Anda di halaman 1dari 9

1.

PPOM (Penyakit Paru Obstruksi Menahun)

PPOM didefinisikan sebagai sekelompok penyakit paru. Yang ditandai oleh


perlambatan aliran udara yang bersifat menetap pada waktu ekspirasi paksa. Penyebab
paling sering adalah Bronkitis Kronik dan Emfisema Paru. Tetapi dapat pula
disebabkan penyakit-penyakit lain seperti bronkiektasi, asma kronik, dan tuberculosis
paru lanjut. Bronkitis kronik merupakan kelainan saluran napas yang ditandai oleh
batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua
tahun berturut – turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Sedangkan emfisema adalah
suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal
bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang


dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis dan perubahan-
perubahan patologi pada paru, dimana hambatan aliran udara saluran nafas bersifat
progresif dan tidak sepenuhnya reversibel dan berhubungan dengan respon inflamasi
yang abnormal dari paruparu terhadap gas atau partikel yang berbahaya. (Hariman,
2010)

2. EPIDEMIOLOGI

Survei th 2001: Di US, kira-kira 12.1 jt pasien menderita PPOM, 9 juta


menderita bronkitis kronis, dan sisanya menderita emphysema, atau kombinasi
keduanya.
The Asia Pacific CPOD Roundtable Group memperkirakan, jumlah penderita
PPOK sedang hingga berat di negara-negara Asia Pasifik mencapai 56, 6 juta
penderita dengan angka prevalensi 6,3 persen (Kompas, 2006).
Angka prevalensi bagi masing-masing negara berkisar 3,5-6,7%,
antara lain China dengan angka kasus mencapai 38,160 juta jiwa, Jepang (5,014 juta
orang), dan Vietnam (2,068 penderita).
Sementara itu, di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta penderita dengan
prevalensi 5,6 persen. Kejadian meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok
(90% penderita COPD adalah smoker atau ex-smoker).

3. ETIOLOGI

Ada tiga faktor yang mempengaruhi timbulnya COPD yaitu rokok, infeksi
dan polusi, selain itu pula berhubungan dengan faktor keturunan, alergi, umur
serta predisposisi genetik, tetapi belum diketahui dengan jelas apakah faktor-
faktor tersebut berperan atau tidak.

1. Rokok Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control,
rokok adalah penyebab utama timbulnya COPD. Secara fisiologis rokok
berhubungan langsung dengan hiperflasia kelenjar mukosa bronkus dan
metaplasia skuamulus epitel saluran pernapasan. Juga dapat menyebabkan
bronkokonstriksi akut. Menurut Crofton & Doouglas merokok menimbulkan pula
inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofag alveolar dan surfaktan.
2. InfeksiInfeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita bronchitis
kronis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta menyebabkan
kerusakan paru bertambah. Ekserbasi bronchitis kronis diperkirakan paling sering
diawali dengan infeksi virus, yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh
bakteri
3. PolusiPolusi zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan brokhitis adalah zat
pereduksi seperti CO2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon, aldehid
dan ozon. (Ilmu penyakit dalam, 1996:755).

4. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis yang biasa ditemukan pada penderita PPOM adalah sebagai berikut.

a. Batuk kronik
Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan dalam 2 tahun
terakhir yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan. Batuk dapat
terjadi sepanjang hari atau intermiten. Batuk kadang terjadi pada malam
hari.

b. Berdahak kronik
Hal ini disebabkan karena peningkatan produksi sputum. Kadang kadang
pasien menyatakan hanya berdahak terus menerustanpa disertai batuk.
Karakterisktik batuk dan dahak kronik ini terjadi pada pagi hari ketika
bangun tidur.

c. Sesak napas
Terutama pada saat melakukan aktivitas. Seringkali pasien sudah
mengalami adaptasi dengan sesak nafas yang bersifat progressif lambat
sehingga sesak ini tidak dikeluhkan. Anamnesis harus dilakukan dengan
teliti, gunakan ukuran sesak napas sesuai skala sesak.

Skala Sesak Skala Sesak Keluhan Sesak Berkaitan dengan Aktivitas


Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas
0
berat
Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau
1
naik tangga 1 tingkat
2 Berjalan lebih lambat karena merasa sesak
Sesak timbul bila berjalan 100 m atau
3
setelah beberapa menit
4 Sesak bila mandi atau berpakaian
5. KLASIFIKASI

Klasifikasi PPOM dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:

1. Asma bronkial Asma diidentifikasikan sebagai penyakit obstruksi jalan


napas. Penyakit yang menyerang cabang-cabang halus bronkus yang sudah
tidak memiliki kerangka cincin-cincin tulang rawan. Sehingga terjadi
penyempitan.
2. Bronkitis kronik Bronkitis kronik adalah keadaan pengeluaran mukus secara
berlebihan ke batang bronchial secara kronik atau berulang dengan disertai
batuk, yang terjadi hampir setiap hari selama sekurangnya tiga bulan dalam 1
tahun selama 2 tahun berturut turut.
3. Emfisema kelainan paru-paru yang ditandai dengan pembesaran jalan nafas
yang sifatnya permanen mulai dari terminal bronchial sampai bagian distal
(alveoli :saluran, kantong udara dan dinding alveoli).

smoker atau ex-smoker)


6. PATOFISIOLOGI PPOM

Inhalasi asap rokok atau gas berbahaya lainnya mengaktifkan makrofag dan
sel epitel untuk melepaskan faktor kemotoktik yang merekrut lebih banyak makrofag
dan neutrofil. Kemudian, makrofag dan neutrofil ini melepaskan protease yang
merusak ekemen struktur pada paru-paru. Protease sebenarnya dapat diatasi dengan
antiprotease endogen namun tidak berimbangnya antiprotease terhadap dominasi
aktivitas protease yang pada akhirnya akan menjadi predisposisi terhadap
perkembangan PPOM. Pembentukan spesies oksigen yang sangat reaktif seperti
superoxide, radikal bebas hydroxyl hydrogen peroxide telah diidentifikasi sebagai
faktor yang berkontribusi terhadap patogenesis karena substansi ini dapat
meningkatkan penghancuran antiprotease.

Inflamasi kronik mengakibatkan metaplasia pada dinding epitel bronkial,


hipersekresi mukosa, peningkatan masa otot halus, dan fibrosis. Terdapat pula
disfungsi silier pada epitel, menyebabkan terganggunya klirens produksi mukus yang
berlebihan . Secara klinis, proses inilah yang bermanifestasi sebagai bronkitis kronis,
ditandai oleh batuk produktif kronis. Pada parenkim paru, penghancuran elemen
struktural yang dimediasi protease menyebabkan emfisema. Kerusakan sekat alveolar
menyebabkan berkurangnya elastisitas recoil pada paru dan kegagalan dinamika
saluran udara akibat rusaknya sokongan pada saluran udara kecil non- kartilago.
Keseluruhan proses ini mengakibatkan obstruksi paten pada saluran nafas dan
timbulnya gejala patofisiologis lainnya yang karakteristik untuk PPOM

Obstruksi saluran udara menghasilkan alveoli yang tidak terventilasi aatu


kurang terventilasi; perfusi berkelanjutan pada alveoli ini akan menyebabkan
hypoksemia (PaO2 rendah) oleh ketidakcocokan antara ventilasi dan aliran darah
(V∕Q tidak sesuai ). Ventilasi dari alveoli yang tidak berperfusi atau kurang berpefusi
meningkatkan ruang buntu (Vd), menyebabkan pembuangan CO2 yang tidak efisien.
Hiperventilasi biasanya akan terjadi untuk mengkompensasi keadaan in, yang
kemudian akan meningkatkan kerja yang dibutuhkan untuk mengatasi resistensi
saluran nafas yang telah meningkat, pada akhirnya proses ini gagal, dan terjadilah
retensi CO2 (hiperkapnia) pada beberapa pasien dengan PPOM berat.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan rutin

1) Faal paru

 Spirometri (VEP 1, VEP 1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)


o Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80%
VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %. VEP1 merupakan parameter yang
paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau
perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak
mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat
dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi
dan sore, tidak lebih dari 20%
 Uji bronkodilator
o Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8
hisapan, 15 – 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau
APE, perubahan VEP1 atau APE <20% nilai awal dan < 200 ml.
Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

 Darah rutin Misalnya pemeriksaan Hb, Ht, dan leukosit

 Radiologi Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan


penyakit paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran : Hiperinflasi,
Hiperlusen, Ruang retrosternal melebar, Diafragma mendatar, Jantung
menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance). Pada
bronkitis kronik : Normal, corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 %
kasus

Pemeriksaan khusus (tidak rutin)

1) Faal paru

 Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru


Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat
 DLCO menurun pada emfisema
 Raw meningkat pada bronkitis kronik
 Sgaw meningkat
 Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %

2) Uji latih kardiopulmoner


 Sepeda statis (ergocycle)
 Jentera (treadmill)

3) Uji provokasi bronkus

 Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK


terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan

4) Uji coba kortikosteroid

 Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral


(prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 – 50 mg per hari selama
2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal
250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah
pemberian kortikosteroid

5) Analisis gas darah

 Terutama untuk menilai: Gagal napas kronik stabil, Gagal napas akut pada
gagal napas kronik

6) Radiologi

 CT – Scan resolusi tinggi


o Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema
atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos
 Scan ventilasi perfusi
o Mengetahui fungsi respirasi paru

8. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada PPOM dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi
non-farmakologis dan terapi farmakologis. Tujuan terapi tersebut adalah mengurangi
gejala, mencegah progresivitas penyakit, mencegah dan mengatasi ekserbasasi dan
komplikasi, menaikkan keadaan fisik dan psikologis pasien, meningkatkan kualitas
hidup dan mengurangi angka kematian.
Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan cara menghentikan kebiasaan
merokok, meningkatkan toleransi paru dengan olahraga dan latihan pernapasan serta
memperbaiki nutrisi. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangkan
panjang pada PPOM stabil. Edukasi pada PPOM berbeda dengan edukasi pada asma.
Karena PPOM adalah penyakit kronik yang bersifat irreversible dan progresif, inti
dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan
perburukan penyakit.
Pada terapi farmakologis, obat-obatan yang paling sering digunakan dan
merupakan pilihan utama adalah bronchodilator. Penggunaan obat lain seperti
kortikoteroid, antibiotic dan antiinflamasi diberikan pada beberapa kondisi tertentu.
Bronkodilator diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator
dan disesuaikan denganklasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat
berefek panjang (long acting).

Macam-macam bronkodilator :

a. Golongan antikolinergik.
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali
perhari).

b. Golongan β– 2 agonis.
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnyaeksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakanbentuk tablet yang berefek panjang.
Bentuk nebuliser dapatdigunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut,
tidak dianjurkanuntuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi
subkutanatau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.

c. Kombinasi antikolinergik danβ– 2 agonis.


Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang
berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebihsederhana
dan mempermudah penderita.

d. Golongan xantin.
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka
panjang, terutama pada derajat sedang dan berat.Bentuk tablet biasa
atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas),bentuk suntikan bolus
atau drip untuk mengatasi eksaserbasiakut. Penggunaan jangka panjang
diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
ASKEP PPOM

1. PENGKAJIAN

• Batuk

• Sesak napas

• Mengi atau wheeze

• Ekspirasi yang memanjang

• Penggunaan otot bantu pernapasan

• Suara napas melemah

2. DIAGNOSA

 Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi


 Gangguan pertukaran gas b.d ventilasi perfusi
 Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya mukus

3. INTERVENSI

Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi

1.Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

2. Lakukan fisioterapi dada jika perlu

3. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

4.Atur intake cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan.

5. Monitor respirasidan status O2

6. Berikan bronkodilator bila perlu

Gangguan pertukaran gas b.d ventilasi perfusi

1. Monitor rata-rata,ritme, kedalaman,dan usaha pernapasan

2. Monitor pola nafas:bradipnea,takipnea


3. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

4. Perkusi dada anterior dan posterior dari apeks sampai bawah

5. Auskultasi suara pernafasan, catat area yang mengalami penurunan


ventilasi dan adanya suara tambahan

6. Tidur menyamping untuk mencegah aspiras

Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya mukus

1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

2. Lakukan fisioterapi dada jika perlu

3. Berikan minum hangat kepada pasien

4. Ajarkan batuk efektif

5. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

KESIMPULAN

PPOM/PPOK ( Penyakit Paru Obstruksi Menahun) adalah klasifikasi


luas dari gangguan, yang mencangkup bronkitis kronis, bronkiestasis,
emfisema, dan asma. Penyakit paru obstruktif kronis merupakan sejumlah
gangguan yang mempengaruhi pergerakan udara dari dan ke luar paru.

Diagnosa yang muncul pada PPOM di atas adalah :

• Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi

• Gangguan pertukaran gas b.d ventilasi perfusi

 Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya mukus


DAFTAR PUSTAKA

Nanda Internastional. 2015-2017. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta.


EGC

Kartika S Wijayaningsih. 2013. Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta. TIM

NIC NOC. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda
NIC NOC. Yogyakarta. Mediaaction Jogja

Anda mungkin juga menyukai