Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMOTHORAX

1.1 Pengertian

Pneumotorak merupakan suatu keadaan dimana terdapat akumulasi udara


ekstrapulmoner dalam rongga pleura, antara plura visceral dan parinteral yang
dapat menyebabkan timbulnya kolaps paru. Pada keadaan normal rongga
pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap
rongga dada (Putri & Sumarno, 2013).

1.2 Etiologi

1. Infeksi saluran nafas


2. Trauma dada
3. Acute lung injury yang disebabkan materi fisik yang terinhalasi dan bahan
kimia
4. Penyakit inflamasi paru akut dan kronis
5. Keganasan/metastasis paru

1.3 Klasifikasi
Menurut Darmanto (2009) ada beberapa klasifikasi pneumothorax yaitu :
1. Klasifikasi pneumothotax menurut penyebabnya, dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu:
a. Pneumotoraks spontan (terjadi tiba-tiba)
Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi kedalam dua jenis, yaitu:
1) Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara
tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya atau tanpa penyakit dasar yang jelas.
Lebih sering pada laki-laki muda sehat dibandingkan wanita. Timbul
akibat ruptur bulla kecil (12 cm) subpleural, terutama di bagian puncak
paru.
2) Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi
dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki
sebelumnya, sering terjadi pada pasien bronkitis dan emfisema yang
mengalami ruptur emfisema subpleura atau bulla. Penyakit dasar lain
adalah Tb paru, asma lanjut, pneumonia, abses paru atau Ca paru,
fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-
paru, asma, dan infeksi paru.
b. Pneumotoraks traumatic
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik
trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura,
dinding dada maupun paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua
jenis, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang
terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada,
barotrauma.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi
akibat komplikasi dari tindakan medis.
Pneumotoraks jenis ini pun masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
a) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental adalah suatu
pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena
kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada
parasentesis dada, biopsipleura.
b) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate) adalah
suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara
mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini
dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan
tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai
permukaan paru.
2. Klasifikasi pneumothotax berdasarkan jenis fistulanya, dapat diklasifikasikan
ke dalam tiga jenis, yaitu:
a. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup tidak ada udara (tidak
ada jejas terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan
dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif,
namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan
paru disekitarnya.Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-
ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di
dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan,
tekanan udara di rongga pleura tetap negatif.
b. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax)
Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura
dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka
terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan
tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar
nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang
disebabkan oleh gerakan pernapasan. Pada saat inspirasi tekanan menjadi
negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi positif. Selain itu, pada
saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat
ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka
(sucking wound).
c. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan
makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis
yang bersifat ventil. Ventil atau valvular, bila udara hanya dapat masuk
ke rongga pleura pada inspirasi dan tidak dapat keluar pada ekspirasi. Pada
waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya
dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka.Waktu
ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar .Akibatnya
tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi
tekanan atmosfer.Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat
menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas.Pada
pneumotoraks ventil ini udara yang terperangkap dalam rongga pleura
bertambah dengan cepat yang menyebabkan rongga pleura tersebut makin
membesar, sehingga mendesak mediastinum serta pembuluh-
pembuluh darah dengan akibat gangguan sirkulasi.
3. Klasifikasi pneumothotax menurut luasnya paru yang mengalami kolaps
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
a. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian
kecil paru (kurang dari 50% volume paru).
b. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar
paru (lebih dari 50% volume paru).
1.4 Patofisiologis
Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negatif daripada tekanan
intrabronkhial, sehingga paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks dan
udara dari luar yang tekanannya nol (0) akan masuk ke bronchus hingga sampai
ke alveoli. Saat ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan
intrapleura akan lebih tinggi dari tekanan di alveolus maupun di bronchus,
sehingga udara ditekan keluar malalui bronchus. Tekanan intrabronkhial
meningkat apabila ada tahanan jalan napas. Tekanan intrabronkhial akan lebih
meningkat lagi pada waktu batuk, bersin dan mengejan, karena pada keadaan
ini epiglitis tertutup. Apabila di bagian perifer dari bronchus atau alveolus ada
bagian yang lemah, bronchus atau alveolus itu akan pecah dan robek.
Pada waktu ekspirasi, udara yang masuk ke dalam rongga pleura tidak mau
keluar melalui lubang yang terbuka sebelumnya, bahkan udara ekspirasi yang
mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura. Apabila
ada obstruksi di bronchus bagian proximal dari fistel tersebut akan membuat
tekanan pleura semakin lama semakin meningkat sehubungan dengan
berulangnya pernapasan. Udara masuk ke rongga pleura saat ekspirasi terjadi
karena udara ekspirasi mempunyai tekanan lebih tinggi dari rongga pleura,
terlebih jika klien batuk, tekanan udara di bronchus akan lebih kuat dari
ekspirasi biasa.
Secara singkat menurut Darmanto (2009) proses terjadinya pneumotoraks
adalah sebagai berikut:
1. Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan udara
masuk kearah jaringan peribronkhovaskular. Apabila alveoli itu
melebar, tekanan dalam alveoli akan meningkat.
2. Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi endobronkhial adalah
faktor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan
3. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan
jaringan fibrosis di peribronkhovaskular ke arah hilus, masuk
mediastinum, dan menyebabkan pneumotoraks.
1.5 Pathway

1.6 Manifestasi klinik


Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul pada
pasien pneumothorax adalah :
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak
dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas
tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam
pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak
pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien,
biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.
Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks
tersebut :
1. Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat
2. Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih
berat
3. Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang lain
serta ada tidaknya jalan napas.
4. Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi
bila penderita mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil
disebabkan pengisian yang kurang.
1.7 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mubarak, Chayatin, dan Susanto (2015) pemeriksaandiagnostik pada
pasien pneumothorax, yaitu :
a. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi
meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien
dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas
sebesar 10%.
b. Foto Rontgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto rontgen kasus
pneumotoraks antara lain :
1) Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps
akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru
yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler
sesuai dengan lobus paru.
2) Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque
yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru
yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat
ringan sesak napas yang dikeluhkan.
3) Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium
intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah.
Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat,
kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan
intra pleura yang tinggi.
4) Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan
sebagai berikut :
a) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi
jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila
pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang
dihasilkan akan terjebak di mediastinum.
b) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah
kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumo
mediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum lambat
laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah
leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang mudah
ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak
cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan
sampai ke daerah dada depan dan belakang Uji kulit dilakukan
untuk menunjukan adanya antibody IgE hipersensitif yang spesifik
dalam tubuh.
c. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema
bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan
primer dan sekunder.

1.8 Diagnosa Banding


Diagnosis banding pneumothorax, yaitu:
a. Miokardium infark akut
b. Emphysema
1.9 Penatalaksanaan

Menurut Muttaqin (2008) penatalaksanaan pada pasien pneumothorax, yaitu :


Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan
udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi.
Primary survey dengan memperhatikan:

a. Airway

b. Breathing

c. Circulation

Tindakan dekompresi

Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumothorax yang
luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan
intrapleura dengan membuat hubungan antara cavum pleura dengan udara luar
dengan cara :

a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura akan
berubah menjadi negative karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.
b. Mempuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1. Dapat memakai infuse set jarum ditusukkan ke dinding dada sampai
kedalam rongga pleura, kemudian infuse set yang telah dipotong pada
pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air.
2. Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan
kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding
thorax sampai menebus ke cavum pleura, jarum dicabut dan kanula tetap
ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastic infuse
set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air .
3. Pipa water sealed drainage (WSD) pipa khusus (thorax kateter) steril,
dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan
bantuan klem penjempit. Setelah troakar masuk, maka thorax kateter
segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut,
sehingga hanya kateter thorax yang masih tertinggal di rongga pleura.
Selanjutnya ujung kateter thorax yang ada di dada dan di pipa kaca WSD
dihubungkan melalui pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastic
lainnya. Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan
intrapleural tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi
tekanan negative sebesar 10-20 cm H2O.
1.10 Komplikasi
Beberapa komplikasi menurut Elizabeth (2009) :
1. Pneumothoraks tension dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps,
akibatnya pengisisan jantung menururn sehingga tekanan darah
menurun.
2. Pio-pneumothoraks, hidro pneumothoraks/ hemo-pneumothoraks: henti
jantung paru dan kematian sangat sering terjadi.
3. pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispenia berat, yang
menyebabkan kematian.
1.4 Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi: Nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang
digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asusransi,
golongan darah, nomor register, tanggal masuk rumahsakit, dan
diagnosa medis.
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit saat ini
Keluhan sesak napas sering kali dating mendadak dan
semakin lama semakin berat.Nyeri dada dirasakan pada sisi yang
sakit, rasa berat, tertekan, dan terasa lebih nyeri pada gerakan
pernapasan. Melakukan pengkajian apakah da riwayat trauma yang
mengenai rongga dada seperti peluru yang menembus dada dan
paru, ledakan yang menyebabkan tekanan dalam paru meningkat,
kecelakaan lalu lintas biasanya menyebabkan trauma tumpul didada
atau tusukan benda tajam langsung menembus pleura.
2) Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit
seperti TB paru dimana sering terjadi pada pneumothoraks spontan.
3) Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit-penyakit yang mungkin menyebabkan
pneumothoraks seperti kanker paru, asma, TB paru, dan lain-lain.
c. Pemeriksaan fisik
a. Sistem Pernapasan :
Sesak napas. Nyeri, batuk-batuk. Terdapat retraksi
klavikula/dada. Pengambangan paru tidak simetris. Fremitus
menurun dibandingkan dengan sisi yang lain. Pada perkusi
ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani , hematotraks
(redup). Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang
berkurang/menghilang. Pekak dengan batas seperti garis
miring/tidak jelas. Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
Gerakan dada tidak sama waktu bernapas. Takhipnea, pergeseran
mediastinum. Adanya ronchi atau rales, suara nafas yang menurun.
b. Sistem Kardiovaskuler :
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
Takhikardia, lemah. Pucat, Hb turun / normal. Hipotensi.
c. Sistem Muskuloskeletal-Integumen
Kemampuan sendi terbatas. Ada luka bekas tusukan benda
tajam. Terdapat kelemahan. Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau
adanya kripitasi sub kutan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru,nyeri,hiperventilasi.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik dan agencedera
biologis.
c. Cemas berhubungan dengan kurang informasi

DAFTAR PUSTAKA

1. Bulechek M Gloria, Butcher,K Howard, Dochterman M. Joanne, Wagner M


Cheryl. (2015). Nursing intervention classification (NIC) Terjemah
Indonesia. Yogyakarta. Mocomedia dalam kontrak Elsevier.
2. Darmanto, Djojodibroto. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta.
Buku Kedokteran.
3. Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya
Media.
4. LeMone, Priscilla., Burke, Karen. M., & Bauldoff, Gerene.(2016). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
5. Mubarak, W. I., Chayatin, N., & Susanto, J. (2015). Standar Asuhan
Keperawatan dan Prosedur Tetap dalam Praktik Keperawatan: Konsep dan
Aplikasi dalam Praktik Klinik. (A. Suslia & F. Ganiajri, Eds.) (1st ed.).
Jakarta: Salemba Medika.
6. Muttaqin, A. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan
Sistim Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
7. NANDA. (2015-2017). NANDA Internasional: Diagnosis keperawatan
definisi dan klasifikasi. Jakarta: EGC.
8. NANDA. (2018-2020). NANDA Internasional: Diagnosis keperawatan
definisi dan klasifikasi. Jakarta: EGC.
9. Putri, H dan Soemarno S. 2013. Jurnal Fisioterapi. Volume 13 Nomor 1, April
2013. Hal: 7.

Anda mungkin juga menyukai