A. Hasil Penelitian
A.1. Dasar pertimbangan hakim untuk menyimpulkan ada tidaknya unsur kekerasan dalam
tindak pidana perkosaan
Tidaklah sulit bagi penyidik, penuntut umum dan hakim untuk memeriksa saksi,
tersangka/ atau terdakwa agar mau memberikan keterangan yang sebenar-benarnya. Namun,
untuk menjadikan agar barang bukti dapat membantu mengungkapkan sesuatu tindak pidana
sangatlah sulit, karena mereka tidak dibekali dengan berbagai macam ilmu dan penggetahun
yang dapat dipergunakan untuk menganalisis dan mengumpulkan secara ilmiah segala macam
barang bukti yang ditemukan dalam suatu tindak pidana.
Pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada
seorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan
bahwa suatu tindak pidana benar-benar telah terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya. Dapat diartikan bahwa untuk membuktikan seorang terdakwa bersalah atau tidak,
maka hakim harus mempunyai dua alat bukti yang sah menurut undang-undang. Selanjudnya dua
alat bukti tersebut harus didukung dengan keyakinan hakim untuk menentukan terdakwa
bersalah atau tidak.
Tindak pidana perkosaan merupakan kasus yang kasuistis, maksudnya tindak
pidana perkosaan hanya dapat dibuktikan dengan alat bukti dan barang bukti bahwa tindak
pidana tersebut telah terjadi. Dalam membuktikan telah terjadi atau belumnya tindak
pidana perkosaan sering mengalami kesulitan. Kesulitan yang dimaksud dalam hal ini yaitu tidak
terdapatnya saksi yang melihat langsung kejadian kecuali saksi korban dan terdakwa saja, serta
terdakwa tidak mau mengakui bahwa kejadian tersebut tidak ia lakukan atau terdakwa selalu
berkelik bahwa perbuatan tersebut dilakukan atas dasar suka-sama suka. Dalam hal ini hakim
akan sangat sulit untuk membuktikan dan memutus perkara tersebut.
Pembuktian mengenai unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan yaitu melakukan
perkosaan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 285 KUHP adalah:
1. Unsur barangsiapa,
2. Unsur dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya
bersetubuh dengan dia
Unsur dengan kekerasan atau ancaman kekerasan merupakan suatu perbuatan yng
dilakukan atau mempergunakan tenaga badan yang dapat membuat seorang menjadi pingsan atau
tidak berdaya, luka atau tertekan sehingga menimbulkan rasa takut yang mendalam. Untuk
membuktikan ada tidaknya unsur kekerasan dalam tindak pidana pemerkosaan, tetap
berpedoman kepada alat-alat bukti sebagaimana di atur dalam Pasal 184 KUHAP yaitu
1. Keterangan Saksi
2. Keterangan Ahli
3. Alat Bukti Surat
4. Alat Bukti Petunjuk
5. Keterangan Terdakwa
B. Pembahasan
B.1. Dasar pertimbangan hakim untuk menyimpulkan ada tidaknya unsur kekerasan dalam
tindak pidana perkosaan
Tindak pidana perkosaan diatur dalam Pasal 285 KUHP, yang menentukan barangsiapa
dengan kekerasan dan ancaman kekerasan memaksa seorang wanita yang bukan istrinya
bersetubuh dengan dia diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun. Perkosaan dapat diartikan perbuatan dengan kekerasan menundukkan seorang
wanita yang bukan istrinya untuk bersetubuh. Jadi unsur utama pada tindakan perkosaan adalah
korban bukan istri pelaku yang dipaksa untuk melakukan persetubuhan dengan pelaku, dan
karena ada penolakan dengan melakukan perlawanan maka untuk mencapai tujuannya pelaku
menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan.
Melakukan kekerasan dalam hal ini dapat diartikan perbuatan yang menggunakan tenaga
yang besar atau kuat, misalnya: memukul dengan tangan, menendang, dan sebagainya, seperti
halnya yang diatur menurut ketentuan Pasal 89 KUHP. Pengertian kekerasan yang dimaksud
dalam Pasal 285 KUHP berbeda dengan pengertian dalam Pasal 89 KUHP. Pengertian kekerasan
menurut Pasal 285 KUHP tidak hanya kekerasan fisik tetapi termasuk kekerasan secara psikis,
yang dapat membuat orang pingsan atau tidak sadar lagi. Tidak hanya menggunakan tenaga yang
dapat mencapai tujuan yang di maksud tetapi dapat juga menggunakan acaman yang dapat
menimbulkan perasaan takut dan tertekan.
Proses persidangan tindak pidana perkosaan dengan tindak pidana lainnya adalah sama.
Hanya saja proses persidangan tindak pidana perkosaan pemeriksaannya tertutup untuk umum
(sidang tertutup untuk umum) karena tindak pidana perkosaan termasuk dalam perkara
kesusilaan, sebagaimana diatur pada Pasal 153 ayat (3) KUHAP.
Untuk membuktikan sudah terpenuhinya unsur-unsur yang terdapat dalam tindak
pidana perkosaan dalam Pasal 285 KUHP dapat dipenuhi seluruhnya dengan alat bukti yang ada.
3. Surat;
Surat dalam tidak pidana pemerkosaan yaitu berupa hasil pemeriksaan dari seorang dokter yang
berupa visum yang di tuliskan dalam selembar kertas.
4. Petunjuk;
Yaitu yang diperoleh dari keterangan saksi, keterangan terdakwa yang di kumpulkan dan
akhirnya menimbulkan sebuah petunjuk yang dapat menguatkan keyakinan hakim.
5. Keterangan terdakwa;
Yaitu apa yang terdakwa nyatakan di persidangan menyangkut hal tindak pidana pemerkosaan.
Keterangan terdakwa bisa juga di gunakan untuk mencari fakta-fakta baru yang belum didapat
dari alat bukti yang lain.
Dari alat bukti tersebut hakim akan menilai apakah benar telah terjadi tindak pidana
perkosaan yang dilakukan dengan kekerasan atau tidak. Oleh sebab itu harus ada persesuaian
atau saling keterkaitan antara alat bukti yang ada yang menjurus kepada apakah benar telah
terjadi tindak pidana perkosaan atau tindak pidana lain.
Alat bukti yang utama dalam perkara pidana adalah keterangan saksi, tapi ini bukanlah
merupakan alat bukti yang mutlak untuk menjatuhkan terdakwa bersalah atau tidak. Dalam
tindak pidana perkosaan jarang ada saksi yang melihat langsung kejadian perkosaan tersebut
selain saksi korban itu sendiri, tapi setidaknya untuk memutuskan seorang terdakwa bersalah
atau tidak, putusan hakim haruslah didasarkan pada 2 (dua) syarat yaitu:
a. Minimal 2 (dua) alat bukti
b. Dari alat bukti tersebut hakim memperoleh keyakinan bahwa terdakwa bersalah melakukan
tindak pidana.
Selain keterangan saksi yang menjadi korban perkosaan, yang dapat menyatakan bahwa
dirinya telah diperkosa, hakim tidak dapat langsung memutuskan bahwa perbuatan tersebut telah
terjadi yaitu dengan meminta visum dari rumah sakit yang telah ditunjuk. Jika dari hasil visum
ternyata terbukti adanya kekerasan dari keterangan korban dan tersangka bahwa benar telah
terjadi tindak pidana perkosaan, tidak hanya tubuh korban saja yang diperiksa tapi tubuh
tersangka juga ikut diperiksa untuk melihat apakah ada bekas cakaran, pukulan, dan lain-lain
sebagai perlawanan korban saat ia diperkosa oleh tersangka.
Barang bukti yang terdapat dalam kasus perkosaan adalah seperti celana dalam, baju
milik korban dan terdakwa, sprei yang terdapat noda sperma serta bisa juga benda lain yang
digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut. Karena telah diakuinya keadaan barang-
barang bukti tersebut maka barang bukti tersebut akan mempunyai nilai sebagai keterangan
saksi, keterangan terdakwa serta bisa juga menjadi alat bukti petunjuk yang dipakai oleh hakim,
sehingga alat-alat bukti yang ada akan timbul keyakinan hakim. Dengan begitu syarat
pembuktian seperti yang diharuskan di dalam KUHAP telah terpenuhi yaitu adanya minimal 2
(dua) alat bukti yang sah dan ada keyakinan hakim untuk memutus perkara tersebut.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Seorang yang didakwa melakukan suatu tindak pidana, baru dapat dipidana apabila perbuatan
yang didakwakan kepada orang tersebut telah memenuhi semua unsur dari rumusan tindak
pidana yang didakwakan dan terdakwa dapat dipersalahkan atas perbuatannya.
2. Dalam hal seorang yang melakukan tindak pidana pemerkosaan, unsur yang utama yang harus
dibuktikan adalah adanya unsur kekerasan, dan pembuktiannya dilakukan dengan berpedoman
kepada Pasal 184 KUHAP.
3. dasar pertimbangan hakim untuk menyimpulkan ada tidaknya unsur kekerasan dalam tindak
pidana pemerkosaan adalah alat bukti keterangan saksi, keterangan ahli, alat bukti surat, alat
bukti petunjuk, dan keterangan terdakwa.
B. Saran
1. Dalam kasus perkosaan (Pasal 285 KUHP), tidak hanya korban saja yang diminta visumnya
tetapi hendaklah juga terdakwa juga ikut di visum, siapa tahu ada bekas cakaran sewaktu korban
melawan untuk melindungi dirinya atau bisa kemungkinan si terdakwa ada kelainan jiwa
(stres/gila).
2. Dalam hal hakim menjatuhkan putusannya tidak boleh menimbulkan keyakinannya terlebih
dahulu, tetapi hakim harus terlebih dahulu melihat alat-alat bukti yang ada, baru setelah itu
hakim dapat menyimpulkan keyakinannya.
3. Perlu juga dibuat undang-undang khusus yang mengatur tindak pidana pemerkosaan yang dapat
menjatuhkan pidana telah berat, karena perbuatan yang dilakukan tersebut telah menghancurkan
masa depan si korban atau kehidupan si korban di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, H. A. K Mochtar, 1986, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II),Alumni, Bandung
Bonger, W. A., 1983, Pengantar Tentang Kriminologi, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Gosita, Arif, 1985, Masalah Perlindungan Anak, Akademi Pressindo, Jakarta.
Hamdani, Njowito, 1992, Ilmu Kedokteran Kehakiman, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Hamzah, Andi, 1990. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Hamzah, Andi dan Irdan Dahlan, 1987, Surat Dakwaan, Alumni, Bandung.
Harahap, M. Yahya, 2006, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan
Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta.
Lamintang, PAF., 1990. Delik-delik Khusus, Tindak Pidana Melanggar Norma-norma Kepatutan,
Mandar Maju, Bandung.
___________________, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung.
Marpaung, Laden, 2005, Asas/Teori – Praktek Hukum Pidana. Sinar Grafika Jakarta.
Moeljatno, 1993, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.
Prakoso, Djoko, 1985, Eksistensi Jaksa Ditengah-tengah Masyarakat, Ghalia Indonesia, Jakarta.
_____________, 1988, Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian Dalam Proses Pidana, Penerbit
Liberty, Yogyakarta.
Prakoso, Djoko dan Ketut Murtika. 1987, Dasar-Dasar Ilmu Kedokteran Kehakiman,PT. Bina
Aksara, Jakarta.
77
78
B. Perundang-undangan
[1]
Hasil wawancara dengan Bapak Asmui, S.H., Hakim Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 16 Januari
2009 di Pengadilan Negeri Medan
Diposting oleh PERDIN LUBIS di 09.46
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook