Anda di halaman 1dari 101

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU

MASYARAKAT TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN


PENYAKIT FILARIASIS DI DESA BLANG KRUENG
KECAMATAN BAITUSSALAM
KABUPATEN ACEH BESAR

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Keperawatan

Oleh:

JULIA NOVITA ASTRI


1207101020090

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2016
Lembar Persembahan
“Sesungguhnyabersamakesulitanadakemudahan, makaapabilaengkautelahselesai
(darisesuatuurusan), tetaplahbekerjakeras (untukurusan yang lain) danhanyakepada Allah
engkauberharap (Q.S. Asy-syarh: 6-8)”.
Segalapujibagi Allah, Tuhanserusekalianalam…
Ku bersujuddihadapan-Mu Yaa Allah, Engkauberikanakukesempatanuntukbisasampai di
penghujungawalperjuanganku.Sujudsyukurkupersembahkankepada Allah Yang MahaAgung nan
MahaTinggi nan MahaPenyayang, atastakdirmutelahEngkaujadikanakumanusia yang
senantiasaberpikir, berilmu, berimandanbersabardalammenjalanikehidupanini.
Semogakeberhasilaninimenjadilangkahawal yang baikuntukmeraihcita-
citabesarku.Lantunanshalawatberiringsalampenggugahhatidanjiwa,
menjadipersembahanpenuhkerinduanpada sang pembangunperadabanmanusia yang
beradabHabibanaWanabiyana Muhammad SAW. Lantunan Al-
fatihahberiringShalawatdalamsilahkumerintih, menadahkandoadalamsyukur yang tiadaterkira,
terimakasihkuuntukAyahandaBukharidanIbundaSinarwatitercinta.
KupersembahkansebuahkaryainikepadaAyahandadanIbunda yang
tiadapernahhentinyamemberikucintakasih, senantiasamendoakan, memberikansemangat,
membimbingsertapengorbanan yang taktergantikanhinggaakuselalukuatmenjalanisetiaprintangan
yang ada.Dalamsilah di limawaktumulaifajarterbithinggaterbenam, serayatangankumenadah
“Yaa Allah, terimakasihtelahkautempatkanakudiantarakeduamalaikatmu yang
senantiasaikhlasmenjagaku, mendidikku, membimbingku.
BerikanlahbalasansetimpalSurgaFirdausuntukkeduaorangtuaku.AamiinYaaRabbal’alamin...”
Uyasayang kalian….
TeruntukBrigadirMulya Putra, Terimakasihatassemangatdandukunganmuselamaini. Dan
teruntukadik-adikkuHannySyahyanidanArifSyahdan.Terimakasihatascintakasih,
doadandukungannyaselamaini. Terimakasihjugakepadaseluruhkeluargabesarku yang
senantiasamencintaidanmenyayangisertamendoakankeberhasilanku.Semoga Allah
satukankeluargakita di Surga-Nya kelak.
Untuk kalian teman-teman terbaikku April, Nana, Jon Mentari, Sendy, Ipeh, Totoh, Indah Toko,
Febi dan seluruh teman-teman angkatan 2012 program reguler A. Terima kasih untuk kesetiaan,
dukungan serta bantuan kalian selama ini. Semoga Allah eratkan persaudaraan ini dan
dipersatukan di surga-Nya kelak.
Ucapan terima kasih untuk pembimbing skripsiku Ibu Rini Minar Melati, BN.,MN yang
dengantulusikhlasdanpenuhkesabarantelahmeluangkanwaktunyadanpemikirandalammemberikan
bimbingandanarahansertadukunganmulaidariawalhinggaakhirpenulisanskripsiini.
Hanyasebuahkaryadanuntaian kata-kata ini yang dapatkupersembahkankepada kalian semua…

Julia Novita Astri, S.Kep


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
FAKULTAS KEPERAWATAN
SKRIPSI
28 Juli 2016
xvi+ VI BAB + 60 halaman + 9 tabel + 1 skema + 13 lampiran
JULIA NOVITA ASTRI
1207101020090
GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT
TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT FILARIASIS DI DESA
BLANG KRUENG KECAMATAN BAITUSSALAM KABUPATEN ACEH
BESAR
ABSTRAK
Filariasis (kaki gajah) disebabkan oleh cacing filaria jenis Wuchereria bancrofti,
Brugia malayi dan Brugia timori yang ditularkan oleh gigitan nyamuk yang dapat
menyebabkan cacat seumur hidup berupa pembesaran pada tangan dan kaki. Desa
Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu
daerah yang pengetahuan, sikap dan perilaku yang diperlukan untuk mencegahan
penularan filariasis karena dari data awal yang diperoleh, Desa ini adalah desa yang
paling rendah terhadap upaya pencegahan filariasis. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat di Desa Blang
Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar tentang upaya pencegahan
penyakit filariasis 2016. Jenis penelitian ini adalah deskriptif eksploratif dengan
desain cross sectional study. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara
terpimpin dengan menggunakan kuesioner pada 94 responden di Desa Blang Krueng
Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar. Hasil penelitian adalah tingkat
pengetahuan mengenai upaya pencegahan penyakit filariasis adalah cukup (39,4%),
sikap responden mengenai upaya pencegahan penyakit filariasis adalah cukup
(58,5%) dan perilaku responden secara keseluruhan adalah kurang (95,7%).
Kesimpulan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku responden di Desa Blang
Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar tentang upaya pencegahan
filariasis adalah cukup. Disarankan kepada masyarakat Desa Blang Krueng dapat
bekerja sama dengan baik untuk mencegah penyakit filariasis dengan meminum obat
anti filariasis yang diberikan dan tetap menjaga lingkungan sekitar.
Kata kunci : pengetahuan, sikap, perilaku, filariasis, masyarakat
Daftar bacaan : 11 buku, 17 sumber online, 4 skripsi (2003-2015)

vi
MINISTRY OF RESEARCH, TECHNOLOGY AND HIGHER EDUCATION
SYIAH KUALA UNIVERSITY
FACULTY OF NURSING

SCRIPT
28July2016

Xvi + VI Chapters + 60 pages + 9 tables + 1 scheme + 13 appendices

JULIA NOVITA ASTRI


1207101020090

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOUR OF THE


PEOPLE ABOUT PREVENTION OF FILARIASIS DISEASEAT BLANG
KRUENG VILLAGE BAITUSSALAM ACEH BESAR DISTICT

ABSTRACT
Filariasisis a disease caused by filarial worms such asWuchereriabancrofti,
Brugiamalayi, and Brugiatimori and transmitted through mosquito bites.
BlangKrueng village Baitussalam of AcehBesar district is an area that is the
knowledge, attitude and behavior need to prevention filariasis disease because from
first data, BlangKruengvillage was still low about the prevention flariasis disease.
This study aims to achieve description of knowledge, attitude and behavior of the
people at BlangKruengvillage Baitussalam district of AcehBesar about prevention of
filariasis disease in 2016. This study is a descriptive cross sectional study design.
Data obtained using a guided interview to 94 respondents at BlangKrueng village
Baitussalam district of AcehBesar. The result obtained are the level of respondents
knowledge about prevention filariasis disease which is adequate (39,4%), respondents
attitudes regarding prevention of filariasis disease adequate 58,5%) and the overall
level of respondent behavior is low (95,7%). Conclusion the level of knowledge,
attitude and behavior of respondents at BlangKrueng village Baitussalam district of
Aceh Besarabout prevention filariasis disease is good. Suggested toBlangKrueng
village communities can work together properly to prevent filariasis disease by taking
medicines to prevent filariasis that given and keep the surrounding environment to
prevent filariasis disease.

Keywords : knowledge, attitude, behavior, filariasis, people


Reading list : 11 books, 17 online resources, 4 script (2003-2015)

vii
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberi limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga skripsiyang

berjudul “Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat Terhadap

Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis di Desa Blang Krueng Kecamatan

Baitussalam Kabupaten Aceh Besar” ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu.

Salawat dan salam tak lupa pula penulis sampaikan kepada Rasulullah Muhammad

SAW yang telah membawa umat manusia dari zaman jahilliyah menuju ke zaman

islamiyah yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Syiah

Kuala Darussalam Banda Aceh. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis telah

banyak mendapatkan bantuan baik secara langsung maupun secara tak langsung dari

berbagai pihak.

Ucapan terima kasih dan penghormatan penulis sampaikan teruntuk Ibu Rini

Minar Melati, BN.,MN, selaku dosen pembimbing dalam proses penyusunan skripsi

ini, yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan memberikan

berbagai masukan serta ilmu yang sekiranya dapat menambah wawasan dan

pengetahuan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Kemudian ucapan

terima kasih yang tiada terhingga kepada yang terhormat:

viii
1. Bapak Dr. Hajjul Kamil, S.Kp., M.Kep selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

2. Kepada Ns. Darmawati, M.Kep, Sp.Mat selaku Wakil Dekan I, Ns. Ardia Putra,

MNS selaku Wakil Dekan II, kepada Ns. Cut Husna, MNS selaku Wakil Dekan III

dan Penguji I, kepada Ns. Fithria, MNS selaku Wakil Dekan IV.

3. Ibu Ns. Sri Intan Rahayuningsih, M.Kep., Sp.Kep.An selaku Ketua Program Studi

Ilmu Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

4. Bapak T. Samsul Alam, SKM., MNSc selaku Koordinator Skripsi Fakultas

Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

5. Ibu Ns. Putri Mayasari, MNS selaku Penguji II yang telah memberikan saran dan

kritik yang konstruktif demi kesempurnaan skripsi ini.

6. Seluruh dosen dan staf Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan

Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

7. Kepada Geuchik Desa Blang Krueng dan seluruh pejabat desa yang telah

membantu dan memberikan izin kepada penulis sehingga penelitian ini dapat

dilaksanakan.

8. Ayahanda Bukhari dan Ibunda Sinarwati serta keluarga tercinta yang selalu

mendoakan, mendukung, dan memberikan semangat dalam tiap proses pembuatan

skripsi ini.

9. Dan kepada seluruh teman-teman dari Fakultas Keperawatan, khususnya angkatan

2012 yang telah saling membantu dan memberikan dukungan sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini.

ix
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih terdapat banyak

kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat

membangun dari seluruh pihak agar skripsi ini menjadi lebih baik dan dapat

dipertanggungjawabkan. Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis menyerahkan

diri karena tiada sesuatupun kejadian di dunia ini kecuali atas kehendak dan kuasa-

Nya.

Banda Aceh, 28 Juli 2016

Penulis

x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
LEMBAR ORISINALITAS .............................................................................. ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iv
LEMBAR PERSEMBAHAN ............................................................................ v
ABSTRAK ......................................................................................................... vi
ABSTRACT ...................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
DAFTAR SKEMA ............................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Pengetahuan ................................................................................ 6
B. Konsep Sikap .......................................................................................... 13
C. Konsep Perilaku ...................................................................................... 15
D. Konsep Masyarakat ................................................................................. 17
E. Konsep Filariasis ..................................................................................... 18
F. Pencegahan Filariasis .............................................................................. 28

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN


A. Kerangka Konsep .................................................................................... 39
B. Pertanyaan Penelitian .............................................................................. 39
C. Definisi Operasional................................................................................ 40

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN


A. Jenis dan Desain Penelitian ..................................................................... 42
B. Populasi dan Sampel Penelitian .............................................................. 42
C. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 44
D. Alat Pengumpulan Data .......................................................................... 44
E. Uji Coba Instrumen ................................................................................. 45
F. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 47
G. Pengolahan Data ...................................................................................... 48
H. Analisa Data ............................................................................................ 50

xi
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ....................................................................................... 52
B. Pembahasan ............................................................................................. 55
C. Keterbatasan Penelitian ........................................................................... 59
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 60
B. Saran ....................................................................................................... 60

DAFTAR PUSTAKA
BIODATA PENULIS
LAMPIRAN

xii
DAFTAR SKEMA

Halaman
Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ............................................................. 39

vi
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Dosis Obat Berdasarkan Berat Badan .................................................. 32

Tabel 2.2 Dosis Obat Berdasarkan Umur ............................................................ 32

Tabel 2.3 Kejadian Ikutan Pasca POMP Filariasis .............................................. 34

Tabel 2.4 Klasifikasi Kejadian Pasca Pengobatan Filariasis ............................... 35

Tabel 3.1 Definisi Operasional ............................................................................ 40

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Data Demografi Masyarakat Desa Balang

Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar…………… 52

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Masyarakat Terhadap Upaya

Pencegahan Penyakit Filariasis ........................................................... 52

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan

Penyakit Filariasis ............................................................................... 53

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Perilaku Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan

Penyakit Filariasis .............................................................................. 54

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian

Lampiran 2. Anggaran Biaya Penelitian

Lampiran 3. Lembar Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 4. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 5. Lembar Instrumen Penelitian

Lampiran 6. Lembar Persetujuan Etik

Lampiran 7. Surat Pengantar Izin Pengambilan Data Awal dari Fakultas


KeperawatanUniversitas Syiah Kuala

Lampiran 8. Surat Izin Uji Instrumen dari Fakultas Keperawatan Universitas Syiah
Kuala

Lampiran 9. Surat Selesai Uji Instrumen dari Desa Baet Aceh Besar

Lampiran 10. Surat Izin Pengumpulan Data dari Fakultas Keperawatan Universitas
Syiah Kuala

Lampiran 11. Surat Keterangan Selesai Pengumpulan Data

Lampiran 12. Master Tabel

Lampiran 13. Hasil Olah Data

viii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Filariasis limfatik atau elephantiasis yang dalam bahasa Indonesia dikenal

sebagai penyakit kaki gajah adalah golongan penyakit menular yang disebabkan

oleh cacing filaria yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk. Setelah digigit

nyamuk, parasit (larva) akan menjalar dan berkembang ketika sampai pada

jaringan sistem limpa. Penyakit kronis ini bersifat menahun, apabila tidak

mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran

pada kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki (Santoso,

Yenni, dan Mayasari, 2012, p.20)

Di Dunia 120 juta orang di 83 negara di dunia terinfeksi penyakit kaki gajah

dan lebih dari 1,5 milyar penduduk dunia (sekitar 20% populasi dunia) berisiko

terinfeksi penyakit ini. Menurut WHO tahun 2000, urutan negara yang terdapat

penderita mengalami penyakit filariasis adalah Asia Selatan (India dan

Bangladesh), Afrika, Pasifik dan Amerika dan banyak pula terjadi di Negara

Thailand dan Indonesia (Asia Tenggara) (Masrizal, 2013, p.32).

Jumlah provinsi di Indonesia yang melaporkan kasus filariasis terus

bertambah setiap tahunnya. Dimulai pada tahun 2000 tercatat 6.233 kasus

filariasis dan meningkat hingga tahun 2009 tercatat 11.914 kasus filariasis (Lusi,

Utami, dan Nauli 2015, p.1). Tiga provinsi dengan jumlah kasus terbanyak

filariasis adalah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) (2.359 orang), Nusa

1
2

Tenggara Timur (NTT) (1.730 orang), dan Papua (1.158 orang). Kejadian

Filariasis di NAD sangat menonjol bila dibandingkan dengan provinsi lain dan

merupakan provinsi dengan jumlah kasus tertinggi di seluruh Indonesia. Penyakit

filariasis ini sangat berbahaya apabila tidak segera diatasi. Penyakit menular ini

bisa saja akan menjadi penyakit yang tidak lagi langka apabila pemerintah serius

menangani. Kabupaten yang perlu mendapat perhatian khusus adalah, Aceh

Timur, Aceh Utara, Nagan Raya dan Aceh Besar (Pramono, Maryani &

Wulandari, 2014, p.36).

WHO sudah menetapkan Kesepakatan Global (The Global Goal of

Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health problem by The

Year 2020) dimulai berdasarkan deklarasi WHO pada tahun 2000. Sedangkan

Indonesia dimulai pada tahun 2002 untuk memberantas penyakit ini sampai

tuntas. Dasar pemberantasan penyakit ini di Indonesia itu didasari pada dua pilar.

Pilar pertama memutuskan rantai penularan dengan Pemberian Obat Massal

Pencegahan Filariasis (POMP Filariasis) di daerah endemis. Pilar ke dua yaitu

mencegah dan membatasi kecacatan karena filariasis (Buletin Jendela

Epidemiologi, 2010, p.1).

Untuk menindaklanjuti kesepakatan global tersebut, Indonesia telah

melaksanakan langkah-langkah untuk mewujudkan pemberantasan filariasis

dalam skala Nasional secara bertahap sejak tahun 2002. Bertepatan dengan

pencanangan Belkaga (Bulan Eliminasi Penyakit Kaki Gajah), Menteri


3

Kesehatan menyerukan kepada seluruh masyarakat agar minum obat bersama

untuk Indonesia Bebas Penyakit Kaki Gajah (Kemenkes RI, 2015, p.1)

Pada 1 Oktober 2015, Menteri Kesehatan RI, Prof. dr. Nila Farid Moeloek

Sp.A (K), mencanangkan Kampanye Nasional Bulan Eliminasi Penyakit Kaki

Gajah (Filariasis) tahun 2015 di Lapangan Tegar Beriman, Cibinong, Kabupaten

Bogor, Jawa Barat. Kegiatan tersebut merupakan momentum dalam mewujudkan

Indonesia Bebas Kaki Gajah pada tahun 2020. Selanjutnya, setiap bulan Oktober,

sejumlah 105 juta penduduk di 241 Kabupaten/Kota endemis penyakit filariasis,

harus melaksanakan Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) selama lima

tahun, mulai dari 2015 – 2020 (Kemenkes RI, 2015, p.1). Salah satu kegiatan

yang dilakukan untuk mendukung program tersebut adalah meningkatkan

pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat, baik perorangan atau lembaga

kemasyarakatan agar berperan aktif dalam pemberantasan filariasis (Veridiana,

Chadijah & Ningsi 2015, p. 47).

Berdasarkan laporan cakupan hasil pelaksanaan POMP filariasis di

Kabupaten/Kota Aceh Besar pada tanggal 6 – 10 Oktober 2015 oleh Puskesmas

Kajhu terhadap 19 Desa, didapatkan paling tinggi yang mengkonsumsi obat

pencegah yang dibagikan adalah Desa Cadek, yaitu 98% dari 65% sasaran, dan

Desa Blang Krueng yang paling rendah mengkonsumsi obat pencegah yang

dibagikan, yaitu 21% dari 65% sasaran penduduk yang minum obat pencegah

filariasis.
4

Berdasarkan uraian dan fenomena di atas, penulis tertarik melakukan

penelitian tentang gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap

upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa Blang Krueng.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap upaya

pencegahan penyakit filariasis di Desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam

Kabupaten Aceh Besar Tahun 2016.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui bagaimana pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat

terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis.

2. Tujuan khusus

Untuk mengetahui bagaimana pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat

terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis, khususnya masyarakat usia

dewasa awal sampai dewasa akhir.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat teoritis

Manfaat penelitian ini diharapkan menjadi masukan di bidang ilmu

keperawatan khususnya dalam hal untuk mengetahui bagaimana pengetahuan,

sikap dan perilaku masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis.

2. Bagi Peneliti
5

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan

dan mengembangkan penelitian tentang gambaran pengetahuan, sikap dan

perilaku masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis.

3. Bagi Institusi

Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan referensi/bacaan bagi

mahasiswa/i dan instansi terkait terutama dalam pengembangan ilmu

keperawatan medikal bedah.

4. Bagi pengemban ilmu

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan yang berarti

mengenai gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap

upaya pencegahan penyakit filariasis terhadap perkembangan ilmu

keperawatan, dengan cara memberi tambahan data empiris yang sudah teruji

secara ilmiah. Di samping itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan

dalam penelitian-penelitian selanjutnya.

5. Bagi peneliti selanjutnya

Dapat dijadikan acuan dalam penelitian lebih lanjut dalam bidang

keperawatan medikal bedah.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Pengetahuan

1. Definisi

Pengetahuan dapat merubah faktor sikap dan perilaku kesehatan

seseorang. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan

merupakan bagian yang penting untuk membentuk tindakan seseorang

(Notoatmodjo, 2003, p.25).

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi

melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, raba dan rasa (Purnomo, Supriyo & Hidayati, 2014, p.19).

2. Tingkatan Pengetahuan

Notoatmodjo (2010, p.44) mengatakan bahwa domain pengetahuan

mempunyai enam tingkatan, yaitu :

a. Tahu (Know)

Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari, termasuk

ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang diterima.

b. Memahami (Comprehension)

6
7

Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang

diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut dengan benar.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

d. Analisis (Analysis)

Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek komponen-

komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi dan masih ada

kaitannya antara satu sama lain.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru.

f. Evaluasi (Evaluation)

Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu

materi atau objek.

3. Kategori Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003, p.30), pengetahuan dibagi dalam tiga kategori:

a. Baik : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 76%-100% dari

seluruh pertanyaan.

b. Cukup : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 56%-75% dari

seluruh pertanyaan.
8

c. Kurang : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 40%-55% dari

seluruh pertanyaan.

4. Faktor yang Mempengaruhui Pengetahuan

Menurut Mubarak (2007, p.44), ada tujuh faktor yang mempengaruhi

pengetahuan yaitu :

a. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang

lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahaminya. Semakin tinggi

pendidikan seseorang, maka semakin mudah pula menerima informasi,

begitu pula sebaliknya.

b. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh

pengalaman dan pengetahuan, baik secara langsung maupun tidak

langsung.

c. Umur

Pertumbuhan fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan, yaitu

perubahan ukuran, proporsi, hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-

ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ.

d. Minat

Sebagai suatu keinginan yang tinggi terhadap sesuatu, minat menjadikan

seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya

memperoleh pengetahuan yang lebih dalam.


9

e. Pengalaman

Merupakan suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam

berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman

yang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun pengalaman

terhadap objek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan

timbul kesan yang membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap

positif.

f. Kebudayaan

Kebudayaan lingkungan sekitar, apabila dalam suatu wilayah mempunyai

budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan, maka sangat mungkin

masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan

lingkungannya.

g. Informasi

Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat

seseorang memperoleh pengetahuan yang baru.

5. Pengukuran Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010, p.49), pengukuran pengetahuan dapat

dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi

yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman

pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan

dengan tingkatan pengetahuan tersebut di atas.


10

Nasrin (2008, p.95) mengatakan bahwa pengetahuan masyarakat tentang

filariasi masih kurang. Responden tidak mengetahui penyebab, gejala,

maupun penular filariasis. Ketidaktahuan responden tentang hal-hal yang

mendasar dari penyakit ini menyebabkan mereka tidak tahu cara mencegah

penularan penyakit ini. Sebagian besar responden tidak mengetahui penyakit

filariasis dapat dicegah, hal ini kemungkinan disebabkan masih kurangnya

penyuluhan yang dilaksanakan khususnya tentang cara pencegahannya. Hasil

penelitian di Kabupaten Bangka Barat menunjukkan bahwa reponden yang

tidak mengetahui gejala filariasis lebih berisiko untuk terinfeksi penyakit ini.

Analisis data menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan dengan

kejadian filariasis.

Veridiana, Chadijah & Ningsi (2015, p.49) mengatakan bahwa

pengetahuan masyarakat tentang filariasis di Kabupaten Mamuju Utara masih

sangat rendah. Hasil wawancara menunjukkan bahwa semua responden tidak

tahu penyebab filariasis. Hampir semua responden (98%) tidak mengetahui

bahwa nyamuk merupakan penular filariasis. Begitu juga dengan gejala yang

dialami oleh penderita filariasis, 90% responden tidak mengetahui gejalanya.

Sebagian besar responden tidak mengetahui bahwa penyakit ini bisa diobati

dengan penanganan medis dan dapat dicegah dengan berbagai cara misalnya

dengan menghindari gigitan nyamuk.

Dalam jurnal penilitian Veridiana, Chadijah dan Ningsi (2015, p.51),

ada beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan pengetahuan masyarakat


11

tantang filariasis. Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Bonebolango juga

menunjukkan hasil yang sama, dimana pengetahuan rendah memberikan

peluang dua kali lebih besar untuk menderita filariasis dibandingkan dengan

yang mempunyai pengetahuan tinggi (Uloli R, Soeyoko, dan Sumarni, 2008).

Hasil penelitian yang dilakukan di Kelurahan Pabean, Kecamatan Pekalongan

Utara, Kota Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah. Sebagian besar penderita

memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan bekerja sebagai petani.

Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan rendah dan masyarakat yang

bekerja sebagai petani memiliki peluang yang lebih besar untuk terinfeksi

filariasis dibandingkan dengan masyarakat yang memiliki pekerjaan lainnya

(Sunaryo, 2008).

Hasil penelitian yang dilakukan di Kelurahan Bligo, Kecamatan

Buaran, Kabupaten Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah. Ada pengaruh

pengetahuan masyarakat tentang filariasis terhadap konsumsi obat kaki gajah

di Kelurahan tersebut dengan p-value 0,001 dan coefisien contingency sebesar

0,325 berarti kekuatan hubungan bersifat cukup erat (Purnomo, Supriyo, dan

Hidayati, 2010, p.35).

Hasil penelitian yang dilakukan di Tabalong, Kalimantan Selatan

menunjukkan bahwa sebagian besar penderita filariasis ditemukan pada

responden yang berpendidikan rendah atau yang tidak tamat SD dan bekerja

sebagai petani. Petani merupakan pekerjaan yang paling berisiko untuk


12

terjadinya penularan filariasis. Penularan dapat terjadi di tempat mereka

bekerja baik di sawah maupun di ladang (Anorital, Dewi RM, 2004).

Hasil penelitian yang dilakukan di Desa Pangku-Tolole, Kecamatan

Ampibabo, Kabupaten Parigi-Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah. Lima

puluh tujuh (71,25%) responden sudah mengetahui tentang penyakit filariasis.

Umumnya, masyarakat setempat menyebut penyakit filariasis sebagai

"natiba" yang sering menimbulkan demam yang berulang dan adanya

benjolan di "kela" (bahasa lokal selangkangan pada pangkal kaki).

Pengetahuan tentang penyakit ini sudah muncul sejak lama, namun mereka

tidak tahu penyebabnya. Biasanya mereka hafal betul tentang gejalanya oleh

karena rata-rata dari responden tersebut pernah mengalami "natiba".

Sebanyak dua puluh tiga (28,75%) responden menyatakan tidak tahu

tentang penyakit filariasis. Enam puluh enam responden (81,48%) mengaku

tidak mengetahui penyebab filariasis, sedangkan tujuh (8,75%) responden

menyatakan bahwa penyebab filariasis dikarenakan faktor keturunan.

Responden yang menyatakan filariasis yang disebabkan oleh karena gigitan

nyamuk hanya sebesar 6,25% (5 responden). Ada dua responden lainnya

(2,5%) yang menyatakan bahwa filariasis disebabkan oleh lingkungan yang

kotor dan satu orang responden (1,25%) menyatakan filariasis disebabkan

oleh karena bengkak yang tidak sembuh-sembuh.

Hampir seluruh responden (98,75%) menyatakan bahwa penyakit ini

tidak ada hubungannya dengan guna-guna atau sihir. Namun demikian, cukup
13

banyak responden yang mengetahui bahwa penyakit ini menular, yaitu sebesar

46,25%. Lima belas (18,75%) lainnya mengaku tidak tahu apakah penyakit ini

menular, selebihnya (35%) menganggap penyakit ini tidak menular. Cara

penularan filariasis melalui gigitan nyamuk hanya diketahui oleh 12,5% dari

seluruh responden (Garjito, Jastal, Rosmini, Anastasia, Srikandi dan Labatjo

2013, p.60).

B. Konsep Sikap

1. Definisi

Sikap (attitude) merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat

langsung dilihat, tetapi hanya dapat langsung ditafsirkan terlebih dahulu dari

perilaku yang tertutup (Notoatmodjo, 2003, p.30).

Sikap dapat diposisikan sebagai hasil evaluasi terhadap objek sikap

yang diekspresikan ke dalam proses kognitif, afektif dan perilaku (Wawan &

Dewi, 2010, p.10).

2. Tingkat Sikap

Menurut Notoatmodjo (2003, p.32), sikap terdiri dari beberapa tingkatan,

yaitu:

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang tersebut mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan

b. Merespon (responding)
14

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan tugas yang

diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk

menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. Terlepas

dari pekerjaan tersebut benar atau salah, berarti orang tersebut telah

menerima ide.

c. Menghargai (valuting)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan untuk mendiskusikan dengan

orang lain terhadap suatu masalah. Misalnya seorang ibu mengajak

tetangganya untuk mengkonsumsi obat pencegah kaki gajah dan

mendiskusikan akibat jika tidak mengkonsumsi obat tersebut.

d. Bertanggungjawab (responsible)

Bersedia bertanggungjawab terhadap segala sesuatu yang telah dipilih

dengan segala resiko.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap

Menurut Azwar (2011, p.30) faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

yaitu pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting,

pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga

agama, dan juga faktor emosional

4. Pengukuran Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak

langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau

pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat


15

dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis (Notoatmodjo, 2010,

p.52).

Penelitian yang dilakukan oleh Veridiana, Chadijah & Ningsi (2015,

p.49), hasil wawancara terhadap masyarakat di Kabupaten Mamuju Utara

Sulawesi Barat mengenai sikap menunjukkan bahwa sebagian besar

responden setuju filariasis merupakan penyakit yang berbahaya. Mereka juga

tidak setuju bila filariasis dikatakan sebagai penyakit kutukan Tuhan.

Responden pun tidak setuju bahwa penggunaan ajimat dapat menghindari

seseorang terkena filariasis.

Lusi, Utami & Nauli (2015, p.5) mengatakan bahwa sebagian besar

masyarakat memiliki sikap positif yaitu sebanyak 56 orang (56%). Hal ini

berarti masyarakat tersebut memiliki persepsi dan pandangan yang baik

terhadap filariasis dan pencegahannya.

C. Konsep Perilaku

1. Definisi

Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus

(rangsangan dari luar). Perilaku manusia merupakan suatu aktivitas dari

manusia yang berorientasi pada tujuan. Terdapat 2 hal yang mempengaruhi

perilaku yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan (Notoatmodjo, 2010,

p.55).

Walgito (dalam Pieter dan Lubis 2010, p.26) mengatakan bahwa

perilaku merupakan suatu bentuk interaksi antara stimulus internal maupun


16

eksternal. Stimulus internal adalah stimulus yang berhubungan dengan

kebutuhan fisik dan psikologis sedangkan stimulus eksternal adalah segala

bentuk reaksi seseorang akibat faktor yang berasal dari luar diri atau berasal

dari lingkungan.

2. Bentuk Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2003, p. 43) ditinjau dari bentuk respon dan

stimulus, perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu perilaku tertutup dan

perilaku terbuka. Perilaku tertutup masih terbatas pada perhatian, persepsi,

pengetahuan dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus

tersebut dan belum bisa diamati dengan jelas oleh orang lain. Sedangkan

perilaku terbuka merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam

bentuk tindakan nyata atau praktek.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003, p.59), ada

tiga faktor yang mempengaruhi perilaku yaitu:

a. Pendorong yang terdiri dari sikap dan perilaku petugas Faktor

Predisposisi yang terdiri dari pengetahuan, sikap, kepercayaan,

keyakinan dan nilai-nilai

b. Faktor Pendukung yang terdiri dari lingkungan fisik, dan tersedia atau

tidak tersedianya fasilitas dan sarana.

c. Faktor kesehatan, tokoh agama serta tokoh masyarakat.


17

4. Pengukuran Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2003, p.63) cara mengukur perilaku atau

praktik yang paling akurat adalah melalui pengamatan atau observasi.

Namun juga dapat dilakukan melalui wawancara dengan pendekatan recall

atau mengingat kembali perilaku yang telah dilakukan oleh responden

beberapa waktu yang lalu.

Veridiana, Chadijah & Ningsi (2015, p.49) mengatakan bahwa

perilaku masyarakat Kabupaten Mamuju Utara Sulawesi Barat masih

kurang. Sebagian besar masyarakat mempunyai kebiasaan keluar malam,

tidur tidak menggunakan kelambu, dan tidak menggunakan anti nyamuk

bakar.

D. Konsep Masyarakat

1. Definisi

Masyarakat berasal dari bahasa Arab “syaraka” yang berarti ikut serta

dan berpartisipasi. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling

bergaul dan berinteraksi. Masyarakat juga merupakan kesatuan hidup manusia

yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat

kontinyu yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama (Koentjaraningrat,

2009, p.5).

2. Ciri-ciri Masyarakat

Menurut Syafrudin (2009, p.25), ciri-ciri dari masyarakat adalah :


18

a. Manusia yang hidup secara bersama dan membentuk kelompok.

Kelompok inilah yang nantinya membentuk suatu masyarakat. Mereka

mengenali antara yang satu dengan yang lain dan saling ketergantungan.

b. Melahirkan kebudayaan. Dalam konsepnya tidak ada masyarakat maka

tidak ada budaya, begitupun sebaliknya. Masyarakatlah yang akan

melahirkan kebudayaan dan budaya itu pula diwarisi dari generasi ke

generasi berikutnya dengan berbagai proses penyesuaian.

c. Mengalami perubahan. Sebagaimana yang terjadi dalam budaya,

masyarakat juga turut mengalami perubahan. Suatu perubahan yang terjadi

karena faktor-faktor yang berasal dari dalam masyarakat itu sendiri.

E. Konsep Filariasis

1. Pengertian

Filariasis atau yang lebih dikenal juga dengan penyakit kaki gajah

merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing

filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini dapat

menimbulkan cacat seumur hidup berupa pembesaran tangan, kaki, payudara,

dan buah zakar. Cacing filaria hidup di saluran dan kelenjar getah bening.

(Depkes RI, 2008, p.1).

Menurut Depkes RI (2009, p.1), filariasis adalah penyakit infeksi kronis

menahun yang disebabkan oleh infeksi nematoda dari famili filariodeae,

dimana cacing dewasanya hidup dalam kelenjar dan saluran limfe. Cacing
19

dewasa betina mengeluarkan mikrofilaria yang dapat ditemukan dalam darah,

cairan hidrokel dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit

nematoda yang tersebar di Indonesia. Walaupun penyakit ini jarang

menyebabkan kematian, tetapi dapat menurunkan produktivitas

penderitanya karena timbulnya gangguan fisik (Widoyono, 2011, p.188).

2. Vektor

Vektor adalah organisme yang tidak membawa penyakit, tapi

menyebarkannya dengan membawa patogen dari satu inang ke inang yang

lain. Nyamuk berperan sebagai vektor. Nyamuk yang diidentifikasi telah

menjadi vektor bagi mikrofilaria di Indonesia berjumlah 23 spesies dari 5

genus, yaitu Mansonia, Anopheles, Culex, Aedes dan Armigeres. Sepuluh

nyamuk Anopheles diidentifikasi sebagai vektor Wuchereria bancrofti tipe

pedesaan. Selanjutnya nyamuk Culex quinquefasciatus merupakan vektor

Wuchereria bancrofti tipe perkotaan (Kusumawardani, 2009, p.7).

3. Hospes

a. Manusia

Setiap orang mempunyai peluang yang sama untuk dapat tertular

filariasis apabila digigit oleh nyamuk infektif (mengandung larva stadium

III). Manusia yang mengandung parasit selalu dapat menjadi sumber

infeksi bagi orang lain yang rentan (suseptibel). Biasanya pendatang baru
20

ke daerah endemis (transmigran) lebih rentan terhadap infeksi filariasis

dan lebih menderita dari pada penduduk asli (Depkes RI, 2009).

b. Hewan
Beberapa jenis hewan dapat berperan sebagai sumber penularan

filariasis (hewan reservoir). Hanya Brugia malayi tipe sub periodik

nokturna dan non periodik yang ditemukan pada lutung (Presbytis

criatatus), kera (Macaca fascicularis), dan kucing (Felis catus) (Depkes

RI, 2009, p.2).

4. Lingkungan

Menurut Masrizal (2013, p.36), lingkungan sangat berpengaruh terhadap

distribusi kasus filariasis dan mata rantai penularannya.

a. Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik mencakup keadaan iklim, keadaan geografis,

stuktur geologi dan sebagainya. Lingkungan fisik erat kaitannya dengan

kehidupan vektor sehingga berpengaruh terhadap munculnya sumber-

sumber penularan filariasis. Lingkungan fisik dapat menciptakan tempat

perindukan dan beristirahatnya nyamuk. Suhu dan kelembapan

berpengaruh terhadap pertumbuhan, masa hidup nyamuk. Lingkungan

dengan tumbuhan air di rawa-rawa dan adanya hewan reservoir

berpengaruh terhadap penyebaran nyamuk filariasis.

b. Lingkungan Biologi
21

Lingkungan biologi dapat menjadi rantai penularan filariasis.

Misalnya, adanya tanaman air sebagai tempat pertumbuhan nyamuk

Mansonia sp. Daerah endemis Brugia malayi adalah daerah dengan hutan

rawa, sepanjang sungai atau badan air yang ditumbuhi tanaman air.

c. Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Budaya

Lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya adalah lingkungan yang

timbul sebagai akibat adanya interaksi antara manusia, termasuk perilaku,

adat istiadat, budaya, kebiasaan, dan perilaku penduduk. Kebiasaan

bekerja di kebun pada malam hari, keluar pada malam hari, dan kebiasaan

tidur berkaitan dengan intensitas kontak vektor. Insiden filariasis pada

laki-laki lebih tinggi daripada perempuan karena umumnya laki-laki

sering kontak dengan vektor pada saat bekerja.

5. Etiologi

Menurut Natadisastra (2009, p.150), penyakit filariasis disebabkan

oleh tujuh spesies cacing filaria yang hidup di saluran dan kelenjar getah

bening pada manusia. Yang paling utama, filariasis di Indonesia itu

disebabkan oleh tiga spesies cacing, yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia

malayi, dan Brugia timori.

a. Wuchereria bancrofti

Cacing dewasa jantan Wuchereria bancrofti berukuran 2-4 cm dan

betina 5-10 cm. Mikrofilaria berukuran panjang antara 245-300 µm,


22

bersarung pucat, lekuk badan halus, panjang ruangan kepala sama dengan

lebarnya, inti halus dan teratur. Tidak ada inti tambahan. Larva stadium 1

(L1) bentuk seperti sosis, ekor lancip, panjang 127 µm. Larva stadium 2

(L2) bentuk lebih panjang dari L1 , ekor pendek seperti kerucut, panjang

450 µm. Larva stadium 3 (L3) bentuk langsing panjang, panjang 1200 µm,

pada ekor terdapat 3 papila bulat (Dinkes Lumanjang, 2014, p.2).

b. Brugia malayi

Cacing dewasa jantan Brugia malayi berukuran panjang 23 mm, ekor

melingkar. Cacing betina berukuran panjang 55 mm, ekor lurus.

Mikrofilaria brugia malayi panjangnya 200-275 µm, bersarung merah pada

pewarnaan giemsa, lekuk badan kaku, panjang ruang kepalanya dua kali

lebarnya, badannya mempunyai inti-inti tidak teratur, ekornya mempunyai

satu-dua inti tambahan. Memiliki L1, L2, dan L3 seperti Wuchereria

bancrofti namun bila dijumpai dapat dibedakan dari L3 Wuchereria

bancrofti dari keberadaan tonjolan di bagian posterior tubuhnya (Dinkes

Lumanjang, 2014, p.2).

c. Brugia timori

Cacing dewasa Brugia timori berbentuk halus seperti benang, warna

putih susu, yang betina berukuran 40 mm ekor lurus, dan cacing jantan

berukuran 23 mm (lebih kecil dari yang betina) ekornya melengkung

kearah ventral. Mikrofilaria berukuran 3 1 0 µm, ruang kepala memiliki

rasio panjang-lebar sekitar 2: 1 pada Brugia malayi tetapi pada Brugia


23

timori 3: 1, bersarung pucat, lekuk badan kaku, panjang ruang kepalanya

tiga kali lebarnya, badan mempunyai inti-inti tidak teratur, ekor

mempunyai dua inti tambahan.

Daur hidup parasit Brugia malayi ini cukup panjang, masa

pertumbuhannya di dalam tubuh nyamuk kurang lebih 3 bulan. mikrofilaria

yang terhisap oleh nyamuk, melepaskan sarungnya di dalam lambung,

menembus dinding lambung dan bersarang dalam otot-otot toraks. Mula-

mula parasit ini memendek disebut L1, kemudian berganti kulit tumbuh

lebih gemuk dan panjang disebut L2, selanjutnya jadi L3 yang lebih kurus

dan makin panjang, L3 ini kemudian bermigrasi mula-mula ke abdomen,

kemudian ke kepala dan alat tusuk nyamuk. Bila nyamuk yang

mengandung L3 (bentuk infektif) menggigit manusia maka secara aktif

larva tersebut masuk melalui luka dan masuk ke tubuh hospes dan

bersarang di saluran limfe setempat. Di dalam tubuh hospes larva

mengalami pergantian kulit dan menjadi cacing dewasa (Dinkes

Lumanjang, 2014, p.3).

6. Cara Penularan

Siklus hidup Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi dimulai saat filaria

betina dewasa dalam pembuluh limfe manusia memproduksi sekitar 50.000

mikrofilaria per hari dalam darah. Nyamuk kemudian menghisap mikrofilaria

pada saat menggigit manusia, selanjutnya larva tersebut akan berkembang

dalam tubuh nyamuk, dan ketika nyamuk menggigit manusia, larva infektif
24

akan masuk ke dalam tubuh manusia. Larva akan bermigrasi ke saluran limfe

dan berkembang menjadi bentuk dewasa. Mikrofilafria dapat ditemukan

dalam darah tepi setelah 6 bulan-1 tahun setelah terinfeksi dan bisa bertahan

5-10 tahun. Vektor utama filariasis adalah nyamuk Anopheles, Culex,

Mansonia, dan Aedes (Widoyono, 2011, p.188).

7. Pola Penyebaran

Natadisastra (2009, p.152) mengatakan bahwa Wuchereria bancrofti

ditemukan di daerah perkotaan seperti Jakarta, Bekasi, Tangerang, Semarang,

dan Pekalongan. Wuchereria bancrofti bersifat periodik nokturna, artinya

mikrofilaria banyak terdapat dalam darah tepi pada malam hari. Wuchereria

bancrofti tipe perkotaan ditularkan oleh nyamuk Culex quinquefasciatus yang

berkembangbiak di air limbah rumah tangga, sedangkan Wuchereria bancrofti

tipe pedesaan ditularkan oleh nyamuk dengan berbagai spesies antara lain

Anopheles, Culex, dan Aedes.

Brugia malayi tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan

beberapa pulau di Maluku. Brugia malayi tipe periodik nokturna, mikrofilaria

ditemukan dalam darah tepi pada malam hari. Nyamuk penularnya adalah

Anopheles barbirostis pada daerah persawahan. Brugia malayi tipe sub

periodik nokturna, mikrofilaria ditemukan lebih banyak pada siang hari dalam

darah tepi. Nyamuk penularnya adalah Mansonia sp pada daerah rawa.

Brugia timori tersebar di kepulauan Flores, Alor, Rote, Timor, dan

Sumba. Brugia timori tipe non periodik, mikrofilaria ditemukan dalam darah
25

tepi pada malam maupun siang hari. Nyamuk penularnya adalah Mansonia

uniformis yang ditemukan di hutan rimba. Brugia timori tipe periodik

nokturna, mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam hari. Nyamuk

penularnya adalah Anopheles barbostis di daerah persawahan di Nusa

Tenggara Timur dan Maluku Tenggara.

8. Gejala Klinis Filariasis

Gejala klinis filariasis terdiri dari gejala klinis akut dan kronis. Pada

dasarnya gejala klinis filariasis yang disebabkan oleh infeksi Wucheria

bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori adalah sama, tetapi gejala klinis

akut tampak lebih jelas dan lebih berat pada infeksi oleh Brugia malayi dan

Brugia timori. Infeksi Wuchereria bancrofti dapat menyebabkan kelainan

pada saluran kemih dan alat kelamin, tetapi infeksi oleh Brugia malayi dan

Brugia timori tidak menimbulkan kelainan pada saluran kemih dan alat

kelamin (Depkes RI, 2009, p.5).

a. Gejala Klinis Akut

Gejala klinis akut berupa limfadenitis (peradangan di kelenjar getah

bening), limfangitis (peradangan pada saluran kelenjar getah bening),

adenolimfangitis (peradangan kelenjar dan saluran getah bening), yang

disertai demam, sakit kepala, rasa lemah dan timbulnya abses (nanah).

Abses dapat pecah dan kemudian mengalami penyembuhan dengan

menimbulkan parut, terutama di daerah lipat paha dan ketiak.


26

Parut lebih sering terjadi pada infeksi Brugia malayi dan Brugia timori

dibandingkan dengan infeksi Wuchereria brancofti, demikian juga dengan

timbulnya limfangitis dan limfadenitis. Sebaliknya, pada infeksi

Wuchereria brancofti sering terjadi peradangan buah pelir (orkitis),

peradangan epididimis (epididimitis) dan peradangan funikulus

spermatikus (funikulitis) (Depkes RI, 2009, p.5).

b. Gejala Klinis Kronis

Menurut Irianti (2013, p.7) ada beberapa gejala kronis dari penyakit

filariasis, antara lain :

1) Limfadema

Pada infeksi Wuchereria bancrofti terjadi pembengkakan seluruh

kaki, lengan, skortum, penis, vulva, vagina dan payudara. Sedangkan

pada pelebaran saluran limfe superfisial pada kulit skrotum, kadang-

kadang pada kulit penis, sehingga saluran limfe tersebut mudah pecah

dan cairan limfe mengalir keluar dan membasahi pakaian.

2) Kiluria

Kiluria adalah kebocoran atau pecahnya saluran limfe dan

pembuluh darah di ginjal (pelvis renal) oleh cacing filaria dewasa

spesies Wuchereria bancrofti, sehingga cairan limfe dan darah masuk

ke dalam saluran kemih. Gejala yang timbul adalah urin seperti susu,

karena urin banyak mengandung lemak dan kadang-kadang disertai


27

darah (hematuria), sukar buang air kecil, kelelahan tubuh, kehilangan

berat badan.

3) Hidrokel

Hidrokel adalah pembengkakan kantung buah pelir karena

terkumpulnya cairan limfe di dalam tunica vaginalis testis. Hidrokel

dapat terjadi pada satu atau dua kantung buah zakar.

4) Lymph scrotum

Merupakan pelebaran saluran limfe superfisial pada kulit skrotum,

kadang-kadang pada kulit penis, sehingga saluran limfe tersebut

mudah pecah dan cairan limfe mengalir keluar dan membasahi

pakaian. Ditemukan juga lepuh (vesicles) besar dan kecil pada kulit,

yang dapat pecah dan membasahi pakaian, ini mempunyai risiko tinggi

terjadinya infeksi ulang oleh bakteri dan jamur, serangan akut

berulang dan dapat berkembang menjadi limfedema skrotum. Ukuran

skrotum kadang-kadang normal kadang-kadang sangat besar.

Penderita filariasis bisa tidak menunjukkan gejala klinis, hal ini

disebabkan oleh kadar mikrofilaria yang terlalu sedikit dan tidak

terdeteksi oleh pemeriksaan laboratorium atau karena memang tidak

terdapat mikrofilaria dalam darah. Apabila menimbulkan gejala, maka

yang sering ditemukan adalah gejala akibat manifestasi perjalanan

kronik penyakit. Gejala penyakit pada tahap awal (fase akut) bersifat

tidak khas seperti demam selama 3-4 hari yang dapat hilang tanpa
28

diobati, demam berulang lagi 1-2 bulan kemudian, atau gejala lebih

sering timbul bila pasien bekerja terlalu berat. Dapat timbul benjolan

dan terasa nyeri pada lipatan paha atau ketiak dengan tidak ada luka di

badan. Dapat teraba garis seperti urat dan berwarna merah, serta terasa

sakit dari benjolan menuju kearah ujung kaki atau tangan. Gejala

terjadi berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, mulai dari yang ringan

sampai yang berat. Cacing akan menyebabkan fibrosis dan

penyumbatan pembuluh limfe. Penyumbatan ini akan mengakibatkan

pembengkakan pada daerah bersangkutan. Tanda klinis yang sering

ditemukan adalah pembengkakan skrotum (hidrokel) dan

pembengkakan anggota gerak terutama kaki (elefantiasis). Diagnosis

ditegakkan melalui pemeriksaan laboratorium dengan ditemukannya

mikrofilaria di dalam darah (Widoyono, 2011, p.189).

F. Pencegahan Filariasis

Pencegahan adalah mengambil suatu tindakan yang diambil terlebih dahulu

sebelum kejadian yang didasarkan pada data atau keterangan yang bersumber

dari hasil analisis epidemiologi atau hasil pengamatan atau penelitian

epidemiologi (Purwantyastuti, 2010, p.15).

Menurut Wahyuni (2010, p.13), tindakan pencegahan dan pemberantasan

filariasis yang dapat dilakukan adalah:

1. Melaporkan ke Puskesmas bila menemukan warga desa dengan pembesaran

kaki, tangan, kantong buah zakar, atau payudara.


29

2. Ikut serta dalam pemeriksaan darah jari yang dilakukan pada malam hari

oleh petugas kesehatan.

3. Minum obat anti filariasis yang diberikan oleh petugas kesehatan.

4. Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan agar bebas dari nyamuk penular

5. Menjaga diri dari gigitan nyamuk misalnya dengan menggunakan kelambu

atau lotion anti nyamuk pada saat tidur.

Menurut Masrizal (2013, p.35), pencegahan filariasis yang dapat dilakukan

dengan beberapa cara, yaitu:

1. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat di daerah endemis filariasis

mengenai bagaimana cara penularan penyakit filariasis dan pengendalian

vektor baik secara biologis, kimiawi, maupun non kimiawi.

2. Mengidentifikasikan vektor dengan mendeteksi adanya larva infektif dalam

nyamuk dengan menggunakan umpan manusia; mengidentifikasi waktu dan

tempat digigit nyamuk serta tempat perkembangbiakannya.

3. Pengendalian vektor jangka panjang yang mungkin memerlukan perubahan

konstruksi rumah dan termasuk pemasangan kawat kasa serta pengendalian

lingkungan untuk memusnahkan tempat perindukan nyamuk.

4. Lakukan pengobatan massal.

Menurut Widoyono (2011, p.190), ada tiga pencegahan yang bisa dilakukan

untuk mencegah penyakit filariasis, yaitu :

a. Pengobatan Massal

b. Pengendalian Vektor
30

c. Peran Serta Masyarakat

1. Pengobatan Massal

Pengobatan massal filariasis adalah strategi memutus rantai penularan

filariasis dengan pendekatan pengobatan massal terhadap semua penduduk di

daerah endemis filariasis, secara serentak bersamaan dalam waktu tidak lebih

dari dua bulan, setiap tahun selama minimal lima tahun berturut-turut

(Depkes RI, 2009, p.6).

POMP Filariasis merupakan tindakan “Public health approach” yang

mementingkan keselamatan rakyat banyak di atas kepentingan individu. Pada

kasus filariasis hal ini dimungkinkan karena tersedia obat yang efektif dan

relatif aman sehingga dapat dilakukan tindakan pengobatan massal secara

“blanket approach”, artinya obat diberikan kepada setiap orang dalam satu

wilayah tanpa memeriksa satu per satu terlebih dahulu. Obat yang saat ini

digunakan untuk pengobatan massal berdasarkan kesepakatan global

dibawah arahan WHO adalah Dyethil Carbamazine Citrat (DEC) ditambah

Albedazole. Diberikan dalam dosis tunggal sekali setahun dan diulang sekali

setiap tahun selama lima tahun (Purwantyastuti, 2010, p.15).

Pengobatan massal dilaksanakan di daerah endemis filariasis yaitu

daerah dengan microfilaria rate ≥ 1 % dengan unit pelaksananya

Kabupaten/Kota. Dilaksanaka oleh Tenaga Pelaksana Eliminasi (TPE) di

bawah pengawasan petugas kesehatan Puskesmas di pos-pos pengobatan

massal atau kunjungan dari rumah ke rumah. Obat diminum di depan petugas
31

dua jam setelah makan. Pengobatan massal bertujuan untuk mematikan

mikrofilaria yang ada di dalam darah penduduk, sehingga dapat memutus

rantai penularan filariasis (Depkes RI, 2009, p.7).

Tujuan pengobatan massal adalah memutus rantai penularan filariasis

dengan menurunkan mikrofilaria rate menjadi < 1 % dan menurunkan

kepadatan rata-rata mikrofilaria dalam darah. Pengobatan massal

menggunakan Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) 100 mg yang

dikombinasikan dengan Albendazol 400 mg. untuk mencegah reaksi

pengobatan seperti demam, maka diberikan Paracetamol (sesuai takaran).

Cara kerja DEC adalah melumpuhkan otot mikrofilaria, sehingga tidak dapat

bertahan di tempat hidupnya dan mengubah komposisi dinding mikrofilaria

menjadi lebih mudah dihancurkan oleh sistem pertahanan tubuh. Albendazole

dikenal sebagai obat yang digunakan dalam pengobatan cacing usus (gelang,

kremi, cambuk dan tambang (Depkes RI, 2009, p.6).

Albendazole juga dapat meningkatkan efek DEC dalam mematikan

cacing filarial dewasa dan mikrofilaria tanpa menambah reaksi yang tidak

dikehendaki. Sebaiknya minum obat anti filariasis sesudah makan dan dalam

keadaan istirahat atau tidak bekerja. Upaya ini dimaksudkan untuk

membunuh mikrofilaria dalam darah dan cacing dewasa (Depkes RI, 2009,

p.6).

Sasaran pengobatan massal adalah seluruh penduduk yang tinggal di

daerah endemis, kecuali:


32

a. Anak-anak berusia < 2tahun

b. Ibu hamil

c. Orang yang sedang sakit

d. Lansia > 70 tahun

e. Penderita hipertensi

f. Penderita serangan epilepsi yang harus ditunda pengobatannya

(Kusumawardani, 2009, p.12).

Setiap orang yang ditemukan mikrofilaria dalam darahnya mendapat

pengobatan yang memadai agar tidak menderita klinis filariasis dan tidak

menjadi sumber penularan terhadap masyarakat sekitarnya (Depkes RI, 2008,

p.5).

Berikut adalah perhitungan dosis obat berdasarkan berat badan dan

umur :

Tabel 2.1. Dosis Obat Bedasarkan Berat Badan

Berat DEC (100 mg) Albendazole (400 mg) Tablet


Badan Tablet
(Kg)
10-16 1 1
17-25 1,5 1
26-33 2 1
34-40 2,5 1
41-50 3 1
51-58 3,5 1
59-67 4 1
68-75 4,5 1
33

76-83 5 1
>84 5,5 1
(Sumber: Depkes RI, 2009, p.6)

Tabel 2.2. Dosis Obat Berdasarkan Umur

Umur DEC (100 mg) Albendazole (400 mg) Tablet


(Tahun) Tablet
2-5 1 1
6-14 2 1
≥ 14 3 1
(Sumber: Supali, 2010, p.22)

2. Reaksi Pengobatan

Kusumawardani (2009, p.14) mengatakan bahwa obat DEC dan

Albendazole adalah obat yang aman dan memiliki toleransi yang baik, tetapi

terkadang dapat menimbulkan reaksi pengobatan, terutama pada infeksi

Brugia malayi dan Brugia timori. Reaksi yang ditimbulkan bermacam-

macam, antara lain :

a. Reaksi Umum

Terjadi akibat respon imunitas individu terhadap matinya mikrofilaria.

Makin banyak mikrofilaria yang mati, makin besar reaksi pengobatan

yang dirasakan. Reaksinya terdiri dari sakit kepala, pusing, demam, mual,

menurunnya nafsu makan, muntah, sakit otot, sakit sendi, lesu, gatal-

gatal, keluar cacing usus.

b. Reaksi Lokal
34

Disebabkan oleh matinya cacing dewasa yang dapat timbul sampai tiga

minggu setelah pengobatan massal.

1) Reaksi lokal pada infeksi Wuchereria bancrofti

Beberapa reaksi lokal yang ditimbulkan dari infeksi Wuchereria

bancrofti seperti adanya nodul atau gumpalan kecil jaringan di kulit

skrotum, limfadentis, limfangitis, adenolimfangitis, funikulitis,

epididimitis, orkitis, orkalgia, abses, ulkus dan limfadema

2) Reaksi lokal pada infeksi Brugia malayi dan Brugia timori antara lain

Limfadenitis, limfangitis, adenolimfangitis, abses, ulkus dan

limfadema.

Hal yang paling penting dalam pengobatan massal adalah penjelasan

dan pemahaman yang baik mengenai reaksi pengobatan kepada penduduk,

sehingga penduduk tidak merasa takut dan tidak menolak untuk meminum

obat pada tahap selanjutnya. Apabila terjadi kemungkinan reaksi

pengobatan yang tidak diinginkan, akan dilaksanakan SAE atau Serious

Adverse Experience dan akan segera dirujuk ke Rumah Sakit

(Kusumawardani, 2009, p.14).

3. Kejadian Ikutan Pasca POMP Filariasis

Purwantyastuti (2010, p.16), perlu dimengerti bahwa berbeda dengan

efek samping pada penggunaan obat pada umumnya, efek yang tidak

diharapkan pada pengobatan filariasis terdiri dari dua kelompok yang sangat

berbeda penyebabnya. Pertama adalah yang biasa disebut efek samping obat
35

pada umumnya. Efek samping obat ini adalah akibat efek obat terhadap tubuh

manusia (efek farmakologi), akibat interaksi obat, intoleransi (tidak cocok

obat), idiosinkrasi (keanehan/ketidaklaziman respon individu terhadap obat),

dan reaksi alergi obat. Kedua adalah yang disebut sebagai kejadian ikutan

pasca pengobatan, yaitu reaksi tubuh terhadap hasil pengobatan (makrofilaria

dan mikrofilaria yang mati adalah benda asing bagi tubuh), bukan terhadap

obatnya.

Kejadian ikutan pasca pengobatan filariasis yang pernah dilaporkan di

seluruh dunia sehingga mungkin dapat terjadi juga di Indonesia seperti yang

dipaparkan dalam table berikut:

Tabel. 2.3. Kejadian ikutan pasca pengobatan filariasis

Gejala Umum Dapat terjadi pada hari Sakit kepala, pusing,


(Respon imun, pertama mual, muntah, tidak
matinya nafsu makan, nyeri otot,
mikrofilaria) nyeri sendi dan lemas
Gejala lokal Bila terjadi, umumnya Limfadentis, limfangitis,
(Respon imun, pada 1-3 minggu sesudah adenolomfangitis, abses,
matinya filaria minum obat ulkus dan limfadema
dewasa)
(Purwantyastuti, 2010, p.16)

Kejadian ikutan pasca pengobatan filariasis dapat di klasifikasi sebagai

berikut:

Tabel. 2.4. Klasifikasi kejadian pasca pengobatan filariasis

Ringan Demam, pusing, sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, lemas,
mual, muntah, tidak nafsu makan dan keluar cacing
36

Sedang Diare, eritema, urtikaria, limfadentis, limfangitis,


adenolimfangitis, nodul subkutan, abses
Berat Asma bronchial, angiodema, ikterus, koleostatis, serangan
epistaktis
Mengancam Syok anafilaktik, spasme laring
nyawa
(Purwantyastuti, 2010, p.16)

Kejadian ikutan hanya terjadi paling lama 3-5 hari setelah minum obat

yaitu berupa demam, sakit kepala, nyeri sendi/otot, limfangitis, limfadenitis.

Bagi yang sedang mengalami limfadenitis lebih baik ditunda pengobatan

massalnya karena reaksi lokal bengkak (hari 3-12) lebih mungkin terjadi. Pada

orang dengan riwayat hipertensi, penyakit jantung dan penyakit ginjal yang

dicurigai tidak terkontrol dengan baik, banyak hal terjadi secara mendadak

karena penyakitnya. Hal tersebut tidak ada kaitannya dengan pengobatan

massal, misalnya stoke, infark miokard dan lain-lain yang dapat menyebabkan

kerancuan karena mungkin akan dihubungkan dengan POMP Filariasis. Oleh

karena itu, sebaiknya ditunda POMP filariasis pada mereka (Purwantyastuti,

2010, p.18).

Menurut Purwantyastuti (2010, p.18), ada pilihan obat untuk

mencegah dan mengatasi efek samping, diantaranya:

1. Analgetik-antipiretik seperti paracetamol, karena paracetamol relatif

aman dan bias dibeli oleh masyarakat sendiri.


37

2. Anti reaksi imun seperti kortikosteroid, Karena kortikosteroid sangat

efektif untuk semua orang, tetapi kortikosteroid adalah suatu hormon

dengan berbagai risiko pemakaian, sehinga ada kontraindikasi relatif.

4. Pengendalian Vektor

Kegiatan pengendalian vektor adalah pemberantasan tempat

perkembangbiakan nyamuk melalui pembersihan got atau saluran

pembuangan air, pengendalian air tergenang dan penebaran bibit ikan

pemakan jentik. Kegiatan lainnya adalah menghindari gigitan nyamuk

dengan memasang kelambu, menggunakan obat nyamuk oles, memasang

kasa pasa ventilasi udara, dan menggunakan obat nyamuk bakar atau obat

nyamuk semprot (Widoyono, 2011, p.190).

Depkes RI (2009, p.7) mengatakan, beraneka ragam spesies nyamuk

yang berperan sebagai vektor rantai penularan penyakit belum dapat

dikontrol secara memuaskan karena belum adanya metode vektor kontrol

yang tepat guna, terutama vektor kontrol untuk spesies-spesies Mansonia dan

Culex sehingga pengendalian vektor filariasis di Indonsia belum dilakukan

secara khusus, biasanya digabung dengan kegiatan pemberantasan malaria.

a. Pengendalian vektor secara kimiawi

Di Indonesia hingga sekarang yang banyak dipakai dalam

pengendalian vektor malaria yang sekaligus dapat mengendalikan vektor

filariasis adalah penggunaan insektisida yang ditujukan untuk membunuh

nyamuk dewasa dengan cara penyemprotan tempat berkembang biak dan


38

tempat istirahat vektor. Hal ini seringkali tidak mencapai sasaran, karena

yang biasanya disemprot adalah rumah tinggal, sedangkan nyamuk juga

ada yang berkembangbiak di luar rumah.

b. Pengendalian vektor secara non kimiawi

Pengendalian vektor filariasis cara ini di Indonesia sebenarnya

secara khusus belum dilakukan. Yang sudah terjadi adalah efek samping

dari pengelolaan lingkungan yang ditujukan untuk hal lain terutama untuk

pertanian seperti perubahan rawa menjadi lahan pertanian sehingga

mengurangi tempat perindukan nyamuk, atau membersihkan batang-

batang air dari tumbuh-tumbuhan air seperti Echorrtia crassipes dan

Pistia, kangkung dan rumput-rumput yang juga mengurangi tempat

perindukan nyamuk. Sebaliknya perubahan lingkungan dapat juga

menambah tempat perindukan. Di daerah transmigrasi digali berbagai

saluran air di daerah pemukiman, yang kemudian dimasuki tumbuh-

tumbuhan air, sehingga tempat perindukan nyamuk lebih mendekati

pemukiman. Pembuatan kolam ikan di dekat rumah yang diberi tumbuh-

tumbuhan air, juga mendekatkan tempat perindukan nyamuk pada

pemukiman.

Cara mengurangi kontak antara vektor dan manusia di daerah

pedesaan masih belum terlaksana, terutama karena masih kurang

pengertian masyarakat dan keadaan ekonomi yang rendah. Pemakaian

kelambu masih belum dipahami kegunaannya, dan penduduk seringkali


39

hanya memakai kelambu bila dingin. Juga penggunaan repellent seperti

minyak sereh belum membudaya di Indonesia. Untuk cara pengendalian

ini masih diperlukan penyuluhan yang baik.

c. Pengendalian vektor secara biologis

Pengendalian vektor filariasis secara biologis di Indonesia juga

belum dilakukan. Untuk vektor malaria pengendalian vektor dengan

memakai ikan sebagai pemangsa sedang diteliti secara luas. Pemakaian

patogen seperti Bacillus thuringiensis dan Nematoda romanomermis baru

dalam taraf penelitian laboratorium saja. Sehingga dapat dikatakan bahwa

pengendalian vektor filariasis di Indonsia secara biologik masih dalam

penelitian dini sekali. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

pengendalian vektor filariasis di Indonesia belum dilakukan secara baik.

5. Peran Serta Masyarakat

Masyarakat diharapkan bersedia datang dan mau diperiksa darahnya

pada malam hari pada saat ada kegiatan pemeriksaan darah, bersedia minum

obat anti pencegah kaki gajah secara teratur sesuai dengan ketentuan yang

diberitahukan oleh petugas, memberitahukan kepada kader atau petugas

kesehatan bila menemukan penderita filariasis, dan bersedia bergotong-

royong membersihkan sarang nyamuk atau tempat perkembangbiakan

nyamuk (Widoyono, 2011, p.190).


BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Dalam mengukur pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat digunakan

konsep Notoatmodjo (2010, p43-55.), sedangkan untuk mengukur upaya

pencegahan penyakit filariasis digunakan konsep Widoyono (2011, p.190).

Untuk lebih jelas dapat dilihat pada kerangka konsep di bawah ini :

Input Proses Output

Upaya
Masyarakat pencegahan Baik
Desa Blang penyakit
filariasis Cukup
Krueng
meliputi :
1. Pengetahuan Kurang
2. Sikap
3. Perilaku

Skema 3.1 Kerangka Kerja Penelitian

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep penelitian di atas maka yang menjadi

pertanyaan penelitian adalah:

1. Bagaimanakah pengetahuan masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit

filariasis di Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar?

2. Bagaimanakah sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit

filariasis di Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar?

40
41

3. Bagaimanakah perilaku masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit

filariasis di Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar?

C. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Skala Hasil


Operasional Ukur Ukur
Pengetahuan Segala sesuatu Kuesioner Wawancara Ordinal Baik:
masyarakat yang diketahui dalam terpimpin 76 -100%
terhadap dan dipahami bentuk
upaya oleh masyarakat skala Cukup:
pencegahan tetang Guttman 56-75%
penyakit pengertian, yang
filariasis gejala, penyebab terdiri dari Kurang:
dan upaya 19 item 40-55%
terhadap pernyataan
pencegahan
penyakit filariasis
Sikap Respon Kuesioner Wawancara Ordinal Baik:
masyarakat masyarakat dalam terpimpin 76 -100%
terhadap terhadap upaya bentuk
upaya pencegahan skala Cukup:
pencegahan penyakit filariasis Likert 56-75%
penyakit seperti: minum yang
filariasis obat pencegah terdiri dari Kurang:
filariasis, 5 item 40-55%
pengendalian pernyataan
vektor baik
secara biologis,
kimiawi, maupun
non kimiawi
Perilaku Segala usaha Kuesioner Angket Ordinal Baik:
masyarakat yang dilakukan dalam 76 -100%
terhadap oleh masyarakat bentuk
upaya untuk mencegah skala Cukup:
42

pencegahan terjadinya Likert 56-75%


filariasis penyakit filariasis yang
seperti: minum terdiri dari Kurang:
obat pencegah 5 item 40-55%7
filariasis, pernyataan
pengendalian
Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Skala Hasil
Operasional Ukur Ukur

vektor baik
secara biologis,
kimiawi, maupun
non kimiawi
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif ekploratif. Desain

penelitian yang digunakan adalah cross sectional study, yaitu penelitian untuk

mempelajari suatu cara pengumpulan data melalui pengukuran angket dan

pengukuran variabel yang dilakukan sekaligus pada suatu saat dan setiap objek

penelitian hanya diobservasi sekali saja (Notoatmodjo, 2010, p.47).

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Blang

Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar tahun 2016 yang

berjumlah 1699 orang.

2. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalahmasyarakat Desa Blang Krueng

Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar tahun 2016 yang berjumlah

94 orang yang berusia dewasa. Penentuan jumlah sampel dalam penelitian

ini menggunakan rumus Slovin sebagai berikut:

𝑁
n=
1+𝑁 (𝑒)2

1699
n=
1+1699 (0.1)2

43
44

1699
n=
17.99

n = 94.44

Keterangan:

n : perkiraan jumlah sampel

N : perkiraan besar populasi

e : persentase kelonggaran ketidaktelitian yang masih dapat ditolerir

Untuk mengantisipasi terjadinya drop out maka total sampel ditambah

10%, sehingga total sampel keseluruhan adalah 103 orang. Pemilihan sampel

dilakukan dengan teknik purposive sampling.Pengambilan sampel secara

purposive didasarkan pada suatu pertimbangan berdasarkan ciri atau sifat-

sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2010, p.125).

Adapun kriteria responden sebagai berikut:

1. Masyarakat Desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh

Besar yang tidak mengkonsumsi obat pencegah kaki gajah.

2. Masyarakat Desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh

Besar yang berusia 26 sampai 45 tahun (dewasa awal sampai dewasa

akhir).

C. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam

Kabupaten Aceh Besar.


45

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada 30 Juni – 05 Juli 2016.

D. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang

dikembangkan oleh penulis sendiri dan terdiri dari tiga bagian yaitu:

1. Bagian A merupakan data demografi responden yang digunakan sebagai

pedoman wawancara pembuka yang berisi identitas responden meliputi usia,

jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan pekerjaan.

2. Bagian B merupakan pertanyaan-pertanyaan yang dikembangkan sendiri

oleh penulis dengan mengacu pada kerangka konsep yang ada untuk

mengetahui pengetahuan responden terhadap upaya pencegahan penyakit

filariasis. Pernyataan yang diberikan berjumlah 19 item pernyataan dalam

bentuk format checklist skala Guttman. Adapun pilihan jawaban untuk setiap

pernyataan terdiri dari dua alternatif jawaban yaitu benar = 2 dan salah = 1.

Pernyataan memuat pernyataan positif, yaitu terdiri dari nomor 1, 3, 4, 5, 6,

7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, dan19. Yang memuat pernyataan

negatif adalah pernyataan nomor 2.

3. Bagian C merupakan pernyataan-pernyataan yang dikembangkan sendiri

oleh penulis dengan mengacu pada kerangka konsep yang ada untuk

mengetahui sikap responden terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis.

Pernyataan yang akan diberikan berjumlah 5 item pernyataan dalam bentuk

format checklist skala Likert. Adapun pilihan jawaban untuk setiap


46

pernyataan terdiri dari tiga alternatif jawaban yaitu setuju = 3, ragu-ragu = 2

dan tidak setuju = 1.

4. Bagian D merupakan pernyataan-pernyataan yang dikembangkan sendiri

oleh penulis dengan mengacu pada kerangka konsep yang ada untuk

mengetahui perilaku responden terhadap upaya pencegahan penyakit

filariasis. Pernyataan yang akan diberikan berjumlah 5 item pernyataan

dalam bentuk format checklist skala Likert. Adapun pilihan jawaban untuk

setiap pernyataan terdiri dari dua alternatif jawaban yaitu ya = 2 dan tidak =

1.

E. Uji Coba Instrumen

Kuesioner yang akan digunakan sebagai alat ukur penelitian perlu diadakan

uji validitas dan reliabilitas untuk memenuhi persyaratan. Uji instrumen ini

dilakukan untuk mengetahui sejauh mana alat ukur (kuesioner) yang telah

disusun memiliki validitas dan reliabilitas (Notoatmodjo, 2010, p.164).

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat

kevalidan atau kesahihan suatu instrumen.Suatu instrumen yang valid atau

sahih mempunyai validitas tinggi.Sebaliknya, instrumen yang kurang valid

berarti memilikivaliditas rendah. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila

mampu mengukur apa yang diinginkan serta dapat mengungkap data dari

variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen


47

menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari

gambaran tentang validitas yang dimaksud (Notoatmodjo, 2010, p.168).

a. Content Validity

Content Validity disebut juga dengan validitas isi.Sebuah kuesioner

dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu

yang sesuai dengan materi atau isi pelajaran yang ada (Arikunto, 2006,

p.169).Karena keterlambatan proses etik keperawatan, maka uji content

validity tidak dilakukan.

b. Construct Validity

Construct Validity disebut juga dengan validitas konstruk. Sebuah

kuesioner dikatakan validitas konstruk apabila setiap pertanyaan yang

membangun kuesioner tersebut dapat mengukur setiap aspek berfikir yang

ingin diteliti (Arikunto,2006, p.169).

2. Uji Reliabilitas

Kuesioner ini diuji kepada 10 responden di daerah yang berbeda

dengan tempat penelitian yaitu di Desa Baet Kecamatan Baitussalam

Kabupaten Aceh Besar yang memiliki karakteristik yang hampir sama

dengan sampel penelitian untuk mengetahui kelayakan kuesioner. Pada uji

construct validity di Desa Baet, hasil dari total 20 pernyataan variabel

pengetahuan didapatkan 1 pernyataan yang tidak valid (0,045). Seluruh

penyataan pada variabel sikap dan perilaku valid dengan nilai melebihi dari

0,632.
48

Cara mengetahui reliabilitas suatu kuesioner adalah dengan

membandingkan nilai r hasil dengan r tabel product moment. Nilai r hasil

adalah nilai perhitungan dengan menggunakan rumus Cronbach’s

Alphamelalui sistem Komputerisasi.Berdasarkan tabel product moment.

Maka didapatkan angka kritis (r tabel) setiap pernyataan dengan derajat

kemaknaan 0,05 atau 5% dari 10 responden adalah 0,632. Bila angka

hasilnya (r tabel) sama atau lebih dari angka kritis (r tabel) tersebut, maka

alat ukur atau kuesioner tersebut reliabel (Notoatmodjo, 2010, p.167).Pada

uji reliabiltas nilai cronbach’s alpha untuk variabel pengetahuan adalah

0,76, variabel sikap 0,83 dan variabel perilaku adalah 0,81.

F. Teknik Pengumpulan Data

1. TahapPersiapan Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui kegiatan penyelesaian proses

administrasi dengan cara mendapatkan izin dari institusi pendidikan Fakultas

Keperawatan Universitas Syiah Kuala dan izin dari Keuchik Desa Blang

krueng.

2. Tahap Melakukan Pengumpulan Data

Setelah mendapatkan izin dari Keuchik Desa Blang Krueng untuk

melakukan penelitian, kemudian peneliti menemui calon responden dan

melakukan pengumpulan data dengan tahapan sebagai berikut :

a. Peneliti meminta bantuan dua orang enumerator agar pengumpulan data

lebih mudah. Enumerator tersebut sebelumnya telah diberi penjelasan


49

mengenai penelitian dan cara-cara yang harus dilakukan dalam

pengumpulan data dari responden.

b. Selanjutnya peneliti dan enumerator mendatangi calon responden. Peneliti

kemudian memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan penelitian kepada

calon responden dan menerangkan bahwa penelitian ini tidak

menimbulkan resiko bagi responden serta data-data yang diperoleh dari

responden hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian.

c. Setelah memberi penjelasan, peneliti meminta kesediaan responden untuk

menandatangani surat persetujuan responden yang telah disediakan.

d. Bila calon responden menolak, maka peneliti tidak melibatkan calon

responden tersebut dalam penelitian ini. Bila calon responden menerima,

maka akan dilanjutkan.

e. Setelah responden menandatangani surat persetujuan, peneliti melakukan

wawancara terpimpin dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner yang

sudah diisi kemudian diperiksa kelengkapan datanya.

f. Setelah seluruh data terkumpul dan penelitian selesai dilakukan,

selanjutnya peneliti melaporkan kembali kepada Bidang Penelitian dan

Pengembangan untuk mendapatkan surat keterangan telah selesai

melakukan penelitian dari Kantor Keuchik Desa Blang Krueng.

G. Pengolahan Data

Setelah data diperoleh, selanjutnya data tersebut diolah melalui beberapa tahap

sebagai berikut (Notoatmodjo, 2010, p.174):


50

1. Editing

Setelah pengumpulan data dilakukan,data yang diperoleh dari kuesioner

perlu dikoreksi atau penyuntingan kembali (edit) terhadap kesalahan dalam

pengisian atau pengambilan data.Pada tahap ini juga dilakukan pengecekan

identitas responden, kelengkapan data dan tidak ditemukan missing data.

2. Coding

Penulis memberikan kode pada lembaran data demografi yang terdapat di

kuesioner untuk memudahkan pengolahan data, kodeyang digunakan adalah

kode responden yang diawali dengan data demografi. Pada pendidikan diberi

kode 01 untuk SD sampai 05 untuk S1.Untuk jenis kelamin, diberikan kode

01 untuk laki-laki, sedangkan perempuan diberikan kode 02.Untuk pekerjaan

diberikan kode 01 untuk PNS sampai 06 untuk tukang.

3. Transfering

Data yang telah diberikan kode disusun secara berurutan mulai dari

responden pertama sampai responden terakhir, kemudian dimasukkan

kedalam tabel sesuai dengan subvariabel yang diteliti, yaitu variabel

pengetahuan, sikap dan perilaku.

4. Tabulating

Penulis melakukan pengelompokan jawaban responden berdasarkan

kategori yang telah dibuat untuk tiap subvariabel yang diukur dan

selanjutnya dimasukkan kedalam tabel distribusi frekuensi untuk


51

memudahkan membaca atau menginterpretasikan hasil penelitian yang telah

dilakukan.

H. Analisa Data

Analisa data pada penelitian ini adalah analisa univariat, yaitu bertujuan

untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel

penelitian.Setiap variabel dikelompokkan ke dalam kategori masing-masing dan

disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, kemudian ditentukan

persentase perolehan untuk tiap-tiap kategori dengan menggunakan rumus yaitu:

𝑓𝑖
P= × 100%
𝑛

Keterangan:

P: Persentase

fi : Frekuensi yang teramati

n : Jumlah sampel
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dari tanggal 30 Juni sampai

5 Juli di Desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar.

Responden berjumlah 94 orang menggunakan alat ukur berupa kuesioner dengan

jumlah 30 item pernyataan yang terbagi dalam 3 variabel pengetahuan 19 item

pernyataan, sikap 5 item pernyataan dan perilaku 5 item penyataan dengan

menggunakan teknik wawancara terpimpin. Berdasarkan hasil penelitian yang

telah dilakukan, diperoleh data sebagai berikut:

1. Data Demografi

Data demografi pada penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan

dan pekerjaan. Berdasarkan tabel 5.1 di bawah, didapatkan data sebagian

besar jenis kelamin perempuan berjumlah 53 responden (56,4%), mayoritas

responden usia dewasa awal (26-35 tahun) berjumlah 50 orang (53,2%),

pendidikan terakhir mayoritas SMA berjumlah 42 responden (44,7%) dan

pekerjaan mayoritas IRT (Ibu Rumah Tangga) berjumlah 33 responden

(35,1%).

52
53

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Data Demografi Masyarakat Desa Blang Krueng
Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Jenis Kelamin
Laki-laki 41 43,6
Perempuan 53 56,4
2 Usia (Depkes, 2009)
Dewasa Awal (26-35 tahun) 50 53,2
Dewasa Akhir (36-45 Tahun) 44 46,8
3 Pendidikan Terakhir
Dasar 29 30,8
Menengah 42 44,7
Tinggi 23 24,4
4 Pekerjaan
PNS 14 14,9
Petani 16 17,0
Swasta 14 14,9
IRT 33 35,1
Tukang 8 8,5
Pedagang 9 9,6
Sumber: Data Primer (diolah tahun 2016)

2. Analisa Univariat

a. Pengetahuan masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis di

Desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar

Sebagaimana telah dibahas pada bab sebelumnya, berikut hasil

penelitian yang didapatkan melalui pengisian kuesioner:

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Masyarakat Terhadap Upaya
Pencegahan Penyakit Filariasis di Desa Blang Krueng Kecamatan
Baitussalam Kabupaten Aceh Besar (n=94)
No Pengetahuan Frekuensi Persentase
1 Baik 34 36,2
2 Cukup 37 39,4
54

3 Kurang 23 25,5
Sumber: Data primer (diolah tahun 2016)

Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa pengetahuan masyarakat

terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa Blang Krueng

Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar berada pada kategori

cukup berjumlah 37 responden (39,4%).

b. Sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa

Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar

Berikut ini adalah tabel distribusi frekuensi item pernyataan sikap

masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa Blang

Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar.

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan
Penyakit Filariasis di Desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam
Kabupaten Aceh Besar (n=94)

No Sikap Frekuensi Persentase


1 Baik 4 4,3
2 Cukup 55 58,5
3 Kurang 35 37,2
Sumber: Data primer (diolah tahun 2016)

Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa sikap masyarakat terhadap

upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa Blang Krueng Kecamatan

Baitussalam Kabupaten Aceh Besar berada pada kategori cukup dengan

frekuensi 55 responden (58,5%).


55

c. Perilaku masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa

Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Perilaku Masyarakat Terhadap Upaya
Pencegahan Penyakit Filariasis di Desa Blang Krueng Kecamatan
Baitussalam Kabupaten Aceh Besar (n=94)

No Perilaku Frekuensi Persentase


1 Baik 2 2,1
2 Cukup 2 2,1
3 Kurang 90 95,7
Sumber: Data primer (diolah tahun 2016)

Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa perilaku masyarakat terhadap

upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa Blang Krueng Kecamatan

Baitussalam Kabupaten Aceh Besar berada pada kategori kurang dengan

frekuensi 90 responden (95,7%).

B. Pembahasan

a. Pengetahuan masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis di

Desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar

Berdasarkan hasil penelitian, penulis mencoba untuk membahas

pengetahuan masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis di

Desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar yang

berada pada kategori cukup dengan frekuensi 37 responden (39,4%).

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan

Pangemanan, Lana, dan Pramono (2014) tentang gambaran pengetahuan,

sikap dan perilaku masyarakat di RW 1 Desa Nanjung Kecamatan Margaasih


56

Kabupaten Bandung Jawa Barat tetang filariasis tahun 2014 menyimpulkan

bahwa terdapat 28 responden (96,35%) yang mempunyai pengetahuan tinggi,

sedangkan 9 responden (3,64%) memiliki pengetahuan rendah.

Menurut Notoatmodjo (2003, p.35), faktor yang mempengaruhi

tingkat pengetahuan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal

terdiri dari pendidikan, motivasi dan persepsi. Adapun faktor eksternalnya

terdiri dari informasi, sosial budaya dan lingkungan. Seseorang mempunyai

pengetahuan tentang suatu hal tidak hanya melalui jenjang pendidikan saja,

tetapi didukung oleh terpapar informasi dari media massa yang ada seperti

televisi, radio, koran, majalah, dan sebagainya. Selain itu, motivasi juga

mempengaruhi seseorang untuk berusaha ingin tahu terhadap sesuatu.

Semakin tinggi rasa ingin tahu semakin tinggi pula motivasi untuk mencari

informasi tentang hal tersebut.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lusi, Utami dan Nauli (2015)

tantang hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat tentang

penyakit filariasis dengan tindakan masyarakat dalam pencegahan filariasis

menyimpulkan bahwa tingkat pengetahuan sebagian besar responden yaitu

mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi berjumlah 55 responden (55%)

dan responden paling sedikit dengan tingkat pengetahuan rendah berjumlah

17 responden (17%).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Veridiana, Chadijah dan Ningsi

(2015) tentang pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap filariasis


57

di Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat menyimpulkan bahwa

pengetahuan masyarakat tentang filariasis di Mamuju Utara masih sangat

rendah. Hasil wawancara menunjukkan bahwa semua responden tidak

mengetahui penyebab filariasis. Hampir semua (98%) tidak mengetahui

bahwa nyamuk merupakan penular filariasis.

Berdasarkan penelitian di atas, penulis berpendapat bahwa pengetahuan

masyarakat Desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh

Besar terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis berada dalam kategori

cukup dikarenakan masyarakat sebelumnya sudah terpapar informasi dari

pihak puskesmas mengenai penyakit filariasis.

b. Sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa

Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar

Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan pada tabel 5.3 diketahui

bahwa sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis di

Desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar berada

pada kategori cukup sebanyak 55 responden (58,5%).

Menurut Notoatmodjo (2010, p. 45), terbentuknya sikap dimulai dari

domain kognitif dalam arti subjek atau individu mengetahui terlebih dahulu

terhadap stimulus berupa materi atau objek diluarnya, yang menimbulkan

pengetahuan baru pada individu sehingga terbentuk respon batin yang

tampak dalam sikap individu terhadap objek yang diketahuinya tersebut.

Pembentukan sikap dipengaruhi beberapa faktor, yaitu pengalaman pribadi,


58

kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau

lembaga pendidikan dan lembaga agama, faktor emosi dalam diri individu

(Azwar, 2011, p.57).

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan

Pangemanan, Lana, dan Pramono (2014) tentang gambaran pengetahuan,

sikap dan perilaku masyarakat di RW 1 Desa Nanjung Kecamatan

Margaasih Kabupaten Bandung Jawa Barat tetang filariasis tahun 2014

menyimpulkan bahwa 247 responden (100%) memiliki sikap baik.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lusi, Utami dan Nauli (2015)

tentang hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat tentang

penyakit filariasis dengan tindakan masyarakat dalam pencegahan filariasis

menyimpulkan bahwa sebagian besar responden yaitu 56 responden (56%)

memiliki sikap yang positif.

Berdasarkan uraian di atas, penulis menganalisa bahwa salah satu faktor

yang mempengaruhi sikap masyarakat adalah pengalaman pribadi

masyarakat yang megeluh sakit kepala setelah mengkonsumsi obat anti

filariasis. Sehingga masyarakat yang lain pun takut untuk mengkonsumsi

obat yang dibagikan oleh pihak puskesmas.

c. Perilaku masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa

Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar

Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan pada tabel 5.4 diketahui

bahwa perilaku masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis di


59

Desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar berada

pada kategori kurang sebanyak 90 responden (95,7%).

Perilaku merupakan perwujudan dari sikap, namun untuk mewujudkan

sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata tetap diperlukan faktor pendukung

atau kondisi yang memungkinkan, seperti fasilitas atau sarana kesehatan

seperti puskesmas, obat-obatan dan faktor dukungan (support) (Notoatmodjo,

2003, p.70). Menurut teori Lewin dalam Notoatmodjo (2010, p.57), seseorang

berupaya untuk mengobati dan mencegah penyakit, ia harus merasakan bahwa

ia rentan terhadap penyakit tersebut (susceptible) yang berarti bahwa suatu

upaya pencegahan terhadap suatu penyakit akan timbul jika seseorang merasa

rentan terhadap penyakit tersebut.

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan

Pangemanan, Lana, dan Pramono (2014) tentang gambaran pengetahuan,

sikap dan perilaku masyarakat di RW 1 Desa Nanjung Kecamatan Margaasih

Kabupaten Bandung Jawa Barat tetang filariasis tahun 2014 menyimpulkan

bahwa 246 responden (99,6%) memiliki perilaku baik, sedangkan 1

responden (0,4%) memiliki perilaku kurang.

Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh

Purnomo, Supriyo dan Hidayati (2014) tentang pengaruh faktor pengetahuan

dan petugas kesehatan terhadap konsumsi obat kaki gajah (filariasis) di

Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan menyimpulkan


60

bahwa 61,7% responden meminum obat dan yang tidak minum obat

pencegah kaki gajah masih tergolong besar yaitu 38,3%.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, penulis berpendapat bahwa

perilaku masyarakat Desa Blang Krueg Kecamatan Baitussalam Kabupaten

Aceh Besar berada pada Kategori kurang karena masyarakat tidak

menerapkan hasil paparan informasi yang telah diberikan oleh pihak

puskesmas untuk mengkonsumsi obat anti filariasis.


BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, secara

umum dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengetahuan masyarakat desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam

Kabupaten Aceh Besar adalah cukup dengan persentase (39,4%)

2. Sikap masyarakat desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten

Aceh Besar adalah cukup dengan persentase (58,5%)

3. Perilaku masyarakat desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten

Aceh Besar adalah kurang dengan persentase (95,7%)

B. Saran

Terkait dengan penelitian ini, maka peneliti merekomendasikan beberapa hal

sebagai berikut:

1. Bagi masyarakat Desa Blang Krueng diharapkan dapat bekerja sama dengan

baik untuk mencegah penyakit filariasis dengan meminum obat pencegah

kaki gajah yang diberikan, melaporkan segera ke puskesmas atau ke petugas

kesehatan jika ada masyarakat yang mengalami tanda dan gejala filariasis,

serta tetap menjaga lingkungan sekitar dengan cara bergotong royong.

2. Bagi peneliti selanjutnya disarankan agar dapat melakukan penelitian lebih

lanjut tentang upaya pencegahan penyakit filariasis dengan metode penelitian

yang berbeda, seperti mencari perbandingan, hubungan, dan observasi.

61
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik, Ed revisi VI.


Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Azwar. (2011). Sikap manusia, teori dan pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka
Belajar
Budiharto. (2008). Metodologi penelitian ksehatan dengan contoh bidang ilmu
kesehatan gigi. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Epidemiologi Filariasis. Jakarta:
Ditjen PP & PL
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Kategori Umur. Available from
URL:
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/in
fodatin-anak.pdf. Diakses pada tanggal 7 November 2015
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Mengenal Filariasis (Penyakit
Kaki Gajah). Jakarta: Ditjen PP & PL
Dinas Kesehatan Lumanjang. (2014). Hospes dan Faktor Utama Penyakit Kaki
Gajah (Filariasis). Available from URL:
http://dinkeslumanjang.or.id/epidemiologi-filariasis. Diakses pada tanggal 16
Desember 2015
Garjito, T.A., Jastal, Rosmini., dkk. (2013). Filariasis dan Beberapa Faktor yang
Berhubungan dengan Penularannya di Desa Pangku-Tolole, Kecamatan
Ampibabo, Kabupaten Parigi-Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah: Sulawesi
Tengah.
Hendrie, C. (2009). Prevalensi IgG4 dengan Brugia Rapid pada Anak Sekolah Dasar
setelah 5 tahun Program Eliminasi di Daerah Brugia timori, Pulau Alor,
Nusa Tenggara Timur. Jakarta: FK UI
Irianti. (2013). Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Kejadian Mikrofilaria Positif
dan Filariasis di Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Asahan
Tahun 2013 : Program Studi S2 lmu Kesehatan Masyarakat USU
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Pusat Data dan Informasi.
Filariasis di Indonesia. In: Buletin Jendela Epidemiologi.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Menkes Canangkan Kampanye
Nasional Bulan Eliminasi Penyakit Kaki Gajah : Cibinong. Available from
URL: http://www.depkes.go.id/article/view/15100600001/menkes-
canangkan-kampanye-nasional-bulan-eliminasi-penyakit-kaki-gajah.html.
Diakses pada tanggal 12 Desember 2015
Koentjaraningrat. (2009). Pengantar ilmu antropologi. Jakarta: Rineka Cipta
Kusumawardani, D. (2009). Gambaran Faktor-faktor Predisposisi dan Praktik
Minum Obat pada Pengobatan Massal Filariasis di 7 RW Kelurahan
Baktijaya Depok tahun 2009: FKM UI
Lusi, I., Utami. G.T., & Nauli. F.A. (2015). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan
dan Sikap Masyarakat Tentang Penyakit Filariasis Dengan Tindakan
Masyarakat Dalam Pencegahan Filariasis. Program Strudi Ilmu
Keperawatan: Universitas Riau
Masrizal. (2013). Penyakit Filariasis. Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2012-
Maret 2013, Vol. 7, No. 1
Mubarak. (2007). Promosi kesehatan sebuah metode pengantar proses belajar
mengajar dalam pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Nasrin. (2008). Faktor-Faktor Lingkungan Dan Perilaku Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Filariasis Di Kabupaten Bangka Barat. Universitas Diponegoro
Semarang
Natadisastra, D. (2009). Parasitologi kedokteran: Ditinjau dari organ tubuh yang
diserang. Jakarta: EGC
Notoatmodjo, S. (2003). Ilmu kesehatan masyarakat. Bab V, pendidikan dan prilaku.
Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo, S. (2010). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperatawan:
pedoman skripsi, tesis, dan instrumen penelitian keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika. Penerbit PT Rineka Cipta.
Pangemanan, D., Lana. W.B., Pramono, A, (2014). Gambaran Pengetahuan, Sikap
dan Perilaku Masyarakat di RW 1 Desa Nanjung Kecamatan Margaasih
Kabupaten Bandung Jawa Barat Tentang Filariasis Tahun 2014. Bandung:
Jl. Prof.Drg Suria Sumantri MPH no.65
Pieter, H.Z. & Lubis, N.L. (2010). Pengantar psikologi dalam keperawatan. Jakarta:
Kencana Lubis
Pramono, M.S., Maryani, H., & Wulandari, S.P. (2013). Analisi kasus Penyakit
Filariasis di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan Pendekatan
Metode Zero Inflatedpossion (ZIP) Regression. Surabaya: Institut Teknologi
Surabaya
Purnomo, I, Supriyo., & Hidayati, S. (2014). Pengaruh Faktor Pengetahuan dan
Petugas Kesehatan Terhadap Konsumsi Obat Kaki Gajah (Filariasis) di
Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan: Pekalongan
University
Purwantyastuti. (2010). Pemberian Obat Massal Pencegah (POMP) Filariasis. In:
Buletin Jendela Epidemiologi.
Santoso.,Yenni, A., & Mayasari, R. (2012). Faktor Risiko Kejadian Filariasis Pada
Masyarakat di Indonesia. Sumatera Selatan
Supali, T. (2010). Keberhasilan Program Eliminasi Filariasis di Kabupaten Alor,
Nusa Tenggara Timur. In: Buletin Jendela Epidemiologi
Veridiana, N,N., Chadijah. S., & Ningsi. (2015). Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Masyarakat Terhadap Filariasis di Kabupatenn Mamuju Utara, Sulawesi
Barat. Balai Litbang P2B2 Donggala Indonesia
Wahyuni, D. (2010). Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga dan Persepsi Tentang
P:rogram Pemberantasan Filariasis Terhadap Perilaku Pencegahan
Filariasis di Desa Sigara-gara Kecamatan Patumbak: FKM USU
Wawan, A., Dewi, M. (2010). Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan
Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika
Widoyono. (2011). Penyakit Tropis Edisi Kedua: Erlangga
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Pribadi:
1. Nama : Julia Novita Astri
2. Tempat/tanggal lahir : Banda Aceh, 24 Juli 1994
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Status : Anak ke-1(pertama) dari 3 (tiga) bersaudara
5. Agama : Islam
6. Pekerjaan : Mahasiswi
7. No. Hp : 085360137799
8. Email : uya24juli@yahoo.com

B. Identitas Orang tua:


1. Ayah
a. Nama : Bukhari
b. Pekerjaan : PNS
2. Ibu
a. Nama : Sinarwati
b. Pekerjaan : PNS

C. Riwayat Pendidikan:
1. SD : MIN Kota Jantho Tahun : 2006
2. SMP : SMPN 1 Kota Jantho Tahun : 2009
3. SMA : SMAN 5 Banda Aceh Tahun : 2012
4. Perguruan Tinggi : Fak. Keperawatan Unsyiah Banda Aceh 2012 - seka
LEMBARAN PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Banda Aceh, 30 Juni 2016


Kepada Yth,
Calon Responden Penelitian
Di Tempat
Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Julia Novita Astri
Nim : 1207101020090
Alamat : Desa Lambada Peukan, Lambaroangan

Adalah mahasiswi Fakultas Keperawatan Unsyiah Banda Aceh, yang akan


mengadakan penelitian untuk menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana keperawatan. Adapun penelitian yang dimaksud berjudul
“Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat Terhadap Upaya
Pencegahan Penyakit Filariasis di Desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam
Kabupaten Aceh Besar”
Untuk maksud tersebut saya memerlukan data/informasi yang nyata dan
akurat dari saudara melalui pembagian kuesioner yang akan saya lakukan. Saudara
berhak untuk berpartisipasi atau tidak. Bila saudara setuju terlibat dalam penelitian
ini, mohon menandatangani menjadi responden pada lembar yang telah disediakan
dan mohon menjawab pertanyaan dengan sejujur-jujurnya. Penelitian ini tidak
menimbulkan kerugian pada saudara dan kerahasiaan informasi yang diberikan akan
dijaga dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian.

Atas kesediaan dan partisipasi saudara sangat saya harapkan dan atas
perhatian dan bantuannya saya ucapkan terima kasih.

Banda Aceh, 30 Juni 2016


Hormat Saya,

Julia Novita Astri


NIM.1207101020090
LEMBARAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa bersedia untuk

berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswi Fakultas Keperawatan

Unsyiah Banda Aceh yang bernama Julia Novita Astri, NIM 1207101020090, yang

berjudul “Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat Terhadap

Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis di Desa Blang Krueng Kecamatan

Baitussalam Kabupaten Aceh Besar”.

Saya mengetahui informasi yang saya berikan ini sangat besar manfaatnya

bagi peningkatan dan pengembangan bidang keperawatan di masa yang akan datang.

Saya menyadari dan mengerti bahwa penelitian ini tidak membawa dampak apapun

bagi diri saya sehingga saya dengan sukarela dan tanpa rasa terpaksa bersedia

membantu penelitian ini.

Demikian persetujuan ini saya buat dengan sejujur-jujurnya tanpa paksaan

dari pihak manapun dan agar dapat dipergunakan seperlunya.

Banda Aceh, Juni 2016

Responden

( )
KUESIONER PENELITIAN GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN
PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN
FILARIASIS DI DESA BLANG KRUENG
KECAMATAN BAITUSSALAM
KABUPATEN ACEH BESAR

No.Responden: (diisi oleh peneliti)

A. Data Demografi
1. Jenis Kelamin :
2. Umur :
3. Pendidikan :
4. Pekerjaan :( ) PNS ( ) Swasta
( ) Petani ( ) IRT
( ) TNI/POLRI ( ) Lain-lain
( ) Nelayan ……….

B. Pengetahuan

Petunjuk : Berikan tanda checklist (√) pada kotak di samping pernyataan


yang anda pilih. B = Benar
S = Salah

No Pernyataan B S
1 Nama lain dari kaki gajah adalah filariasis
2 Kaki gajah merupakan penyakit yang tidak
menular
3 Kaki gajah merupakan penyakit kronik menahun
4 Kaki gajah menular melalui gigitan nyamuk
5 Yang menjadi sumber penular kaki gajah adalah
cacing filaria
6 Penyakit kaki gajah ditularkan oleh nyamuk
7 Lingkungan yang buruk seperti rawa-rawa rentan
untuk terkena penyakit kaki gajah
8 Cacing filaria hidup di saluran getah bening
9 Wuchereria bancrofti merupakan salah satu jenis
cacing filaria
10 Cacing filaria – nyamuk – manusia, merupakan
cara penularan penyakit filariasis
11 Infeksi dari cacing filaria juga dapat menyebabkan
pembengkakan
12 Gejala yang ditimbulkan dari penyakit kaki gajah
adalah demam, sakit kepala dan lemah
13 Tindakan pencegahan penyakit kaki gajah dapat
dilakukan dengan cara minum obat anti kaki gajah
14 Anak-anak berusia kurang dari 2 tahun tidak
dianjurkan mengkonsumsi obat pencegah kaki
gajah
15 Obat pencegah kaki gajah diminum pada malam
hari sebelum tidur
16 Obat pencegah kaki gajah terdiri kombinasi dari
Diethyl carbamazine citrate (DEC) dan
Albendazole
17 Obat pencegah kaki gajah diminum berdasarkan
berat badan dan usia
18 Selain mengkonsumsi obat pencegah kaki gajah,
upaya yang bisa dilakukan adalah memberantas
tempat berkembangbiak nyamuk filaria
19 Tidur memakai kelambu termasuk ke dalam upaya
pencegahan penyakit kaki gajah

C. Sikap

Petunjuk : Berikan tanda checklist (√) pada kotak di samping pernyataan


yang anda pilih. S = Setuju
R = Ragu-ragu
TS = Tidak Setuju

No Pernyataan S R TS
1 Saya merasa senang diberikan obat pencegahan
kaki gajah
2 Saya tidak takut mengkonsumsi obat pencegah
kaki gajah
3 Saya takut bertambah berat badan jika saya
minum obat pencegah kaki gajah
4 Saya tidak takut merasa mual, sakit ginjal kalau
saya minum obat pencegah kaki gajah
5 Saya segera melaporkan ke petugas kesehatan
jika ada efek samping setelah minum obat
pencegah kaki gajah
D. Perilaku
Petunjuk : Berikan tanda checklist (√) pada kotak di samping pernyataan
yang anda pilih. Y = Ya
T = Tidak

No Pernyataan Y T
1 Saya turut hadir dalam penyuluhan dan pembagian
obat pencegahan kaki gajah
2 Saya tidak minum obat pencegahan kaki gajah karena
takut sakit
3 Saya menjaga lingkungan sekitar agar terhindar dari
nyamuk penular penyakit kaki gajah
4 Saya menggunakan lotion anti gigitan nyamuk untuk
mencegah gigitan nyamuk
5 Saya tidur malam hari tidak menggunakan kelambu
untuk mencegah gigitan nyamuk
Frequency Table

Je nis_Kel ami n

Cumulative
Frequency Percent Valid P ercent Percent
Valid Laki-laki 41 43,6 43,6 43,6
Perempuan 53 56,4 56,4 100,0
Total 94 100,0 100,0

Um ur

Cumulative
Frequency Percent Valid P erc ent Percent
Valid Dewas a A wal 50 53,2 53,2 53,2
Dewas a A khir 44 46,8 46,8 100,0
Total 94 100,0 100,0

Pe kerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid P erc ent Percent
Valid PNS 14 14,9 14,9 14,9
Petani 16 17,0 17,0 31,9
Swast a 14 14,9 14,9 46,8
IRT 33 35,1 35,1 81,9
Tukang 8 8,5 8,5 90,4
Pedagang 9 9,6 9,6 100,0
Total 94 100,0 100,0

Pe ndi dika n

Cumulative
Frequency Percent Valid P erc ent Percent
Valid SD 10 10,6 10,6 10,6
SMP 19 20,2 20,2 30,9
SMA 42 44,7 44,7 75,5
D3 9 9,6 9,6 85,1
S1 14 14,9 14,9 100,0
Total 94 100,0 100,0
Pengetahuan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 34 36,2 36,2 36,2
Cukup 37 39,4 39,4 75,5
Kurang 23 24,5 24,5 100,0
Total 94 100,0 100,0

Sikap

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 4 4,3 4,3 4,3
Cukup 55 58,5 58,5 62,8
Kurang 35 37,2 37,2 100,0
Total 94 100,0 100,0

Perilaku

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 2 2,1 2,1 2,1
Cukup 2 2,1 2,1 4,3
Kurang 90 95,7 95,7 100,0
Total 94 100,0 100,0

Anda mungkin juga menyukai