ABSTRAK
Kata kunci: Eco-briquette, Lumpur PT. SIER, Plastik LDPE, Bonggol Pisang
PENDAHULUAN
Meningkatnya limbah sampah plastik, limbah lumpur dan hasil samping produk
pisang menjadi dasar dalam penelitian pembuatan briket, dengan menggabungkan
ketiga jenis limbah tersebut. Pada penelitian ini, bahan briket yang dipilih menggunakan
jenis plastik Low Density Polyethylene (LDPE), komposit lumpur IPAL PT.SIER dan
bonggol pisang.
Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan komposisi dan karakteristik
briket terbaik dari campuran sampah plastik LDPE, lumpur IPAL dan bonggol pisang
yang bersifat ramah lingkungan ditinjau dari tingkat emisi hidrokarbon (HC), karbon
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XI
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 6 Pebruari 2010
monoksida (CO), dan karbon dioksida (CO2) pada saat pembakaran, serta harga yang
terjangkau oleh masyarakat.
BONGGOL PISANG
Pisang termasuk tanaman serba guna karena semua bagian tanamannya, mulai
dari bonggol (umbi batang pisang), batang, bunga, buah, sampai kulit buahnya dapat
dimanfaatkan. Bonggol pisang dimanfaatkan untuk diambil patinya. Pati ini menyerupai
pati tepung sagu dan tepung tapioka.
Adapun kandungan kimia bonggol pisang pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1 Komposisi Kimia Bonggol Pisang
Kalori Protein Lemak H. Arang Ca P Fe Vitamin Air
A B C
(%) (%)
(SI) (mg) (mg)
Basah 43 0,6 - 11,6 15 60 0,5 - 0,01 12 86
Kering 245 3,4 - 66,2 60 150 2 - 0,04 4 20
(Daftar Komposisi Bahan Makanan, Dir.
Gizi, 1979, dalam Muslim, 2008)
Berdasarkan komposisi kimia, bonggol pisang dapat dipergunakan sebagai
bahan makanan yang cukup baik, karena bonggol pisang cukup banyak mengandung
karbohidrat (66,2%), maka pemanfaatannya sebagai bahan makanan (pengganti beras
dan gandum paling sederhana) dan juga dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan alkohol. Alkohol tersebut dapat berfungsi sebagai pengganti bahan bakar
minyak (BBM) (Muslim 2008).
ISBN : 978979-99735-9-7
D-19-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XI
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 6 Pebruari 2010
KARBONISASI
Proses karbonisasi ini melalui pengarangan dengan memasukkan batu bara pada
suhu antara 550-600 C selama 5-6 jam, di mana hasil yang diperoleh dan pengarangan
hanya sekitar 50% dari berat awal.
Tujuan dari proses Karbonisasi adalah menaikkan kadar karbon padat dan
menghilangkan sebagian zat terbang sehingga dihasilkan semi kokas dengan kandungan
zat terbang yang ideal 8-15% dengan nilai kalori yang cukup tinggi di atas 6.000
kkal/kg (Anonim, 2009a).
Tabel 2 Standar Emisi Kompor Briket Batubara dan Bahan Bakar Berbasis Batubara
METODA PENELITIAN
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lumpur IPAL, bonggol
pisang, plastik LDPE, lem kanji, natrium nitrat, dan bentonit. Sedangkan peralatan yang
gunakan dalam pembuatan briket adalah alat cetak briket, wadah untuk pengeringan,
penghancur dan ayakan, wadah untuk pembuatan formula briket, neraca analitik, reaktor
karbonisasi, furnace dan oven. Alat pencetak briket dapat dilihat seperti pada Gambar 1.
ISBN : 978979-99735-9-7
D-19-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XI
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 6 Pebruari 2010
Variasi briket untuk plastik dan lumpur selalu berbanding 40% dan 60%,
sedangkan untuk bahan bonggol pisang sendiri dengan persentase 100% sebagai
kontrol.
Tabel 3 Variasi Komposisi dan Kode Briket
Parameter yang digunakan dalam pengujian mutu briket adalah kadar air, kadar
volatile solids, kadar abu, nilai kalor, dan compressive strength. Dari seluruh komposisi
sampel briket yang dihasilkan, dipilih 2 sampel terbaik yang akan diukur kualitas gas
buangnya, yaitu CO, CO2, NOx dan hidrokarbon.
ISBN : 978979-99735-9-7
D-19-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XI
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 6 Pebruari 2010
Kadar Air
Pengujian kadar air bertujuan untuk mengetahui kadar air yang terkandung
dalam briket. Dimana kandungan air dalam briket dapat teruapkan sehingga briket
memiliki kadar air yang relatif lebih kecil dari semula. Briket yang telah dicetak,
dikeringkan dalam oven selama satu hari dengan suhu 105˚C.
Dari pengujian kadar air tersebut dapat dilihat bahwa nilai kadar tertinggi tidak
melebihi 10%. Seperti dikemukakan oleh Yaman et al, (2001) bahwa nilai kadar air
briket berbahan biomassa tidak lebih dari 15%. Grafik membentuk trend, yaitu semakin
besar persentase bonggol pisang dan kecilnya persentase plastik pada briket maka
semakin tinggi kadar air produk yang dihasilkan, begitu pula sebaliknya semakin kecil
persentasi bonggol pisang dan besar persentase plastik nilai kadar air semakin kecil.
ISBN : 978979-99735-9-7
D-19-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XI
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 6 Pebruari 2010
yang dilakukan Paulrud dan Nilson (2001), volatile solids tertinggi pada briket berbahan
biomassa dari rumput kenari non-karbonisasi yaitu sebesar 81%.
ISBN : 978979-99735-9-7
D-19-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XI
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 6 Pebruari 2010
kontrol (C2) 4.495,82 Kal/g dengan kandungan persentase plastiknya lebih besar dari
persentase lumpur. Selain itu nilai kalor tertinggi berbahan non-karbonisasi dan
karbonisasi dimiliki oleh briket jenis NK1 dan K1 yaitu masing-masing sebesar
4.414,57 Kal/g dan 3.904,14 Kal/g.
Kadar Abu
Pengujian kadar abu bertujuan untuk mengetahui kadar pengotor yang
dikandung briket, karena merupakan residu dari sisa pembakaran. Adanya bahan
pengotor, menyebabkan pembakaran cepat menjadi abu sehingga mengurangi kualitas
briket yang dapat menurunkan nilai kalor. Berat residu ini tersisa setelah pembakan
pada suhu 550˚C dengan menggunakan furnace.
Grafik menunjukkan trend antara kadar abu dengan jenis briket. Penyebab
utama yang menyebabkan adanya perbedaan nilai kadar abu adalah komposisi awal
bahan baku yang berbeda. Semakin besar persentase bahan bonggol pisang jenis
karbonisasi maka semakin besar kadar abunya.
Hal ini juga didukung dengan proses pembuatan briket karbonisasi berbahan
bonggol pisang dimana kadar abu yang dihasilkan cukup tinggi. Pada jenis briket non-
karbonisasi dan karbonisasi memiliki kandungan abu yaitu berkisar antara 21,49%-
28,78% dan 42,34% dan 53,08%. Brket jenis kontrol kandungan abunya berkisar antara
20,20%-60,37%.
ISBN : 978979-99735-9-7
D-19-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XI
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 6 Pebruari 2010
Dapat diketahui bahwa kuat tekan tertinggi dimiliki oleh briket NK4 dengan
komposisi 8% plastik LDPE, 12% lumpur non-karbonisasi, 80% pisang nonkarbonisasi
yaitu sebesar 1,25 kg/cm2. Namun hasil analisis briket berbahan biomassa ini lebih kecil
dari standar kuat tekan briket bio-batubara pada Permen ESDM No. 047 Tahun 2006
yaitu sebesar 65 kg/cm2.
Uji Emisi
Uji emisi ini bertujuan untuk mengetahui apakah briket yang dihasilkan
memiliki mutu terbaik ramah lingkungan ditinjau dari tingkat emisi CO2, CO, NOx dan
hidrokarbon (HC).
Tabel 4 Analisis Emisi Briket
Sampel Emisi Gas Buang (mg/Nm3)
No Kode CO2 CO NOx CxHy
1 NK1 662 810 172 17
2 K1 433 652 138 10
Baku Mutu* - 726 140 -
Keterangan:
*Bakumutu : Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral No 047 Tahun 2006
tentang Standar Emisi Kompor dengan Bahan Bakar Briket Batubara dan
Kompor dengan Bahan Bakar Padat Berbasis Batubara.
Dari tabel dapat dilihat bahwa briket jenis K1 memiliki kualitas emisi lebih baik
dari jenis briket NK1. Kadar CO (810mg/Nm3) dan CO2 (662mg/Nm3) pada jenis briket
NK1 tidak memenuhi Standar Batas Maksimum yang ditentukan. Adanya kandungan
CO dan CO2 menunjukkan bahwa terjadi pembakaran tidak sempurna. Jenis NK1 yang
memilki emisi NOx (172mg/Nm3) juga tidak memenuhi baku mutu. Hal ini dipengaruhi
karena tingginya temperatur dan lamanya pembakaran. Dengan demikian jenis briket
K1 lebih ramah lingkungan bila digunakan sebagai bahan bakar.
ISBN : 978979-99735-9-7
D-19-8
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XI
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 6 Pebruari 2010
Analisis Biaya
Berdasarkan perbandingan biaya briket yang didapat dengan biaya briket
batubara dan briket arang kayu dapat dilihat bahwa biaya untuk briket batubara masih
lebih murah. Seperti yang dilihat pada jenis eco-briquette K1 biaya yang dihasilkan
lebih mahal. Akan tetapi bila dibandingkan dengan biaya briket arang kayu, eco-
briquette jenis K1 lebih murah dari briket arang kayu. Besarnya biaya yang dihasilkan
dalam pembuatan briket ini sebanding dengan reduksi sampah untuk menghasilkan
energi.
Tabel 7 Perbandingan dengan Harga Briket
Produk Harga per kg (Rp/kg)
NK1 1946.49
NK2 1684.91
NK3 1408.88
NK4 1228.85
K1 2811.66
K2 2536.18
K3 2342.64
K4 2013.84
C1 3381.39
C2 3032.48
C2 3032.48
C2 3032.48
C3 1825.10
C4 1852.07
Briket Batubara 2.000,00
Briket arang kayu 5.500,00
KESIMPULAN
Berdasarakan penelitian tang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa hasil uji
emisi eco-briquette jenis K1 dibandingkan dengan NK1 lebih ramah lingkungan dengan
tingkat emisi yaitu CO2 (433 mg/Nm3), CO (652 mg/Nm3), NOx (138 mg/Nm3) dan HC
(10 mg/Nm3). Jenis K1 memiliki komposisi 32% plastik LDPE, 48% lumpur
karbonisasi, 20% pisang karbonisasi. Biaya yang dibutuhkan untuk eco-briquette
produk K1 memiliki biaya yaitu Rp 0,74 per kkal dengan total biaya pembuatan1 kg
eco-briquette sebesar Rp 2.878,- per kg.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim . 2009a. Proses Pembakaran Pada Briket Batubara.
(http://mitraunggas.com/index.php?main_page=more_news&news_id=18 diunduh
pada tanggal 4 Januari 2009 jam 19:23:35 WIB).
ISBN : 978979-99735-9-7
D-19-9
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XI
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 6 Pebruari 2010
ISBN : 978979-99735-9-7
D-19-10