Anda di halaman 1dari 14

NAMA : BERTHA

NIM : (186080021)

Rudi adalah seorang apoteker Kepala Instalasi Farmasi RS (IFRS) Sejahtera. RS Sejahtera
terletak di Jakarta Timur yang luasnya kira-kira 3,5 Ha merupakan RS umum pusat vertikal yang
menerima pasien BPJS. RS tsb memiliki tempat tidur sejumlah 750 buah Seorang pasien BPJS
rawat inap bernama Tuti perlu dirawat karena menderita penyakit diabetes sejak tanggal 20 Mei
2019Pasien tsb mendapat resep R/ Metformin 500 mg

. S2x1

R/ Lipitor 20 mg

S 1x1

R/ Zyloric 100 mg

S1x1

Pasien tsb dirawat selama 5 hari.

Pada bulan Mei 2019 Rudi diminta oleh Direktur Utama untuk menghitung berapa kebutuhan
dana untuk pengadaan obat tahun 2020. Data pada tahun sebelumnya adalah :Pendapatan obat
untuk pasien rawat inap sebesar Rp. 12 M / bulanJumlah pasien yang dirawat sebanyak 700
orang/ bulan Pendapatan obat untuk pasien rawat jalan sebesar Rp 6 M / bulan Jumlah resep
pasien rawat jalan sebanyak 600 lembar/ bulan Rata-rata keuntungan obat IFRS adalah 20 %
Prediksi Inflasi 10 % Rencana pengembangan untuk tahun 2020 adalah 10 %. IFRS
melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu
Pertanyaan :

1. Bagaimana Rudi menghitung berapa dana yang diperlukan oleh Instalasi Farmasi untuk
kebutuhan pasien rawat inap dan pasien rawat jalan tahun 2020 untuk diserahkan kepada Dirut
RS ? =

jawab : tahun 2020

Prediksi injeksi 10% = 10% x 32.571.428 = 3.257.142 + Pengembangan 10% = 10% x


32.571.428 = 327.142 = 6.514.284

Untuk tahun 2020 = 32.571.428 + 6.514.284 = 39.085.712

2. Ketika Rudi membuat perencanaan obat, metoda apa yang digunakan untuk
pembelian obat agar memudahkan pekerjaan tsb

jawab : metode pengadaan yang digunakan adalah Metode Morbiditas. Metode morbiditas
adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit. Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan adalah perkembangan pola penyakit, waktu tunggu, dan stok pengaman.

Langkah-langkah perhitungan metode morbiditas adalah :

1) . Menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok umur - penyakit. Kegiatan


yang harus dilakukan : Pengisian (formulir 4) terlampir dengan masing-masing kolom diisi:
Kolom 1 : Nomor urut. Kolom 2 : Nomor kode penyakit. Kolom 3 : Nama jenis penyakit
diurutkan dari atas dengan jumlah paling besar. Kolom 4 : Jumlah penderita anak dibawah 5
tahun. Kolom 5 : Jumlah penderita dewasa. Kolom 6 : Jumlah total penderita anak dan dewasa.

2) . Menyiapkan data populasi penduduk. Komposisi demografi dari populasi yang akan
diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin untuk umur antara : • 0 s/d 4 tahun. • 5 s/d 14 tahun.
16 • 15 s/d 44 tahun. • ≥ 45 tahun.

3) . Menyediakan data masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi pada


kelompok umur yang ada.

4) . Menghitung frekuensi kejadian masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh


populasi pada kelompok umur yang ada.
5) . Menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian obat menggunakan
pedoman pengobatan yang ada.

6). Menghitung jumlah yang harus diadakan untuk tahun anggaran yang akan datang

3. Panitia pengadaan menggunakan metoda pembelian yang termudah untuk obat pasien
perorangan dan sediaan yang dipakai bersama. Beri contohnya sediaan yang digunakan
bersama.

Jawab : sediaan topikal mata, ointment

4. Apa saja persyaratan penerimaan sediaan farmasi untuk obat dan untuk alatKesehatan

Jawab : Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah,
mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi
fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.

Persyaratannya

5. Bagaimana penyimpanan obat di gudang farmasi untuk sediaan sbb :

a.Cairan Infus

Jawab :

Produk disarankan untuk disimpan pada suhu kamar (25°C); namun, paparan singkat hingga
40°C tidak mempengaruhi produk secara negatif

b.Injeksi Adrenalin

Jawab : diletakkan di tempat yang terlindungi dari cahaya, panas ekstrem dan pembekuan serta
di simpan ditempat yang sejuk

c.Vaksin

Jawab : Menurut petunjuk WHO dalam Inisiatif Pengelolaan Penyimpanan Vaksin yang Efektif
(2003), pengambilan vaksin harus menggunakan peralatan rantai dingin vaksin yang sudah
ditentukan, misalnya cold box atau vaccine carrier atau termos. Sebelum memasukkan vaksin ke
dalam alat pembawa, petugas harus memeriksa indikator vaksin (VVM) kecuali vaksin BCG.
Vaksin yang boleh digunakan hanya bila indikator VVM A atau B, sedangkan bila VVM pada
tingkat C atau D, vaksin tidak diterima karena tidak dapat digunakan lagi. Selanjutnya ke dalam
vaccine carrier dimasukkan kotak cair dingin (cool pack) dan di bagian tengah diletakkan
termometer. Vaccine carrier yang telah berisi vaksin, selama perjalanan tidak boleh terkena sinar
matahari langsung.

Penyimpanan vaksin membutuhkan suatu perhatian khusus karena vaksin merupakan


sediaan biologis yang rentan terhadap perubahan temperatur lingkungan. Pada setiap tahapan
rantai dingin maka transportasi vaksin dilakukan pada temperature 0°C sampai 8°C. Vaksin polio
boleh mencair dan membeku tanpa membahayakan potensi vaksin. Vaksin DPT, DT, dT,
hepatitis-B dan Hib akan rusak bila membeku pada temperature 0° (vaksin hepatitis-B akan
membeku sekitar -0,5°C).

Menurut Petunjuk Pelaksanaan Program Imunisasi, Depkes RI, 1992, sarana


penyimpanan vaksin di setiap tingkat administrasi berbeda. Di tingkat pusat, sarana penyimpan
vaksin adalah kamar dingin/cold room. Ruangan ini seluruh dindingnya diisolasi untuk
menghindarkan panas masuk ke dalam ruangan. Ada 2 kamar dingin yaitu dengan suhu +2o C
sampai +8o C dan suhu -20o C sampai -25o C. Sarana ini dilengkapi dengan generator cadangan
untuk mengatasi putusnya aliran listrik. Di tingkat provinsi vaksin disimpan pada kamar dingin
dengan suhu -20o C sampai -25o C, di tingkat kabupaten sarana penyimpanan vaksin
menggunakan lemari es dan freezer.

d.Gas medis tabung :

gas medis dengan posisi berdiri, terikatdan diberi penandaan untuk menghindari
kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan tabung gas medis kosong terpisah dari
tabung gas media yang ada isinya. Penyimpanan tabung gas medis di ruangan harus
menggunakan tutup demi keselamatan.
e.Obat LASA :

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah,


mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi
fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.

f.Obat High Alert :

Obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi (Hight Alert Medication), harus disimpan di
tempat terpisah , akses terbatas dan diberi tanda khusus (misalnya: area penyimpanan ditandai
dengan selotib berwarna merah dan diberi stiker “Hight Alert”

g.Sitostatika

Jawab :

h.Morfin injeksi

Jawab : Obat ini paling baik disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya langsung dan
tempat yang lembap. Jangan disimpan di kamar mandi. Jangan dibekukan.

I. Metformin

Jawab : bat ini paling baik disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya langsung dan
tempat yang lembap. Jangan disimpan di kamar mandi. Jangan dibekukan. Merek lain dari obat
ini mungkin memiliki aturan penyimpanan yang berbeda. Perhatikan instruksi penyimpanan pada
kemasan produk atau tanyakan pada apoteker Anda. Jauhkan semua obat-obatan dari jangkauan
anak-anak dan hewan peliharaan

j.Kapas

Jawab : diletakkan di dus besar agar tidak memakan tempat

6. Berapa jumlah apoteker dan TTK yang dibutuhkan RS Sejahtera?

Jawab : dilihat dari jumlah tempat tidur di rumah sakit, RS Sejahtera termasuk kelas tipe B1

Tenaga kefarmasian :
a) 1 (satu) apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit;

b) 5 (lima) apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling sedikit 10 (sepuluh)
tenaga teknis kefarmasian;

c) 5 (lima) apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 10 (sepuluh) tenaga teknis
kefarmasian;

d) 1 (satu) apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu oleh minimal 2 (dua) tenaga teknis
kefarmasian;

e) 1 (satu) apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit 2 (dua) tenaga teknis
kefarmasian;

f) 1 (satu) apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang dapat merangkap
melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis
kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah
Sakit;

g) 1 (satu) apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan
farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang
jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit.

7. Apabila jumlah tenaga kerja mencukupi, maka sistem distribusi obat apa yang
diusulkan Rudi untuk RS Sejahtera agar pemberian obatnya efektif dan efisien ?
Bagaimana pengaturan obat untuk pasien Tuti selama dirawat inap?

8. Apa saja obat pasien Tuti yang perlu diperinci ketika Tuti hendak pulang

Jawab : a. metformin 500 mg, diminum 2 kali sehari saat makan ataus egera sesudah makan.
Tetap dipantau kadar gula dalam darah setiap pagi hari

B. Lipitor bisa dihentikan jika kadar kolesterol sudah dibawag 200 mg/dl. Lipitor adalah
golongan statin yang dapat meningkatkan kadar gula dalam darah. Sehingga harus tetap dipantau
untuk penderita diabetes tipe II atau jika terjadi efek samping, langsung berkonsultasi kembali
pada dokter

C. Zyloric adalah obat untuk menurunkan kadar asam urat dalam darah.dihentikan saat kadar
asam urat sudah dibawah 6,5 mg/dl

9. Apa pendapat Sdr mengenai pelayanan farmasi satu pintu

Jawab : Pelayanan Farmasi Satu Pintu


Pelayanan farmasi satu pintu adalah suatu sistem dimana dalam pelayanan kefarmasian
itu sendiri menggunakan satu kebijakan, satu standar operasional (SOP), satu pengawasan
operasional dan satu sistem informasi. Sistem pelayanan farmasi satu pintu :
1. Instalasi farmasi bertanggung jawab atas semua obat yang beredar di rumah sakit.
2. Commitment building : memberikan pelayanan yang terbaik untuk pelanggan, pelayanan
bebas kesalahan ( zerro defect ), pelayanan bebas copy resep atau semua resep terlayani di rumah
sakit.
3. Membangun kekuatan internal rumah sakit terhadap pesaing farmasi dari luar dan
mewujudkan keterikatan terhadap pelayanan farmasi RS dengan penyediaan dana gotong royong
seluruh jajaran RS.
4. Mewadahi keterikatan tersebut dalam kepemilikan apotek pelengkap.
5. Memberikan kesejahteraan internal melalui jasa pelayanan farmasi dan keuntungan apotek
pelengkap.
6. Penerapan sistem formularium RS.
7. Penerapan satu SOP penulisan resep.
8. Penerapan distribusi obat satu pintu.
9. Penerapan skrining resep oleh farmasis.
10. Penyediaan apotek pelengkap mengikuti formularium RS dan berkoordinasi dengan instalasi
farmasi.
11. Penerapan SIM farmasi.
Tujuan dari pelayanan farmasi satu pintu adalah untuk meningkatkan pelayanan farmasi
di RS sehingga dapat memenuhi kebutuhan yang ditetapkan, memuaskan harapan konsumen,
sesuai dengan standar yang berlaku, tersedia pada harga yang kompetitif dan memberi manfaat
bagi RS.
Keuntungan pelayanan farmasi satu pintu yaitu :
1. Memudahkan monitoring obat
2. Dapat mengetahui kebutuhan obat secara menyeluruh sehingga memudahkan perencanaan
obat.
3. Menjamin mutu obat yang tersedia sesuai persyaratan kefarmasian.
4. Dapat dilaksanakannya pelayanan obat dengan sistem unit dose ke semua ruang rawat.
5. Dapat dilaksanakan pelayanan informasi obat dan konseling obat baik bagi pasien rawat jalan
maupun rawat inap.
6. Dapat dilaksanakan monitoring efek samping obat oleh panitia dan terapi.
7. Dapat melakukan pengkajian penggunaan obat di RS, baik obat generik, obat formularium,
obat Askes dan lain-lain sesuai dengan program IFRS serta PFT

10. Jelaskan pendapat Sdr sehubungan dengan peningkatan pelayanan RS, maka apa saja
yang diperlukan tentang kebutuhan pelayanan kefarmasian apabila jumlah tempat tidur
RS akan ditambah sebanyak 60 buah

Jawab : menurut Permenkes 72 tahun 2016 tentang standart pelayanan kefarmasian

Pasal 5

(1) Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, harus dilakukan
Pengendalian Mutu Pelayananan Kefarmasian yang meliputi: a. monitoring; dan b. evaluasi

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengendalian Mutu Pelayananan Kefarmasian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 6

(1) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus menjamin ketersediaan


Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman, bermutu,
bermanfaat, dan terjangkau.

(2) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit melalui sistem satu pintu.
(3) Instalasi Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Apoteker
sebagai penanggung jawab.

(4) Dalam penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit dapat dibentuk satelit
farmasi sesuai dengan kebutuhan yang merupakan bagian dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit. -
8- Pasal 7 (1) Setiap Tenaga Kefarmasian yang menyelenggarakan Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit wajib mengikuti Standar Pelayanan Kefarmasian sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri ini. (2) Setiap pemilik Rumah Sakit, direktur/pimpinan Rumah Sakit, dan
pemangku kepentingan terkait di bidang Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus
mendukung penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.

Jika jumlah tempat tidur ditambah 60 buah, maka rumah sakit harus menyediakan sarana
prasarana yang memadai untuk mendukung pelayanan RS oleh instalasi farmasi.

A. Sumber Daya Manusia Instalasi Farmasi harus memiliki Apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian yang sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran
dan tujuan Instalasi Farmasi. Ketersediaan jumlah tenaga Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian di Rumah Sakit dipenuhi sesuai dengan ketentuan klasifikasi dan perizinan Rumah
Sakit yang ditetapkan oleh Menteri

B. Persyaratan SDM Pelayanan Kefarmasian harus dilakukan oleh Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pelayanan Kefarmasian harus di
bawah supervisi Apoteker. Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi
persyaratan administrasi seperti yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku

C. Beban Kerja dan Kebutuhan

a. Beban Kerja Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor-faktor yang
berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu: 1) kapasitas tempat tidur dan Bed Occupancy
Rate (BOR); 2) jumlah dan jenis kegiatan farmasi yang dilakukan (manajemen, klinik dan
produksi); 3) jumlah Resep atau formulir permintaan Obat (floor stock) per hari; dan 4) volume
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.

b. Penghitungan Beban Kerja


Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada Pelayanan Kefarmasian
di rawat inap yang meliputi pelayanan farmasi manajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan
aktivitas pengkajian resep, penelusuran riwayat penggunaan Obat, rekonsiliasi Obat, pemantauan
terapi Obat, pemberian informasi Obat, konseling, edukasi dan visite, idealnya dibutuhkan
tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 30 pasien.

Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada Pelayanan Kefarmasian


di rawat jalan yang meliputi pelayanan farmasi menajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan
aktivitas pengkajian Resep, penyerahan Obat, Pencatatan Penggunaan Obat (PPP) dan konseling,
idealnya dibutuhkan tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 50 pasien. -44-

Selain kebutuhan Apoteker untuk Pelayanan Kefarmasian rawat inap dan rawat jalan,
maka kebutuhan tenaga Apoteker juga diperlukan untuk pelayanan farmasi yang lain seperti di
unit logistik medik/distribusi, unit produksi steril/aseptic dispensing, unit pelayanan informasi
Obat dan lain-lain tergantung pada jenis aktivitas dan tingkat cakupan pelayanan yang dilakukan
oleh Instalasi Farmasi.

Selain kebutuhan Apoteker untuk Pelayanan Kefarmasian di rawat inap dan rawat jalan,
diperlukan juga masing-masing 1 (satu) orang Apoteker untuk kegiatan Pelayanan Kefarmasian
di ruang tertentu, yaitu: 1) Unit Gawat Darurat; 2) Intensive Care Unit (ICU)/Intensive Cardiac
Care Unit (ICCU)/Neonatus Intensive Care Unit (NICU)/Pediatric Intensive Care Unit (PICU);
3) Pelayanan Informasi Obat; Mengingat kekhususan Pelayanan Kefarmasian pada unit rawat
intensif dan unit gawat darurat, maka diperlukan pedoman teknis mengenai Pelayanan
Kefarmasian pada unit rawat intensif dan unit rawat darurat yang akan diatur lebih lanjut oleh
Direktur Jenderal.

c. Pengembangan Staf dan Program Pendidikan Setiap staf di Rumah Sakit harus diberi
kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya. Peran Kepala Instalasi
Farmasi dalam pengembangan staf dan program pendidikan meliputi:

1) menyusun program orientasi staf baru, pendidikan dan pelatihan berdasarkan kebutuhan
pengembangan kompetensi SDM.
2) menentukan dan mengirim staf sesuai dengan spesifikasi pekerjaan (tugas dan tanggung
jawabnya) untuk meningkatkan kompetensi yang diperlukan.

3) menentukan staf sebagai narasumber/pelatih/fasilitator sesuai dengan kompetensinya. -45- d.


Penelitian dan Pengembangan Apoteker harus didorong untuk melakukan penelitian mandiri atau
berkontribusi dalam tim penelitian mengembangkan praktik Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit.

Apoteker yang terlibat dalam penelitian harus mentaati prinsip dan prosedur yang
ditetapkan dan sesuai dengan kaidah-kaidah penelitian yang berlaku. Instalasi Farmasi harus
melakukan pengembangan Pelayanan Kefarmasian sesuai dengan situasi perkembangan
kefarmasian terkini. Apoteker juga dapat berperan dalam Uji Klinik Obat yang dilakukan di
Rumah Sakit dengan mengelola ObatObat yang diteliti sampai dipergunakan oleh subyek
penelitian dan mencatat Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD) yang terjadi selama
penelitian.

B. Sarana dan Peralatan Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus


didukung oleh sarana dan peralatan yang memenuhi ketentuan dan perundang-undangan
kefarmasian yang berlaku. Lokasi harus menyatu dengan sistem pelayanan Rumah Sakit,
dipisahkan antara fasilitas untuk penyelenggaraan manajemen, pelayanan langsung kepada
pasien, peracikan, produksi dan laboratorium mutu yang dilengkapi penanganan limbah.
Peralatan yang memerlukan ketepatan pengukuran harus dilakukan kalibrasi alat dan peneraan
secara berkala oleh balai pengujian kesehatan dan/atau institusi yang berwenang. Peralatan harus
dilakukan pemeliharaan, didokumentasi, serta dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan.
1. Sarana Fasilitas ruang harus memadai dalam hal kualitas dan kuantitas agar dapat menunjang
fungsi dan proses Pelayanan Kefarmasian, menjamin lingkungan kerja yang aman untuk petugas,
dan memudahkan sistem komunikasi Rumah Sakit.

a. Fasilitas utama dalam kegiatan pelayanan di Instalasi Farmasi, terdiri dari: -46- 1) Ruang
Kantor/Administrasi Ruang Kantor/Administrasi terdiri dari: a) ruang pimpinan b) ruang staf c)
ruang kerja/administrasi tata usaha d) ruang pertemuan

2) Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai Rumah
Sakit harus mempunyai ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan, serta harus memperhatikan kondisi
sanitasi, temperatur, sinar/cahaya, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu
produk dan keamanan petugas, terdiri dari:

a) Kondisi umum untuk ruang penyimpanan: (1) Obat jadi (2) Obat produksi (3) bahan baku
Obat (4) Alat Kesehatan

b) Kondisi khusus untuk ruang penyimpanan: (1) Obat termolabil (2) bahan laboratorium dan
reagensia (3) Sediaan Farmasi yang mudah terbakar (4) Obat/bahan Obat berbahaya
(narkotik/psikotropik) 3) Ruang distribusi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai Ruang distribusi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
terdiri dari distribusi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai rawat jalan
(apotek rawat jalan) dan rawat inap (satelit farmasi).

ruang distribusi harus cukup untuk melayani seluruh kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai Rumah Sakit. Ruang distribusi terdiri dari: -47- a)
Ruang distribusi untuk pelayanan rawat jalan, di mana ada ruang khusus/terpisah untuk
penerimaan resep dan peracikan. b) Ruang distribusi untuk pelayanan rawat inap, dapat secara
sentralisasi maupun desentralisasi di masing-masing ruang rawat inap. 4) Ruang konsultasi /
konseling Obat Ruang konsultasi/konseling Obat harus ada sebagai sarana untuk Apoteker
memberikan konsultasi/konseling pada pasien dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan
kepatuhan pasien. Ruang konsultasi/konseling harus jauh dari hiruk pikuk kebisingan lingkungan
Rumah Sakit dan nyaman sehingga pasien maupun konselor dapat berinteraksi dengan
baik. Ruang konsultasi/konseling dapat berada di Instalasi Farmasi rawat jalan maupun rawat
inap.

4) Ruang Pelayanan Informasi Obat Pelayanan Informasi Obat dilakukan di ruang tersendiri
dengan dilengkapi sumber informasi dan teknologi komunikasi, berupa bahan pustaka dan
telepon.

5) Ruang produksi; Persyaratan bangunan untuk ruangan produksi harus memenuhi kriteria:

a) Lokasi Lokasi jauh dari pencemaran lingkungan (udara, tanah dan air tanah).
b) Konstruksi Terdapat sarana perlindungan terhadap: (1) Cuaca (2) Banjir (3) Rembesan air (4)
Binatang/serangga

c) Rancang bangun dan penataan gedung di ruang produksi harus memenuhi kriteria: -48- (1)
Disesuaikan dengan alur barang, alur kerja/proses, alur orang/pekerja.

6) Pengendalian lingkungan terhadap: (a) Udara; (b) Permukaan langit-langit, dinding, lantai dan
peralatan/sarana lain; (c) Barang masuk; (d) Petugas yang di dalam.

7) Luas ruangan minimal 2 (dua) kali daerah kerja + peralatan, dengan jarak setiap peralatan
minimal 2,5 m. (4) Di luar ruang produksi ada fasilitas untuk lalu lintas petugas dan barang. d)
Pembagian ruangan (1) Ruang terpisah antara Obat jadi dan bahan baku; (2) Ruang terpisah
untuk setiap proses produksi; (3) Ruang terpisah untuk produksi Obat luar dan Obat dalam; (4)
Gudang terpisah untuk produksi antibiotik (bila ada); (5) Tersedia saringan udara, efisiensi
minimal 98%; (6) Permukaan lantai, dinding, langit-langit dan pintu harus: (a) Kedap air; (b)
Tidak terdapat sambungan; (c) Tidak merupakan media pertumbuhan untuk mikroba; (d) Mudah
dibersihkan dan tahan terhadap bahan pembersih/desinfektan. e) Daerah pengolahan dan
pengemasan (1) Hindari bahan dari kayu, kecuali dilapisi cat epoxy/enamel;

8) Persyaratan ruang produksi dan ruang peracikan harus memenuhi kriteria sesuai dengan
ketentuan cara produksi atau peracikan obat di Rumah Sakit. Rumah Sakit -49- yang
memproduksi sediaan parenteral steril dan/atau sediaan radiofarmaka harus memenuhi Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

9) Ruang Aseptic Dispensing Ruang aseptic dispensing harus memenuhi persyaratan

10) Laboratorium Farmasi Dalam hal Instalasi Farmasi melakukan kegiatan penelitian dan
pengembangan yang membutuhkan ruang laboratorium farmasi,
“Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

menajemen logistik dan kefarmasian”

Di Susun Oleh :

BERTHA (186080021)

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA

TAHUN 2019

Anda mungkin juga menyukai