Anda di halaman 1dari 22

Asuhan Keperawatan Anak

Dengan Hemofilia

Disusun oleh:
KELOMPOK 2
1. Anita Sugihartanti (14.401.17.010)
2. Ar Rohiqi Mahtum (14.401.17.011)
3. Ari Wahyu Perdana (14.401.17.012)
4. Astriani (14.401.17.014)
5. Avinda Yulia Pratiwi (14.401.17.015)
6. Fitri Amalia (14.401.17.035)

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA


PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI
2019-2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat
menyelasaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Anak dengan Hemofilia”
tepat pada waktunya untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak.
Dengan adanya makalah ini di harapkan mahasiswa dapat lebih memahami tentang Asuhan
Keperawatan Anak dengan Hemofilia. Makalah ini kami buat dengan semaksimal mungkin,
walaupun kami menyadari masih banyak kekurangan yang harus kami perbaiki. Oleh karena
itu kami mengharapkan saran ataupun kritik dan yang sifatnya membangun demi tercapainya
suatu kesempurnaan makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat berguna bagi pembaca
maupun bagi kami.

Krikilan, 26 September 2019

Penulis

ii
DAFATAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1
B. Rumusan masalah ................................................................................................ 1
C. Tujuan .................................................................................................................. 1
D. Manfaat ................................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit ................................................................................................... 4
B. Konsep Asuhan Keperawatan ............................................................................... 14
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 32
B. Saran .................................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan sesuatu yang amat penting dalam kehidupan manusia. Dalam
mencapai manusia yang sehat secara fisik, manusia harus tahu bahwa sistem imunlah yang
bekerja dalam menangkal semua penyakit yang menyerang tubuh kita. Di dalam melindungi
tubuh kita, sistem imun memiliki kelainan-kelainan yang ada baik akibat keturunan ataupun
akibat penyakit. Salah satu kelainan tersebut adalah hemofilia. Hemofilia adalah penyakit
perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara
sex-linked recessive pada kromosom X (Xh). Meskipun hemofilia merupakan penyakit
herediter tetapi sekitar 20-30% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dengan gangguan
pembekuan darah, sehingga diduga terjadi mutasi spontan akibat lingkungan endogen
maupun eksogen. Sampai saat ini dikenal 2 macam hemofilia yang diturunkan secara
sex-linked recessive
yaitu :
1) Hemofilia A (hemofilia klasik), akibat defesiensi atau disfungsi faktor pembekuan
VIII (F VIIIc).
2) Hemofilia B (Christmas disease) akaibat defesiensi atau disfungsi F IX (factor
Christmas) Sedangkan hemofilia C merupakan penyakit perdarahn akibat kekurangan
faktor XI yang diturunkan secaraautosomal recessive pada kromosom 4q32q35.
Penyakit ini pertama kali dikenal pada keluarga Judah yaitu sekita abad kedua
sesudah Masehi di Talmud. Pada awal abad ke-19 sejarah baru hemofilia baru dimulai
dengan dituliskannya silsilah keluarga Kerajaan Inggris mengenai penyakit ini oleh
Otta (1803).
Sejak itu hemofilia dikenal dengan kelainan pembekuan darah yang diturunkan secara X-
linked recessive,sekitar setengah abad sebelum hukum Mandel diperkenalkan. Selanjutnya
legg pada tahun 1872 berhasil membedakan hemofilia dari penyakit gangguan pembekuan
darah lainnya berdasarkan gejala klinis, yaitu berupa kelainan yang diturunkan dengan
kecenderungan perdarahan otot serta sendi yang berlangsung seumur hidup. Pada permulaan
abad 20 hemofilia masih didiagnosis berdasarkan riwayat keluarga dan gangguan pembekuan
darah. Pada tahun 1940-1950 para ahli baru berhasil mengidentifikasi defisiensi F VIII dan F
IX pada hemofilia A dan Hemofilia B. pada tahun 1970 berhasil diisolasi F VIII dari protein
pembawanya di plasma, yitu faktor von Willebrand (F vW), sehingga sekarang dapat

2
dibedakan kelainan perdarahan akibat hemofilia A dan penyakit van Willebrand. Memasuki
abad 21, pendekatan diagnostik dengan teknologi yang maju serta pemberian faktor koagulasi
yang diperlukan mampu membawa pasien hemofilia melakukan aktivitas seperti orang
lainnya tanpa hambatan. Penyakit ini bermanifestasi klinis pada laki-laki. Angka kejadian
hemofilia A sekitar 1:10.000 orang dan hemofilia B sekitar 1:25.000-30.000 orang. Belum
ada angka mengenai kekerapan di Indonesia saat ini. Kasus hemofilia A lebih sering dijumpai
disbanding kasus hemofilia B, yaitu berturut-turut mencapai 80-85% dan 10-15% tanpa
memandang ras, geografi dan keadaan sosial ekonomi. Mutasi gen secara spontan
diperkirakan mencapai 20-30% yang terjadi pada pasien tanpa riwayat keluarga (Ilmu
Penyakit Dalam, 2010). Berdasarkan survei yang dilakukan oleh World Federation of
Hemofilia (WFH) pada tahun 2010, terdapat 257.182 penderita kelainan perdarahan di
seluruh dunia, di antaranya dijumpai 125.049 penderita hemofilia A dan 25.160 penderita
hemofilia B. Sebagai seorang mahasiswa keperawatan, kita harus memahami konsep dasar
tentang penyakit hemofilia ini agar dapat menjadi acuan kita dalam melakukan asuhan
keperawatan pada pasien dengan hemofilia dan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan
hemofilia agar tetap dapat melakukan aktivitasnya seperti biasa
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Penyakit Hemofilia?
2. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Hemofilia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Konsep Penyakit Hemofilia
2. Untuk mengetahui Konsep Penyakit Hemofilia
D. Manfaat
1. Untuk Mahasiswa
Agar mahasiswa mengetahui mengenai Hemofilia
2. Untuk Pembaca
Agar pembaca dapat menambah wawasan tentang Hemofilia serta dapat diaplikasikan
di dalam masyarakat.
3. Untuk Institusi
Untuk menambah referensi dan wawasan untuk diaplikasikan kepada mahasiswa
khususnya Akademi Kesehatan Rustida, agar dapat memberikan pelayanan kesehatan
dalam keperawatan anak dengan baik dan tepat.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah
yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom X (Xh).
Meskipun hemofilia merupakan penyakit herediter tetapi sekitar 20-30% pasien tidak
memiliki riwayat keluarga dengan gangguan pembekuan darah, sehingga diduga
terjadi mutasi spontan akibat lingkungan endogen maupun eksogen (Aru et al, 2010)
2. Etiologi
Hemofilia disebabkan oleh mutasi gen-gen faktor VIII(FVIII) atau faktor IX(FIX)
diklasifikasikan sebagai hemofilia A atau B kedua gen ini terletak pada kromosom X,
menyebabkan gangguan resesif terkait -X. Oleh karena itu pada semua anak perempuan
darianak laki-laki pendrita hemofilia adalah akrier penyakit, dan anak laki+laki tidak terkena,
anak laki+laki dari perempuan yang karier memiliki kemungkinan 50% untuk menderita
penyakit hemofelia ( Sylvia A.price) Sampai saat ini dikenal 2 macam hemofilia yang
diturunkan secara sex-linked recessive yaitu :

1. Hemofilia A (hemofilia klasik), akibat akibat defisiensi atau disfungsi factor


pembekuan VIII.
2. Hemofilia B (cristmas disease) akibat defisiensi atau tidak adanya aktivitas faktor IX
Legg mengklasifikasikan hemofilia menjadi:
Berat sedang Ringan

Aktivitas f VIII/F IX- <0,01(<1) 0,01-0,05(1-5) >0,05(>5)


U/ml(%)
Frekuensi hemofilia A (%) 70 15 15

Frekuensi hemofilia B (%) 50 30 20

Usia awitan <1 tahun 1-2 tahun >2 tahun

Gejala neonatus Sering PCB Sering PCB Tidak pernah PCB


kejadian ICH jarang ICB jarang sekali ICB

4
Pendarahan otot/sendi Tanpa trauma Trauma ringan Trauma cukup berat

Pendarahan ssp Trauma Resiko sedang Jarang


cukup
Pendarahan post operasi Kuat sering Butuh bebat Pada operasi besar
dan fatal
Pendarahan oral (trauma Sering terjadi Dapat terjadi Kadang terjadi
cabut gigi)

Ket :
PCB : Post Circumcisional Bleeding
ICH : Intracranial Hemorrhage

3. Manifestasi Klinis
Hematoma intramaskuler terjadi pada otot – otot fleksor besar, khususnya pada
otot betis, otot-otot region iliopsoas (sering pada panggul) dan lengan bawah.
Hematoma ini sering menyebabkan kehilangan darah yang nayata. Pendarahan
intracranial bisaterjadi secara spontan atau trauma yang menyebabkan kematian.
Retriperitoneal dan retrofaringeal yang membhayakan jalan nafas dan mengancam
kehidupan.Kulit mudah memar, Perdarahan memanjang akibat luka, Hematuria
spontan, Epiktasis, Hemartrosis (perdarahan pada persendian menyebabkannyeri,
pembengkakan, dan keterbatasan gerak, Perdarahan jaringan lunak. Pembengkakan,
keterbatasan gerak, nyeri dan kelainan degenerative pada persendian yang lama
kelamaan dapat mengakibatkan kecacatan (Aru et al, 2010)
4. Patofisiologi
Hemofilia adalah penyakit kelainan koagulasi darah congenital karena anak
kekurangan faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau faktor IX (hemofilia B, atau
penyakit Christmas). Penyakit kongenital ini diturunkan oleh gen resesif terkait-X
dari pihak ibu. F VIII dam F IX adalah protein plasma yang merupakan komponen
yang yang diperlukan untuk pembekuan darah; faktor-faktor tersebut diperlukan
untuk pembentukan bekuan fibrin pada tempat cidera vascular (Cecily Lynn Betz,
2009)
Proses hemostasis tergantung pada faktor koagulasi, trombosit dan pembuluh
darah. Mekanisme hemostasis terdiri dari respons pembuluh darah, adesi trombosit,
agregasi trombosit, pembentukan bekuan darah, stabilisasi bekuan darah, pembatasan

5
bekuan darah pada tempat cedera oleh regulasi antikoagulan, dan pemulihan aliran
darah melalui proses fibrinolisis dan penyembuhan pembuluh darah. Cedera pada
pembuluh darah akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan terpaparnya
darah terhadap matriks subendotelial. Faktor von Willebrand (vWF) akan teraktifasi
dan diikuti adesi trombosit. Setelah proses ini, adenosinediphosphatase, tromboxane
A2 dan protein lain trombosit dilepaskan granul yang berada di dalam trombosit dan
menyebabkan agregasi trombosit dan perekrutan trombosit lebih lanjut. Cedera pada
pembuluh darah juga melepaskan tissue faktor dan mengubah permukaan pembuluh
darah, sehingga memulai kaskade pembekuan darah dan menghasilkan fibrin.
Selanjutnya bekuan fibrin dan trombosit ini akan distabilkan oleh faktor XIII.
Kaskade pembekuan darah klasik diajukan oleh Davie dan Ratnoff pada tahun 1950an
dapat dilihat pada Gambar 1. Kaskade ini menggambarkan jalur intrinsik dan
ekstrinsik pembentukan thrombin. Meskipun memiliki beberapa kelemahan, kaskade
ini masih dipakai untuk menerangkan uji koagulasi yang lazim dipakai dalam praktek
sehari-hari. Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX maka
pembentukan bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Oleh karena itu penderita
hemofilia tidak berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit berhenti. Pada
perdarahan dalam ruang tertutup seperti dalam sendi, proses perdarahan terhenti
akibat efek tamponade. Namun pada luka yang terbuka dimana efek tamponade tidak
ada, perdarahan masif dapat terjadi. Bekuan darah yang terbentuk tidak kuat dan
perdarahan ulang dapat terjadi akibat proses fibrinolisis alami atau trauma ringan.
Defisit F VIII dan F IX ini disebabkan oleh mutasi pada gen F8 dan F9. Gen F8
terletak di bagian lengan panjang kromosom X di regio Xq28, sedangkan gen F9
terletak di regio Xq27.2,14 Terdapat lebih dari 2500 jenis mutasi yang dapat terjadi,
namun inversi 22 dari gen F8 merupakan mutasi yang paling banyak ditemukan yaitu
sekitar 50% penderita hemofilia A yang berat. Mutasi gen F8 dan F9 ini diturunkan
secara x-linked resesif sehingga anak laki-laki atau kaum pria dari pihak ibu yang
menderita kelainan ini. Pada sepertiga kasus mutasi spontan dapat terjadi sehingga
tidak dijumpai adanya riwayat keluarga penderita hemofilia pada kasus demikian

6
Phatway

kerusakan darah atau berkontrak dengan kolagen

XII XII teraktivasi

(HMW kinogen prekalikren)

XI XI teraktivasi CA++

Hemofilia
Fasfolipid trombosit

Trombin tidak
terbentuk

perdarahan

Jaringan dan sendi Sintesa energi terganggu

nyeri Mobilitas terganggu

Resiko cemas
trauma

Koping keluarga tidak


efektif

7
5. Klasifikasi
hemofilia dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu sebagai berikut.:

1. Hemofilia A, dikarakteristikkan oleh defisiensi F VIII, bentuk paling umum yang


ditemukan, terutama pada pria.
2. Hemofilia B, dikarakteristikkan oleh defesiensi F IX yang terutama ditemukan
pada pria.
3. Penyakit Von Willebrand dikarakteristikkam oleh defek pada perlekatan
trombosit dan defesiensi F VIII dapat terjadi pada pria dan wanita.

Hemofilia juga dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Hemofilia A disebabkan oleh defisiensi F VIII clotting activity (F VIIIC) dapat


karena sintesis menurun atau pembekuan F VIIIC dangan struktur abnormal.
2. Hemofilia B disebabkan karena defisiensi F IX . F VIII diperlukan dalam
pembentukkan tenase complex yang akan mengaktifkan F X. defisiensi F VIII
menganggu jalur intrinsic sehingga menyebabkan berkurangnya pembentukkan
fibrin. Akibatnya terjadilah gangguan koagulasi. Hemofilia diturunkan secara
sex-linked recessive. Lebih dari 30% kasus hemofilia tidak disertai riwayat
keluarga, mutasi timbul secara spontan. Hemofilia adalah diatesis hemoragik
yang terjadi dalam 2 bentuk: hemofiia A, defisiensi faktor koagulasi VIII, dan
hemofilia B, defisiensi faktor koagulasi IX. Kedua bentuk ditentukan oleh sebuah
gen mutan dekat telomer lengan panjang kromosom X (Xq), tetapi pada lokus
yang berbeda, dan ditandai oleh pendarahan intramuskular dan subkutis;
perdarahan mulut, gusi, bibir, dan lidah; hematuria; serta hemartrosis.
1. Hemofilia A, hemofilia yang paling umum ditemukan, keadaan terkait -X
yang disebabkan oleh kekurangan faktor koagulasi VIII. Disebut juga
hemofilia klasik
2. Hemofilia B, jenis hemofilia yang umum ditemukan, keadaan terkait-X yang
disebabkan oleh kekurangan faktor koagulasi IX. Disebut juga chrismast
disease. Hemofilia B Leyden, bentuk peralihan defisiensi faktor koagulasi
IX, tendensi perdarahan menurun setelah pubertas.
3. Hemofilia C, gangguan autosomal yang disebabkan oleh kekurangan faktor
koagulasi XI, terutama terlihat pada orang turunan Yahudi Aohkenazi dan
ditandai dengan episode berulang perdarahan dan memar ringan, menoragia,

8
perdarahan pascabedah yang hebat dan lama, dan masa rekalsifikasi dan
tromboplastin parsial yang memanjang. Disebut juga plasma tromboplastin
antecedent deficiency. PTA deficiency, dan Rosenthal syndrome.

Derajat penyakit pada hemofilia :

1. Berat : Kurang dari 1 % dari jumlah normal. Penderita hemofilia berat dapat
mengalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang-kadang
perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang jelas
2. Sedang: 1%-5% dari jumlah normalnya. Penderita hemofilia sedang lebih
jarang mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia berat. Perdarahan
kadang terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olahraga yang
berlebihan.
3. Ringan : 6%-50% dari jumlah normalnya. Penderita hemofilia ringan
mengalami perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut
gigi, atau mengalami luka yang serius

6. Komplikasi
komplikasi yang dapat terjadi pada pasien hemofilia adalah perdarahan
intrakranium, infeksi oleh virus imunodefisiensi manusia sebelum diciptakannya F
VIII artificial, kekakuan sendi, hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal,
serta resiko tinggi terkena AIDS akibat transfusi darah. Komplikasi yang dapat terjadi
pada penderita hemofilia (Cecily Lynn Betz, 2009) :
1. Arthritis
2. Sindrom kompartemen
3. Atrofi otot
4. Kontraktur otot
5. Paralisis
6. Perdarahan intracranial
7. Kerusakan saraf
8. Hipertensi
9. Kerusakan ginjal
10. Splenomegali
11. Hepatitis
12. Sirosis

9
13. Infeksi HIV karena terpajan produk darah yang terkontaminasi
14. Antibody terbentuk sebagai antagonis F VIII dan IX
15. Reaksi tranfusi alergi terhadap produk darah
16. Anemia hemolitik
17. Thrombosis
18. Nyeri kronis

7. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan PT (Partial Tromboplstin) dan APPT (Activated Partial Tromboplastin


Time).
Bila masa protombin memberi hasil normal dan APPT memanjang, memberi kesan
adanya defisiensi (kurang dari 25%) dari aktivitas satu atau lebih factor koagulasi
plasma (F XII, F XI, F IX, F VIII)
2. Pemeriksaan kadar factor VIII dan IX. Bila APPT pada pasien dengan perdarahan
yang berulang lebih dari 34 detik perlu dilakukan pemeriksaan assay kuantitatif
terhadap F VIII dan F IX untuk memastikan diagnose.
3. Uji skrining koagulasi darah :
a. Jumlah trombosit
b.Masa protombin
c.Masa tromboplastin parsial
d.Masa pembekuan thrombin
e. Assay fungsional factor VIII dan IX

8. Penatalaksanaan
1. Terapi Suportif
a. Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan
b. Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas
faktor pembekuan sekitar 30-50%
c. Lakukan Rest, Ice, Compressio, Elevation (RICE) pada lokasi perdarahan untuk
mengatasi perdarahan akut yang terjadi.
d. Kortikosteroid, untuk menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut yang
terjadi setelah serangan akut hemartrosis

10
e. Analgetik, diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri hebat, hindari
analgetik yang mengganggu agregasi trombosit
f. Rehabilitasi medik, sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara komprehensif
dan holistic dalam sebuah tim karena keterlambatan pengelolaan akan
menyebabkan kecacatan dan ketidakmampuan baik fisik, okupasi maupun
psikososial dan edukasi. Rehabilitasi medic atritis hemofilia meliputi : latihan
pasif/aktif, terapi dingin dan panas, penggunaan ortosis, terapi psikososial dan
terapi rekreasi serta edukasi.
2. Terapi Pengganti Faktor Pembekuan Dilakukan dengan memberikan F VIII atau F
IX baik rekombinan, kosentrat maupun komponen darah yang mengandung cukup
banyak factor pembekuan tersebut. Hal ini berfungsi untuk profilaktif/untuk
mengatasi episode perdarahan. Jumlah yang diberikan bergantung pada factor yang
kurang.
3.Terapi lainnya
a. Pemberian DDAVP (desmopresin) pada pasien dengan hemofili A ringan sampai
sedang. DDAVP meningkatkan pelepasan factor VIII.
b. Pemberian prednisone 0.5-1 mg/kg/bb/hari selama 5-7 hari mencegah terjadinya
gejala sisa berupa kaku sendi (atrosis) yang mengganggu aktivitas harian serta
menurunkan kualitas hidup pasien Hemofilia (Aru et al, 2010)
c. Transfusi periodik dari plasma beku segar (PBS)
d. Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM
e. Membersihkan mulut sebagai upaya pencegahan

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas
Biasanya lebih banyak terjadi pada pria karena mereka hanya memiliki 1
kromosom X. Sedangkan wanita, umumnya menjadi pembawa sifat saja
(carrier)
b. Status kesehatan saat ini
Sering terjadi nyeri pada luka, pembengkakan, perdarahan pada jaringan lunak,
penurunan mobilitas, perdarahan mukosa oral, ekimosis subkutan diatas
tonjolan-tonjolan tulang
11
c. Riwayat kesehatan terdahulu
Focus primer yang sering terjadi pada hemofilia adalah sering terjadi infeksi
pada daerah luka, dan mungkin terjadi hipotensi akibat perdarahan yang terus
menerus dan apabila sering terjadi perdarahan yang terus-menerus pada daerah
sendi akan mengakibatkan kerusakan sendi, dan sendi yang paling rusak adalah
sendi engsel, seperti patella, pergelangan kaki, siku. Pada sendi engsel
mempunyai sedikit perlindungan terhadap tekanan, akibatnya sering terjadi
perdarahan.Sedangkan pada sendi peluru seperti panggul dan bahu, jarang
terjadi perdarahan karena pada sendi peluru mempunyai perlindungan yang
baik. Apabila terjadi perdarahan, jarang menimbulkan kerusakan sendi.
d. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : kelemahan
2. BB: menurun
3. Wajah : wajah mengekspresikan nyeri
4. Mulut : mukosa mulut kering, perdarahn mukosa mulut
5. Hidung : epitaksis
6. Thorak/dada: adanya tarikan intracostanalis dan bagaimana suara paru
7. Suara jantung pekak
8. Adanya kardiomegali
9. Abdomen adanya hepatomegali
10. Anus dan genitalia : - eliminasi urine menurun

- Eliminasi alvi feses hitam


11. Ekstremitas : hemartrosis memar khususnya pada ekstremitas bawah

e. Pemeriksaan penunjang

1) Uji skrinning untuk koagulasi darah

2. Diagnose keperawatan
Berdasarkan pengkajian diagnosis keperawatan untuk klien ini mencakup yang
berikut :
a.Nyeri b.d perdarahan sendi dan kekakuan ektrimitas akibat adanya hematom
b.Resiko tinggi trauma b.d hambatan mobilitas fisik, kelainan proses pembekuan
darah, ketidaktahuan manajemen penurunan resiko trauma

12
c.Koping individu atau keluarga tidak efektif b.d prognosis penyakit, gambaran
diri yang salah, perubahan peran
d.Kecemasan individu dan keluarga b.d prognosis sakit

3. Intervensi

a. Nyeri b.d perdarahan sendi dan kekauan ekstremitas akibat adanya


hematom
1) Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam terdapat penurunan respon nyeri
dada
2) Kriteria hasil : secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri,
secara objektif didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal, wajah rileks,
tidak terjadi penurunan perfusi perifer.
3) Intervensi :
a. Catat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, serta lama dan
penyebarannya
R/ variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri terjadi sebagai
temuan pengkajian
b. Lakukan manajemen nyeri keperawatan :
 Atur posisi fisiologis
R/ posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2
ke jaringan yang mengalami nyeri sekunder dari iskemia
 Istirahatkanlah klien
R/ istirahat akan menurunkan kebutuhan O2
jaringan perifer, sehingga kebutuhan demand oksigen jaringan
 Manajemen lingkungan : lingkungan tenang dan batasi pengunjung
R/ lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri ekternal dan
pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi O2
ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang
beradaa di ruangan
 Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam
R/ meningkatkan asupan O2 sehingga menurunkan nyeri sekunder
dari iskemia jaringan
 Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri

13
R/ distraksi (pengalihan perhatian ) dapat menurunkan stimulus
internal dengan mekanisme peningkatan produksi endorphin dan
enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan
ke korteks serebri, sehingga menurukan persepsi nyeri
 Beri kompres es
R/ pemeberian es secara local efektif diberikan setelah terjadi
trauma jaringan dan menurunkan respons nyeri dari efek
vasokontriksi
 Lakukan manajemen sentuhan
R/ menejemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan
psikologis dapat menurunkan nyeri. Masase ringan dapat
meningkatkan aliran darah dan dengan otomatis membantu suplai
darah dan oksigen ke area nyeri dan menurunkan sensasi nyeri
c. Kolaborasi pemberian terapi :
 Analgesic R/ digunakan untuk mengurangi nyeri sehubungan dengan
hematoma otot yang besar dan perdaarahan sendi yang analgetika
oral dan opioid diberikan untuk menghindari ketergantungan
terhadaap narkotika pada nyeri kronis
 Pemberian konsentrat factor VIII dan IX R/ konsentrat diberikan
apabila klien mengalami perdarahan aktif atau sebagai upaya
pencegahan sebelum pencabutan gigi atau pembedahan. Klien dan
keluarganya harus diajar cara memberikan konsentrat dirumah, setiap
ada tanda perdarahan. Beberapa klien membentuk antibody terhadap
konsentrat, sehingga kadar factor tersebut tidak dapat dinaikkan.
 Asam tranexamic R/ penghambat enzim fibrinolitik. Obat ini dapat
memperlambat kelarutan bekuan darah yang sedang terbentuk, dan
dapat digunakan setelah pembedahan mulut klien dengan Hemofilia.
b. Resiko tinggi trauma b.d hambatan mobilitas fisik, kelainan proses
pembekuan darah, ketidaktahuan manajemen penurunan resiko trauma
1) Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam resiko trauma tidak terjadi
2) Kriteria hasil : klien dan keluarga mau berpartisipasi terhadap
pencegahan trauma, mengenal factor-faktor yang potensial
meningkatkan resiko trauma, mengenal manajemen aktifitas

14
3) Intervensi :
 Kaji kemampuan mobilisasi : catat factor yang potensial
meningkatkan cidera

R/ menjadi data dasar dan meminimalkan resiko cidera

 Kaji adanya tanda dan gejala perfusi jaringan


R/ deteksi seperti hipoksia pada organ vital, gelisah, cemas, pucat,
kulit dingin, lembab, nyeri dada, dan penurunah curah urine.
 Ajarkan manajemen aktifitas R/ klien didorong untuk bergerak
perlahan dan mencegah stress pada sendi yang terkena.
 Ajarkan cara pemantauan dan pencegahan komplikasi
R/ pemantauan dan pencegahan komplikasi pada klien hemofilia
sangat penting diketahui klien atau orang tua dengan tujuan
menurunkannya pemantauan dan pencegahan komplikasi tersebut
meliputi :
a. monitor tekanan darah, denyut nadi, respirasi, tekanan vena
sentral dan tekanan arteri pumonal harus dipantau, begitu juga
hemoglobin dan hematocrit, waktu perdarahan dan pembekuan,
serta angka trombosit
b. monitor adanya pedarahan dari kulit, membrane mukosa dan
luka, serta adanya perdaarahan internal
c. istirahat selama terjadinya episode perdarahan
d. kompres dingin diberikan pada tempat pendarahan
e. obat parenteral diberikan dengan jarum ukuran kecil untuk
mengurangi trauma dan resiko perdaarahan
f. lingkungan dijaga agar bebas dari rintangan yang dapat
menyebabkan jatuh, klien dipindah dan digeser dengan sangat
hati-hati
g. darah dan komponen darah diberikan sesuai kebutuhan dan
diusahakan untuk mencegah terjainya komplikasi
h. kompres panas harus dihindari selama episode perdarahan
karena dapat mengakibatkan perdarahan lebih lanjut.
i. pemberian alat bantu, bidai tongkat, kruk sangat berguna untuk
memindahkan beban tubuh pada sendi yang sangat nyeri

15
 Lakukan pencegahan perdarahan
R/ pencegahan perdarahan pada klien hemofilia sangat penting
diketahui klien atau orang tua dengan tujuan menurunkannya.
Pencegahan tersebut, meliputi hal-hal berikut :
a. klien dan keluarganya diberi informasi mengenai resiko
perdarahan dan usaha pengamanan yang perlu
b. anjurkan untuk mengubah lingkungan rumah sedemikian rupa,
sehingga dapat mencegah terjadinya trauma fisik
c. mencukur harus dilakukan dengan cukur listrik dan menggosok
gigi dengan sikat yang lembut untuk menjaga kebersihan mulut
d. hindari mengeluarkan ingus dengan kuat, batuk, dan mengejan
saat buang air besar harus dihindari
e. pemberian laxantia
f. hindari pemberian aspirin atau obat yang mengandung aspirin
harus dihindari
g. anjurkan lakukan aktivitas fisik, ttp dengan keamanaan yang baik
h. olahraga tanpa kontak seerti berenang, mendaki gunung, dan golf
merupakan aktifitas yang dapat diterima, sementara olahraga
dengan kontak harus dihindari
i. berikan latihan penguatan tungkai untuk rehabilitasi setelah
hemartosisi akut jelaskan pentingnya control yang teratur dan
pemeriksaan laboratorium
 Kolaborasi pemberian atibiotika
R/ antibiotic bersifat bakteriosida untuk menghambat perkembangan
kuman
 Evaluasi tanda atau gejala perluasan cidera jaringan (peradangan,
lokasi/sistemik, seperti peningkatan nyeri, edema, dan demam)
R/ menilai perkembangan masalah klien
c. Koping individu atau keluarga tidak efektif b.d prognosis penyakit,
gambaran diri yang salah, perubahan peran
1) Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam klien atau keluarga mampu
mengembangkan koping yang positif

16
2) Kriteria hasil : klien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan, mampu
menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang
situasi yang sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap
situai, mengakui dan menggabungkan perubahan kedalam konsep diri
dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negative
3) Intervensi
a. Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan termasuk, permushan
dan kemarahan
R/ menunjukan penerimaan membantu klien untuk mengenali dan mulai
menyesuaikan dengan perasaan tersebut
b. Catat ketika klien menyatakan terpengaruh seperti sekarat atau
mengingkari dan menyatakan inilah kematian
R/ mendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau perasaan negative
terhadap gambaran tubuh dan kemampuan yang menunjukan kebutuhan
dan intervensi serta dukungan emosional
c. Berikan informasi status kesehatan pada klien dan keluarga
R/ klien dengan hemofilia sering memerlukan bantuan dala menghadapi
kondisi kronis, keterbatasan ruang kehidupan, dan kenyataan bahwa
kondisi tersebut merupakan penyakit yang akan diturunkan ke generasi
berikutnya
d. Dukung mekanisme koping efektif
R/ sejak masa kanak-kanak, klien dibantu menerima dirinya sendiri dan
penyakitnya serta mengidentifikasi aspek positif dari kehidupan mereka.
Mereka harus di dorong untuk merasa berarti dan tetap mandiri dengan
mencegah trauma yang dapat menyebabkan episode perdarahan akut dan
mengganggu kegiatan normal
e. Hidari factor peningkatan stress emosional
R/ perawat harus mengetahui pengaruh stress tersebut secara professional
dan personal serta menggali semua sumber dukungan untuk mereka sendiri
begitu juga untuk klien dan keluargnya
f. Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan perbaiki kebiasaan
R/ membntu meningkatkan perasaan harga diridan mengontrol lebih dari
satu area kehidupan

17
g. Anjurkan orang yang terdekat untuk mneginzinkan klien melakukan
sebanyak-banyaknya untuk dirinya
R/ menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu
perkembangan harga diri serta mempengaruhi proses rehabilitasi
h. Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minta atau partisipasi
dalam aktifitas rehabilitasi
R/ klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang
peran individu masa mendatang
i. Dukung pengguaan alat-alat yang dapat mengadaptasikan klien, tongkat,
alat bantu jalan, tas panjang untuk kateter
R/ meningkatkan kemandirian untuk membantu pemenuhan kebutuhan
fisik dan menunjukan posisi untuk lebih aktif dalam kegiatan sosial
j. Monitor gangguan tidur peningkatan kesulitan konsentrasi, letargi, dan
rendah diri
R/ dapat mengindikasikan terjadinya depresi umumnya terjadi sebagai
pengaruh dari stroke dimana memerlukan intervensi dan evaluasi lebih
lanjut
k. Kolaborasi : rujuk pada ahli neuro
R/ dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk
perkembangan perasaan
d. Kecemasan individu dan keluarga b.d prognosis sakit
1) Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam kecemasan klien berkurang
2) Kriteria hasil : klien menyatakan kecemasan berkurang, mengenal
perasaannya dapat mengidentifikasi penyebab atau factor yang
mempengaruhinya, koperatif terhadap tindaka, wajah rileks
3) Intervensi
 Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan, dampingi klien dan
lakukan tindakan bila menunjukan perilaku merusak.
R/ reaksi verbal atau non verbal dapat menunjukkan rasa agitasi marah
dan gelisah
 Hindari konfrontasi.
R/ konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja
sama, dan mungkin memperlambat penyembuhan.

18
 Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri
lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat .
R/ mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.
 Tingkatkan control sensasi klien.
R/ control sensasi klien (dan dalam menurunkan ketakutan) dengan
cara memberikan informasi tentang keadaan klien, menekankan pada
penghargaan terhadap sumber-sumber koping (pertahanan diri) yang
positif, membantu latihan relaksasi, dan teknik-teknik pengalihan dan
memberikan respon balik yang positif.
 Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang
diharapkan.
R/ orientasi dapat menurunkan kecemasan.
 Beri kesempatan kepada klien untuk engungkapkan ansietasnya.
R/ dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak
diekspresikan.
 Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat.
R/ memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan
cemas dan perilaku adaptasi. Adanya keluarga dan teman-teman yang
dipilih klien melayani aktivitas dan pengalihan (membaca akan
menurunkan perasaan terisolasi).
 Kolaborasi berikan anti cemas sesuai indikasi, contohnya diazepam.
R/ meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.

DAFTAR PUSTAKA

Aru et al. 2009. Ilmu Penyakit dalam Jilid II: Edisi V. Jakarta: Interna Publishing

Nur Arif Amin Huda, Kusuma Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC NOC .Yogyakarta : Media Action Publishing.

Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika

19
20

Anda mungkin juga menyukai