Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Pernahkah anda bertanya mengapa tubuh bisa terserang penyakit? Hal tersebut dapat
terjadi karena fungsi dari Sistem Imun Menurun, didalam tubuh manusia terdapat
mekanisme perlindungan yang dinamakan sistem imun. System imun dirancang untuk
mempertahankan tubuh dari jutaan bakteri, mikroba, virus, racun dan parasit yang setiap saat
menyerang tubuh.
Sistem imun terdiri dari ratusan mekanisme dan proses yang berbeda yang semuanya
siap bertindak begitu tubuh kita diserang oleh berbagai bibit penyakit seperti virus, bakteri,
mikroba, parasit dan polutan. Sebagai contoh adalah cytokines yang mengarahkan sel-sel
imun ke tempat infeksi, untuk melakukan proses penyembuhan.
Sistem imun adalah suatu sistem kompleks yang memberikan respon imun (humoral
dan seluler) untuk menghadapi agens asing spesifik seperti bakteri, virus, toksin, atau
zat lain yang oleh tubuh dianggap “bukan bagian diri”. Sistem imun dapat membedakan
berbagai zat asing dan responnya terutama jika dibutuhkan. Respon imun memiliki
kemampuan untuk mengingat kembali kontak sebelumnya dengan suatu agens tertentu,
sehingga pajanan berikutnya akan menimbulkan respon yang lebih cepat dan lebih besar
(Sloane, 2004 : 255).
Sistem imun meliputi organ-organ limfoid primer (sumsum tulang belakang dan
kelenjar timus), jaringan limfoid sekunder (nodus limfe, limpa, adenoid, amandel,
bercak peyer pada usus halus, dan apendiks), juga beberapa sel lain yang dan produksi sel
(Sloane, 2004 : 252).
Meski system umum biasanya membantu tubuh melawan bakteri, virus dan jamur yang
merusak tubuh. Namun tak jarang terjadi peristiwa autoimun dimana system imun salah
mengenali organ tubuh senagai benda asing dan berbalik menyerang tubuh. Oleh karenanya
mengetahui apa itu system imun dan bagaimana cara kerja, serta perawatannya sangatlah
penting.

1
1.2.Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini berdasarakan latar belakang
yang telah di uraikan di atas adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan system imun
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi system imun
3. Bagaimana respon imun tubuh yang umum dab berbagai stadium pada respons system
imun
4. Bagaimana perbedaan anatara respon imun seluler dan hormonal
5. Apa saja gangguan yang sering terjadi pada fungsi imun

1.3.Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Sebagai salah satu syarat pemenuhan ketuntasan nilai tugas dalam mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan system imun
b. Menjelaskan anatomy dan fisiologi system imun,
c. Menguraikan respon imun tubuh yang umum dan berbagai stadium pada respons
system imun
d. Membedakan antara respon imun seluler dan hormonal
e. Menjabarkan apa saja gangguan yang terjad pada fungsi system imun

1.4.Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan penambah informasi dan referensi agar dapat mengetahui dan memahami
lebih dalam tentang anatomi system imun, cara kerjanya, hingga gangguan-gangguan
yang terjadi pada fungsi system imun
2. Bagi Institusi Pendidikan
Memperkaya sumber pembelajaran dan ilmu pengetahuan agar kedepannya informasi
tentang system mun akan semakin berkembang guna mencapai lembaga pendidikan yang
lebih bermutu

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sistem Imun


Sistem Imun (bahasa Inggris: immune system) adalah sistem pertahanan manusia
sebagai perlindungan terhadap infeksi dari makromolekul asing atau serangan organisme,
termasuk virus, bakteri, protozoa dan parasit. Sistem kekebalan juga berperan dalam
perlawanan terhadap protein tubuh dan molekul lain seperti yang terjadi pada autoimunitas,
dan melawan sel yang teraberasi menjadi tumor. (Wikipedia.com)
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis
yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan
bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus,
serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistemkekebalan
melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan
patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh.
Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya
sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.
Pada hakekatnya system imun terbentuk dari sel-sel darah putih, sumsum tulang dan
jaringan limfoid yang mencakup kelenjar limfe, lien, tonsil serta adenoid, dan jaringan yang
serupa

Gambar 1.1. Struktur pada system imun yang normal. slideplayer.info

3
Diantara sel-sel darah putih yang terlibat dalam imunitas terdapat limfosit B (sel B) dan
limfosit T (sel T). kedua jenis sel ini berasal dari limfoblast yang dibuat dalam sumsum
tulang. Limfosit B mencapa maturitasnya dalam sumsum tulang dan kemudian memasuki
sirkulasi darah; limfosit T bergerak dari sumsum tulang ke kelenjar timus tempat sel-sel
tersebut mencapai maturitasnya menjadi beberapa jenis sel yang dapat melaksanakan
palbagai fungsi yang berbeda.
Struktur yang signifikan lainnya adalah kelenjar limfe, lien tonsil dan adenoid. Kelenjar
limfe yang tersebar di seluruh tubuh menyingkirkan benda asing dari sistem limfe sebelum
benda asing tersebut memasuki aliran darah dan juga berfungsi sebagai pusat untuk
proliferasi sel imun. Lieu yang tersusun dari pulpa rubra dan alba bekerja seperti saringan.
Pulpa rubra merupakan lokasi tempat sel-sel darah merah yang tua dan mengalami cedera
dihancurkan. Pulpa alba mengandung kumpulan |imfosit. Jaringan limfoid lainnya. seperti
tonsil dan adenoid serta jaringan limfatik mukoid lainnya. mempertahankan tubuh terhadap
serangan mikroorganisme.
Sementara istilah imunitas mengacu pada respons protektif tubuh yang spesifik terhadap
benda asing atau mikroorganisme yang menginvasinya, maka istilah imun0patologi berarti
ilmu tentang penyakit yang terjadi akibat disfungsi dalam sistem imun. Kelainan pada sistem
imun dapat berasal dari kelebihan atau kekurangan sel-scl imunokompeten, perubahan pada
fungsi sel-sel ini, scrangan imunologik terhadap antigen sendiri, atau respons yang tidak tepat
atau yang berlebihan terhadap antigen spesifik. Kelainan yang berhubungan dengan
autoimunitas adalah penyakit di mana respons imun protektif yang normal secara paradoksal
berbalik melawan atau menyerang tubuh sendiri sehingga terjadi kerusakan jaringan.
Kelainan yang berhubungan dengan hipersensitivitas adalah keadaan di mana tubuh
memproduksi respons yang tidak tepat atau yang berlebihan terhadap antigen spesifik.
Kelainan yang berhubungan dengan gamopati adalah kelainan yang terjadi akibat produksi
imunoglobulin berlebih. Kelainan yang berhubungan dengan imunodefisicnsi dapat
dikategorikan sebagai kelainan primer di mana defisiensi terjadi akibat perkembangan
jaringan atau sel-sel imun yang tidak tepat dan umumnya bersifat genetik, atau kelainan
sekunder di mana defisiensi terjadi akibat gangguan pada sistem imun yang sudah
berkembang. Kelainan-kelainan ini dibahas dalam bab lain buku ajar ini.

4
Sumsum Tulang

Limfoblast

Maturasi Timus
sumsum tulang

Sel regulator T Sel efektor T


Limfosit B

Sel memori Sel Plasma Sel helper T Sel supresor T Sel T


sitotolsik

Antibodi

Respon Humoral Respon (humoral) seluler

Gambar 1.2. perkembangan Sel-sel imun.Buku ajar KMB.Bab 48 hal 1689

B. Jenis Imunitas
Ada dua tipe umum imunitas yaitu : alami (natural) dan didapat (akuista). Imunitas alami
yang merupakan kekebalan nonspesifik sudah di temukan sejak lahir, sedangkan imunitas
didapat atau imunitas spesifik terbentuk sesudah lahir. Meskipun setiap jenis imunitas
memainkan peran yang berbeda dalam mempertahankan tubuh terhadap para penyerang yang
biasanya bekerja dengan cara yang saling tergantung satu sama lain.
1. Imunitas Alami
Imunitas alami akan memberikan respon nonspesifik terhadap setiap penyerang
asing tanpa memperhatikan komposisi penyerang tersebut. Dasar mekanisme pertahanan
alami semata-mata berupa kemampuan untuk membedakan antara sahabat dan musuh

5
atau antara “diri sendiri” dan “bukan diri sendiri” mekanisme alami semacam ini
mencakup sawar (barier) fisik dan kimia, kerja sel-sel darah putih dan respon inflamasi.
Sawar fisik mencakup kulit serta membrane mukosa yang utuh sehingga
mikroorganisme pathogen dapat dicegah agar tidak masuk ke dalam tubuh ], dan silia
pada traktus respiratoris bersama respon batuk serta bersin yang bekerja sebai filter dan
membersihkan saluran napas atas dari mikroorganisme pathogen sebelum
mikroorganisme tersebut dapat menginvasi tubuh lebih lanjut. Sawar kimia seperti getah
lambung yang asam, esim dalam air mata serta air liur (saliva) dan substansi dalam secret
kelenjar sebasea serta lakrimalis, bekerja dengan cara nonspesifik untuk menghancurkan
bakteri dan jamur yang menginvasi tubuh. Virus dihadapi dengan cara lain seperti
interferon. Interferon merupakan salah satu tipe pengubah (modifier) respons biologic
yang merupakan substansi virisida nonspesifik yang secara alami diproduksi oleh tubuh
dan dapat mengaktifkan komponen lainnya dari system imun.
Sel darah putih atau leukosit turut serta dalam respon imun humoral maupun
seluler. Leukosit granuler atau granulosit mencakup neutrophil, eosinophil dan basophil.
Neutrofil merupakan sel pertama yang tiba pada tempat terjadinya inflamasi. Eosinofil
dan basophil, yaitu tipe leukosit yang lain, akan meningkatkan jumlahnya pada saat
terjadi reaksi alergi dan respon terhadap stress. Granulosit akan memerangi serbuan
benda asing atau toksin dengan melepaskan mediator sel, seperti histamine, bradiknin,
serta prostaglandin dan akan menelan benda asing atau toksin tersebut. Leukosit
nongranuler mencakup monosit atau makrofag dan limfosit. Monosit juga berfungsi
sebagai sel-sel fagosit yang berarti bahwa sel-sel ini dapat menelan, mencerna dan
menghancurkan benda asing atau toksin dalam jumlah atau kuantitas yang lebih besar
dibandingkan granulosit. Limfosit yang terdiri dari sel-sel T dan B, memainkan peran
utama dalam imunitas humoral dan imunitas yang diantarai oleh sel.
Respon inflamasi merupakan fungsi utama system imun alami (nonspesifik) yang
dicetuskan sebagai reaksi terhadap cidera jaringan atau mikroorganisme penyerang.
2. Imunitas yang Didapat
Imunitas yang didapat (acquired immunity) terdiri atas respon imun yang tidak
dijumpai saat lahir tetapi akan diperoleh kemudian dalam hidup seseorang. Imunitas
didapat biasanya terjadi setelah seseorang terjangkit penyakit atau mendapat imunisasi

6
yang menghasilkan respon imun yang bersifat protektif. Beberapa minggu atau bulan
setelah seseorang terjangkit penyakit atau mendapat imunisasi akan timbul respon imun
yang cukup kuat untuk mencegah terjadinya penyakit atau jangkitan ulang. Ada dua tipe
imunitas yang didapat yaitu, aktif dan pasif. Pada imunitas didapat yang aktif, pertahanan
imunologi akan dibentuk oleh tubuh yang dilindungi imunitas tersebut. Imunitas ini
umumnya berlangsung selama bertahun-tahun atau bahkan seumur hidup.
Imunitas didapat yang pasif merupakan imunitas tempore yang ditransmisikan dari
sumber lain yang sudah memiliki kekebalan setelah menderita sakit atau menjalani
imunisasi. Gama-globulin dan antiserum yang didapat dari plasma darah orang yang
mmiliki imunitas didapat digunakan dalam keadaan darurat untuk memberikan kekebalan
terhadap penyakit ketika resiko terjangkit suatu penyakit cukup besar dan saat tersebut
bukan waktu yang tepat bagi seseorang untuk membentuk imunitas aktif yang memadai
Kedua imunitas didapat meliputi respon imunologi humoral dan seluler
(Diperantarai sel)

C. Pertahanan Sistem Imun


Ketika mbuh diserang atau diinvasi oleh bakteri atau virus atau mikroorganisme
patogen lainnya. maka ada tiga macam cara yang dilakukan tubuh unmk mempertahankan
dirinya sendiri. Ketiga cara tersebut adalah: respons imun fagositik. respons imun humoral
atau antibodi dan I'CS' pom imun seluler.
Garis pertama penahanan tersebut yang berupa respons imun fagositik meliputi sel-sel
darah putih (granulosit dan makrofag) yang dapat memakan partikelpanikel asing. Sel-sel ini
akan bergerak ke tempat serangan dan kemudian menelan serta menghancurkan
mikroorganisme penyerang tersebut.
Respons protektif yang kedua. yaitu respons humoral (yang kadang-kadang dinamakan
respons antibodi), mulai bekerja dengan terbentuknya limfosit yang dapat mengubah dirinya
menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan antibodi. Antibodi ini yang merupakan protein
yang sangat spesifik diangkut dalam aliran darah dan memiliki kemampuan untuk
melumpuhkan penyerangnya.

7
Mekanisme pertahanan yang ketiga, yaitu respons imun seluler, juga melibatkan
limfosit yang di samping mengubah dirinya menjadi sel plasma, juga dapat berubah menjadi
sel-sel T sitotoksik khusus yang dapat menyerang mikroorganisme patogen itu sendiri.
Bagian dari mikroorganisme penyerang atau penginvasi yang menstimulasi
pembentukan antibodi dinamakan antigen (atau imunogen). Antigen merupakan bercak kecil
protein pada permukaan luar mikroorganisme. Bakteri atau molekul besar tunggal seperti
toksin (toksin difteri atau tetanus) dapat memiliki beberapa antigen atau marker (petanda)
semacam itu pada permukaannya dan dengan demikian dapat menginduksi tubuh untuk
menghasilkan sejumlah antibodi yang berlainan. Begitu suatu antibodi terbentuk. antibodi ini
akan dilepaskan ke dalam aliran darah dan dibawa kepada mikroorganisme yan! menyerang
tubuh. Di sini akan terjadi penggabungan antibodi dengan antigen yang mengikatnya seperti
potongan jigraw puzzle yang saling mengunci.

D. Stadium Respon Imun


Ada empat stadium yang batasnya jelas dalam suatu respons imun; keempat stadium itu
adalah: stadium pengenalan, proliferasi, respons dan efektor. Yang akan disampaikan di sini
adalah tinjauan keempat stadium ini, yang diikuti dengan uraian tentang imunitas humoral,
imunitas seluler (diperantarai-sel) dan sistem komplemen.
1. Stadium Pengenalan
Dasar setiap reaksi imun adalah pengenalan (recognition) yang merupakan tahap
yang pertama dan paling penting. Tahap atau stadium ini merupakan kemampuan dari
sistem imunitas untuk mengenali antigen sebagai unsur yang asing atau bukan bagian dari
dirinya sendiri dan dengan demikian merupakan kejadian pendahulu dalam setiap reaksi
imun. Tubuh pertama-tama harus mengenali penyerangnya sebagai unsur asing sebelum
dapat bereaksi terhadap penyerang tersebut.
Surveilans oleh Nodus Limfatikus dan limfosit. Tubuh akan melaksanakan tugas
pengenalan atau recognition dengan menggunakan nodus limfatikus dan limfosit sebagai
pengawas (surveilans). Nodus limfatikus atau kelenjar limfe yang tersebar luas di seluruh
tubuh didnsm busikan hampir pada seluruh permukaan tubuh, baik in terna! maupun
eksternal. Secara terus menerus nudua Iimfatikus akan melepaskan limfosit berukuran
keel! ke dalam aliran darah. Limfosit ini akan berpatroli untuk mengawasi jaringan dan

8
pembuluh limfe yang mengalir kan cairan limfe dari daerah-dacrah yang dilayani oleh
nodus limfatikus tersebut. Pada dasarnya nodus hmfatikus dan limfosit membentuk
sistem kekebalan.
limfosit Bersirkulasi. Ada limfosit yang terdapat dalam nodus limfatikus sendiri dan
ada pula hmfosit yang beredar dalam darah. Jumlah total limfosit dalam tubuh menambah
massa sel dengan jumlah yang mengesankan. Limfosit ini melakukan sirkulasi ulang dari
darah ke nodus limfatikus dan dari nodus limfatikus kembali ke darah dengan rangkaian
patroli yang tidak pernah ada akhirnya. Sebagian limfosit yang beredar dapat bertahan
hidup selama berpuluh tahun. Sebagian dari sel yang berukuran kecil dan bersifat keras
ini akan mempertahankan sirkuit soliternya sepanjang hidup orang tersebut.
Cara yang tepat bagaimana limfosit yang beredar dapat mengenali antigen pada
permukaan yang asing tidak diketahui. Sampai saat ini diperkirakan bahwa pengenalan
tergantung lokasi reseptor yang spesifik pada permukaan limfosit. Tampaknya makrofag.
yaitu suatu tipe leukosit nongranuler yang ditemukan di dalam jaringan tubuh. memiliki
peranan yang penting dalam membantu limfosit yang beredar ini untuk memproses
antigen. Ketika bahan asing masuk ke dalam tubuh, limfosit yang beredar akan mendekati
dan melakukan kontak fisik dengan permukaan bahan ini. Begitu terjadi kontak, limfosit
dengan bantuan makrofag dapat menghilangkan antigen dari permukaan atau dengan cara
tertentu mengambil cetakan strukturnya. Sebagai contoh, streptokokus pada infeksi
streptokokal tenggorok menjangkau membran mukosa tenggorok. dan limfosit yang
beredar bergerak lewat jaringan leher untuk mengadakan kontak dengan mikroorganisme
tersebut. Limfosit yang terbiasa dengan marker permukaan pada sel-sel tubuhnya sendiri
akan mengenali antigen pada mikroba sebagai antigen (bukan diri sendiri) dan
mikroorganisme streptokokus sebagai benda antigenik (asing). Keadaan ini memicu
stadium respons imun yang kedua-yaitu, proliferasi.
2. Stadlum Proliferaal
Limfosit yang beredar dan mengandung pesan antigenik akan kembali ke nodus
limfatikus terdekat. Begitu berada dalam nodus limfatikus, limfosrt yang sudah
disensitisasi akan menstimulasi sebagian limfosit nonaktit (dormant) yang menghuni
nodus tersebut untuk membesar, membelah diri. mengadakan proliferasi dan

9
berdiferensiasi menjadi limfosit T atau B. Pembesaran nodus limfatikus dalam leher yang
menyertai sakit leher merupakan salah satu contoh dari respons imun.
3. Stadium Respons
Dalam stadium respons, limfosit yang sudah berubah akan berfungsi dengan cara
humoral atau seluler. Respons Humoral Inisial . Produksi antibodi oleh limfosit B sebagai
reaksi terhadap suatu antigen spesifik akan memulai respons humoral. Humoral mengacu
kepada kenyataan bahwa antibodi dilepas ke dalam aliran darah dan dengan demikian
akan berdiam di dalam plasma atau fraksi darah yang berupa cairan.
Respons Seluler Inisial. Limfosit yang sudah disensitisasi dan kembali ke nodus
limfatikus akan bermigrasi ke daerah nodus limfatikus (yang bukan daerah yang
mengandung Ummi! yang sudah diprogram untuk menjadi sel-sel plasma) tempat sel-sel
tersebut menstimulasi limfosit yang berada dalam nodus ini untuk menjadi sel-sel yang
akan menyerang langsung mikroba dan bukan me. nyerangnya lewat kerja antibodi.
Limfosit yang sudah ditransformasikan ini dikenal sebagai sel-sel T sitotoksik. T berarti
timu; (thymus) yang menunjukkan kenyataan bahwa selama pengembangan embriologik
sistem imun, limfosit akan menghabiskan sebagian usianya dalam kea lcnjar limas janin
yang sedang berkembang; pada saat itu, sel ini secara genetik diprogram untuk menjadi
sel T dan bukan menjadi limfosit B yang memproduksi antibodi. Antigen virus lebih
memicu respons seluler bila dibandingkan dengan antigen bakteri. Respons ini akan
bermanifestasi melalui peningkatan jumlah limfosit (limfositosis) yang terlihat dalam
sediaan apus darah penderita penyakit infeksi virus seperti mononukleosis infeksiosa
(Imunitas seluler akan dibicarakan secara rinci kemudian.)
Sebagian besar respons imun terhadap antigen meliputi respons humoral dan
seluler sekalipun yang satu biasanya lebih dominan dibandingkan yang lain. Pada saat
terjadi penolakan transplantasi, respons seluler lebih dominan sementara pada keadaan
pneumonia bakteri dan apsis, respons humoral memainkan peranan protektif yang
dominan
4. Stadium Efektor
Dalam stadium efektor, antibodi dari respons humoral atau sel T sitotoksik dari
respons seluler akan menjangkau antigen dan terangkai dengan antigen tersebut pada
permukaan objek yang asing. Perangkaian ini memulai suatu seri kejadian yang pada

10
sebagian besar kasus akan mengakibatkan penghancuran mikroba yang menginvasi mbuh
atau netralisasi toksin secara total. Kejadian tersebut meliputi interaksi antibodi (imunitas
humoral), komplemen dan kerja sel-sel T sitotoksik (imunitas seluler).
5. Respons Imun Humoral
Respons humoral ditandai dengan produksi antibodi oleh limfosit B sebagai reaksi
terhadap suatu antigen yang spesifik. Meskipun limfosit B pada akhirnya bertanggung
jawab atas produksi antibodi, namun makrofag dari imunitas alami dan limfosit sel T
khusus dari imunitas seluler turut terlibat dalam proses pengenalan substansi asing serta
produksi antibody

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fungsi Sistem Imun


Seperti halnya sistem tubuh yang lain. ststem Imun akan berfungsi pada taraf yang
dikehendaki menurut fungi! sistem tubuh yang lain dan faktor-faktor yang ada hubungannya
seperti usia. jenis kelamin. nutrisi. pcnyalut serta berbagai pengaruh dari luar.
1. Usia.
Orang-orang yang berada pada kedua ujung rentang usia lebih besar kemungkinannya
untuk menghadapi masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi sistem imun
ketimbang orang-orang yang berusia di tengah rentang tersebut. Frekuensi dan intensitas
infeksi akan meningkat pada orang yang berusia lanjut dan peningkatan ini mungkin
disebabkan oleh penurunan kemampuan untuk bereaksi secara memadai terhadap
mikroorganisme yang menginvasinya. Produksi maupun fungsi limfosit T dan 8 dapat
terganggu. Insidcnsi penyakit autoimun juga meningkat bersamaan dengan pertambahan
usia; hal ini mungkin terjadi akibat penurunan kemampuan antibodi untuk membedakan
antara diri sendiri dan bukan diri sendiri. Kegagalan sistem surveilans unmk mengenali
sel-sel yang abnormal atau yang mengalami mutasi (sel-sel mutant) mungkin
bertanggung jawab atas tingginya insidensi penyakit kanker yang berkaitan dengan
penambahan usia.
Penurunan fungsi berbagai sistem organ yang berkaitan dengan pertambahan usia
juga turut menimbulkan gangguan imunitas. Penurunan sekresi serta motilitas lambung
memungkinkan flora normal intestinal untuk bcrprolifcrasr dan menimbulkan infeksi
sehingga terjadi gastroenteritis serta diare. Penurunan pada sirkulasi renal, fungsi filtrasi,

11
absorpsi dan ekskresi turut menyebabkan infeksi saluran kemih. Lebih lanjut, pembesaran
kelenjar prostat dan neurogem'c bladder dapat menghambat pengaliran urin serta
selanjutnya klirens (pembersihan) bakteri lewat sistem urinarius. Stasis urin yang lazim
terjadi pada kaum lanjut usia akan memudahkan pertumbuhan mikroorganisme.
Pajanan terhadap tembakau dan toksin lingkungan akan mengganggu fungsi paru.
Pajanan yang lama terhadap kedua agens ini akan menurunkan elaStisitas jaringan paru,
keefektifan silia dan kemampuan batuk yang efektif. Semua gangguan ini akan
menghalangi pengeluaran mikroorganisme yang infeksius dan toksin sehingga kerentanan
lansia terhadap penyakit infeksi serta kanker paru semakin meningkat.
Akhirnya, bersamaan dengan pertambahan usia, kulit akan menjadi tipis dan tidak
begitu elastis lagi. Neuropati perifer dan penurunan sensibilitas serta sirkulasi yang
menyertainya dapat menimbulkan ulkus stasis. dekubitus (pressure ulcers), ekskoriasi dan
gejala luka bakar. Gangguan integritas kulit merupakan faktor predisposisi yang
memudahkan orangtua untuk mengalami infeksi oleh mikroorganisme yang merupakan
bagian dari Dora kulit yang normal.
2. Jender.
Kemampuan hormon-hormon seks untuk mcmodulasi imunitas telah diketahui
dengan batk. Ada bukti yang menunjukkan bahwa estrogen memodulast aktivitas limfosit
T (khususnya sel-sel suprcsor) sementara androgen berfungsi untuk mempertahankan
produksi interleukin-2 (lL-2) dan aktivitas sel supresor. Efek hormon seks pada sel-sel B
tidak begitu menonjol. Estrogcn akan mengaktifkan populasi sel B yang berkaitan dengan
autoimun yang mengekspresikan marker CD5 (marker antigenik pada sel B). Estrogen
cenderung menggalakkan imunitas (immunoenhancing) sementara androgen bersifat
imunosupresif. Umumnya penyakit autoimun lebih sering dijumpai pada wanita
ketimbang pada laki-laki.
3. Nutrisi
Nutrisi yang adekuat sangat esensial untuk mencapai fungsi sistem imun yang optimal.
Gangguan fungsi imun yang disebabkan oleh defisiensi proteinkalori dapat terjadi akibat
kekurangan vitamin yang diperlukan untuk sintesis DNA dan protein. Vitamin juga
membantu dalam pengaturan proliferasi sel dan maturasi sel-scl imun. Kelebihan atau
kekurangan unsur-unsur renik atau trace elements (yaitu, tembaga, besi, mangaan,

12
selenium atau zink) dalam makanan umumnya akan mensupresi fungsi imun. Asam-asam
lemak merupakan unsur pembangun (building black;) yang membentuk komponen
stmktural membran sel. Lipid merupakan prekursor vitamin A, D, E dan K di samping
prekursor kolesterol. Baik kelebihan maupun kekurangan asam lemak ternyata akan
mensupresi fungsi imun.
Deplesi simpanan protein tubuh akan mengakibatkan atrofi jaringan limfoid, depresi
respons antibodi, penurunan jumlah sel T yang beredar dan gangguan fungsi fagositik.
Sebagai akibatnya, kerentanan terhadap infeksi sangat meningkat. Selama periode infeksi
dan sakit yang serius terjadi peningkatan kebutuhan nutrisi yang potensial untuk
menimbulkan deplesi protein, asam lemak, vitamin serta unsur-unsur renik dan bahkan
menyebabkan risiko terganggunya respons imun serta terjadinya sepsis yang lebih besar.
4. Faktor-Faktor Psikoneuro-imunolagik
Bukti dari hasil observasi klinik dan berbagai penelitian pada manusia serta hewan
menunjukkan bahwa respons imun secara parsial diatur dan dimodulasi oleh pengaruh
neuroendokrin (Terr. 1991). Limfosit dan makrofag memiliki reseptor yang dapat
bereaksi terhadap neurotransmiter serta hormon-hormon endokrin. Limfosit dapat
memproduksi dan mensekresikan ACTH serta senyawa-senyawa yang mirip endorfin.
Neuron dalam otak, khususnya dalam hipotalamus, dapat mengenali prostaglandin,
interferon dan interleukin di samping histamin dan serotonin yang dilepaskan selama
proses inflamasi. Sebagaimana semua sistem biologik lainnya yang berfungsi untuk
kepentingan homeostasis. sistem imun diintegrasikan dengan berbagai proses
psikofisiologik lainnya dan diatur serta dimodulasi oleh otak.
Di lain pihak. proses imun ternyata dapat mempengaruhi fungsi neural dan endokrin,
termasuk perilaku. Jadi. interaksi sistem saraf dan sistem imun tampaknya bersifat dua
arah. Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa parameter sistem imun yang bisa diukur
dapat dipengaruhi oleh strategi biobehavioral yang melibatkan selfregulau'on. Contoh
strategi ini meliputi teknik-teknik relaksasi serta imajinasi, biofeedback, humor, hipnosis
dan kondisioning.
5. Kelainan Olgan yang Lain
Keadaan seperti luka bakar atau bentuk cedera lain, infeksi dan kanker dapat turut
mengubah fungsi sistem imun. Luka bakar yang luas atau faktor-faktor lainnya

13
menyebabkan gangguan integritas kulit dan akan mengganggu garis pertama pertahanan
tubuh. Hilangnya serum dalam jumlah yang besar pada luka bakar akan menimbulkan
deplesi protein tubuh yang esensial, termasuk imunoglobulin. Stresor fisiologik dan
psikologik yang disertai dengan stres karena pembedahan atau cedera akan menstimulasi
pelepasan kortisol dari korteks adrenal; peningkatan kortisol serum juga turut
menyebabkan supresi respons imun yang normal.
Keadaan sakit yang kronis dapat turut mengganggu sistem imun melalui sejumlah
cara. Kegagalan ginjal berkaitan dengan defisiensi limfosit yang beredar D samping itu.
fungsi imun untuk penahanan tubuh dapat berubah karena asidosis dan toksin utemik.
Peningkatan insxdensi infeksi pada diabetes juga berkaitan dengan insufisiensi vaskuler,
neuropati dan pengendalian kadar glukosa darah yang buruk. Infeksi saluran napas yang
rekuren berkaitan dengan penyakit paru obstruktif menahun sebagai akibat dari
berubahnya fungsi inspirasi serta ekspirasi dan tidak efektifnya pembersihan saluran
napas.
6. Penyakit Kanker
imunosupresi turut menyebabkan terjadinya penyakit kanker. Namun, penyakit
kanker sendiri bersifat imunosupresif. T umor yang besar dapat melepaskan antigen ke
dalam darah; antigen ini akan mengikat antibodi yang beredar dan mencegah antibodi
tersebut agar tidak menyerang sel-sel tumor. Lebih lanjut, sel-sel tumor dapat memiliki
faktor penghambat yang khusus yang menyalut sel-sel tumor dan mencegah
penghancurannya oleh limfosit T killer. Dalam stadium awal pertumbuhan tumor, tubuh
tidak mampu mengenali antigen tumor sebagai unsur yang asing dan selanjutnya tidak
mampu memulai destruksi sel-scl yang malignan tersebut. Kanker darah seperti leukemia
dan limfoma berkaitan dengan berubahnya produksi serta fungsi sel darah putih dan
limfosit.
7. Obat-obatan
Obat-obatan tertentu dapat menyebabkan perubahan yang dikehendaki maupun yang
tidak dikehendaki pada fungsi sistem imun. Ada empat klasifikasi obat utama yang
memiliki pownsi untuk menyebabkan imunosuprcsi: antibiotik, konikosteroid. obatobat
anti-inflamasi nonsteroid (NSAID; nonsteroidal antiinflammatory drugs) dan preparat
sitotoksik. Penggunaan preparat ini bagi keperluan terapeutik memerlukan upaya untuk

14
mencari keseimbangan yang sangat tipis antara manfaat terapi dan supresi sistem
penahanan tubuh resipien yang berbahaya.
8. Radiasi
Terapi radiasi dapat digunakan dalam pengobatan penyakit kanker atau
pencegahan rejcksi alograft. Radiasi akan menghancurkan limfosit dan menumnkan
populasi sel yang diperlukan untuk menggantikannya. Ukuran atau luas daerah yang akan
disinari menentukan taraf imunosupresi. Radiasi seluruh tubuh dapat mengakibatan
imunosupresi total pada orang yang menerimanya

15
BAB III

PENUTUP

1.1.Kesimpulan
Sistem imun adalah suatu sistem kompleks yang memberikan respon imun (humoral
dan seluler) untuk menghadapi agens asing spesifik seperti bakteri, virus, toksin, atau
zat lain yang oleh tubuh dianggap “bukan bagian diri”. Sistem imun dapat membedakan
berbagai zat asing dan responnya terutama jika dibutuhkan. Respon imun memiliki
kemampuan untuk mengingat kembali kontak sebelumnya dengan suatu agens tertentu,
sehingga pajanan berikutnya akan menimbulkan respon yang lebih cepat dan lebih besar
(Sloane, 2004 : 255).
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis
yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan
bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus,
serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistemkekebalan
melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan
patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh.
Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya
sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fungsi Sistem Imun ialah Usia, Jender, Nutrisi, Faktor-
Faktor Psikoneuro-imunolagik, Kelainan Olgan yang Lain, Penyakit Kanker, Obat-obatan,
dan Radiasi

1.2.Saran
Sistem imun merupakan system pertahanan tubuh yang membantu menjaga tubuh dari
kerusakan akibat mikroorganisme pathogen. Oleh karenanya kita haruslah dapat menjaga
system imun kita dengan baik. Adapun cara-cara yang dapat di lakukan untuk menjaga
system imun adalah dengan memulai pola hidup sehat, misalnya dengan rajin berolahraga,
mengkonsumsi buah dan sayur, menggunakan masker di tempat-tempat umum, meja
kebersihan lingkungan dan lain-lain.

16
DAFTAR PUSTAKA
Hartono A. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Vol 3 ed 8.
Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta.
Epersen S. Nursing support of host defence. Critical care quarterly. 1986
Purwanto H. (2016), Modul Bahan ajar cetak keperawatan : Medikal Bedah II. Kemetrian
Kesehatan RI. Jakarta

17

Anda mungkin juga menyukai