Anda di halaman 1dari 27

KEPERAWATAN BENCANA

KRITISI JURNAL

OLEH :
I KOMANG WIDIANA
NIM. 16089014117

S1 ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG
2019
A. Latar Belakang

Sepanjang tahun ini Indonesia seakan sedang melakukan maraton bencana dari
satu pulau ke pulau lain dan dari satu provinsi ke provinsi lain. Pada awal tahun
2010 setelah letusan Gunung Api Merapi mereda, tanah air Indonesia kembali
diguncang bencana alam besar: gempa bumi di Yogyakarta dan tsunami di
kawasan selatan Jawa Barat dan sebagian Jawa Tengah. Sementara itu, bencana
yang berkaitan dengan fenomena geologi, seperti semburan lumpur panas di
Porong, Sidoarjo, belum juga berhenti. Kemudian pada akhir tahun 2010 merapi
kembali menyala yang lebih ganas, diikuti oleh Tsunami Mentawai dan banjir
bandang di beberapa wilayah seperti di Wasior Irian Jaya (BNPB 2010). Bencana
merupakan kejadian luar biasa yang menyebabkan kerugian besar bagi manusia
dan lingkungan dimana hal itu berada diluar kemampuan manusia untuk dapat
mengendalikannya, disebabkan oleh faktor alam atau manusia atau sekaligus oleh
keduanya. Didalam Penanganan bencana terdapat beberapa aspek yaitu aspek
mitigasi bencana (pencegahan), kegawatdaruratan saat terjadinya bencana, dan
aspek rehabilitasi. Penanganan kegawatdaruratan targetnya adalah penyelamatan
sehingga risiko tereliminir. Sedangkan rehabilitasi merupakan upaya
mengembalikan pada kondisi normal kembali. Dampak bencana yang ditimbulkan
dapat berupa kematian masal, terganggunya tatanan sosiologis dan psikologis
masyarakat, pengangguran, kemiskinan, kriminalitas, keterbelakang-an, dan
hancurnya lingkungan hidup masyarakat. Begitu besarnya risiko yang ditimbulkan
oleh bencana ini, maka penanganan bencana menjadi sangat penting untuk
menjadi perhatian dan tugas kita bersama.
Menurut Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana
(2011), manajemen penanggulangan bencana memiliki kemiripan dengan sifat-
sifat manajemen lainnya secara umum. Meski demikian terdapat beberapa
perbedaan, yaitu: 1) Nyawa dan kesehatan masyarakat merupakan masalah utama;
2) Waktu untuk bereaksi yang sangat singkat; 3) Risiko dan konsekuensi
kesalahan atau penundaan keputusan dapat berakibat fatal; 4) Situasi dan kondisi
yang tidak pasti; 5) Petugas mengalami stres yang tinggi; 6) Informasi yang selalu
berubah. Manajemen penanggulangan bencana adalah pengelolaan penggunaan
sumber daya yang ada untuk menghadapi ancaman bencana dengan melakukan
perencanaan yang tepat. Selain diperlukan Manajemen yang sangat baik, meski di
diimbangi dengan Penilaian cepat kesehatan kejadian bencana atau Rapid Health
Assessment (RHA) sangat diperlukan dalam kondisi bencana. Karena dalam
kajadian bencana terjadi masalah yang sangat kompleks perlu kiranya penanganan
yang sangat baik dan menyatukan antara penilain cepat dan manajemen resiko.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan kritisi jurnal ini adalah untuk mengetahui dan memahami
penelitian jurnal ilmiah yang baik dan benar, untuk mengetahui dan
memahami tata cara mengkritisi jurnal ilmiah.
2. Memahami pentingnya Manajemen dan Penilaian cepat pada kejadian
bencana.
C. Pembahasan
Jurnal 1.
Pada jurrnal ini membahas tentang Rapid Health Assessment (RHA), RHA
sangat diperlukan dalam kondisi bencana, dimana bencana merupakan kejadian
yang sering terjadi akibat pengaruh alam yang dapat menimpa kehidupan manusia
dan mengancam lingkungan. RHA sangat dibutuhkan untuk mengumpulkan data,
memberikan informasi yang obyektif sehingga mampu memecahkan masalah
selama tanggap darurat bencana sampai dengan pemulihan pasca bencana. Tujuan
umum penelitian ini adalah mengidentifikasi makna pengalaman perawat dalam
melakukan Rapid Health Assessment / RHA pada tanggap darurat bencana erupsi
Gunung Kelud tahun 2014 di Kabupaten Malang. Penelitian ini menggunakan
desain penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi interpretif.
Partisipan yang ikut serta dalam penelitian ini sebanyak lima orang perawat yang
terdiri dari tiga orang perawat yang bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten
Malang dan dua orang perawat yang bekerja di Puskesmas Ngantang. Hasil
analisis didapatkan delapan tema yang didapatkan dari delapan tujuan khusus
penelitian. Tema yang di dapat antara lain : perawat tidak siap dalam pengisian
RHA, perawat merasakan kurangnya kerjasama tim, perawat merasa kurang
memahami dalam pengisian format, perawat mengalami permasalahan dalam
pengumpulan data, perawat mengalami kendala dalam koordinasi rujukan antar
wilayah, perawat mengalami hambatan dalam melakukan penilaian dan perawat
merasakan adanya konflik tugas dalam pengisian RHA, serta harapan perawat
untuk optimalisasi RHA. Perencanaan yang jelas dalam manajemen bencana akan
meningkatkan pelayanan kesehatan dan koordinasi antar wilayah. Kesiapan lain
yang harus dimiliki oleh perawat adalah peningkatan kompetensi baik melalui
pelatihan-pelatihan seperti managemen bencana, adanya petunjuk teknis, sarana
dan prasarana serta pengalaman perawat itu sendiri dalam menangani masalah
bencana. Perencanaan yang jelas dalam manajemen bencana akan meningkatkan
pelayanan kesehatan dan koordinasi antar wilayah (Bella, 2011). Kesiapan lain
yang harus dimiliki oleh perawat adalah peningkatan kompetensi baik melalui
pelatihan-pelatihan seperti managemen bencana dan penilain cepat, adanya
petunjuk teknis, sarana dan prasarana serta pengalaman perawat itu sendiri dalam
menangani masalah bencana (Arbon, 2006). Perawat berkeinginan untuk
meningkatkan pengetahuan dan kompetensinya dalam penilaian RHA. Perawat
dapat mengikuti pendidikan maupun pelatihan tentang RHA. Program
peningkatan pengetahuan ini harus didukung dengan upaya kebijakan pemerintah
terutama oleh Dinas Kesehatan dengan memberikan dukungan kepada perawat
dalam meningkatkan wawasan dan kompetensinya.

Jurnal 2.
Menyambung dengan pebahasan jurnal pertama bahwa pentingnya manajemen
dalam kejadia bencana. Manajemen Risiko Bencana Menurut Syarief dan
Kondoatie (2006) mengutip Carter (2001), Manajemen Risiko Bencana adalah
pengelolaan bencana sebagai suatu ilmu pengetahuan terapan (aplikatif) yang
mencari, dengan melakukan observasi secara sistematis dan analisis bencana
untuk meningkatkan tindakan-tindakan (measures), terkait dengan pencegahan
(preventif), pengurangan (mitigasi), persiapan, respon darurat dan pemulihan.
Manajemen dalam bantuan bencana merupakan hal-hal yang penting bagi
Manajemen puncak yang meliputi perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), kepemimpinan (directing), pengorganisasian (coordinating) dan
pengendalian (controlling).
Tujuan dari Manajemen Risiko Bencana di antaranya:
1. Mengurangi atau menghindari kerugian secara fisik, ekonomi maupun jiwa
yang dialami oleh perorangan atau masyarakat dan negara.
2.Mengurangi penderitaan korban bencana.
3. Mempercepat pemulihan.
4. Memberikan perlindungan kepada pengungsi atau masyarakat yang kehilangan
tempat ketika kehidupannya terancam.

Jurnal 3.
Menyambung dengan pembahasan jurnal ke dua pada pembahasan ini
tentang Peran perawat dalam menjlankan manajemen penanggulangan bencana.
Setiap tahap penanggulangan tersebut tidak dapat dibatasi secara tegas. Dalam
pengertian bahwa upaya prabencana harus terlebih dahulu diselesaikan sebelum
melangkah pada tahap tanggap darurat dan dilanjutkan ke tahap berikutnya, yakni
pemulihan. Siklus ini harus dipahami bahwa pada setiap waktu, semua tahapan
dapat dilaksanakan secara bersama--‐sama pada satu tahapan tertentu dengan porsi
yang berbeda. Misalnya, tahap pemulihan kegiatan utamanya adalah pemulihan
tetapi kegiatan pencegahan dan mitigasi dapat juga dilakukan untuk
mengantisipasi bencana yang akan datang. Berbagai upaya penanggulangan
bencana yang dapat dilakukan pada setiap tahap dalam siklus bencana antara lain:
1) Pencegahan dan mitigasi; upaya ini bertujuan menghindari terjadinya bencana
dan mengurangi risiko dampak bencana. Upaya--‐upaya yang dilakukan antara
lain: a) Penyusunan kebijakan, peraturan perundangan, pedoman dan standar; b)
Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah kesehatan; c) Pembuatan
brosur/leaflet/poster; d) Analisis risiko bencana pembentukan tim
penanggulanganm bencana; e) Pelatihan dasar kebencanaan; dan f) Membangun
sistem penanggulangan krisis kesehatan berbasis masyarakat. 2) Kesiapsiagaan;
upaya kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya
bencana. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi
akan terjadi. Upaya--‐upaya yang dapat dilakukan antara lain: a) Penyusunan
rencana kontinjensi; b) Simulasi/gladi/pelatihan siaga; c) Penyiapan dukungan
sumber daya; d) Penyiapan sistem informasi dan komunikasi. 3) Tanggap darurat;
upaya tanggap darurat bidang kesehatan dilakukan untuk menyelamatkan nyawa
dan mencegah kecacatan. Upaya yang dilakukan antara lain: a) Penilaian cepat
kesehatan (rapid health assessment); b) Pertolongan pertama korban bencana dan
evakuasi ke sarana kesehatan; c) Pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan; d)
Perlindungan terhadap kelompok risiko tinggi kesehatan. Secara umum Tahapan
Tanggap Bencana adalah: 1) Tahap pengaktifan: a) Mengumumkan terjadinya
bencana dan melaksanakan tanggap awal; b) Mengorganisasi komando dan
pengendalian. 2) Tahap penerapan: a) SAR; b) Triase,stabilisasi awal dan
transport; c) Pengelolaan definitif atas pasien / sumber bahaya. 3) Tahap
pemulihan: a) Menghentikan kegiatan; b) Kembali ke operasi normal; c)
Debriefing. 4) Pemulihan: upaya pemulihan meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi.
Upaya rehabilitasi bertujuan mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana
yang serba tidak menentu ke kondisi normal yang lebih baik.

Jurnal 4.

Selain entingnya Manajemen dalam bencana alam kali ini kami membahasas
tetang pentingnya juga manajemen dalam bencana non alam, Manajemen
Penanggulangan Kebakaran di PT. XPT. X merupakan perusahaan besar dengan
luas total 28 hektar. Perusahaan menerapkan manajemen penanggulangan
kebakaran sesuai regulasi.. Bangunan gedung harus diproteksi terhadap
kemungkinan terjadinya bahaya kebakaran serta kesiagaan akan kesiapan
pengelola dan pekerja bangunan dalam mengantisipasi kebakaran, khususnya pada
tahap awal kejadian kebakaran. Sesuai dengan penuturan IU, manajemen
penanggulangan kebakaran di PT. X sudah mencakup prosedur, penyediaan
sumber daya manusia, tim penanggulangan keadaan darurat, sarana dan prasarana
penanggulangan kebakaran. Prosedur sudah dibuat oleh pengelola dan harus
dipatuhi oleh semua pekerja guna untuk mencapainya tujuan serta terciptanya
pengawasan yang baik dengan menggunakan urutan-urutan yang logis dan
dilakukan secara berulang-ulang. Sumber daya manusia yang ada di PT. X sudah
mumpuni untuk menanggulangi keadaan darurat karena sudah diberikan pelatihan
secara periodik guna untuk mencegah, mengurangi dan memadamkan api sesuai
dengan UU No. 1 Tahun 1970 pasal 3 ayat 1. Tim Penanggulangan kebakaran di
PT. X terdiri dari manajer OHS, supervisor fire, kepala keamanan (security) dan
peran kebakaran untuk mencapai tujuan yang sama yaitu menanggulangi keadaan
darurat. Sarana dan prasarana untuk menanggulangi kebakaran di PT. X
mencakup sarana proteksi aktif dan pasif seperti disediakannya APAR dan tempat
evakuasi disetiap area kerja. Terpeliharanya prasarana dan sarana serta adanya
reaksi aktif terhadap kebakaran sesuai dengan prosedur merupakan fungsi dari
manajemen kebakaran yang ada di PT. X, sesuai dengan penuturan IU. Secara
umum, manajemen penanggulangan kebakaran sudah memenuhi regulasi sesuai
dengan Kepmen PU No.11/KPTS/2011, namun secara penerapan belum
terlaksana dengan optimal. Sumber daya manusia hanya baru sekedar ada, belum
ditunjuk 1 peran kebakaran setiap 10 karyawan, belum adanya tanda pengenal
khusus, belum secara rutin melakukan pertemuan untuk membahas
penanggulangan kebakaran dan belum rutin mengikuti pelatihan kebakaran setiap
enam bulan sekali.

Jurnal 5.
Jurnal ke 5 ini kami masih membahas tentang peran perawat terhadap
manajemen bencana, kali ini disetiap tahapana penanggulangan bencana. Disaster
atau bencana dibagi beberapa tahap yaitu : tahap pra-disaster, tahap serangan atau
saat terjadi bencana (impact), tahap emergency dan tahap rekonstruksi:
a. Tahapan Pra Disaster
Tahap ini dikenal juga sebagai tahap pra bencana, durasi waktunya mulai
saat sebelum terjadi bencana sampai tahap serangan atau impact. Tahap ini
dipandang oleh para ahli sebagai tahap yang sangat strategis karena pada tahap
pra bencana ini masyarakat perlu dilatih tanggap terhadap bencana yang akan
dijumpainya kelak. Latihan yang diberikan kepada petugas dan masyarakat akan
sangat berdampak kepada jumlah besarnya korban saat bencana menyerang
(impact), peringatan dini dikenalkan kepada masyarakat pada tahap pra bencana.
Dengan pertimbangan bahwa, yang pertama kali menolong saat terjadi bencana
adalah masyarakat awam atau awam khusus (first responder), maka masyarakat
awam khusus perlu segera dilatih oleh pemerintah kabapaten kota. Latihan yang
perlu diberikan kepada masyarakat awam khusus dapat berupa : Kemampuan
minta tolong, kempuan menolong diri sendiri, menentukan arah evakuasi yang
tepat, memberikan pertolongan serta melakukan transportasi
Peran tenaga kesehatan dalam fase Pra Disaster adalah:
a. Tenaga kesehatan mengikuti pelatihan dan pendidikan yang berhubungan
dengan penanggulangan ancaman bencana untuk tiap fasenya.
b. Tenaga kesehatan ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintah, organisasi
lingkungan,
palang merah nasional, maupun lembagalembaga kemasyarakatan dalam
memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi bencana kepada
masyarakat
c. Tenaga kesehatan terlibat dalam program
promosi kesehatan untuk meningkatkan kesiapan masyarakat dalam menghadapi
bencana
yang meliputi hal-hal berikut ini:
1. Usaha pertolongan diri sendiri ketika ada bencana
2. Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota
keluarga yang lain
3. Tenaga kesehatan dapat memberikan beberapa alamat dan nomor telepon
darurat seperti dinas kebakaran, rumah sakit dan ambulance
b. Tahapan Bencana (Impact)
Pada tahap serangan atau terjadinya bencana (Impact phase), waktunya bisa
terjadi beberapa
detik sampai beberapa minggu atau bahkan bulan. Tahap serangan dimulai saat
bencana menyerang sampai serang berhenti. Waktu serangan yang singkat
misalnya: serangan
angin puting beliung, serangan gempa di Jogyakarta atau ledakan bom, waktunya
hanya beberapa detik saja tetapi kerusakannya bisa sangat dahsyat. Waktu
serangan yang lama misalnya : saat serangan tsunami di Aceh terjadi secara
periodik dan berulang-ulang, serangan semburan lumpur lapindo sampai setahun
lebih bahkan sampai sekarang belum berhenti yang mengakibatkan jumlah
kerugian yang sangat besar.
Peran tenaga kesehatan pada fase Impact adalah :
a. Bertindak cepat
b. Do not promise, tenaga kesehatan seharusnya tidak menjanjikan apapun secara
pasti dengan maksud memberikan harapan yang besar pada korban selamat
c. Berkonsentrasi penuh terhadap apa yang dilakukan
d. Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan untuk setiap kelompok yang
menanggulangi
terjadinya bencana
c. Tahapan Emergency
Tahap emergensi dimulai sejak berakhirnya serangan bencana yang
pertama, bila serangan bencana terjadi secara periodik seperti di Aceh dan
semburan lumpur Lapindo sampai terjadi-nya rekonstruksi. Tahap emergensi bisa
terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan. Pada tahap emergensi ini, korban
memerlukan bantu-an dari tenaga medis spesialis, tenaga kesehatan gawat darurat,
awam khusus yang terampil dan tersertifikasi perlukan bantuan obat-obatan, balut
bidai dan alat evakuasi, alat transportasi yang efisien dan efektif, alat komunikasi,
makanan, pakaian dan lebih khusus pakaian anakanak, pakaian wanita terutama
celana dalam, BH, pembalut wanita yang kadang malah hampir tidak ada.
Diperlukan mini hospital dilapangan, dapur umum dan mana-jemen perkemahan
yang baik agar kesegaran udara dan sanitasi lingkung-an terpelihara dengan baik.
Peran tenaga kesehatan ketika fase emergency adalah :
a. Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan sehari-hari
b. Tetap menyusun rencana prioritas asuhan ketenaga kesehatan harian
c. Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan penanganan
kesehatan
di RS
d. Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian
e. Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus bayi,
peralatan kesehatan
f. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit menular
maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan lingkungannya.
g. Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas, depresi
yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi diri) maupun
reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia, fatigue, mual muntah, dan
kelemahan otot)
h. Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat dilakukan
dengan memodifikasi lingkungan misal dengan terapi bermain.
i. Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog dan
psikiater
j. Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan kesehatan dan
kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi.
d. Tahap Rekonstruksi
Pada tahap ini mulai dibangun tempat ting-gal, sarana umum seperti sekolah,
sarana ibadah, jalan, pasar atau tempat pertemuan warga. Pada tahap rekonstruksi
ini yang dibangun tidak saja kebutuhan fisik tetapi yang lebih utama yang perlu
kita bangun kembali adalah budaya. Kita perlu melakukan rekonstruksi budaya,
melakukan re-orientasi nilai-nilai dan normanorma hidup yang lebih baik yang
lebih beradab. Deng-an melakukan rekonstruksi budaya kepada masyarakat
korban bencana, kita berharap kehidupan mereka lebih baik bila dibanding
sebelum terjadi bencana. Situasi ini seharus-nya bisa dijadikan momentum oleh
pemerintah untuk membangun kembali Indonesia yang lebih baik, lebih beradab,
lebih santun, lebih cerdas hidupnya, lebih me-miliki daya saing di dunia
internasional. Hal ini yang nampaknya kita rindukan, karena yang seringkali kita
baca dan kita dengar adalah penyalahgunaan bantuan untuk korban bencana dan
saling tunggu antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat.
Peran tenaga kesehatan pada fase rekonstruksi adalah:
a. tenaga kesehatanan pada pasien post traumatic stress disorder(PTSD)
b. tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait bekerjasama
dengan unsur lintas sector menangani masalah kesehatan masyarakat pasca gawat
darurat serta mempercepat fase pemulihan (Recovery) menuju keadaan sehat dan
aman.
D. Trend Dalam Bidang Keperawatan

1. Pengertia Trend : Trend adalah hal yang sedang banyak dibicarakan,


disukai dan bahkan digunakan dalam hal apapun.

Disini kami mengangkat tentang Penilaian Cepat (RHA) dan Kemampuan


Manajemen bencana dari tenaga kesehatan. Karena dalam kejadian bencana yang
paling penting dilakukan perawat adalah melakukan penilain yang cepat tentang
keadaan suatu wilayah maupun kondisi masyarakat dan pentingnya seorang
perawat melakukan majanejem yang sangat bik antar pihak terkait.

E. Kesimpulan dan Saran


a. Kesimpulan
Meningkatnya kejadian bencana di seluruh dunia membuat setiap negara
untuk siap menghadapi hal yang tidak terduga, termasuk bencana alam. Karena
itu, manajemen bencana yang tepat dalam kesiapsiagaan, respon dan fase
pemulihan sangat penting untuk dibentuk. Meskipun banyak disiplin ilmu yang
diperlukan untuk mendukung manajemen bencana, perawat dianggap sebagai
salah satu profesi kesehatan yang harus disiapkan untuk menghadapi dan
menangani bencana alam. Dengan demikian, kesadaran sangat dibutuhkan dari
perawat yang bekerja di daerah berisiko tinggi dengan bencana. Salah satu syarat
sukses penanganan emergency bencana adalah kepemimpinan atau manajemen
dan penilain cepat (RHA). Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan adalah
kebingungan, kehancuran, kerugian, dan malapetaka. Kepemimpinan yang
dimaksud tentu selayaknya dari unsur pemilik otoritas (pemerintah) pada umunya
dan pihak terkait slah satunya tenaga kesehatan. Keberhasilan semua elemen
masyarakat dalam kancah bencana sangat tergantung keberadaan pemimpin.
Kepemimpinan dalam penanganan emergency bencana haruslah mampu dengan
cepat, tepat, dan berani mengambil keputusan, bersikap tegas, menjalankan sistem
instruksi bukan diskusi.
b. Saran
1. Bagi mahasiswa dapat lebih mengetahui dan memahami tentang
penelitian jurnal secara baik dan benar serta dapat lebih mengetahui
tata cara mengkritisi jurnal sehingga mahasiswa dapat menambah
wawasan dan pengetahuan tentang penelitian jurnal.
2. Untuk pihak terkait pemerintah ataupun tenaga kesehatan penting
kiranya melakukan pelatihan tentang (RHA) dan Manajemen becana.
F. Tabel

Nama Sumber Metode


No Judul Hasil
Penulis Jurnal Penulisan

1. Pengalaman 1.Yati Nur


Jurnal ilmu Penelitin ini Hasil analisis
perawat Azizah keperawtan, menggunak didapatkan
dalam vol 3 no 2 an metode delapan tema
2.Retty
melakukan November penelitian yang didapatkan
Ratnawati
penilaian 2015 kuantitai dari delapan
cepat 3.Setyoadi denngan tujuan khusus
kesehatan pendekaatan penelitian. Tema
kejadian fenomenolo yang di dapat
bencana pada gi antara lain :
tanggap interpretif perawat tidak
darurat siap dalam
bencana pengisian RHA,
erupsi perawat
gunung kelud merasakan
tahun 2014 di kurangnya
kabupaten kerjasama tim,
malang perawat merasa
(studi kurang
fenomenologi memahami
) dalam pengisian
format, perawat
mengalami
permasalahan
dalam
pengumpulan
data, perawat
mengalami
kendala dalam
koordinasi
rujukan antar
wilayah,
perawat
mengalami
hambatan dalam
melakukan
penilaian dan
perawat
merasakan
adanya konflik
tugas dalam
pengisian RHA,
serta harapan
perawat untuk
optimalisasi
RHA.
Perencanaan
yang jelas dalam
manajemen
bencana akan
meningkatkan
pelayanan
kesehatan dan
koordinasi antar
wilayah.
Kesiapan lain
yang harus
dimiliki oleh
perawat adalah
peningkatan
kompetensi baik
melalui
pelatihan-
pelatihan seperti
managemen
bencana, adanya
petunjuk teknis,
sarana dan
prasarana serta
pengalaman
perawat itu
sendiri dalam
menangani
masalah
bencana.Kurang
optimalnya
perawat dalam
proses penilaian
cepat kesehatan
dalam bencana
baik dilihat dari
segi persiapan
perawat,
kerjasama tim
maupun pada
saat
pengumpulan
data serta
kurangnya
koordinasi baik
lintas program,
lintas sektor
maupun antar
wilayah maka
perawat
memiliki
harapan untuk
peningkatan
dalam
optimalisasi
RHA dengan
melakukan
pelatihan-
pelatihan dan
peningkatan
kompetensi
perawat

2. Pengelolan 1.Paidi, WIDYA 29, Metode a. Tujuan


Manajemen Stie Nomor : yang Tujuan
Risiko Dharma 321 digunakan Penulisan ini
Bencana Bhumiput adalah studi adalah
alam di a kasus membahas
Indonesia kepustakaan tentang
dan data di penanggulangan
analisis dan antisipasi
secara bencana kepada
diskriptif. masyarakat
perguruan tinggi
khususnya dan
kepada
masyarakat luas
pada umumnya.
yang dilakukan
oleh instansi
terkait
berdasarkan
Perpres No. 83
Tahun 2005 dan
UU No. 24
Tahun 2007

b. Hasil
Bencana alam
seperti gempa
bumi, tsunami,
letusan gunung
berapi, angin
topan, banjir dan
tanah longsor
dapat terjadi
pada siapa saja,
kapan saja, dan
dimanapun.
Menurut
berbagai
sumber, di
Indonesia 87%
adalah daerah
rawan bencana
alam, atau 440
Perkotaan /
Kabupaten
wilayah, 383
dari mereka
adalah daerah
rawan bencana
alam. Tujuan
dari makalah ini
adalah untuk
membantu
sosialisasi
pemahaman
masyarakat di
Indonesia pada
bencana alam
sangat rendah.
Data atau
informasi
tersebut
diperoleh dari
daftar pustaka
berbagai
sumber. Yang
harus
diperhitungkan
adalah fokus
pada kesiapan,
mitigasi
dampak,
tanggap darurat,
rehabilitasi dan
pemulihan serta
rekonstruksi
yang dapat
dilakukan untuk
meminimalkan
dampak, dan
daerah yang
terkena dampak
akan diharapkan
dapat dipulihkan
seperti biasa,
dan bahkan
meningkat
secara mental,
ekonomi,
infrastruktur dan
dalam
kehidupan sosial
lainnya.
3. Peran dan 1.Ardia Idea Penelitian a. Tujuan
Kepemimpin Putra Nusingg ini Tujuan dari
an Perawat Journal, menggunak penelusuran
2.Ratna
dalam Vol: VI No an kepustakaan ini
Juwita
Manajemen 1 pendektaa adalah untuk
Bencana 3.Risna, literatur mengidentifikasi
pada fase Dkk. riview peran dan
tanggaap kepemimpinan
darurat perawat dalam
manajemen
bencana pada
fase tanggap
darurat.
b. Hasil
Sumber data
dalam penelitian
ini berasal dari
literature yang
diperoleh
melalui internet
berupa hasil
penelitian dari
perpustakaan
on-line baik
lokal, nasional,
maupun
internasional.
Peran dan
kepemimpinan
perawat pada
fase tanggap
darurat secara
umum akan
diidentifikasikan
pada 6 aspek,
termasuk
pencarian dan
penyelamatan,
triase,
pertolongan
pertama, proses
pemindahan
korban,
perawatan di
rumah sakit, dan
rapid health
assessment.
Oleh karena itu,
situasi
penanganan
antara keadaan
siaga dan
keadaan normal
memang sangat
berbeda,
sehingga
perawat harus
mampu secara
skill dan teknik
dalam
menghadapi
kondisi seperti
ini.

4. Talaah 1.Bagas Jurnal kes Desain a. Tujuan


kesipiagaan satrio mmasyaraat penelitian Tujuan dari
manajemen priambudi Volumme 5 ini adalah penelitian ini
tehadap No. 5 deskriptif adalah untuk
2.Bina
kondisi Oktober dengan menganalisis
kurnawan
darurat 2017 pendekata kesiapan
kebakaran di 3.Badju nalisis manajemen
Pt. X tahun widjasna deskriptif dalam
2017 menghadapi
of fire
emergency di
PT. X.

b. Hasil
Hasil dari
penelitian ini
menunjukkan
bahwa ada
manajemen
kebakaran yang
mencakup
prosedur, risiko
penilaian,
penyediaan
sumber daya
manusia, tim
bantuan darurat,
dan kebakaran
sarana dan
prasarana
pencegahan
berjalan sesuai
dengan
fungsinya, yaitu
manajemen
kebakaran
didirikan oleh
manajer
meskipun belum
memakai tandai
Pengidentifikasi
khusus, semua
tim pemadam
kebakaran telah
dilatih, sudah
memilikinya
prosedur
tanggap darurat
yang
terkoordinasi
dengan petugas
pemadam
kebakaran
setempat,
memiliki pos
untuk
mengantisipasi
kedaruratan,
program
pelatihan
berkala, belum
mengadakan
pertemuan setiap
tiga bulan,
belum
mengadakan
pelatihan setiap
enam bulan
Sekali, ada
aprosedur
tentang prosedur
pelatihan.
5. Peran 1.Mizam Jurnal Metode a. Tujuan
tenaga ari Ilmiah penelitian Untuk
kesehatan kurniayanti kesehatan deskriptif meneahui
dalam media manajemen
pnangann husda, Vol dalam
manajeme 01, No. 01 penanganan
n bencana bencana
b. Hasil
Didalam
Penanganan
bencana terdapat
beberapa aspek
yaitu aspek
mitigasi bencana
(pencegahan),
Kegawatdarurat
an saat
terjadinya
bencana, dan
aspek
rehabilitasi.
Penanganan
kegawatdarurata
n ketika bencana
targetnya adalah
penyelamatan
sehingga risiko
tereliminir.
Hodgetts &
Jones (2002),
mengatakan
bahwa faktor
yang
mendukung
keberhasilan
dalam
pengelolaan
bencana adalah
manajemen
bencana. Salah
satu syarat
sukses dalam
management
bencana adalah
tenaga
kesehatan.
Ketiadaan atau
kelemahan
ketenaga
kesehatan adalah
kebingungan,
kehancuran,
kerugian, dan
malapetaka.
Namun justru
hal inilah yang
biasanya
menjadi titik
lemah
penanganan
bencana di
Indonesia,
termasuk kasus
penanganan
gempa dan
tsunami di NAD
khususnya pada
saat-saat awal
kejadian
bencana, dimana
untuk tenaga
kesehatan
perannya sangat
diperlukan.
Daftar Pustaka

Azizah, Yati Nur, Rety Ratnowati, Dkk. 2014. “Pengalaman Perawat Dalam
Melakukan Pemilaian Cepat Kesehata Kejadian Bencan Pada Tanggap
Darurat Bencana Erupsi Gunung Kelud Tahun 2014 Di Kabupate
Malang” Jural Ilmu Keperawatan, Vol 3, No. 2 November 2014. Dalam
https://jik.ub.ac.id/index.php/jik/article/view/41. Diunduh Pada Tanggal
30 September 2019.
Kurniayanti, Mizam Ari. 2012. “Peran Tenaga Kesehatan Dalam Penanganan
Manajemen Bencan”. Jurnal Ilmiah Kesehatan Media Usada .
Dalamhttp://ojs.widyagamahusada.ac.id/index.php/JIK/article/view/87 .
Diunduh Pada Tanggal 30 Septermber 2019.
Paidi. 2012. “ Pengelolaan Manajemen Risiko Bencana Alam Di
Indonesia”.Widya 29 Nomor 321 Agustus 2012. Dalam http://e-
journal.jurwidyakop3.com/index.php/majalah-ilmiah/article/view/63.
Diunduh Pada Tanggal 30 September 2019.
Priambudi, Bagas Satrio, Bina Kuraiwan, Dkk.. 2017. “Telaah Kesiasiagaan
Manajemen Terhadap Kondisi Darurat Kebakaran Di PT. X Tahun 2017”.
Jurnal Kesehatan Masyarakata Volume 5, Nomorm 5 Oktober 2017.
Dalam https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm/article/view/18949.
Diunduh Pada tanggal 30 September 2019.
Putra, Aria, Ratna Juwita, dkk. 2011. “Peran Dan Kepemimpinan Dalam
Manajemen Bencana Pada Fase Tanggap Darurat”. Idea Nursing Journal
Vol 6 No.1. Dalam http://www.good2u.ru/INJ/article/view/6635. Diunduh
Pada Tanggal 30 September 2019.

Lampiran Jurnal

Anda mungkin juga menyukai