Anda di halaman 1dari 7

MENDAKI BERSAMA TEMAN

Cahaya matahari terik dengan perkasa bersinar di siang itu, membuat hawa kantin di
SMA Garuda terasa panas. Alea Dwi Khirania, gadis itu sedang duduk di kantin bersama
empat teman dekatnya, Ara, Haru, Esa dan Riyyan. Mereka berbincang dan bercanda sembari
menunggu pesanan seperti layaknya remaja sebaya mereka. Senyum-pun merekah melihat
pesanan yang ia tiba akhirnya tiba. Mereka mulai menyantap makanan.

“Besok kita mendaki bukit, yuk !” Ucap Esa memulai, Mereka memang diberi waktu libur
sekitar seminggu setelah ujian semester.

“Bukit di dekat pesisir itu, kah?” Tanya Ara, Esa mengangguk. Semua setuju. Tentu saja
mereka butuh liburan setelah melewati berbagai ujian sekolah yang melelahkan.

Keesokan harinya, mereka berkumpul di rumah Riyyan untuk membicarakan apa


yang akan mereka bawa dan yang akan mereka lakukan saat tiba di bukit. Alea terlihat
bersemangat dengan rencana pendakian ini, bergitu juga dengan Ara, karena ini adalah
pengalaman pertamanya dalam mendaki.

. Di perjalanan pulang, Alea merasa resah, karena ia sebenarnya belum meminta izin
orang tuanya tentang rencana mendaki Ia dan teman-temannya.

“ Nanti izin pas makan malam aja kali ya, ” gumam Alea.

Malam pun tiba, bulan terlihat bersinar terang di langit yang gelap, seolah
memamerkan keindahannya. Angin sejuk bertiup lembut. Tapi Alea tidak memedulikan hal
itu, ia hanya memikirkan kata kata yang bagus agar orang tuanya mengizinkan ia pergi
mendaki dan bermalam di bukit. Orang tua alea sangat posesif, terlebih akhir akhir ini banyak
berita mengenai anak yang hilang. Tentu saja, semua orang tua pasti khawatir dengan
keselamatan anaknya dan tidak ingin anaknya terluka. Dengan mempersiapkan diri, Alea pun
turun dan ikut makan malam dengan orang tuanya. “ Alea, sini makan udah Ibu siapin
makanan buat kamu, ” ujar Ibu Alea lembut dengan senyum hangatnya. Alea pun membalas
senyuman itu sembari menarik kursi dan mengambil makanan. Sang ayah pun tersenyum
melihat kedua wanita yang ia sayangi itu.

Makan malam saat itu berlangsung ceria. Saling bertukar cerita untuk melepas penat,
menutup hari dengan tenang dan bahagia. Ayah bercerita tentang kejadian lucu yang ia alami
di kantornya tadi siang. Ibu pun tertawa mendengarcerita sang Ayah, sementara respon Alea
hanya tertawa kecil.

“Oh iya, gimana kabar teman teman kamu? Masih temenan kayak biasa kan dengan
Riyyan, Ara, Haru, Esa?” tanya Ibu.

“Eh ehm iya bu, masih temenan kayak biasa kok”

Alea kemudian mulai merasakan detak jantungnya, grogi. “Bu, Yah, aku mau minta izin”
ucap Alea dengan sedikit gugup.

“ Mau minta izin apa sayang?” tanya Ibu lembut.

“Aku mau mendaki sama Riyyan, Ara, Haru, dan Esa nanti pas libur semester. Cuma
semalam kok, boleh kan?” pinta Alea.

“Gak ada orang dewasanya?” tanya Ayah.

Alea menjawab dengan mengeleng ragu, karena pasti orang tuanya tidak akan
mengizinkannya pergi.

” Alea, kamu tahukan akhir akhir ini banyak berita anak yang hilang bahkan
meninggal? Ayah gak mau kamu jadi salah satunya nak, Ayah sayang sama kamu, ” ujar
Ayah Alea dengan lembut dan berwibawa. Ibunya pun menatapnya lembut.

Alea tersentuh mendengarnya. Ia jadi ragu untuk pergi. Dia sayang kedua orang
tuanya, tapi disisi lain ia tidak pernah mendaki bersama teman temannya dan ia ingin
bersenang senang. Sang Ibu menatap Alea dengan tatapan kasih sayang dan senyuman,
membuat hati Alea sedikit merasa lebih tenang.

“ Oke deh gapapa kok, ” ucap Alea dengan senyum tipis. Kemudian ia melanjutkan
makan malamnya dan pamit untuk pergi tidur.

Malam itu mendung, bulan tertutup sempurna dibalik awan. Hujan gerimis turun.
Malam ini semua penduduk kota akan tertidur nyenyak sekali. Tapi keadaan berbeda dikamar
remaja bercat cerah yang terletak di lantai 2 itu. Penghuninya beranjak tidur dengan hati
gelisah.

Apa salahnya liburan, kan sebagai refreshing untuk menyegarkan pikiran dan badan.
Pikir Alea dengan memeluk boneka singa pemberian Neneknya.Hati Alea setengah tidak
setuju dengan percakapan saat makan malam tadi. Walaupun berakhir gantung, tapi siapapun
yang menjadi seperti Alea juga akhirnya mengambil kesimpulan bahwa ia tidak dibolehkan
ikut. Tapi Ale berusaha membujuk dan meyakinkan orangtuanya tetang rencana mendaki lusa
depan. Alea bergumam, besok Ia akan memberitahu teman-temannya.

Entah bagaimana, Riyyan sebagai yang tertua diantara teman-temannya, yang


dianggap sebagai ketua dari mereka. Berhasil meyakinkan kedua orangtua Alea. Riyyan
memang selalu dapat diandalkan. Bagaimanapun, Ia selalu punya cara.

Tibalah hari yang dinantikan. Perjalanan dilalui menggunakan van milik keluarga
Haru untuk menghemat waktu perjalanan. Perjalanan mereka akan panjang. Rute dimulai dari
pusat kota, lalu pergi ke arah barat laut menuju perbukitan di dekat pesisir pantai.

Seharusnya perjalananan dilalui seperti biasa, seperti beberapa jam sebelumnya.


Hingga saat maghrib mereka berhenti di tengah perjalanan untuk mengisi bahan bakar yang
untungnya dijual didepan rumah salah satu penduduk di tepi bukit. Malam itu lebih dingin
dari biasanya saat mereka di kota, mungkin karena tempat ini dipenuhi pepohonan besar yang
rindang Hanya saja para remaja itu tidak menyadarinya, mungkin karena efek dari lelahnya
perjalanan ditambah gelapnya malam.

Sebuah keluarga tinggal di rumah panggung itu, Mereka menawarkan untuk Alea dan
teman-temannya menginap semalaman. Karena capek, mereka memutuskan untuk mengikuti
tawaran Keluarga itu.

Di dalam ternyata hangat, dengan perapian di salah satu sisi ruangan besar, sepertinya
ruang keluarga. Di dekat pintu masuk, terletak kursi goyang dengan seorang wanita yang
terlihat sangat tua bersandar di situ, sepertinya ia tertidur. Terdapat seorang Bapak, Anak
remaja - yang sepertinya seumuran dengan mereka, dan seorang lagi yang sedikit lebih tua
dari bapak yang tadi, tampang mereka tidak terlihat bersahabat. Juga seorang Ibu yang
melihat mereka dengan kasihan dan menawarkan mereka untuk menginap. Tetapi, tampang
Ibu ini berbeda dari anggota keluarga yang lain, Ia lebih ramah dan hangat, terlihat pula
wajah keibuannya - terlihat dari gurat wajahnya.

Alea merasa dirinya gelisah, tanpa tahu sebabnya. Hatinya merasa cemas. Dengan
perasaan was-was ia memandang sekeliling halaman rumah panggung, Ia merasa ada yang
memperhatikannya. Dengan cepat Ia menarik boneka singa kesayangannya ke pelukannya.
“Kalian semua kelihatan lelah, diluar dingin. Kalian sebaiknya memulihkan stamina
kalian kalau tidak mau terjadi hal yang tidak diinginkan besok. Nah, sekarang minumlah air
madu ini.” Alea dan teman-temannya menuruti perkataan Ibu itu, Ia benar, mereka lelah,
bahkan Esa dan Riyyan yang paling bersemangat diantara mereka ikut merasa lelah setelah 5
jam lebih perjalanan.

Setelah minum dan makan, Alea dan Ara ditunjukkan kamar dimana mereka tidur,
Sementara teman mereka yang lain bersama dengan anak remaja keluarga itu.

Pagi menyingsing hari. Sinar matahari lembut membelai wajah para remaja yang
sedang pulas terdidur melalui sela sela papan kayu yang menjadi dinding rumah panggung
itu.Setelah tersadar, barulah mereka menyadari bahwa rumah itu dibuat tanpa jendela.

Riyyan yang bangun pertama kali segera membangunkan para temannya yang lain,
mengingatkan kalau akan segera berangkat mendaki. Saat semuanya bangun, kondisi rumah
itu sepi, bahkan anak remaja yang tidur bersama Haru,Riyyan, dan Esa juga tidak kelihatan,
begitupun wanita tua yang mereka lihat semalam.

“ Sepertinya mereka pergi berburu atau berkebun.” Ujar Ara. Setelah mereka semua
selesai mandi dan membereskan barang-barang milik mereka.

“ Kita harus meninggalkan surat untuk mereka.” Ucapnya kemudian. Mereka semua
setuju. Mereka berpikir untuk membiarkan van mereka di halaman rumah itu dan
memutuskan untuk berjalan menuju bukit dengan berjalan, karena bukit yang akan mereka
daki tidak jauh dari rumah panggung.

Pemandangan alam disana sangat indah, hamparan lembah hijau seperti permadani
terlihat sejauh mata memandang, terlihat dari tempat mereka, puncak bukit terselimuti kabut.
Membuat mereka berdecak kagum, tidak sia-sia mereka datang. Mereka melanjutkan
perjalanan sembari bercakap-cakap.

“Tadi Anak itu aneh banget gak sih?” Ucap Esa. Haru dan Riyyan mengangguk.

“Emang keluarga itu kelihatan aneh sejak awal kita datang, kan?” Lanjut Alea.

“Dia tuh kayak ngeliatin kita terus, sampe kita tidur. Serem.” Timpal Esa. Haru
mengangguk.
Matahari meninggi, tetapi hawanya sejuk, mungkin lebih ke dingin. Pertanda musim
dingin akan segera datang. Semakin lama suhu cuaca semakin dingin. Akhirnya, mereka
memutuskan untuk membuat kemah.

“Dingin banget…”

“Kita bisa buat api unggun disini. Untuk menghangatkan badan.”

Mereka Haru dan Alea-yang diam terus dari tadi bersama-sama mencari kayu bakar di
dekat kemah mereka. Ketika api dinyalakan, sayangnya selalu padam. Mereka mencoba
menyalakan api unggun berkali-kali hingga hari semakin sore, dan membuat mereka
kedinginan.

“Kita lupa memperhatikan musim, ya.”

“Memang sepertinya musim dingin tahun ini lebih cepat dari perkiraan.”

Mereka menyadari wajah Alea semakin pucat, mungkin karena cuaca dingin. Ara
memutuskan untuk mengambil perbekalan yang mereka bawa. Mereka semua makan dengan
lahap. Mereka putar otak supaya bisa tetap hangat, karena kalau mereka kedinginan dan
kelelahan hingga terlelap, hyporthemia akan menyerang dan membunuh mereka semua.

“Bagaimana kalau kita buat permainan?” Usul Esa. Semua kepala menoleh
kepadanya.

“Caranya begini : Setiap dari kita akan diam di sisi penjuru perkemahan kita.nanti pos
A akan berlari ke pos B dan menepuk pundaknya, dilanjut B berlari ke pos C dan menepuk
pundaknya, dilanjut lagi C berlari ke pos D dan menepuk pundaknya hingga yang terakhir
pos D akan berlari ke pos A dan menepuk pundaknya. Intinya, kita berlari mengelilingi
pondok itu”
“Baiklah.” Ucap Riyyan. Sisa dari mereka mengangguk. Sementara Alea hanya diam,
Ia terlihat sedikit aneh hari ini.
Permainan tersebut akhirnya dimulai. Mereka semua memainkannya hingga pagi
menjelang. Berhasil! Mereka semua bertahan di dalam kedinginan sepanjang malam hingga
keesokan hari. Hujan turun dengan deras malam itu.
Namun saat salah seorang dari mereka mebangunkan teman-temannya di hujan yang
deras itu. Wajahnya pucat pasi, keringat dingin, pupil matanya pun membesar. Ara ingat satu
hal yang mengerikan. Dalam permainan semalam, tidak mungkin mereka bermain hanya
berlima saja.

Dia lantas segera bertanya pada Haru yang ada di pos D.


“Apa kau berlari dua putaran untuk menepukku?” dan jawabannya…
“Aku tidak lari dua putaran. Aku menepuk pundakmu hanya dalam sekali berlari
saja”
Apabila kalian sadar, kalau saja A berlari ke pos B dan diam disana saat B lari ke pos
C dan C lari ke pos D. Orang yang terakhir (D) seharusnya lari dua putaran untuk meraih
kembali pundak si A kan? Mengingat pos A kosong.
Jadi kenapa si Haru mengaku hanya berlari sekali saja untuk menepuk pundak si A?
Berarti ada orang lain diantara mereka yang ikut bermain…

“Alea nggak ada!” Ucap Ara kemudian. “Dia ‘kan tidur sama aku!”
“Cari Alea nya!”

Jarak pandang mereka terbatas dikarenakan hujan yang sangat deras. Mereka
bersama-sama mencari Alea,dengan tidak berpencar. Telah lama mencari, langkah mereka
malah menuju tanjakan yang curam. Mereka semua terpelanting. Riyyan yang tidak ikut jatuh
terlihat kaget. Riyyan melihat pohon yang berbentuk aneh, menyeramkan, seakan sengaja di
buat seperti itu. Dahannya terletak di tengah, dan berbentuk belati.
“Kita sebaiknya minta bantuan. Mungkin kita bisa minta bantu dengan keluarga yang
tinggal di tepi bukit itu.” Ujar Esa menenangkan Ara yang menangis. Ia merasa bersalah.
Mereka menuruni sisi bukit. Penuh perjuangan hingga pagi. Mereka kembali ke
rumah panggung di kaki bukit. Kosong. Sepi. Tempat itu seakan bisu. Bahkan suara hewan
tidak terdengar. Hanya terdengar sayup suara angin yang berhembus. Apa yang akan mereka
lakukan? Mereka memutuskan mencari keluarga itu. Karena hanya mereka yang tinggal
setelah jarak ratusan kilometer di belakang.
Krsss,krsss
Terdengar suara seperti ada yag mengais sesuatu. Terdengar pula suara seperti ada
yang mengoyakkan dan mematahkan sesuatu. Suara yang sangat ganjil untuk keadaan tempat
yang indah. Suaranya seperti tak jauh dari rumah itu.
Sampailah mereka di sebuah gubuk, setelah mengikuti asal suara yang ganjil itu. Haru
mengintip melalui celah dinding.Seorang nenek melahap potongan daging yang masih
bersimbah darah di hadapannya. Nafas Haru tercekat. Ia menutup mulutnya, mual. Apa itu
yang tadi?
Seseorang membuka pintu, mengatakan pada orang yang didalam bahwa ia
menggantung tubuh gadis itu di pohon yang dahannya berbentuk pisau dibukit. Nenek tadi
menjawab dengan bahasa yang aneh, terdengar seperti menggeram, dan berbisik, lalu ia
tertawa.
Mendengar itu, Haru dengan pelan-pelan sekali, melangkah menuju teman-temannya.
Memberitahu yang ia alami barusan.
Mereka berjalan pelan sehingga agak jauh dari gubuk itu, mereka berlari ke tempat
yang diberitahu Riyyan. Ara berlari dengan menangis. Bukan karena kakinya yang sakit, Ia
menangis karena dirinya sendiri.

Hujan turun kembali. Mendinginkan hati para remaja yang bersahabat itu.

Teriakan tertahan, Nafas tercekat, Pupil mata membesar, Wajah terperangah melihat
apa yang dihadapannya. Ara dan Riyyan muntah. Ini, nyata? Tubuh Alea tertusuk di dahan
pohon yang berbentuk pisau belati. Darah masih menetes darinya. Bau busuk menyeruak.
Belatung keluar dari lengan dan wajahnya, menembus kulit Alea.Wajahnya menunjukkan
ketakutan Kedua matanya hitam, seperti tanpa retina putih.. Boneka singa kesayangannya
tergenggam di tangannya. Boneka itu terjatuh dengan dramatis, membuat kawanan lalat
menghindar, membuat Riyyan, Haru, Esa, dan Ara terperanjat kaget.

Mereka menurunkan tubuh Alea, membawanya jauh dari keluarga kanibal itu.
Menutup mayatnya dengan ranting pohon. Mereka segera pergi dengan van menuju kota.
Hati berdegup kencang. Mereka menyalahkan diri mereka sendiri.

Mereka mencoba menjelaskan kepada orang tua Alea dengan wajah menyesal, lagi-
lagi jantung mereka seakan ingin keluar, memutuskan nyawa mereka dan pergi bersama Alea.
Mereka datang dengan memberikan boneka singa kesayangan Alea yang terkena darah
pemiliknya. Orang tua Alea kecewa, menangis, mereka menyalahkan Riyyan, seharusnya
mereka tidak pernah membiarkan Alea pergi mendaki. Tetapi waktu tidak bisa di ubah,
Nyawa Alea tidak bsa kembali, Putri kesayangan mereka tidak akan bisa kembali.

Tim SAR dan Polisi mencari keluarga yang tinggal di kaki bukit itu, tetapi tidak ada
rumah satupun, tempat Haru dan teman-temannya menginap terlihat telah di hancurkan.
Keluarga kanibal yang mereka lihat tidak pernah ditemukan dan tidak ada seorangpun yang
melihat keluarga itu lagi. Mereka seperti hilang ditelan bumi.

Lalu siapa yang akan mereka salahkan?

Anda mungkin juga menyukai