Definisi
Sepsis merupakan respon sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau toksin
dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi proses aktivitas proses inflamasi. Sepsis
merupakan penyebab kematian tersering pada penderita trauma dan perawatan klinis pada
semua usia dan jenis kelamin.
Infeksi pasca trauma sangat bergantung pada usia penderita, waktu antara trauma dan
penanggulangannya , kontaminasi luka, jenis dan sifat luka, kerusakan jaringan, syok, jenis
tindakan, dan pemberian antibiotik. Makin lama tertunda penanggulangannya, makin besar
kemungkinan infeksi. Meskipun telah mengalami kemajuan teknologi penanganan dalam
neonatologi dan perawatan kritis pediatrik dan meluasnya penggunaan spektrum luas agen
antimikroba, infeksi masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada bayi dan
anak-anak. Infeksi mikroba biasanya terjadi akibat kegagalan mekanisme pertahanan tubuh
yang intrinsik untuk memerangi faktor virulensi mikroorganisme. Bayi dan anak-anak
immunocompromised, bersama dengan bayi prematur dan bayi lahir lebih bulan, yang memiliki
gangguan dalam sistem pertahanan tubuh mereka, yang rentan terhadap infeksi bakteri. Infeksi
tersebut awalnya mendapatkan respon inflamasi lokal yang bertujuan untuk menghancurkan
bakteri. Kegagalan untuk mengendalikan baik infeksi itu sendiri atau respon inflamasi terhadap
infeksi dapat membangkitkan gejala klinis yang bervariasi didefinisikan sebagai sindrom sepsis.
Epidemiologi
Sepsis, yang mana masih digunakan istilah SIRS untuk menyebut suatu akibat dari
infeksi, tetap menjadi penyebab utama morbiditas dan kematian di Amerika Serikat. Pada
kenyataannya, dalam peninjauan data sekitar 750 juta pasien yang dirawat di rumah sakit dari
tahun 1979 – 2000, didapatkan 10.319.418 diantaranya adalah kasus sepsis. Selama masa
peneitian, terjadi peningkatan tahunan 8,7% kejadian sepsis, dari sekitar 164.000 kasus
menjadi hampir 660.000 kasus yang dilaporkan dari hasil survei nasional yang menunjukan
bahwa selama hampir 1,6 juta pasien rawat inap pada anak usia 19 tahun atau dibawahnya,
ada 42.364 kasus sepsis berat anak per tahun. Kejadian terbesar pada bayi (5,16 kejadian per
1000 kasus), dan menurun tajam pada anak-anak lebih tua (0,20 per 1000 dalam usia 10
sampai 14 tahun), dan lebih tinggi kejadian pada anak laki-laki daripada anak perempuan.
Mereka juga melaporkan bahwa angka kematian di rumah sakit untuk pasien yang memenuhi
1
kriteria sepsis berat adalah sekitar 10%, atau kematian nasional 4383 (6,2 per 100,000
penduduk).
Etiologi Sepsis
Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram (-) dengan prosentase 60-70 %
kasus, yang menyebabkan berbagai produk yang dapat menstimulasi sel imun. Sel tersebut
akan terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk yang berperan penting terhadap
sepsis adalah lipopolisakarida (LPS). LPS atau endotoksin glikoprotein kompleks merupakan
komponen utama membran terluar dari bakteri gram negatif. LPS merangsang peradangan
jaringan, demam dan syok pada penderita infeksi. Struktur lipid A dalam LPS bertanggung
jawab terhadap reaksi dalam tubuh penderita. Staphylococci, Pneumococci, Sterptococcus dan
bakteri gram negatif lainnya menyebabkam sepsis. Selain itu jamur opoortunistik, virus ( dengue
dan herpes ) atau protozoa ( Falciparum malariae ) dilaporkan dapat menyebabkan sepsis,
walaupun jarang.
Peptidoglikan merupakan komponen dinding sel dari semua kuman, pemberian infus
substansi ini pada binatang akan memberikan gejala mirip pemberian endotoksin. Peptidogliksn
diketahui dapat menyebabkan agregasi trombosit.
Dari semua faktor diatas, faktor yang paling penting adalah LPS endotoksin gram negatif
dan dinyatakan sebagai penyebab sepsis terbanyak. LPS dapat langsung mengaktifkan sistem
imun selular dan humoral, yang dapat menimbulkan perkembangan gejala septicemia. LPS
sendiri tidak mempunyai sifat toksik, tetapi merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang
bertanggung jawab terhadap sepsis. Makrofag mengeluarkan polipeptida, yang disebut faktor
nekrosis tumor (tumor necrosis factor/ TNF) dan interleukin 1(IL-1), IL-6, dan IL-8 yang
merupakan mediator kunci dan sering mengikat sangat tinggi pada penderita
immunocompromise (IC) yang mengalami sepsis.
2
Fisiologis Pertahanan Tubuh
Sistem pertahanan tubuh kita dimulai dari yang tampak atau dari yang berukuran makro
saperti kulit,asam lambung, pergerakan cilia (pada epitel pernapasan), flora normal,
imunoglobulin, sekresi mukus, dan lapisan mukosa. Namun awal sepsis dimulai jika infeksi
dapat menembus lapisan mukosa sehingga faktor tersebut dapat lolos sampai ke aliran darah
(sistemik). Adapun pejamu juga mensekresikan protein yang secara tak langsung menghambat
perlengketan bakteri seperti fibronektin, laminin, kolagen, dan vitronekti. Protein-protein tersebut
berada pada matriks ekstraselular dan berfungsi untuk mencegah perlekataan bakteri terhadap
sel target sehingga mencegah bakteri dapat melakukan perlengketan dan menembus lapisan
sel untuk menuju pembuluh darah.
Tidak hanya sampai disitu, sekalipun bakteri berhasil lolos menuju pembuluh darah,
tetap ada pertahanan spesifik tubuh yaitu sel-sel imun seperti neutrofil, monosit-makrofag,
limfosit (B dan T), imunoglobulin, sistem komplemen dan sitokin.
Neutrofil adalah sel efektor yang berdiferensiasi yang merupakan garis pertahanan
pertama akan terjadinya infeksi, perlukaan jaringan atau kejadian lain yang dapat merangsang
peningkatan mediator peradangan seperti sitokin. Normalnya,setelah dikeluarkan ke pembuluh
darah, neutrofil akan tetap ada selama 6 sampai 7 jam. Hampir 50% dari sirkulasi neutrofil
melekat pada dinding endotelial pembuluh darah setelah dihasilkan oleh sumsum tulang
Limfosit timbul dari sebuah sel cabang hematopoietik pada sumsum tulang. Lebih dini
dalam jalur perbedaan, sel limfoid progenitor yang mengalami pematangan dalam satu dari dua
kompartemen yang terbatas, dimana ia membutuhkan karakteristik fungsional dan phenotypic.
Sel yang jelas meninggalkan sumsum tulang belakang untuk menjalani sebuah proses
“pendidikan” atau pematangan dalam thymus. Sel T yang matang melakukan migrasi dari
thymus yang menempati dalam pinggiran berbagai organ lymphoid seperti limpa, kelenjar getah
bening, potongan intestinal Peyer. Sel progenitor getah bening lainnya yang melakukan
3
pematangan baik pada sumsum tulang belakang ataupun liver fetal, dimana ia dikomitmenkan
pada sintesis kekebalan globulin (Sel B).
Faktor humoral memegang peranan penting sebagai mediator sel imun yaitu untuk
menuntun sel-sel penghancur mikroba menuju lokasi invasi. Berbagai respon selular adalah
sebuah fenomena kompleks yang tinggi yang sering diawali dan dioptimiskan dengan berbagai
faktor humoral yang luas termasuk kekebalan globulin, aktivasi komplemen, dan sitokin.
Imunoglobulin atau antibodi dihasilkan oleh Limfosit B yang sudah matang.
Patogenesis sepsis
Bakteri gram negatif memiliki struktur dinding sel luar yang khas terdiri dari
lipopolisakarida yang dikenal sebagai endotoksin karena dapat memacu respons toksin. Toksin
akan direspons oleh sitokin yang akan mengaktivasi respons immun. Pada fase awal tumor
necrosis factor (TNF) α , IL-1, IL-6, IL-8 dan platelet agregating factor (PAF) berperan dalam
proses terjadinya respons immun sistemik yang terjadi pada jam ke 2. Sitokin ini juga
menyebabkan depresi miokard, menghambat oksigen radikal spesies pada sel endotel dan
menyebabkan dilatasi otot polos vaskuler. Interleukin –6 dan granulosite colony stimulating
factor (G-CSF) mulai berperan dalam memproduksi immunoglobulin sel B aktif, differensisis sel
T, sintesis protein fase akut (CRP). G-CSF berperan dalam peningkatan aktivasi neutrofil,
memperlambat apoptosis neutrofil dan meningkatkan produksinya dari sumsum tulang. Juga
terjadi peningkatan degranulasi neutrofil, perlekatan pada endotel dan daya oksidasi neutrofil.
Terjadi aktivasi kaskade koagulasi dan sistem komplemen. Proses metabolisme asam
arakhidonat menghasilkan leukotrien, tromboksan A2, dan prostaglandin (PGE2 dan PGI2). IL-1
dan IL-6 akan mengaktivasi sel T untuk menghasilkan interferon γ, IL-2, IL-4 dan GM-CSF.
Interaksi tersebut akan meningkatkan respons inang terhadap infeksi. Interferon gamma dan
TNF akan meningkatkan aktivitas fagosit neutrofil.
Lipopolysaccharide
Cellular Activation of macrophages, neutrophils, platelets, and
mediators endothelium releases various cytokines and other
Lipoteichoic acid
4
Peptidoglycan mediators
Superantigens
Endotoxin
Complement
Cytotoxic, augments vascular permeability, contributes
to shock
Humoral Nitric oxide
mediators
Lipid mediators Involved in hemodynamic alterations of septic shock
Phospholipase A2
PAF† Promote neutrophil and macrophage, platelet
Adhesion molecules
Enhance neutrophil-endothelial cell interaction,
Selectins
regulate leukocyte migration and adhesion, and play a
Leukocyte integrins
role in pathogenesis of sepsis
5
Pada dasarnya terdapat keseimbangan antara mediator proinflamasi dengan
antiinflamasi. Bila penyebab inflamasi lebih dominan kerusakan akan berlanjut menjadi DIC,
depresi otot jantung, gangguan mikrosirkulasi, gangguan penyaluran oksigen ke jaringan, gagal
multi organ. Terjadinya gangguan homeostasis dan aktivasi sistem inflamasi intravaskuler pada
syok septik terutama disebabkan disregulasi dalam pembentukan berbagai sitokin. Endotoksin,
TNF α, PAF leukotrien dan tromboksan A2 meningkatkan permeabilitas kapiler. Endotel juga
melepaskan endothelium derived relaxing factor yang menyebabkan relaksasi otot polos dan
menghambat agregasi trombosit. Aktivasi komplemen akan menyebabkan vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas vaskuler, aktivasi dan degranulasi neutrofil. Proses ini melepaskan
oksigen radikal bebas, enzim lisosomal, pembentukan mikroemboli yang akan merusak endotel
vaskuler 4,5.
6
CNS Confusion Coma
Hipotensi terjadi akibat aktivasi faktor XII, prekalikrein, kalikrein, kininogen, bradikinin
yang bersifat vasodilator kuat. Proses selanjutnya akan terjadi penurunan deformitas eritrosit
yang menyebebkan gangguan homeostasis mikrosirkulasi. Peningkatan permeabilitas
mikrovaskuler pada sistem vaskuler sistemik dan paru menyebabkan edema jaringan terutama
7
di paru, ginjal, kulit, otot, jantung dan otak. Pooling intravasculer dapat terjadi di intestinal akibat
relaksasi arteriolae dan konstriksi venulae. Darah yang terperangkap ini menyebabkan volume
kapiler menurun, aliran balik vena dan curah jantung menurun. Kongesti darah dapat terjadi di
paru dan kelenjar adrenal yang bisa berlanjut menjadi perdarahan. Respons adrenergik dalam
mikrosirkulasi akan dipengaruhi oleh endotoksin dan terjadi gangguan sensitivitas terhadap
noradrenalin. Peningkatan viskositas darah dan resistensi post kapiler. Redistribusi aliran darah
organ, terbukanya arteriovenous shunt, reaksi multiple endotelium 4.
Faktor risiko sepsis pada anak menurut Zimmerman dan Bone adalah :
1. Faktor pejamu :
Malnutrisi, immunodefisiensi, penyakit kronis, trauma/ luka bakar, penyakit berat.
2. Faktor pengobatan :
Tindakan operasi, prosedur invasif, antibiotika, terapi immunosupresif, lama perawatan,
lingkungan rumah sakit.
8
Pathway
9
10
Gambaran Klinis
Sepsis ditandai dengan gejala SIRS dan ditemukannya kuman penyebab infeksi. Gejala
tambahan berupa gangguan perfusi organ :
Infeksi merupakan istilah untuk menamakan keberadaan berbagai kuman yang masuk
ke dalam tubuh manusia. Bila kuman berkembang biak dan menyebabkan kerusakan jaringan
disebut penyakit infeksi yang terjadi jejas sehingga timbul reaksi inflamasi. Meskipun dasar
proses inflamasi sama, namun intensitas dan luasnya tidak sama, tergantung luas jejas dan
reaksi tubuh. Inflamasi akut dapat meluas serta menyebabkan tanda dan gejala sistemik.
Inflamasi ialah reaksi jaringan vaskuler terhadap semua bentuk jejas. Pada dasarnya
inflamasi adalah suatu reaksi pembuluh darah, syaraf, cairan dan sel tubuh di tempat jejas.
Inflamasi akut merupakan respon langsung yang dini terhadap agen penyebab jejas dan
kejadian yang berhubungan dengan inflamasi akut sebagian besar dimungkinkan oleh produksi
dan pelepasan berbagai macam mediator kimia. Meskipun jenis jaringan yang mengalami
inflamasi berbeda, mediator yang dilepaskan adalah sama.
Sepsis merupakan SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui ( ditentukan dengan
biakan positif terhadap organisme dari tempat tersebut ). Meskipun SIRS, sepsis dan syok
septic biasanya berhubungan dengan infeksi bakteri, tidak harus terdapat bakteriemia.
Bakteriemia adalah keberadaan bakteri hidup dalam komponen cairan darah, bersifat sepintas,
dijumpai setelah jejas berada dipermukaan mukosa primer ( tanpa fokus infeksi intravaskuler
11
atau ekstravaskuler ). Sepsis berat adalah sepsis yang berkaitan dengan disfungsi organ,
kelainan hipoperfusi atau hipotensi.
Diagnosa Klinis
Mengenali sepsis dimulai dengan mendefinisikan pasien berisiko. Manifestasi klinis sepsis
biasanya akan menjadi jelas dan meminta inisiasi perawatan sebelum konfirmasi bakteriologik
organisme atau sumber organisme diidentifikasi. Selain demam, takikardia, dan takipnoe,
tanda-tanda hipoperfusi seperti kebingungan, malaise, oliguria, atau hipotensi mungkin
ditemukan. Karena hal-hal ini maka kita harus agresif mencari adanya kemungkinan infeksi
termasuk melalui pemeriksaan fisik yang menyeluruh, inspeksi dari semua luka, evaluasi
kateter infus atau badan-badan asing lainnya, mendapatkan kultur sesuai, dan terapi ajuvan
sebagaimana diperlukan.
Pemeriksaan Penunjang
Penatalaksanaan
Dasar pengelolaan :
12
1. Mencari dan memberantas kuman penyebab infeksi dengan memberi antibiotik adekuat
menghilangkan fokal infeksi dengan tindakan bedah.
2. Memulihkan hemodinamik dengan resusitasi cairan 10-20 ml/kgBB kristaloid maupun
koloid. Perbaikan tekanan perfusi dan fungsi jantung dapat dilakukan dengan pemberian
vasoaktif dan inotropik.
3. Memulihkan fungsi organ.
Untuk mencapai tujuan diatas diperlukan pemberian antibiotika walaupun hasil kultur
kuman belum ditemukan. Tindakan menghilangkan sumber infeksi dikerjakan dengan
drainase eksudat, eksisi nekrosis, ekstirpasi . Menghilangkan perubahan hemodinamik
dan pemulihan perfusi jaringan dengan cepat. Memperbaiki pernapasan, pemberian
cairan adekuat, pemberian kortikosteroid masih kontroversi, penggunaan vasoaktif
dengan memperbaiki aliran darah dan perfusi jaringan dan memulihkan tekanan darah.
Komplikasi
Komplikasi yang akan terjadi pada penderita septik bila tidak segera ditangani sebagai
berikut:
Kegagalan multi organ akibat penurunan aliran darah dan hipoksia jaringan yang
berkepanjangan
13
Sindrom distres pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler
karena hipoksia
Insiden syok septik dapat dikurangi dengan melakukan praktik pengendalian infeksi,
melakukan teknik aseptik yang cermat, melakukan debridemen luka untuk membuang jaringan
nekrotik, pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat dan mencuci tangan dengan
benar.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Airway : yakinkan kepatenan jalan napas, berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau
nasopharyngeal), jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi
2. Breathing: kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang
signifikan, kaji saturasi oksigen, periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi
dan kemungkinan asidosis, berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask, auskulasi
monitoring tekanan darah, tekanan darah, periksa waktu pengisian kapiler, pasang infuse
dengan menggunakan canul yang besar, berikan cairan koloid – gelofusin atau
kurang dari 36Oc, siapkan pemeriksaan urin dan sputum, berikan antibiotic spectrum luas
4. Disability: Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal
sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan
menggunakan AVPU.
5. Exposure : Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat
1. Risiko terhadap kerusakan integritas kulit b.d penurunan perfusi jaringan, odema, syok,
hemoragia
2. Tidak efektifnya perfusi jaringan b/d vasodilatasi ,penurunan curah jantung dan defisit
volume cairan.
3. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b/d terganggunya pengiriman oksigen kedalam
jaringan
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan mual, muntah,
metabolisme meningkat.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
15
1. Tidak efektifnya perfusi jaringan b/d vasodilatasi ,penurunan curah jantung dan defisit
volume cairan.
Intervensi :
2. Risiko terhadap kerusakan integritas kulit b.d penurunan perfusi jaringan, odema, syok,
hemoragia
Intervensi :
3. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b/d terganggunya pengiriman oksigen kedalam
jaringan
16
Tujuan :
Intervensi :
I: Pertahankan jalan nafas dengan posisi yang nyaman atau semi fowler
R :pernapasan cepat dan dangkal terjadi karena hipoksemia, stress dan sirkulasi
endotoksin
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan mual, muntah,
metabolisme meningkat
Tujuan :
Intervensi :
Lakukan pemberian makan awal dan sering serta lanjutkan sesuai toleransi.
17
Kaji toleransi terhadap makanan. Perhatikan warna feses, konsistensi dan
lambung.
Pantau masukan dan haluaran. Hitung konsumsi kalori dan elektrolit setiap hari.
Kaji tingkat dehidrasi, perhatikan fontanel, turgor kulit, BJ urine, kondisi membran
Pantau kadar Dextrosix segera setelah kelahiran dan secara rutin sampai
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Ediai 8. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius FK UI.
Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan. Jakarta : Info Medika Jakarta.
Muttaqin, Arif. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan Sistem Pernapasan : Salemba
18