauh lebih
banyak dibandingkan dengan rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap oleh perokok
perempuan (5,00).
134
Berdasarkan.tlnqkat pendidikan prevalensi perokok lebih:tinQ9i pada respondendenqan
![ngkiit pendldlsan .SD sarnpal dangan SLTA namun jumlah batang rokok yah'g d.ihisaP'
.leblh sedikit darlresponden tingkat pei:idi<iikan'lairinya .. oaifseh.~rvh tingkat p~~qiqlkan
.responden aengan latar .befakang pendldikan SLTA yang' mempunyai propQ~t perpkok
tertinggi, sedangkan rata-ata jumlah l:>atang· rokok yang· dihisap terb~nyak dari
responden yang tidak bersekolah.
Perokok yang tinggal di pedesaan mempunyai prevalensl perokok terbesar dibandingkan
dengan prokok yang ~nggal, qi P.~rkoJaan, ,t)egitu pulatdengan rata-tata jumla~1 ba:tang
rokok yang piJ'lisap 'P.~rh~ri 1ebih l;>~mya~ dib~nQ.ingkan dengan perokok d.i petRdtac:in ..
Semakin rendah ,kyintil ( s~makin miskln r.!J111ah\tanggql semakin besar' proposi petokok.
namun semakin 'sedlklt jurnlah batang rokok yang_ ~iJ'lJsap perhari semakin tinggi kuintil
(sejnakin kaya) sema~in· kecilpreyalenslperokok na'!'un sernakinbesar juni!ah batang
rokok yang dihisap perhari. Kondisi yang_, ferbalik aari Tingkat Pengeluaran per kapita
dan junilah batanq rokok. yang-dihisap p~rhari men'lmjukk?fl adanyaketerbatasah daya
beli di kalangan kuintil satu, urituk' itu intervensl penyuluhan bagi perokok di kalangan
kuintil satu diharapkan lebih mudah. ·
Tabel .. 3.96 ~
Persentase Psnduduk Umur 1 Q Tahun ke Atas yang Merokok
Menurut Usia Mulai Nrerokol<Tiap Hari dan Karakteristik
' Di Provlnsl Jawa Barat, Riskesdas 2007
135
Sebag~an ,~f#Sar perokok di Propinsi Jpwa Barat menghabiskan rokok perhari- 1 - 12
batang perti,ari, namun apa qibeberapq kabupatenlkota yang perokoknya rnenghabiskan
leblh c{afi 49'.. batang rokok.perharl, adapnn kabupatenlkota tersebuttadalah: Kabupaten
,, B9gor, ,~ianjur, Ban,9u~"' Tasikmalaya, _9jamis, Kuningan, Maja1engka, 'Surf'led"ang,
' Suban~, Karawang;, f:lek~si, K9Ja l?ogor, Cirebon, dan Bekasi,
.. Tabef. 3.97 .
Proporsl perokok saabini pada 'J)enduduk umur ~10 tahun
berdasarkan jumtah batang rokdk yang"dihisap per hari menurut
Karakferistik Responden Di Provtns! Jawa Bar'at,Ri![ikesdas 2007
- c
' Tidak
Karakteristik >:;::4~ 37~8 25-~,6 13-24 1-12
tahy
Respondeh b~g btg btg ,btg btg
f
Umur '
10-14 tahun 1.7 74.7 23.6
15-24 tahun .1 .0 .1 3.2 95.3 1.3
25-34 tahun .0 .1 .6 6.4 92.3 .6
35-44 tahun .2 .1 1'.1 9.4 88.6 .6
45-'54 tahun .1 .3 1.5 11.3 86.2 .6
55-64 tahun .2' .1 1.1 10.9 86.8 .9
65-74 tahun .3 1.5 10.5 86.3 1.4
75+ tahun .4 .9 10:8' 84.0 4.1
Jenis kelamin
Laki-laki .1 .1 .9 8.8 89.2 .8
Perernpuan .1 .4 2.6 90.9 5.9
Pendidikan
Tidak sekolah .1' .2 1.4 11.9 83.0 3.4
Tidak tamat SD .2 .2 1.4 11.0 85.0 2.2
Tamat SD .2 .1 .7 7.8 90.4 .9
Tamat SMP .1 .1 .5 6.3 92.4 .6
Tamat SMA .1 .1 .7 6.6 91.6 .9
TamatPT .4 1.8 9.1 87.9 .9
Dae rah
Pekotaan .1 .1 .8 7.0 90.5 1.5
Pedesaan .1 .1 1.0 9.5 88.2 1.1
Tingkat Pengeluaran per kapita
Kuintil-1 .1 .1 .8 7.1 90.2 1.6
Kuintil-2 .1 .1 .7 8.2 89.6 1.2
Kuintil-3 .1 .1 .9 8.4 89.2' 1.3
Kuintil-4 .2 .2 .6 7.8 90.0 1.2
Kuintil-5 .0 .2 1.4 9.4 87.8 1.2
Dari semua golongan umur sebagian besar penduduk di Jawa Barat menghabiskan 1-12
batang rokok perhari. Tidak nampak adanya pola yang nyata antara umur muda dan
umur tua dengan jurnlah batang rokok yang dihisap perhafi. Golongan umur ·15-24
tahun merupakan penduduk dengan proporsi terbanyak yang mengkonsumsi rokok 1-12
batang perhari. Penduduk yang yang menghabiskan rokok 1-12 batang rokok perhari
lebih banyak pada penduduk laki-laki dari pada perempuan, sedangkan penduduk yang
menghabiskan rokok lebih dari 13 batang lebih banyak pada penduduk laki-laki dari
1"36
pada perernpuan. Dilihat dari latar oelakang pendidikan perokqk, narnpak tidak berpola
dengan jelas. Pada perokok aengan~]urnlah batanq rokok yang di~abiskan perhari 1-12
batahg. sebagian besar ctari latar belakang pendidikan SMP, ·s'edahgkan pada perokok
yang rnenghabiskan-rokok ~3-24 batanq rokok perharl sebagian besar darj peroko-, yang
tidak perhah bersekolah.
Pada perokok yang tinggal dlperkotaan sebagian besar m~nghablskan 1-12 batang
rokok perhari, sedangkan perokok yang cnenghabiskan rokok 13-24 batang.rokok perhari
sebagian. besar tinggal dlpedesaan. Perokok yang rnenghabiskan rokok 1-12 batang
perhari proporsi tertinggi -darl perokok dengan tingkat pengeluaran per- kapita rurnah
tangga dari kuintil satu, sedangkan perokok yang rnenghabiskan rokoknya 13-24 batang
perharl..proporsl terbesar berasal dari kuintil lima.
Tabel 3.98
Persentase penduduk Umur 10 tahun ke Atas yang Merokok menurut
Usia Mulai Merokok Tiap Hari menurut Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Barat, Riskesdas 2007
.
Usia mulai m~~okoksetia~ hari
10-14 15-19 20-24 25-29
KABUPATEN/KOTA >=30th Tidaktahu
th th th th
Kab.Bogor 10.3 58.0 23.0 4.4 4.4 8.4
Kab.Sukabumi 8.9 54.1 26.0 5.0 6.0 6.1
Kab.Cianjur 11.0 47.5 24.9 10.3 6.3 9.1
Kab.Bandung 12.9 47.7 24.7 7.4 7.4 11.7
Kab.Garut 20.2 48.7 20.4 7.2 3.5 16.9
Kab.Tasikmalaya 18.1 52.9 17.2 7.4 4.4 12.9
Kab.Ciamis 11.3 42.5 32.1 6.2 7.9 9.4
Kab.Kuningan 7.7 53.0 29.0 6.0 4.3 5.7
Kab.Cirebon 14.5 55.0 22.5 4.8 3.2 11.4
Kab.Majalengka 14.3 46.2 27.8 7.0 4.7 12.7
Kab.Sumedang 13.0 51.7 25.2 5.9 4.1 11.6
Kab. lndramayu 16.1 48.2 21.8 8.2 5.7 12.9
Kab.Subang 9.9 52.5 24.1 7.1 6.4 7.7
Kab.Purwakarta 8.8 38.4 31.3 12.9 8.6 7.9
Kab.Karawang 9.6 56.2 25.1 5.0 4.1 6.0
Kab.Bekasi 11.8 59.7 18.6 4.8 5.1 9.4
Kota Bogor ~-- 18.8 53.8 20.8 3.3 3.5 17.1
Kota Sukabumi 10.4 38.7 25.6 10.9 14.4 9.7
Kota Bandung 6.4 45.5 32.9 10.1 5.0 5.5
Kota Cirebon 9.0 57.3 20.9 6.8 6.0 8.2
Kota Bekasi 12.3 54.0 22.2 7,0 4.6 9.3
Kota Depok 10.8 47.1 28.4 7.6 6.1 10.0
Kota Cimahi 9.1 48.6 27.4 8.4 6.5 8.1
Kota Tasikmalaya 10.3 57.6 24.2 4.2 3.8 8.8
Kota Banjar 13.4 50.7 19.3 8.1 8.4 11.7
Jawa Barat 11.9 50.4 24.7 7.1 5.8 9.8
Sebagian besar prokok pi Propinsi Jawa Barat mulai merokok setiap hari pada usia
berkisar antara 15-19 tahun, dengan proporsi paling tinggi di Kabupaten Bekasi dan
Kabupaten Bogor. Di Propinsi Jawa Barat proposi perokok yang mulai merokok' diusia
rernaja rnuda (10-14 tahun) cukup tinggi dibandingkan dengan dengan perokok yang
mulai rnerokok tiap harinya diatas 25 tahun. Kabupaten Garut rnerupakan kabupaten
dengan proposi prokok y~ng mulai rnerbkok setiap hari di usia.10-14 tahun yang cukup
tinggi, sehingga dirasakan perlu untuk menyusun strategi penyuluhan bahaya rnerokok
sejak usia dini (soslalisasl di tingkat SD melalui kurikulum terpadu).
137
Tabet 3.99
Persentase penduduk 1 O Tahun ke Atas Y~l'.19 Merokok Menurut Usla M\Jlai Merokok
Tiap Hari dan Karakteristi~ Di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007--
Jenis Kelamln
Laki 12.2 51.7 24.7 6.9 4.5 16.5
Perempuan 7.8 28.6 25.9 10.1 27.6 24.6
Pendidikan
Tidak Sekolah 13.5 38.9 25.8 8.8 13.0 13.5
Tidak Tamat SD 11.9 44.1 25.1 9.4 9.5 11.9
Tamat SD 13.3 48.5 25.1 7.2 5:8 13.3
Tamat SMP 13.9 56.9 21.3 4.9 3.1 13.9
Tamat SMA 8.6 56.6 25.0 6.4 3.4 8.6
Tamat PT 7.0 47.4 31.2 8.0 6.5 7.0
Tipe Daerah
Kot a 11.1 51.3 25.4 6.6 4.9 13.9
Des a 12.9 49.5 23.9 7.6 4.9 20.3
Penduduk Jawa Barat berusia diatas 1 O tahun yang mempunyai kebiasaan merokok,
sebagian besar merokok setiap hari pertama kali pada usia 15-19 tahun. Namun yang
perlu menjadi perhatian adanya anak usla 110-14 tahun yang sudah mulai merokok.
lronisnya pada responden derigan usia 10 hingga 14 tahun (remaja dini) telah mulai
merokok pertama kali setiap hari pada usia 1 O hingga 14 tahun artinya sebagian besar
perokok remaja dini tersebut mengenal rokok dan langsung merokok setiap hari, kondisi
ini sangat memprihatinkan sehingga sangat diperlukan adanya penyuluhan bahaya
merokok sedini mungkin sejak mereka dibangku SO. Pada perokok laki-laki mempunyai
proporsi selalu lebih tinggi dari proposi perokok perempuan dilihat dari golongan usia
pertama kali merokok setiap hari. Namun pada perokok laki-laki proposi usia mulai
merokok setiap hari 10 - 14 tahun lebih tinggi dari usia diatas 30 tahun. Berbeda
dengan perokok perempuan proporsi perokok perempuan mulai merokok setiap hari
lebih tinggi di usia diatas 30 tahun dibandingkan dengan 'perokok pria. Hal ini artinya
bahwa perokok laki-laki lebih dini menjadi perokok rutin dibandingkan dengan perokok
138
pei:empuan sehingga. penyuluhan- 'atau soslalisasl bahaya merokok lebih 'dltanarnkan
pada anak laki-laki sedini mun·gkin dibandingkan-denga'rr anak perempuan.
Dilihat dari tingkat pendidikan nampak usia mulai merokok setiap hari tidak berpola jelas.
.Pada semua tingkat pendidikan usia rnerokok pertamakali terbesar pada usia berkisar
1 ~-19 tahun, namun usia perokok dengan tingkat pe11didi[(an tldalc sekolah, ta mat SD
dan tamat SMA mempunyai proporsi tertir;iggi giantar ·tingkat pendidikan lain. Pada
perokok yang berdomisili diperkotaan nampak sebaqlan besar mereka mulai merokok
setiap hari diusia 15-~4 tahun, namun pada perokok yang mulai-merokok setiap hari di
usia 10-14-tahun sebaqian besar- diantara rnereka tinggal di pedesaan. Berdasarkan
Tingkat Pengeluaran per kapita rumah taogga· narripak sebagian besar prokok mulai
merokok setiap hari diusia -15-24 'butan dengan proporsl terbesar pada -perokok dari
golongan kuintil empat (ekonomi rnenenqah), namun perokok yang mulai mero)<ok setiap
hari di usia 10-14 tahun semakin kecil kuintil semakin besar proposi orang yang merokok
setiap hari di usia 10-14 tahun.
Tabet 3.100
Persentase Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas yang Merokok menuru\Usia
Pertama Kali Merokok/ Mengunyah Tembakau dar Kabupaten/ Kota di Provlnsi
Jawa Barat, Riskesdas 2Q07
Usia pertama Kali Merokok/ kunyah tembakau {tahun)
Kabupaten/Kota 10-14 th 15-19 th 20-24 th 25-29 th >=30th Tdk tahu
Kab.Bogor 9.5 42.1 14.1 2.3 2.9 29.2
Kab.Sukabumi 5.9 31.8 13.1 3.2 5.0 41.1
Kab.Cianjur 8.3 37.5 17.7 7.1 6.7 22.7
Kab.Bandung 15.0 41.9 18.1 4.5 7.6 12.9
Kab.Garut 15.5 35.1 13.7 5.9 4.1 25.6
Kab.Tasikmalaya 11.0 36.2 11.8 3.9 4.2 32.9
Kab.Ciamis 10.5 34.9 15.5 6.1 7.0 26.1
Kab.Kuningan 4.2 30.4 15.4 2.9 3.5 43.7
Kab.Cirebon 12.6 37.1 14.6 3.0 3.2 29.5
Kab.Majalengka 12.7 41.7 19.8 5.9 3.8 16.1
Kab.Sumedang 11.6 40.0 15.4 3.4 3.7 25.9
Kab. lndramayu 13.9 39.0 15.6 5.5 5.3 20.8
Kab.Subang 10.3 35.2 16.0 3.7 5.7 29.0
.,. .,-
Kab.Purwakarta 14.7 46.2 14.8 6.0 5.2 13.1
Kab.Karawang 5.1 30.2 12.9 2.6 2.8 46.4
Kab.Bekasi 6.0 35.3 11.3 3.0 2.5 41.9
Kota Bogor 15.5 44.3 15.2 3.6 4.2 17.1
Kota Sukabumi 15.8 39.1 21.2 8.4 11.0 4.6
Kota Bandung 11.6 47.2 14.0 4.2 2.4 20.5
Kota Cirebon 8.1 48.4 14.9 4.5 3.9 20.2
Kota Bekasi 11.0 39.1 11.2 2.9 2.4 33.3
Kota Depok 18.6 47.7 14.3 3.6 3.0 12.7
Kota Cimahi 14.2 47.3 15.7 4.1 5.6 13.0
Kota Tasikmalaya 8.0 39.8 20.2 4.8 4.1 23.1
Kota Banjar 11.6 38.7 16.8 6.0 8.9 18.1
Jawa Barat 11.1 39.3 15.3 4.4 4.8 25.0
Dari tabel 3.100 tertihat sebagian besar perokok dr Propinsi Jawa Barat rnulal, merokok
pertama kali pada usia 15-19 tahun projiorsi tertinggi perokok yang mulai merokok pada
usia 15-19 tahun ada di Kota Cirebon (48,4%), Kota Depok (47,7%), Kata Cimahi
139
(47,3%) dan Kota Bandung (47,2%). Perokok yang mulai pertama kali mengenal rokok
.di usia 10-14 tahun,banyak terdapat di Kata Depok (18,6%).
Tabel 3.101
Persentase Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas yang Merokok menurut
Usia Pertama KallMerokok/ Mengunyah Tembakau·dan'karakteristik
Resporiden di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas ·2ooz
' r
umur
10-14 tahun 48.1 51.9
15-24 tahun 20.6 58.5 6.0 14.9
25-34 tahun 11.1 49.0 14.8 4.0 .9 20.1
35-44 tahun 8.7 39.5 18.7 5.0 5.2 22.9
45-54 tahun 7.9 32.2 19.3 6.6 7~8 26.2
55-64 tahun (.8 26.1 18.8 6.5 8.6 32.2
65-74 tahun 5.8 2'1.1 15.5 5.3 12.4 40.0
75+ tahun 6.8 18.8 10.2 4.7 6.8 52.7
Jenis Kelamin .. ,
Laki 11.8 41.4 15.5 4.2 2.9 24.2
Perempuan 4.7 20.6 13.6 6.5 21.7 32.9
Pendidikan
Tidak sekolah 11.8 41.4 15.5 4.2 2.9 24.2
Tidak tamat SD 4.7 20.6 13.6 6.5 21.7 32.9
Tamat SD 11.8 41.4 15.5 4.2 2.9 24.2
Tamat SMP 4.7 20.6 13.6 6.5 21.7 32.9
Tamat SMA 11.8 41.4 15.5 4.2 2.9 24.2
Tamat SMA + 4.7 20.6 13.6 6.5 21.7 32.9
Dae rah
Pekotaan 11.6 42.5 15.4 4.1 4.5 21.9
Pedesaan 10.6 35.6 15.2 4.7 5.1 28.7
Tingkat Pengeluaran
per kapita
Kuintil-1 13.3 38.9 13.9 3.7 3.8 26.4
Kuintil-2 11.5 39.5 14.7 4.6 4.3 25.5
Kuintil-3 11.1 39.5 14.8 4.5 5.2 24.9
Kuintil-4 10.4 39.9 16.3 4.1 4.9 24.5
Kuintil-5 9.5 38.9 16.8 5.2 5.7 24.0
Sebagian besar perokok di Propinsi Jawa Barat merokok pertama kali pada usia 15-19
tahun dengan proposi tertinggi pada perokok yang saat ini berusia 15-24 bulan. Pada
perokok berusia 10-14 bulan 48,1% diantaranya merokok pada usia 10-14 tahun. Usia
terlalu dini untuk mengenal rokok hendaknya menjadi perhatian pemerintah agar ada
suatu upaya untuk rnejiceqah kejadian lebih lanjut.
Pada perokok laki-laki sebaqian besar dari mereka merokok pertama kali pada usia
berkisar antara 10-24 tahun, proposi ini lebih tinggi dari perokok perempuan. Perokok
140
perempuan mulai merokok pad? nsia yang lebih tua dibandingkan laki-laki. Dilihat
berdasarkan tingkfit pendidikan terlihat tida~ ada pola yaf'lg·jelas antar tingkat pendidikan
dengan usia pertama kali msrokok. Pada perokok yang tidak pernah sekolah, tamat SD
dan tamat SLTA proporsi ·mereka merokok pertama kali pada usia 15-19 tahun lebih
tinggi dibandingkan denqan 'tingkatan pe,ndidikan lalnnya. ~egitu pula perokok yang
merokok pertama kali diusia ·10-15 tahun berasa] dart perokok yang tidak bersekolah,
tamat SD dan tamat SLTA.Proporsi perokok diperkotaan lebih besar pada perokok mulai
merokok pertama kali di usia muda (10 - 24 tahun) sedangkan dipedesaan proporsi
tertinggt pada perokok yang. merokok oertama kali dalam usia 25 tahun lebih. Proporsi
Usia merokok pertama kali di jawa barat tertinggi pada usia berkisar 15-24 tahun,
dilihat berdasarkan kuntil nampak tidak mempunyai pola yang ·jelas. Namun proporsi
tinggi pada kuintil 2 hingga 3. Pada perokok yang merokok pertama kall dalani usia 10·
hingga 14 tahun semakin rendah kuintil semakin tinggi proprosi perokok yang mulai
merokok pada usia 10-14 tahun. Artinya pada perokok yang muolai merokok pertama
kali usia dini berasal dari perokok dengan latar belakang ekonomi rendah (kuintil 1).
Tabel 3.102
Prevalensi Perokok Dalam Rurnah Ketika Bersama Anggota Rumah
Tangga Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.102 menunjukkan prevalensi perokok yang merokok dalam rumah ketika
bersafna anggota rumah tangga menurut Kabupaten/ Kota. Di propinsi Jawa Barat
81,5% perokok merokok didalam rumah ketika bersama anggota rumah tangga lainnya,
hal ini menimbulkan dampak negatif pada anggota rumah tangga yang lain (perokok
pasif).
141
Tabel 3.103
Persentase Penduduk Umur 1 O Tahun ke Atas yang Merokok menurut Jenis Roi
yang Dihisap dan l<abupaten/K~ta di ProvinsiJawa Bara~,_Riskesd~s2007
Sebagian besar perokok di jaawa Barat menggunakan rokok keretek yang berfilter
maupun tidak beriilter. Presentase rokok berfilter tertinggi di Kota Bandung, sedangkan
rokok tidak beriilter tertinggi di Kabupaten Cirebon.
142
Tabel 3.104
Persentase Penduduk Umur 10 Tahun·ke Atas yang Merokok menurut Jenis Rokok
yang Dihisap dan Karakteristik Responqe'l.f?i.F!r..ovi{lsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
KarakteristilC':· Kretek
Kretek ,Rokol< Rokok Tembakau
responden dengan tanpa Cangklong Cerutu Lainnya
filter filter putih linting d!kunyah
Kelompok Umur (Tahun)
10-14 72.0 42.2 16.9 10.5 1.3 2.0 1.3
15-24 80.1 46.7 28.8 7.5 .3 .5 .5 .2
25-34 6a.1 57.2 19.3 11.5 .4 .7 .7 .3
35-44 58.4 6i.3 13.0 15.1 .5 .5 1.0 .3
45-54 47.8 66.6 9.9 22.1 .9 .7 1.4 .3
55-64 35.2 67.6 6.9 33.3 .7 .5 2.6 .4
6q-74 27.5 59.3 6.2 43.0 2.4 1.5 6.7 1.1
75+ 21.0 49.1 5.0 54.5 2.9 .7 8.8 1.7
Jen is
Kela min
Laki 57.3 61.0 15.2 19.2 .7 .7 1.2 .4
Perempuan 55.0 41.1 15.4 16.1 .6 .3 6.3 .7
Pendidikan
Tidak Sekolah · 27.7 63.2 6.6 32.1 1.7 .7 6.0 1.1
Tidak Tamat 40.0 66.5 8.5 31.5 .9 .7 2.6 .5
SD
Tamat SD 52.3 66.2 12.0 24.9 .6 .5 1.6 .3
Tamat SMP 72.0 54.2 19.5 10.0 .7 .8 .6 .3
Tamat SMA 73.5 47.6 23.3 4.6 .5 .7 .6 .4
Tamat PT 71.6 41.1 25.4 3.5 .6 1.0 .7 .3
Tipe Daerah
Kot a 65.2 53.6 17.6 8.7 .7 .7 1.0 .4
Desa 48.5 65.3 12.7 29.8 .8 .6 2.3 .3
Tingkat Pengeluaran per kapita
Kuintil- 1 so.s" 61.9 13.3 26.7 .6 .7 2.3 .4
Kuintil- 2 54.1 63.1 13.4 22.2 .9 .8 1.8 .4
Kuintil- 3 56.4 60.6 14.3 19.8 .6 .5 1.8 .3
Kuintil- 4 59.1 59.3 16.0 15.9 .7 .7 1.4 .5
Kuintil- 5 65.2 51.6 18.9 10.6 .7 .8 .9 .3
Dari semua umur responden sebagian besar perokok menggunakan rokok dari kretek
dangan filter. Proporsi tertinggi pada perokok dikalangan usia 10-14 tahun. Sedanqkan
perokok yang menggunakan kretek tanpa filter lebih banyak digunakan oleh perokok
dengan usia 55 - 64 tahun. Perokok laki-laki lebih banyak menggunakan rokok kretek
tanpa filter sedangkan perokok perempuan sebagian besar merokok dengan rokok
kretek dengan filter.
Dilihat berdasarkan tingkat pendidikan nampak perokok ~MP keatas lebih senang
menggunakan rokok jenis kretek dengan filter, sedanqkan perokok dengan latar
belakang pendidikan rendah (tamat SD kebawah) lebih suka menggunakan rokok jenis
kretek tanpa filter. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikari menentukan perokok
memilih jenis rokok menggunakan filter atau tidak. Pada perokok dengan tingkat
pendidikan tinggi lebih memeilih kretek dengan filter karena menganggap kretek dengan
143
filter lebih dapat menahan kadar tar yang membahayakan kesehatan.Pada pendudllk
diperkotaan sebagian besar perokok menggunakan rokok kretek denqan filer,
sementara perokok yang '.tinggal di pedesaan lebih senang menggunakan rokr;>k kretek
tar .,..ia filtter. 1
Jenis Kelamin
Laki 96.9
Perempuan 97.1
Pendidikan
Tidak sekolah 96.8
Tidak tamat SD 96.8
Tamat SD 97.9
Tamat SMP 97.4
Tamat SMA 95.8
Tamat SMA + 94.6
Daerah
Pekotaan 96.4
Pedesaan )to.,.- ...
97.7
Berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin,tingkat pendidikan, tipe daerah, dan tingkat
pengeluaran per kapita per bulan tidak terlihat perbedaah pola yang berarti dalam
kebiasaan mengkonsumsi buah dan sayur di Propinsi Jawa Barat.
145
Salah satu faktor risiko kesehatan adalah kebiasaan minum alkohol. lnformasi pecilaku
minum alkopol didapat dengan rnenanyakan ~epaqa responden urnur-t O .tahun ke atas.
'Karena petilaku minum ~lko~9L s,eri,Qgkali perlodik maka ditanyakan perilaku minum
alkohol dalam periode 12 bulan dan satu bulan terakhir. Wawancara aiawali dengan
pertanyaan apakah mlnurn minuman beralkohol dalam 12 bulan terakhir. Untuk
penduduk yang menjawab "ya" ditanyakan dalam 1 bulan terakhir, termasuk frekuensi,
1
jenis mlnuman.dan ratci_,rata sahran i:nrnurtian stander, · ' •
Jenis Kelamin
Laki 5.2 2.6
Perempuan .2 .1
Pendidikan
Tidak sekolah .6 .3
Tidak tamat SD 1.7 .8
Tamat SD 2.3 1.2
Tamat SMP 4.2 2.0
Tamat SMA 3.9 2.0
Tamat SMA+ 2.3 1.5
Daerah
Pekotaan 2.9 1.4
Pedesaan 2.3 1.2
146
Berdasarkan umur responden proporsi penduduk yang .rheng~Qnsumsi minuman
beralkohol sebagian bersar berusia 15 hiJlga ·24 tahun (5,0%), dan 2,Jo/o diantaranya
masih' mengkonsumsr mlnuman hingga .1 1 bulan terakhir. Proporsi Jaki-laki yang
mengkonsumsr alRohol 12 bulan terakhir (5,2%) lebih banyak dibal')dingkan dengan
perempuan. Begitu pula denqan 1' bulan terakhir proporsi lakl-lekl lebih tinggi (2,6%)
dibandingkan dengan perempuan. ·
Dari sekian banyakj responden yang mehgktj,nsunisi alkohol ternyat~ Pada responden
"dengan tingkat pendidikan 1amat SMP prdporsi yang n'lerig)<onsumsi alkoliol lebih
banyak dibandingkan dengan tingkat pendldikan lalnnya, namun pada masyarakat Jawa
Barat tingkat pendidikan tidak menunjukka'n pola yang jelas terhadap kebiasaan
mengkonsumsi alkohol. Proporsi pada penduduk di perkotaan baik yang mengkonsumsi
alkohol 12 bula'rr terakhir maupun 1 bulan- terakhir lebih tinggi dibandingkan dengan
pendudukyanq tinggal dipedesaan.
Berdasarkan Tingkat Pengeluaran per kapita nampak tidak menunjukkan keterkaitan
yang jelas antara Tingkat Pengeluaran per kapita dengan kebiasaan mengkonsumsi
alkohol dimasyarakat. Pada penduduk dari rumah tangga kuintil 1, kuintil 2, dan ~uirtil 5
proporsi yang rnenqkonsurnsi alkohol baik 12 bulan terakhir maupun 1 bulan terakhir
lebih tinggi dari kuintil lainnya.
Tabet 3.108
Proporsl-Pemlnum Minuman Beralkohol 1 Bulan Terakhir Berdasarkan
Frekuensi Min um dan Jenls- Minuman, Menu rut Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Barat, Riskesdas 2007
Frekuensi Jenis Minuman
whiske minuman
Kabupaten/Kota >= 5 1-4 1-3 anggur
< 1x/bln bir y/ tradisiona
hr/mg hr/mg hr/bin /wine
vodka I
1. Kab.Bogor 5.5 16.4 36.4 41.8 18.6 13.6 67.8 0
2. Kab.Sukabumi 5.9 23.5 23.5 47.1 58.8 5.9 35.3 0
3. Kab.Cianjur 0 14.3 57.1 28.6 28.6 64.3 7.1
4. Kab.Bandung 8.2 23.0 29.5 39.3 42.6 9.8 26.2 21.3
5. Kab.Garut 17.6 5.9 23.5 52.9 64.7 5.9 29.4 0
6. Kab.Tasikmalaya 10.0 0 20.0 70.0 45.5 9.1 36.4 9.1
7. Kab.Ciamis 21.7 8.7 30.4 39.1 47.8 17.4 21.7 13.0
8. Kab.Kuningan 25.0 8.3 41.7 25.0 38.5 23.1 38.5 0
9. Kab.Cirebon ,_.. 9.3 20.4 42.6 27.8 20.0 3.6 60.0 16.4
10. Kab.Majalengka 0 8.6 31.4 60.0 25.7 5.7 62.9 5.7
11. Kab.Sumedang 9.5 23.8 42.9 23.8 13.0 13.0 60.9 13.0
12. Kab.lndrarnayu 7.4 2.5 42.0 48.1 20.5 8.4 68.7 2.4
13. Kab.Subang 12.5 20.8 37.5 29.2 24.0 12.0 60.0 4.0
14. Kab.Purwakarta 11.8 17.6 35.3 35.3 38.9 11.1 22.2 27.8
15. Kab.Karawang 10.3 2.6 23.1 64.1 47.5 22.5 22.5 7.5
16. Kab.Bekasi 12.5 31.3 31.3 25.0 43.4 0 49.1 7.5
17. Kota Bogor 11.1 16.7 22.2 50.0 27.8 11.1 50.0 11.1
18. Kota Sukabumi 9.1 27.3 9.1 54.5 41.7 16.7 33.3 8.3
19. Kota Bandung 8.7 21.7 23.9 45.7 38.0 28.0 22.0 12.0
20. Kota Cirebon 14.3 14.3 14.3 57.1 42.9 14.3 42.9 .0
21. Kota Bekasi 10.7 21.4 17.9 50.0 56.7 10.0 33.3 0
22. Kota Depok 10.0 23.3 33.3 33.3 25.8 9.7 41.9 22.6
23. Kota Cimahi 14.3 21.4 21.4 42.9 42.9 21.4 14.3 21.4
24. Kota Tasikmalaya .0 28.6 42.9 28.6 57.1 14.3 28.6 .0
25. Kota Banjar .0 16.7 50.0 33.3 33.3 16.7 33.3 16.7
Jawa Barat 9.4 16.4 32.4 41.9 34.2 11.4 45.2 9.3
147
Di Propinsi Jawa Barat proporsi penduduk diatas 10 tahun yang mempunyai kebiasaan
mengkonsumsi alkohol lebih banyak )nengkonsumsi 1 kali. per-bulan (41,9%), d~ngan
jenis minuman anggur/wine. Kabupateh kuningan dan Kabupaten Ciamis mempunyai
proporsi min um .alkohol lebih dart 5 kali perminggu paling tinggi diantara kabupaten/kota
lainnya dengan bir sel'>agaijenis minuman terbanyak yang dikonsumsi.
label 3.109
Proporsi Pemlnum Minuman Beralkohol 1 Bulan Terakhir Berdasarkan
Frekuensl Minum dan "~mis Mi,n~mao, Men.umt Karakteristik Di Provinsi
'Jawa Barat, ·Riskesdas 2007
148
proporsi lebih tinggr rnengkonsumsi alkohol lebih dari 4 kall' perminggu• dlbandinqkan
dengan penduduk laki-laki dengan jenis minuman yang· dikon~umsf adalah anggur/wine.
1 •
Pada penduduk- usla dlatas 10 ~::hun tidak pernah bersekolah proporsi yang
'mengkonsumsl alkohol lebih dari 5 kali per-minggu. cukup tin.ggi, denganjenis miauman
anggur!Wine. Dari . seluruh tingkatan pendidikan prqpor~i .t~·lj)~nyak mengkonsumsi
alkoholadalah 1 kali per-bulan dengan jenis minuman anggur/wine.Penduduk Jawa
Barat berusia lebih dari 1 O tahun yang mempunyai kebjasaan me(lgkonsumsi alkohol
dengao frekuensi lebih dari 1 kall' per-bularr lebih banyak tinggal diperkotaan kecuali
yang .m.~mpunyai kebiasaan lebih, dari 5 kali per-butan,'dan 1-3 kali per-tnilarilebih
banyak tinggal di desa. pada pe.ndu.duk dipedesaan mlnurnan alkohol jenis -anggur/wine
lebih banyak disukai, sedanqkaa .P~nQ.uduk perkotaan lebih banyak mengkonsusmi bir.
BeJdasarkan Tingkat Pengeluaran per kaplta rum~h tangga dan frekuensi minum alkohol
nampak fid~k rnenunlukkan pola yarlg jela·s. Narnun dari seluruh tlnqkatan kuJntil
proporsi. terbanyak penduduk minum alkohol adalah 1 kali per-bulali dengan jenis
rninuman a11ggur/wine. Penduduk yang rnernpunyai kebiasaan rnlnum a1k,ohol lebih dari
5 kali per-minggu lebih banyak pada penduduk kuintil 3 kebawah (golongan ekonomi
menengah kebawah).
Tabel 3.110
Proporsi Peminum Minuman Beralkohol 1 Bulan Terakhir Berdasarkan
S,atuan Standard Minuman, menurut Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Barat, Riskesdas 2007
Satuan standar minuman dalam sehari
Kabupaten/Kota 1-2 3-4 5-6 7-8 >= 9
sat/hari sat/hari sat/hari sat/hari sat/hari
Kab.Bogor 66.7 2.4 4.8 26.2
Kab.Sukabumi 57.9 5.3 36.8
Kab.Cianjur 66.7 33.3
Kab.Bandung 57.1 12.5 30.4
Kab.Garut 88.9 11.1
Kab.Tasikmalaya 30.0 10.0 60.0
Kab.Ciamis 66.7 4.8 28.6
Kab.Kuningan 15.0 10.0 10.0 65.0
Kab.Cirebon 62.5 6.3 4.2 4.2 22.9
Kab.MajalengR~t 66.7 3.3 30.0
Kab.Sumedang 86.4 13.6
Kab.lndramayu 78.1 8.2 4.1 9.6
Kab.Subang 84.2 5.3 10.5
Kab.Purwakarta 41.5 7.3 2.4 48.8
Kab.Karawang 30.0 6.7 63.3
Kab.Bekasi 51.9 13.0 1.9 33.3
Kota Bogor 68.8 12.5 18.8
Kota Sukabumi 71.8 7.7 7.7 12.8
Kota Bandung 71.4 28.6
Kota Cirebon 68.8 12.5 6.3 12.5
Kota Bekasi 21.0 79.0
Kota Depok 73.9 8.7 4.3 13.0
Kota Cimahi 84.2 2.6 2.6 10.5
Kota Tasikmalaya 69.6 30.4
Kota Banjar 75.5 8.2 6.1 10.2
Jawa Barat 61.2 6.0 2.6 .4 29.9
149
Proporsi peminum minuman beralkohol di Propinsi Jawa Barat berdasarkan satuan
standar minuman, aampak ·paling b,a.nyak rata-rata mengkonsumsi alkohol sebanyak 1-2
satuan per-hari (55,9%), Qamun proporsi yang rnenqkonsumsl lebih' da~ 9- satuan per-
hari juga cukup tinggr(3f?,2o/d). Kabupaten Kerawang, Kabupaten Tasikmalaya-dan Kota
·Bekasi merupakan kabupatenzkota yang merniliki proposi peminurn denga,n rata-rata
melebihi 9 satuan per-hari yang ·paling tingg'. diantara kabupaten/kota l~innya di Jawa
Barat yaitu maslnq-maslnq, 78,3%, 66,7% dan 63,6%. ·
.
Tabel 3.111
Proporsi peminum minuman beralkohol 1 bulan terakhir berdasarkan satuan
standard minuman, menurutKarakatertstlk Di Provinsi Jawal3arat,
Riskesdas 2007·
Satuah standar minuman dalam sehari*
Karakteristik
Responden
1~2 3-4 .5-6 7-8 >= 9 sat/hari
sat/hari sat/hari sat/hari sat/hari
Umur (Tahun)
10-14 100,0 0 0 0 0
15-24 63.9 4.4 3.1 .7 27.9
25-34 59.4 7.1 1.7 .4 31.4
35-44 60.0 9.7 3.4 a· 26.9
45-54 62.5 .0 0 0 37.5
55-64 33.3 7.4 0 3.7 55.6
,__ ....
65-74 33.3 0 0 0 66.7
75+ 71.4 0 0 0 28.6
Jenis Kelamin
Laki 59.7 5.9 2.4 .5 31.5
Perempuan 28.3 1.9 0 0 69.8
Pendidikan
Tidak Sekolah 21.9 3.1 0 0 75.0
Tidak Tamat .SD 47.1 5.9 4.2 0 42.9
TamatSD 56.3 5.4 .7 1.1 36.6
TamatSMP 61.7 7.2 3.3 .6 27.2
Tamat SMA 59.0 5.3 2.1 0 33.5
Tamat PT 73.2 2.4 0 0 24.4
Tipe Daerah
Kota 56.0 5.0 2.2 .2 36.6
Desa 55.5 5.9 2.0 .8 35.8
160
Tabel 3.111. menunjukkan darj semua golongan umur penduduk Jawa Barat sebagian
besar penduduk mengkonsumsi alkohol 1-2 satuan perh'ar[ Pada' penduduk yang
menqkonsurnsl lebih dafi 9 satuan perhari proporsi tertinggi pada golong'an 'usia 65-74
tahun. Proporsi laki-laki yang mengkonsumsi alkohol 1-2 satuan per- hari lebih tinggi dari
perempuan, namun proposi penduduk yang rnenqkonsumslalkohol'lebih dari 9 satuan
per-hari lebih bahyek pada penduduk perempuan.
Berdasarkan tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi
proporsi penduduk yang mengkonsumsi alkohol 1-2 satuan -per-narl. dan semakin
rendah tingkat pendidikan semakin tinggi proposi penduduk yang minum alkohol lebih
dari 9 kali per-hari. Artinya bahwa tingkat pendidikan berkorelasi dengan jumlah alkohol
yang diminum per-hari.
Proporsi penduduk di kota dan di desa nampak tidak terlalu jauh berbeda dalam
mengkonsumsi jumlah alkohol yang diminum. Berdasarkan Tipe Daerah penduduk
tersebut baik penduduk diperkotaan maupun dipedesaan proposi tinggi pada penduduk
yang mengkonsumsi 1-2 satuan per-hari dan diatas 9 satuan per-hari.
Berdasarkan Tingkat Pengeluaran per kapita keluarga nampak jumlah alkohol yang
dikonsumsi per-hari tidak berkorelasi secara nyata dengan Tingkat Pengeluaran per
kapita keluarga tersebut. Jumlah penduduk yang mengkonsumsi alkohol 1-2 satuan per-
hari lebih banyak dari keluarga kuintil 1 dan kuintil 5. Sedangkan penduduk yang
mengkonsumi lebih dari 9 satuan per-hari lebih banyak dari kuintil 3 dan 4.
151
Tabel 3.112
Prevalensi Ku rang Aktifitas Fisik Penduduk 10 Tahun ke-Atas
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Sebanyak 29,7% penduduk ~ 10 tahun di Jawa Barat kurang melakukan aktifitas fisik.
Proporsi kurang aktifitas fisik tertinggi di Jawa Barat adalah di Kota Cirebon (50, 1 %) dan
terendah di Kabupaten Kuningan sebesar (15,7%).
Dilihat dari kelompok umur, prevalensi tertinggi kurang aktifitas fisik pada umur 75+
(64,9%) dan terendah pada umur 35-44 tahun (18,0%). Prevalensi kurang aktifitas fisik
pada laki-laki (32, 1 %) lebih tinggi dibandingkan pada perempuan (27,5%).
Berdasarkan tingkat pendidikan maka, prevalensi kurang aktifitas fisik tertinggi pada
Tamat PT sebesar 40,8%dan terendah pada tamat SD sebesar 25,2%. Dilihat dari tipe
daerah, prevalensi di perkotaan (33,7%) leih tinggi dibandingkan di pedesaan (25,2%).
Berdasarkan Tingkat Pengeluaran per kapita maka, semakin tinggi pengeluaran per
kapita per bulan cenderung semakin tinggi prevalensi kurang aktifitas fisik.
152
• Tabel 3.113
P.revalensi Ku rang Aktifitas Fisik Penduduk 10 Tahun ke Atas
Menurut Karakteristik'Responden dan Kabupaten/Kota
d{ Provinsi Jaw~ Barcit, Risl(esdas 200,1
Karakteristik 'Responden Kurang Aktifib,ls. Fisik
Umur
10-14 tahun 56.6
15-24 tahun 33.0
25-34 tahun fg:3
35-44 tahun 18.0
45-54 tahun 20.7
55-64 tahun 26.6
65-74 tahun 42.6
75+ tahun 64.9
Jenis Kelamin
Laki 32.1
Perempuan 27.5
Pendidikan
Tidak sekolah 33.2
Tidak tamat SD 32.3
Tamat SD 25.2
Tamat SMP 27.7
Tamat SMA 30.9
Tamat PT 40.8
Daerah
Pekotaan 33.7
Pedesaan 25.2
153
Secara umum 71,6% penduduk di Jawa Barat pernah mendengar tentang flu burung.
Presentase terti11ggi. di Ko!a Depok sebesar 88,4% dan terendah, di Kabupaten
Sukabumi sebes'ar 55,4% ..• Untuk kptegori t>erpengetahuan benar tel)tang. flu burung
proporsi secara urnurn di .Jawa Barat 54,9%, ter{inggi di Kota Cimahi sebesar 73,2% dan
terendah di Kabupaten lndramayu sebesar 41,2%. Untuk kategori bersikap benar
tentang flu burung proporsi secara umum di Jawa Barat·60, 1 %, tertinggi di Kota Depok
sebesar 79, 1 % dan terendah ·ai Kabupaten lndramayu sebesar 45, 7%.
label 3.114
Presentase Penduduk 10 Tahun ke Atas menurut Pengetahuan dan Sikap
Tentang Flu Burung dan Kabupaten/Kota di Provlnsl Jawa Barat,
Riskesdas 2007
Pernah Berpengetahuan Bersikap
Kabupaten/Kota
mendengar benar*· benar**
Kab.Bogor 65.8 51.6 57.7
Kab.Sukabumi 55.4 43.8 50.9
Kab.Cianjur 71.6 47.9 54.7
Kab.Bandung 68.3 51.3 58.0
Kab.Garut 63.4 53.7 56.8
Kab.Tasikmalaya 66.8 51.9 58.7
Kab.Ciamis 69.8 43.5 57.9
Kab.Kuningan 73.6 64.6 65.7
Kab.Cirebon 70.3 56.1 . ~-"" 60.3
Kab.Majalengka 60.6 54.9 51.9
Kab.Sumedang 74.5 57.2 67.7
Kab. lndramayu 63.8 41.2 45.7
Kab.Subang 75.9 54.8 56.0
Kab. Purwakarta 85.7 53.7 57.5
Kab.Karawang 67.9 52.5 49.7
Kab.Bekasi 67.6 52.4 52.9
Kota Bogor 84.4 61.3 74.8
Kota Sukabumi 84.2 54.3 64.7
Kota Bandung 82.4 64.3 69.5
Kota Cirebon 81.3 67.5 77.3
Kota Bekasi 84.9 68.2 73.5
Kota Depok 88.4 71.6 79.1
Kota Cimahi 87.2 73.2 77.8
Kota Tasikmalaya 80.5 66.7 69.4
Kota Banjar 81.8 52.4 74.2
Jawa Barat 11.9 54.9 60.1
*) Berpengetahuan benar apabila menjawab "Ya" kontak dengan unggas sakit atau kontak
dengan kotoran unggas/pupuk kandang
**) Bersikap benar apabila menjawab "Ya" melaporkan pada aparat terkait, membersihkan
-
kandang unggas, atau menqubur/rnernbakar unggas yang sakit dan mati mendadak.
~
154
r • Tal;>el 3.115 • .,. " 1
'Presentase.~e.ndu~~k 10 Tahun ke Atas menurut Penget~h·µari dan Sikap
,r Tentang.Flu Burwig.dan·Karakteristik RespondeR1nenurut Kabl;lpaten/Kota
· .q.n di Provinsi Jawa Barat, Riskestras 2007
.
-
Karakteristik
P~rnah"
' '
. 't
.
·eerperigetahuan 'b~nar *
. '
Sers ikap · be!W'**
mendengar
Umur
' ''60.4
.. .
. 42.7 .
'10-14 taliun 47.7
~
15-24'tahun· 83.8 68.8 73.0
, Oh
e
Pendidikan
Tidak sekolah . ,~ 38.2 21.1 25.2
Tidak tamat SD 54.5 35.1 40.2
T.amat SD 68.9 49.9' 56.4
Tamat SMP 85.1 70.6 ' 14.9.
Tamat SM/,\ ., 93.0·
. 80.5 84.8
Tamat SMA + 96.0 86.5
. 90.3
Pekeriaan
Tidak kerja
Sekolah
. 62.4
70.8
46.6
54.4
51.0
59.3
lbu RT 71.3 - 53.5 59.2 .
Pegawai 92.9 80.8 85.4 I
Dae rah
r . .
Pekotaan Z9,6 9.3.4 69.1
Pedesaan 62.6 • 45.3 49.9
'
Tingkat Pengeluaran oer kapita
Kuintil-1 61.5 43.6 48.7
Kuintil-2 67.6 50.2 55'.1
Kuintil-3 70.6 53.8 58.5
Kuintil-4 75.2 58.6 64.6
.
Kuintil-5 8.1.4 66.6 71.7
155
Dilihat dari kelompok umur, terlihat peningkatan preoporsi yang pernah mendengar flu
burunq hinggal!~ia 35-44 tahun dan selaniutnyacenderunq-menurun. Pola yang hamper
sama untuk kategori berpenqetahuan benar dan bersikap 'benar·tentang flu burung.
Proporsl pada lak;-lal<i untuk ~iap.kategori leblh tinggi dibandingkan perempun.
Dilihat dari ,tingkat pendidikan terlihat kecenderungan presentase meningkat seiring lebih
tingginya pendldlkan kK. Pola kecende;ungan yang sarna juga terlihat .berdasarkan
kelompok-pe'rlgeluaran 'per kaplta per'bulan, · ·•
Dilihat darJ pekerjaan maka, untuk kategori pernah mendengar tentang flu burung
proporsi tertinggi pada pega~ai"(PNS/PolrifTNI)- sebesar 92,9% dan terendah pada tidak
kerja sebesar 62,4%_ Untuk )<~tegori berpengetahuan J)enar tentang flu burµng propers!
tertinggi pada pegawai (PNS/PolrifTNI) sebesar 86,8% dan terendah pada
Petani/Buru!l/Nelayan sebes~r'45,4%. Untuk kategoti berslkap.benar tentang flu butung
proporsi tertinggi pada pegaw~i (PNS/PolrifTNI) sebesar- 85,4% dan terendah pada
PetarTi/Buruh/Nelayan sebesar 50,7%. •
Dilihat dari daerah rnaka, balk untuk kategori pernah mendengar, berpengetahuan
benar, dan bersikap benar tentang flu burung ternyata proporsi di perkotaan lebjh tinggi
dibandingkan di pedesaan.
b. HIV/AIDS
Berkaitan dengan HIV/AIDS, penduduk ditanyakan apakah pernah mendengar tentang
HIV/AIDS. Selanjutnya penduduk yang pernah rnendenqar "Cfitanyakan lebih lanjut
mengenai pengetahuan tentanq penularan virus Hl'i/ ke manusia (tujuh pertanyaan),
penceqahan HIV/AIDS (enam pertanyaan), dan sikap apabila ada anggota keluarga
yang menderita HIV/AIDS (lima--pertanyaan). Penduduk dianggap berpenqetahuan benar
tentang penularan dan pencegahan HIV/AIDS apabila .rnenjawab benar rnasing-masinq
60%. Untuk sikap ditanyakan: bila ada anggota keluarga menderita HIV/AID,S apakah
responden merahasiakan, membicarakan dengan ART lain, mengikuti konseling dan
pengobatan, mencari pengobatan alternatif ataukah mengucilkan penderita.
Tabel 3.116 menunjukkan proporsi penduduk :::. 1 O tahun di Jawa Barat yang pernah
mendengar tentang HIV/AIDS sebesar 45, 1 %, kemudian berpengetahuan benar tentang
penularan HIV/AIDS sebesar 34,9%, dan berpengetahuan benar tentang pencegahan
HIV/AIDS sebesar 21,6%.
Bila dflihat per-Kabupaten/Kota maka, untuk kategori pernah mendengar tentang
HIV/AIDS proporsi tertinggi di Kota Bandung sebesar 70,5% dan terendah di Kabupaten
Sukabumi sebesat 29,3%. Untuk kategori berpengetahuan benar tentang penularan
HIV/~IDS proporsi tertinggi di Kota Cimahi sebesar 54,2% dan terendah di l\abupaten
Sukabumi sebesar 22,7%. Untuk kategori berpengetahuan benar tentang pencegahan
HIV/AIDS proporsi tertinggi di Kota Bandung sebesar 43;2% dan terendah di Kabupaten
Cianjur sebesar 10,0%.
Pengetahuan dan sikap penduduk :::. 10 tahun yang pernah mendengar tentang
HIV/AIDS, berpengetahuan benar tentang penularan HIV/AIDS, dan berpengetahuan
benar tentang pencegehanan HIV/AIDS menurut karakteristik di Provinsi Jawa Barat
dapat dilihat pada tabel 3.117. Dalam tabel tersebut dapat disarikan sebagai berikut :
156
Tabel 3.116
Presentase Penduduk 10 Tafiun ke Atas menuruf Pengetahuan Tentang
·HIV/AIDS dan Kabupaten/Kota di Provlnsl Jawa Barat, Riskesdas 2007
Berpepgetahuan Berpengetahuan
Pernah
Kabupaten/Kota
· pen~r- tentang benar tentang
me'ndengar
eem.ilaran* ~encegahan **
Kab.Bogor 40.3. 31.2 15.9
Kab.l?ukabumi 29.3 22.7 14.2
Kab.Cianjur 30.9 23.5 10.0
Kab.Bandung 43.4 32.9 22.6
Kab.Garut 37.5 23.7 11.3
Kab.Tasikmalaya 30.6 24.0 10.6
Kab.Ciamis 38.9 30.6 16.1
Kab.Kuningan 35.7 28.4 16.9
Kab.Cirebon 42.0 32.5 16.2
Kab.Majalengka 37.4 30.6 21.7
Kab.Sumedang 44.2 36.3 18.5
Kab.lndramayu 33.7 26.1 15.5
Kab.Subang 38.6 31.4 10.7
Kab.Purwakarta 42.7 32.3 16.6
Kab.Karawang 45.3 36.0 20.3
Kab.Bekasi 49.8 36.6 24.9
Kota Bogor 62.8 51.6 36.4
Kota Sukabumi 60.8 48.2 38.4
Kota Bandung 70.5 57.7 43.2
Kota Cirebon 62.4 50.6 31.2
Kota Bekasi 69.0 52.1 41.2
Kota Depok 64.1 49.9 37.8
Kota Cimahi 67.5 54.2 42.5
Kota Tasikmalaya 50.7 40.4 23.7
Kota Banjar 44.6 35.5 22.4
Jawa Barat 45.1 34.9 21.6
* ) Berpengetahuan benar tentang penularan adalah bi la menjawab benar 4 dari 7
pertanyaan
") Berpengetafiuan benar tentang pencegahan adalah bila menjawab benar 4 dari 6
pertanyaan
Dilihat dari kelompok umur maka, untuk pernah mendengar tentang HIV/AIDS mulai
umur 15 tahun keatas semakin tinggi umur proporsi pernah mendengar tentanq
HIV/AIDS semakin rendah, sedang pada kelompok umur 10-14 tahun proporsinya
sebesar 21,3%. Untuk berpengetahuanbenar tentang penularan HIV/AIDS mulai umur
15 tahun keatas semakin tinggi umur proporsi berpengetahuanbenar tentang penularan
HIV/AIDS semakin rendah, sedang pada kelompok umur 10-14 tahun proporsinya
sebesar 20,2%. Untuk berpengetahuan benar tentang pencegahan HIV/AIDS mulai
umur 15 tahun keatas semakin tinggi umur proporsi berpengetahuan benar tentang
pencegahan HIV/AIDS semakin rendah, sedang pada kelompok umur 10-14 tahun
proporsinya sebesar 8,7%. Proporsi pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan pada
perempuan. Berdasarkan tingkat pendidikan maka, semakin tinggi tingkat pendidikan
ternyata proporsi baik untuk kategori pernah mendengar tentang HIV/AIDS,
berpengetahuanbenar tentang penularan HIV/AIDS,dan berpengetahuanbenar tentang
pencegahan HIV/AIDS semakin tinggi. Pola yang sama juga terlihat pada kelompok
pengeluaran .per kapita per bulan.
157
label 3.117
Presentase Penouduk 10 Tahun ke Atas menurut Penge,ahuan Tentang
HIV/AIQS dan Kabupaten/Kota di Proyinsi Jawa Barat, Ris~esqas 2007
Pernah Berpengetahuan
Berpengetahuan benar
Karakteristik mendengar benar tentang
teotang .pencegahan -
tentang HIV/AIDS ~enolaran*
Umur
10-14 tahun 21.3 20.2 8.7
15-24 tahun 66.5 64.7 41.3
25-34 tahun 61.1 59.9 38.4
35-44 tahun 50.5 49.4 31.5
45-54 tahun 37.6 36.8 22.2
55-64 tahun 26.6 25.9 15.1
65-74 tahun 16.4 15.9 8.9
75+ tahun 7.8 7.7 3.9
Jenis Kelamin
Laki 48.5 37.0 23.2
Perempuan 42.0 32.9 20.0
Pendidikan
Tidak sekolah 8.4 7.1 __.... 2.8
Tidak tamat SD 17.6 16.4 7.0
Tamat SD 34.1 33.0 15.4
Tamat SMP 66.0 64.5 39.9
Tamat SMA 85.3 83.6 61.4
TamatSMA + 92.7 90.6 77.0
Dae rah
Perkotaan 58.1 45.0 30.4
Pedesaan 30.6 23.7 11.7
158
,.abel 3.11a
-.Presentase Penduduk 10 Tahun ke Atas menurut SikapBlla Ada'Anggot~
Keluarga M~nderita HIV/AIDS·dan Kabupaten/Kota di ProvinsiJaw~ B,aiat,
Riskesdas 2007
Sikap
Sikap
Sik'ap Membicarakan ~kap Sikap
Melal<Ukan
Merahasiakan 'Clengan l\'l~ncari M~ngucilkan
Kabupaten/Kota Konseling
Tentang Ariggota Pengobatan Penderita
dan
HIV/AIDS- Rum ah Alternatif FllV/AIDS
Pengobatan
Tangga Lain
Kab 6agor 28.6 78.2 93.0 79.4 7.2
Kab Sukabumi 20.7 85.1 93.6 64.6 5.7
Kab Cianjur 30.2 60.3 88.5 62.4 11.2
Kab Bandung 23.1 84.0 95.4 65.5 7.9
Kab Garut 41.2 62.8 84.7 57.6 10.8
Kab Tasikmalaya 29.2 56.9 79.0 63~6 5.6
KabCiamis 25.7 65.2 91.2 77.3 8.5
Kab Kuningan 37.4 71.5 97.7 52.6 5.8
Kab Qirebon 37.4 71.1 92.6 67.7 11.6
Kab Majalengka 46.1 85.6 97.3 63.4 5.5
Kab Sumedang 26.0 66.7 88.5 55.3 8.4
Kab lndramayu 35.8 70.7 92.5 53.6 17.1
Kab Subang 38.7 48.1 85.0 65.3 4.5
Kab Purwakarta 26.3 78.6 92.6 63.8 12.1
Kab Karawang 32.3 '73.3 84.8 64.9 15.5
K?b Bekasi 23.9 "83.0 94'.0 6-r.4 6.7
Kata Bogor 26.0 74.5 96.5 63.7 5.7
Kota Sukabumi 29.1 79.6 96.2 76.3 9.4
Kata Bandung 19.8 f37.8 96.5 82.6 6.7
Kota Cirebon 19.9 87.6 94.8 70.0 6.6
Kota Bekasi 30.8 84.4 95.9 71.2 7.5
Kota Depok 28.5 88.1 97.2 68.9 7.7
Kota Cimahi 22.7 90.3 96.8 50.0 6.3
Kota Tasikmalaya 25.1 66.6 94.3 62.8 5.7
Kota Banjar 27.5 81.6 96.1 60.8 9.7
Jawa Barat 28.9 76.7 92.7 67.8 8.3
Bila dilihat per-Kabupaten/Kota maka, untuk kategori sikap merahasiakan tentang
HIV/AIDS proporsi tertinggi di Kabupaten Majalengka sebesar 46,1% dan terendah di
Kota Bandung sebesar 19,8%. Untuk kategori sikap membicarakan dengan anggata
rumah tangga lain, proporsi tertinggi di Kata Cimahi sebesar 90,3% dan terendah di
Kabupaten Subang sebesar 48, 1 %. Untuk sikap melakukan konseling dan pengabatan,
proporsi tertinggi di Kabupaten Kuningan sebesar 97,7% dan terendah di Kabupaten
Tasikmalaya sebesar 79,0%. Untuk sikap mencari pengabatan alternatif, proporsi
tertinggi di Kata Bandung sebesar 82,6% dan terendah di Kata Cimahi sebesar 50,0%.
Untuk sikap mengucilkan pendeita HIV/AIDS, proporsi tertinggi di Kabupaten lndramayu
sebesar 17, 1 % dan terendah di Kabupaten Subang sebesar 4,5%.
Proporsi penduduk :: 10 tahun tentang sikap terhadap HIV/AIDS di Jawa Barat yaitu,
untuk sikap merahasiakan tentang HIV/AIDS sebesar 28,9%, sikap membicarakan
dengan anggata rumah tangga lain sebesar 76,7%, sikap melakukan konseling dan
pengabatan sebesar 92,7%, sikap mencari pengabatan alternatif sebesar 67,8%, dan
sikap mengucilkan penderita HIV/AIDS sebesar 8,3%.
Berdasarkan kelompok umur maka, untuk kategori sikap merahasikan tentang HIV/AIDS
semakin tinggi rrnur proporsi sikap merahasikan tentang HIV/AIDS semakin rendah.
159
Untuk sikap membicarakan dengan anggota rumah tangga lain, proporsi tertinggi pada
umur 25-34 tahun-sebesar 79,6%.dan terendah pada umLtr·10-14,tahunsebesar 62,3%.
Untuk sikap melakukan koriseling dan pengobatan, proporsi .tertinggi pada umur 25-34
tahun 'sebesar 94;2% dan terehdah 'paoa umur 7S+ tahun sebesar 81, 1 %. Untuk sikap
mencari pengobatan alternatif mulai uniur 15 tahun keatas semakin tinggi umur ternyata
proporsi sikap mencari pengobatan alternatif semakin rendah, pada umur 10-14 tatiun
proporsinya 60,9%. Untuk sikap rnsnqucllkan penderita HIV/AIDS, mulai umur 15 tahun
keatas semakln. tinggi umurrternyata prpporsi sikap mengucilkan, penderlta HIV/AIDS
juga semakln tinQgj. pada umur 10-14 tahun proporsinya 7,9%.
Dilihat dari [enls- kelamin maka, proporsi baik sikap merahaslakan tentang HIV/AIDS,
sikap membicarakan aengan anggota tumah tangga lain, sikap melakukan konseling
dan pengobatan, sikap mencari pengobatan alternatif, dan sikap mengucilkan penderita
HIV/AIDS antara laki-laki dah perempuan tidak jauh berbeda.
Dilihat dari tingkat pendidi~an maka, semakm tinggi pendidikan ternyata proporsi sikap
merahasiakan tentang HIV/AIDS semakin menurun. sebaliknya semakin tinggi.
pendidikan proporsi sikap membicarakan dengan anggota rumah tangga ·lain dan sikap
melakukan ,konseling dan pengobatan juga semakin tinggi. Semakin tinggi tingkat
pendidikan sampai tamat SMA proporsi sikap mencari pengobatan alternatif · juga
semakin tinggi hanya pada SMA+ proporsinya sedikit turun. Untuk tingkat pendidikcin
tidak tamat SD sampai SMA+ semakin tinggi pendidikan proporsi sikap mengucOkan
penderita HIV/AIDS semakin rendah, pada tidak sekolah proporsi sikap mengucilkan
penderita HIV/AIDS sebesar 8,4%.
.-~-··
Dilhat daerah maka, proporsi sikap merahasiakan tentang HIV/AIDS dan sikap
mengucilkap penderita HIV/AIDS di pedesaan lebih tinggi dibandingkan di perkotaan.
Sebaliknya proporsi sikap membicarakan dengan anggota rumah tangga lain, sikap
melakukan konseling dan p,engobatan, serta sikap mencari pengobatan alternatif di
perkotaan lebih tinggi dibandingkan di pedesaan.
Berdasarkan Tingkat Pengeluaran per kapita maka, untuk sikap merahasiakan tentang
HIV/AIDS pada kuintil-1 sebesar 29,4%, kuintil-2 sebsar 31,2% kemudia semakain besar
kuintil (semakin kaya) proporsi sikap merahasiakan tentang HIV/AIDS semakin rendah.
Semakin tingggi kuintil proporsi sikap membicarakan dengan anggota rumah tangga lain,
sikap melakukan konseling dan pengobatan, serta sikap rnencari pengobatan alternatif
juga semakin tinggi. Sebaliknya sernakin tinggi kuintil, proporsi sikap rnengucilkan
penderita HIV/AIDS semakin rendah.
160
fal)el 3.119
"Presentase Penduduk 10 Tahun ke Atas menu rut Sikap Bila Ada Ariggota
Keluarga Menderita HIV/AlOS dan Karctkteristik Responden KabupatenlKota
di Provinsi JawaJ3arat, Riskesdas 2007
Sikap
.·~ikap
' Sikap Membicar"\(an Si~~P Sikap
ll(lefakukan
Merahasiakan dengan Mencari Mengucllkan
Karakteristik Konseling
Tentang Anggota Penqobatan Penderita
dan
HIV/AIDS Rum ah Alternatif HIV/AIDS
Pengobatan
Tangga Lain
Umur
10-14 tahun 34.2 62°.3 84.6 60.9 7.9
15-24 tahun 32.8 76.5 93.1 69.9 7.6
25-34 tahun 27.5 79.6 94.2 69.8 7.9
35-44 tahun 26.6 78.5 93.5 68.7 8.2
45-54 tahun 25.7 76.5 92.8 64.0 10.1
55-64 tahun 25.9 75.8 92.1 62.8 10.3
65-74 tahun 25.5 74.4 89.1 60.1 10.4
75+ tahun 25.6 64.4 81.1 58.2 15.4
Jen is
Ke lam in
Laki 28.7 77.0 93.2 67.9 8.2
Perempuan 29.1 76.4 92.2 67.6 8.5
Pendidikan
Tidak sekolah 32.1 60.0 82.1 61.1 8.4
Tidak tarn at 31.7 66.4 86.1 61.5 11.6
SD
Tamat SD 31.0 68.3 88.8 63.5 9.3
Tamat SMP 29.3 77.1 93.6 69.4 8.5
Tamat SMA 26.9 83.6 96.1 71.2 7.1
Tamat SMA + 25.4 87.1 97.7 69.8 6.4
Dae rah , __ .
Pekotaan 27.9 81.2 95.1 70.4 7.9
Pedesaan 31.0 67.0 87.7 62.1 9.3
161
Ta.bel 3.120
Presentase.Penduduk 10 Tahun,keAtas yang Berperilaku Benar Dalam
Buang Air Besar dan ~ucir:Tang an 'K~bupaten/Kota di ProvinsiJawa Barat,
Riskesdas 2001
Sebagian besar proporsi berperilaku benar dalam hal Buang Air Besar (BAB) di Jawa
Barat sebesar 77,5% dan berperilaku benar cuci tangan dengan sabun sebesar 40,7%.
Bila dilihat per-Kabupaten/Kota maka untuk kategori berperilaku -benar dalam hal BAB
proporsi tertinggi di Kota Cimahi sebesar 98,7% dan terendah di Kabupaten Karawang
sebesar 36,9%. Untuk berperllaku benar cuci tangan dengan sabun proporsi tertinggi di
Kota Cirebon sebesar 63,0% dan terendah di Kota Tasikmalaya sebesar 22, 1 %
Dilihat dari kelompok umur, untuk kategori berperilaku benar dalam .hal Buang Air Besar
(BAB) proporsi tertinggi pada kelompok umur 25-34 tahun sebesar 79,4% dan terendah
pada umur 65-74 tahun sebesar 73, 1 %.
Tidak terlihat perbedaan berarti kategori berperilaku benar dalam hal BAB antara laki-
laki (77,2%) dan perempuan .(77,8%). Berdasarkan tingkat pendidikan, semakin tingg
tingkat pendidikan maka prevalensi berperilaku benar dalam hal BAB dan berperilaku
benar cuci tangan dengan sabun juga semakin tinggi.
162
Qjlihat dari daerah maka, prevalensl berperllaku 6enar' dan berperilaku benar cuci
t13ngal') denan sabun di perkotaan (masing-masing S8,0% dan 44,2%) ja1.1h lebih, tinggi
dibandingkan di pedesaan (masing-masing 65,1% dan'36'~7%).
Berdasarkan Tingkat Pengeluaran per kapita, semakin tinggi kuintil (semakin kaya)
maka proporsi berperilaku benardalam hal BAB dan berperilaku benar cuci tangan
dengansabunjuga s;Qlakil) tinggi ju~~
~.. . Tabel 3.12j _,
Presentase Penduduk 10 Tahun ke Atas yang BerperiJaku Benar Dalam
Bu~ng Air Besar darrcucl Tangan menurut Karakteristik Responden
d~n Kabupaten/K9ta di Provinsi Jawa.Barat, Riske~das 2007,
Berperilaku benar Berperilaku benar dalam
Karakteristik Responden
dalamBAB* hal cuci tangan-
Umur
10-14 tahun 75.9 42.2
15-24 tahun 79.1 52.7
25-34 tahun 79.4 56.0
35-44 tahun 78.0 55.9
45-54 tahun 77.1 52.4
55-64 tahun 75.2 48.2
65-74 tahun 73.1 44.1
75+ tahun 74.1 34.1
Jenls' Kelamin
Laki-laki 77.2 36.0
Perempuan 77.8 45.1
Pendidikan
Tidak sekolah 58.1 33.7
Tidak tamat SD 67.7 41.7
Tamat SD 73.1 49.3
Tamat SMP 85.2 55.3
Tamat SMA 93.3 62.0
Tamat PT 96.0 70.5
..._ ...
Dae rah
_
Tabel 3.122
Prevalensi Penduduk 10 Tahun keAtas dengan Konsumsi Makanan
Berisiko , RiSkesdas 20P7
f
Tabel 3.123 menqqambarkan prevalensi penduduk 10. tahun ke atas dengan konsumsi
makanan berisiko menurut karakteristik responden. Menurut umur, perilaku sering
mengonsumsi makanan manis, berlemak, jeroan cenderung menurun setelah usia 15
tahun, demikian halnya perilaku sering mengonsumsi makanan asin cenderung menurun
mulai umur 35 tahun. Konsumsi makanan diawetkan menunjukkan penurunan
persentase seiring dengan pertambahan umur. Sedangkan perilaku sering minum
minurnan berkafein nampak meningkat sesualpeninqkatan usia, namun setelah usia 55
tahun .prevalensi cenderung menurun .• Pola yang sama diteniukan untuk konsuinsi
penyedap makanan menurut umur.
165
Menurut je,nis kelamin, laki-laki· cenderung Jebih serinq mengonsumsi makanan yang
manis-manis, j~roan, makanan , dipangg,a119 dan mlnurn minuman berkafein
qip~ndingkan per~mp~an. Sedangkan 4ryfu~ .. konsumsi jenis .rnakanan. berisiko lainnya
pola prevalensi, antara lak!71aki .g_an .perempuan. :ha,mpir sama. Menurut'1 tingkat
''pendidikan, pola pre,valensi sering:i i:nengoQsumsi.makanan manls mertjngkat seiring
tingkat pendidikan KK. Sebaliknya pada -penyedap terlihat pola .seb~li~~y~ yaitu Jerlihat
keoenderunqan pem,11linaii,dengah'111.ebingkatnyapen,didikal).-P,ada makanen yang lain
1
tidak terlihat pola yang berarti. ~ ' ' ·
Menurut tipe daerah, pola prevalensi {ering·meng!)nsum,si makanan rnanis lebih tinggi di
perkotaan- dibanding .pedesaan. SedangRan pola· ~tevalensi ~eting rnenqonsumsl
makanan beresiko lainnya tidak mempei-lfliatkan pt51a yang [efas, • '
Pola .prev.alensi sering ~wngqi;isumsi rnakanan manis rnernperlihatkan kecenderungan
peninqkatan s~iri,IJ,9 men!ngl<qtnya ·taraf pengeluaran per kapita p'er· bulan, 'sedanqkan
pada makanan asin, minuman berkafein dan bumbu penyedap terlihat .oerQanding
terbalik dengao peningkatao kuintil. Konsumsi makanan berlemak, jeroan, makanan
,diawetkan dan makanan dipanggang tidak menunjukkan perbedaan berarti
1
Program PHBS adalah upaya-untuk memberi pengalamanbelajar atau menciptakankondisi
bagi perorang,an,, keluarg_a.. kelompokdan masyarakat, denganmembukajalur komunikasi,
memberikan informasidan melakukanedukasi, untuk meningkatkaopengetahuan,sikap dan
perilaku hidup bersih dan sehat, melalui pendekatanpimpinan, bina suasana dan pemberdayaan
masyarakat.
166
•. label 3.124
Persentaee-Rumah Tangga yang Memenuhi.Kriteria PerUaku Hldup Bersih
dan Sehat (PHBS) Baik menurut Kabupaten Kota di ProvinsiJawa Barat,
Riskesdas 2007
Tabel 3.125 dan 3.126 merupakan gabungan dari beberapa perilaku yang menjadi faktor
risiko untuk penyakit tidak menular utama (penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus,
kanker, stroke, penyakit paru obstruktif kronik}, yaitu perilaku kurang mengonsumsi
sayur dan/atau buah ( <5 porsi per hari), kurang aktifitas fisik ( <150 menit/minggu) dan
merokok setiap hari.
167
Tabel 3.125
Prevalensi Faktor Risiko Peny~kit Tidak Menular Utarria (Kurang Konsumsi
Sayur ~ual),. ~urang:Ak~lfitas- Fislk, dan Merolsok) pada Penduduk 1 O Tahun
ke Atas menurut Kabupaten/Kota, Provinsi Jawa Barat Riskesdas 2007
Ku rang Ku rang
Kabupaten/~~ta konsumsi sayur aktifitas Merokok***
buah* fisik**
Kab.Bogor 97.9 27.8 27.1
Kab.SukabulTJi 98.3 31.8 28.8
Kab.Cianjur 97.9 25.1 31.1
Kab.Bandunq 96.7 30.8 27.5
Kab.Garut 96.4 36.4 26.0
Kab.Tasikmalaya 99.1 21.0 26.7
Kab.Ciamis 98.8 23.1 31.1
Kab.Kuningan 97.8 15.7 24.6
Kab.Cirebon 95.9 29.9 23.0
Kab. Majalengka 98.9 25.0 25.3
Kab.Sumedang 98.4 19.5 28.8
Kab.lndramayu 95.2 26.8 30.4
_.,
Kab.Subang 99.1 22.6 30.3
Kab.Purwakarta 94.8 27.9 29.5
Kab.Karawang 97.0 25.9 30.0
Kab.Bekasi 96.0 29.2 24.9
Kota Bogor 96.7 36.1 24.3
Kota Sukabumi 95.6 37.4 30.3
Kota Bandung 98.5 41.7 25.5
Kota Cirebon 94.0 50.1 20.6
Kota Bekasi 92.5 38.1 18.3
Kota Depok 93.9 36.2 20.5
Kota Cimahi 96.4 34.0 23.7
Kota Tasikmalaya 99.1 34.7 26.4
Kota Banjar 97.0 19.7 28.6
Jawa Barat 97.0 29.7 26.7
* Penduduk urnur 10 tahun ke atas yang makan sayur dan/atau buah <5 porsi/hari
** Penduduk umur 10 tahun ke atas yang melakukan kegiatan kumulatif <150 menit/minggu
*** Penduduk umur 10 tahun ke atas yang merokok setiap hari
161'
Tabe13.f2s
fireyalensi· Faktcr-Rlslko Penyakit 1idak:Menulat'l.itama· (Kur~ng Konsumsi
Sayur Buah, Kqrang !'ktifib.is Fisik dan Merokok) pada.Penduduk .15 Tahun
ke Atas menurut Karakteristik Respon'den,Provinsi ~awa Barat
Riskesdas 2007
169
Untuk masing-masing kelompok pelayanan kesehatan tersebut dikaji akses rumah
,tangga ke ,$wana ,p~lay,ana,n kesehatan tersebut. Selanjutnya untuk UKBM dikaji
tentang pema.nfaat~n .dan [erils pelayanan yang diperikar;i/diterima oleh -rumah
tanm;J,a!RT \IT)asyarakat), termasuk' alasan apabila responden tidak memanfaatkan.
UKBM dlrriaksud.
Tabel 3.127 menunjukkan bahwa Persentase rumah tangga Ke Fasilitas Pelayanan
Kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, dokter praktek, dan bidan
praktek) berdasarkan jarak dan waktu' J,empuh di Provinsi Jawa Barat, tidak jauh
berbeda dengan rerata naslonal, Bil~ ~ilihat menurut Kabupaten/Kota, maka jarak ke
fasilitas ·kesehatan > 1 KM persentase tertinggi di Kabupaten SukabuJlli, namun persen
rumah tangga yang mempunyai waktu tempuh ·> 60 menit cukup rendah, hanya 0,9 , hal
ini mungkin dlkarenakan lancarnya sistem tranportasi. Sedangkan Kabupaten
Tasikmalaya, jarak > 1 Km dialami oleh 6.0 rumah tangga, dengan waktu tempuh > 60
dialami oleh 4,5 rumahtangga.
Tabet 3.127
Persentase Runiah Tangga Menurut Jarak Dan Waktu Tempuh Ke Sarana
Pelayanan Kesehatan" Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2007
170
Secara umum hampir separuh wifayah· Jawa Barat mempunyai kemudahan akses
terhadap fasllltas- pelayanan kesehatan. Terdapat- 1-3 wilayah yang mempunyai
·persentase >50· pada klasifjkasi jarak Yankes < 1.km;: dap 14 kab/kota mempunyai
persentase >70 .( katagori jarak yankes kurang dari 15 men it).
label 3.128
Persentase Rumah Tangga menurut Jarak dan Waf<tu Tempub Ke
Sarana Pelayanan Kesehatarr" dan Karakteristik Rumah Tangga
di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.128. menjelaskan distribusi rumah tangga ke. fasilitas pelayanan kesehatan
berdasarkan jarak, waktu tempuh dan klasifikasi daerah di provinsi Jawa Barat. Dalam
tabel tersebut terlihat bahwa di perkotaan umumnya jarak dan waktu tempuh ke fasilitas
kesehatan di perkotaan lebih dekat dan lebih pendek waktu tempuhnya dibandingkan
dengan pedesaan. Bila jarak ke fasilitas kesehatan< 1 KM di perkotaan sebesar 60~5 di
pedesaan hanya 39,0, demikian juga waktu tempuh 'f 15 menit di perkotaan (79,9)
persentasenya lebih tinggi dibandingkan de,ngan di pedesaan (64,3).
Gambaran akses, Yankes melalui kelornpok kuintil memperlihatkan, semakin besar kuintil
(semakin kaya), pecsentase-jarak ke pelayanan kesehatan < 1 km juga semakin besar,
demikian juga persentase waktu tempuh ~ 15 menit juga sernakin besar. Sebaliknya,
semakin besar kuintil perseritase jarak I<~ pelayanan kesehatan .'.'.'., 1 km semakin rendah,
demikian juga persentase waktu tempuh ke pelayanan kesehatan > 15 menit juga
semakin rendah.
Jawa Barat sebagian besar jarak ke UKBM < 1 km, yaitu sebesar 91,0 dengan waktu
tempuh < 15 menit, yaitu -sebesar 93, 1 km. Bila dilihat per-Kabupaten/Kota, maka dari
jarak < 1 km persentase tertinggi di Kota Cimahi sebesar 98,7 dan terendah di
Kabupaten Cianjur sebesar 81, 1, dan dengan waktu tempuh < 15 menit persentase
teringgi di Kabupaten lndramayu dan Kota Cimahi masing-masing sebesar 98,4 dan
persentase terendah di Kabupaten Cianjur sebesar 82,5
171
Tabel 3.129
Persentase Rumah Tangga menurut Jarak dan'Waktu Tempuh Ke Upaya
Kesehatan Berbasls Masyarakat' dan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Barat, Riskesdas 2007
Tabel 3.131
Persentase Rumah Tangga Yang .MemanfaatkanPosyandu/poskesdes
Menurut Kabupaten/Kota di Pfovinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
C • r"'
Tabel 3.,3.2
Persentase rumah tangga menurut pemanfaatan
Posyandu/ppsk,esdes, dah Karctkteristik Ruman iangga
'di Prq~lnsi Jawa'8arat, Riskesdas 2007
ll
174
i Tabel 3..133
Persentase Rumah 1angga }!cing Memanfaatkan Posyandu/Poskesq~·
menurut Jenis Pelayanan dan Kabupaten/Kota di Provlnsl Jawabarat,
· Riskesdas
·~ '
2007
Kab(Jpateh/ bPenim- ·plehl')Y~· lmu~i- ·KIA KB. Per,:190- ,. ... ,. Suplemerr Konsultasi
'Resiko
Kota angan - u an .. s~s1 batan PMT Gizi
Penyilkit
Kab Bogor 90,5 35,3 ~_,6 .14,5 - 25,9 17,0 - 54,6 4219 -9,5
il Kab 9'2, 1 47,6 45,7 21,8 19,4 16,7 p2,2 34~6 10,2
j
Sykabumi
Kab Cianjur 88,8 40,4 69,0 27,7 41,2 45,5 5811, 20,3
'
Kab· '92,3 37,9 6f,O 27,(f 30,6 23,7 62,9 18,1
Bandung
Kab Garut 81,3 35,1 54,8 29,7 35,4 39,6 48,7 49,7 25,1
Kab 84,4 33,0 40,2 23,7 36,2" 22,3 34,5 38,6 9,0
Tasikmalaya
Kab Ciamis 87,9 63,7 75,3 57,7 58,6 69,3 68,8 75,8 38,6
Kab 81,9 29,3 52,7 33,6 35,2 47, 1 '43,4 51,9 15,6
Kuning an
Kab Cirebon 82,6 37,5 58,6 37 .2 40,4 46,4 52,2 57,6 14,6
Kab 84,3 20,1 45,6 15,3 .?8,5 35,8 40,5 40,3 9,5
Majalengka
Kab 76,6 28,8 38,7 25,0 21,9 39, 1 32, 1 33,5 8,9
Surnedanq
Kab 98, 1 25,1 63,8 29,5 20,:1 24,6 79,0 54,5 12,1
lndramayu
Kab Subang 72,7 21,3 &1,0 1!;),0 31,3 ~ 51,0 44,6 50,0 14, 1
Kab 90,9 18,4 41,4 9,5 13,9 13,6 42,9 24,3 5,9
Purwakarta
Kab 91,7 34,6 54,5 20,3 20,6 27,7 64,4 58,9 12,6
Karawang
Kab Bekasi 94,3 33,8 52,4 23,4 12,4 19,0 54,4 54,8 8,8
Kota f?ogor 93,4 31,2 44,3 '23,6 '15,7 18,3 41,9 52,8 8,3
Kota 93,3 23,9 42,2 19,6 1u 17,8 45,7 57,8 13,3
Sukabumi
Kota 95,7 30,9 51,8 14,2 16,9 19,6 44,9 43,2 11,9
Bandung
Kota Cirebon 94,0 26,5 57, 1 21,3 10,6 29,2 45,8 35,4 13,0
Kota Bekasi 94,8 35,2 77,5 21,8 13,3 18,8 77,? 68,5 11,4
Kota Depok 97,6 42,7 64,4 26,8 13,4 20,7 70,7 63, 1 15,4
Kota Cimahi 100,0 29,5 49,4 19,2 12,0 11,5 69,1 64,2 15,4
Kota 92,0 8,0 62,7 12,2 16,0 17,6 22,7 48,0 1,4
Tasikmalaya
Kota Banjar· 100,0 50,0 68,4 30,0·~, 35,0 25,0 65,0 63,2 10,5
Jawa Barat 89,0 34r,6 56;0 24,9 27,2 52,2 51,3 14,2
~ _- ...
Tabel 3.126. memperlihatkan jenis pelayanan pasyandu/paskesdes yang diterinia RT
dalam 3 bulan terakhir, menurut kuintil dan klasifikasi daerah sangat penting diketahui
kaitannya sebagai bahan evaluasi terhadap kinerja pasyandu. Provinsi Jawa Barat
mengindikasikan persentase jenis pelayanan kesehatan yang diterima rumah tangga
untuk penimbangan,. PMT, dan suplemen gii:I di perkotaan lebih tinggi dibaf)dingkan di
pedesaan. Sebaliknya untuk jenis pelayanan penyuluhan, imunisasi, KIA, KB,
pengobatan dan konsultasi reslko penyakit persentasenya di pedesaan lebih tinggi
dibandingkan di perkataan. '
Persentase.jenis pelayanan posyandu/poskesdes yang diterima rumah tangga dalam 3
bulan terakhir, menurut kuintil menggambarkan semakin 'tinggi kuintil (semakin kaya)
persentase rumah tangga yang ditimbang, mendapat imunisasi, mendapat pengabatan
semakin rendah. Untuk pelayanan penyuluhan, KIA, KB, PMT, supternen gizi, dan
konsultasi risiko penyakit persentase antar kuintil hampir sama persentasenya tidak jauh
berbeda.
Dari Tabel 3.135 dapat dilihat bahwa persentase rumah tangga menurut alasan tidak
memanfaatkan Posyandu/Paskesdes dalam 3 bulan terakhir akan memberikan informasi
penting dimana Jawa Barat angka tidak memanfaatkan pasyandu cukup tinggi
(65.7).Adapun alasan tidak memanfaatkan Pasyandu/Poskesdes di Jawa Barat
umumnya adalah layanan tidak lengkap sebesar ~7. kemudlan tidak ada Posyandu
sebesar ?6.7, kemudi~n- retak_jauh sebesar ·20,6.Bila dilihat per-Kabupaten/Kota, ri'laka-
untuk alasan tayanan tjda~Jengkap.persentase tertinggi di Kata Depok sebesar-88,9 dan
terendah di Kota Banjar karena tidak ada yang menjawab untuk alasan layanan tidak
lengkap ini. Jawaban alasan tidak ada Posyandu persentase tertinggi di Kota Sukabumi
yaltu 100.0, hal ini terj~di pada rurnah tanqqa yang tidak memanfaatkan posyandu, di
Kota Sukabumi Hanya sebesar 2.0 tidak mernanfaatkan posyandu- Sedanqkan Kota
Banjar tidak ada yang menjawab untuk alasan tidak mernantaatkan pemanfaatan
Pasyanau
176
Tabel 3.135 .
Persentase Rumah Tangga IVJenurutAlasan utama lidak·Memanfaatkan
Posyandu/Poskesdes (Di Luar Tidak Membutuhkan) darr Kal:)upaten/Kota,
dj Provlnsl Jawa barat, Riskesda~·2907
Afas(ln Utama Tidak Memanfaatkan Pos andu/Poskesdes
Kabupaten/Kota
!;etak auh Tdk Ada Pos~andu La~anan Tdk Len9kae
Kab Bogor 3,0 41,4 55,6
Kab sukabuml 13;9 4,0 82,2
Kab Cianjur 56,3 24,1 19,5
Kab Bandung 27,8 44,4 27,8
Kab Garut 18,8 30,6 50,6
Kab' Tasikmalaya 19,4 16, 1 64,5
Kab Ciamis 33,3 33,3 33,3
Kab Kuningan 57,1 0 42,9
Kab Cirebon 1,7 3,4 94,9
Kab Majalengka 0 96,6 3,4
Kab Sumedang 7,7 0 92,3
Kab lndramayu 52,4 9,5 38,1
kab Subang 27,5 37,5 35,0
Kab Purwakarta 6,3 37,5 56,3
Kab Karawang 24,3 6,8 68,9
Kab Bekasi 18,8 70,8 10,4
Kota Bogor 0 40,0, 60,0
Kota Sukabumi. 0,0 100,0 0,0
Kota Bandung 18,8 18,8 62,5
Kota Cirebon 0,0 50,0 50,0
Kota Bekasi 30,8 38,5 30,8
Kota Depok 8,0 4,0 88,0
Kota Cimahi 66,7 16,7 16,7
Kota Tasikmalaya 0 16,7 83,3
Kota Banjar 0 0 0
JAWA BARAT 20,6 26,7 52,7
Tabel 3.136
Persentase Rumah Tangga Menu rut Alasan Utama Tidak Memanfaatkan
Posyandu/Poskesdes (Di Luar Tidak Me'mbutuhkan) dan Karakteristik
Rumah Tangga, di Provinsi Jawa Barat Riskesdas 2007
177
Alasan tidak rnernanfaatkan posyandu/poskesdes yanQ disajikan dalam tabel 3.136.
umurnnya karena layanan tidak lerigl<~p dengan persen.tase di perkotaan (62.5) lebih
r
tinggi tlibandingk~n Sii pedesaa,~ (4_1, 1 ~la~an kedua karena tidak ada posyahdu dan di
pedesaan persentasenya (28,5) lebih tinggf dibandingkan perkotaan (23,7). Alasan
terakhir karena letaknya jauh -dan persentasenya di pedesaan (24;4) tebih tinggi
dibandingkan di perkotaan (13,8}. Persentase rumah tarigga menurut alasan tidak
rnernanfaatkan posyandu/poskesdes dalam 3 butan . -terakhir, menurut kuintil- te~lihat
bahwa, semakin tinggi kuintil ada kecenderunqan persentase alasan' tidak
memantaatkan Posyandu/Poskesdes layanan tidak lengkap juga semakin tinggi. Untuk
alasan letak jauh dan tidak ada Posyandu persentase tertinggi pada kuintil 1 (paling
miskin), yaitu masing-masing 31,6 dan 34,5, dan persentase terendah pada kuintil 5
(paling kaya) yaitu rnasing-rnasing 13,5 dan 19,9. Sedangkan antara Kuintil 1 -'Kuintil 5
nilai persentasenya sangat beragam.
Tabet 3.137 rhenggambarkan pemanfaatan pelayanan polindes/bidan di desa dalam tiga
bulan terakhir. Pemanfaatan polindes keadaannya tidak jauh berbeda dengan
pemanfaatan posyandu. Terlihat bahwa pada umumnya atau sebesar 57,0 rumah
tangga merasa tidak membutuhkan polindes/bidan desa. Pemanfaatan polindes/bidan
desa hanya 21,8, dan rumah tangga tidak memanfaatkan polindes/bidan desa sebesar
21, 1. Bila dilihat per kabupaten kota, rnaka pemanfaatan. polindes/bidan desa berkisar
8,8 - 37,9, yang tidak memanfaatkan polindes/bidan desa berkisar 9,4 - 37,7, dan yang
tidak membutuhkan berkisar 39,8- 77,7.
Tabel 3.137
Persentase Rumah Tangga Yang Memanfaatkan Pofindes/Bidan Desa
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, Riske$das 2007
Tidak Memanfaatkan
Kabupaten/Kota Memanfaatkan Alasan lain
Tidak Membutuhkan
178
Pemanfaatan P,olindes/bidan di desa oleh rumah tangga· berdasarkan daerah di Jawa
barat dapat dilihat pacfa t~bel -3.13~. Dalam tabel tersebut tedlhat .. bahwa pemanfaatan
'polindesrbldan di desa lebih banyak di pedesaan dibandingkan di ~of~'. Pernanfaatan
polindes/bidan di desa di' pedesaan 'oleh rumah fangga sebesar 25,4 .sedangkan di
perkotaan hanya 18,3. ·· ·
Tabel 3.138
Persentase Rumah Tangga yang .MemanfaatkanPolindes/Bidan di Des~ ,
'Menurut Karakteristik Responden di Proyinsi Jawa barat, Riskesdas 2007
179
1abel~3.140
Persentase Rumah.Tang'ga yang Men:aanfaatkan Polindes/Bidan di Desa
menurut Jen is Pelayanan dan Karakterlstik Ru.ma,fi Tangga,
di Provinsi Jawa barat, Riskesdas 2007
Karakteristik
Pemeriksaan Perherlks·aa-n - Pemeriksaan Pemeriksaan
rumah Persalinan Pengobatan
Kehamffan 'lbu Nifas · Neonatus .Bayi/Balita
tangga
Tipe Daerah
Perkotaan 26,6 11,0 10,8. 9,2 30,5 72,0
Perdesaan 20,7 9,7 9,9 10, 1 28,6 83,6
Tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita
Kuintil-1 24,1 11,3 10,9 10,6 32,4 79,5
Kuintil-2 27,1 12,7 13,2 12,0 32,2 78,1
Kuintil-3 19,2 9,0 8,5 8,0 26,8 79,5
Kuintil-4 21,4 10,0 9,7 9,1 28,5 79,8
Kuintil-5 24,6 7,0 8,3 8,3 25,9 76,2
181
Tabel3.141
Persentase Rumah Tangga yang Tidak Memanfaatkan
Polindes/Bidan di Desa Menurut Alasan Lain dan Kabupatan I Kota
.dl Provfnsi Jawa barat, Riskesdas 2007
182
Tabel 3.1'42 _
PersentaseRumah Tangga Menurut Al~san ~tama Ti.da~).V,lemanfaatkan
" Polindes/Bidan di Desa· dan K,rakteristik Rurnah Tangga
di Provlnsi Jawa barat, Rlskesdas 2007
183
Tal>el 3.143
Persentase Rurnah, T~ngga menurut Pemanfaatan Pos Obat De~a/
Warung 9,bat Desh Clan Kabup<Jten/Kota di Provinsi Jawa barat,
Riskesdas 2007
Kajian pemanfaatan PODNVOD menurut karakteristik rumah tangga tersaji pada Tabel
3.144.
184
t ' Tab'M3.144 _
~ Persentase R1.;1mah)"}lngg~'ifienurutP~m~rifa~tan. fo,~ qt>at:Desa/
· Waru ng. 66at,b~sa ·dan Karakteristlk ~~sponden
di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas1 2007
"')l ...,
'. Tidak Memanfaat-kan
Karakteristik Memanfaatkan - ..'~"''Tidal<· -
rumah tangga ; rnembutuhkan Alasa1;1 lain
TiP,e Daerah
Perkotaan 4,7 6,8 88,5
Perdesaan 4,2 4,2 91,7
Tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita
Kuintil-1 3,5 4,3 92,2
Kuintil-2 4,5 4,5 . 90,9
Kuintil-3 4,9 5,7 89,4
Kuintil-4 5, 1 6,2 88,7
Kuintil-5 4, 1 6,8 89,1
j c "f
Pe'tnanfaatan Pos Obaf Desa (POQ)/Warung Obat Desa (WOD) antara. perkotaan dan
pedesaan tidak jauh berbeda. Dalam tabel tersebut terlihat bahwa persentase
pemantaatan POD/WOO di perkotaan sebesar 4,7 dan di pedesaan sebesar 4,2.
Persentase tidak butuh pemanfaatan POD/WOO oleh rumah tangga jµga relatif kecil,
namun persentase perkotaan (6,8) sedikit lebih tinggi dibandingkan di pedesaan (4,2).
Dilihai dari segi tif}g~at pengluaran r!:Jm\311 tangga perkapita, terlihat pada kuintil .. 1 cukup
jauh berbeda .denqan kuintil-2, sementara pada kuintil lainnya tidak jauh berbeda.
Kemungkinan, pada kuintil1 tidak mengetahui adanya keberadaan POD/WOO oleh
karena kurang aksesnya informasi POD/WOO
185
.
. Tabel 3.145
Persentase iju,n(Jh TAngga.Menurut.Alasan. Utama Tidak l\l(emaQfaatkan
P9~ 'Obat p~sa Lwar~.ng~Ob~(Des"~ ..dai:1' ~abupaien/Kota
, di Provins! Jawa barat, Riskesdas 2007
~ f i" i f' ~
186
, Tabel 3.146
p~rsentase Ruman Tangga Menurut Alasan utama Tidak Memarifaatl<:an
Pos Obat. Desa /Warung .Obat Desa darr Karakteri$ttik Rumah Tangga
di Provinsi Jawa barat, Riskesdas 2007 ·
Persentase alasan terbanyak pada rumah tangga yang tidak memanfaatkan POD/WOO
adalah tidak ada POD/WOO. Perbandingan antara perkotaan (97.1) · dan pedesaan
(97.2) tidak jauh berbeda. Keadaan ini urmirn terjadi di tingkat nasional, mencerminkan
belum adanya kesiapan desa siaga, dirnana POD/VVOD diharapkan dapat diadakan
terutama di pedesaan.
Bila dibandingkan antar kuintil, maka persentase antar kuintil persentasenya tidak jauh
berbeda baik terhadap alasan lokasijauh, tidak ada POD/WOO, obat tidak lengkap, dan
lainnya. Persentase tidak jauh berbeda antar kuintil memperkuat bahwa pada setiap
tingkatan memang tidak pernah mengunjungi POD/WOO baik di perkotaan maupun di
pedesaan.
187
Persentase tempat berobat Rawat lnap menurut Kabupaten/Kota dapat dilihat pada
tabel ~.148 .. Dalam tabel tersebut teliihat bahwa, umumnya. dt Jawa Barat dari pasien
y~ng- berebat ,,persentase yang terbesar adalah tidak rawat inap, yaitu seoesar 92,5
adalah dalam kondisi tidak rawat ifiap. 'Bila rawat inap umumnya di Rumah Sakit swasta
dan Rumah Sakit ..pemerintah masing-masing sebesar 3,0 dan 2,9. Tempat rawat inap
lainnya persentasenya relatlt-kecll, Persentase ini sama bila dibandingkan dengan angka
naslonal, kecuali tempat- berobat-di RS swasta sedikit iebih besat dibanding .naslonal
(2,7).
Tabel 3.147
Persentase Penduduk Rawat lnap Menurut Tempat dan Kabupaten/Kota
di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas. 2007
Bila dilihat per Kabupaten/Kota, maka dari yang rawat inap di Rumah Sakit swasta
persentase tertinggi di Kota Bekasi sebesar 8,2, dan terendah di Kabupaten Cianjur dan
Kabupaten Tasikrrialaya masing-masing sebesar 0,4. Untuk Rumah Sakit pemerintah,
perseritase tertinggi di Kota Banjar sebesar 7,2 dan terendah di Kabupaten Bekasi
sebesar 1,4.
<:
188
Tabel•J.148
,.. Persentase Penttuduk Rawat lnap menututTempat dan Karakteristik
Ru mah ·rangga.di Pto'5insr Jawa Ba rat, 'Ri$~esdas 2007
Tabel 3.149. menunjukkan bahwa berdasarkan tempat tinggal menurut klasifikasi desa,
yaitu perkotaan atau-perdesaan nampak bahwa penduduk yang tidak diravypt in<Jp lebih
banyak di pedesaan. Sedangkan penduduk yang dirawat inap di RS pemerintah, RS
swasta, .RS bersalin lebih banyak di Kota. Akan tetapi, untuk yang di rawat inap di
Puskesmas lebih banyak di pedesaan.
Dalam tabel tersebut terlihat bahwa semakin tinggi tingkat pengeluaran (kuintil),
persentase pasien yang berobat ke Rumah Sakit Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta
juga semakin tinggi.. Sebaliknya pada tempat rawat inap puskesmas, semakin tinggi
kuinti!, rnaka semakin sedkit yang dirawat di puskesmas. Begitu juga dengan penduduk
yang tidakdi rawat inap, semakin rendah pengeluaran, maka semakin besar persentase
yang tidak di rawat inap. Untuk tempat rawat inap lainnya persentase berobat rawat inap
antar kuintil hampir sama.
Persentase sumber pembiayaan Rawat lnap menurut Kabupaten/Kota di jawa barat oleh
Askes/Jamsostek, Askeskin/SKTM, dan dana sehat ( 15.1, 10.2, dan 1.8} lebih kecil
dibandingkan angka nasional (15.6, 14.3, dan 2.9). Sedangkan untuk rawat inap dengan
biaya sendiri (73.6), persentasenya lebih besar dibanding nasional (71,0). Bila ailihat
per-Kabupaten/Kota, maka dari yang sumber biaya sendiri/keluarga persentase tertinggi
di Kabupaten Subang sebesar 86,4 dan terendah di Kota Cirebon sebesar 56,5. Untuk
sumber dari Askes/Jamsostek persentase tertinggi di Kabupaten Bekasi sebesar 28,0
dan terendah di Kabupaten Garut sebesar 3,9. Untuk sumber dana dari Askeskin/SKTM
tertinggi di Kabupaten Sukabumi sebesar 23,5 dan terendah di Kota Bekasi sebesar 3,6.
Untuk sumber dana dari dana sehat persentase tertinggi di Kabupaten Cianjur dan Kota
Cirebon masing-masing sebesar 6,5 dan terendah di Kabupaten Ciamis karena tidak
ada yang menngunakan dana sehat
189
Tab(tl.3.149
Persentase Penduduk Ri!wat In~ MenurJ,Jt Sumber Pembiayaan
dan Kabup,aten/Kotctrdi Pn>yjnsh.lawa Barat, Riskesdas 2007
Sumber Pembia~aan
Kabupaten/Kota Sendiri/ Askes/ Askeskin/ Dana Lain-
keluarga Jamsostek SKTM Sehat lain
Kab Bogor 67,9 '18,5 8,1 0,9 13,1
Kab Sukabumi 66,7 10,6. 23,5 3,8 16,3
Kab Cianjur 72,7 5,8 17,5 6,5 8,0
Kab Bandung 78,2 13,4 7,4 3,4 15,2
Kab Garut 79,3 3,9 13, 1 4,3 1,9
Kab Tasikmalaya 80,5 5,4 17,7 1,8 2,1
Kab Ciamis 78,5 12,2 11,6 0 2,7
Kab Kuningan 82,0 14,6 8,7 2,9 2,9
Kab Cirebon 67,5 7,5 23,4 1,9 3,9
Ka,b Majalengka 84,8 10,0 14,0 1,8 13,4
Kab Sumedang 81,8 12,9 8,6 2,1 7,5
Kab lndramayu 76,7 7,6 13,5 2,3 4,1
kab Subang 86,4 7,1 13, 1 0,5 8,8
Kab Purwakarta 64,3 16,3 8,2 1,0 16,3
Kab Karawang 78,1 13,8 6,1 1,6 9,3
Kab Bekasi 64,7 28,0 5,5 0,3 13,6
Kota Bogor 74,7 19,0 10,1 -.--¥; 1,3 16,5
Kota Sukabumi 74,6 19,7 10,4 0 11,9
Kota Bandung 80,5 15,6 6,3 1,0 12,5
Kota Cirebon 56,5 19, 1 21,7 6,5 11,4
Kota Bekasi 66,4 19,9 3,6 1,4 22,6
Kota Depok 67,9 22,7 6,5 1,4 20,3
Kota Cimahi 72,2 21,7 8,4 0,7 11, 1
Kota Tasikmalaya 63,3 20,8 16,7 2,0 10,5
Kota Banjar 68,0 16,0 20,0 3,8 4,0
JAWA BARAT 73,6 15,1 10,2 1,8 11,7
Keterangan :
Sendiri = pembiayaan dibayar pasien atau keluarganya
Askes/Jamsostek = meliputi askes PNS, Jamsostek, Asabri, Askes swasta, JPK Pemerintah
Daerah
Askeskin = pembayaran dengan dana Askeskin atau menggunakan SKTM
Lain-lain = diganti perusahaan dan pembayaran oleh pihak lain di luar tersebut di atas
190
TaberJ: 1'50
Persentase Penduduk Rawat lnap menurut Sumber Pemblayaan dan
Karakteristik Rumah Tangga di Provinsi Jaw~. Barat; Riskesc:las2-007
Sumber Pemblavaan-
Karakteristik Sendiri/ Askes/ Askeskin/ Dana
responden Keluarga Jamsostek SKTM Sehat Lain-Lain
Tipe Daerah
Perkotaan 71,1 18,7 8,5 1,8 13,3
Pedesaan 78,4 8,5 13,4 1,7 8,9
Tingkat Pengeluaran Rumah Tangga Per kapita
Kuintil 1 72,5 5, 1 21:8 2,6 12,8
Kuintil2 71,7 9,1 14,9 2,2 12,4
Kuintil 3 75,2 11,7 10,7 2,4 11,0
Kuintil4 76,5 16,8 7,1 1,4 10, 1
Kuintil5 72,1 24,0 4,5 1,0 12,7
Keterangan:
Sendiri = pembiayaandibayar pasien atau keluarganya
Askes/Jamsostek= meliputi askes PNS, Jamsostek,Asabri, As~es swasta,JPK Pemda
Askeskin = pembayarandengan dana Askeskin'atau menggunakanSKTM
=
Dana Sehat Dana sehat/JPKMdan Kartu Sehat
Lain-lain= diganti perusahaandan pembayaranoleh pihak lain di luar tersebut di atas
'·.
191
Tabet 3.151
Persentase Responden yang ~awat·Jalan Satu Tahun terakhir Menu rut
Tempat dan Kabupaten/K:ota-di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Dalam tabel 3.151. tempat berobat Rawat Jalan menurut Kabupaten/Kota di Jawa Barat
terlihat bahwa 51,6 pasien yang berobat adalah dalam kondisi tidak rawat jalan.
Persentasenya lebih kecil bila dibandingkan angka nasional (65,6). Bila rawat jalan,
paling banyak ke Tenaga Kesehatan (Nakes) sebesar 16,8, kemudian Rumah Sakit
Bersalin sebesar 11,4, Rumah Sakit Swasta persentase sebesar 7,3, dan Rumah Sakit
Pemerintah sebesar 5,7. Bila dilihat per Kabupaten/Kota, maka dari yang berobat jalan
ke Nakes persentase tertinggi di Kabupaten Sukabumi sebesar 36, 1 dan terendah di
Kota Bekasi sebesar 4,9. Untuk yang berobat ke Rumah Sakit Bersain, persentase
19Z
tertinggi di Kota Sukabumi sebesar 30,9 ,dan terendah di Kota Bekasi sebesar 4, 1. Untuk
Rumah Sakit Swasta. persen,tase tertinggi.dhKota Bekasi sebesar 14,2..dan terendah di
Kofa Tasikmalaya dan Kota Banjar masing,-mi;isjng':O.O .•Yntuk R4mah Sakit Pemerintah,
persentase tertinggi di Kabupaten Sumedang sebesar 10,6 dan terendah di Kaeupaten
Garut yaitu tidak ada.
Tabel 3.152
Persentase Penduduk Rawat Jalan Menurut'Tempat dan Karakterlstlk
Rumah Tangga, di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Pedesaan 5,4 2,8 0,2 14,0 . 6,1 25,5 0,7 1,0 0,3 44,1
Kuintil 2 5,7 5,4 0,4 14,3 5,2 14,5 1,0 0,8 0 52,8
Kuintil 3 3,8 7,9 0,7 12,6 5,0 15,3 1,7 0,6 0,7 51,5
Kuintil 4 5,8 7,0 0,6 10,2 5,3 17,5 0,6 0,7 0,1 52,2
Kuintil 5 6,6 10,4 0,4 5,7 4,6 20,5 0,6 1,0 0,1 50,1
Menurut tipe daerah persentase tempat berobat rawat jalan menurut tempat tin'ggal
terlihat bahwa persentase berobat jalan ke Rumah Sakit Pemerintah, Rumah Sakit
Swasta, Rumah Sakit Bersalin, berobatsradlslonal (Batra) lebih tinggi di perkotaan
dibandinqkan di pedesaan. Sebaliknya persentase berobat jalan ke Puskesmas, tenaga
kesehatan (Nakes) lebih tinggi di pedesaan dibandingkan di perkotaan. Untuk
persentase tidak rawat
... _...
-
jalan lebih tinggi di perkotaan dibandingkan di pedesaan. .
Dalam tabel tersebut terlihat bahwa semakin ,.tinggi, ting_kat pengeluaran, persentase
berobat rawat jalan ke tenaga kesehatan (Nakes) dan ke Rumah Sakit Swasta
cenderungan semakin tinggi. Sebaliknya se'makin tinggi kuintil persentase yang berobat
jalan ke Rumah Sakit Bersalin semakin rendah. Untuk Rumah Sakit Pemerintah,
persentase. terendah pada kuintil 3. Kemudlan, semakin ke kuintil febih rendah atau ke
kuintil lebih tihggi persentase berobat jalan ke Rumah Sakit Pemerintah semakin tinggi.
193
Tabel 3.153
Persentase Persentase Penduduk Rawat Jatan Menurut Sumber Biaya dan
Kabupaten/Kota' di r~Provlnsl Jawa flarat, ~is.kesda.s2001
.. . .-. "- ...
.
; .
Sumber Pembia~aan
Sendiri/ Ask es/ Askeskin/ Dana
Kabu~aten/Kota Keluarga Jamsostek SKTM Se hat Lain-Lain
Kab Bogor 79,4 • ·14, 1 . 3,7 0 9,3
Kab Sukabumi 85,1 5,4 8,-7 0 18,3
Kab Cianjur 86,9 4,7 8,2 1,2 2,4
Kab Bandung 80,4 9,1 8,4 0 10,3
Kab Garut 82,6 4,3 0 0 0
Kab Tasikmalaya 89,2 "2, 7 5,4 2,7 0
Kab Ciamis 80,6 9, 1 12, 1 0 1,5
Kab Kuningan.
Kab Cirebon
. 83,8
86,1
9;5'
3,0
6,8
8,4
0
0
2,7
3,6
Kab Majalengka 92,8 6,0 4,8 1,2 11,7
Kab Sumedang 58,9 39,8 3,9 3,1 3,9
Kab lndramayu 71,3 27,6 1,1 0 0
kab Subang 93,3 1,1 7,8 2,2 1,1
Kab Purwakarta 69,8 16,7 4,7 0 9,3
Kab Karawang 68,1 22,4 7,3 2,4 11,3
Kab Bekasi 67,0 24,7 0,5 .. , 1 ,5 11,4
Kota Bogor 79,7 14,7 e,8 0 12,2
Kota Sukabumi 74,4 13,6 9,1 0 9,1
Kota Bandung 75,7 16,3 9,5 1,4 11,6
Kota Cirebon 60,9 13,0 13,0 8,3 8,7
Kota Bekasi 64,2 16,2 3,5 0,6 28,3
Kota Depok 78,5 17,4 0,8 0 11,3
Kota Cimahi 64,4 22,0 5,2 3,4 8,6
Kota Tasikmalaya 84,0 7,7 8,0 0,0 5,6
Kota Banjar 63,6 18,2 9,1 0 0,0
JAWA BARAT 76,4 14,8 5,7 1,0 9,3
Keterangan :
=
Sendiri pembiayaan dibayar pasien atau keluarganya
Askes/Jamsostek =
meliputi askes PNS, Jamsostek, Asabri, Askes swasta, JPK Pemda
=
Askeskin pembayaran dengan dana Askeskin atau menggunakan SKTM
=
Dana Sehat Dana sehaUJl=>KM dan kartu Sehat
=
Laio-lain diqanti perusahaan dari pernbayaran oleh pihak lain di luar tersebut di atas
Dalam tabel 3.153. telihat bahwa di Jawa Barat blla, berobat jalan sebagian besar
sumber pembiayaan masih dari uang sendiri/keluarga, yaitu sebesar 76,4, kemudian dari
Askes/Jamsostek sebesar 14,8, Askeskin/SKTM' sebesar 5, 7, dana sehat sebesar ·1 ,0,
dan lainnya sebesar 9,3. Bila dilihat per-Kabupaten/Kota, maka dari yang sumber biaya
sendiri/keluarga persentase tertinggi di Kabupaten Subang sebesar 93,3 dan terendah di
Kabupaten Sumedang sebesar 58,9. Untuk sumber dari Askes/Jamsostek persentase
tertinggi di Kabupaten Sumedang sebesar 39,8 dan terendah di Kabupaten Tasikmalaya
sebesar 2,7. Untuk sumber dana dari Askeskin/SKTM tertinggi di Kota Cirebon sebesar
13,0 dan terendah di Kabupaten Garut tidak ada. Untuk sumber dana dari dana sehat
persentase tertinggi di Kota Cirebon sebesar 8,3.
194
l:abel 3.154 · 1
·sumb~r Pemblayaan
·;Karakteristik
1
ruma~ tangga Seridiri/ ' ·Askes/ A'siCeskint .: Dana Laln-
1
Keh.larga Jamsostek' " SKTM Sehat Lain
... '·
Tipe Daerah'
Perkotaan 7j,o ~'17,3 5,5 0,8 11,3
Perdesaan 81",3 10,9 6,3 1,3 6,3
Tingkat Pengeluaran Ru111ah Tangga Per Kapita
Kuf~ti~1 7215 9,0 14,7 2,0 7,2
Kuintil 2 J? . ~ 11,7 8,6 1,3 9,9
Kuintil 3 79,9 13,2 5,6· 1,1 7,4
Kujntil 4 74,7 19,0 5,3 1,0 9,1
Kuintil 5 77,4 17,0 .:t,4 0,3 11,3
-· ~ ...
196
::,::;
D)
C"
c
--
D)
Cl)
::J
::,::;
-
0
D)
=oo~oooooooo~~oooooo~w~~oo~oooomm~~oooo c: :E
o•~~••w~w-Nwwwoo-Nw~•w-wwoow
~ornwoo~~~~~Nwo~w~rnwrnmooo~rnrn~
::J
"""
c e -
D)
C. CD
""O
3::,::; D> .,
=w~oowoooo~~oooooo~woo~oooowwm~oo~oooo D) Cl) :::s tJI
wN~•Nw~wm•~•w•~~oo•~~N•w~~ ::r ., CD
~ooo~mrnoo~~ONOOOIDID~~~NN~~~ON D)
::J
D)
I
":::s
D> -
O" D>
c: CJ)
.. -... -·::,::;
a. Cl)
"O CD
D> ""O
=oo~oowoooooooooooooo~w~~oo~woomm~~oooo o-·
., ~
-•~m~mwNOOAW~OWWNAOWWAWNmw -
Cl) :::s
Cl)
~OO~WOO~NWOONWOON~~~ID~NO~~rnNw 3 D)
:::s a.
D) f/l
f/l "'D) - c:
-·::I
" c:
~ a.
,,..._ n> "
CJ :::0
=oomoowoooooooooooooo~w~~oo~woo~moo~oooo
Cl) """ e -· n>
-omwN~~-owAAN~mww-~~o-o~~w c - ""O :E -I
., n> I»
~oo~No~rnrnmrnoN~wm~ooNN~rn~oo~~ -
3
c D)
0
f/l O" < - - O"
(!)
:;·:::s -
D)
::J -·
- tJI D> (,.)
-·"O •
c....
D>
s: ~
Cl)UI
=oo~oowoooooooooooooo~woo~oo~ww~~~oooooo -·Cl)"
f/l
:E :::s
~~~~~~~99~~~~~~~9~~~~~~~~~ Ill ., D> c
DI SU CD .,
~mo•-wN~mwooNoo~WW~ONNw-~NOA ::I ::r
SU
I
D>
iiJ
s.
)>
-- tJI
:::0 "O
="
-· Cl)
-· (!)
"en "I»-
=oo~oooooooooo~oooooo~w~~oo~woo~~oo~oooo ::r O" tJI "
;- Cl) Cl) Cl)
-•N•~~~oooA•w-~w-m--~wmo~•w
~om~w~~Noo~~~~~mooomNN~mww~~ f/l C" .c,
=
-
f/l
..... I»
D)
D> ::::J
tJI (,Q
~ ·::i NC.C
0 I»
O"C
...... I»
:::s
.c.. ~
O"
=oo~oooooo~oo~oooooo~woomoo~woo~moomoow D> CD
-oooAoo~w-oo-N~••-wowN~w~Noo-o :::s Ci!
~~~owoN~oomwmoowm~rnoNm~mm~~ D)
::s s:
I»
=
Bila dilihat per Kabupaten/Kota, maka untuk waktu tunggu persentase tertinggi di Kota
Cirebon (89,4) dan terendah di Kabupaten Garut (61,8). Untuk keramahan persentase
tertinggi di Kabupaten Kuningan sebesar 94, 1 dan terendah di Kabupaten Tasikmalaya
sebesar 67,2. Untuk kejelasan inforr .. asl tertinggi di Kota Depok (91,3) dan terendah di
Kabupaten Garut (64, 1-). lJntuk ikut arnbil-keputusan, persentase tertinggi di Kota Depok
sebesar 92,0 dan terendah di Kabupaten Garut sebesar 61,5 Untuk kerahasian,
persentase tertinggi di Kabupafen Subang yaitu 93,5 dan terendah di. KabiJpaten Garut
yaitu 59, 1. Untuk kebebasan pilih fasilitas, tertinggi di Kabupaten Subang sebesar 95, 1
dan terendah di Kabupaten Garut sebesar 59,6. Untuk kebersihan ruangan, persentase
tertinggi di Kabupaten Su bang (94,0) daa terendah di Kabupaten Garut (61, 1 ). Untuk
mudah dikunjungi, tertinQgi di Kata. Depok sebesar 97;1 dan terendah di Kabupaten
Garut sebesar 61, 1.
Dalam tabel 3.157. untuk Persentase Rumah Tangga Pada Ketanggapan Pelayanan
Kesehatan Rawat lnap terlihat bahwa, persentase ketanggapan pelayanan kesehatan
rawat inap untuk waktu tunggu, keramahan, dan kebersihan lebih tinggi di- pedesaan
dibandingkan di perkotaan. Sebaliknya persentase untuk kejelasan lnformast, ikut ambil
keputusan, kerahasiaan, kebebasan pilih fasilitas, dan .kebersman rangan lebih tinggi di
perkotaan dibandingkan di pedesaan. Sedangkan persentase untuk mudah dikunjungi
antara perkotaan dan pedesaan hampir sama. Selain itu, persentaserumah tangga pada
ketanggapan pelayanan kesehatan rawat inap menurut kuintil. Dalam tabel tersebut
terlihat relatif tidak jauh berbeda antar kuintil terhadap nilai persentase bermacam
etanggapan pelayanan kesehatan rawat inap, seperti waktu tunggu (antara 73,0--83,1),
keramahan (antara 79,9-85,4), kejelasan informasi (antara 78,4-82,4), tkut ambil
keputusan (76,6-84,7, kerahasiaan (78,0-85,3), kebebasan pilih fasilitas (76,2-85,8),
kebersihan ruangan (77,3-$3,4), dan mudah dikunjungi (81,7-§_6..4).
198
/': /': /': /': /': -i
c c c c c :;·
~~.~~-&~
&i I ~ ;s ~ ~
~
::s
~
c:
...
Ill
Ill
I---+--+-+---+--< ::s
:;o
c:
CXl CXl CXl --.,J CXl 3
_WONWOlll
-»ONO-»::r
-i
Ill
l---+--+-1---+---l ::s
CXl CXl CXl --.,J CXl ~ CXl CXl
+:> w
'.;: ~ ~ ~ ~ ~
... mo
I---+--+-+---+--<
"
Ill
~.
S' -"
~Cl)
0 ......
CXl CXl
+:>-»NCX>O
CXl --.,J CXl CXl
0. N
CXl
.., ~
-+:> -+:> -+:> -+:> Ol Ol c.n 3 Q,)
Q,) (/I
(/I Q,)
-· :l
C/I A
CXl CXl CXl --.,J CXl CXl CXl -·Cl)
tnWWCX>N Q,) ..,
NN
Q,) Q,)
W-"-"ON ~ (.!)
:l ::r
Q,)
I
COCOCO--..JCO
w -lr. w -.....I -lr.
-.j::>.--..J-»W-"
0
-· Cl)
="
co co co co co co co "3
c: c:
Ol c.n c.n _. c.n c.n c.n
-.!»OCn---..J~ _. 0 ~.Q.
C: DI
:l ::r
~ DI
-· :l
c
cu c
:5 ~
I!? c
Cl) Cl:I
Jl :::I
~ ...
c U)
Cl:I
ti)=
.fl
ca·-U)
Jl mv<0Not--iot--..-0N<0.-vo.-iovco10covt--a>I'-- -.:i:,
Cl) .f! ooN~oomoN~ooo-o:io~~wN'<iww~moomw~<o:t"
co a> ....._ ....... w a> a> a> co co ....._ a> a> co ....... co a> co co. co co co co ""- m CC)
Jl .c
~=
Cl) ·-
Q.
<ONt--"<t"<tO>Ot--O>O>OIOO"<tO>(OIO<D'<tM..-"<tt--ClOI'- <o:I'.
m~'<i~w~~~oo~-o:imo~~ri-o:ioo~ri~rimo~~
CO~COt--<OO>O>O>t--ClOt--COO>COl"--COO>COCOCOCOO>COCOm ~
--"
c·-
ca ti)
en n:s
-.~o
n:s E
...
O(OClOIO..-Ol.C'lt--MM<Dt--..-OClO(OO>~t--t--ClO..-t--Offi
-o:i-o:ioo~ooooN~oo~-wo~wowco·-o:iw~mlO·m'<ici
COO>t--1"--<DCOO>O>t--ClOt--O>O>ClOCOCOCOClOCOO>COO>COCOffi
0>
~
CC)
~.=
Cl)-
I C
n:s Cl:I C.Ot--lOOM..-l.C'l"<t1.0..-t--~t--t--Cl0..-N<DN1.0..-..-.-of"- 0
... .c: ~~rioom~~'<ioo'<im~woowrioooo~~~ooN~oo
Cl) n:s comcocot--commcocot--mmmcocomcocococomcomm CQ
~E
NcoO..-t--O<Dl'-l.01.0~COl.O"<t"<t(OCOONl.OO>MNOm CD~
~wo~'<ioomoowmw~~'<imNo~ri~~ow'<ici~
ClOCOCOt--<DCOCOCOt--1"--1"--0)0)1"--1"--COClOl"--COCOCOCOCOCOffi CC)
.B
0
-2
~
c:
n:s
c.
::I
..0
n:s
~
Persentase rumahtangga pada ketanggapan pelayanan kesehatan rawat jalan
menurut Kabupaten/Kota umunya baik tapi persentasenya masih di bawah angka
nasional pada semua jenis ketanggapan. Persentase ketanggapan pelayanan
kc.sehatan naslonal untuk waktu tunggu sebesar 86,8, keramahan sebesar 90,4,
kejelasan informasi sebesar 87,2, ikut ambil. keputusan sebesar 86, 1, kerahasiaan
sebesar 87 ,5, kebebasan pilih fasilitas· sebesar 86,0, dan kebersihan ruangan 85, 1.
Bila dilihat per Kabupaten/Kota, maka untuk waktu tunggu persentase tertinggi di
Kabupaten Subang sebesar 95,5 dan terendah di Kabupaten Garuf sebesar 64,7.
Untuk keramahan persentase tertinggi di Kabupaten Subang sebesar 96,7 dan
terendah di Kabupaten Garut sebesar 79,3. Untuk kejelasan intormasl persentase
tertnggi di Kota Depok sebesar 95, 1 dan terendah di Kabupaten Garuf sebesar 68, 1.
Untuk ikut ambil keputusan, persentase tertinggi di Kabupaten Kuningan dan Kota
Depok masing-masing sebesar 91,7 dan terendah di Kabupaten Garut sebesar 68, 1
Untuk kerahasian, persentase tertinggi di, Kabupaten Ciamis sebesar 97,0 dan
terendah di Kabupaten Garut sebesar 66,4. Untuk ,kebebasan pilih fasilitas,
persentase tertinggi di Kota Boger sebesar 94,5 dan terendah di Kabupaten Garut
sebesar 69,0. Untuk kebersihan ruangan, persentase tertinggi di Kabupaten Subang
sebsar 95,3 dan terendah di Kabupaten Subang sebesar 73,0. Untuk rnudan
dikunjungi, persentase tertinggi di Kota Depok sebesar 97,1 dan terendah di
Kabupaten Garut sebesar 61, 1.
Tabel 3.159 memberikan gambaran persentase penduduk yang melakukan rawat
jalan menurut tempat tinggal menunjukkan bahwa persentase semua jenis
ketanggapan pelayanan kesehatan lebih tinggi di pedesaan dibandingkan di
perkotaan. Selain itu, tabel tersebut juga menunjukkan persentase rumah tangga
pada ketanggapan pelayanan kesehatan rawat jalan menurut kuintil. Dalam tabel
tersebut terlihat relatif tidak jauh berbeda antar kuintil terhadap nilai persentase
bermacam tanggapan pelayanan kesehatan rawat jalan, seperti 'o/aktu tunggu
(antara 77,6-84,2), keramahan (antara 85,0-90,1), kejelasan informasi (antara 81,5-
87.4). ikut ambil keputusan (80,5-87,0, kerahasiaan (79,8-89,0), kebebasan pi!ih
fasilitas (79,3-88, 1), dan kebersihan ruangan (81,0-88,9).
, __ . -
201
c <IO_~
I'll c lO (0
.c I'll (IC) (IC)
·~ g>
Cl) I'll
.Q ::s
~~
,...._ C"') .,.... ,...._ ..-
.Q U)
Cl)
.Q .c
Cl)=
~ a:
'<t .,.... '<t CIO N t-- 0
C"icri
(IC) (IC)
..fo>NC"io>
<X) (IC)
,...._ <X) <X)
COIOO>CO'V
c:
ca ·-
II) C"i...-"C"iirir--.:-
(/) ca co co co co co
-.~o...
ca E
~-=
Cl) -
3.9. Kesehatan Lingkungan
Data kesehatan lingkungar .diarnbll dari dua sumber data, yaitu· Riskesdas 2007 dan Kor
Susenas 2007. Dengan demikiari dalam penyajian beberapa tabel kesehatae lingkungan
merupakan gabungan data Riskesdas dan Kor Susenas.
I •
Data yang dikumpulkan dalam survei ini rnelipufl. data air berslh kepertuarr rumah
tangga, sarana pembuangan kotoran manusia, sarana pembuangan air limbah (SPAL),
pembuanqan-sampah, dan perumahan. Data tersebut bersifat flsik.dalam rumah tangga,
sehingga pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancarajerhadap kepala rumah
tangga dan pengamatan. ··
3.9.1. Air'Keperl~ah Rumah Tangga
Menurut WHO, jumlah pemakaian air bersih rumah tangga per kapita ~angat terkait
dengan risiko kesehatan .rnasyarakat .ygng· berhubunqan dengan higiene. Rerata
pemakaian air bersih indiyjdu adalah rerata.jumlah pemakaian air bersih rumah fangga
dalam seh~ri;.dib?~i aengan jumlah anggota rurnah tangga. 8erata .pemakaian ilidividu
ini kemudian dikelompokkan menjadi '<5 liter/or~ng/hari', '5-19,9 liter/orang/hari', '20-
49,9 (iter/orang/hari', '50-99,9 lifer/orang/hari' dan.'~100 liter/orang/hari'.
:rabel 3.159'
Sebaran Rumah Tangga menurut Rerata Pemakaian Air Bersih Per Orang
Per Hari dan Kabupaten/Kota di P.rovins!Jawa Barat, Riskesdas 2007
1.Rerata
pemakalan air berslh
Kabupaten/Kota per orctng per'hari (dalam' liter}
<5 5-20 20:50 50-100 ~100
Kab Bogor 5.4 64.9 10.9 4.4 14.5
Kab Sukabumi 4.1 60.3 22.8 8.8 4.1
Kab Cianjur 6.5 63.4 26.7 2.4 .9
Kab Bandunq 1.6 4.9 15.1 23.1 55.4
Kab Garut 4.6 25.5 52.3 13.5 4.2
Kab Tasikmalaya 7.0 66.6 11.5 14.9
Kab Ciamis 8.2 28.7 40.5 13.6 9.0
Kab Kuningan .6 .6 5.3 21.0 72.5
Kab Cirebon 1.2 2.9 17.4 26.3 52.2
Kab Majalengka , __ . , 2.5 55.2 26.1 14.8 1.4
Kab Surnedanq .3 3.0 12.4 40.6 43.6
Kab lndramayu 1.8 2.6 15.8 31.6 48.1
Kab Subang 2.3 5.6 14.6 77.5
Kab Purwakarta .5 4.1 20.4 37.8 37.2
Kab Karawang 2.6 10.6 23.0 33.9 30.0
Kab Bekasi 1.7 19.9 21.8 36.2 20.4
Kota Bogor 2.4 27.6 26.9 9.4 33.7
Kota Sukabumi 1.4 7.5 17.0 21.8 52.4
Kota Bandung .3 3.9 14.4 36.5 44.9
Kota Cirebon 3.3 27.2 14.6 23.2 31.8
Kota Bekasi .5 4.5 2n 41.8 32.1
Kota Depok 8.4 64.6 2ff.1' 1.3 o
Kota Cimahi 1.6 4.5 31.4 62.5
Kota Tasikmalaya .3 2.8 21.3 38.5 37.1
Kota Banjar .0 3.5 36.5 60.0
JAWA BARAT 2.8 24.2 22.8 20.9 29.3
203
Berdasarkan tingkat pelayanan, kategori tersebut dinyatakan sebagai 'tidak akses',·
'akses kurang', 'akses dasar', 'akses menengah', dan 'akses optimal'. Risiko.)<,esehatan
masyarakat pada kelompok .yang akses terhadap air bersih rendah dlkateqorikan
sebaqal mempunyai risiko tinggi. · '
Kepada kepala rumah tangga ditanyakan berapa rerata jumlah pemakaian air untuk
seluruh kebutuhan rumah tangga dalam seharl ssmalam.
Sebagian besar rumah '"tangQ,a di .Jawa Barat.mempunyal akses terhadap air bersih
cukup baik, 29,3 rumah' 'tarigga . menggun~kan ~ir bersih diatas 100 liter· -0rang/hari,
Kabupeten Subang rnerupakan kabupaten/kota dengan proporsi konsumsi air bersih
>100 liter per-oranq/hart yang paling tinggi (77,5). Namun masih ada keluarga di Jawa
Barat yang mengkonsumsi air berslh < 5 liter per-orang/haii yaitu: Kofa Depok 8,4 dan
Kabupaten Clamia 8,2.
PDAM memprediksi keputuhan jumlaR air bersih peroranq perhari 30 liter, bila dilihat
dari prediksi kebutuhan air b'ersih perorang perhari rnenurut PDAM tersebut masih ada
27 Qp(i rurnah tangga di Jawa Barat pemakalan air berslli dlbawah, prediksl PDAM.
Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukablfmi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Maj81engka
dan Kota Depok merupakan kabupaten/kota di Jawa Barat dengan proporsi 'rurnah
tangga tertinggi yang pemakaian air bersihi:iya dibawah 30 liter.
label 3.160
Sebaran Rumah Tangga menurut Rerata Pemakaian Air Bersih
Per Orang PerHarrdan. Kcrrctkt~ti~tik Resporidsn,
di Provlnsl Jawa Barat.Rlskesdas 2007
; ' t.. t '
Berdasarkan tempat tinggal pemakaian air bersih perorang perhari di Provinsi Jawa
Barat kawasan perkotaan relatif Jebih baik dibandingkan dengan kawasan pedesaan.
Pemakaian > 100 liter di perkotaan sebesar 33,4 dan pedesaan 25,4 . Hal ini
berbandlng lurus dengan tingkat pengeluaran per kapita masyarakat Jawa Barat. Tabel
7.2. mernberikan gambaran bahwa semakin besar tingkat pengeluaran per kapita
semakin besar pula rata-rata pemakaian air bersih per orang per hari, jumlah pemakain
air > 100 mungkin banyak dikonsumsi pada sebagian masyarakat di perkotaan.
204
TaoeliJ.161
Persen_tase Rumah lahgga menurut Wa~tu dan "ja'ra~ke Sumoer·Air,
Ketersediaqp ~ir Bersih.lian Kabupate(l/t{otadi ProvinsiJawa Barat,
··, Riskesdas 2001,, .:
Kab Bogor.
l'1
9(,2
!
2,8 ~97,0
>:.1
3,0
-l~ng
tahun
:.70,2
·-
.k~marau
29,T b.1
Kab Sukabumi 99,5 0,5 96,3 ~.7 61,9 37,8 0,4
Kab Cianjur 99,3 0,7 98,4 1,6 66,4 33,1 0,6
Kab Bandung 99,3 0,7 98,2 1,8 64,6 35,1 0,3
Kab Garut 98,6 1,4 91,4 8,6 51,5 47,5 1,0
Kab Tasikmalaya 99,4 0,6 97,9 2,1 54,0 45,8 0,2
Kabciamis 98,3 1,7 96,4 3,6 79,0 21,0 0
Kab Kur;iingan 99,o 1,0 98,7 1,3 86,4 13,6 0
Kab Cirebon 96,9 3, 1 94,0 6,0 66,9 33;1 0
Kab Majalengka 99,8 0,2 85,8 14,2 75,7 23,5 0,8
Kab Sumedang 99,5 0;5 99';0 1;0 65,2 34,6 0,2
Kab lndramayu 99,8 0,2 99,2 ,8 69,9 29,7 0,4
Kab Subahg 100,0 .0 97,2 J,8 83,2 16,5 0,3
Kap Purwakarta 96,7 3,3 96,2 3,8 72,9 25,1 2,0
Kab 1$arawang 98,4 1,6 96,4 3,6 86,5 13,2 0,3
Kab Bekasi 96,9 3,1 .. 94,0 6,0 69,2 30,0 • 0,8
Kota Bogor ' 99,8 0,2 99,6 0,4 92,1 7,4 0,4
Kofa Su)<abumi 98,7 1 ;3 ''98,0 2,0 70,7 27,9 1,4
Kota Bandung 99,9 o.i 99,1 0,9 67,9 31,7 0,4
Kota Cirebon 99,3 -0,7 99,3 0,7 80,7 6,0 13,3
Kota Bekasi 98,2 1,8 97,5 2,5 79,9 19,7 0,4
Kota Depok 98,9 1,1 98,3 1,7 80,7 19,2 0,1
Kota Cimahi 99,7 0,3 99,4 0,6 58,7 40,0 1,3
Kota Jasikmalaya ~9.7 0,3 •97,9 2, 1 66,7 33,3 o
Kota Banjar 100,0 0,0 98,8 1,2 82,4 17,6 0,0
13,4
JAWJi.. BARAT 98,7 1,3 ·96;6 70,3 29,0 0,5
-
Tabel 3.161 menunjukkan Sebaran rumah fangga berdasarkan waktu, jarak,
ketersediaan air bersih, dan Kabupalen/Kota di Proyiosi Jawa Barat. Sebagian besar
masyarakat di daerati Jawa Barnt d?,lam mendapatkanair bers.ih dan lama tempuh :S 30
menit (98,7 ), dan umumnya ketersediaan air mudah sepanjang tahun (70,3 ). Bila dilihat
per-Kabupaten/Kota tidak menunjukkan perbedaan yang berarti.
Berdasarkan lama waktu dari'jarak serta ketersediaan air, akses penduduk -Jawa Barat
dalam ·pemenuhan kebutuhan air· bersih rata-rata sudaf baik (jarak, s 1 Km 96,6 ).
Namun yang harus dicermati a1aafah terdapat beberapa penduduk yang mengalami
kesulitan akses ternadap ketersediaan air: diantaranya adalah Kabupaten Clrebon,
Garut dan Tasikmalaya serta Kota Cimahi. Sedangkan untuk indikator jarak, penduduk
Kabupaten Majalengka mengalami jarak terjauh dalam menjangkau sumber air. Tingkat
kesulitan masyarakat dalam mengakses air besar kemungkinan terjadi di kawasan
pegunungan maupun kawasan pantai. Mengingat kondisi geografis Jawa Barat rata-rata
memiliki kawasan pantai dan pegunungan. Hal ini terjadi seirinq' dengan adanya
degradasi lingkungan di kedua kawasan tersebut. Beberapa kota maupun kabupaten di
Jawa Barat yang termasuk baik dalam kemudahan mengakses air bersih adalah
Kabupaten Kuningan, Subang dan Kerawang serta Kola Bogor, Depok dan Banjar.
205
Tabel 3,162
Persentasa Rumah Tangga l]l~nqru.tWaktu dan Jarak ke Sumber Air,,
Ketefsediaan.A;r Ber,il;I, ~J> Karakteristik Respon'tleri
di Provins! Jawa·B~rat,~B.iskesdas
""'·~
2007
Angka sebaran rumah tangga berdasarkan waktu, jarak, ketersediaan air bersih, dan
klasifikasi daerah, di P.rovinsi Jawa Barat terdapat pada tabel 7.4. Wilayah antara
perkotaan dan pedesaan tidak jauh berbeda urnurnnyajarak untuk menjangkau sumber
air < 1 KM dengan waktu tempuh < 30 menit, dengan ketersediaanair mudah separ'ljang
tahun Sebaran df perkotaan sedikit lebih tinggi dibandirigkaf!di pedesaah, dan sebaran
sulit "pada musim kemarau di pedesaan lebih tinggi dibandingkan di perkotaan. Data
menunjukkan sebaran lama waktu dan jarak dilihat "antar' kuintil tidak jauh berbeda.
Umumnya waktu tempuh < 30 menit (berkisar antara 98,5-99,0), dan jarak tempuh ~ 1
km (berkisar antara 95,2-98,0).
Sebagian penduduk 'di wilayah Jawa Barat (64,4) sumber air. berada didalam
pekarangan, kota Depok merupakan wilayah yg paling banyak (95,2). Sement~ra
wilayah kabupaten Cianjur (31,4) merupakan wilayah paling sedikit yang mempunyai
sumber air di dalam pekaranqan, di wilayah lni indivldu yal)Q biasa mengambil' air
mayoritasadalah perempuandewasa (37.6 ).
Tidak terdapat-perbedaan gender yang' nyata, di Provinsi Jawa Barat dalam hal peran
pengambilan air bersih dalam rul'l)ah tangga (laki-laki 1,7,2 dan permpuan 17,1).
Kabupaten Cianjur merupakan wilayah "yang terbanyak mempunyai perempuan yang
berperan dalam penqarnbllan air.
Rata-rata rumah tangga di Jawa Barat relatif kecil dalarn pelibatan anak-anak ( < 12
tahun). untuk pemenuhan kebutuhan air bersih sampai ke dalam rumah. Witayah yang
tertinggi sebaran peran anak anak adalah Kota sukabumi dan Kabupaten Bogor untuk
anak permpuan, sedangkan laki-laki terjadi di KabupatenCianjur dan'Kota Bandunq
206
Tabel 3.163·
Sebaran Rumah Tangga menurut lndividu Yang Biasa,Mengambil Air Oalam
Rumah Tangga dan K~bupaten/Kota di.Provinsi ..fawa Barat,
Riskesda.s 2007
,.
.
<
.Tabel 3.164
Persentase Rumah Tangga menurut Anggota Rumah Tangga Yang Biasa
Mengambil Air <fan Karakteristik Rumah Tangga di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2007
207
Bila kita bandingkan antar perkotaan dan pedesaan, maka sumber air didalam
pekarangan sebarannya Jebih banyak di perkotaan (75,9) dibandingkan di pedesaan
(52,7). Demikian juga pengambil air minuin uniumnya orang dewasa baik laki-laki
maupun perempuan baik di perkotaan rnaupun pedesaan, namun sebarannya lebih
banyak di pedesaan, sebesar 24,3 untuk .dewasa perempuan dan 21,2 untuk dewasa
laki-laki.
Hampir 50 masyarakat pedesaan harus mengambjl air dl-luar pekarangan. Meskipun
perbedaan gender tidak· mencolok, namun. ferdapat perbedaan dalam- pembagian peran
terhadap pengambilan air antara masyarakat perkotaan dan pedesaan. Di pedesaan
tanggung jawab terhadap kebutuhan air bersih lebih dibebankan kepada perempuan,
Sebaliknya masyarakat perkotaan lebih memberikan peran tanggung jawab kepada laki-
laki dalam pemenuhan kebutuan penyediaan air bersih dalam rumah' ta·ngga.
Sedangkan peran anak-anak (-;: 12 tahuri) terhadap pemenuhan air bersih dalam rumah
tangga tidak terlalu signifikan.
Perbedaan peran gender ini juga berlaku terhadap golongan kaya dan miskin.
Golongan kaya memberikan peran pemenuhan kebutuhan air lebih besar kepada laki-
laki daripada perempuan. Sedangkan golongan miskin terjadi sebaliknya, memberikan
per-an pemenuhan kebutuhan air lebih besar kepada perempuan dari pada laki-laki.
Seperti halnya kawasan temp'at tinggal, golongan kaya dan miskin, peran anak-anak (<
12 tahun) terhadap pemenuhan air bersih dalam rumah tangga tidak terfalu signifikan.
Tabel.3.165
Persentase Rumah Tangga menurut Kualitas Fisik Air_f~inum
dan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
208
Rerafa -kualitas fislk alr minqrn di Provlnsl Jaw~~Barat terrnasuk ~aik (89, 1 ). Bila dilihat
kisaran antara kabupaten/Kota kategori air minum yang 'balk ·ini berkisar antara 75,5 di
l<abupaten.Bekasisampai 98,1 di Kota Cir~bon. Wilayatfyat'lg triengkonsumsi air minurn
di bawah standar baku fisik kekeruhan berhubunqan dengan tingginya erosi pada
wilayah DAS yang berpengaruh terhadap sumber pengambilan "air ininum. Standar baku
warna dan rasa berhubungan dengan sifat jenis tanah atau tingginya tingkat cemaran.
Sedangkan standar baku busa dan bau lebih berhubunqan, dengan tingginya ·tingkat
cemaran.
Tabel 3:166 _
Persentass Rumah Tangga menurut Kualltas Fisik Air Minum
dan Karakteristik Responden di Provinsi J,awa Barat, Riskesdas 2007
, ' •
Karakteristik Kualitas:Fisik Air Minum {Utama}
res~onden Keruh Berwarna Berasa Berbus;:1 Berbau B,aik*I
Tempat Tinggal
Perkotaan 6,5 4,9 3,6 1,2 4,5 88,4
Perdesaan 5,8 3,4 3,9 1,1 2,4 89,9
Sebagian besar rumah tangga di perkotaan dan pedesaan mengatakan bahwa kualitas
fisik air minum baik, hanya di pedesaan sebarannya (89,9) sedikit lebih tinggi
dibandinJJkan di perkotaan (88,4).
Kualitas fisik air yang termasuk baik, diantara kuintil nilai 'sebaran tidak jauh berbeda,
berkisar antara 87,?-- 90,4. Pada kategori keruh, maka semakin tinggi kuintil sebaran
keruh semaki,n rendah. Sedangkan_ tingkat kualitas air yang berwarna, 6erasa, berbusa,
berbau sebaran antar kuintil tidak jauh bebeda. Hal· inl memperfihatkan tingkat'
pencemaran dalam sebaran kecil, merata terjadi di setiap tingkat kuintil masyarakat.
Sebaran kualitas fisik air minum di Provinsi Jawa Barat untuk klasitikasl tempat tinggal
kawasan perkotaan dan pedesaan maupun golongan kaya dan miskin tidak jauh
berbeda. Sebagian besar memiliki akses yang baik dalam hal kulitas fisik air minum.
Keadaan ini menunjukan bahwa kualitas fisik air· minnm tidak dipengaruhi karekteristik,
oleh karena itu kualitas fisik air minum diharapkan mencapai 100 dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia.
209
Tabel 3.167
Persentase Rumah Tangga menurut Jen.is Sumber Air dan KabuptentKota
di Provinsl JavyaBarat, Riskesdas 2007
Jenis Sumber Air Minum
...
0 . ··sc ~"O ·s,c
Kabupaten/ 'e
c
c ra._
C>
.g ftS
= - "O= ....c:cu ~
= E =E ·:-c E::
= c:
... 0.
Kota
C)
Menurut jenis sumber air, masyarakat Jawa Barat terbanyak mengandalkan air
permukaan-dangkal berupa sumur baik berupa pompa, terlindungi (28.1 ) maupun tidak
terlindungi (8.6). Sedapgkan sebagian Jainnya mengandalkan air perrnukaan-dalam,
melalui sumur bor (29.2). Pelayanan pemerintah ataupun lembaga lainnya terhadap
penyediaan air bersih melalui leding baik eceran maupun meteran termasuk baik adalah
Kabupaten Sumedang dan lndramayu serta Kota Bogor, Bandung dan Cirebon.
Perubahan pola konsumsi air dengan -pernanfaatan air kemasan terbesar terjadi di
Kabupaten Bekasi serta Kata Bekasi dan Cimahi. Kejadian ini dapat mengindikasikan
bahwa pendapatan masyarakat meningkat atau daerah tersebut sangat tercemar dan
rendahnya pelayanan penyediaan air bersih oleh pemerintah. Pola konsumsi jenis ini
selain dirasakan mahal juga sangat tidak ramah lingkungan. Hal ini disebabkan distribusi
dari asal sumber air ke konsumen menggunakan jasa transportasi darat tidak ekonomis
dan membutuhkan bahan bakar yang tidak sedikit. Selain itu wilayah sebagai sumber air
kemasan sangat beresiko kekurangan air bersih karena pengambilan air dalam skala
besar dapat menurunkan level air sehingga masyarakat kesulitan mengambil air tanah
permukaan.
210
Tabet s.tsa
Persentase·Rumah Tangga menurut Jenis Sumber Air (Jan Karakteristik
' di Provinsi Jawa Barat, ~iskesdas 2007
c
c f!Cl) ~
ca
fl) (,)
.... C> ~ en en :s-.... C>c ·a;
ca 0 'Cc c
Karakteristik Cl)
c .o ns c
-. ::s .... c C> ns cu
ECl) en ... ::s ·-ca 'C::s ·-ca 'C
::s c
responden
C>
c c ca.... ....::s Q.
E ::s 'C .... 'C
::s c ::s ~ >.
c
~ .c
... i5 ·- ...
'C Cl)
E o E·s E: .5 .5 .5 .5 ...
fl) c
Perkotaan 10,8 16,5 3,4 34,9 25,7 4,7 2,8 1,4 0,0 0,0 0,2
Perdesaan 2,0 2,8 2,5 20,2 34,3 12,6 12,5 11,9 0,8 0,2 0,2
Tingkat pengeluaran perkapita
Kuintil 1 1,9 4,3 3,4 24,1 33,7 12,0 9,2 10,8 0,6 0,1 0,2
Kuintil 2 3,2 6,4 3,7 26,4 32,9 10, 1 9,8 7,7 0,3 0,1 0,2
Kuintil 3 5,2 8,2 3,1 28,5 31,5 9,7 7,1 6,4 0,3 0,2 0,1
Kuintil 4 7,7 12,2 2,8 30,4 28,1 6,4 7,0 4,5 0,5 0,2 0,1
Kuintil 5 15,0 17,6 2,1 30,0 22,7 4,1 5,1 2,7 0,2 0,0 0,4
Apabila dibandingkan antara perkotaan dan kabupaten maka baik perkotaan maupun
pedesaan umumnya jenis sumber air minum berasal dari sumur bor dan sumur
terlindung. Sumur bor/ pompa di perkotaan (34',9) Sebarannya lebih tinggi dibandingkan
dengan pedesaan (20,2}, sebaliknya untuk sumur terlindung Sebaran di pedesaan
(34,3) lebih tinggi dibandingkan di perkotaan (23,7).
Sebaran rumah tangga menurut jenis sumber air dan kuintil dapat dilihat pada tabel
3.169. Dalam tabel tersebut terlihat bahwa semakin tinggi kuintil (semakin kaya), maka
Sebaran jenis sumber air minum yang berasal dari air kernasan, Jeding eceran, sumur
bor juga semakin tinggi. Dari gambai'an tertlliat.pelayanan air bersih belum menjangkau
mayoritas masyarakt Jawa Barat. Sebaliknya konsumen air kemasan banyak diminati
sebagian kecil masyarakat, yaitu masyarakat pada kuintil 5.
211
Tabel 3.169
Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Tempat Penampungan Da.n
Pengolahan Air Min1:1m Sebelum Digunakan/Diminum dan Kabupaten/Kota
di Provf rtsi Jawa Barat, Riskesdas 200:"
Masyarakat Jawa Barat mempunyai tempat penampungan air dalam wadah tertutup
sebesar 76, 1, dan pengolahan air minum umumnya dimasak sebesar 93, 1. Bila dilihat
per Kabupaten/Kota, maka untuk penampungan dalam wadah tertutup sebaran terkecil
di Kota Cirebon sebesar 52,4 dan tertinggi di kabupaten Kuningan sebesar 89,6. Untuk
pengolahan air dengan cara dimasak sebaran terkecil di Kota Bekasi 77,3 dan tertinggi
di Kabupaten Majalengka sebesar 98,5.
Tingginya Sebaran pengolahan air langsung diminum di Kabupaten Bandung,
Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi diduga ada keterkaitan dengan perubahan pola
konsumsi air minum minum mineral, dimana di ketiga wilayah ini angka sebarannya
cukup tinggi. Sedangkan pola pengolahan air minum dengan cara disaring diperkirakan
berhubungan dengan kualitas fisik air baku seperti terjadi di Kabupaten Bandung,
Ciamis, Sumedang, Kota Bandung dan Cirebon. Wilayah ini kualitas air tingkat
kekeruhannya cukup tinggi.
212
Tabet 3.170H
Perssntasa Rumah Tangga Menurut Jenis Tempat Penamp·uhgan
dan Pengolahan.Alr Minum.Sebelum Digunakan7Diminum Berdasarkan
Karakteristik Responden di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007'
213
Tabel 3.171
Persentase Rurnah Tangga menurut P.enggunaan Fasilitas Buang Air Besar
dan ~flbup~tenl.Kota.di,l?rovinsi Jawa Barat, Rlskssdas 2007 ·
Jenis penggunaan
Kabupaten/Kota Sendiri Bersama Umum 1'idak
Pakai
Kab Bogor 58,1 11,4 6,6 24,0
Kab Sukabumi 55,0 11,2 12,3 21,4
Kab Cianjur 5,2,5 18,3 19,3 9,8
Kab Bandung 60,9 20,5 14,8 318
Kab Garut 47,5 20,1 26,4 5,9
Kab Tasikmalaya 38,9 9,9 21,9 29,3
Kab Ciamis '52,3 6,9 7,6 33,2
Kab Kuningan 74,7 10,2 3,6 11,q
Kab Cirebon 56,7 13,3 1,8 28,2
Kab Maja1engka 68,1 8,1 4,0 19,7
Kab Sumedang 67,0 16,8 7,1 9,1
Kab indramayu 61,3 10,7 ,8 27,2
Kab Subang 62,4 7,5 1,1 29,0
Kab Purwakarta 63,4 11,6 4,8 20,2
Kab Karawang 49,0 6, 1 10,2 34,7
Kab Bekasi 55,7 7,1 7,6 29,6
Kota Sogor 81,8 8,0 2,2 8,0
Kota Sukabumi 78,8 8,3, 9,7 3,2
Kdta 'Bandung 68,9 25,1 4,7 .. --. 1,3
Kota Cirebon 79,8 15,4 2,8 2,1
Kota Bekasi 89;6 9,0 ,8 ,4
Kota Depok 138.,8 7,6 ,2 3,5
Kota Cimahi 74,2 20,3 5,2 ,3
Kota Tasikmalaya 69,4 7,9 15,9 6,9
Kota Banjar 68,4 16,6 7,7 7,2
JAWA BARAT ' 63,2 12,7 8,6 15,4
Fasilitas BAB (buang air besar) di masyarakat Jawa Barat (63.2) sedikit diatas rerata,
nasional (60.6). Sem~ntara sebaran tidak memanfaatkan fasilitas BAB relatif besar (15.4
) mencerminkan bahwa masih terdapat masyarakat yang belum tersentuh oleh teknologi
BAB, sulit mengakses air bersih ataupun tingkat perilaku pola hidup sehat masih rendah.
Hal ini diperkirakan terjadi di kawasan yang memiliki kebun seperti di Kabupaten Bogar,
Suba,ng, Cirebon dan Tasikmalaya ataupun yang berada di kawasan pantai seperti di
Kabupaten Ciamis, Kerawang, indramayu dan Bekasi.
Pemanfaatn BAB yang dimiliki sendiri oleh rumah tangga menggambarkan tingkat status
ekonomi, kesadaran akan kebersihan dan kesehatan yang dimiliki oleh masyarakat
tersebut. Tabel 3.172 memeperlihatn terdapat 13 wilayah yang sebarannya diatas
rerata provinsi dan terendah di Kabupaten Garut (47.5).
Fasilitas BAB umum biasanya· disediakan oleh pemerintah setempat atau secara
swadaya. Fasilitas ini sebaran paling rendah terdapat di Kota Depok. Sedangkan
fasilitas bersama yang biasanya digunakan oleh beberapa rumah tangga, tertinggi berda
di Kota Bandung. Diduga kawasan ini merupakan kawasan padat penduduk dengan
mobilitas yang tinggi.
214
Tabet 3.112
Persentase R!Jmah T.a(1gga me.s;:ICuut-P~ggun@n Fasllitas Buang" Ajr Besar
dan Karakteristik RepR9.Qd~n di Pcovinsi ,Jciwa Ba rat; Risk~sdas 2007
Bila dit?ancijngkan antara Perkotaan dan Pedesaan .(lihat tabel 7 ..14), maka fas!litas
buang air besar milik sendiri dl' Perkotaan (74,0) lebih tinggi dibandingkan di Pedesaan
(51.5). Demikian 'juga d~ngari penggunaan fasilitas ·BAB b0rsama. Sebaliknya untuk
yang tidak memakai fasilitas buang air besar (Z4.9), dan fasilitas umum (11.8), Sebaran
di Pedesaan lebih tinggi dibandinqkan di Perkotaan
Sebaran rumah tangga menurut penggunaan fasitltas buanq ajr·besar dan kuintil dapat
dilihat pad a ,tabel 7 .14~ Dalam ta~I tersebut terlihat bahwa semakin tinggi kuintil, maka
Sebaran je'nis penggunaan fasilitas buang air.• besar kategori sendiri semakin tinggi jOga.
Sebaliknya semakin tinggi kuintil untuk kategori bersama, eumurn dan tidak 'pakai
Sebarannya semakin kecll.Narnun terlihat fasilitas bersama antara kuintil-3 dan·_kuintil-4
tidak jauh berbeda, kemungkinan banyak terjadi pada daerah dimana mobijitas
penduduk tinggi (daerah kontrak/kost). Sebafiknya pada kuintil 5 terdapat perbedaan
yang sanqat mencolok.
Sebaran rumab tangga rnenurut jenis ternpat ~.uang air besar dan Kabupaten/kota di.
Provinsi .Jawa Baral memerlihatakan 75.4 masyarakat jenis' tempat BAB berbentuk
feher angsa. Jenis tempat BAB berbentuk leher anggsa merupakan salah satu bentuk
yang direkomendasikan pemakaiannya oleb ·pemetinfah, khususnya kesehatan. Jenis
lainnya berbentuk pJengsengan .dan cernplunq dalam sebalan kecib Sedangkan yang
tidak memakai sebesar e.o. Bila diliha,t per ~at?upateniKota, -maka' dalarn bentuk leher
angsa sebaran terkecil di' Kabupaten Cianjur sebesar 41,6. Kabupaten ini jenis
pembuangan BAB berupa plen_gsengan, cemplung dan tidak memaki juga relatif diatas
rerata provinsi.
215
label 3.173
Persentase ijumah Tangga.menurut Tempat Buang Ait B~sar
dan ·KaJmpaten/Kota di Pr.ovirisl Jawa f3arat, Riskesdas 2007
Tabel 3.174
Persentase Rumah Tangga menurut Tempat Buang Air Besar
dan Karakteristik Responden 'di Provinsi Jawa Barat, Rlskesdas 2007
216
Tabel ~.174 rnenunjukkan, sebaran-rurnah tangga menurut jenis tempat ouahg air besar
dan klasifi~asi daerah, di Provlnsi Jawa Barat. Dalam tabel tersebut.terllhat l)ahwa jenis
tempat biuang air besar pada umumnya berbentuk leher angsa, penggunaan jenis leher
angsa di perkotaan (84,2) Sebarannya lebih tinggi di~andingkan di pedesaarusa.e).
,, ·•
Sebaran rurnah tangga rnenurut jenis ternpat buang air besardan kuilitil dapat dilihat-
pada tabel 3.175. Dalam tabel tersebut terlihat bahwa, semakln tinggi kuintil (semakin
kaya) sebaran tempat buang air besar dalam bentuk leher angsa juga semakin tinggi.
Sebaliknya, semakin tinggi kuintil sebaran yang dalam bentuk plengsengan,
cemplung/cubluk, dan tidak pakai semakin kecil.
Tabel 3.175
Persentase Rumah Tangga menu rut Tempat Pembuangan Akhir Tinja
dan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Tempat pembuangan akhir tinja di Jawa Barat pada umumnya di tangki/spal sebesar
49,6 sedikit dibawah rerata nasioanal (50,5). Kota Sukabumi merupakan kota yang
217
terendah sebaran penggunaan tangkilspal (23,5), sementara pembuangan tinja yang
digunakan dengan cara pembuanqandtsunqai 33,5 dan lainnya 34,5. •
Tempat pembuangan di kolam/sawah di Jawa barat cukup tfnggi jauh diatas rerata
nasional (4,9). Persentase rumah tangga terendah dimana tempat pembuangan akhir
tinja di sunqablaut terdapat di Kota Depok sebesar 0,6 dan tertinggi di Kota Bandung
51,3.
Tabel 3.176
Persentase Rumah Tangga menurut Tempat Pembuangan Akhir Tinja
dan Karakteristik Responden di Provinsi Jawa .Bar~t, Riskesdas 2007
Berdasarkan tabel tempat pembuangan akhir tinja (tabel 3.176), sebaran rumah tangga
yang membuang di tangki/spal di perkotaan (59,6) lebih tinggi dibandingkan di
pedesaaan (38,7), dan yang dibuang di sungai/laut antara perkotaan dan pedesaan
tidak jauh berbeda yaitu perkotaan sebesar 21,8 dan pedesaan sebesar 21,2 .
Sebaran rumah tangga menurut tempat pembuangan akhir tinja dan kuintil dapat dilihat
pada tabel 3.176 Dalam tabel tersebut terlihat bahwa, semakin tinggi kuintil (semakin
kaya) sebaran tempat pembuangan akhir tinja di tangki/spal juga semakin tinggi.
Sebaliknya, semal<in tinggi kuintil sebaran tempat pembuangan akhir tinja masing-
masing di kolam/sawah, sungai/laut, lobang tanah, dan pantai/tanah semakin menurun
(kecil).
218
Taoet 3\ 111· ,
Sebaran Ru'mah Tangga ~enuhit Jenis Saluran Pembuanqan ~ir-Limbah
dan Kabupate_n/Kdta df'Provinsl Jawa Ba.rat,. Riskesdas 2Q07
Saluran pembuangan air limbah yang dilakukan rumah tangga di Jawa Barat pada
umumnya tertutup yaitu sebesar 52,9, yang terbuka sebesar 37, 1, dan yang tidak
memakai sebesar 10,0 (lihat tabel 3.178). Bila dilihat per Kabupaten/Kota,maka untuk
saluran pembuangan limbah tertutup sebaran terendah di Kabupaten Bekasi sebesar
24,4 dan tertinggi di'"KotaSukabumi sebesar 81,8. Wilayah terbesar yang tidak memiliki
saluran pembuanganlimbah adalah KabupatenTasikmalaya(30,3)
Tabet 3.178
Persentase Rumah Tangga menurut Jen.is $.aluran Pembuangan Air Linibah
dan Karakterlstlk Responden di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
219
Sebaran saluran pembuangan air limbah tertutup di perkotaan (62,7) lebih tinggi
dibandingkan di pedesaan (40,2). Sebaliknya rumah tangga yang tidak mempunyai
saluran ·pembuangan limbah . dan saluran pembuangan air limbah. terbuka sebarannya
lebih tingg( -di' Pedesaan dibandir.JKari di Perkotaan. Selanjutnya emakin tinggi
pengeluar.an per kapita' per- bulan, semakin menurun saluran pembOangan air limbah
terbuka, dan, tidak adanya saluran pembuangan air llrnbah. Sebaliknya, semakin tin9gi
pengeluaran p~r·l<apita, maka saluran pernbuanqan air llmbah.dalarrr keadaantertiitup
juga semakin tinggi.
Tabel 3.179
Persentase Rumah Tangga menurut Akses terhadap Air Bersih dan
Sanitasi berdasarkan Kabupaten/Kota di Provlnsl Jawa Barat,
Riskesdas 2007
,Air Bersih Sanitasi
Kabupaten/Kota Kurang Akses*) Kurang Akses**)
Kab Bogor · 85,4_ 14,6 52,8 47,2
Kab Sukabumi 85,2 14,8 56, 1 43,9
Kab Cianjur 98,9 1, 1 67,8 32,2
Kab Bandung 22,9 77,1 47,2 52,8
Kab Garut 51,9 48,1 62,2 37,8
KabTasikmalaya 48,2 51,8 70,7 29,3
Kab Ciamis 55,2 44,8 52,2 47,8
Kab Kuningan 13,3 86, 7 28,9 ,_-, 71,1
Kab Cirebon 24,4 75,6 56,0 44,0
Kab Majalengka 80,0 20,0 34,7 65,3
Kab Sumedang 28,8 71,2 44,1 55,9
Kab lndramayu 17,2 82,8 45,0 55,0
Kab Subang 14,6 85,4 46,1 53,9
Kab Purwakarta 53, 1 46,9 42,8 57,2
Kab Karawang 30,5 69,5 57,1 42,9
Kab Berkasi 55,2 44,8 48,0 52,0
Kota Bogor 41,2 58,8 20, 1 79,9
KotaSukabumi 22,0 78,0 25,8 74,2
KotaBandung 18,7 81,3 40,6 59,4
Kota Cirebon 37,5 62,5 35,2 64,8
Kota Bekasi M,8 61,2 19,3 80,7
Kota Oepok 99,7 ,3 13,7 86,3
KotaCimahi 26,1 73,9 30,2 69,8
KotaTasikmalaya 18,0 82,0 40,8 59,2
Kota Banjar 10,2 89,8 59,2 40,8
JAWA.BAR.AT 44,2 55,8 45,8 54,2
Catatan :" *) 20 Ltr/Org/hartdari sumbert~rlindungdim jarak 1 km atall waktu tempuh'kurang
dari 30'menit
**) memilikijambanjenis latrin+ tangki septik
Sebaran rumah tangga menurut akses terhadap air bersih dan sanitasi dan
Kabupaten/Kota secara keseluruhan di provinsi Jawa Barat tidak jauh berbeda. Hanya
pada akses terhadap air bersih terdapat perbedaan, di Jawa Barat kataqori akses
diatas rerata nasional sementara katagori kurang akses dibawah rerata nasional'(65,0).
Ditinjau dari data Kabupaten/Kota, maka katagori kurang akses terhadap air bersih
Sebaran tertinggi di Kota Depok (99.7) Sementara wilayah yang tertinggi sebaran
kurang akses terhadap sanitasi adalah Kabupaten Tasikmalaya (70,7).
220
Tabet 3.180
Persentase Rumah.Tangga menurut Akses Terhadap Air Bersih dan Sanitasi
berdaserkan Karakterlstik Responden di Provinsi Jawa Barat,
· Riskesdas 2007
Sebaran rumah tangga menurut akses terhadap air bersih dan sanitasi dan klasifikasi
daerah dapat dilihat pada tabel 7.22. Dalam tabel tersebut terlihat bahwa, Sebaran
akses terhadap air bersih tergolong kurang di perkotaan (39,8) lebih tinggi dibandingkan
dengan pedesaan (49,1)
Sedangkan menurut tingkat kuintil akses terhadap air bersih tergolong kurang, sebaran
antar kuintil tidak jauh berbeda, namun tetap pada kuintil pertama yang rrierupakan
persentase tertinggi (47,6), demikian halnya terjadi pada akses sanitasi kuintil-1 yang
kurang akses sebesar 65,6.
221
3.9.4. Pembuangan Sampah
Data pernbuanqan, sampah meliputi ketersediaan tempat penampuhgah~ pety\buahgan
sampah di dalam dan pi Juar rumah.
Tabel 3.181
Persentase Rqmah Tangga menu rut Jeni& Penampungan Sampah
di Dalam dan di Luar Rumah dan·KabupatenJKota di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2007
Distribusi sebaran rumah tangga menurut jenis penampungan sampah di dalam dan di
luar rumah dan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada tabel 3.180.
Keadaan penampungan sampah di Jawa Barat seperti halnya di tingkat nasional cukup
memprihatinkan, karena pada umumnya baik penampungan didalam maupun di luar
rumah tidak mempunyai penampungan (72,3 dan 61,3). Penampungan umumnya masih
dalam keadaan terbuka, yaitu penampungan di dalam rumah sebesar 19,2 dan di luar
rumah sebesar 30,0 sisanya dalam keadaan tertutup. Bila dilihat per Kabupaten/Kota,
maka sebaran tertinggi di Kabupaten Cianjur sebesar 88,5. Sedangkan penampungan
berada di luar rumah, tertinggi di Kabupaten Tasikmalaya sebesar 83, 1.
222
Tabel 3.18~
Pel'SentaseRumah Tangga menurut Jen1sPenampungan·sampah di'Dalam
dan dl.Luar Rumah Berdasarkan Kai"~k,!eristi~Responden
di Provinsi·Jawa Ba'raf,Risk~s~~s209.7
Apabila dilihat dari klasifikasj wilayah, terlihat a~anya perbedaan yang cukup besar
antara wilayah pedesaan dan perk6taan ,dalam bal penampungan sampan di dalam
rumah. Sebaran tidak ada pensmpunqan.sampah; di perkotaan lebih rendah dibanding
pedesaan '(69,0 dan 76,0). Keadaan ini seseuai dengan persebaran sebaran ditingkat
kuintil, dimana semakin tinggi kuintil semakin rendah sebarannya. Diduga masyarakat
pada kuintil 5 (kaya) banyak terdapat di daerah perkotaan.
Keadaan penampungan sampah di luar rumah, semakin tinggi kuintil maka maka
penampungan sampah di luar rumah baik dalam keadaan tertutup dan terbuka
sebarannya juga semakin tinggi.
3.9.5. Perumahan
Data perumahan yang dikurnpulkan dan rneniadi bagian cfari persyaratan .rumah sehat
adalati jenis lantai' rumah, kepadatan nunian, dan ke,beradaan hewan ternak -dalarn
rumah. Data jeni~ lantai, luas lantai rurnah dan jumlah .anggota rumah tangga diambil
dari Kor Susenas.2007, sedangkan data pemeliharaan ternak diambil dari Riskesdas
2007. Kepadatan hunian diperoleh' dengan cara membagi luas lantai rumah dalam meter
persegi dengan jumlah anggota rumah tangga.
Hasil perhitungan cfikategorikan sesdai kriterla Perrnenkes tentang rurriah sehat, yaitu
memenuhi syarat bila ~8m2/kapita (tidak padat) dan tidak rnemenuhi syarat bila
<8m2/kapita (padat).
223
Tabet 3.183
Persentase ~umah Tangg~ menu rut Jems- Bahan Bakar· Utama Memasak
dan. Kabupatentf<ota d! PrQvinsi:Jawa Barat;,Riskesdas 2007
Kabupaten/Kota . · J.enis.Bahan Bakar Utama -Memasak
Listrlk Gas/ l\/Unyak Arang/ Kayu Lafnnya ·
~Elpiji Tanah Briket . Bakar --
Kab Bogar 2,4 '9,0 5], 1 0.4 30,8 0,3
Kab Sukqbumi 1,2 4,2 ~3,3 0,7 60,2 0,4
Kab Cianjur 2,1 1,4 .29,4 0,3' 66,7 0,1
Kab Bandung 2,2 9,8 66,7 0, 1 20,8 0,4
Kab Garut 2,0 3,4 27 ,4 0,5 66,1 0,6
Kab Tasikmalaya 1,0 2,5 24,4 0,5 71,4 0,1
Kab Ciamis 0,6 5,3 18,2 0,1 75,8 0,0
Kab Kuningan 0,8 6, 1 35, 1 0,2 57,3 0,6
Kab Cirebon 2,7 7,1 61,0 0,1 28,6 0,6
Kab Majalengka 1,1 8,9 44,4 1,4 44, 1 0,2
Kab Sumedang 2,9 8,2 34,4 0,5 53,0 1,0
Kab lndramayu 1,4 7,7 51,1 0,1. 39,1 0,6
Kab Subang 1,9 4,6 _47,6 0,6. 45,0 0,3
Kab Purwakarta 0,5 9,2 37,4 0,5 51,7 0,8
Kab Karawang 4,1 6,7 62,8 0,2 25,7 0,5
Kab Berkasi 1,3 15,3 55,0 0,0 26,7 1,7
Kota Bogar 4,1 28,8 -62,S 0 4, 1 0,4
Kota Sukabumi 0,7 14,7 74,0 0 10,7 0,0
Kota B~mdung 4,2 25,6 67,6 0 ··1,3 1,3
Kota Cirebon 2,0 23,8 68,2 0,0 6,0 0
Kota Bekasi 4,8 36,4 55,3 0,4 2, 7 0,4
Kota Depok 2,6 29,5 65,3 0 2,5 0
Kota Cimahi 1,6 28,8 67,3 0,0 1,6 0,6
Kota Tasikmalaya 1,4 14,9 61,1 0,0 22,2 0,3
Kota Banjar 1,2 9.4 37,6 0 51,8 0
JA'v"./A BARAT 2,2 11,6 48,9 0,3 36,5 0,5
Jenis bahan bakar utama memasak di Jawa Barat pada umumnya memakai minyak
tanah sebesar 48,9, kemudian kayu bakar sebesar 3q,5, urutan ketiga gas elpiji sebesar
11,6 lainnya memakai tistrik, arang dan lain-lain dalam Persentase yang relatif kecil
(lihat tabel 7.25). Pemakaiah · minyak tanah terennah di Kabupaten Clatnis' sebesar 18,2
dan tertinggi di Kota sukaburni sebesar 74,0. Pemakaian kayu bakar sebaran terendah
di Kota Bandung' sebesar 1,3 dan tertinggi di Kabupaten Ciamis sebesar 75,8.
Tabel 3.184
Persentase Rumah Tangga menurut Jenis Bahan Bakar Utama M,emasak
dan Karakteristlk Resp~nd~n di Prpvinsi Jawa Barat.Rlskesdas 2007
224
Pen9g4naan jenis bahan, bakar utame-rrierrrasak, di, perkotaan uhtuk minyak tanah dan
gas eJpiji sebarannya- lel;>ih tinggi di perkotaan dil5~iiqingl<an· c;li pedesaan, Sebaliknya
untuk penggun,aan kayu bakar p~entas~n~~ ·1\9.bih tinggi di pedesaan dibandingk.an di
perkotaan (lihat tabel 3.1 ?4). • ,. ·.~1 ' ·t .,. ~ . •
~ebaran ru~at;i tfinggp,llJ~nyrut j~ni; bahan, bakar-utama .rnemasak 'dan kuintil dapat
dilihat pada tabel 3.1 &,i Dalal]"! 'abet t~tseput t~rljt)at;bahwa semakin tinggi kuintil, maka
pe1Jgg1J..na_a1J.Qas/elpij_idan ~1inyak.tanah sebarannya ssrnakln tinggi,'"S~~qliknyas.eba(~n
penggunaan ·kayat bakar ~ semakin menurun, Untu~ ,pe,nggunaari "Iistrik walauptm
sebaran'}ya:iel~~tt ~ecU, Jetapi ~semakirLtinb'9L..kl.JintilsSebara"'n penggunaan li~tril<joga
sernakin naik. Untuk penggunaan arang/briket sebaranpya relatif kecil dan bervariasi
tetapi nilai sebarannya fidak-jauh berbeda °(0,2-0,5).
Tabel 3.185 ,
Persentase Rumah Tarigga menurut Jenls La. ntal
. Rumah dan Kepadatan
'Hunlan berdasarkan Kabupaten/Kota di•Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2007
Tabel 3.185 menunjukkan persentase rumah tangga menurut jenis lantai rumah dan
kepadatan hunian dan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. Sebagian besar lantai
rumah hunian bukan dari tanah yaitu 93, 7 dengan kepadatan hunian >8 M2/kapita yaitu
sebesar 85, 1. Hampir 80 wilayah di Jawa barat jenis lantainya sudah semen atau bukan
tanah. Wilayah yang masih perlu mendapat perhatian dimana jenis lantai masih banyak
menggunakan tanah adalah Kabupaten Bekasi (26.5,5) dan Kabupaten Karawang
225
(26,3). Untuk kepadatan hunian >8 M2/Jsapit~. sebaran terendah· di Kota Cimahi sebesar
71,? di dan tertinggi di Kabupaten K,uotngan. sebesar.96, 1 .
Tabet;3.186
Persentase Rumah Tangga MenunltJenis Lantai Rumah dan K~padatan
Hunlan Berdasarkan Karakterislik Rssponden di Provlnsl Jaw~.Bara~,
• • ~ ~ RfskesdaS.
~
2007' ·~
Karaktetistil< responden- . · Jenis lanfar Kepa,Patanhunian
1.· ~ «: ... Buklm.tanah 1~nah
a ' .> 8 m,_2/ kapitcr < 8 m2/ k~plta
41
Tem~at tin'ggal · , ' ' 1
•
Perkofaan 95,8 4,2 ~2.2 17,8
Pedesaan 90,6 9,4' 87,1 12,9
Th;igkat pengeluaran perkapita
1
Kuinti[rl 1 • 1 87 ,9 12, 1 69,6 30,4
Ku inti I 2 ,g r.s 8,2 80,3 19,7
Kuintil 3 93,6 6,4 86,7 13,3
Kuintil 4 95,6 · 4,4 92,0 8,0
Kuintil 5 .91,3 2,7 94,6 5,4
Sebaran penggunaan lantai bukan tanah di perkotaan (95,8) lebih tinggi dibandingkan di
pedesaan (90.6), ·dan~sebaltkl:lya sebaran kepadatan hunian di pedesaan ·(87,.1) lebih
tinggi dlbandinqkan di perkotaan (82,2), untuk lebih jelasnya dapat d,ilihat pada tabel
7.28. Semakin finggi kuintil (semakin kaya), maka jenls lantal=bukan dari tanah
sebarannya juga semakin tinggi. Demikian juga untuk kepadatan hunian .:::_8 M2/Kapita
sebarannya juga semakin tinggi (untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.186).
Jenis bahan beracun berbahaya (83) yang paling banyak digunakan oleh rumah tangga
di Jawa barat adalah penghilang noda pakaian sebesar 57,2, kemudian racun serangga
sebesar 49,2, pembersih lantai sebesa_r 40,5 .. spray ran'lbut 18,9, Secara keseluruhan
rerata penqqunaan jenis bahan beracun berbahaya jaul) diatas rerata nasional.
Pemanfaatan jenis 8ahan 8eracun Berbahaya (83) yang dipergunakan oleh masyarakat
di Jawa Barat daiam kehidupan sehari-hari untuk pemanfaatan dalam rumah cukup
besar. Hal ini terjadl terutama ·di kawasan perkotaan sepertl Kota Bogor, Bandung,
Cirebon, 8ekasi Depok, Cimahi dan Tasikryialaya. Sedanqkan wilayah yang memiliki
nilai pernanfaatan '83 dalam rumah yang relatif rendah adalah, Kabupaten Sukabumi,
Cianjur dan Tasikmalaya. 8esarnya pernarifaatan 83 jenis penghilang noda pakaian
dapat menimbulkan pencemaran kualitas air permukaart baik sungai maupun situfdanau
dari parameter deterjen. Sedangkan besarnya pemanfaatan 83 berupa racun serangga
maupun pembersih lantai yang mengandiJQg disinfektan beresiko terhadap bahaya
keracunan
226
Tabel'3.187
Persentase Rumah Tangga rnenurut Jenis Bahan Beracun Berbahaya
di Dalam Rumah dan _Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
. Tabel 3.188
Persentase Rumah Jangga menurut Penggunaan Jenis Bahan Beracun Berbahaya
di Dalam Rumah dan Karakteristik Responden di Provinsi Jawa Barat,
Riskesdas 2007
227
Penggunaan jenis bahan beracun berbahaya bila dibandingkan antara perkotaan dan
pedesaan, maka pengguna9n penghilang noda pakaian sebarannya di perkotaan (61, 1)
lebih tinggi dibandingkan di pedesaan (50,5), dan p~r;iggunaan racun serangga di
perl<ota.:n (51,2) juga lebih tinggi dibandingkan di pedesaan (42,5). Demikian juga untuk
penggunaan pengharum, spray rambut, pembersih lantai dan pengkilap kayu/kaca
Sebaran penggunaan 'di perkotaanl
lebih tinggrdibandingkan di pedesaan .
Sema~!n tinggi kuintil (semakin k.aya), maka jenis bahan beracun berbahaya yang
digunakan didalam rumah ..seperti , pe~gl)afum, spray rambut, pembersih lantat,
penghilang noda pakaiah~ dan pengkilap kayu/kaca sebaran juga semakin iinggi. Untuk
racun serangga pada kuintil 1 cukup tinggi dibandingkan 'kuintil 2, hal ini diduga ada
kaitaniiya dengan penggunaan racun berbahaya urituk kegiatan pertanian dan
perikanan, dimana kuintil 1 banyak tinggal di oedesan. Sedangkan· penggunaan pada
kuintil 2-5 semakin tinggi sebarar'mya, diduga penggunaan racun serangga di tinggkat ini
semakin luas pada berbagai kebutuhan rumah tangga maupun usaha.
Rumah tangga di Provinsi Jawa Barat sebagian. besar tidak memelihara temak dengan
sebaran antara 69,8 - 98,6. Kalaupun memelihara biasanya ternak unggas dipelihara di
luar .rumah sebesar 25,8. Bila dilihat per Kabupaten/Kota, maka temak unggas di luar
rumah sebaran terendah di Kabupaten Garut (7 ,2 ) dan tertinggi di Kabupaten Cianiis
(55,3 }.
Pola pemeliharan baik ternak unggas, sedang dan besar maupun anjing, kucing atau
kelinci di Provinsi Jawa Barat dapat dikatakan memperlihatkan · pola hidup yang sehat.
Mereka yang memelihara binatang cenderung rnemelihara di IU§!.(, rumah. Terdapat
penget:ualian untuk Kabupaten Garut, hal ini dapat diartikan bahwa sosialisasi pola
hidup· sehat belum .berhasil atau .kondisi keamanan belum memadai untuk pemeliharaan
ternak. Sementara itu sebagian besar masyarakat kabupaten/kota Jawa Barat yang
tidak memelihara hewan (di atas 90 kecuali unggas sebesar 69,8
228
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~m~~w~~~~m~~mN~m~~m~~w~o
-I
., .,
Cl)
:J
c: r
~~~~N~~~mN~~~~~~~~~~~~~~~~ iii
I).)
~w~~~oo~mw~a~mNooNooNmwmNoNwm 3
~., "c::J
(Q
(Q
I).)
Cl) -I I/I
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~j
~Nm~~ooomw~owm~mmmmmw~~N~m~ =o:
.,
~I).)
I).)
~WWWW©©W©©©©©~©~©W~©~~©~~©
N~~mmm~m~~~~o~~~om~o~mw~wo
~NmoN~~mm~~~oomo~moomomwmmm~
.
c: r
::.: -I
"C1) Cl)
.. :J
tr C)
..
3 Iii C) "
I).) .,
:r E. tr
"C1)
c: I/I
Q. C)
C) .,
e:
.. 0
Nm~Nw~oNNNNN~~wN~~o~~m~~~~ §DI e!. )>
~ooom~~~~~N~Nm~N~~~mmNmN~ww DI
.....:J:;·
:r 3
Nw~w~N~NwN~~~mNwo~omN~N~w~
.
c r-
co
~
u. m:.... Noo~w~ ~ mwwoo~:.... m_oo:.... oo~ moom ~ -~ N 3C) Iii.. c:
(')
:;·
:r
co
-
~
:J
£:?.
,..... (") r-, (X),.....
..f ..j ..j ..f ..j
0) 0) 0) 0) 0)
N CD io l.O t--
NN,NNN
e.c
"' C\1
-E
0"' :::::J
...
t.t) <O
qj,...:
0) 0)
... .c t.t)
ci'N"
.....
"' E"'
:;,
...J
...
:::::J
e.c 0
ci' ci'
(")
-E
C'CI "'
0"' ...
:::::J
NO)t--l.Olt) "_-...
o:i a; N" ..f <O
COCX'.)0>0>0>
C>
M
N
....._ N_
E .c 0 ...-
al al
-E
al :::::J
0 ...
CD CO (0 '<I" co l.C),.....
.,..: ,...:
co l.C)
..j r-: ...: o:i
<O
<O<O<Ot--t--
"'
al
C)
C)
e ... .c "<l"MO"<tt--
qj o:i o:i ..f o:i
::::> al C\1 N N N N ...-
~ :J E
al
...
c:
_J :J
...
Cl)
I-
.x
·-
t) (1) c:
·-a.. "O
c:
.So
~ c.
cu "'
...(1)
~ ...
Perneliharaan ternak baik di didalam dan di'luar rumah sebaran di pedesaan lebih tinggi
dibandingkan di perkotaan. Sebaliknya rumah tangga yang tidak memelihara ternak,
sebaran di perkotaan (81,6 - 99,5) lebih tinggi dibandingkan di pedesaan (57,8 - 97,6 ).
Ditinjau dari kelornpok: tinggi kuintil, maka semakiri tinggi kuintil pemeliharaan ternak
unggas dan ternak sedang baik di dalam rumah dan di luar rumah sebarannya semakin
rendah. Untuk pemeliharaan ternak besar balk di dalam rumah (0,1-0;3) dan di luar
rumah 0,8-1,9) sebarannya relatif 'kecil. Pemellharaan binatang jinak
(anjing/kucing/kelinci) baik di dalam rumah dan di luar rumah hampir tidak membedakan
antar kuintil, sebarannya relatif.kecil. lmplikasi dari keadaan ini te11turfya adalah penyakit
bersumber binatang jinak·akan beresiko pada setiap kelompok masyarakat,
Berbagai sumber pencemar di Provinsi Jawa Barat jaraknya,>200 meter, sebarannya
berkisar 65,8 - 96,7 . Sementara yang beresiko terhadap gangguan sumber
pencemaran , berjarak < 10 berkisar antara 0,5 - 5,0. Secara umum jarak rumah
denqan sumber pencemar ditingkat kabupaten/kota Provinsi Jawa Barat relatif baik.
Sumber pencemar ferbesar diperoleh dari lokast rumah berada ·did~kat jalan raya.
Olehkarena pola kehidupan masyarakat yang cenderung mendekati dengan akses
transportasi. Namun, disisi lain kondisi demikian saat ini dirasakan cukup berpengaruh
terhadap tingginya tingkat penyakit ISPA yang terjadi.
Perlu dicermati dari tabel diatas adalah jarak tern pat pembuangan sampah antara 10 m
- 100 m di kabupaten Bandung, Cirebon dan Majalengka, Kota Bogor,Sukabumi,
Bandung, Bekasi, Depok dan Cimahi. Hal ini berkaitan dengan penduduk yang tinggal di
wilayah tersebut berkisar antara 50 - 1 O . Perlu adanya manajemen distribusi tempat
pembuangan sampah yang baik sehingga lokasi itu tidak menjadi tempat pemcemar
bagi masyarakat yang tinggal di lokasi tersebut
231
0 ~v•oo•••N~oo-•oo~mNoo..-M•~~oo..-~~
0
N ~~~ro~m~©ri~riN~©~cimcim~m~ci~N=
mmrorommoomoooommmrooomoooo~moooo~mrom
I\
.:ie.
·;:: .....
.0 (I)
ca ...
Q. (I)
1: E
,,~E
~--,,
.E
0
.....
v
,._· ....
0 ~vmoNmvm~oomoomroNmmromm~~om~=
0
N ID~Nri~m~~~~IDID~~riri©~~ci~m~NID~
oommrommmm~~mmmromoo~M~mrow~mm=
I\
0
.....
v
E 0 ooMmoovmooMmvmNNm..-~om..-oo~~mMM~
0
~ N NNriro~mro~NciNri~~©m©~~ri~~ID~~~
~moo~moo~~moooomoo©~~~NM©©vM~©~
I\
'a
ca
ca
...... 'o
(I) ..... 0
........
(I) Cl)
~N
.ll:: ......
- (I)
-....
11:?
ca
>.
ca
E 00.....
0
I
.....
~~~~~oo~~~~~~v~~~~~~~~~~~~~
~~OOM -~~...-NOO
...... N..-MN©N..-N..-..-N~
-mvNOO©©..-oom~..-0..-
............ NNvvN..-MMMNN
c:
ca 0
..... m..-roN~OO~mMMOOOOvm~N~v"<l"O~O'l"<!"OOO
(ij v ~IDN~~ci~~ri~~~Nrori~©~ri©~ro~~~~
""')
........
oo Ci iil
0 I -'<
3 !l)
...., ..... 3~
<D -
00 .... ';II:'
0 .....
I .., ..,
<D <D
- (!)
v S"
<.nen en o:I -.i N II>
co.:>.encoo
mo:.....mo 0
0 ---· "S:!.
I\
..... N .....
(oO, 0 t/l ...i
!l) <D
33
..... _.
(0(0(000
.........
oo
"O "O
!l) II>
::J' ....
mm·-.iw'N C) I
_-o
Q. <D
N _.. -3
oO 3 O"
0 .....
I 3fii
<D :l
-co
CX> CX> CX> CX> CX>
v ~
-:;J
II>
N
<.n <.n en <.n <.n 0
o,(o:.....0,0> 0
0 _. ....0A
mo
..........
Oo
0 I
....,
00
....
w'w.w w l\l 0 ....
w:.....N°.:>. en I
0 0 O•b 0 ....
A
234
BAB:4. RINGKASAN TE;MYAN
. ~ ' ..)
4.1:. Gi~i.~ t
• t
lndikator BB/U memberlkan gambaran tentang status gizi yang sifatnya· umum, tldak'
spesifik. Tinggi rendahnya prevalensi giztburuk':ctan·gizi kurang mengihdikasikan ada'
tidaknya masalah gizi pada·baJita,·tetapi tidak rnemberlkan lndlkasi apakah rnasalah gizi·
tersebut bersifat kronis atau akut, Secara umum di tingkat provlnsl, prevalensl gizJ bu,rul(
dan kurang pada anak balita sebesar 15%, dimana pencapaian tersebut lebih baik dart
target nasional perbaikan gizi tahun 2015 (2q0/o) dan MDGs• 2015: (1~%). ~riya 1'.
kabupaten yaitu. Ka bu paten Cirebon yang belum mencapai .target nasional .. qan 4
kabupaten/kota belurn. mencapai targef MDG 201:5 -yaitu Katiupaten Cjrebon, ,
Kabupaten Majalen,gka1 Kabupaten lndramayu dan Kota C,irebon. Prevalensi 6alit~ gizi
lebih sebesar '3,5~o·, bampir 'sarna dewf~n prevalensl gizb buruk {3,7%). Tiga
kabupaten/kota perlu diwaspadai -karena rnempunyal prevalensl ,gizi febih mendekati
10%, yaitu Kabupaten Karawanq, Kotc;i Bekasi, dan Kota Depok. lndikator TB/U
rnenqqarnbarkan status gizi yang sifaJnya krotils, artfriya muricul sebagai akibat dari
keadaan. yang berlangsung 'lama seperti kemi~~inan, perilaku· pola asuh yang tidak
tepat., sering menderita penyakit secara oerulan,g karena higiel}e dan sanitasl xang
kurang baik. Masalah pendek pada balita di Jawa Barat diternukan pada 1 darl 3 anak·
(35,4%). !3ah.kan. masalah.pernjek:c;m9~uka!f1?ada hampiF separuh ~alita di 5 kabvpat~n
(Cianju,r, .Bandunq, Garut, Majalengka dan Subang) .dan 1 kota (Taslkmalaya).
Penlnqkatan; masalati .pendek terlilia~ .setelah, rnencapai umur 11 bulaa, lebih tinggi di
pedesaan 'dibandlnqkan perkotaan. Tingginya -prevalenst balita pendek menunjukkan
bahwa masalah ini serius dan perlu mendapat perhatian khususuntuk rnenqataslnya.
lndikator BBfT~ menggambar~ao status gi~i yang sifatny~ akut sebaqai akibat dari
keadaan _yang .berlangsung dalam waktu ya,ng · pendek. f\?asalah kekurusan secara
umum yaitu 9%, berada di.bawah-batas kondisi:yang dianggap serius (10%), akan.tetapi
ada 7 kabupaten/kota yang berapp pada keadaan ~~riu~.-yaitl,\ :. Kabupaten Garut,
Kabupaten Cirebon. Kabupafen Sub?ng, Kabupaten Kg(awang, Kota Bandung, Kota
Cirebon ds;ip f<ota Qepok .• guki.i(? menarik bahwa besaran rnasalah kekurusan dan ,
keqernukan pada anak balita hampir sama yaitu ~.0% dao0916%, Fakta ini rnenuruukkan
bahwa masalah gizi ganda baiil<an sudah ditemukan s~ja~ usia balita dan masalab
keqernukan perlu mendapat perhatian disamping masalah, kekurusan yang sudah,
mendapat perhatlan. Sebanyak 12· k,abupqten/kota yaitu 'Kab Sukabur,ni, Kab.:Cainjur,
Kab.Bandi.mg, Kaf5.Gafut, Kab.Tasikmalaya, Kab.Clamis, Kab.Cirebon, Kab.Majalengka,
Kab.Subanq, Kab.~prawarig, Kota Bqndung, Kota Cirebon, Kota Tasikrnalaya yang
rnasalah gizi kronisnya lebih ~~cil dart angka nasional dan masalah gizi akutnya belum
mencapai Rondisi serius. Qua kabupaten yaitu Kabupaten Garut dan ~a~ypaten Subc;ing
menghadapi permasalahan gizi .akut dan kronis. Sama hal(lya dengan ,balita, masalah
kegemuka'n pada usia sekolah juga perlu rnendapat perhatian ~erius dirnana beberapa
daerah denqan prevalensi >10°/,o ya)tu untuk ariqk, lf\ki-faki di Kota Boqot p5:3o;;), Depok
(14,5%), Bekasi (11,9%), Bandung (11,4%) sei:fa11Q,kan untuk anak p~r~rripuan di Kota
Depok (13,1%).. Derqikian pbla pada dewasa, rnasalah ke~emukan ditemukan pada satu
dari limi:f oranq de,wasa (22%)~ lebih ting~i daripad~ang~a •. nasional (19,1%). ~ecara
umum, persentase obesjtas urnurn provinsi Jawa ]arat pada, laki-laki (14,3%) lebih
rendal} dibanding~an pererrij)'ua9 (29.0). Preyalensi obesit~s· sentraLdi provinsi seb~sar
20,3%. Bila dilihat per-t<af';>upaten/Kqta, maka. J;)re'lflensi tertinggi ?i Kota Bekas.i
sebesar 47,1 % dan terendah ·qi Kabu paten Cianjur yaitu 12,3%, Prevalensi resiko KEK
tertin'ggi di Provinsi Jawa Barat ditemukan di Kabupa'ten Cirebon (20,7%) dan
selanjutnya di Ka bu paten s'ukabumi. (1i,1 °(o). Prevalensi ter~ndah Ididapatkan di Kota
Depok yaitu 8,1°(.o. 8ata-rata konsumsi energi.maupun protein masyarakat Jawa Bar_pt
lebih rehdah dari' r9ta-rata 'konsumsi qasiOnal (1735, 1 k'kal dan dan 55,5 gram protein)
yaitu 1636,7 kkal un'tuk energi pan 53,8 gra,m ·~ntuk protein. Preval~nsi RT dengan
konsumsi energi dan protein dibawah rerata nas:Jnal niasing-masing sebesar 63, 1 %
235
dan 61, 1 %. Persentase tertinggi untuk rerata konsumsi energi adalah di Kota Bekasi,
(78,5%) sedangkan untuk protein· di Kabupaten Majalengka (74,5%). Seb~liknya
prevalensi terendah untuk energi dan protein adalah di Kabupaten Kuningan (42,5% da~
42,8%). Baru sebanyak 58,6% rumah ·tangga mempunyai garam cukup i6dium,
pencapaian nu masih 1 -jauh dari ~1arget nasional 2010 rnaupurr target
ICGlQD/UNICEFMfHG l;Jniversal Salt lodization (USI) atau "garam beriodiufn untuk
sernua" yaitu minimal 90Jumah-tangga m~ngg.unakan garam cukup.iodlurn ..
1>
4.2. Kesehatan ibu ·da·n anak.
Secara' umum cakupan imunisasi dl )ingkat provinsl untuk BCG dan Campak pada anak
'urnur 12-23 'Stfdah rnencapal >8Q%, akah' tetapr untuk DPT, POLIO dan "'l;iB belum
rnencapai target n~slonal.''Cakupan tmunlsasl anak di perkotaan lebih tinggi dari pada di
1
•r-· ) ' ,,. ~ li I • •
pedesaan Sebanyak 25 . ~~bupaten/kot~ yang berada d1 wllayah Jawa Barat, 21
ka~upaten/ko,ta telalf'n'le~capa't cal<upah'~manisasi i3c~· sesuai target 'nasional, t<ecuali
f<abupaten Claniur (63,6%), Kabupaten'Garut (74,8%),'Kabupaten Purwakarta (71,0%),
dan'Kabupaten Karawang (7_9,'4%}. Ada'sekltar 2~:8% anak umur 6-59 bulariyarig tfdak
pernah ditimbang dari yan_g ditimba'rm 1<3 kclli sebesar 22,7%. Hampir separuh' balita
ditimbang ?.11{ali·d_ala!TI l?-bulah J~raklifr, pers~nta_si tettinggi, di'~abupaten Kunin~an
sebesar ' 74;8% ·dan 'tefehdaYt di Kabupaten Ciarijur sebesar 28,2%. Persentase
penimbar'lgan'1-3 ka,li di desa '(24,6%)·1~bih tinggi diband,ingkan denqan di kota (21 ,2%):
sebahknya an~uk penimbanqan _::: 4 'katl persentasa di kota (4~,3%) lebih tinggi
dibandinqkan dengan di desa (45,4%). Persentase tempatpenimbangan ke Posyandu di
Desa (92,1%) lebih tinggi'diban,d.fr1gk'an_di'Kota,(84,3%}.'Hanya sepertigci'anak balita tti
Jawa Barat (35,0%) memiliki KMS, lebih 1;.tinggi dari rata-rata nasional (23,3%).
Kepemilikan buku KIA lebih renda'h~claflpada kepemilikan Ktyls (5,7%}, dan leblh rendah
dibandlngkan rata-rata nasional (13%). Cakupan pemberian kapsul vitamin A dalam 6
bulan terakhir telah mencapai '7.5,6%. Hanya sebagiali bayi yang rnempunyal catatan
berat berat badan lahir, Pada Urr\umnya berat badan lahir berdt:isarkan catatan yang ada
(buku KIA, KrV1S,, ataupun catatan kelahiran) ternyata berat badan Jahir antara 2500-
3999 gram, yakni seb1esar 77,3%, kemudian .::: 400.0 gratn sebesar 11,4%, dan < 2500
gram sebesar 11,2%. Bila dilihat' per-Kabupaten/Kota uhtuk kategori 2500-3999 gram,
persentase (ertinggi di Kabupaten Garut sebesar 100,0o/o dan terendah di Kabupaten
Cianjur sebesar 56,5°/o. Uiituk,kategori ~ 40do gram, persentase tertinQgi di Kabupaten
Tasikmalaya sebesar 33,3% dan terendah di Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis dan
Kota Cimah1 masing-masing sebesar 0%. Untuk kategori < 2500 gram, persentase
tertinggi di Kabupaten Cianiur sebesar 23,9% dan terendah di: Kabupaten Garut dan
Kota Bekasi masing-masing sebesar 0%. Gambaran persentase berat badan lahir dari
jenis kelarnin maka, untuk kategori 2500:3999 gram dan _:::' 4000 gram persentase pada
laki-laki (masinq-masinq 78,3% dan 12,9%) lebih tinggi dibandingkan perempuan
(masing-masing 7~'.3% dan 9,9%(Se$aliknya,.untuk kategori < 2500 gram persentase
pada perempuan (13,8%)' leb'iH tinggi" dlbandinqkan pada laki-laki (8,8,%). Berdasarkan
catatan yarig ada 'tersebut, prevalensi 88!'..R di Jawa Baral 11,2%. hampirsarna dengan
angka nasional (1 f,5%). Cakupan perneriksaan .kehamflan df Jawa Barat sebesar'
95,0% .. Bila diljhat per-Kabup~ten~)'.)ta maka, persentase terli~9gi lrntuk yang periksa
hamil di Kabupaten Kuningan, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Subang, Kota
Cireb6n, Kota Cirhahi Clan Kota Banjar rnaslnq-rnaslnq 1 OQ,0%" dan terendah' di
Kabupaten Garut sebesar 75,0%. Perneriksaan yang paling sering dilakukan pada ibu
ham!il' adalah pemeriksaan tekanan darah (97,'5%) dan penimbangan berat badan
(97,2%), sedanqkan jenis perneriksaan keharnllanyanq jarang dilakukan pada ibu hamil
adalah pemeriksaan hemoglobin' (35,0%) dan per'neriksaan urine (41,5%). Untuk
pemeriksaan hemoglobin, persentase di Kota .(40,4%) lebih tinggi dibandingkan di Desa
(27,6%). Darr untuk: pemeriksaan urine, persentase di Kota (46.~%) lebih tmggi
dibandingka di Desa. Pemeriksaan ne'onatus._OJ hari .(59,7%) dan neonatus 8-28 hari
236
(40,1.%)' rebih tinggi daripada rata-rata hasional (57,6% dan 33,5%). Pemeriksaan
neor.atus umur 0-7 hari terendah di Kabupaten Garut (25,0%) dan untuk neonatus umur
8-28 hari. terendah di Kabupaten Cianjur (22,2%).
237
rhinitis 3,6 (kisaran 0,2 - 7,8), tertinggi di Kota Cimahi, diikuti kota Depok dan kota
Bekasi.
Hemofili seperti buta warna mempunyai prevalensi-yang sama yaitu 0,6-(kisaran 0,1·-
2,0), tertinggi di kabupaten Cirebon diikuti kata Sukabumi dan Kab. Karawang, tidak
terdapat di Kab. Subang. Pe!'lu dilakukan penelitian lebih lanjut kenapa angka
prevalensi buta warna dan hemofili hampir bersamaan antara kabupaten/kota yang ada
di prcvinsl Jawa Barat.Persentase low vision di tingkat provinsi 4,4, katarak pada
penduduk usia _30. tahun keatas berdasarkan cttagnosis nakes dalam 12 bulam terakhir
wawancara 1,66. Rendahnya persentase diagnosis katarak oleh nakes mungkin
berhubungan d~ngan masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan.
kesehatan matanya, mesklpun mereka telah mengalami gejala gangguan penglihatan.
Selanjutnya seperernpat penqudu~ Jawa Barat mengalami masalah gigi mulut (gimul)
dan hanya ,sepertiganya menerima per.awatan dari tenaga medis. Hal ini juga
menunjukkan · masih rendahnya kesadaran untuk memeriksakan, gigi ke tenaga
kesehatan. Walaupun sebagian besar penduduk Jawa· Barat (95,8) sudah menggdsok
gigi tiap hari, tetapi masih sedlklt (8,2) yang berperilaku benar dalam menyikat gigi yaitu
menyikat gigi sesudah makan pagi dan sebelum tidur malam.
Persentase low vision <;Ii Jawa Barat berkisar antara 7,18 (l<ota pepok) sampai 8,76
(Kab. Kuningan), sedangkan persentase kebutaan berkisar 0,1t> (Kab. Subang} sampai
1,45 (Kab. Kuningan dan Kota Fasismalaya). Menurut karakteristik umur, persentase
low vision inakin meningkat sesuai pertarnbahan usia dan meningkat tajam pada kisaran
usia 45 lahun keatas, sedanqkari persentase kebutaan .meningkat tajam pada golongan
usia 55 tahun keatas.Persentase low'vision dan kebutaan pada perempuan cenderung
lebih tinggi dibandibg laki-laki
4.5. Perilaku.
Penduduk Jawa Barat berusia diatas 10 tahun yang mempunyai kebiasaan merokok,
sebagian besar merokok setiap hari pertama kali pada usia 15 -19 tahun. Namun yang
perlu menjadi perhatian adanya anak usia dini (10-14 tahun) yang sudah mulai
merokok. lronisnya pada responden dengan usia dini (remaja'dinl) telah mulai merokok
pertama kali setiap hari pada usia 10 hingga 14 tahun artinya sebagian besar perokok
remaja dini tersebut mengenal rokok dan langsung merokok setiap hari, kondisi ini
sangat memprihatinkan sehingga sangat diperlukan adanya penyuluhan bahaya
merokok sedini mungkin sejak mereka dibangku SD. Persentase perokok di Jawa Barat
(26,7) lebih tinggi dibandingkan dengan persentase perokok secara nasional (23,7).
Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Ciamis merupakan kabupaten/kota dengan
persentase perokok tertinggi di Jawa Barat. Sepertiga (32,6) penduduk umur 2:10 tahun
termasuk perokok saat ini, dan menghisap rerata 8 batang per hart, Prevalensi perokok
tertinggi adalah di ~abupaten Cianjur (39,2). Umumnya (·81,5) perokok biasa merokok
di dalam rumah. Berdasarkan umur responden proporsi penduduk yang mengkonsumsi
minuman beralkohol sebagian bersar berusia 15 hinga 24 tahun (5,0), dan 2,7
diantaranya rnasih mengkonsumsi minuman hingga 1 bulan terakhir. Perilaku yang
cukup menarik dalam riskesdas di Jawa Barat, bahwa hampir semua (97) penduduk 10
tahun keatas kurang rnakan buah dan sayur dan terdapat merata di semua daerah. Satu
dari tiga (29, 7) penduduk ~10 tahun di Jawa Barat tidak aktif melakukan kegiatan fisik,
Kota Cirebon dengan prevalensi kurang aktifitas fisik tertinggi yaitu separuh (50, 1) dan
Kabupaten Kuninqan dengan kurang aktifitas fisik tertinggi (15,7). Sebanyak 71,6
penduduk umur ~1 O tahun di Jawa Barat pernah mendengar tentang flu .burung, yang
berpengetahuan benar tentang flu burung 54,9 bersikap benar tentang flµ b!Jrung
proporsi 60, 1. Proporsi penduduk ~ 1 O tahun ·di Jawa Ba rat yang pernah mendengar
tentang HIV/AIDS sebesar 45, 1, berpengetahuan benar tentang penularan HIV/AIDS
238
sebesar ..34,9, dan befpenqetabuan .oenar'tentanq psnceqahan fllV/AIDS'sebesar 21,6.
DiProvinsl Jawa Baratpencapalan keluarga berpernaku-hldup bersih dan sehat masih
rendah. (38,4) .yang seharushya .bisa rnencapai 65 (targetf2010). Narrion bila dilibat
pencapaian per-kabupaten nampak ,ell 'Kabupaten Sumedang sudah ·dapat mencapai
target. nasional tersebut. S'ecara· umum, peneapalart 1<eluatga "bersih dan sehat pada
kelua'i:ga yang tinggal di perkotaan lebih baik ( 45:1) dioandingkan :ciengan di pedesaan
(31, 1). Sebagian besar penduduk Jawa Barat berperilaku -benar dalam hal'Buang Air
Besar (BAB) yaitu sebesar 77,5 dan yang berperilaku benar cuci tangan dengan saoun
sebesar 40,7.
Riskesdas mengumpulkan data tentang makanan berlsiko yang .dikonsumsi oleh
penduduk Jawa'Barat usia ~10 tahun. Enam,dari ~epulun penduduk'(5S,8%) usia.>1.0
tahun sering menqonsumsl rnakanan manis, tertinggi ditemukan di.Kabupaten Kuningan
(81.,8%). dan terendah di Ko'ta. Banjar, (28,6%). S~dar;tgkan prevalensi sering
mengonsumsi makanan asih secara keseluruhan di ~ro.vinsi Jswa .Barat ditemukan
pada separuh .penduduk (54,9~/Q): tertinggj di K,abupaten.. Kun,ingan (94, 1 %) dan
terendah di Kota Banjar"(24,2~o). Secara umum ferdapat 2'dari 10 (23,6%) penduduk di
Jawa Barat sering mengorisumsi makanan berlemak, tertinggi qi Kabupaten $ubang
(91,8%) dan terendah di Kata Banjar (3,5%). Penduduk Jawa Barat jarang
mengkonsumsi jeroan dan makanan dipanggang. Satu dari 10 ·(11,6%) penduduk-di
Jawa Barat sering mengkonsumsi rnakanan diawetkan, terbanyak di Subang (67,4%).
Minuman bei"kafein sering dikonsumsi aleh 3 dari 10 (29,5%) penduduk Jawa Barat,
tertinggi di Karawang (44,5%) dan terendah di Kabupaten Cirebon (18,1%). Penyedap
sering dikonsumsi oleh 9 dari 10 (89,3%) penduduk secara keseluruhan, tertinggi di
Subang (98%) dan terendah Kata Bekasi (82,2%).
239
maupun meteran masih rendah yaitu 9,7 dan 3,0, tertinggi di Kata Cirebon disusul Kata
Bogar. Penggunaan air kemasan sebanyak 7,p, tertinggi di Kata darr Kab.upaten Bekasi
serta Kota Cimahi. Secara urnum 44,2 penduduk Jawa Barat kurang akses terhadap air
bersih dan 45 ,8 .kurang akses- terhadap sanitask -Sebagian besar rumah tangga di Jawa
Barat mempunyai akses terhadap air ·bersih cukup balk, 29,3 ,rumah tangga
menggunakan air bersih .dlatas 100 liter orang/hari, Kabupaten Subang merupakan
kabupaten/kota dengan praporsi konsemsl air bersih >100 liter per-oranqrhari: yang
pali11g tinggi. (77,5). Naroun rnasih ada keluarga di Jawa Barat·yang menqkonsumsl air
bersih < 5 liter per-orang/hart yaitu: Kata Depok (8,4%) dan Kabupaten Ciamls (8,2%).
Sebaran rumah tangga menurut akses terhadap air bersih dan sanitasi dan
Kapupaten/Kota secara keseluruhan 'di provinsi Jawa Barat tidak jauli berbeda. Hanya
pada akses ternadap ait ·bersili terdapat perbedaan, ·di Jawa Barat ·katagori akses
diatas rerafa naslonal serhentara kataqori ku'rang akses dibawah rerata nasional (65,0).
Ditinja'u dari data .Kapupaten/Ko1a, maka katagarl kurang akses' terhadap air bersih
Sebaran tertinggi di Kata Depok (99.7)- Sementara wilayah yang fertinggl sebaran
kurang akses _terhadap sanitasi adalah Kabupaten Tasikmalaya (70,7). Sebaran akses
terhadap 'air bersih tergolcing kurang di pe'rkotaan (39,8) lebih tinggi dibandiQgkan
dengan pedesaan (49:1) ·
240
DAFTAR PUSTAkA
1. ------------- Faktor Resiko Terjadinya Hipertensi. http://www.klinik
pria.com/datatopik /hipertensi.htm. 2005.
2. ---------- Hipertensi. http://www.mecticastore.com/penyakit/hiperten.htm.
9/20/2002
3. Abas B. Jahari, Sandjaja, Herman Sudiman, Soekirman, ldrus Jus'at, Fasli Jalal, Dini
Latief, Atmarita. Status gizi balita di tndonesla sebelum dan selama krisis (Analisis
data antropometri Susenas 1989 - 1999). ·Prosiding Widyakarya Nasional Pangan
dan ~izi VII. Jakarta 29 Februari - 2 Maret 2900 ..
4. AMA (American Medical Association), 2001, Depression Linked With Increased ~isk
of Heart Failure . ~l'T)ong Elderly With Hypertensiqn,
http://www.medem.com/MedLB/article_lD=ZZZUKQQ9EPC&sub_cat=73 8/24/2002.
5. Sadan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI.
Laporan SKRT' 2001: Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular, Studi Morbiditas dan
Oisabilitas. Tahun 2002.
6. Sadan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI.
Laporan SKRT 2001: Studi Morbiditas·dan Disabilitas. Tahun 2002.
7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI.
Laporan SKRT 2001: StudiKesehatan /bu tien Anak.
8. Sadan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI.
Laporan SKRT 2001: Studt Tindak Lanjut /bu Hamil.
9. Sadan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI.
Laporan Data Susenas 2001: Status Keseheten Pe/ayanan Kesehatan, Perilaku
Hidup Sehat dan Kesehatan Lingkungan. Tahun 2002
10. Sadan Pusat Statistik, Sadan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, Departemen
Kesehatan. Survei Oemografi dan Kesehatan 2002-2003. ORC Macro 2002-2003.
11. Balitbangkes. Depkes RI. Operational Study an Integrated Community-Based
Intervention Program on Common Risk Factors of Major Non-communicable
Diseases in Depok Indonesia, 2006.
12. Basuki, B & S.etianto, B. Age, Body Posture, Daily Working Load, Past
Antihypertensive drugs and Risk of Hypertension: A Rural Indonesia Study. 2000.
13. Bedirhan Ustun. The International Classification Of Functioning, Disability And
Health - A Common Framework For Describing Health States. p.344-348, 2000
14. Bonita R et al. Surveillance of risk factors for non-communicable diseases: The WHO
STEP wise approach. Summary.Geneva World Health-Organization, 2001
15. Bonita R, de Courten M, Dwyer T et al, 2001, The WHO Stepwise Approach to
Surveillance (STEPS) of NCO Risk Faktors, Geneva: World Health Organization
16. Bonita, R., de Courten, M., Dwyer, T., Jamrozik, K., Winkelmann, R Surveillance
Noncommunicable Diseases and Mental Health. The WHO STEPwise Approach to
Surveillance (STEPS) of NCO Risk Factors. Geneva: World Health Organization,
2002.
17. Brotoprawiro, S dkk. Prevalensi Hipertensi pada Karyawan Salah Satu BUMN yang
menjalani pemeriksaan kesehatan, 1999. Kelompok Kerja Serebro Vaskular FK
UNPAD/RSHS". Disampaikan pada seminar hipertensi PERKI, 2002.
241
18. CDC Growth Charts for the United State : Methods and Development. Vital and
Health Statistics. Department of Health, and Human Services. Series 11, Number
246, May 2002
19. CDC. State - Specific Trend in Self-Report3d Blood Pressure Screening and High
Blood Pressure -United States, 1~91 -1999. 2002. MMWR, 51 (21): 456.
20. CDC. State-Specific Mortality from Stroke and Distribution of Place of Death United
States, 2002. MMWR, 51 (20), : 429 .
21. Darmojo, 8. Mengamati Penelitian Epidemiologi Hipertensi di Indonesia.
Disampaikan pada seminar hypertensi PERKI , 2000.
22. Departemen Kesehatan R.I, 1999, Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju
Indonesia Sehat 2010, Jakarta: Depkes RI
23. Departemen Kesehatan RI, 2003, Pemantauan Pertumbuhan Balita, Direktorat
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat DirektcratGlzi Masyarakat, Depkes RI
24. Departemen Kesehatan RI. 2003. lndikator lodonesia Sehat '2010 pan Pedoman
Penetapan lndikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta:
Departemen Kesehatan.
25. Departemen Kesehatan R:I. Penduen Pengembangan Sistem Surveilans Perilaku
Berisiko Terpadu. Tanun·2002
26. Departemen Kesehatari RI. Pusat Promosl Kesehatan, Panduan Manajemen PHBS
Menuju Kabupaten!Kota Sehat. Tahun 2002 .. -,
27. Departemen Kesehatan RI. SKRT 1995. Sadan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departernen Kesehatan RI. 1997
28. Departemen Kesehatan, Direktorat Epim-Kesma. Program lmunisasi di Indonesia,
Bagian I, Jakarta, Depkes, 2003.
29. Departemen Kesehatan. Survey Kesehatan Nasional. Laporan.Depkes RI Jakarta.
2001.
30. Departemen Kesehatan. Survey Kesehatan Nasional. Laporan.Depkes RI Jakarta
2004.
31. Djaja, S. et al. Statistik Penyakit Penyebab Kematian, S KRT 1995
32. George Alberty. Non Communicable Disease. Tomorrow's pandemic. Bulletin WHO
2001; 79/10: 907.
33. Hartono IG. Psychiatric morbidity among patients attending the Bangetayu
community health centre·in Indonesia. 1995
34. Hashimoto K, lkewaki K, Yagi H, Nagasawa H, lmamoto S, Shibata T, Mochizuki S.
Glucose Intolerance is Common in Japanese Patients With Acute
CoronarySyndrome Who We.re Not Previously Diagnosed With Diabetes. Diabetes
Care 28: 1182 -1186, 2005.
35. International Classification Of Functioning, Disability And Health (ICF).World Health
Organization, Geneva, 2001
36. Jadoon, Mohammad Z,, Dineen B,, Bourne R,R,A,, Shah S,P,, Khan, Mohammad A,,
Johnson G,J,, et al, Prevalence of Blindness and Visual Impairment in Pakistan: The
Pakistan National Blindness and Visual Impairment Survey, Investigative
Ophthalmology and Visual Science, 2006;47:4749-~5.
37. Janet. AS. Diet Obesitas dan hipertensi. http://www.surya.co.id /31072002
/10a.phtml. 2002
242
38. Kaplan NM. Clinical Hipertension, 81h Ed. Lippincott :Williams & Wilkins 2002.
39. Kaplan NM. PrimaFY Hypertention P~hatogenesis In ~ Clinical Hypertention, 7th Ed.
Baltimore: William~ and Wilkins lnc.:1998: 41-132 (,. .
40. Kristanti CM, Dwi Hapsari, Pradpno J dan, .Soemantri ~. 2002. Status Kesehatan
Mulut dan Gigi di Indonesia. Analisis l)at~. $ur\t~L,K~seh~t~n ~um~h Tangga '
41. Kristantl 9M:.,9uhardi, dan Soemantri S, 1997 .. Status Kesehatan Mulut dan Gigi di
Indonesia: Seri Survei Kesehatan Rumah Tangga.
42. Leonard G Gomella, Stev,en, A Haist. C.linicians P.ocket Reference, Mc. Grawhill
l\(1~dical Publishing division, International edition, NY, 2004
43. Mansjoer, A, dkk. Hipertensi di Indonesia .Kapita Selekta Kedokteran 1999 :51°8 -
521.
44.,Muchtar· & Penida. Faktor-faktor ya·ng berhubunqan Dengan Higertensi Tldak
Terkendali Pada Penderita Hipertensi Ringan dan Sedang yang berobat di poli Ginjal
Hipertensi, 1998.
45. Obesity and Diabetes in the Developing World - A Growing Challenge
46. Parvez Hossain, M.D., Bisher Kawar, M.D., and.MegHi~ El Nahas, M.D., Ph.D. The
New England Journal of Medicine. Vol 356: 213::. 215, Jan 18, 2007 .
47. Perkeni. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Indonesia 2006. Jakarta: Perkeni, 2006.
48. Perkeni. Konsensus ,Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di
lndonesia 2009. Jakarta: Perkeni, .2006.
49. Petunjuk Pelaksanaan Standar Pelayanan l'Jin'imal, Jakarta: Direktorat Jenderal Bina
Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan RI., 2004,
50. Policy Paper for fJirectorate General of Public Health, June 2002
51. Rencana Strafegis Departemen Kesehatan 2005-2009, Jakarta: Departemen
Kesehatan RI, 2005
52. Report of WHO. Definition and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Intermediate
Hyperglycaemia. Geneva: WHO, 2006, pp 9- 43.
53. Report of WHO. Definition and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Intermediate
Hyperqlycaernla=Oeneva: WHO, 2006, pp 9- 43.
54. Resolution WHA56.1.WHO Framework Convention on Tobacco Control. In: Fifty-
sixth World Health Assembly. 19-28 May 2003.Geneva, World Health Organization,
2003
55. Resolution WHA57.17.Global Strategy on diet,physica_l activity, and health. ln:Fifty-
seventh World Health Assembly. 17-12 May 2004.Geneva, World Health
Organization, 2004
,I
56. Riset Kesehatan -Dasar (Rlskesdas] 2007. Pedoman Pewawancara Petugas
Pengumpul Data. Jakarta: Sadan Litbangkes, Oepkes RI, 2007
57. Rose Men's. How To Keep Your Blood Pressure Under Control. News Health
Recource, 1999
58. S.Soemantri, Sarimawar Djaja. Trend Pola Penyakit Penyebab Kematian Di
Indonesia, Survei Kesehatan Rumah Tangga 1992, 1995, 2001
59. Sandj~a .. Titiek Setyowati, Sudikno. ·'c;;akupan penimbanqan balita di Indonesia.
Makalah' disajikan pada Simposium Nasional Litbang Kesehatan.Jakarta, 7-8
Desember 2005.
243
60. Sandjaja, Titiek Setyowati, Sudikno. Cakupan viramin A untuk bayi dan balita di.
Indonesia. Prosiding temu llmiab dan Kongres XIII Pers~gi1 Denpasar; 20-22
November 2005.
61. Sarimawar Djajct dan S. Soemantri., Perjalanan Transisi Epidemiplogi di Indonesia
dan lmplikasi Penanganannya, Sfudi Moftalitas Survei Kesehatan Rurr,tah Tangga
.2001 r Bulletin of Health .Studies; Volume 31,:·N6mor 3- 2003, ISSN: 0~25 - ~695
./SN= 724
62. Sarimqwar.Djaja, Joko.lnanto, Lisa Muly.ono. Pola Penyakit Penyebab Kematlan Di
Indonesia, SKRT 2001. The Jopmal of the Indonesian Medical Association, Volume
53, No 8, ISSN 0377-1121
"'
63. Saw S-M .. Husain R .. Gazzard G,M,, Koh D,, Widjaja D,, Tan D,T,H, Causes of low
vision and blindness in rural Indonesia, British Journal of Ophthalmology
2003;87:1075-8, . •
64. Seri Survei Kesehatan Rumah Tangga DepKes RI, ISSN: .0854-7971, No. 15 Th.
1999 .~
65. Sinaga, S. dkk. Pola Sikap. Penderita Hipertensi Terhadap Pengobatan Jangka
Panjang, dalam Naskah Lengkap KOPAPDI Vl,.1984, Penerbit Ul-l?RESS: 1439.
~ • t ""
244
78. WHO, 1995. Oral Health Care, Needs of the Community. A Public Health Report:
79. WHO. Assessing the !r9n status of populations: Repq[t of a joint World Health
Organization/Centers for Disease Control and Prevention technical consultation on
the assessment of iron status at the population level , Geneva, Switzerland, April
2004
80. WHO. Auser's guide to the self reporting questionnaire.Geneva.1994.
81. WHO/SEARO. ~urveillance of Major Non-co,mmunicable Diseases in South - East
Asia Region, Report of an Inter-country Consultation, 2005.
82. WHO-ISH. WHO-ISH Hypertension Guideline Committee. 1999. Guidelines of The
Management of Hypertension.Journal of Hypertension, 1999
83. WHO-ISH. WHO-ISH Hypertension Guideline Committee. 1999. Guidelines of The
Management of Hypertension Journal of Hypertension, 2003
84. World Health Organization, 2003, The World Health Survey Programme, Geneva.
85. World Health Organization. 2003. The Surf Report 1. Surveillance,of Risk Factors
related to noncommunicable diseases: Current of gJobal data. Geneva: WHO. p.15.
86. World Health Organization: International Classification of Diseases, Injuries and
Causes of Death, Based on The Recommendation of The Ninth Revision Conference
1975 and Adopted by The Twenty Ninth WHA, 1997, volume 1.
245
Lampiran 1
TENT ANG
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
Ditetapkan di Jakarta
Pada Tanggal 3 Nopember 2006
MENTER! KESEHATAN RI
... Lamplran
Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor
877/MENKES/SK/Xl/2006
Tanggal : 3·Nopember 2006
Anggota
Kepala Dlnkes Propinsi
Kepala BPS Propinsi
PeJ'leliti Sadan Litbangkes
Direklur Poltekkes
Anggota
Kepala Dinkes Propinsi
Kepala BPS Propinsi
Penellti Sadan Litbangkes
Direktur Poltekkes
V. Tim Manajemen, '
Ketua Org. Titte Kabul Adimjdjaja, M.Sc.PH
ketua I lndah Yuning Prapti, SKM., M.Kes
ketua II ~ Ors. Ondri Owi·s_ar1)poerno; M.si, Apt
Sekretaris I : Ors. Muhamad 99cheh, ~MM
Sekretaris II : . Budi Santoso, SH
MENTER! KESEHATAN RI
' I j ' c -· ... =t • I I i ,, - ,
" , Umu« Responden Kesmas
Badan Penelitian dan ·PengembangC\nKesehatan
oe·pa.;tem~nKe~.ehatan R.I
.Ja,an. ~~r~.itak.a.n.Ne.g,ara 29
· Jakarta 10560 ~
NASKAH PENJELASAN*
'Badan Penelitian dan Pengembangan, Kesehatan, Departemen Kesehatan R: I mula1 ·bu Ian Juli 's/d
Desember .. Z007 akair rnelakukan.Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas).di 33 Propinsi di Indonesia
yang mencakup 280.000 rumah tangQayang tersebar di 18.0~00 blo~ sensus.
Riset ini bertujuan untuk mendapatkan berbagai data kesehatan masyarakat. Sasaran riset ini
adalah rurnah tangga dan anggota rumah tangga yang terpilih.
Akan dilakukan wawancara, pengukuran dan pemeriksaan pada kepala rumah tangga dan semua
anggota rumah tangga.
Wawancara meliputi keterangan diri, riwayat kematian dalam rumah tangga, pelayanan kesehatan,
sanitasi lingkungan, konsumsi makanan, penyakit menµlar dan tidak rnenulat, riwayat penyakit
turunan, ketidak mampuan, cedera, imunisasi, penqetahuan, sikap dan perilaku terhadap
kesehatan, kecacatan dan kesehatan mental.
Pengukuran yang dilakukan meliputi pengukuran tinggi badan, berat badan, tekanan darah, lingkar
perut untuk dewasa dan lingkaran lerigan atas untuk wanita umur 15-54 tahun. Pemeriksaan
meliputi ketajaman penglihatan mata, kesehatan gigi, kadar iodium dalam garam.
Waktu yang dibutuhkan untuk wawancara, pengukuran dan pemeriksaan dalam satu rumah
tangga adalah sekitar 2 jam.
Hanya dibacakan untuk responden yang akan dlambil sampel urin dan contoh garam
untuk pemeriksaan iodium.
Rumah tangga Sapak/lbu juga termasuk dari sebagian rumah tangga yang akan diperiksa
kadar iodiumnya. Untuk itu perlu dikumpulkan contoh garam yang digunakan sehari-hari
untuk rnemasak sebanyak 3 sendok makan dan contoh urin (air seni) dari anak Sapak/ lbu
bernama (usia 6-12 tahun) sebanyak 3 sendok makan .
..... -·
Partisipasi Bapak/lbu/Sdr/Sdri adalah sukarela dan bila tidak berkenan sewaktu-waktu dapat
menolak tanpa dikenakan sanksi apapun.
Bpk/lbu/Sdr/Sdri akan mengetahyi keadaan kesehatan dan_sebagai tanda terima kasih, kami akan
memberikan penggantian waktu sebesar Rp. 20.000.- per keluarga.
Semua informasi dan hasil pemeriksaan yang berkaitan dengan keadaan kesehatan
Bapak/lbu/Sdr/Sdri akan dirahasiakan dan disimpan di Sadan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan - Departemen Kesehatan R.I, Jakarta dan hanya digunakan untuk pengembangan
kebijakan program kesehatan dan pengembangan' ilmu penqetahuan,
Bila Bapak/lbu/Sdr/Sdri memerlukan penyelasan lebih lanjut mengenai riset ini, dapat
menghubungi Sadan Litbang Kesehatan - Departemen Kesehatan R.I, Jalan Percetakan Negara
29, Jakarta 10560; Telp. (021) 4261088 ext 146, Telp/sms (021) 98264854, fax (021) 4209866,
email riskesdas@litbang .depkes.go. id atau
1. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
2. DR. Sunarno Ranu Widjojo, MPH (HP 0811848473) atau
................................................
No. Nama Responden Tgl/bln/thn Tandatangan/Cap :randa tanga,n/
Urut jempol diri sendlrl ·cap [empol Wall
ART
... ~- .
Keterangan:
*PSP dibuat 2 rangkap, untuk:
- Responden (1 lbr)
- Tim pewawancara (1 lbr), kirim ke korwil bersama kuesioner
Sadan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, DepartemerrKesehatan RI mulai bulan Juli s/d
Desember 2007 akan melakukan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) di 33 Propinsi di Indonesia
yang mencakup 280.000 rumah tang{Ja yang tersebar di •18.000 blok sensus.
Riset ini bertujuan untuk mendapatkan berbagai data- kesehatan rnasyarakat dan data biomedis.
Sasaran riset irii adalah rumah tangga dan anggota rumah tangga yang terpilih.
Akan dilakukan wawancara, pengukuran dan pemeriksaan pada kepala rumah tangga dan semua
anggota rumah tangga.
Wawancara meliputi keterangan diri, riwayat· kematian dalam rumah tangga, ,pelayanan
kesehatan, sanitasi lingkungan, konsumsi makanan, penyakit menular dan tidak menular, riwayat
penyakit turunan, ketidak mampuan, cedera, imunisasi, pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap
kesehatan, kecacatan dan kesehatan mental.
Pengukuran yang dilakukan meliputi penqukuran tinggi badan, berat badan, tekanan darah, lingkar
perut untuk dewasa dan lingkaran lengan atas untuk wanita umur 15-54 tahun. Pemeriksaan
meliputi ketajaman penglihatan mata, kesehatan gigi, kadar iodium dalam garam.
Waktu yang dibutuhkan untuk wawancara, pengukuran dan pemeriksaan dalam satu rumah
tangga adalah sekitar 2 jam.
Hanya dibacakan untuk responden yang akan diambil sampel urin dan contoh garam
untuk pemeriksaan iodium.
Rumah tangga Bapak/ lbu juga termasuk dari sebagian rumah tangga yang akan diperiksa
kadar iodiumnya. Untuk itu perlu dikumpulkan contoh garam yang digunakan sehari-hari
untuk memasak sebanyak 3 sendok makan dan contoh urin (air seni) dari anak Bapak/ lbu
bernama (usia 6-12 tahun) sebanyak 3 sendok makan.
Selain itu juga dilakukan pengambilan darah di laboratorium yang ditunjuk guna mengetahui
penyakit yang muo_gkin terjadi berkaitan dengan penyakit menular, tidak menular, kelainan
gizi dan kelainan bawaan. Yang diambil darahnya adalah semua anggota rumah tangga usia
1 tahun keatas. Untuk orang dewasa (umur ,::. 15 tahun) yang akan diambil darahnya, perlu
persiapan puasa 10 - 14 jam sebelum pengambilan darah, termasuk tidak merokok, tidak
melakukan aktivitas berat, tidak sarapan, minum air putih tawar diperbolehkan. Bapak/ lbu/
Saudara akan diberi minuman 1 gelas yang mengandung gula sebelum diambil darahnya.
Untuk wanita hamil, anak dan balita tidak perlu puasa. Darah vena yang akan diambil
sebanyak 1 sendok makan (15 ml) pada dewasa, masing-masing 1 sendok teh (5 ml) pada
wanita hamil, anak dan balita. Pengambilan darah dilakukan oleh petugas pengambil darah
yang terlatih. Dalam pengambilan darah akan ada sedikit rasa nyeri seperti digigit semut,
namun tidak ada risiko yang membahayakan. Pengambilan darah diawasi oleh tim medis
yang berpengalaman disertai peralatan yang memadai.
Partisipasi Bapak/lbu/Sdr/Sdri adalah sukarela dan bila tidak berkenan sewaktu-waktu dapat
menolak tanpa dikenakan sanksi apapun.
Bpk/lbu/Sdr/Sdri akan mengetahui keadaan kesehatan dan sebagai tanda terima kasih,
kami akan memberikan penggantian waktu sebesar Rp. 20.000.- per keluarga. Anggota
keluarga yang terpilih diambil darahnya, akan rnendapatkan uang pengganti transport Rp.
35.000.- per orang, dan disediakan makanan setelah pengambilan darah.
Anda akan mendapatkan hasil pemeriksaan gula darah, darah rutin atau kadar Hb bila
peralatan otomatis tidak ada.
Jika terjadi sesuatu yang memerlukan pertolongan dokter pada saat pengambilan darah
maka Bpk/lbu/Sdr/Sdri akan seqera-diberi pertolongan, bila perlu dirujuk ke Rumah Sakit
dan biaya akan ditangguog oleh Sadan Litb~ng Kesehatan.
Semua informasi dan hasil pemeriksaan yang berkaitan dengan keadaan kesehatan Bapak/
lbu/ Sdr/ Sdri akan dirahaslakan dan disimpari di Sadan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan-Depxes, Jakarta 'daf hari"ya· diguhakan lmluk pengembangan ket>ija1<an program
kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Bila Bapak/ lbu/ Sdr/ Sdri memerlukan penyelasan lebih ,(anjut mengenai riset ini, dapat
rnendhubunql Sadan Litbang Kesehatan-Departemen K~sehatan R.I, Jalan Percetakan
Negara 29, Jakarta.10560; Telp. (021) 4261088·ext ~.46, Telp/sms (021) 98264854, fax (021)
4209866, email riskesdas@litbang.depkes.go.id atau
1. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat
2. Dr. Sunarno Ranu Widjojo, MPH (HP 08118484 73)
3. dr. Endang R. Sedyaningsih, MPH, DrPH (HP 0816855887)
-.
__
PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN(PSP)*
(INFORMED CONSEHT)
Saya telah mendapatkan penjelasan secara rinci dan mengerti mengenai Riset Kesehatan Dasar
yang dilakukan · oleh Badan Litbangkes-Depa_rtemen Kesehatan RI. Saya mengerti bahwa
partisipasi saya dilakukan secara sukarela dan saya dapat menolak atau mengundurkan diri
sewaktu-waktu tanpa sanksi apapun.
,_-•
Keterangan
* PSP dibuat 3 rangkap untuk:
- Responden (1 lbr)
- Pertinggal di Laboratorium Kesehatan Daerah/ RS/Swasta (1 lbr, dititip pada petugas
lapangan/ puskesmas untuk diserahkan kepada petugas lab)
- Tim Pewawancara (1 lbr), kirim ke Korwil bersama kuesioner
*** Diluar tim pewawancara, bisa orang yang mempunyai hubungan keluarga,
tetangga atau KetuaRT
REPUBLIK INDONESIA
DEPARTEMEN KESEHATAN
SADAN PENELITIAN DAN PE~GEMBANGAN KESEHATAN
Provinsi DD
2 Ka~upaten/Kota'l DD
3 Kecamatan DOD
4 Desa/Kelurahan"l DOD
5 KlasifiKasi Desa/Kelurahan 1. Perkotaan 2. Perdesaan
0
6 a. Nomor blok sensus
b. Nomor sub blok sensus
SAMPEL GARAM DIAMBIL HANYA UNTUK 30 KAB/ KOTA TERPILIH (LIHAT DAFTAR KAB/ KOTA DI PEDOMAN PENGISIAN)
APAKAH ADA KEJADIAN KEMATIAN SEJAK 1 JULI 2004 KARENA PENYAKIT.01 BAWAH INI: '~BACAKAN PILIHAN PENYAKIT)
ISIKAN DENGAN KODE 1=YA ATAU 2=TIDAK
Bin DD DDH'3ri DD D
3. D D DD Bulan
ThnDD
DD Tahun
Bln·DD
DDHari DD D
4. D D DD Bulan.
ThnOO
DD Tahun
Jika terdapat kematian dalam perlcde 12 bulan sebelum survel sampai dengan survei berlangs~ng, maka lanjutkan dengan
menggunakan kuesioner RKD07.AV dengan melihat kolom 7 (umur saat meninggal) untuk memilih jenis kuesloner
Kolom7
Kode kolom 8 Penyebab Kernatian Umur saat meninggal
Kode kolom 4 Hubungan dengan kepala RT 06 = Oemam berdarah GUNAKAN KUESIONER:
01 = Diare 11 = Kencing manis
1 = Kepala rumah tangga 6 = Orang tua/mertua 02 = ISPNradang paru 07 = Sakit kuning 12 = KankerfTumor < 29 harl (NEONATAL):
2 = lstrVsuami 7 = F amili lain 03 = Campak 08 =Tilus 13 = Kecelakaan/Cedera RKD07. AV1
3 = Anak 8 = Pembantu rumah tangga 04 = TBC 09 = Hipertensi/Jantung 14 = HamiVBersalin/Nifas
4 = Menantu 9 = Lainnya 05 =Malaria 10 =Stroke 15 = bayi lahir mati 29hari- < 5 thn:
5 = Cucu 16 = penyakit lainnya . RKD07.AV2
5 thn ke atas :
RKD07.AV3
IV. KETERANGAN ANGGOTA RUMAH
~ TANGGA
,
Hu bung- Jenis Urnur Khusus-ART l!: 10 Khusus ART .Ba.ya. Verifikasi
an Kela min (tahun) Status tahun ART semalam ..,al.ell'
No. dengan Kawin Pendi- Pekerjaan perem- Udurdi telildlu
urut Nama kepala dikan utama puan dalam belilsek·
ART Anggota Rumah rum ah Tertinggi 10-54 kelambu? tisi1a?
Tangga tangga Jika umur tahun
(ART) < 1thn
lsik'an'" Apakah
"00" sedang 1. Ya 1. Ya
11. Laki2 Jika umur Hamil? 2. Tidak 2. Tidak
2. Perem· :!:97 thn -+koi.12 8.Tulak
[KODE] puan lslkan [KODE] [KODE] [KODE] 1.Ya 8. TdkTahu Tahu
"97" 2.Tidak -+ kol.12
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
1. 1 D DD D D DD D D D D
2. D D DD D D DD D D D D
3. D D DD D D DD D D D D
4. D D DD D D DD D D D D
5. D D DD D D DD D D D D
6. D D DD D D DD D D D D
7. D D DD D D DD CJ D D D
8. D D DD D D DD D D D D
9. D D DD D D DD D D D D
10. D D DD D D DD D D D D
11. D D DD D D DD D D D D
12. D D DD D D DD D D D D
13. D D DD D D DD D D D D
14. D D DD D D DD D D D D
15. D D DD D D DD D D D D
GUNAKAN LEMBAR TAMBAHAN APABILA JUMLAH ART> 15. ORANG
1b Berapa waktu tempuh ke sarana pelayanan kesehatan terdekat (Rumah Sakit, Puskesmas,
Pustu, Dokter praktek, Bidan Praktek}?
.......... menit DOD
2a Berapa jarak yang harus ditempuh ke sarana pelayanan kesehalsn terdekat (Posyandu, .......... Km ·DD
Poskesdes, Polindes)?
........... meter ODO
2b Berapa waktu tempuh ke sa~ana pelayanan.kesehatan terdekat (Posyandu, Poskesdes,
Polindes)?
.......... menit DOD
3 Apakah tersedia angkutan umum ke fasilitas·pela~nan'kesehatan
P.1a dan P.2a)
terdekat? (berlaku untuk
1. Ya 2. Tidak D
1. Ya
4 Apakah rumah tangga ini pemah memanfaatkan pelayanan Posyandu/ Poskesdes dalam 3
bulan terakhir? 2. Tidak 7 P.6 D
5 Jika ya, jenis pelayanan apa saja yang diterima: (BACAKAN POIN'r a SAMPAI DENGAN i)
ISIKAN KODE JAWABAN QENGAN 1=YA 2=TIDAK 7=TIDAK BERLAKU
9 Jika tidak memanfaatkan pelayanan Polindes/ Bidan Desa, apakah alasan utamanya?
1. Letak polindes/ bidan desa jauh 3. Pelayanan tidak lengkap 5. Lainnya: .. D
2. Tidak ada polindes/bidan desa 4. Tidak membutuhkan
10 Apakah rumah tangga ini pernah Memanfaatkan pelayanan Pas Obat Desa (POD)/ Warung 1.Ya 7Vll
Obat desa (WOO) dalam 3 bulan terakhir? 2. Tidak D
11 Jika tidak memanfaatkan POD/ WOO, apakah alasan utamanya?
1. Lokasi jauh
2. Tidak ada POD/ WOO
3. Obat tidak lengkap
4. Tidak membutuhkan
5. Lainnya: .. D
~~~·@;-~ f"c7'.'7•-;7: ••
:-..r, • r~11",-.'\
,~~]rn""',,-:r:--•~·-.r-··.{<-~~=;:;-~r-~-
'~'t. . )li-,.,.,.·,..·~r"l!i>-L'"
._<l!'r~~o.";tr~
'- Li!· ',/1 ~.,~l,•"'-~· .• , ... -;--
.,..•.-. •>:
-~-·· - •
.~ ~ "'i"': ~. t!"·J
~ ~"'lf~~ -t~ •• ,...~'-;f .--;.i.::
.~t~~~
s: ~1JJ·~}.~t;il\f~~·,:..1.~r,J.t-11.~~flii
~-~g·-·""
~.f-!.H.,~: w iJ .- ~·1.;~ • ~ . .* ~ '.~ · ··
.: - ~:+~ ~~f:t ~~'...if".~;;~' ~'-=. .:-·.. . ,,~.ye..,~~
~~ . . ';1
..~.J': --~~..J ~-· ;'.___"-,!_- ..... ~.lt ...di!"~·!...>--- ..... ·•_'._~-·~"&:._i_
·1. Berapa jumlah pemakaian air untuk keperluan Rum?h 'r a~gga?
.
........... liter/hari DODD·
2. Berapa jarak/lama ~ktu yang dibutuhkan untuk memperoleh air (pulang-pergi)? a. Jarak .... Km a. DD
, ; . ..
,. •.
b. Lama ... Menit
I b.ODD
1. Ya
3. Apakah di sekitar sumber air dalam radius <10 meter terdapat sumber
+pencemarerrtalr lim~ah/ cubluk/ tangki septik/ sampah)?
2. Ttdak
3. Tidak ada sumber air
D
.
4. Apakah air untuk semua kebutuhan rumah tangga diperoleh dengan mudah 1. Ya (mudah)
sepanjang tahun?
-
2. Sulit di musim kemarau
3. Sulit sepanjapg tahun
D
5. ijila .sumber air terletak di luar pekarangan rumah, siapa yang biasanya 1. Orang dewasa perempuan
mengambil air untuk keperluan Rumah Tangga 2. Orang dewasa laki-laki
3. Anak laki-laki
4. AnaR perempuan
D
5j Sumber air di dalam pekarangah'tumah
. -;(
s" '
t- E ' .- . ,..
6. Bagaimana kualitas fisik air minum? (BACAKAN~.OINT a 'SAMPAI DE'NGAN e)
ISIKANJ<.POE JAWABAN DENGAN 1=YA ATAU 2=TIDAK-
a. Langsung Climinurn Db. Dimasak D c. Di~aring D d. Diberi bahan kimia D e. Lainnya: .................... D
I 9. Dimana tempat penampungan air lirnbah dari kamar mandi/ tempat cuci/ dapur?
I
1. Penampungan tertutup di pekarangan/ SPAL
2. Penampungan terbuka di pekarangan
3. Penampungan "di hiar pekarangan
4. Tanpa penampungan (di tanah) 5. Langsung ke got/ sungai
D
10. Bagaimana saluran 'pembuanqan air limbah dari kamar m~ndi/ dapur/ tempat cuci?
1. s.aluran terbuka 2. Saluran tertutup 3. Tanpa saluran . D
11. Apakah tersedia tempat pem.buangan sarnpah di luar rumah? 1. Ya 2. Tidak 7P.13 D
12. Bila ya, apa jenis ternpat pengumpulan/ penampungan sampah rumah tangga di
luar rumah tersebut?
a. Tempat sampah tertutup D
(BACAKAN POINT a DAN b)
ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1=YA ATAU 2=TIDAK
b. Tempat sarnpah terbuka D
13. Apakah tersedia tempat penampungan sampah basah (organik) di dalam rumah? 1. Ya 2. Tidak 7P.15 D
14. Bila ya, apa jenis ternpat pengumpulan/ penarnpungan sampah basah (organik) di
dalarn rumah?
a. T ernpat sampah tertutup D
(BACAKAN POINT a DAN b)
ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1=YA ATAU 2=TIDAK
b. Ternpat sampah terbuka D
15. Apakah Rumah Tangga ini selama sebulan yang lalu menggunakan bahan kimia yang termasuk dalam golongan bahan berbahaya dan
beracun (B3) di dalam rumah (BACAKAN POINT a SAMPAI DENGAN h)
ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1=YA ATAU 2=TIDAK
a. Jalan rayaf rel kereta api DODD e. Tenninal/stasiun kereta api/bandara DODD
b. Tempat Pembuangan Sampah
(Akhir/Sementara)/lncinerator/iPAL RS DODD '
.f. Bengkel
'
DODD
c. lndustri/pabrik DODD, g. Jaringan listrik tegangan tinggi
(SUTT/ SUTET) .--'</. DODD
d. Pasar tradisional DODD h. Peternakan/ Ru mah Potong Hewan
(termasuk unggas) DODD
RAHASIA RKD07.GIZI
0-11 bulan
1-3 f.ilhun
4-6 tahun
7-9 tahun
10 -12 tahun
13 -15 tahun
16 -18 tahun
19 - 29 tahun
30-49 tahun
50-64 tahun
>64 tahun
Jumlah
.,,-;A""!~\,--;.~;'..
'
RAHASIA RKD07.IND
A01 Tuliskan nama dan nomor urut Anggota Rumah Tangga (ART) NarnaART Nomor urut ARI: DD
A02 Untuk ARfpada A01 < 15 tahun/ kondisi sakiU orang tua yang perlu
NamaART DD
~-~~~-;!;'·i~i
didampingi, tuliskan nama dan nomor urut ART yang mend~mpingi Nornor urut ART:
[NAMA] padapertsnyaan di bawah ini merujuk pada NAMA ycufg tercatat pada pertanyaah A01
PERTANYAAN 801-840 DITANYAKAN PADA SEMUA UMUR
801
.
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (!SPA)/ INFLUENZA/ RADAN_G TENGGOROKAN
,
Dalam 1 bulan terakhir, apakah [NAMAJ pemah didiagnosis menderita !SPA oleh tenaga kesehatan 1·. Ya-+ 803
(dokter/ perawaU bidan)? 2. Tidak D
802 Dalam 1 bulan terakhir, apakah {NAMA] pemah menderita panas disertai batuk berdahakl kering atau 1. Ya
pilek? 2. Tidak D
PNEUMONIA/ RADANG PARU
803 Dalam 1 bulan terakhir, apakah {NAMA] pernah didiagnosis menderita Pneumonia oleh tenaga kssehatan 1. Ya -+ 805
(dokter/ perawatl bidan)? 2. Tidak D
- ..
804 Dalam 1 bulan terakhir, apakah (NAMAJ pernah menderita panas tinggi disertai batuk berdahak dan napas
1. Ya
lebih cepat dan pendek dari biasa (cuping hidung) I sesak nafas dengan tanda tarikan dinding dada bagian
bawah?
2. Tidak D
DEMAM TYPHOID (TIFUS PERUT)
805 Dalam 1 bulan terctkhir, apakafilNAMA] pernah didiagnosis menderita Demam Typhoid oleh tenaga 1. Ya-+ 807
kesehatan (dokter/ perawatl bidan)? 2. Tidak D
806 Dalam 1 bulan terakhir, apakah [NAMA) pernah menderita panas terutama pada sore rnalam hari > 1 1. Ya
minggu disertai sakit kepala, lidah kotor dengan pinggir merah, diare atau tidak bisa BAB? 2. Tidak D
MALARIA
B07 Dalam 1 bulan terakhir, apakah [NAMA) pernah didiagnosis menderita Malaria yang sudah dikonfirmasi 1. Ya-+ 809
dengan pemeriksaan darah oleh tenaga kesehalan {dokler/ perawatl bidan)? 2. Tidak D
BOS Dalarn 1 bulan terakhir, apakah [NAMA] pemah menderita panas tinggi disertai menggigil (perasaan
1. Ya
dingin). panas naik turun secara berkala, berkeringal, sakit kepala atau tanpa gejala malaria tetapi sudah
minum obat anti malaria?
2. Tidak 7 810 D
B09 Jika Ya, apakah [NAMAJ mendapat pengobatan dengan obat program dalam 24 jam pertama rnenderita 1. Ya
panas?
'·
2. Tidak D
DIARE/ MENCRET
810 Dalam 1 bulan terakhir, apakah [NAMA) pernah didiagnosis-rnenderita Diare oleh tenaga kesehatan 1. Ya~ 812
(dokter/ perawatl bidan)? 2. Tidak D
B11 Dalam 1 bulan lerakhir, apakah [NAMA) pernah menderita buang air besar lebih dari 3 kali dalam sehari 1. Ya
dengan kotoran/ tinja lembek atau cair? 2. Tidak-7 813 D
812 Apakah paLJ saat diare, diatasi dengan pemberian Oralitl pernberian larutan gula gararn/ cairan rumah 1. Ya
tangga? 2. Tidak D
.
CAMPAKI MORBILI
BJ3 Dalam 12 bu Ian terakhir, apakah [NAMA] pemah didiagnosis rnenderita campak oleh tenaga kesehatan 1.Ya .+·815
(dokter/ perawat/ bidan)? 2. Tidak D
~
814· Dalam ·12 bulan terakhir, apakah [NAMA] pemah menderita panas lioggi disertai mata merahdengan· 1. Ya
banyak kotoran pada mata, ruam merah pada kulit terutama pada leher dan dada? 2. Tidak D
TUBERKULOSISPARU (TB PARU)
815 Dalam 12 bulan terakhir, apakah [NAMA] pemah didiagnosis mendema TB Paru oleh tenaga kesehatan 1. Ya".+ 8~7
(dokter/ perawat/ bidan)? 2. Tidak D
816 Dalam 12 bulan terakhir, apakah [NAMA] pemah menderita batuk.•~ 2 minggu disertai dahak atau dahak 1. Ya
bercampurdarah/ batuk berdarah dan berat badan sulit bertambah/menurun?
.
2! Tidak D
-
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
,.
817' Dalam 12 bulan terakhir, apakah [NAMA] pemah didiagnosis rnenderita Demam 8erdarah Dengue oleh 1. Ya-+ 819
tena~a kesehatan (dokter/ perawat/ bidan)?
. 2. T!dak D
-
818. Dalam 12 bulan terakhir, apakah [NAMA] pen:iah menderita demam'panas,sakit kepalat pusing disertai
~ 1. Ya
nyeri di uluhati/ perut kiri ata~. mual daD munta/1, lemasJ<adang-kadangdisertai bintik-bintik merah di
bawah kulit dan/ atau mimisan, kaki/.tangan dingin?
• 2. Tidak D
HEPATITIS/SAKIT LIVER/ SAKIT KUNING
. '
819 Dalam 12 bulan terakhir, apakah [NAMA] pemah didiagflosis menderita Hepatitis oleh tenaga kesehatan t Ya-+ 821
(dokter/ p~rawat/ bidan)? 2. Tidak D
820 Dalam 12 bulan terakhir apakah [NAMA] pemah menderita demam, lemah, gangguan saluran cema, 1. Ya
(mual, muntah, tidak nafsu makan), nyeri pada perut kanan alas, disertai urin wama seperti air teh pekat,
mata atau kulit berwarna kuning?
2. Tidak D
FILARIASIS/ PENYAKIT KAKI GAJAH -~-~
821 Dalam 12 b~lan terakhir, apakah [NAMA] pemah didiagnosis menderita Filariasis oleh tenaga kesehatan 1. Ya~ 823
(dokter/ p~rawat/ bidan)? 2. Tidak D
822 Dalam 12 bulan terakhir, apakah [NAMA) pemah menderita radang pada kelenjar di pangkal paha secara 1. Ya
berulang, atau pembesaran ala! kelamin/ payudara/-tungkaibawah dao atau alas (Filariasis/ kaki gajah)? 2. Tidak D
ASMA/ MENG!/ 8ENGEK
823 Dalam 12 bulan terakhir, apakah [NAMA) pemah didiagnosis menderita Asma oleh tenaga kesehatan 1. Ya.+ 825
(dokter/ peraY:Jatl bidan)? 2. Tidak D
824 Dalam 12 bulan terakhir, apakah [NAMA) pemah mengalami sesak napas disertai bunyi (mengi)/ Rasa 1. Ya
tertekan di dada/ Terbangun karena dada terasa tertekan di pagi hari atau waktu lainnya, Serangan sesak 2. Tidak
napas/terengah-engahtanpa sebab yang jelas ketika tidak sedang berolah raga atau melakukan aktivitas D
fisik lainnya?
GIGI DAN MULUT
1. Ya
825 Dalam 12 bulan terakhir, apakah [NAMA) mempunyai masalah dengan gigi dan/atau mulut?
2. Tidak ~ 828 D
826 Dalam 12 bulan terakhir, apakah [NAMA) menerima perawatan atau pengobatan dari perawat gigi, dokter 1. Ya
gigi atau dokter gigi spesialis? 2. Tidak ~ 828 D
827 Jenis perawatan atau pengobatan apa saja yang diterima untuk masalah gigi dan mulut yang [NAMA] alami?
(8ACAKAN POINT a SAMPAI DENGAN e) ISIKAN KODE JAWA8AN DENGAN 1=YA ATAU 2=TIDAK
e. Perawatan gigi lainnya.
a. Pengobatan. D c. Pemasangan gigi palsu lepasan (protesa) atau
gigi palsu eek at (bridge)
D Ya, sebutkan............ D
b. Penambalan/ pencabutan/
bedah gigi atau mutut
D d. Konseling tentang perawatan/ kebersihan gigi
dan mutut
D
828 Apakah [NAMA] telah kehilangan seluwh gigi asti? 11. Ya 2. Tidak ID
CEDERA
.
1. Ya
829 Dalam 12 bulan terakhir, apakah (NAMA) pemah mengalami cedefa sehingga kegiatCll sehad-harl
terganggu? 2. Tidak~ 833 D
v
833 Apakah (NAMA] selama ini pernah didiagnosis menderita penyakit jantung oleh tenaga kesehatan (dokter/ 1. Ya~ 835
perawat/ bidan)? 2. Tidak D
834 Apakah [NAMA] pernah ada gejala/ riwayat: (BACAKAN POINT a SAMPAI DENGAN e)
ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1=YA ATAU 2=TIDAK
a. 8ibir kebiruan saat menangis atau melakukan
aktifitas
D c. Jantung berdebar-debar tanpa
sebab D e. Tungkai bawah
bengkak D
d. Sesak nafas pada saat tidur
b. Nyeri dada/ rasa tertekan berat/ sesak nafas
ketika berjalan tsrburu- buru/ mendaki/ berjalan
D tanpa bantal D
biasa di jalan datar/ kerja berat/ jalan jauh
r !~" .
. ,,., "·.~. ·:~ :. 'Oi'/;)'''""'.~-..~·-.":>
r ",• ·~ .::~ r-, lf;i~;;~~.
"'~.. , ..:.4~·"'·~-~~, · ;
·v-~"~;·1.,: .. Ii··:.·,
.1.. ~;~
. !fii;'•~1·~·~·l'~
t~~~~~4't..~~o,.~fff1U~SJ!S-;~~r~~J!~r.1~~-~AJ1
PENYAKIT SENDU REMATIKI ENCOK
841 Dalam 12 bulan terakhir, apakah [NAMA] pemah didiagnosis menderita penyakit sendi/ remati~/ encok oleh 1. Ya~ 843
tenaga kesehatan (dokter/ perawat/ bidan)? 2. Tidak D
842 Dalam 12 bu Ian terakhir, apakah [NAMA) pernah menderita sakit/ nyeri/ kaku/ bengkak di sekitar
1. Ya
persendian. kaku di persendian ketika bangun tidur atau setelah istirahat lama, yang timbul bukan karena
kecelakaan?
2. Tidak D
HIPERTENSI/PENYAKIT TEKANAN DARAH TINGGI
843 Dalam 12 bulan terakhir, apakah [NAMA] pernah didiagnosis menderita hipertensi/ penyakit tekanan darah
tinm:ii oleh tenaca kesehatan (dokter/ perawat/ bidan)?
1. Ya' 645
2. Tidak D
1. Ya
844 Apakah saat ini [NAMA) masih minum obat antihipertensi?
2. Tidak D
STROKE
845 Dalam 12 bulan terakhir, apakah [NAMA) pernah didiagnosis menderita stroke oleh tenaga kesehatan 1.Ya ~ 847
(dokter/ perawat/ bidan)? 2. Tidak D
846 Dalam 12 bulan terakhir, apakah (NAMA) pemah mengalami kelumpuhan pada satu sisi tubuh atau pada 1. Ya
otot wajah, atau gangguan pada suara (pelo) secara mendadak? 2. Tidak D
• JIKA ART UMUR ~ 30 TAHUN 7 847
• JIKA ART UMUR ~ 29 TAHUN 7 KE 6AGIAN C. KETANGGAPANPELAYANAN KESEHATAN
b. Mempunyai masalah penglihatan berkaitan dengan sinar, seeerti silau_.oada lampu/pencahayaan yang terang?
~
b.D
.f. Ya
849 Dalam 12 bulan terakhir, apaka~ [NAMA) pemah operasi katarak?
2. Tidak-+ C D
850· Apakah s~telah operasi katarak [NAMA) memakai kacarnata? ~ 1. Ya
. 2. Tfdak D
~;.-1t-:~.rt1~\~;;,<i1@)¥4·~~,'ff':'.{~*·,_·, .,;_1-~.i:¥·~:r;;:;.;;,,~- ·,,.
~Gi6fu~:~, ,cl~- .:~__:_,~:>•<;,~~ . .~~:-'t~~~_:~t' ...
y~~,c.;1~, ILi
· :·· '-,~T1"~ ~~~::--,::;4rl ~·.~ :-:
""'-~\'_:_'i:~::_I~~· '-:~
·1 '1' '
,''\,l
j yr-~ _:_-___:: ._:*.-"~-·
1 _
-~-~-- . -- · .
~ ~
.'
: '
' -~J .
M®l1-;jf,;:1~l:~~~·~~~w~.~'?>""~":-:.·.."~·- .,. '· ,,;j1,c· ~- •c~~~~·:·;. - ~: - · .;- ~ -~~ .. -~--; ~ --
~~J· ~~'if~~~~-~~~~~~f?f·::·~-~,~~:,. ' f.~:~'.\\~~2J.:lhi~ ·.:.~~~.· r~'_ .:::_i . ~ .,··-.=. ,.·;::. ·~ . ' .. . - "'--"---~
'
Ca01 Dalam 5 tahun terakhir, dimana [NAMA) menjalani rawat inap terakhir?
1. Rumah Sakit Pemerintah 6. Praktek tenaga kesehatan D
2. Rumah Sakit Swasta 7. Pengobat Tradisional
3. Rumah Sakit Di Luar Negeri 8. Lainnya (Sebutkan ..... , ...... , ........................ )
4. Rumah Saki! 8ersalin/ Rumah Bersalin 9. Tidak Pemah menjalani rawat inap 7Cb01
5. Puskesmas
. - -
cao2 Berapa biaya yang dikelua,rk~n untuk.rawat inap terakhir (dalam 5 tahun
terakhir sebelum survei)? Rp ................. · .... D.D.DDD.DDD
Ca03 Darimana surnberbiaya untuk rawat inap tersebut? (BACAKAN POINT a SAMPAI l;)ENGAN I)
ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1=YA ATAU 2=TIDAK
Ca05 Bagaimana [NAMA] menilai kerarnahan dari petugas kesehatan dalam menyapa qa[l berbicara?,
. - - D
8agaimana [NAMA] nienilai pengalaman mendapatkan kejelasan tentang_informasi yang terkait.<fengan penyakitnya dari
Ca06
petugas kesehatan? D
8agaimana [NAMA] menilai pengalaman ikut serta dalam pengambilan keputusan tentang perawatan kesehatan atau
Ca07
pengobatannya? D
Bagaimana [NAMA] menilai cara pelayanan kesehatan menjamin kerahasiaan atau dapat berbicara secara pribadi mengenai
Ca08
penyakitnya?
. D
Ca09 Bagaimana [NAMA] menilai kebebasan memilih fasilitas, sarana dan petugas kesehatan?
. D
Ca10 Bagaimana [NAMA] menilai kebersihan ruang rawat inap termasuk kamar mandi? D
Ca11 8agaimana [NAMA] menilai kemudahan dikunjungi_oleh keluarga atau teman ketika masih dirawat di fasllitas kesehatan? D
Dalam 1 tahun terakhir, dimana [NAMA) menjalani berobat jalan terakhir?
1
01. Rumah Sakit Pemerintah 06. Praktek teQaga kesehatan DD
02. Rumah Sakit Swasta 07. Pengobat Tradisional
03. Rumah Sakit Bersalin/ Rurnah Bersalin 08. Lainnya (Sebutkan )
04. Puskesmasl Pustu/ Pusling/ Posyandu 09. Di rumah
05. ~oliklinik/ Balai Pengobatan Swasta 10. lidak Pemah menjalani berobatjafan 7Cb10a
Cb02 Berapa biaya yang dikeluarkan antuk berobat jalan terakhir (dalam 1 tahun
terakhir sebelum survei)? Rp .. DD.DOD.DOD
Cb03 Darimana sumber biaya untuk berobat jalan tersebut? (BACAKAN POINT-a SAMPAI DENGAN I)
ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1=YA ATAU 2=TIDAK •
Cb04 Bagaimana [NAMA) menilai lama waktu menunggu sebelum mendapat pelayanan berobatjalan? D
Cb05 Bagaimana [NAMA) menilai keramahan dari petugas kesehatan dalam menyapa dan berbicara? D
Cb06 Bagairnana [NAMAJ rnenilai pengalaman mendapatkm kejelasan tentang informasi yang terk,?i,t dengan penyakitnya dari
i
petugas kesehatan? D
Cb07 Bagaimana [Nf.MAJ rnenilai pengalaman ikut serta dalam pengambilan keputusan tentang perawatan kesehatan atau
pengobatannya? D
Cb08 Bagaimana [NAMA] rnenilai cara pelayanan kesehatan menjamin kerahasiaan atau dapat berbicara secara pribadi mengenai
penyakitnya? D
Cb09 Bagairnana [NAMA) menilai kebebasan memilih fasilitas, sarana dan petugas kesehatan? D
Cb10 Bagaimana [NAMA) rnenilai kebersihan ruang pelayanan berobat jalan termasuk kamar mandi?
ISIKAN KODE "7" JIKA TEMPAT MENJALANI BEROBAT JALAN (Cb01) "DI RUMAH"
. .
D
• JIKA ART UMUR 0 • 4 TAHUN ~ G. IMUNISASI DAN PEMANTAUAN PERTUMBUHAN
Cb10a • JIKA ART UMUR 5 • 9 TAHUN ~XI. PENGUKURAN dan PEMERIKSAAN
• JIKA ART UMUR ~10 TAHUN ~ D. PENGETAHUAN, SIKAP dan PERILAKU
'
a. Saal mandi pagi dan/ sore D c. Sesudah bangun pagi D e. Lainnya, sebutkan........... D
b. Sesudah makan pagi D d. Sebelum tidur malam D .
PENGGUNAANTEMBAKAU
011 Apakah [NAMA) merokok/ mengunyah tembakau selama 1 bulan terakhir? (BACAKAN PILIHAN JAWABAN)
1. Ya, setiap hari
2. Ya, kadang-kadang-7 013
3. Tidak, sebelumnya pernah -7 016
4. Tidak pernah sama sekali -7 018
D
012 Berapa umur [NAMA] mulai merokok/ mengunyah tembakau setlap'hari ?
ISIKAN DENGAN "88" JIKA RESPONDEN MENJAWAB TIDAK INGAT
............... tahun DD
013 Rata-rata berapa batang rokok/ cerutu/ cangklong (buah)/ tembakau (susur) yang [NAMA] hisap
perhari?
. ....... . batang DD
'c)14 Sebutkan jenis r9kck/ tembakau yang biasa [NAMAJ hisapi kunyah: (BACAKAN POINT a SAMPAI OENGAN h)
lSlKAN OENGA~ 1=YA AT AU'2=TIOAK ATAIJ 8'=Tt0AK AijU r
a. Rokok kretek dengan filter D d. Rokok linting D g. Tembakau dikunyah (susur, nyirih, nginang) D
b. Rokok kretek tanpa filter D e. Cangklong D h. Lainnya: .................. D
I c. Rokok putih D f. Cerutu D
015 Apakah (NAMAJ bi~sa merokok di dalam rumah ketika bersama ART lain? 11. Ya7D17 2. Tldak7 017 D.
,
016 ·Berapa umur{NAMA] keti~a be_rhenti/tidak merokok/.tidak menguny~h tern,bakau sama sekali?
ISIKAN DENGAN "88" JIKkRESPONDEN MENJAWAB TIDAk INGAT
~"
..••........... .tahun
' DD
• 017 Berapa u~ur (NAMAJ ketika pertama kali merokok/ mengunyah tembakau?
ISIKAN.D ~GAN "88" JIKA RESPONDEN MENJAWAB TIDAK INGAT'
..............• tahun DD
ALKOHOL
Catatan (GUNAKAN KARTU PERAGA):
1 satuan rqlnuman standard Y.ang mengandung 8-13 g etanol, misalnya terdapat dalam:
1 gelas/ botol kecll/ kaleng-~~85 ... 330 ml) bir
1 gelas kerucut (60 ml) aperitif
1 slokl (30 ml) whiskey
1 gelas kerucut (120 rill) anaaur
'
...
018 Apakah dalam 12 bulan terakhir (NAMA] mengkonsulJlSi minuman yang mengandung alkohol 1. Ya
• (minuman alkohol bermerk: contOhnya bir,.whiskey, vodka, anggur/ wine, dll dan minuman
tradisional: contohnya tuak, poteng, popi)? - 2. Tidak 7 022' D
019 Apakah dalam 1 bulan terakhir (NAMA) perneh mengkonsumsi 1')1inuman yang mengandung alkohol? 1. Ya
2. Tidak 7 022 D
020 Oalam 1 bulan terakhir seberapa sering (NAMA) minum minuman beralkohol? (BACAKAN PILIHAN JAWABAN)
1. 5 ha';i atau lebih fiap minggu
2. 1 - 4 hari tiap minggu
3. 1 - 3 hari tiap bulan
4. < 1x tiap-bulan
•.-. D
3. anggur/wine
.• 02·1a Jenis minuman beralkohof yang paling banyak dikonsumsi: 11. Bir
2. Whiskey/ Vodka 4. minuman tradisional D
Ketika minum minuman beralkohol, biasanya berapa rata-rata satuan minuman standar ........... satuan
021b
(NAMA) minum dalam satu hari?
ISIKAN DENGAN "88" JIKA RESPONDEN MENJAWAB TIDAK TAHU (GUNAKAN KARTU PERAGA) DD
AKTIVITAS FISIK (GUNAKAN KARTU PERAGA)
Berikut adafah pertanyaan aktivitas fisik/ kegiatan jasmani yang berkaitan dengan pekerjaan, waktu senggang dan transportasi
1. Ya
022 Apakah (NAMA) biasa melakukan aktivitas fisik berat, yang dilakukan terus-menerus paling sedikit
selama 10 rnenit setiap kafi melakukannya? 2. Tidak 7 025 D
023 Biasanya berapa hari dalam seminggu, (NAMA] melakukan aktivitas fisik berat tersebut? ............. hari D
024 Biasanya pada hari ketika (NAMA) melakukan aktivitas fisik berat, berapa total waktu'yang digunakan
untuk melakukan seluruh kegiatan tersebut?
............. jam D
(ISi DALAM JAM DAN MENIT) .......... menit DD
Apakah [NAMA) biasa melakukan aktivitas fisik sedang, yang dilakukan terus-menerus paling sedikit 1. Ya
025
selama 10 me nit setiap kalinya? 2. Tidak 7 028 D
026 Biasanya berapa hari dalam seminggu, (NAMA) melakukan aktivitas fisik sedang tersebut? ............. hari D
027 Biasanya pada hari ketika [NAMA) rnelakukan aktivitas fisik sedang, berapa total waktu yang digunakan
untuk melakukan seluruh kegiatan tersebut?
............. jam D
(ISi DALAM JAM DAN MENIT) .......... menit DD
028 Apakah (NAMA) biasa berjalan kaki atau menggunakan sepeda kayu~ yang dilakukan terus-menerus 1. Ya
paling sedikit selama 10 rnenit setiap kalinya? 2. Tidak -7031 D
Biasanya berapa hari dalam seminggu, (NAMA] berjalan kaki atau bersepeda selama paling sedikit 10
029
menit terus-menerus setiap kalinya?
............. hari D
.. .
030 Biasanya d~lam sehari, berapa total waktu yang [NAMA] gunakan untuk berjalan kaki atau bersepeda?
(ISi DALAM JAM Oj\N MENIT)
............. jam D
-
-
.......... menit DD
PERILAKU KONSUMSI
Biasanya dalam 1 minggu, berapa hari [NAMA] rnasan buah-buahan segar?
031
(GUNAKAN KARTU PERAGA) JIKA JAWABAN "O" 7 033
...... hari D
Berapa porsi rata-rata [N~MA] makan buah·buahan,segar dalam satu hari dari hari-hari tersebut?
032
(GUNAKAN KARTU PERAGA)
....... porsi D
033 Bi~sanya dalam 1 minggu, berapa hari [NAMA] mengkonsumsi sayur-sayuran segar?
(GUNAKAN KARTU PERAGA) JIKA :JAWABAN "O" ~ 035
...... h<li D
034
r
Berapa porsi rata-rata [NAMA] mengkonsumsi sayur-sayuran segar dalam sehari?
(GUNAKAN KARTU PERAGA)
....... porsi D
TANYAKAN 035 TANPA KARTU P.ERAGA DAN ISIKAN KODE'PILIHAN JAWABAN:
1. > 1 kali per hari 3. 3 - 6 kali per minggu, 5. < 3 kali per bulan
2. 1 kali per hari 4. 1 - 2 kali per minaau 6. Tidak pernah
035 Biasanya berapa kali [NAMA) mengkonsumsi makanan berikut: (BACAKAN POINT a SAMPAI OENGAN h)
a. Makanani minuman manis D d. Jeroan (usus, babat, paru) D g.Minuman berkafein (kopi, dll) D
h.Bumbu penyedap (vetsin, Icecap,
b. Makanan asin D e.Makanan dibakar/dipanggang D trasl): D
c. Makanan berlemak D f.Makanan yang diawetkan D
• JIKAART UMUR 10 -14 TAHUN-~ XI. PENGUKURAN dan PEMERIKSAAN
• JIKA ART UMUR ?:,15 TAHUN ~ E: DISABILIT AS/ KETIDAKMAMPUAN-
UNTUK PERTANYAAN E01- E11, BACAKAN PERTANYAAN & E06 Dalam 1 bulan terakhir, seberapa besar [NAMA)
AL TERNA TIF JAWABAN. ISIKAN KODE PlLIHAN JAWABAN:
1. TIDAKADA 3. SEDANG. 5. SANGA.T BERA T
merasakan napas pendek setelah melakukan latihan ring an.
Misalnya naik tangga 12 trap? D
2. RlNGAN 4 .• BERAT
E01 Dalam 1 bulan terakhlr, seBerapa sulit [NAMA] E07 Dalam 1 bulan terakhir, seberapa besar [NAMA) menderita
melihat dan mengenali orang di seberang jalan batuk atau bersin selama 10 menit atau lebih dalam satu
(kira-kira dalam jarak 20 meter) walaupun telah D serangan? D
menggunakan kaca mata/ lensa kontak?
E02 Dalam 1 bulan terakhir, seberapa sulit [NAMA] E08 Dalam 1 bulan terakhir, seberapa sering [NAMA]
melihat dan mengenali obyek sepanjang lengan/ jarak mengalami gangguan tidur (misal mudah ngantuk, sering
baca (30 cm) walaupun telah menggunakan kaca D terbangun pada malam hari atau bangun lebih awal D
mata/ lensa kontak? daripada biasanya)
E03 Dalam 1 bulan terakhir, seberapa sulit [NAMA] E09 Dalam 1 bulan terakhir, seberapa sering [NAMA)
mendengar orang berbicara dengan suara normal mepgalami masalah kesehatan yang mempengaruhi
yang berdiri di sisi lain dalam satu ruangan, walaupun D keadaan emosi berupa rasa sedih dan tertekan? D
telah menggunakan alat bantu dengar?
E04 Dalam 1 bulan terakhir, seberapa sulit [NAMA) E10 Dalam 1 bulan terakhir, seberapa besar [NAMA]
mengalami kesulitan berdiri dalam waktu 30 menit?
mendengar orang berbicara dengan orang lain dalam
ruangan yang sunyi, walaupun telah menggunakan D D
alat bantu dengar?
E05 Dalam 1 bulan terakhir, seberapa besar [NAMA] E11 Dalam 1 bulan terakhir, seberapa besar [NAMA]
merasakan nyeri/ rasa tidak nyaman? D mengalami kesulitan berjalan jauh sekitar satu kilometer? D
UNTUKPERTANYAAN E12-E20, BACAKAN PERTANYAAN & tJ.TERNATIFJAWABAN. ISIKAN OENGAN KODE PlllHANJAWABMl:
1. TIDAK ADA 2. RINGAN 3. SEDANG' 4. SULIT 5. SANGAT SULIT/ TIDAK DAPAT MELAKUKAtf •.
E12 Dalam 1 bulan terakhir, seberapa sulit [NAMAJ dapat E17 Dalam 1 bulan terakhlr, seberapa sulit (NAJAA]
memusatkan pikiran pada kegiatan atau menging_at
sesuatu selama 10 menit?
D berinteraksi/bergaul dengBf'}orangyang belum dikenal
sebelumnya?
D
Dalam 1 bulan terakhir, seberapa sulit [NAMA] E18 , Dalam 1 bulan terakhir, seberapa sulit [!'JAMA} dapat
E13
.
membersihkan seluruh tubuh sepertj rnandi? D msmelihara persahabatan?
-
D
E14 Dalam 1 bulanterakhir, seberapa sulit [NAMA] E19 Dalam 1 bulan terakhlr, seberspa sulit- [NAMA] dapat
mengenakan pakaian? D meiakukan pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya
sebagai anggota rumah tangga? .
D
Dalam 1 bulan terakhir, seberapa ~ulit [NAMA] dapat Dalam 1 bulan terakhlr, seberapa sulit. [NAMA] dapat
.E15
mengerjakan pekerjaan seharf-hari?" '
D E20
berperan serta dalam kegiatan kemasyarakatan (arisan, D
pengajian, keagamaan, atau kegiatan lain)?
Dalam 1 bulan terakhir, seberapa sulit [NAMAJ dapat
E16
memahami pembicaraan orang lain?- D
UNTUK PERTANYAAN E21- E23, BACAKAN & ISIKAN DENGAN KODE 1=YAATAU 2=TIDAK
E21 Dalam 1 bulan terakhir, apakah [NAMA] mernbutuhkan bantuan orang lain untuk merawat diri (rnakan, mandi, berpakaian,dlQ D
Dalarn 1 bulan terakhlr, apakah [NAMAJ rnernbutuhkanbantuan orang lain untuk rnelakukanaktivitas/gerak (misalnya bangun tiduc,
E22
berjalan dalarn rurnah atau keluar rurnah)? D
Dalam 1 bulan terakhir, apakah [NAMA] mernbutuhkan bantuan orang lain untuk berkomunikasi (berbicara dan dimengerti oleh
E23
lawan bicara)? D
,
a. lmunisasi BCG terhagap-TBC, yang biasanya mulai diberikan umur 1 harldan 2 .• Tidak 7 G05.c
disuntikkan di len9an alas atau paha serta meninggalkan bekas (scar)~
1. Ya
8. Tidak tahu7 G05.c D
b. Pada umur berapa [NAMA] diimunisasi BCG? (ISi HARi AT AU BULAN)
(JIKA TIDAKTAHU ISIKAN KODE "88" UNTUK HARi DAN BULAN)
~ "' •· I
1 ............ Hari DD ........ Bulan DD
c~ lmunisasi polio, cairan merah muda atau putih yang biasanya mulai diberikan 2. Tidak 7 G05.f
umur 2 bulan dan diteteskan ke mulut?
1. Ya
8. Tidak tahu7 G05.f D
d. Pada umur berapa [NAMA) pertama kali diimunisasi polio?
(JIKA TIDAK TAHU ISIKAN KODE "88" UNTUK BULAN) ............. Bulan DD
PEMERIKSAANVISUS:
1. Jlka [NAMA] tidak menggunakan kacamata tetap lakukan pemeriksaan visus
2. Jika [NAMA] menggunakan kacamata, lakukan pemeriksaanvisus dengan tetap memakai kacamata
8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8
11. Apakah diambil spesimen darah 2. Tidak-7 KE Xl.13 atau KE CATATAN PENGUMPULDATA
13 Apakah diambil Urin (khusus ART umur 6-12 thn) 1. Ya 2. Tidak-7 KE CATATAN PENGUMPUL DATA D
14. STIKER NOMOR URIN TEMPEL STIKER DI SINI
RISET KESEHATAN DASAR (RISKESDAS 2007)
5. Siapa saja yang menolong ibu ketika melahirkan bayi tersebut? a. Penolong Pertama b. Penolong Terakhir
1. Dokter 4. Family/keluarga
2. Bidan/Tenaga paramedis lainnya
3. Dukun
5. Lainnya D D
a. Bibir/langit-langit sumbing 1. Ya
'
2. Tidak 8. Tidak tahu D
b. Kepala besar(hidrosefalus) 1. Ya 2. Tidak 8. Tidak tahu D
c. Tidak ada Julang kepala belakang (anencephalus)
!
1. Ya 2. Tidak ~. Tidak tahu D
d. Benjolan pada dinding perut sekitar pusar (omphalocele) 1. Ya 2. Tidak 8. Tidak tahu D
e. Tidak ada lubang dubur (atresia ani) 1. Ya 2. Tidak
.
8. Tidak tahµ D
f. Lainnya (tuliskan)
'
1. )'.a 2. Tidak 8. Tidak tahu D
'
' t
:-.t< >;~·
~'
, ... of ,,;
"1v~·. K[Ao#AN;BAvi K1&1KiSAKiT: [:feidikali s~~~fit·rlnci·s'/1;AT~~~:~'f11t\:sA~ft$imt)lati)J~.r,,~~l<:~t:.
.,.,.!i •,,,_'~-· ·'·_., /,.,,'"!f'·~...,.,,~ ""F.~>\tiJl: .. ~"i •/I' if t."·<,I .;.,,.,... 'i'r;/:'l/i:~-~!-,'.):~'').' ·.{.'.;'- ;: .e, .:~*~: ·,.,~-·--·.;""~-
2
.
13. a. Bagaimarra stmra tangfsaribayi? 1. Normal ;
2. Melemah, hari
3. Trdak mena!lgis, _ harl
- 4. Menangis dgn suara melengking tiba-tiba dan terus-menerus
' 8. Tidak tahu
.'
b. Apakah ubun-ubun,. bayi menonjol?
" 1.Ya, __ hari 2. Tidak 8. Tidak tahu
- 1. Merah muda 3. Kebiruan
1~. a. Apakah W_?ma tubuh bayi? 8. Tidak tahu
2. Pucat 4. Kuning
!
. 1. Merah mude 3. Kebiruan
b. Apakah wama kaki/ tangan bayi? 8. Tidak tahu
2. Pucat 4. Kuning
c. _Apakahkulit bayi bergelembung? 1.Ya, __ hari 2. Tidak 7 P15 8. Tidak ~u·7 P15
d. Jika ya, gelembung beris! apa? 1. Cairan jemih 2. Cairan keruh/nanah 8. Tidak tahu
15. a. Bagaimana sifat pemafasan bayi? 1. Nafas normal
2. Nafas cepat/ megap-megap, __ hari
8. Tidak tahu
b. Apakah ada batuk? 1.Ya, __ hari 2. Tidak 8. Tidak tahu
"
c. Apakah cuping hidung kembang kempis ketika nafas? 1. Ya, ___ hari 2. Tidak 8. Tidak tahu
d. Apakah ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam? \_.Ya, __ hari 2. Tidak 8.. Tidak tahu
.
16. a. Apakah bayi kejang? 1.Ya, __ hari 2. Tidak 8. Tidak tahu
b. Ap~kah bayi mengalami penurunan kesadaran?
1.Ya, __ hari 2. Tidak 8. Tidak tahu
(bayi dibangunkan tet~Ri tidur terus)
17. Bagaimana keadaan mata bayi? 1. Normal, __ hari 4. Wama kuning, __ hari
2. Cekung, __ hari 8. Tidak Tahu
3. Belekan, hari
18. a. Apakah mulut bayi mencucu, seperti mulut ikan? 1. Ya, ___ hari 2. Tidak 8. Tidak tahu
b. Apakah bibir berwarna kebiruan? 1. Ya, ___ hari 2. Tidak 8. Tidak tahu
.,
c. Apakah mengeluarkan air liur terus-menerus? 1. Ya, ___ hari 2. Tidak 8. Tidak tahu
d. Apakah ada luka/bercak putih di dinding rongga mulut? 1. Ya, ___ hari 2. Tidak 8. Tidak tahu
a. Apakah bayi dernam? .....-"' .
19. 1. Ya, ___ hari 2. Tidak 8. Tidak tahu
b. Apakah tubuh bayi dingin? 1. Ya, ___ hari 2. Tidak 8. Tidak tahu
20. a. Apakah bayi O)Untah? 1. Ya, ___ hari 2. Tidak7P21a 8.Tidak tahu7 P21a
b. Bagaimana muntah tersebut terjadinya? 1. Sehabis minum ASI, _ hari 2. Berulang-ulang, _hari
.
'
21. a. Apakah perut bayi kembung? t, Ya, -=----=.hari - 2. Ttdak 8. Tidalttahu
-
b. Apakah terlihat ada benjolan di perut?
.
1. Ya, ___ hari 2. Tidak 8. Tidak tahu
22. a. Apakah ada gangguan dalam buang air besar (BAB)? 1. Ya, ___ hari 2. Tidak-sP23a 8. Tidak tahu7P23a
b. Jika ya, apakah gangguannya? 1. Diare, _ hari 2. Tidak bisa BAB, __ hari
23. a. Apakah diberi Air Susu lbu (ASI)? 1. Ya, ___ hari 2. Tidak7P23c 8. Tidak tahu7P23c
b. Bagaimana bayi mengisap ASI?
. 1. Kua! 2. Lemah 3. Tidak bisa mengisap
c. Apakah diberikan minuman/makanan lain sebagai berikut? 1. Air putih 4. Air buah 7. Nasi
ijawaban dapat lebih dari satu) 2. Air madu/gula 5. Susu formula 8. Lainnya,
3. Air tajin 6. Pisang
3
24. Ketlka ibu hamil, apakah mengalami
t
komplikasi? fanyakan satu persatu gangguan/komplikasldi bawah lnl
Keadaan waktu lahir dan bagian tubuh yang keluar lebih dulu:
Riwayat sakit:
4
Umur ibu ketlka melahlrkan:
GPA:
Penolong persallnan:
Proses persalinan:
'Komplikasl kehamilan:
Komplikasi persallnan:
26. Diagnosis Penyebab Kematian Bayi Usia 0·6 hari (diisi oleh dokter) KodelCD 10
a. Penyakit atau keadaan utama janin/bayi yang menyebabkan kematian:
DDD.D
b. Penyakit atau keadaan lain janin/bayi yang menyebabkan kematian:
DDD.D
c. Penyakit/keadaan utama ibu yang mempengaruhi kematian bayi
DDD.D
d. Penyakit/keadaan lain ibu yang mempengaruhi kematian bayi
DDD.D
e. Keadaan relevan lain yang menyebabkan kematian bayi/lain, tetapi
tidak berkaitan dengan penyakit/keadaan janin/bayi maupun ibunya:
.,._~s DDD.D
27. Diagnosis Penyebab Kematian Bayi Usia 7 hari - 28 hari (diisi oleh dokter) Kode ICD 10
a. Penyakit penyebab kematian langsung (Direct Cause)
DDD.D
b. Penyakit perantara (Intervening antecedent cause)
DDD.D
c. Penyakit penyebab utama kematian (Underlying cause of death)
DDD.D
d. Penyakit yang berkontribusi terhadap kematian, tetapi tidak berhubungan dengan penyakit pada
Rangkaian a-c DDD.D
Telah diperiksa oleh Ketua Tim,
Nama: .......•......••.•..•.............•.•...•.••.....••••.•
Tanda tangan: .
Tanggal: ..
5
RISET KESEHATAN DASAR (RISKESDAS 2007)
[ RAHASIA
KUESIQNER AUTOPSI VERBAL (AV)
UNTUK UMUR 29 hari • < 5 tahun I' RKD07.AV2
-~~:-~
·-.'"'·" ~~·
~~
~'" ""~-
b. Menurut responden, apa penyebab kematian [NAMA]? (termasuk keterangan dari perawat, bidan, dokter)
4. a. Apakah [NAMA) minum ASI ketika sakit? 1. Ya, menyusu kuat 3. Tidak bisa menyusu
2. '/a, menyusu Lemah 4. Sudah tidak minum ASI
b. Jenis minuman/ makanan apa lagi yang 1. ASI saja 6. Pisang
diberikan? 2. Air madu/gula 7. Makanan bayi siap saji
3. Air putih 8. Bubur
Uawaban dapat lebih dari satu) 4. Air buah 9. Nasi
5. Susu formula 10. Lainnya,
c. AJ)akah [NAMA] pemah diimunisasi sebagai berikut:
Oiptheri, Pertusis, Tetanus 1. Ya, usia _, __ , __ bulan 2. Tidak 8. Tld'ak- Tahu
- ~
Campak , 1. ya, usia __ bulan 2. Tidak 8. Tidak Tahu
Hepatitis 1. Ya, usia __ bulan 2. Tidak .8. Tidak Tahu
d. Apakah [NAMA] ada parut BCG 1. Ya 2. Tidak 8. Tidak Tahu
--
'5.' a. Apakah [NAfvlA] mengalami demam sebelum
1.Ya, __ hr 2. Tidak7P6 8. Tidak tahu 7 P6
meninm:1al1 <..
1. Terus menerus 3. Menggigil
b. Bagaimana sifat demamnya? 8. Tidak fahu
2. Naik turun 4. Berulano disertai kerinoat malam
c. Apakah [NAMA] pemcti periksa darah utk mengetahui
sakit malaria?
1. Ya . 2. Tidak 7P6 8. Tidak tahu 7 P6
d. Bagaimana hasilnya? Jika positif, kapan diperiksa? 1. Positif, hr 2. Negatif 8. Tidak tahu
11. Apakah (NAMA] sakit di daerah perut? 1. Ya, __ hr 2. Tidak 8. Tidak tahu
-
12. a. Apakah [NAMA] muntah-muntah? 1. Ya. -- hr 2. Tidak7P13 8. Tidak tahu7P13
b. Jika ya, apakah muntah disertai dengan darah
1. Ya, __ hr 2. Tidak 8. Tidak tahu
berwarna kehitaman?
13. a. Apakah ada benjolan di sekitar leher? 1.Ya, __ hr 2. Tidak 8. Tidak tahu
b. Apakah ada benjolan yang tidak normal di perutnya? 1. Ya, __ hr 2. Tidak 8. Tidak tahu
14. Apakah perut [NAMA] membesar/rnernbuncit? 1. Ya, __ hr_bln 2. Tidak 8. Tidak tahu
15. a. Apakah (NAMA] diare? 1.Ya, __ hr 2. Tidak7P17 8. Tidak tahu7P17
b. Apakah diare disertai lendir dan atau darah? 1.Ya, __ hr 2. Tidak 8. Tidak tahu
16. Apakah rnata [NAMA] cekung/ haus/ kulit mengkerut/ tidak
1. Ya, __ hr 2. Tidak 8. Tidak tahu
kencinq?
17. a. Apakah [NAMA] kurang gizi sebelum sakit? 1.Ya, __ bin 2. Tidak 8. Tidak tahu
b. Apakah dalam beberapa bulan terakhir sebelum
1. Ya 2. Tidak 8. Tidak tahu
meninggal berat badan INAMAl tidak naik?
c. Apakah [NAMA] terlihat pucat terutama di bibir atau
1. Ya, __ hr _bin 2. Tidak 8. Tidak tahu
telaoak tancan?
d. Apakah [NAMA] luka/sariawan di rongga rnulut? 1. Ya, __ hr _bin 2. Tidak 8. Tidak tahu
18. Apakah warna putih mata jadi kuning? 1. Ya, __ hr_bln, 2. Tidak 8. Tidak tahu
19. Apakah tubuh [NAMA] berwarna biru setelah beraktifitas
1.Ya, __ hr - bin 2. Tidak 8. Tidak tahu
atau rnenangis?
20. Apakah muka [NAMA] bengkak, terutama kelopak mata? 1. Ya, __ hr _bin 2. Tidak 8. Tidak tahu
21. Apakah seluruh tubuh [NAMA] bengkak? 1.Ya, __ hr_ bin 2. Tidak 8. Tidak tahu
22. Apakah pergelangan kaki/persendian lain bengkak? 1.Ya, __ hr_ bin 2. Tidak 8. Tidak tahu
2
23. Apakah [NAMA) menderita campak sebelum meninggal? 1. Ya, __ hr 2. Ttdak 8. Tidak tahu
24. Apakah ada bintik-bintik merah di kulit? 1. Ya, __ hr 2. Tidak 8. Tidak tahu
26. Apakah [NAMA] sering ngantuk bukan pd jam tidur? 1. Ya, __ hr 2. Tidak 8. Tidak tahu
27. Apakah [NAMAJ kaku kuduk (kaku di leher)? 1.Ya, __ hr 2. Ttdak 8. Tidak tahu
28. Apakah [NAMAJ mengeluh sakit kepala? 1. Ya, __ hr 2. Tidak 8. Tidak tahu
29. Apakah seluruh tubuh [NAl\A.A] kaku? 1.Ya, __ hr 2. Tidak 8. Tidak tahu
30. Apakah [NAMAJ mengalami penurunan kesadaran? 1. Ya, __ hr 2. Tidak 8. rKlak tahu
31. Apakah [NAMAJ mengalami lumpuh satu atau dua tungkai? 1. Ya, __ hr 2. Tidak 8. Tidak tahu
32. Apakah [NAMA] mengalami gangguan kencing? 1. Ya, __ hr 2. Tidak 8. Tidak tahu
36. Diagnosis Penyebab Kematian Bayi/ Balita (29 hari - < 5 tahun) (DllSI OLEH DOKTER) KodelCD 10
a. Penyakit penyebab kernatian langsung (Direct Cause)
DDD.D
b. Penyakit perantara (Intervening antecedent cause)
DDD.D
c. Penyakit penyebab utama kematian (Underlying cause of death)
DDD.D
d. Penyakit yang berkontribusi terhadap kematian, tetapi tidak berhubungan dengan penyakit
pada rangkaian a-c DDD.D
Telah diperiksa oleh Ketua Tim,
Nama: .
Tanda tangan: .
Tanggal: ---------
3
RISET KESEHATAN DASAR (RISKESDAS 2007l
1a. Nomor responden (Kutip dari RKD07.RT Blok IV Kolom 1) lsikan 00 jika responden tidak tinggal di rumah tangga ini ....... DD
b. Menurut responden, apa penyebab kematiannya? (termasuk keterangan dari perawat dan dokter) _
1. Apakah (NAMA] demarn/ panas tinggi sebetum meninggal? 1. Ya, __ .hr 2. Tidak 8. Tidak tahu
3.
Apakah [NAMA] sesak nafas ketika melakukan pekerjaan
rin an?
. 1. Ya, _hr_bln 2. Kadang-kadang 8. Tidak/ Tidak tahu
4. Apakah [NAMA) sesak nafas ketika tidur sehingga harus diganjal 1. Ya, _hr _bin 2. Tidak 8. Tidak tahu
den an bebera a bantal?
5. Apakah [NAMA] pernah mengeluh jantung berdebar-debar? 1. Ya,_hr_bln 2. Tidak 8. Tidak tahu
6. Apakah seluruh tubuh [NAMA) bengkak? 1.Ya,_hr_ bin 2. Tidak 8. Tidak tahu
7. Apakah petgelangan kakinya bengk"ak? 1. Ya,_hr_bln 2. Tidak 8. Tidak tahu
8. Apakah persendian lainnya bengkak? 1. Ya,_hr_bln 2. Tidak 8. Tidat tahu
9. Apakah (NAMAJ nafasnya berbunyi/ mengi? 1. Ya,_hr_bln 2. Tidak 8. Tidaktal'iu
'« ·~
10. .Apakah [NAMA] batuk lebih dari 2minggu? 1. Ya, __ .bin 2. TKlak-?P12 8. Tidak tahu 7P12
1. Kering 3. Dahak + darah
rt. Jika ya, bagaimana sifat batuknya? 8. Tidaktahu
, 2. Berdahak 4. Adadarah
Ap?kah [NAMA] pemah minum obat anti'TBC yang
12. 1. Ya,_·_hr_bln 2. Tidak 8. Tidak fahu
menyebabkan air seni berwama merah?
13. a. Apakah [NAMA) meng~luh'ny~n dadihebat? 1. Ya· 2. Tidak-?P14 8. Tidak tahu-?P14
. .
b. Jika ya, di bagian mana? 1. Kanan 2. Tengah 3. Kiri 8. Tidak tahu
~ ~ - .
c. Bagaimana sifat nyerinya? 1. Hilang timbul 2. Terus-menerus 8. Tidak tahu
.
.
14. Apakah [NAMA) nafasnya pendek-pendekdan cepat? 1. Ya 2. Tidak 8. Tidak tahu
15. Apakah ada tarikan dinding dada bagian bawah ketika bemafas? 1. Ya 2. Tidak 8. Tidak tahu
16. Apakah [NAMA] perokok berat? Berapa lama merokok? 1. Ya,_thn 2. Tidak 8. Tidaktahu
17. a. Apakah [NAMA] menderita diare? 1. Ya, _hr_bln 2. Tidak 7 P19 8. Tidak tahu-? P19
b. Jika ya, apakah tinja bercampur dengan darah dan lendir? 1. Ya 2. Tidak 8. Tidak tahu
18. li.pakah [NAMA) kekurangan cairan tubuh? 1. Ya,_hr 2. Tidak 8. Tidak tahu
19. Apakah [NAMA) mengeluh sulit menelan? 1. Ya,_hr_bln 2. Tidtfl<' 8. Tidak tahu
.
20. Apakah [NAMA] sakit kepala? 1. Ya,_hr_bln 2. Tidak 8. Tidak lahu
21. a. Apakah [NAMA) ada gangguan Buang Air Kecil (BAK)/
1.Ya,_hr_ bin 2. Tidak 7 P22 8. Tidak tahu-? P22
kencing?
1.
-
Tak dapa] BAK 3. Ngompol
b. Jika ya, gangguannya apa? 4. Lainnya, __ 8. Tldak tahu
2. Sedikit-sedikit
22. Apakah [NAMA) nyeri ketika BAK/kencing? 1.Ya,_ hr - bin 2. Tidak 8. Tidak tahu
23. Apakah air seninya berwarna merah? 1. Ya,_ hr - bin 2. Tidak 8. Tidak tahu
24. Apakah [NAMA) banyak makan, minum, dan sering BAK/
1.Ya,_ bin _thn 2. Tidak 8. Tidak tahu
kencina?
25. Apakah [NAMA) pernah ada Iuka yang sulit sernouh? 1. Ya, _bln_thn 2. Tidak 8. Tidak tahu
26. Apakah [NAMA) ada rasa kesemutan di kaki/ tangan? 1.Ya,_ hr - bin 2. Tidak 8. Tidak tahu
27. a. Apakah [NAMA) mengalami nyeri perut? 1. Ya,_hr_bln 2. Tidak 7 P28 8. Tidak tahu7 P28
1. Di atas
'b, Jika ya, pada perut bagian mana? 3. Seluruh perut 8. Tidak tahu
2. Di bawah
28. a. Apakah ada benjolan di perutnya (tumor)? 1. Ya,_hr _bin 2. Tidak 7 P29 8. Tidak tahu7 P29
1. Di atas
b. Jika ya, pada perut bagian mana? 3. Di tengah 8. Tidak tahu
2. Di bawah
29. a. Apakah perut [NAMA) membunciU membesar? 1. Ya,_hr_bln 2. Tidak 7 P30 8. Tidak tahu7 P30
b. Jika ya, bagaimana timbulnya? 1. tiba-tiba < 1 minggu 2. bertahap ~ 1 minggu 8. Tldak tahu
2
. . . -
30. a, Apakah {NAMA] muntah-muntahketika sakit? 1.Ya,_hr 2. Tidak 7 P3f 8. Tidak ~ P31
2. Tidak 7 P33
•""·
... . 8. Tidak t~
.
P33
, I ---T"'
'
b. Jika ya, ba~imana er~~es penuruna'!,kesadaran?
. 1. · Mepgadak. -· 2, Bertahap beberapahari 8. Tldalllahu
-
. 33 . a. Apakah ada ~aQi§ln Ju~~~~ (NAMA] yang lumpuh? 1. Ya, _br_bln 2. Tidak 7 P34
'fi. Jika ya,'liagian tubuh mana yang lumpuh? 1, Lengan kanan
' . 8.Tldak~~
.
• Oawaban dapat leblh darl satu) 3. Tungkaikanan 4. Tungkai kii
2. Langan kiri
.
34. a. Apakah seluruh tubuh [NAMA] kaku? 1. Ya,_hr_bln
. 2. Tidak 8. Tidak tahtt
•.
b. ~pa~ah a.dakaku k_vd,11~?. 1. Ya,_,_hr _bin 2. Tidak 8. Tidak tam
39. Apakah (NAMA) tampak pucat? 1. Ya, _hr_bln 2. Tidak 8. Tidak tahu
40. Apakah muka [N.~M[I.] bengkak/ sembab? 1. Ya, _hr._-_bin 2. Tidak 8. Tidak tahu
41. Apakah mata [NA[v1A) berubah jadi kuning? • 1.Ya,_hr_ bin 2. Tidak 8. Tidak tahu
a. Apakah [NAMA) pernah ceder-a akibat kecelakaan lalu lintas
42. atau kecelakaan lainnya ijatuh, tenggelam, terbakar, ditusuk, 1. Ya,_hr_bln 2. Tidak7P43 8. Tidak tahu-7P43
keracunan, dll?
b. Jika ya, sebut jenis kecelakaan dengan rinci
c. Jika ya, sebut jenis cedera (eatah tulang, gegar otak dll) , >
45. Apakah [NAMA) ada Iuka atau benjolan pada payudara atau kulit
payudara berkerut seperti kulit jeruk dan atau puting payudara 1. Ya,_hr_bln 2. Tidak 8. Tidak tahu
keluar calran kernerahan?
46. Apakah [NAMA) keluar darah berlebihan pada saat datang
1. Ya, _hr_bln 2.'Tidak 8. Tidak tahu
bulan/ menstruasi?
3
47. a. Apakah {NAMA) mengalami perdarahan darijalan lahirdi luar
1. Ya, _hr_bln 2. Tidak a. Tidaktahu
siklus menstruasinya? . .
b. Jika ya, apakah perdarahan masih terus sampai meninggal? 1. Ya, _hr _bin 2. Tidak 8. Tidak tahu
48. Apakah [NAMA] mengeluarkan cairan tidak normal dari jalan
1. Ya, _hr __ bin 2. Tidak 8. Tidak tahu
lahir?
·'
Ji~t Y~N-G ME~INGGALadalah Perempuan Umur 10 • 54 Tahun PERNAH KAWIN 7 lllC :
Jika YANG MENINGGAL.adatanYerempuanUmur 10 • 54 Tahun BELUM KAWIN 7-P.67
Jika YANG MENINGGAL.adplahPerempuan Umur 55 Ke Atai 7 1110 ~
49. Apakah [NAMA]meninggalketika sedang hai'hil? 1. Ya, _._bin 2. Tida~ 7 P62 8: Tidak tahu 7'P52
50. Apakah [NAMA) menderita'tekanandarah tinggi ketika hamil "'.
(dikatakan,olehtenaga medis) atau kejang? 1. Ya, hamil_bln .2. Tidak 8. Tidak tahu
51. .Apakah [NAMA) mengalami perdarahan hebafketika hamH? 1. Ya, hamil_bln 2. Tidak 8. Tidak tahu
tANJUTKAN
. ·KE P67
56. Apakah [NAMA) mengalami perdarahan banyak sebelum bayi lahir? 1. Ya 2. Tidak 8. Tidak tahu
. '·
57. Apakah [NAMA) suliU larna'(lebih dari 12 jam) ketika melahirkan? 1.Ya,_jam 2. TidaK' 8. Tidak tahu
LANJUTKAN KE P65a
8. Tidak tahu -7
60. Apakah [NAMA) meninggal setelah ari-ari keluar sam(lai 60 hari? 1. Ya, hari ke _ 2. Tidak7 P67
.. P67a
61. Apakah [NAMA] kejang setelah ari-ari keluar sampai 60 hari? 1. Ya, hari ke _ 2. Tidak 8. Tidak tahu
62. Apakah [NAMA] perdarahan setelah ari-ari keluar sampai 60 hari? 1. Ya, hari ke_ 2. Tidak 8. Tidak tahu
63. Apakah (NAMA] demam tinggi setelah rnelahirkan? 1. Ya, hari ke _ '2. Tidak 8. Tidak tahu
64. >:.pakah ada cairan berbau busuk keluar dr jalan lahir setelah
1. Ya, hari ke_ 2. Tidak 8. Tidak tahu
melahirkan?
65. a. Siapa saja yang menolong persalinan? 1. Dukun 2. Bidan 3. Dokter 4. Keluarga
1. Lahir spontan 3.0pe;isi S~ctio 7 P66a
b. Dengan cara apa bayi dilahirkan?
~· Vakum-7'pssa , .
8. Tidak Tahu -7 P66a
c. Pada waktu bayi lahir, bagian tubuh mana yang keluar lebih 1. Kepala 3. Lengan/ kaki
dahulu? 2. Bokong 8. Tidak tahu
66. a. Apakah [NAMA] melahirkan tunggal atau kernbar? 1. Tunggal 2. Kembar
1. Hidup 3. Kembar, satu bayi meninggal
b. Bagaimana kondisi bayi (NAMA] setelah lahir?
2. Meninggal 4. Kembar, semua bayi meninggal
67 •
•
Jika YANG MENINGGALadalah Perempuan Umur'15 Tahun Ke..Atas 7 1110
Jika YANG.MENINGGAL adalah Per~mpua'! Umur 10-14 Tahun 7 IV:RESUME ..
68 Apakah [NAMA] mempunyai riwayat/ pernah sakit: Jika ya, berapa lama ?
a. Darah tinggi/ sakit jantung 1.Ya,_ bin - thn 2. Tidak 8. Tidak lahu D
b. Kencing manis 1. Ya,_bln_thn 2. Tidak 8. Tidak tahu D
c. Saki! radang sendi (artritis) 1. Ya, _bin _thn 2. Tidak 8. Tidak lahu D
d. Saki! lambung/ maag 1. Ya, _bin _thn 2. Tidak 8. Tidak lahu D
e. Saki! kuning 1. Ya,_bln_thn 2. Tidak 8. Tidak tahu D
f. Tuberkulosis/ Flek paru 1. Ya,_bln_thn 2. Tidak 8. Tidak tahu D
g. Asthma 1. Ya, _bin _thn 2. Tidak 8. Tidak tahu D
h. Kegemukan (Obesitas) 1. Ya, _bin _thn 2. Tidak 8. Tidak tahu D
i. Tumor/'kanker 1. Ya, _bin _thn 2. Tidak 8. Tidak tahu D
j. Peminum alkohol kronik 1. Ya, _bin _thn 2. Tidak 8. Tidak tahu D
k. Pengguna narkoba suntik atau pil 1. Ya,_bln_thn 2. Tidak 8. Tidak tahu D
Umur almarhum/ah:
Jenis kelamin:
Penyakit yang diderita dan lamanya (Blok 111 D):
Riwayat sakit (Blok Ill A-C. untuk tanda, gejala, lama sakit ):
69. Diagnosis Penyebab Kematian Umur 5 Tahun Ke alas (diisi oleh dokter) Kode ICD 10
a. Penyakit penyebab kematian langsung (Direct Cause)
DDD.D
b. Penyakit perantara (/nfeNening antecedent cause)
DDD.D
c. Penyakit penyebab utama kematian (Underlying cause of death)
DDD.D
d. Penyakit yang berkontribusi terhadap kematian, tetapi tidak berhubungan dengan penyakit
pada rangkaian a- c DDD.D
Telah diperiksa oleh Ketua Tim,
Nama: _
Tanda tangan: _
Tanggal: _