PENDAHULUAN
1 Latar Belakang
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya. Defisit
perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan
kemampuan dalam melakukan/melewati aktivitas perawatan diri secara mandiri.
Pemeliharaan hygiene perorangan diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan, dan
kesehatan. Seperti pada orang sehat dapat memenuhi kebutuhan personal hygienenya
sendiri. Cara perawatan diri menjadi rumit dikarenakan kondisi fisik atau keadaan emosional
klien. Selain itu,beragam faktor pribadi dan sosial budaya mempengaruhi praktik hygiene
klien.
2 Tujuan
Tujuan utama dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan mata kuliah Keperawatan Jiwa.Adapun tujuan lainnya yaitu:
a. Mahasiswa mengetahui dan memahami defisit perawatan diri.
b. Mahasiswa mengetahui dan memahami penyebab defisit perawatan diri.
c. Mahasiswa mengetahui proses terjadi defisit perawatan diri.
d. Mahasiswa mengetahui tanda dan gejala defisit perawatasn diri.
e. Mahasiswa mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari defisit perawatan diri .
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan, dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu
keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Dermawan &
Rusdi, 2013).
Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami
kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan
diri secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian/berhias, makan, dan
BAB/BAK (toileting) (Fitria,2012).
B. Penyebab
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000) , penyebab kurang perawatan
diri adalah kelelahan fisik dan penurunan kesadaran. Menurut Depkes (2000)
dalam Mukhripah Damaiyanti (2014), penyebab kurang perawatan diri adalah:
1) Faktor Predisposisi
a) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
c) Kemampuan realitas turun
klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang
kurang menyebabkan ketidak pedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri.
d) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungan.Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan
dalam perawatan diri.
2) Faktor Presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah
yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000 : 59) faktor – faktor yang mempengaruhi personal
hygiene adalah :
a. Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan
diri, misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli
dengan kebersihan dirinya.
b. Praktik sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pada personal hygiene.
C. Proses Terjadi
Defisit perawatan diri terjadi diawali dengan proses terjadinya gangguan jiwa
yang dialami oleh klien sehingga menyebabkan munculnya gangguan defisit
perawatan diri pada klien. Pada klien skizofrenia dapat mengalami defisit
perawatan diri yang signifikan. Tidak memerhatikan kebutuhan higiene dan
berhias biasa terjadi terutama selama episode psikotik. Klien dapat menjadi
sangat preokupasi dengan ide-ide waham atau halusinasi sehingga ia gagal
melaksanakan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari (stuart&laraia, 2005).
Faktor biologis terkait dengan adanya neuropatologi dan ketidakseimbangan
dari neurotransmiternya. Dampak yang dapat dinilai sebagai manifestasi adanya
gangguan adalah pada perilaku maladaptif pasien (Townsend, 2005). Secara
biologi riset neurobiologikal mempunyai fokus pada tiga area otak yang
dipercaya dapat melibatkan perilaku agresi yaitu sistem limbik, lobus frontalis
dan hypothalamus.
Sistem Limbik merupakan cicin kortek yang berlokasi dipermukaan medial
masing-masing hemisfer dan mengelilingi pusat kutup serebrum. Fungsinya
adalah mengatur persyarafan otonom dan emosi (Suliswati,et al, 2002: Struat &
Laraia, 2005). Menyimpan dan menyatukan informasi berhubungan dengan
emosi, tempat penyimpanan memori dan pengolahan informasi. Disfungsi pada
sistem ini akan menghadirkan beberapa gejala klinik seperti hambatan emosi dan
perubahan kebribadian (Kaplan, Saddock & Grebb, 2002).
Lobus Frontal berperan penting menjadi media yang sangat berarti dalam
perilaku dan berpikir rasional, yang saling berhubungan dengan sistem limbik
(Suliswati,et al, 2002: Struat & Laraia, 2005). Lobus frontal terlibat dalam dua
fungsi serebral utama yaitu kontrol motorik gerakan voluntir termasuk fungsi
bicara, fungsi fikir dan kontrol berbagai ekspresi emosi. Kerusakan pada daerah
lobus frontal dapat meyebabkan gangguan berfikir, dan gagguan dalam
bicara/disorganisasi pembicaraan serta tidak mampu mengontrol emosi sehingga
berperilaku maladaptif seperti tidak mau merawat diri : mandi,
berpakaian/berhias, makan, toileting. Kondisi ini menunjukkan gejala defisit
perawatan diri (Townsend 2005).
Hypotalamus adalah bagian dari diensefalon yaitu bagian dalam dari serebrum
yang menghubungkan otak tengah dengan hemisfer serebrum. Fungsi utamanya
adalah sebagai respon tingkah laku terhadap emosi dan juga mengatur mood dan
motivasi. Kerusakan hipotalamus membuat seseorang kehilangan mood dan
motivasi sehingga kurang aktivitas dan dan malas melakukan sesuatu. Kondisi
seperti ini sering kita temui pada klien dengan defisit perawatan diri , dimana
klien butuh lebih banyak motivasi dan dukungan untuk dapat merawat dirinya
(Suliswati, 2002; Stuart & Laraia, 2005).
Ganguan defisit perawatan diri juga dapat terjadi karena ketidakseimbangan
dari beberapa neurotransmitter. misalnya : Dopamine fungsinya mencakup
regulasi gerak dan koordinasi, emosi, kemampuan pemecahan masalah secara
volunter (Boyd & Nihart,1998 ; Suliswati, 2002). Transmisi dopamin
berimplikasi pada penyebab gangguan emosi tertentu. Pada klien skizoprenia
dopamin dapat mempengaruhi fungsi kognitif (alam pikir), afektif (alam
perasaan) dan psikomotor (perilaku) kondisi ini pada klien dengan defisit
perawatan diri memiliki perilaku yang menyimpang seperti tidak berkeinginan
untuk melakukan perawatan diri (Hawari, 2001). Serotonin berperan sebagai
pengontrol nafsu makan, tidur, alam perasaan, halusinasi, persepsi nyeri,
muntah.
Serotonin dapat mempengaruhi fungsi kognitif (alam pikir), afektif (alam
perasaan) dan psikomotor (perilaku) (Hawari, 2001). Jika terjadi penurunan
serotonin akan mengakibatkan kecenderungan perilaku yang kearah maladaptif.
Pada klien dengan defisit perawatan diri perilaku yang maladaptif dapat terlihat
dengan tidak adanya aktifitas dalam melakukan perawatan diri seperti : mandi,
berganti pakaian, makan dan toileting (Wilkinson,2007).
Norepinephrin berfungsi untuk kesiagaan, pusat perhatian dan orientasi;
proses pembelajaran dan memori. Jika terjadi penurunan kadar norepinephrine
akan dapat mengakibatkan kelemahan sehingga perilaku yang ditampilkan klien
cendrung negatif seperti tidak mau mandi, tidak mau makan maupun tidak mau
berhias dan toileting (Boyd & Nihart, 1998; Suliswati,2002)
Menurut Depkes (2000) tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri
adalah:
1. Fisik
2. Psikologis
3. Social
a) Interaksi kurang.
b) Kegiatan kurang.
c) Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
d) Cara makan tidak teratur.
e) BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu.
Mekanisme Koping
1. Regresi
2. Penyangkalan
3. Isolasi diri, menarik diri
4. Intelektualisasi
Rentang Respon Kognitif
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak
dapat merawat diri sendiri adalah :
1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
a. Bina hubungan saling percaya.
b. Bicarakan tentang pentingnya kebersihan.
c. Kuatkan kemampuan klien merawat diri.
2. Membimbing dan menolong klien merawat diri.
a. Bantu klien merawat diri
b. Ajarkan ketrampilan secara bertahap
c. Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung
a. Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi.
b. Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh
klien.
c. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien
misalnya, kamar mandi yang dekat dan tertutup.
G. Akibat
Akibat dari Defisit Perawatan Diri Menurut Damiyanti, 2012 sebagai berikut.
a. Dampak fisik Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
tidak terpeliharanya kebersihan perorangandengan baik, gangguan 12 fisik yang
seering terjadi adalah: gangguan integritas kulit, gangguan membrane mukosa
mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
b. Dampak psikososial Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygine
adalah gangguan kebutuhan aman nyaman , kebutuhan cinta mencintai,
kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya. Pemeliharaan hygiene perorangan
diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan, dan kesehatan. Seperti pada orang
sehat dapat memenuhi kebutuhan personal hygienenya sendiri. Cara perawatan diri
menjadi rumit dikarenakan kondisi fisik atau keadaan emosional klien.
B. Saran
Semoga Makalah ini dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dan
saran sangat diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta :
EGC.
Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.
Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa.
Yogyakarta : Momedia
Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.
Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan Psikiatri
edisi 3. Jakarta. EGC