Anda di halaman 1dari 157

Standar Pelayanan Medik

I.
METABOLIK
ENDOKRINOLOGI

DIABETES MELITUS
SPM Penyakit Dalam RS Meilia 1
Standar Pelayanan Medik

PENGERTIAN
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia akibat
defek pada:
1. Kerja insulin (resistensi insulin) di hati (peningkatan produksi glukosa hepatic) dan di jaringan perifer (otot
dan lemak).
2. Sekresi insulin oleh sel beta pancreas.
3. Atau keduanya.

Klasifikasi Diabetes Melitus (DM)


I. DM tipe 1 (destruksi sel β, umumnya diikuti defisiensi insulin absolute) :
 Immune-mediated
 Idiopatik.
II. DM tipe 2 (bervariasi mulai dari predominan resistensi insulin dengan defisiensi relative sampai
predominan defek sekretorik dengan resistensi insulin).
III. Tipe spesifik lain :
 Defek genetik pada fungsi sel β.
 Defek genetik pada kerja insulin.
 Penyakit eksokrin pankreas.
 Endokrinopati.
 Diinduksi obat atau zat kimia.
 Infeksi.
 Bentuk tidak lazim dari immune mediated DM.
 Sindrom genetik lain, yang kadang berkaitan dengan DM.
IV. DM gestasional.

DIAGNOSIS
Terdiri dari :
 Diagnosis DM.
 Diagnosis komplikasi DM.
 Diagnosis penyakit penyerta.
 Pemantauan pengendalian DM.

Anamnesis
 Keluhan khas DM :
1. Poliuria.
2. Polidipsia.
3. Polifagia.
4. Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
 Keluhan tidak khas DM :
1. Lemah.
2. Kesemutan.
3. Gatal.
4. Mata kabur.
5. Disfungsi ereksi pada pria.
6. Pruritus vulvae pada wanita.

Faktor risiko DM tipe 2


1. Usia > 45 tahun.
2. Berat badan lebih ; > 110% berat badan idaman atau indeks massa tubuh (MIT) > 23 kg/m2.
3. Hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg).
4. Riwayat DM dalam garis keturunan.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 2


Standar Pelayanan Medik

5. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi > 4000 gram.
6. Riwayat DM gestasional.
7. Riwayat toleransi gula terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
8. Penderita penyakit jantung korener, tuberculosis, hipertiroidisme.
9. Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dL dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dL.

Pemeriksaan fisik lengkap, termasuk :


a. Tinggi badan, berat badan, tekanan darah, lingkar pinggang.
b. Tanda neuropati.
c. Mata (visus, lensa mata dan retina).
d. Gigi mulut.
e. Keadaan kaki (termasuk rabaan nadi kaki) kulit dan kuku.

Kriteria diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa :


1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) > 200 mg/dL, atau
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) > 126 mg/dL, atau
3. Kadar glukosa plasma > 200 mg/dL pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO.

DIAGNOSIS BANDING
Hiperglikemia reaktif, toleransi glukosa terganggu (TGT), glukosa darah puasa terganggu (GDPT).

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium :
1. Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, laju endap darah.
2. Glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan.
3. Urinalisis rutin, proteinuria 24 jam, CCT ukur, kreatinin.
4. SGPT, Albumin/Globulin.
5. KolesterolTotal, Kolesterol LDL, Kolesterol HDL, trigliserida.
6. A, C.
7. Albuminuri mikro.

Pemeriksaan penunjang lain :


EKG, foto toraks, funduskopi.

TERAPI
Edukasi meliputi pemahaman tentang :
Penyakit DM, makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM, penyulit DM, intervensi farmakologis
dan non farmakologis, hipoglikemia, masalah khusus yang dihadapi, cara mengembangkan sistem
pendukung dan mengajarkan ketrampilan, cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

Perencanaan Makan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengana komposisi :
Karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, dan lemak 20-25%.

Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300 mg/hari. Diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak
tidak jenuh (MUFA = Mono Unsaturated Fatty Acid), dan membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan
asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat ± 25 g/hr, diutamakan serat larut.

Jumlah kalori basal per hari :


 Laki-laki : 30 kal/kgBB idaman.
 Wanita : 25 kal/kgBB idaman.
Penyesuaian (terhadap kalori basal/hari) :
 Status gizi :
 BB gemuk -20%.
 BB lebih -10%.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 3


Standar Pelayanan Medik

 BB kurang +20%.
 Umur > 40 tahun -5%.
 Stres metabolik (infeksi, pasca operasi, dll) + 10 s/d 30%.
 Aktivitas :
 Ringan +10%.
 Sedang +20%.
 Berat +30%.
 Hamil :
 Trimester I, II +300 kal.
 Trimester III/laktasi +500 kal.

Rumus Broca:
Berat badan idaman = (tinggi badan-100) – 10%*
Pria < 160 cm dan wanita < 150 cm, tidak dikurangi 10% lagi.
→ BB kurang : < 90% BB idaman.
BB normal : 90-110% BB idaman.
BB lebih : 110-120% BB idaman.
Gemuk : >120% BB idaman.

Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit). Prinsip:
Continuous-Rythmical-Interval-Progressive-Endurance.

Intervensi Farmakologis
Obat Hipoglikemia Oral (OHO) :
1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonylurea, glinid.
2. Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin,tiazolidindion.
3. Penghambat absorpsi glukosa : Penghambat glukosidase alfa.

Insulin
Indikasi :
1. Penurunan berat badan yang cepat.
2. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis.
3. Ketoasidosis diabetik.
4. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik.
5. Hiperglikemia dengan asidosis laktat.
6. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hamper maksimal.
7. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke).
8. Kehamilan dengan DM/diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makanan.
9. Gangguan fungsi ginjal atau hati berat.
10. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO.

Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara
bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Kalau dengan OHO tunggal sasaran kadar glukosa
darah belum tercapai, perlu kombinasi dua kelompok obat hipoglikemik oral yang berbeda mekanisme
kerjanya.

Pengelolaan DM tipe 2 Gemuk ;


Non farmakologis → evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) :
Sasaran tidak tercapai : Penekanan kembali tata laksana non farmakologis.
→ evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis):
Sasaran tidak tercapai : + 1 macam OHO
Biguanid/Penghambat glukosidase α/Glitazon
→ evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 4


Standar Pelayanan Medik

Sasaran tidak tercapai : kombinasi 2 macam OHO, antara :


Biguanid/Penghambat glukosidase α/Glitazon
→ evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) :
Sasaran tidak tercapai : kombinasi 3 macam OHO :
Biguanid + Penghambat glukosidase α + Glitazon
atau
Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam
→ evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) :
Sasaran terapi kombinasi 3 OHO tidak tercapai : kombinasi 4 macam OHO :
Biguanid + Penghambat glukosidase α + Glitazon + Secretagogue
atau
Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam
→ evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) :
Sasaran terapi kombinasi 4 OHO tidak tercapai : Insulin
atau
Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam
Sasaran terapi kombinasi OHO + Insulin tidak tercapai : Insulin
Bila sasaran tercapai : teruskan terapi terakhir.

Pengelolaan DM tipe 2 Tidak Gemuk : farmakologis


→ evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) :
Sasaran tidak tercapai : Non farmakologis + secretagogue.
→ evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) :
Sasaran tidak tercapai : kombinasi 2 macam OHO, antara :
Secretagogue + Penghambat glukosidase α + Biguanid/Glitazon
→ evaluasi 2-4 minggu (seauai keadaan klinis)
Sasaran tidak tercapai : kombinasi 3 macam OHO :
Secretagogue + Penghambat glukosidase α + Biguanid/Glitazon, atau
Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam
→ evaluasi 2-4 minggu (seauai keadaan klinis)
Sasaran terapi kombinasi 3 OHO tidak tercapai : kombinasi 4 macam OHO
Secretagogue + Penghambat glukosidase α + Biguanid+Glitazon, atau
Terapi Kombinasi OHO siang hari + Insulin malam
→ evaluasi 2-4 minggu (seauai keadaan klinis)
Sasaran terapi kombinasi 4 OHO tidak tercapai : Insulin, atau
Terapi Kombinasi OHO siang hari + Insulin malam
Sasaran Terapi Kombinasi OHO + Insulin tidak tercapai : Insulin
Bila sasaran tercapai : teruskan terapi terakhir.

Penilaian hasil terapi :


1. Pemeriksaan glukosa darah
2. Pemeriksaaan AIC
3. Pemeriksaan glukosa darah mandiri
4. Pemeriksaan glukosa urin
5. Penentuan Benda Kriteria Keton pengendalian DM (Lihat tabel)

KOMPLIKASI
A. Akut :
 Ketoasidosis diabetik
 Hiperosmolar non ketotik
 Hipoglikemia
B. Kronik
 Makroangiopati :
o Pembuluh koroner
o Vaskular perifer

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 5


Standar Pelayanan Medik

o Vaskular otak
 Mikroangiopati :
o Kapiler retina
o Kapiler renal
 Neuropati
 Gabungan :
o Kardiopati : penyakit jantung koroner, kardiomiopati
 Rentan infeksi
 Kaki diabetik
 Disfungsi ereksi

PROGNOSIS
Dubia

UNIT TERKAIT
Bagian Neurologi, Patologi Klinik, Mata dan Gizi.

TIROTOKSIKOSIS
SPM Penyakit Dalam RS Meilia 6
Standar Pelayanan Medik

PENGERTIAN
Tirotoksikosis merupakan suatu keadaan dimana didapatkan kelebihan hormon tiroid karena ini berhubungan
dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon
tiroid berlebihan.

Tirotoksikosis dibagi dalam 2 kategori :


1. Kelainan yang berhubungan dengan hipertiroidisme.
2. Kelainan yang tidak behubungan dengan hipertiroidisme

Hipertiroidisme adalah keadaan tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi tiroid, yang merupakan akibat
dari fungsi tiroid yang berlebihan. Etiologi tersering dari tirotoksikosis ialah hipertiroidisme karena penyakit
Garves, struma multinodosa toksik (Plummer), dan adenoma toksik. Penyebab lain ialah tiroidtis, penyakit
trofoblastik, pemakaian yodium berlebihan, obat hormon tiroid, dll.

Krisis tiroid merupakan suatu keadaan klinis hipertiroidisme yang paling berat dan mengancam jiwa.
Umumnya keadaan ini timbul pada pasien dengan dasar penyakit Graves atau strumamultinodular toksik, dan
berhubungan dengan faktor pencetus : infeksi, operasi, trauma, zat kontras beryodium, hipoglikemia, partus,
stres emosi, penghentian obat anti tiroid, terapi I 131, ketoasidosis diabetikum, tromboemboli paru, penyakit
serebrovaskular/strok, palpasi tiroid terlalu kuat.

DIAGNOSIS
Gejala dan tanda tirotoksikosis : hiperaktivitas, palpitasi, berat badan turun, nafsu makan meningkat, tidak
tahan panas, banyak keringat, mudah lelah, sering buang air besar, oligomenore/amenore dan libido turun,
takikardia, fibrilasi atrial, tremor halus, refleks meningkat, kulit hangat dan basah, rambut rontok, bruit.

Gambaran klinis penyakit Graves : struma difus, tirotoksikosis, oftalmopati/eksoftalmus, dermopati lokal,
akropaki.

Laboratorium : TSHs rendah, T4 atau fT4 tinggi. Pada T3 toksikosis : T3 atau fT3 meningkat.

Penderita yang dicurigai krisis tiroid


A. Anamnesis : Riwayat penyakit hipertiroidisme dengan gejala khas, berat badan turun, perubahan suasana
hati, bingung, diare, amenore.
B. Pemeriksaan fisik :
 Gejala dan tanda khas hipertiroidisme, karena penyakit Graves atau penyakit lain.
 Sistem saraf pusat terganggu : delirium, koma.
 Demam tinggi sampai 400C.
 Takikardia sampai 130-200x/menit
 Dapat terjadi gagal jantung kongestif, ikterus.
C. Laboratorium : TSHs sangat rendah, T4/fT4/T3 tinggi, anemia normositik normokrom, limfositosis relatif,
hiperglikemia, enzim transaminase hati meningkat,azotemia prerenal.
D. EKG : sinus takikardia atau fibrilasi atrial dengan respons ventrikular cepat.

DIAGNOSIS BANDING
1. Hipertiroidisme primer : penyakit Graves, struma multinodosa toksik, adenoma toksis, metastasis
karsinoma tiroid fungsional, struma ovarii, mutasi reseptor TSH, obat ; kelebihan iodium (fenomena Jod
Basedow)
2. Tirotoksikosis tanpa hipetiroidisme : tirodisitis subakut, tirodisitis silent, destruksi tiroid (karena
amiodarone, radiasi, infark adenoma), asupan hormon tiroid berlebihan (tirotoksikosis factitia)
3. Hipertiroidisme sekunder ; adenoma hipofisis yang mensekresi TSH, sindrom resistensi hormon tiroid,
tumor yang mensekresi HCG, tirotoksikosis gestasional.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 7


Standar Pelayanan Medik

1. Laboratorium : TSHs, T4 atau fT4, T3, atau fT3, TSH RAb, kadar leukosit (bila timbul infeksi pada awal
pemakaian obat antitiroid)
2. Sidik tiroid/thyroid scan : terutama membedakan penyakit Plummer dari penyakit Graves dengan
komponen nodosa.
3. EKG
4. Foto toraks.

TERAPI
Tata laksana Penyakit Graves :
Obat Antitiroid
 Propiltiourasil (PTU) dosis awal 300-600 mg/hari, dosis maksimal 2000 mg/hari.
 Metimazol dosis awal 20-30 mg/hari.
 Indikasi ;
o Mendapatkan remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien muda dengan struma
ringan-sedang dan tirotoksikosis
o Untuk mengendalikan toritoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah pengobatan
yodium radioaktif
o Persiapan tiroidektomi
o Pasien hamil, lanjut usia
o Krisis tiroid.

Penyekat adrenergik β pada awal terapi diberikan, sementara menunggu pasien menjadi eutiroid setelah 6-
12 minggu pemberian antitiroid. Propanolol dosis 40-200 mg dalam 4 dosis.
Pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-6 minggu. Setelah eutiroid, pemantauan setiap 3-6 bulan
sekali : memantau gejala dan tanda klinis, serta lab fT4/T4/T3 dan TSHs. Setelah tercapai eutiroid, obat
antitiroid dikurangi dosisnya dan dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan keadaan eutiroid
selama 12-24 bulan. Kemudian pengobatan dihentikan, dan dinilai apakah terjadi remisi. Dikatakan remisi
apabila setelah 1 tahun obat antitiroid dihentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid, walaupun kemudian
hari dapat tetap eutiroid atau terjadi relaps.

Tindakan bedah
Indikasi :
1. Pasien usia muda dengan struma besar dan tidak respons dengan antitiroid
2. Wanita hamil trimester kedua yang memerlukan obat dosis tinggi
3. Alergi terhadap obat antitiroid, dan tidak dapat menerima yodium radioaktif
4. Adenoma toksik, struma multinodosa toksik
5. Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul.

Radioablasi
Indikasi :
1. Pasien berusia ≥ 35 tahun
2. Hipertiroidisme yang kambuh setelah dioperasi
3. Gagal mencapai remisi setelah pemberian obat anttiroid
4. Tidak mampu atau tidak mau terapi obat antitiroid
5. Adenoma toksik, struma multinodosa toksik
Tatalaksana Krisis tiroid : (terapi segera mulai bila dicurigai krisis tiroid)
1. Perawatan suportif :
 Kompres dingin, antipiretik (asetaminofen)
 Memperbaiki gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit ; infus dextrose 5% dan NaCl 0,9%
 Mengatasi gagal jantung : O2, diuretik, digitalis.
2. Antagonis aktivitas hormon tiroid :
 Blokade produksi hormon tiroid : PTU dosis 300 mg tiap 4-6 jam PO.
Alternatif : Metimazol 20-30 mg tiap 4 jam PO.
Pada keadaan sangat berat : dapat diberikan melalui pipa nasogastrik (NGT) PTU 600-1000 mg atau
metimazol 60-100 mg.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia 8
Standar Pelayanan Medik

 Blokade ekskresi hormon tiroid : Solutio Lugol (saturated solution of potassium iodida) 8 tetes tiap 6
jam.
 Penyekat β : propanolol 60 mg tiap 6 jam PO, dosis disesuaikan respons (target : frekuensi jantung <
90x/menit).
 Glokukortikoid : Hidrokortison 100-500 mg IV tiap 12 jam.
 Bila refrakter terhadap terapi di atas : plasmaferesis, dialisis peritoneal.
3. Pengobatan terhadap faktor presipitasi : antibiotik, dll.

KOMPLIKASI
 Penyakit Graves : penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati Graves, infeksi karena
agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid.
 Krisis tiroid : mortalitas.

PROGNOSIS
 Dubia ad bonam.
 Mortalitas krisis tiroid dengan pengobatan adekuat 10-15%.

UNIT TERKAIT
Bagian Neurologi, Patologi Klinik, radiologi dan Bedah.

KETO-ASIDOSIS DIABETIKUM

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 9


Standar Pelayanan Medik

PENGERTIAN
Ketoasidosis diabetikum adalah kondisi dekompensasi metabolik akibat defisiensi insulin absolut atau relatif
dan merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius. Gambaran klinis utama ketoasidosis diabetikum
(KAD) adalah hiperglikemia, ketosis, dan asidosis metabolik, faktor pencetus : infeksi, infark miokard akut,
pankreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid, penghentian atau pengurangan dosis insulin.

DIAGNOSIS
A. Klinis :
 Keluhan poliuri, polidipsi
 Riwayat berhenti menyuntik insulin
 Demam/infeksi
 Muntah
 Nyeri perut
 Kesadaran : kompos mentis, delirium, koma
 Pernafasan cepat dan dalam (Kussmaul)
 Dehidrasi (turgor kulit menurun, lidah dan bibir kering)
 Dapat disertai syok hipovolemik
B. Kriteria diagnosis :
Kadar glukosa : > 250 mg/dL
pH : < 7,35
HCO3- : rendah
Anion gap : tinggi
Keton serum : positif dan atau ketonuria

DIAGNOSIS BANDING
Ketosis diabetik, hiperglikemi hiperosmolar non ketotik/hyperglicemic hyperosmolar state, ensefalopati
uremikum, asidosi uremikum, minum alkohol, ketosis alkoholik, ketosis hipoglikemia, ketosis starvasi, asidosis
laktat, asidosi hiperkloremik, kelebihan salisilat, drug-induced acidosis, ensefalopati karena infeksi, taraumja
kapitis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan cito : gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin, aseton darah, urin rutin, analisis gas darah, EKG.

Pemantauan :
 Gula darah : tiap jam.
 Na+, K+, Cl- : tiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya sesuai keadaan.
 Analisis gas darah : bila pH <7 saat masuk ---- diperiksa setiap 6 jam s/d pH >7,1. Selanjutnya setiap hari
sampai stabil.
 Pemeriksaan lain (sesuai indikasi) : kultur darah, kultur urin, kultur pus.

TERAPI
Akses intravena (iv) 2 jalur, salah satunya dicabang dengan 3 way :
I. Cairan :
 NaCl 0,9% diberikan ± 1-2 L pada 1 jam pertama, lalu ± 1 L pada jam kedua, lalu ± 0,5 L pada
jam ketiga dan keempat, dan ± 0,25 L pada jam kelima dan keenam, selanjutnya sesuai kebutuhan.
 Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 L.
 Jika Na+ > 155 mEq/L --- ganti cairan dengan NaCl 0,45%.
 Jika GD < 200 mg/dL --- ganti cairan dengan Dextrose 5%.

II. Insulin (regular insulin = RI)


 Diberikan setelah 2 jam rehidrasi cairan.
 RI bolus 180 mU/kgBB IV, dilanjutkan :
 RI drip 90 mU/kgBB/jam dalam NaCl 0,9%

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 10


Standar Pelayanan Medik

 Jika GD < 200 mg/dL : kecepatan dikurangi --- RI drip 45 mU/kgBB/jam dalam NaCl 0,9%.
 Jika GD stabil 200-300 mg/dL selama 12 jam --- RI drip 1-2 U/jam IV, disertai sliding scale setiap 6
jam : GD → RI
(mg/dL) (Unit, subkutan)
<200 0
200-250 5
250-300 10
300-350 15
>350 20
 Jika kadar GD ada yang <100 mg/dL : drip RI dihentikan.
 Setelah sliding scale tiap 6 jam, dapat diperhitungkan kebutuhan insulin sehari --- dibagi 3 dosis
sehari subkutan, sebelum makan (bila pasien sudah makan).

III. Kalium
 Kalium (KCl) drip dimulai bersamaan dengan drip RI, dengan dosis 50 mEq/6 jam. Syarat : tidak ada
gagal ginjal, tidak ditemukan gelombang T yang lancip dan tinggi pada EKG, dan jumlah urine cukup
adekuat.
 Bila kadar K+ pada pemeriksaan elektrolit kedua :
<3,5 → drip KCl 75 mEq/6 jam
3,0-4,5 → drip KCl 50 mEq/6 jam
4,5-6,0 → drip KCl 25 mEq/6 jam
>6,0 → drip dihentikan
 Bila sudah sadar, diberikan K+ oral selama seminggu.

IV. Natrium bikarbonat


Drip 100 mEq bila pH <7,0 disertai KCl 26 mEq drip.
50 mEq bila pH 7,0-7,1 disertai KCl 13 mEq drip.
Juga diberikan pada asidosis laktat dan hiperkalemi yang mengancam.

V. Tata laksana Umum :


 Oksigen bila PO2 <80 mmHg
 Antibiotik adekuat
 Heparin : bila ada KID atau hiperosmolar (>380 mOsm/L). Terapi disesuaikan dengan pemantauan
klinis :
 Tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernafasan, temperatur setiap jam,
 Kesadaran setiap jam,
 Keadaan hidrasi (turgor, lidah) setiap jam,
 Produksi urin setiap jam, balans cairan
 Cairan infus yang masuk setiap jam.
Dan pemantauan laboratorik (lihat pemeriksaan penunjang).

KOMPLIKASI
Syok hipovolemik, edema paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut, hipoglikemia, hipokalemia,
hiperkloremia, edema otak, hipokalsemia.

PROGNOSIS
Dubia ad malam, tergantung pada usia, komorbid, adanya infark miokard akut, sepsis, syok.

UNIT TERKAIT
Bagian Patologi Klinik.

HIPOGLIKEMIA

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 11


Standar Pelayanan Medik

PENGERTIAN
Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah <60 mg/dL, atau kadar glukosa darah <80 mg/dL
dengan gejala klinis. Hipoglikemia pada DM terjadi karena :
1. Kelebihan obat/dosis obat : terutama insulin, atau obat hipoglikemik oral
2. Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun : gagal ginjal kronik, pasca persalinan
3. Asupan makan tidak adekuat : jumlah kalori atau waktu makan tidak tepat
4. Kegiatan jasmani berlebihan.

DIAGNOSIS
A. Gejala dan tanda klinis ;
a. Stadium parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah turun.
b. Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitung sementara
c. Stadium simpatik : keringat dingin pada muka, bibir atau tangan gemetar
d. Stadium gangguan otak berat : tidak sadar, dengan atau tanpa kejang

B. Anamnesis :
1. Penggunaan preparat insulin atau obat hipoglikemik oral : dosis terakhir, waktu pemakaian terakhir,
perubahan dosis.
2. Waktu makan terakhir, jumlah asupan gizi.
3. Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya.
4. Lama menderita DM, komplikasi DM
5. Penyakit penyerta : ginjal, hati, dll
6. Penggunaan obat sistemik lainnya : penghambat adrenergik β, dll.

C. Pemeriksaan fisik : pucat, diaphoresis, tekanan darah, frekuensi denyut jantung, penurunan kesadaran,
defisit neurologik fokal transien.

Trias Whipple untuk hipoglikemia secara umum :


1. Gejala yang konsisten dengan hipoglikemia.
2. Kadar glukosa plasma rendah
3. Gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat.

DIAGNOSIS BANDING
Hipoglikemia karena
1. Obat
 (sering) : insulin, sulfonilurea, alkohol.
 (kadang) : kinin, pentamidine
 (jarang) : salisilat, sulfonamid
2. Hiperinsulinisme endogen : insulinoma, kelainan sel β jenis lain, sekretagogue (sulfonilurea), autoimun,
sekresi insulin ektopik
3. Penyakit kritis : gagal hati, gagal ginjal, gagal jantung, sepsis, starvasi dan inanisi
4. Defisiensi endokrin : kortisol, growth hormone, glukagon, epinefrin
5. Tumor non-sel β : sarkoma, tumor adrenokortikal, hepatoma, leukemia, limfoma, melanoma
6. Pasca-prandial : reaktif (setelah operasi gater), diinduksi alkohol.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kadar glukosa darah (GD), tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, C-peptide.

TERAPI
A. Stadium permulaan (sadar)

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 12


Standar Pelayanan Medik

1. Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop/permen gula murni (bukan pemanis
pengganti gula atau gula diet/gula diabetes) dan makanan yang mengandung karbohidrat.
2. Hentikan obat hipoglikemik sementara
3. Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam
4. Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL (bila sebelumnya tidak sadar)
5. Cari penyebab.

B. Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga hipoglikemia) :
1. Diberikan larutan Dextrosa 40% sebanyak 2 flakon (=50 mL) bolus intra vena,
2. Diberikan cairan Dextrose 10% per infus, 6 jam per kolf,
3. Periksa GD sewaktu (GDS), kalau memungkinkan dengan glukometer :
 Bika GDS <50 mg/dL --- + bolus Dekstrosa 40% 50 mL IV
 Bila GDS <100 mg/dL --- + bolus Dekstrosa 40% 25 mL IV
4. Periksa GDS setiap 1 jam setelah pemberian Dextrosa 40% :
 Bila GDS <50 mg/dL --- + bolus Dekstrosa 40% 50 ml IV
 Bila GDS <100 mg/dL --- + bolus Dekstrosa 40% 25 ml IV
 Bila GDS 100-200 mg/dL --- tanpa bolus Dekstrosa 40%
 Bila GDS >200 mg/dL --- pertimbangkan menurunkan kecepatan drip dekstrosa 10%
5. Bila GDS >100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan DGS setiap 2 jam, dengan protokol
sesuai di atas. Bila GDS >200 mg/dL --- pertimbangkan mengganti infus dengan Dekstrosa 5% atau
NaCl 0,9%.
6. Bila GDS >100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDS setiap 4 jam, dengan protokol
sesuai diatas. Bila GDS .200 mg/dL --- pertimbangkan mengganti infus dengan Dekstrosa 5% atau
NaCl 0,9%.
7. Bila GDS >100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, sliding scale setiap 6 jam :
GD → RI
(mg/dL) (Unit, subkutan)
<200 0
200-250 5
250-300 10
300-350 15
>350 20
8. Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis insulin, seperti : adrenalin,
kortison dosis tinggi, atau glukagon 0,5-1 mg IV/IM (bila penyebabnya insulin).
9. Bila pasien belum sadar, GDS sekitar 200 mg/dl : Hidrokortison 100 mg per 4 jam selama 12 jam atau
Deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan Manitol 1,5-2 g/kgBB IV setiap 6-8 jam.
Cari penyebab lain penurunan kesadaran menurun.

KOMPLIKASI
Kerusakan otak, koma, kematian.

PROGNOSIS
Dubia.

UNIT TERKAIT
Bagian Patologi Klinik, ICU.

DISLIPIDEMIA

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 13


Standar Pelayanan Medik

PENGERTIAN
Dislipidemia merupakan kelainan metabolisme lipid yang ditandai oleh kelainan (peningkatan atau
penurunan) fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total,
kenaikan kadar trigliserid serta penurunan kadar kolesterol HDL. Dalam proses terjadinya aterosklerosis
ketiganya mempunyai peran penting dan berkaitan, sehingga dikenal sebagai triad lipid. Secara klinis
dislipidemia diklasifikasikan menjadi 3, yaitu : Hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia, dan campuran
hiperkolesterolemia.

DIAGNOSIS
Klasifikasi kadar kolesterol : Klasifikasi
Kolesterol LDL : <100 mg/dL Optimal
100-129 mg/dL Hampir optimal
130-159 mg/dL Borderline tinggi
160-189 mg/dL Tinggi
>190 mg/dL Sangat tinggi

Kolesterol total: <200 mg/dL Idaman


200-239 mg/dL Borderline tinggi
>240 mg/dL Tinggi

Kolesterol HDL : <40 mg/dL Rendah


≥60 mg/dL Tinggi

Untuk mengevaluasi risiko penyakit jantung korener (PJK), perlu diperhatikan faktor-faktor risiko lainnya :
 Faktor risiko positif :
 Merokok
 Umur (pria ≥45 tahun, wanita ≥55 tahun)
 Kolesterol HDL rendah
 Hipertensi (TD ≥140/90 atau dalam terapi antihipertensi)
 Riwayat penyakit jantung koroner dini dalam keluarga (fisrt degree : pria <55 tahun, wanita <65 tahun)
 Faktor risiko negatif ;
 Kolesterol HDL tinggi : mengurangi 1 faktor risiko dari perhitungan total.

ATP III menggunakan Framingham Risk Score (FRS) untuk menghitung besarnya rsisiko penyakit jantung
koroner (PJK) pada pasien dengan ≥2 faktor risiko, meliputi : umur, kadar kolesterol total, kolesterol HDL,
kebiasaan merokok, dan hipertensi. Penjumlahan skor pada FRS akan menghasilkan angka persentase risiko
PJK dalam 10 tahun.

Ekivalen risiko PJK mengandung risiko kejadian koroner mayor yang sebanding dengan kejadian PJK, yakni
>20% dalam 10 tahun, terdiri dari ;
 Bentuk klinis lain dari aterosklerosis : penyakit arteri perifer, aneurisma aorta abdominalis, penyakit arteri
karotis yang simptomatis,
 Diabetes
 Faktor risiko multipel yang mempunyai risiko PJK dalam 10 tahun >20%.

Peningkatan kadar trigliserida juga merupakan faktor risiko independen untuk terjadinya PJK. Faktor lain yang
mempengaruhi tingginya trigliserida :
a. Obesitas, berat badan lebih
b. Inaktivasi fisik
c. Merokok
d. Asupan alkohol berlebih
e. Diet tinggi karbohidrat (>60% asupan energi)
f. Penyakit DM tipe 2, gagal ginjal kronik, sindrom nefrotik

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 14


Standar Pelayanan Medik

g. Obat : kortikosteroid, estrogen, retinoid, penghambat adrenergik-beta dosis tinggi


h. Kelainan genetik (riwayat keluarga)

Klasifikasi derajat hipertrigliseridemia


Normal : <150 mg/dL
Borderline-tinggi : 150-199 mg/dL
Tinggi : 200-499 mg/dL
Sangat tinggi : ≥500 mg/dL

DIAGNOSIS BANDING
1. Hiperkolesterolemia sekunder, karena hipotiroidisme, penyakit hti obstruktif, sindrom nefrotik, anoreksia
nervosa, porfiria intermitten akut, obat (progestin, siklosporin, thiazide)
2. Hipertrigliseridemia sekunder, karena obesitas, DM, penyakit ginjal kronik, lipodistrofi, glicogen storage
disease, alkohol, bedah bypass ileal, stres, sepsis, kehamilan, obat (estrogen, isotretinoin, penghambat
beta, glukokortikoid, resin pengikat bile-acid, thiazide), hepatitis akut, lupus eritematosus sistemik,
gammopati monoklonal : myeloma multipel, limfoma AIDS : inhibitor protease
3. HDL rendah sekunder, karena malnutrisi, obesitas, merokok, penghambat betasteroid anabolik

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Skrining dianjurkan pada semua pasien berusia 20 tahun, setiap 5 tahun sekali : Kadar kolesterol total, LDL,
HDL, trigliserida, glukosa darah, tes fungsi hati, urin lengkap, tes fungsi ginjal, TSH, EKG.

TERAPI
Untuk hiperkolesterolemia :
Penalaksanaan Non- farmakologis (Perubahan Gaya Hidup) :
1. Diet, dengan komposisi :
 Lemak jenuh <7% kalori total
 PUFA hingga 10% kalori total
 MUFA hingga 10% kalori total
 Lemak total 25-35% kalori total
 Karbohidrat 50-60% kalori total
 Protein hingga 15% kalori total
 Serat 20-30 g/hari
 Kolesterol <200 mg/hari
2. Latihan jasmani
3. Penurunan berat badan bagi yang gemuk
4. Menghentikan kebiasaan merokok, minuman alkohol

Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6 minggu. Bila target sudah tercapai (lihat tabel target di bawah ini),
pemantauan setiap 4-6 bulan.
 Bila setelah 6 minggu PGH, target belum tercapai : intensifikasi penurunan lemak jenuh dan kolesterol,
tambahkan stenol/steroid nabati, tingkatkan konsumsi serat, dan kerjasama dengan dietisien.
 Bila setelah 6 minggu berikutnya terapi non-farmakologis tidak berhasil menurunkan kadar kolesterol LDL,
maka terapi farmakologis mulai diberikan, dengan tetap meneruskan pengaturan makan dan latihan
jasmani.
Terapi Farmakologis :
a. Golongan statin :
 Simvastatin 5-40 mg
 Lovastatin 10-80 mg
 Pravastatin 10-40 mg
 Fluvastatin 20-80 mg
 Atorvastatin 10-80 mg

b. Golongan bile acid sequestrant :

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 15


Standar Pelayanan Medik

 Kolestiramin 4-16 g
c. Golongan nicotinic acid :
 Nicotinic acid (immediate release) 2x100 mg s/d 1,5-3 g

Target Kolesterol LDL (mg/dL) :


Kategori Target Kadar LDL Kadar LDL untuk
Risiko LDL untuk memulai PGH mulai terapi
farmakologis
PJK atau <100 ≥100 130
Ekivalen PJK (100-129: opsional)
(FRS >20%) ≥130 (FRS 10-20%)
Faktor risiko ≥2 <130 ≥130 (160-189:opsional)
(FRS ≤20%) ≥190
Faktor risiko 0-1 <160 ≥160 (160-189:opsional)

Terapi hiperkolesterolemia untuk pencegahan primer, dimulai dengan statin atau bile acid sequestrant atau
nicotinic acid.
Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6 minggu. Bila target sudah tercapai (lihat tabel target di atas),
pemantauan setiap 4-6 bulan. Bila setelah 6 minggu terapi, target belum tercapai:intensifkan/naikkan dosis
statin atau kombinasi dengan yang lain. Bila setelah 6 minggu berikutnya terapi non-farmakologis tidak
berhasil menurunkan kadar kolesterol LDL, maka terapi farmakologis diintensifkan.
Pasien dengan PJK, kejadian koroner mayor atau dirawat untuk prosedur koroner, diberi terapi obat saat
pulang dari RS jika kolesterol LDL .100 mg/dL

Pasien dengan hipertrigliseridemia :


a. Penatalaksanaan non farmakologis sesuai diatas.
b. Penatalaksanaan farmakologis :
Target terapi :
 Pasien dengan trigliserida borderline tinggi atau tinggi ; tujuan utama terapi adalah mencapai target
kolesterol LDL.
 Pasien dengan trigliserida tinggi : target sekunder adalah kadar kolesterol non-HDL, yakni sebesar 30
mg/dL lebih tinggi dari target kadar kolesterol LDL (lihat tabel diatas).
 Pendekatan terapi obat :
1. Obat penurun kadar kolesterol LDL, atau
2. Ditambahkan obat fibrat atau nicotinic acid. Golongan fibrat terdiri dari :
o Gemfibrozil 2x600 mg atau 1x900 mg
o Fenofibrat 1x200 mg
Penyebab primer dari dislipidemia sekunder, juga harus ditatalaksana.

KOMPLIKASI
Aterosklerosis, penyakit jantung koroner, stroke, pankreatitis akut.

PROGNOSIS
Dubia ad Bonam

UNIT TERKAIT
Bagian Patologi Klinik, Gizi.

STRUMA NODOSA NON TOKSIK


SPM Penyakit Dalam RS Meilia 16
Standar Pelayanan Medik

PENGERTIAN
Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang teraba sebagai suatu nodul, tanpa
disertai tanda-tanda hipertiroidisme. Berdasarkan jumlah nodul, dibagi :
 Struma mononodosa non toksik
 Struma multinodosa non toksik

Berdasarkan kemampuan menangkap iodium radioaktif, nodul dibedakan menjadi :


nodul dingin, nodul hangat, nodul panas.

Sedangkan berdasarkan konsistensinya, nodul dibedakan menjadi : nodul lunak, nodul kistik, nodul keras,
nodul sangat keras.

DIAGNOSIS
Anamnesis :
1. Sejak kapan benjolan timbul
2. Rasa nyeri spontan atau tidak spontan, berpindah atau tetap
3. Cara membesarnya : cepat, atau lambat
4. Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa benjolan atau hanya
pembesaran leher saja.
5. Riwayat keluarga
6. Riwayat penyinaran daerah leher pada waktu kecil/muda
7. Perubahan suara
8. Gangguan menelan, sesak nafas
9. Penurunan berat badan
10. Keluhan tirotoksikosis

Pemeriksaan fisik :
a. Umum
b. Lokal :
 Nodul tunggal atau majemuk, atau difus
 Nyeri tekan
 Konsistensi
 Permukaan
 Perlengketan pada jaringan sekitarnya
 Pendesakan atau pendorongan trakea
 Pembesaran kelenjar getah bening regional
 Pemberton's sign

Penilaian risiko keganasan :


Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostik penyakit tiroid jinak, tetapi tak sepenuhnya
menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid :
 Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau difusa jinak
 Riwayat keluarga dengan tiroiditis Hashimoto atau penyakit tiroid autoimun.
 Gejala hipo atau hipertiroidisme.
 Nyeri berhubungan dengan nodul.
 Nodul lunak, mudah digerakkan.
 Multinodul tanpa nodul yang dominan, dan konsistensi sama.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan ke arah keganasan tiroid :
1. Umur <20 tahun atau >70 tahun
2. Gender laki-laki

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 17


Standar Pelayanan Medik

3. Nodul disertai disfagi, serak, atau obstruksi jalan nafas


4. Pertumbuhan nodul cepat (beberapa minggu-bulan)
5. Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak-anak atau dewasa (juga meningkatkan insiden penyakit
nodu; tiroid jinak)
6. Riwayat keluarga kanker tiroid meduler
7. Nodul yang tunggal, berbatas tegas, keras, irreguler dan sulit digerakkan
8. Paralisis pita suara
9. Temuan limfadenopati servikal
10. Metastasis jauh (paru-paru, dll)

Langkah diagnostik I : TSHs, FT4


Hasil : Non-toksik → Langkah diagnostik II :BAJAH nodul tiroid
Hasil : A. Ganas
B. Curiga
C. Jinak
D. Tak cukup/sediaan tak representatif (dilanjutkan di kolom Terapi)

DIAGNOSIS BANDING
1. Struma nodosa yang terjadi pada peningkatan kebutuhan terhadap tiroksin saat masa pertumbuhan,
pubertas, laktasi, menstruasi, kehamilan, menopause, infeksi, stres lain.
2. Tiroiditis akut
3. Tiroiditis subakut
4. Tiroiditis subakut
5. Tiroiditis kronis : limfositik (Hashimoto), fibrosa-invasif (Riedel)
6. Simple goiter
7. Struma endemik
8. Kista tiroid, kista degerasi
9. Adenoma
10. Karsinoma tiroid primer, metastatik
11. Limfoma

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium : T4 atau fT4, T3 dan TSHs
b. Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) nodul tiroid :
 Bila hasil laboratorium : non-toksik
 Bila hasil lab (awal) toksik, tetapi hasil scan : cold nodul → syarat : sudah menjadi eutiroid.
c. USG tiroid :
 Pemantau kasus nodul yang tidak dioperasi
 Pemandu pada BAJAH
d. Sidik tiroid ;
 Bila klinis : ganas, tetapi hasil sitologi dengan BAJAH (2 kali) : jinak,
 Hasil sitologi dengan BAJAH : curiga ganas
e. Petanda keganasan tiroid (bila ada riwayat keluarga dengan karsinoma tiroid meduler, diperiksakan
kalsitonin)
f. Pemeriksaan antitiroglobulin bila TSHs meningkat, curiga penyakit Hashimoto.

TERAPI
Sesuai hasil BAJAH, maka terapi :
A. Ganas
→ Operasi Tiroidektomi near-total
B. Curiga
→ Operasi dengan lebih dahulu melakukan potong beku (VC) :
Bila hasil = ganas → Operasi Tiroidektomi near-total.
Bila hasil = jinak → Operasi Lobektomi , atau Tiroidektomi near-total.
→ Alternatif : Sidik tiroid. Bila hasil = cold nodule → Operasi

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 18


Standar Pelayanan Medik

C. Tak cukup/sediaan tak representatif


 Jika nodul Solid (saat BAJAH) : ulang BAJAH.
Bila klinis curiga ganas tinggi → Operasi Lobektomi
Bila klinis curiga ganas rendah → Observasi
 Jika nodul Kistik (saat BAJAH) : aspirasi
Bila kista regresi → Observasi
Bila kista rekurens, klinis curiga ganas rendah → Observasi
Bila kista rekurens, klinis curiga ganas tinggi → Operasi Lobektomi
D. Jinak
→ terapi dengan Levo-tiroksin (LT4) dosis subtoksis.
 Dosis dititrasi mulai 2 x 25 ug (3 hari),
 dilanjutkan 3 x 25 ug (3-4 hari),
 bila tidak ada efek samping atau tanda toksis : dosis menjadi 2 x 100 ug sampai 4-6 minggu,
kemudian evaluasi TSH (target 0,1-0,3 ulU/L)
 supresi TSH dipertahankan selama 6 bulan
 evaluasi dengan USG : apakah nodul berhasil mengecil atau tidak (berhasil bila mengecil >50%
dari volume awal)
o Bila nodul mengecil atau tetap → L-tiroksin dihentikan dan diobservasi :
o Bila setelah itu struma membesar lagi, maka L-tiroksin dimulai lagi (target TSH 0,1-0,3 uIU/L).
o Bila setelah L-tiroksin dihentikan, struma tidak berubah, diobservasi saja .
o Bila nodul membesar dalam 6 bulan atau saat terapi supresi → obat dihentikan dan operasi
Tiroidektomi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi → hasil PA :
 Jinak : terapi dengan L-tiroksin : target TSH 0,5-3,0 uIU/L
 Ganas : terapi dengan L-tiroksin
 Individu dengan risiko ganas tinggi :
target TSH <0,01-0,05 uIU/L
 Individu dengan risiko ganas rendah :
target TSH 0,05-0,1 uIU/L

KOMPLIKASI
Umumnya tidak ada, kecuali ada infeksi seperti pada tiroiditis akut/subakut.

PROGNOSIS
Tergantung jenis nodul,tipe histopatologis.

UNIT TERKAIT
Bagian Radiologi, Bedah, Patologi Klinik, Patologi Anatomik.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 19


Standar Pelayanan Medik

KISTA TIROID

PENGERTIAN
Kista tiroid adalah nodul kistik pada jaringan tiroid, merupakan 10-25% dari seluruh nodul tiroid. Insidens
keganasan pada nodul kistik kurang dibandingkan nodul solid. Pada nodul kistik kompleks masih mungkin
merupakan suatu keganasan. Sebagian nodul kistik mempunyai bagian yang solid.

DIAGNOSIS
Anamnesis
1. Sejak kapan benjolan timbul
2. Rasa nyeri spontan atau tidak spontan, berpindah atau tetap
3. Cara membesarnya : cepat atau lambat
4. Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa benjolan atau hanya
pembesaran leher saja
5. Riwayat keluarga
6. Riwayat penyinaran daerah leher pada waktu kecil/muda
7. Perubahan suara
8. Gangguan menelan
9. Sesak nafas
10. Penurunan berat badan
11. Keluhan tirotoksikosis

Pemeriksaan fisik ;
a. Umum
b. Lokal :
 Nodus tunggal atau majemuk, atau difus
 Nyeri tekan
 Konsistensi : kistik
 Permukaan
 Perlekatan pada jaringan sekitarnya
 Pendesakan atau pendorongan trakea
 Pembesaran kelenjar getah bening regional
 Pemberton's sign

Penilaian risiko keganasan :


Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostik penyakit tiroid jinak, tetapi tak sepenuhnya
menyingkirkan kanker tiroid :
 Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau difusa jinak
 Riwayat keluarga dengan tiroiditis Hashimoto atau penyakit tiroid autoimun
 Gejala hipotiroidisme atau hipertiroidisme
 Nyeri yang berhubungan dengan nodul
 Nodul lunak, mudah digerakkan
 Multinodul tanpa nodul yang dominan, dan konsistensi sama.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan ke arah keganasan tiroid :
1. Umur <20 tahun atau >70 tahun
2. Gender laki-laki
3. Nodul disertai disfagia, serak, atau obstruksi jalan nafas
4. Pertumbuhan nodul cepat (beberapa minggu-bulan)
5. Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak-anak atau dewasa (juga meningkatkan insidens penyakit
nodul tiroid jinak)
6. Riwayat keluarga kanker tiroid medular
7. Nodul yang tunggal, berbatas tegas, keras, irreguler dan sulit digerakkan : Paralisis pita suara
SPM Penyakit Dalam RS Meilia 20
Standar Pelayanan Medik

8. Temuan limfadenopati servikal


9. Metastasis jauh (paru-paru, dll)

Langkah diagnostik awal : TSHs, FT4


Bila hasil : Non toksik → Langkah diagnostik II :
→ Pungsi aspirasi kista dan BAJAH bagian solid dari kista tiroid

DIAGNOSIS BANDING
Kista tiroid, kista degenerasi, karsinoma tiroid

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. USG tiroid :
 dapat membedakan bagian padat dan cair,
 dapat untuk memandu BAJAH : menemukan bagian solid.
 gambaran USG kista = kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen, dinding tipis.
2. Sitologi cairan kista dengan prosedur sitospin.
3. Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) : pada bagian yang solid.

TERAPI
Pungsi aspirasi seluruh cairan kista :
 Bila kista regresi → Observasi
 Bila kista rekurens, klinis kecurigaan ganas rendah → pungsi aspirasi dan observasi
 Bila kista rekurens, klinis kecurigaan ganas tinggi → operasi lobektomi.

TERAPI
Tidak ada.

PROGNOSIS
Dubia ad bonam, tergantung tipe dan jenis histopatologinya.

UNIT TERKAIT
Bagian Patologi Klinik, Patologi Anatomi, Bedah.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 21


Standar Pelayanan Medik

II
RHEUMATOLOGI

ARTRITIS PIRAI
SPM Penyakit Dalam RS Meilia 22
Standar Pelayanan Medik

PENGERTIAN
Artritis Pirai adalah penyakit yang disebabkan oleh deposisi kristal-monosodium urat (MSU) yang terjadi
akibat supersaturasi cairan ekstra selular dan mengakibatkan satu atau beberapa manifestasi klinik.

DIAGNOSIS
Kriteria ACR (1977) :
A. Didapatkan kristal monosodium urat di dalam cairan sendi, atau
B. Didapatkan kristal monosodium urat di dalam tofus, atau
C. Didapatkan 6 dari 12 kriteria berikut :
1. Inflamasi maksimal pada hari pertama
2. Serangan artritis akut lebih dari 1 kali
3. Artritis monoartikular
4. Sendi yang terkena berwarna kemerahan
5. Pembengkakan dan sakit pada sendi MTP 1
6. Serangan pada sensi MTP unilateral
7. Serangan pada sensi tarsal unilateral
8. Tofus
9. Hiperurisemia
10. Pembengkakan sendi asimetris pada gambaran radiologik
11. Subkortikal tanpa erosi pada gambaran radiologik
12. Kultur bakteri cairan sendi negatif

DIAGNOSIS BANDING
Pseudogout, artritis septik, artritis reumatoid

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. LED, CRP.
2. Analisis cairan sendi.
3. Asam urat darah dan urin 24 jam.
4. Ureum, kreatinin, CCT.
5. Radiologi sendi.

TERAPI
1. Penyuluhan
2. Pengobatan fase akut :
a. Kolkisin. Dosis 0,5 mg diberikan tiap jam sampai terjadi perbaikan inflamasi atau terdapat tanda-tanda
toksik atau dosis tidak melebihi 8 mg/24 jam.
b. Obat antiinflamsi non-steroid.
c. Glukokortikoid dosis rendah bila ada kontraindikasi dan kolkisin dan obat antiinflamsi non-steroid.
3. Pengobatan hiperurisemia :
a. Diet rendah purin
b. Obat penghambat xantin oksidase (untuk tipe produksi berlebih), misalnya allopurinol
c. Obat urikosurik (untuk tipe sekresi rendah). Obat antihiperurisemik tidak boleh diberikan pada stadium
akut.

KOMPLIKASI
1. Tofus
2. Deformitas sendi
3. Nefropati gout, gagal ginjal, batu saluran kencing.

PROGNOSIS
Bonam

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 23


Standar Pelayanan Medik

UNIT TERKAIT
-

ARTRITIS REUMATOID

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 24


Standar Pelayanan Medik

PENGERTIAN
Artritis Reumatoid adalah penyakit inflamasi sestemik kronik yang terutama mengenai sendi di artrodial.
Termasuk penyakit autoimun dengan etiologi yang tidak diketahui.

DIAGNOSIS
Kriteria Diagnosis (ACR, 1987)
1. Kaku pagi, sekurangnya 1 jam
2. Artritis pada sekurangnya 3 sendi
3. Artritis pada sendi pergelangan tangan, metacarpophalanx (MCP) dan Proximal Interphalanx (PIP)
4. Artritis simetris
5. Nodul reumatoid
6. Faktor reumatoid serum positif
7. Gambaran radiologik yang spesifik.
Untuk diagnosis AR, diperlukan 4 dari 7 kriteria tersebut di atas. Kriteria 1-4 harus minimal diderita selama 6
minggu.

DIAGNOSIS BANDING
Spondiloartropati seronegatif, Sindrom Sjogren.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. LED, CRP.
2. Faktor reumatoid serum. Hasil positif dijumpai pada sebagian besar kasus (85%), sedangkan hasil negatif
tidak menyingkirkan adanya AR.
3. Analisis cairan sendi. Dapat terlihat peningkatan jumlah leukosit di atas 2000/m 3. Analisis ini sekaligus
digunakan untuk menyingkirkan adanya artropati kristal.
4. Radiologi tangan dan kaki. Gambaran dini berupa pembengkakan jaringan lunak, diikuti oleh osteoporosis
juxta-articular dan erosi pada bare area tulang. Keadaan lanjut terlihat penyempitan celah sendi,
osteoporosis difus, erosi meluas sampai daerah subkondral.
5. Biopsi sinovium/nodul reumatoid.

TERAPI
1. Penyuluhan
2. Proteksi sendi, terutama pada stadium akut
3. Obat antiinflamasi non-steroid
4. Obat remitif (DMARD), misalnya :
 Klorokuin dengan dosis 1x250 mg/hari
 Metotreksat dosis 7,5-20 mg sekali seminggu,
 Salazopirin dosis 3-4x500 mg/hari,
 Garam emas per oral dosis 3-9 mg/hari, atau subkutan dosis awal 10 g, dilanjutkan seminggu
kemudian dengan dosis 25 mg/minggu, dan dinaikkan menjadi 50 mg/minggu selama 20
minggu, selanjutnya diturunkan setiap 4 minggu sampai dosis kumulatif 2 g.
5. Glukokortikoid, dosis seminimal mungkin dan sesingkat mungkin, untuk mengatasi keadaan akut atau
kekambuhan. Dapat diberikan prednison dengan dosis 20 mg dosis terbagi dan segera tappering off.
6. Bila terdapat peradangan yang terbatas hanya pada 1-2 sendi, dapat diberikan injeksi steroid intraartikular
seperti triamcinolon acetonide 10 mg atau metilprednisolon 20-40 mg.
7. Fisioterapi, terapi okupasi, bila perlu dapat diberikan ortosis.
8. Operasi untuk memperbaiki deformitas.

KOMPLIKASI
1. Deformitas sendi (boutonnierre, swan neck, deviasi ulnar).
2. Sindrom terowongan karpal
PROGNOSIS
Dubia

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 25


Standar Pelayanan Medik

UNIT TERKAIT
Bagian Bedah.

LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK

PENGERTIAN

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 26


Standar Pelayanan Medik

Lupus eritematosus sistemik adalah penyakit autoimun yang ditandai produksi antibodi terhadap komponen-
komponen inti sel yang mengakibatkan manifestasi klinis yang luas.

DIAGNOSIS
Kriteria Diagnosis ACR 1982. Diagnosis ditegakkan bila didapatkan 4 dari 11 kriteria di bawah ini :
1. Ruam malar
2. Ruam diskoid
3. Fotosensitivitas
4. Ulserasi di mulut atau nasofaring
5. Artritis
6. Serositis (pleuritis atau perikarditis)
7. Kelainan ginjal (proteinuria >0,5 g/hari, atau silinder sel)
8. Kelainan neurologi, kejang-kejang atau psikosis.
9. Kelainan hematologi, anemia hemolitik, atau leukopenia, atau limfopenia, atau trombopenia.
10. Kelainan imunologik, sel LE positif atau anti DNA positif, atau anti Sm positif, tes serologi untuk sifilis
positif palsu.
11. Antibodi antinuklear (ANA) positif.

DIAGNOSIS BANDING
Mixed connective tissue disease, sindrome vaskulitis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. LED, CRP
2. C3 dan C4
3. ANA, ENA (anti dsDNA dsb)
4. Coomb test,bila ada AIHA
5. Biopsi kulit

TERAPI
1. Penyuluhan
2. Proteksi terhadap sinar matahari, sinar ultraviolet, dan sinar fluoresein
3. Pada manifestasi non-organ vital (kulit, sendi, fatigue) dapat diberikan klorokuin 4 mg/kgBB/hari.
4. Bila mengenai organ vital, berikan prednison 1-1,5 mg/kgBB/hari selama 6 minggu, kemudian tappering
off.
5. Bila terdapat peradangan terbatas pada 1-2 sendi, dapat diberikan injeksi steroid intraartikular.
6. Pada kasus berat atau mengancam nyawa dapat diberikan metilprednison 1 gr/hari IV selama 3 hari
berturut-turut, lalu prednison 40-60 mg/hari per oral.
7. Bila pemberian glukokortikoid selama 4 minggu tidak memuaskan, maka dimulai pemberian imunosupresif
lain, misal siklofosfamid 500-1000 mg/m2 sebulan sekali selama 6 bulan, kemudian tiap 3 bulan sampai 2
tahun.
8. Imunosupresan lain yang dapat diberikan adalah azatioprin, siklosporin-A.

KOMPLIKASI
Anemia hemolitik, trombosis, lupus serebral, nefritis lupus, infeksi sekunder, asteonekrosis.

PROGNOSIS
Dubia.

UNIT TERKAIT
Bagian Kulit Kelamin.

ARTRITIS SEPTIK

PENGERTIAN
SPM Penyakit Dalam RS Meilia 27
Standar Pelayanan Medik

Artritis septik adalah artritis yang disebabkan oleh adanya infeksi berbagai mikroorganisme (bakteri, non-
gonokokal).

DIAGNOSIS
 Nyeri sendi akut, umumnya monoartikular
 Umumnya terdapat penyakit lain yang mendasari
 Ditemukan bakteri dari kultur cairan sendi.

DIAGNOSIS BANDING
Artritis gonokokal, bursitis septic.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Analisis cairan sendi
2. Pewarnaan Gram dan kultur cairan sendi
3. Radiografi sendi yang terserang
4. LED, CRP, leukosit darah
5. Kultur darah, bila ada tanda-tanda sepsis.

TERAPI
1. Aspirasi cairan sendi
2. Antibiotik berspektrum luas sebelum ada hasil kultur dan diubah setelah hasil kultur diperoleh.
3. Drainase sendi yang terinfeksi.
4. Indikasi tindakan bedah adalah infeksi koksa pada anak-anak, infeksi mengenai sendi yang sulit dilakukan
drainase secara adekuat, terdapat bukti osteomielitis, infeksi berkembang ke jaringan lunak sekitarnya.

KOMPLIKASI
Osteomielitis, sepsis.

PROGNOSIS
Dubia

UNIT TERKAIT
Bagian Bedah

OSTEOARTRITIS

PENGERTIAN

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 28


Standar Pelayanan Medik

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degeneratif yang mengenai rawan sendi. Penyakit ini ditandai oleh
kehilangan rawan sendi progresif dan terbentuknya tulang baru pada trabekula subkondral dan tepi tulang
(osteofit).

DIAGNOSIS
Osteoartritis sendi lutut :
1. Nyeri lutut, dan
2. Salah satu dari 3 kriteria berikut :
a. Usia >50 tahun
b. Kaku sendi <30 menit
c. Krepitasi+osteofit

Osteoartritis sendi tangan :


1. Nyeri tangan atau kaku, dan
2. Tiga dari 4 kriteria berikut :
a. Pembesaran jaringan keras dari 2 atau lebih dari 10 sendi tangan tertentu (DIP II dan III kiri dan
kanan, CMC 1 kiridan kanan)
b. Pembesaran jaringan keras dari 2 atau lebih sendi DIP
c. Pembengkakan pada <3 sendi MCP
d. Deformitas pada minimal 1 dari 10 sendi tangan tertentu.

Osteoartritis sendi pinggul :


1. Nyeri pinggul, dan
2. Minimal 2 dari 3 kriteria berikut :
a. LED <20 mm/jam
b. Radiologi : terdapat osteofit pada femur atau asetabulum
c. Radiologi : terdapat penyempitan celah sendi (superior, aksial, dan/atau medial)

DIAGNOSIS BANDING
Artritis rematoid, artritis gout, artritis septik, spondilitis ankilosa

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. LED (pada OA inflamatif, LED akan meningkat)
2. Analisis cairan sendi
3. Radiografi sendi yang terserang
4. Artroskopi.

TERAPI
1. Penyuluhan
2. Proteksi sendi, terutama pada stadium akut
3. Obat antiinflamasi non-steroid, diantaranya : sodium diklofenak 50 mg t.i.d, piroksikam 20 mg o.d
meloksikam 7,5 mg o.d, dan sebagainya
4. Steroid intraartikular untuk OA inflamasi
5. Fisioterapi, terapi okupasi, bila perlu diberikan ortosis
6. Operasi untuk memperbaiki : deformitas.

KOMPLIKASI
Deformitas sendi.

PROGNOSIS
Dubia

UNIT TERKAIT
Bagian Bedah.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 29


Standar Pelayanan Medik

SKLEROSIS SISTEMIK

PENGERTIAN
Sklerosis sistemik merupakan penyakit kronik yang mengenai berbagai sistem organ dan terutama ditandai
dengan penebalan kulit. Penyakit ini dapat difus, terbatas, atau berupa sindrom tumpang tindih.

DIAGNOSIS

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 30


Standar Pelayanan Medik

A. Kriteria mayor
Skleroderma proksimal
B. Kriteria minor
1. Sklerodaktil
2. Pencekungan jari atau hilangnya substansi jari
3. Fibrosis basal di kedua paru.
Diagnosis ditegakkan bila didapat 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor atau lebih.

DIAGNOSIS BANDING
Mixed Connective Tissue Disease.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. LED, CRP, Peningkatan hasil menunjukkan proses inflamasi aktif
2. ANA, anti topo-1 (Scl-70), antobody antisentromer, anti SS-S, anti SS-B, anti RNP. Diharapkan hasil
tersebut positif, terutama anti-topoisomerase 1, RNA polymerase I, III dan U3 rnp.
3. Radiologi tangan, toraks.
4. Uji fungsi paru
5. Ureum dan kreatinin
6. Biopsi kulit

TERAPI
Penyuluhan dan dukungan psikososial
 Proteksi terhadap suhu dingin untuk mengatasi fenomena Raynaud.
 Bila terdapat ulkus atau gangren, harus dirawat dengan baik dan diberikan antibiotik yang adekuat.
 Dapat dicoba D-penisilamin 3x250 mg. Bila gagal dapat dicoba DMARD lain seperti metotreksat.
 Bila didapatkan gangguan gastrointestinal, dapat diberikan H2 antagonis, omeprazol, dan obat-obat
prokinetik.
 Pada keadaan krisis renal, dapat diberikan kaptopril. Bila fungsi ginjal memburuk, dapat dilakukan dialisis.
 Pada pneumonitis, dapat diberikan glukokortikoid atau siklofosfamid.

KOMPLIKASI
Hipertensi yang tidak terkontrol, krisis renal, pneumonitis, refluks esofagitis, divertikulosis.

PROGNOSIS
Dubia

UNIT TERKAIT
Bagian Kulit-Kelamin

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 31


Standar Pelayanan Medik

III
TROPIK INFEKSI

DEMAM BERDARAH DENGUE

PENGERTIAN
Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty dan Aedes albopictus serta memenuhi kriteria WHO untuk
demam berdarah dengue (DBD).

DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis WHO 1997 untuk DBD harus memenuhi :
SPM Penyakit Dalam RS Meilia 32
Standar Pelayanan Medik

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut ini :
 Uji torniquet positif (>20 petekie dalam 2,54 cm2)
 Petekie, ekimosis, atau purpura
 Perdarahan mukosa, saluran cerna, bekas suntikan, atau tempat lain
 Hematemesis atau melena
3. Trombositopenia (<100.000/mm3)
4. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage :
 Hematokrit meningkat >20% dibanding hematokrit rata-rata pada usia, jenis kelamin, dan populasi
yang sama
 Hematokrit turun hingga >20% dari hematokrit awal, setelah pemberian cairan
 Terdapat efusi pleura, efusi perikard, asites, dan hipoproteinemia.

Derajat
I : Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas, manifestasi perdarahan hanya berupa uji
tourniquet positif dan/atau mudah memar.
II : Derajat I disertai perdarahan spontan
III : Terdapat kegagalan sirkulasi : nadi cepat dan lemah atau hipotensi, disertai kulit dingin dan lembab
serta gelisah.
IV : Renjatan : tekanan darah dan nadi tidak teratur DBD derajat III dan IV digolongkan dalam sindrom
renjatan dengue.

DIAGNOSIS BANDING
Demam akut lain yang bermanifestasi trombositopenia

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hb, Ht, leukosit, trombosit, serologi dengue.

TERAPI
A. Non farmakologis : tirah baring, makanan lunak
B. Farmakologis :
1. Simptomatis : antipiretik parasetamol bila demam
2. Tatalaksana terinci dapat dilihat pada lampiran protokol tatalaksana DBD
 Cairan intravena : Ringer Laktat atau Ringer Asetat 4-6 jam/kolf
Koloid plasma ekspander pada DBD stadium III dan IV bila diperlukan
 Transfusi trombosit dan komponen darah sesuai indikasi
 Pertimbangan heparinisasi pada DBD stadium III atau IV dengan koagulasi intravaskular
diseminata (KID)

KOMPLIKASI
Renjatan, perdarahan, KID.

PROGNOSIS
Bonam.

UNIT TERKAIT
-

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 33


Standar Pelayanan Medik

DEMAM TIFOID

PENGERTIAN
Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonell typhi atau
Salmonella paratyphi.

DIAGNOSIS
a. Anamnesis : demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam menetap (kontinyu) atau
remitten pada minggu kedua. Demam terutama sore/malam hari, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual,
muntah, obstipasi atau diare.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 34


Standar Pelayanan Medik

b. Pemeriksaan Fisis : febris, kesadaran berkabut, bradikardi relatif (peningkatan suhu 1°C tidak diikuti
peningkatan denyutnadi 8x/menit), hepatomegali, splenomegali, nyeri abdomen, roseolae (jarang pada
orang Indonesia).
c. Laboratorium : dapat ditemukan leukopeni, leukositosis, atau leukosit normal, aneosinofilia, limfopenia,
peningkatan LED, anemia ringan, trombositopenia, gangguan fungsi hati. Kultur darah (biakan empedu)
positif atau peningkatan titer Widal >4 kali lipat setelah satu minggu memastikan diagnosis. Kultur darah
negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Uji Widal tunggal dengan titer antibodi O 1/320 atau H 1/640
disertai gambaran klinis khas menyokong diagnosis.

Hepatitis Tifosa
Bila memenuhi 3 atau lebih kriteria Khosla (1990) : hepatomegali, ikterik, kelainan laboratorium (antara lain :
bilirubin >30,6 umol/l, peningkatan SGOT/SGPT, penurunan indeks PT), kelainan histopatologi.

Tifoid Karier
Ditemukannya kuman Salmonella typhi dalam biakan feses atau urin pada seseorang tanpa tanda klinis
infeksi atau pada seseorang setelah 1 tahun pasca-demam tifoid.

DIAGNOSIS BANDING
Infeksi virus, malaria.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah perifer lengkap, tes fungsi hati, serologi, kultur darah (biakan empedu).

TERAPI
A. Non farmakologis : tirah baring, makanan lunak rendah serat.
B. Farmakologis :
1. Simptomatis
2. Antimikroba :
a. Pilihan utama : Kloramfenikol 4x500mg sampai dengan 7 hari bebas demam.
b. Alternatif lain ;
 Tiamfenikol 4x500 mg (komplikasi hematologi lebih rendah dibandingkan Kloramfenikol)
 Kotrimoksazol 2x2 tablet selama 2 minggu
 Ampisilin dan amoksisilin 50-150 mg/kgBB selama 2 minggu
 Sefalosporin generasi III : terbukti efektif adalah seftriakson 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc
selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari.
 Dapat pula diberikan sefotaksim 2-3x1 gram, sefoperazon 2x1 gram.
 Fluorokuinolon (demam umumnya lisis pada hari III atau menjelang hari IV) :
o Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari.
o Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari.
o Ofloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari.
o Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari.
o Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari.
3. Pada kasus toksik tifoid (demam tifoid disertai gangguan kesadaran dengan atau tanpa kelainan
neurologis lainnya dan hasil pemeriksaan cairan otak masih dalam batas normal) langsung diberikan
kombinasi kloramfenikol 4 x 500 mg dengan ampisilin 4 x 1 gram dan deksametason 3 x 5 mg.
4. Kombinasi antibiotik hanya diindikasikan pada toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, renjatan septik.
5. Steroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau demam tifoid yang mengalami renjatan septik
dengan dosis 3 x 5 mg.

Kasus tifoid karier :


a. Tanpa kolelitiasis → pilihan rejimenn terapi selama 3 bulan :
 Ampisilin 100 mg/kgBB/hari + Probenesid 30 mg/kgBB/hari
 Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari + Probenesid 30 mg/kgBB/hari
 Kotrimoksazol 2 x 2 tablet/hari.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 35


Standar Pelayanan Medik

b. Dengan kolelitiasis → kolesistektomi + regimen tersebut di atas selama 28 hari atau kolesistektomi +
salah satu rejimen berikut :
 Siprofloksasin 2 x 750 mg/hari
 Norfloksasin 2 x 400 mg/hari
c. Dengan infeksi Schistosoma haematobium pada traktus urinarius → eradikasi Schistosoma
haematobium:
 Prazikuantel 40 mg/kgBB dosis tunggal, atau
 Metrifonat 7,5-10 mg/kgBB bila perlu diberikan 3 dosis, interval 2 minggu.
Setelah eradikasi berhasil, diberikan rejimen terapi untuk tifoid karier seperti di atas.

Perhatian : Pada kehamilan fluorokuinolon dan kotrimoksazol tidak boleh digunakan. Kloramfenikol tidak
dianjurkan pada trimester III. Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester I. Obat yang dianjurkan golongan
beta laktam : ampisilin, amoksisilin, dan sefalosporin generasi III (seftriakson).

KOMPLIKASI
1. Intestinal : perdarahan intyestinal, perforasi usus, ileus paralitik, pankreatitis.
2. Ekstra-intestinal : kardiovaskular (kegagalan sirkulasi perifer, miokarditis, trombosis, tromboflebitis),
hematologik (anemia hemolitik, trombositopenia, KID), paru (pneumonia, empiema, pleuritis), hepatobilier
(hepatitis, kolesistitis), ginjal (glomerulonefritis, peilonefritis, perinefritis), tulang (osteomielitis, periostitis,
spondilitis, artritis), neuropsikiatrik (toksik tifoid).

PROGNOSIS
Baik. Bila penyakit berat, pengobatan terlambat/tidak adekuat atau ada komplikasi berat, prognosis
meragukan/buruk.

UNIT TERKAIT
Bagian Bedah.

LEPTOSPIROSIS

PENGERTIAN
Penyakit zoonosis yang disebabkan oleh spirokaeta pathogen dari family Leptospiraceae.

DIAGNOSIS
a. Anamnesis : demam tinggi, menggigil, sakit kepala, nyeri otot, mual, muntah, diare.
b. Pemeriksaan Fisis : injeksi konjunctiva, ikterik, fotofobia, hepatomegali, splenomegali, penurunan
kesadaran.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 36


Standar Pelayanan Medik

c. Laboratorium : dapat ditemukan leukositosis, peningkatan amylase, lipase, dan CK, gangguan fungsi
hati, gangguan fungsi ginjal. Serologi leptospira positif (titer .1/100 atau terdapat peningkatan >4 kali pada
titer ulangan).

DIAGNOSIS BANDING
Hepatitis tifosa, ikterus obstruktif, malaria, kolangitis, hepatitis fulminan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, tes fungsi hati, ureum, kreatinin, elektrolit, amylase, lipase, serologi leptospira MAT (mikoaglutinasi test).

TERAPI
A. Nonfarmakologis
Tirah baring, makanan/cairan tergantung pada komplikasi organ yang terlibat.
B. Farmakologis
1. Simptomatis
2. Antimikroba pilihan adalah pilihan utama : Penisilin G 4 x 1,5 juta unit selama 5-7 hari, alternative
tetrasiklin, eritromisin, doksisiklin, sefalosporin generasi III, flurokuinolon

KOMPLIKASI
Gagal ginjal, pancreatitis, miokarditis, perdarahan massif, meningitis aseptic.

PROGNOSIS
Bonam

UNIT TERKAIT
-

SEPSIS DAN RENJATAN SEPTIK

PENGERTIAN
 Sepsis merupakan sindrom respons inflamasi sistemik (SIRS) yang disebabkan oleh infeksi.
 Renjatan (syok) septik : sepsis dengan hipotensi, ditandai dengan penurunan TDS <90 mmHg atau
penurunan >40 mmHg dari TD awal, tanpa adanya obat-obatan yang dapat menurunkan TD.
 Sepsis berat : gangguan fungsi organ atau kegagalan fungsi organ termasuk penurunan kesadaran,
gangguan fungsi hati, ginjal, paru-paru, dan asidosis metabolik.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 37


Standar Pelayanan Medik

DIAGNOSIS SEPSIS
1. SIRS ditandai dengan 2 gejala atau lebih berikut :
 Suhu badan >38ºC atau <36ºC
 Frekuensi denyut jantung >90x/menit
 Frekuensi pernafasan >24x/menit atau PaCO2 <32
 Hitung leukosit >12.000/mm3 atau <400.000/mm3, atau adanya >10% sel batang
2. Ada fokus infeksi yang bermakna.

DIAGNOSIS BANDING
Renjatan kardiogenik, renjatan hipovolemik

PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, tes fungsi hati, ureum, kreatinin, gula darah, AGD, elektrolit, kultur darah dan infeksi fokal (urin, pus,
sputum, dll) disertai uji kepekaan mikroorganisme terhadap anti mikroba, fototoraks.

TERAPI
1. Eradikasi fokus infeksi.
2. Antimikroba empiric diberikan sesuai dengan tempat infeksi, dugaan kuman penyebab, profil antimikroba
(farmakokinetik dan farmakodinamik), keadaan fungsi ginjal dan fungsi hati.

Antimikroba definitif diberikan bila hasi kultur mikroorganisme telah diketahui, antimikroba dapat diberikan
sesuai hasi uji kepekaan mikroorganisme.
 Suportif : resusitasi ABC, oksigenasi, terapi cairan, vasopresor/inotropik, dan tranfusi (sesuai indikasi)
pada renjatan septik diperlukan untuk mendapatkan respon secepatnya.
 Resusitasi cairan. Hipovolemia pada sepsis segera diatasi dengan pemberian cairan kristaloid atau
koloid. Volume cairan yang diberikan mengacu kepada respon klinis (respons terlihat dari peningkatan
tekanan darah, penurunan frekuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan ekstremitas,
produksi urin, dan perbaikan kesadaran) dan perlu diperhatikan ada tidaknya tanda kelebihan cairan
(peningkatan tekanan vena jugularis, ronki, gallop S3, dan penurunan saturasi oksigen). Sebaiknya
dievaluasi dengan CVP (dipertahankan 8-12 mmHg), dengan mempertimbangkan kebutuhan kalori per
hari.
 Oksigenasi sesuai kebutuhan. Ventilator diindikasikan pada hipoksemia yang progresif, hiperkapnia,
gangguan neurologis, atau kegagalan otot pernafasan.
 Bila hidrasi cukup tetapi pasien tetap hipotensi, diberikan vasoaktif untuk mencapai tekanan darah
sistolik >90 mmHg atau MAP 60 mmHg dan urin dipertahankan >30 ml/jam. Dapat digunakan
vasopresor seperti dopamine dengan dosis >8 µg/kgBB/menit, norepinefrin 0,03-1,5 µg/kgBB/menit,
fenilefrin 0,5-8 µg/kgBB/menit, atau epinefrin 0,1-0,5 µg/kgBB/menit. Bila terdapat disfungsi miokard,
dapat digunakan inotropik seperti dobutamin dengan dosis 2-28 µg/kgBB/menit, dopamine 3-8
mcg/kgBB/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/kgBB/menit, atau fosfodiesterase inhibitor (amrinon dan
milrinon).
 Transfusi komponen darah sesuai indikasi.
 Koreksi gangguan metabolic : elektrolit, gula darah, dan asidosis metabolic (secara empiris dapat
diberikan bila pH <7,2 atau bikarbonat serum <9 mEq/l, dengan disertai upaya perbaikan
hemodinamik).
 Nutrisi yang adekuat.
 Terapi suportif terhadap gangguan fungsi ginjal.
 Kortikosteroid bila ada kecurigaan insufisiensi adrenal.
 Bila terdapat KID dan didapatkan bukti terjadinya tromboemboli, dapat diberikan heparin dengan dosis
100 IU/kgBB bolus, dilanjutkan 15-25 IU/kgBB/jam dengan infuse kontinu, dosis lanjutan disesuaikan
untuk mencapai target aPTT 1,5-2 kali control atau antikoagulan lainnya.

KOMPLIKASI
Gagal nafas, gagal ginjal, gagal hati, KID, renjatan septik irreversible.

PROGNOSIS
SPM Penyakit Dalam RS Meilia 38
Standar Pelayanan Medik

Dubia ad malam

UNIT TERKAIT
ICU

FEVER OF UNKNOWN ORIGIN

PENGERTIAN
 Fever of Unknown Origin (FUO) klasik adalah demam >38,3ºC selama lebih dari 3 minggu, sudah
dilakukan pemeriksaan intensif selama 3 hari bila pasien dirawat atau minimal 3 kali kunjungan pasien
rawat jalan tetapi belum dapat ditentukan penyebab demam. Penyebab : infeksi, neoplasma, penyakit
kolagen dan vaskular.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 39


Standar Pelayanan Medik

 FUO pada pasien HIV adalah demam >38,3ºC selama 4 minggu atau lebih pada pasien rawat jalan atau
minimal 4 hari pada pasien yang dirawat dengan hasil pertumbuhan mikroorganisme negative dari dugaan
fokus infeksi. Penyebab : infeksi, obat, sarcoma, limfoma.
 FUO pada pasien netropenia (jumlah leukosit PMN <500/mm3) adalah demam >38,3ºC, dalam 3 hari
perawatan pertumbuhan mikroorganisme masih negatif dari dugaan fokus infeksi. Penyebab : infeksi.
 FUO pada geriatri adalah demam >38,3ºC, dalam 3 hari perawatan atau minimal 3 kali kunjungan pasien
rawat jalan belum dapat ditentukan penyebab dari demam. Penyebab : neoplasma, penyakit kolagen,
infeksi.
 FUO pada pasien pediatri (usia <18 tahun) adalah demam >38,3ºC selama lebih dari 8 hari, sudah
dilakukan pemeriksaan intensif selama 3 hari bila pasien dirawat atau minimal 3 kali kunjungan pasien
rawat jalan tetapi belum dapat ditentukan penyebab demam. Penyebab : infeksi, penyakit kolagen,
neoplasma.
 FUO pada pasien nosokomial demam >38,3ºC timbul pada pasien yang dirawat di RS dan pada saat
mulai dirawat serta pada masa permulaan perawatan tidak terjangkit infeksi, penyebab demam tak
diketahui dalam waktu 3 hari termasuk hasil pertumbuhan mikroorganisme negative dari dugaan fokus
infeksi. Penyebab : infeksi.
 FUO iatrogenik adalah demam >38,3ºC akibat penggunaan obat : penisilin, sefalosporin, sulfonamida,
atropine, fenitoin, prokainamida, amfoterisin, interferon, interleukin, rifampisin, INH, makrolida, klindamisin,
vankomisin, aminoglikosida, alopurinol.

DIAGNOSIS
A. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis :
 Riwayat penyakit secara terperinci : pola demam, ada tidaknya infeksi saluran nafas atas, infeksi
saluran nafas bawah, kaku leher, nyeri perut, disuria atau sakit pinggang, diare, abses atau radang
tonsil dan otot, nyeri dan pembengkakan sendi, atau tanpa kelainan spesifik.
 Riwayat pekerjaan, perjalanan, kontak dengan orang sakit atau hewan, trauma fisik atau bedah, obat-
obatan (termasuk rokok, alcohol, narkoba), keadaan kulit pasien, kelenjar getah bening, lubang
orifices pasien.

B. Laboratorium : sesuai mikroorganisme dan organ terkait.

DIAGNOSIS BANDING
Infeksi, penyakit kolagen, neoplasma, efek samping obat.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan hematologi, kimia darah, UL, mikrobiologi, imunologi, radiologi, EKG, biopsy jaringan tubuh,
pencitraan, sidikan (scanning), endoskopi/peritoneoskopi, angiografi, imfografi, tindakan bedah (laparatomi
percobaan), uji pengobatan.

TERAPI
1. Simptomatis
2. Uji terapeutik dengan antibiotika, kortikosteroid, atau obat antiinflamasi non-steroid tidak dianjurkan
kecuali bila penyakit progresif dan potensial fatal sehingga terapi empirik diperlukan.

KOMPLIKASI
Sepsis, renjatan sepsis.
PROGNOSIS
Dubia

UNIT TERKAIT
-

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 40


Standar Pelayanan Medik

MALARIA

PENGERTIAN
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit Plasmodium falsiparum, Plasmodium vivax,
Plasmodium ovale, atau Plasmodium malariae dan ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles.

DIAGNOSIS

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 41


Standar Pelayanan Medik

A. Anamnesis : riwayat demam intermiten atau terus menerus, riwayat dari atau pergi ke daerah endemic
malaria, trias malaria (keadaan menggigil yang diikuti dengan demam dan kemudian timbul keringat yang
banyak ; pada daerah endemic malaria, trias malaria mungkin tidak ada, diare dapat merupakan gejala
utama).
B. Pemeriksaan Fisis : konjunctiva pucat, sclera ikterik, splenomegali.
C. Laboratorium : sediaan darah tebal dan tipis ditemukan plasmodium, serologi malaria (+) [sebagai
penunjang]
D. Malaria berat : ditemukannya P.falsiparum dalam stadium aseksua disertai satu atau lebih gejala berikut :
1. Malaria serebral : koma dalam yang tak dapat/sulit dibangunkan dan bukan disebabkan oleh
penyakit lain.
2. Anemia berat (normositik) pada keadaan hitung parasit >10.000/ul; (Hb <5 g/dl atau hematokrit
<15%).
3. Gagal ginjal akut (urin <400 ml/24 jam pada orang dewasa, atau <12 ml/kgBB pada anak-anak
setelah dilakukan rehidrasi disertai kreatinin > 3 mg/dl).
4. Edema paru/acute respiratory distress syndrome (ARDS).
5. Hipoglikemia (gula darah <40 mg/dl).
6. Gagal sirkulasi atau syok (tekanan sistolik <70 mmHg, disertai keringat dingin atau perbedaan
temperature kulit-mukosa >1ºC).
7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna, dan/atau disertai gangguan koagulasi
intravascular.
8. Kejang berulang lebih dari 2 kali dalam 24 jam setelah pendinginan pada hipertermia.
9. Asidemia (pH 7,25) atau asidosis (bikarbonat plasma <15 mEq/l).
10. Hemoglobinuria makroskopik oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena efek samping obat
antimalaria pada pasien dengan defisiensi G6PD).
11. Diagnosis pasca-kematian dengan ditemukannya P.falsiparum yang padat pada pembuluh darah
kapiler jaringan otak.

Beberapa keadaan yang juga dogolongkan sebagai malaria berat sesuai dengan gambaran klinis daerah
setempat :
1. Gangguan kesadaran.
2. Kelemahan otot tanpa kelainan neurologis (tak bisa duduk/jalan)
3. Hiperparasitemia >5% pada derah hipoendemik atau daerah tak stabil malaria
4. Ikterus (bilirubin >3 mg/dl)
5. Hiperpireksia (suhu rectal >40ºC).

DIAGNOSIS BANDING
Infeksi virus, demam tifoid toksik, hepatitis fulminan, leptospirosis, ensefalitis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah tebal dan tipis malaria, serologi malaria, DPL, tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, gula darah, UL, AGD,
elektrolit, hemostasis, rontgen toraks, EKG.

TERAPI
I. Infeksi P.vivax atau P.ovale
a. Daerah sensitive klorokuin :
Klorokuin basa 150 mg :
Hari I : 4 tablet + 2 tablet (6 jam kemudian),
Hari II dan III : 2 tablet atau
Hari I dan II : 4 tablet,
Hari III : 2 tablet
Terapi radikal : ditambah primakuin 1 x 15 mg selama 14 hari.
Bila gagal dengan terapi klorokuin, kina sulfat 3 x 400-600 mg/hari selama 7 hari.
b. Daerah resisten klorokuin
Kina 3 x 400-600 mg selama 7 hari.
Terapi radikal : ditambah primakuin 1 x 15 mg selama 14 hari.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 42


Standar Pelayanan Medik

II. Infeksi P.falsiparum ringan/sedang, infeksi campur P.falsiparum dan P.vivax


 Artemisin
Hari I : 4 tablet (200 mg)
Hari II : 4 tablet (200 mg)
Hari III : 4 tablet (200 mg)
 Amodiaquin
Hari I : 4 tablet (600 mg)
Hari II : 4 tablet (600 mg)
Hari III : 2 tablet (600 mg)
 Klorokuin basa 150 mg :
Hari I : 4 tablet + 2 tablet (6 jam kemudian)
Hari II : 2 tablet
Hari III : 2 tablet atau
Hari I : 4 tablet
Hari II : 4 tablet
Hari III : 2 tablet
 Bila perlu ditambah terapi radikal : ditambah primakuin 45 mg (3 tablet) (dosis tunggal); infeksi
campur : primakuin 1 x 15 mg selama 14 hari → bila resisten dengan pengobatan tersebut : SP 3
tablet (dosis tunggal) atau kina sulfat 3 x 400-600 mg/hari selama 7 hari.

III. Malaria berat


 Artesunate iv/im 2,4 mg/kgBB diberikan pada jam ke-0, 12, 24, dilanjutkan satu kali per hari.
 Drip kina HCl 500 mg (10 mg/kgBB) dalam 250-500 ml D5% diberikan dalam 8 jam (maksimum 2000
mg) dengan pemantauan EKG dan kadar gula darah tiap 8-12 jam sampai pasien dapat minum obat
per oral atau sampai hitung parasit malaria sesuai target (total pemberian parenteral dan per oral
selama 7 hari dengan dosis per oral 10 mg/kgBB/24 jam diberikan 3 kali sehari).
 Pengobatan dengan kina dapat dikombinasikan dengan tetrasiklin 94 mg/kgBB diberikan 4 kali sehari
atau doksisiklin 3 mg/kgBB sekali sehari.

Perhatian SP tidak boleh diberikan pada bayi dan ibu hamil. Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil,
dan penderita defisiensi G6PD. Klorokuin tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong. Pada
pemberian kina parenteral, bila obat sudah diterima selama 48 jam tetapi belum ada perbaikan dan atau
terdapat gangguan fungsi ginjal, maka dosis selanjutnya diturunkan sampai 30-50%. Kortikosteroid
merupakan kontraindikasi pada malaria serebral.

Pemantauan pengobatan : hitung parasit minimal tiap 24 jam, target hitung parasit pada H1 50% H0 dan H3
<25% H0. Pemeriksaan diulang sampai dengan tidak ditemukan parasit malaria dalam 3 kali pemeriksaan
berturut-turut.

Pencegahan : klorokuin basa 5 mg/kgBB, maksimal 300 mg/minggu diminum tiap minggu sejak 1 minggu
sebelum masuk daerah endemic sampai dengan 4 minggu setelah meninggalkan daerah endemic atau
doksisiklin 1,5 mg/kgBB/hari dimulai 1 (satu) hari sebelum pergi ke daerah endemis malaria hingga 4 minggu
setelah meninggalkan daerah endemis.

KOMPLIKASI
Malaria berat, renjatan, gagal nafas, gagal ginjal akut.

PROGNOSIS
Malaria falsiparum ringan/sedang, malaria vivax, atau malaria ovale : bonam. Malaria berat : dubia ad malam.

UNIT TERKAIT
Bagian Neurologi.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 43


Standar Pelayanan Medik

INTOKSIKASI OPIAT

PENGERTIAN
Intoksikasi opiat merupakan intoksikasi akibat penggunaan obat golongan opiat yaitu morfin, petidin, heroin,
opium, pentazokain, kodein, loperamid, dekstrometorfan.

DIAGNOSIS
A. Anamnesis : informasi mengenai seluruh obat yang digunakan, sisa obat yang ada.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 44


Standar Pelayanan Medik

B. Pemeriksaan Fisis : pupil miosis-pin point pupil, depresi nafas, penurunan kesadaran, nadi lemah,
hipotensi, tanda edema paru, needle track sign, sianosis, spasme saluran cerna dan bilier, kejang.
C. Laboratorium : opiate urin positif atau kadar dalam darah tinggi.

DIAGNOSIS BANDING
Intoksikasi obat sedatif : barbiturate, benzodiazepine, etanol.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Opiat urin/darah, AGD, elektrolit, gula darah, rontgen toraks.

TERAPI
A. Penanganan kegawatan : resusitasi A-B-C (airway, breathing, circulation) dengan memperhatikan prinsip
kewaspadaan universal. Bebaskan jalan nafas, berikan oksigen sesuai kebutuhan, pemasangan infuse
dan pemberian cairan sesuai kebutuhan.
B. Pemberian antidote nalokson
1. Tanpa hipoventilasi : dosis awal diberikan 0,4 mg intravena pelan-pelan atau diencerkan.
2. Dengan hipoventilasi : dosis awal diberikan 1-2 mg intravena pelan-pelan atau diencerkan.
3. Bila tak ada respon, diberikan nalokson 1-2 mg intravena tiap 5-10 menit hingga timbul respons
(perbaikan kesadaran, hilangnya depresi pernafasan, dilatasi pupil) atau telah mencapai dosis
maksimal 10 mg. Bila tetap tak ada respon, diagnosis intoksikasi opiat perlu dikaji ulang.
4. Efek nalokson berkurang dalam 20-40 menit dan pasien dapat jatuh ke dalam keadaan overdosis
kembali, sehingga perlu pemantauan ketat tanda vital, kesadaran, dan perubahan pupil selama 24
jam. Untuk pencegahan dapat diberikan drip nalokson satu ampul dalam 500 ml D5% atau NaCl 0,9%
diberikan dalam 4-6 jam.
5. Simpan sampel urin untuk pemeriksaan opiat urin dan lakukan foto toraks.
6. Pertimbangkan pemasangan pipa endotrakeal bila : pernafasan tak adekuat setelah pemberian
nalokson yang optimal, oksigenasi kurang meski ventilasi cukup, atau hipoventilasi menetap setelah 3
jam pemberian nalokson yang optimal.
7. Pasien dipuasakan 6 jam untuk menghindari aspirasi akibat spasme pilorik, bila diperlukan dapat
dipasang NGT untuk mencegah aspirasi atau bilas lambung pada intoksikasi opiat oral.
8. Activated charcoal dapat diberikan pada intoksikasi peroral dengan memberikan 240 ml cairan dengan
30 gram charcoal, dapat diberikan sampai 100 gram.
9. Bila terjadi kejang dapat diberikan diazepam intravena 5-10 mg dan dapat diulang bila perlu.
Pasien dirawat untuk penilaian keadaan klinis dan rencana rehabilitasi.

KOMPLIKASI
Aspirasi, gagal nafas, edema paru akut.

PROGNOSIS
Dubia

UNIT TERKAIT
Bagi Psikiatri.

INTOKSIKASI ORGANOFOSFAT

PENGERTIAN
Intoksikasi organofosfat merupakan intoksikasi akibat zat yang mengandung organofosfat.

DIAGNOSIS
A. Anamnesis : riwayat minum/kontak dengan zat yang mengandung organofosfat, muntah.
B. Pemeriksaan Fisis : bradikardia, pupil miosis, penurunan kesadaran, tanda-tanda aspirasi.
C. Laboratorium : pemeriksaan bahan muntah atau darah mengandung organofosfat.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia 45
Standar Pelayanan Medik

PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, elektrolit, rontgen toraks, EKG, pemeriksaan organofosfat.

TERAPI
1. Bilas lambung melalui NGT.
2. Atropinisasi.

KOMPLIKASI
Gagal nafas, blok AV.

PROGNOSIS
Dubia

UNIT TERKAIT
Bagian Psikiatri.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 46


Standar Pelayanan Medik

IV
GINJAL HIPERTENSI

PENYAKIT GINJAL KRONIK

PENGERTIAN
Kriteria penyakit ginjal kronik :
1. Kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, berupa kelainan struktur atau fungsi ginjal,
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), berdasarkan :
a. Kelainan patologik atau
b. Petanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan pada komposisi darah atau urin, atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia 47
Standar Pelayanan Medik

2. LFG <60 ml/menit/1,73 m2 yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

DIAGNOSIS
A. Anamnesis : lemas, mual, sesak nafas, pucat, BAK kurang.
B. Pemeriksaan Fisis : anemis, kulit kering, edema tungkai atau palpebra, tanda bendungan paru.
C. Laboratorium ; gangguan fungsi ginjal.

Batasan dan Stadium Penyakit Ginjal Kronik


Dengan kerusakan Tanpa Kerusakan
LFG Ginjal Ginjal
(ml/menit/1,73
m2 Dengan Tanpa Dengan
Tanpa
Hiperten Hiperten Hipertens
Hipertensi
si si i
≥ 90 1 1 Hipertensi "Normal"
Hipertensi
2 2 ↓ LFG
60 - 89 + ↓LFG
30 - 59 3 3 3 3
15 - 29 4 4 4 4
< 15 (atau
5 5 5 5
dialisis)

DIAGNOSIS BANDING
Gagal ginjal akut

PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, ureum, kreatinin, UL, tes klirens kreatinin (TTK) ukur, elektrolit (Na, K, Cl, Ca, P, Mg), profil lipid, asam
urat serum, gula darah, AGD, SI, TIBC, feritin serum, hormone PTH, albumin, globulin, USG ginjal,
pemeriksaan imunologi, hemostasis lengkap, foto polos abdomen, renogram, foto toraks, EKG,
ekokardiografi, biopsy ginjal, HBsAg, Anti HCV, Anti HIV.

TERAPI
A. Farmakologis :
1. Pengaturan asupan protein :
 Pasien non dialysis 0,6-0,75 gram/kgBB ideal/hari sesuai dengan CCT dan toleransi pasien.
 Pasien hemodialisis 1-1,2 gram/kgBB ideal/hari.
 Pasien peritoneal dialysis 1,3 gram/kgBB/hari.
2. Pengaturan asupan kalori : 35 Kal/kgBB ideal/hari.
3. Pengaturan asupan lemak : 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah yang sama antara asam
lemak bebas jenuh dan tidak jenuh.
4. Pengaturan asupan karbohidrat : 50-60% dari kalori total.
5. Garam (NaCl) : 2-3 gram/hari.
6. Kalium : 40-70 mEq/kgBB/hari.
7. Fosfor : 5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD : 17 mg/hari.
8. Kalsium : 1400-1600 mg/hari.
9. Besi : 10-18 mg/hari.
10. Magnesium : 200-300 mg/hari.
11. Asam folat pasien HD : 5 mg.
12. Air : jumlah urin 24 jam + 500 ml (insensible water loss)
Pada CAPD air disesuaikan dengan jumlah diasilat yang keluar. Kenaikan berat badan diantara waktu
HD <5% BB kering.

B. Farmakologis :
1. Kontrol tekanan darah :

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 48


Standar Pelayanan Medik

 Penghambat ACE atau antagonis reseptor Angiotensin II → evaluasi kretinin dan kalium serum,
bila terdapat peningkatan kreatinin >35% atau timbul hiperkalemi harus dihentikan.
 Penghambat kalsium.
 Diuretik.
2. Pada pasien DM, kontrol gula darah → hindari pemakaian metformin dan obat-obat sulfonylurea
dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1 0,2 di atas nilai normal tertinggi, untuk DM
tipe 2 adalah 6%.
3. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl.
4. Kontrol hiperfosfatemi : kalsium karbonat atau kalsium asetat.
5. Kontrol osteodistrofi renal : Kalsitriol.
6. Koreksi asidosis metabolic dengan target HCO3 20-22 mEq/l.
7. Koreksi hiperkalemi.
8. Kontrol dislipidemia dengan target LDL <100 mg/dl, dianjurkan golongan statin.
9. Terapi ginjal pengganti.

KOMPLIKASI
Kardiovaskular, gangguan keseimbangan asam basa, cairan, dan elektrolit, osteodistrofi renal, anemia.

PROGNOSIS
Dubia

UNIT TERKAIT
Unit hemodialisa, ICU.

SINDROM NEFROTIK

PENGERTIAN
Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu gambaran klinik penyakit glomerular yang ditandai dengan
proteinuria massif >3,5 gram/24 jam/1,73 m2 disertai hipoalbuminemia, edema anasarka, hiperlipidemia,
lipiduria dan hiperkoagulabilitas.

DIAGNOSIS

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 49


Standar Pelayanan Medik

A. Anamnesis : bengkak seluruh tubuh, buang air kecil keruh.


B. Pemeriksaan Fisis : edema anasarka, asites.
C. Laboratorium : proteinuria massif > 3,5 gram/24 jam/1,73 m2 , hiperlipidemia, hipoalbuminemia (3,5
gram/dl), lipiduria, hiperkoagulabilitas. Diagnosis etiologi berdasarkan biopsy ginjal.

DIAGNOSIS BANDING
Edema dan asites akibat penyakit hati atau malnutrisi, diagnosis etiologi SN.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Urinalisis, ureum, kreatinin, tes fungsi hati, profil lipid, DPL, elektrolit, gula darah, hemostasis, pemeriksaan
imunologi, biopsi ginjal, protein urin kuantitatif.

TERAPI
A. Nonfarmakologis :
1. Istirahat.
2. Restriksi protein dengan diet protein 0,8 gram/kgBb ideal/hari + ekskresi protein dalam urin/24 jam.
Bila fungsi ginjal sudah menurun, diet protein disesuaikan hingga 0,6 gram/kgBB ideal/hari + ekskresi
protein dalam urin/24 jam.
3. Diet rendah kolesterol <600 mg/hari.
4. Berhenti merokok.
5. Diet rendah garam, restriksi cairan pada edema.

B. Farmakologis :
1. Pengobatan edema : diuretik loop.
2. Pengobatan proteinuria dengan penghambat ACE dan/atau antagonis reseptor Angiotensin II.
3. Pengobatan dislipidemia dengan golongan statin.
4. Pengobatan hipertensi dengan target tekanan darah <125/75 mmHg. Penghambat ACE dan antagonis
reseptor Angiotensin II sebagai pilihan utama.
5. Pengobatan kausal sesuai etiologi SN (lihat topik penyakit glomerular).

KOMPLIKASI
Penyakit ginjal kronik, tromboemboli.

PROGNOSIS
Tergantung jenis kelainan glomerular.

UNIT TERKAIT
-

PENYAKIT GLOMERULAR

PENGERTIAN
Penyakit Glomerular merupakan penyakit ginjal berupa peradangan pada glomerulus dan dapat dibedakan
menjadi penyakit glomerular primer atau sekunder.

Penyakit glomerular primer :


1. Kelainan minimal.
2. Glomerulosklerosis fokal segmental
SPM Penyakit Dalam RS Meilia 50
Standar Pelayanan Medik

3. Glomerulonefritis (GN) difus :


a. GN membranosa (nefropati membranosa)
b. GN proliferative (terdapat sedimen aktif pada urinalisis : sedimen eritrosit (+), hematuri) :
 GN proliferatif mesangial
 GN proliferatif endokapiler
 GN membranoproliferatif (mesangiokapiler)
 GN kresentik dan necrotizing
c. GN sclerosing
4. Nefropati IgA

Penyakit glomerular sekunder :


1. Nefropati diabetik.
2. Nefritis lupus.
3. GN pasca infeksi.
4. GN terkait hepatitis.
5. GN terkait HIV

Keterangan :
 Difus : lesi mencakup >80% glomerulus.
 Fokal : lesi mencakup <80% glomerulus.
 Segmental : lesi mencakup sebagian gelung glomerulus.
 Global : lesi mencakup keseluruhan gelung glomerulus.

DIAGNOSIS
Manifestasi klinis penyakit glomerular dapat berupa :
1. Sindrom nefrotik
2. Hematuria persisten
3. Proteinuria persisten.
4. Sindrom nefritik (hipertensi, hematuria, azotemia)
5. Rapid progressive glomerulonephritis (RPGN)

DIAGNOSIS BANDING
Etiologi dari penyakit glomerular

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Urinalisis, ureum, kreatinin, protein urin kuantitatif/24 jam, pemeriksaan imunologi, biopsi ginjal, gula darah,
tes fungsi hati.

TERAPI
Sesuai etiologi, penyakit glomerular primer :
1. Kelainan minimal :
a. Steroid yang setara dengan prednisone 60 mg/m2 (maksimal 80 mg) selama 4-6 minggu.
b. Setelah 4-6 minggu dosis prednisone diberikan 40 mg/m2 selang sehari selama 4-6 minggu.
 Bila terjadi relaps : dosis prednisone kembali 60 mg/m 2 (maksimal 80 mg) setiap hari sampai 3 hari
bebas protein dalam urin, kemudian kembali selang sehari dengan dosis 40 mg/m2 selama 4
minggu.
 Bila sering relaps (>2 kali) : prednisone selang sehari ditambah dengan siklofosfamid 2 mg/kgBB
atau klorambusil 0,15 mg/kgBB selama 8 minggu.
Bila gagal, diberikan siklosporin 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan.
 Bila tergantung steroid (relaps terjadi pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam 2 minggu
pasca obat sudah dihentikan, 2 kali berturut-turut) : siklofosfamid 2 mg/kgBB selama 8-12 minggu.
Bila gagal, diberikan siklosporin 5 mg/kgBb selama 6-12 bulan.
 Bila resisten terhadap steroid, diberikan siklosporin 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan.

2. Glomerulonefritis fokal segmental :

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 51


Standar Pelayanan Medik

 Steroid yang setara dengan prednisone 60 mg/hari selama 6 bulan.


o Bila resisten atau tergantung steroid : siklosporin 5 mg/kgBB selama 6 bulan.
o Bila terjadi remisi, dosis siklosporin diturunkan 25% setiap dua bulan.
o Bila gagal, siklosporin dihentikan.

3. Nefropati membranosa :
a. Metil prednisolon bolus intravena 1 gram/hari selama 3 hari.
b. Kemudian diberikan steroid yang setara dengan prednisone 0,5 mg/kgBB/hari selama 1 bulan lalu
diganti dengan klorambusil 0,2 mg/kgBB/hari atau siklofosfamid 2 mg/kgBB/hari selama 1 bulan.
c. Prosedur kedua diulang kembali sampai seluruhnya dari prosedur kedua sebanyak 3 kali.

4. Glomerulonefritis membranoproliferatif
a. Steroid tidak terbukti efektif pada pasien dewasa.
b. Dianjurkan pemberian aspirin 325 mg/hari atau dipiridamol 3 x 75-100 mg/hari atau kombinasi
keduanya selama 12 bulan. Bila dalam 12 bulan tidak memberikan respon, pengobatan dihentikan
sama sekali.

5. Nefropati IgA
a. Bila proteinuria < 1 gram, hanya observasi.
b. Bila proteinuria 1-3 gram, dengan fungsi ginjal normal, hanya observasi. Bila dengan gangguan fungsi
ginjal, diberikan minyak ikan.
c. Bila proteinuria > 3 gram dengan CCT > 70 ml/menit, diberikan steroid yang setara dengan prednisone
1 mg/kgBb selama 2 bulan lalu tapering off secara perlahan sampai dengan 6 bulan. Bila CCT < 70
ml/menit, hanya diberikan minyak ikan.
d. Suplementasi kalsium selama terapi dengan steroid.

KOMPLIKASI
Penyakit ginjal kronik.

PROGNOSIS
Tergantung jenis kelainan glomerular.

UNIT TERKAIT
-

GAGAL GINJAL AKUT

PENGERTIAN
Gagal ginjal akut (GGA) adalah sindrom yang ditandai oleh penurunan laju filtrasi glomerulus secara
mendadak dan cepat (hitungan jam-minggu) yang mengakibatkan terjadinya retensi produk sisa nitrogen
seperti ureum dan kreatinin. Peningkatan kreatinin serum 0,5 mg/dl dari nilai sebelumnya, penurunan CCT
hitung sampai 50% atau penurunan fungsi ginjal yang mengakibatkan kebutuhan akan dialisis.

DIAGNOSIS
Terdapat kondisi yang dapat menyebabkan GGA :

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 52


Standar Pelayanan Medik

1. Pre-renal : akibat hipoferfusi ginjal (dehidrasi, perdarahan, penurunan curah jantung dan hipotensi oleh
sebab lain)
2. Renal : akibat kerusakan akut parenkim ginjal (obat, zat kimia/toksin, iskemia ginjal, penyakit glomerular).
3. Posr-renal : akibat obstruksi akut traktus urinarius (batu saluran kemih, hipertrofi prostat, keganasan
ginekologis)
Fase gagal ginjal akut adalah anuria (produksi urin <100 ml/24 jam), oligouria (produksi urin <400 ml/24 jam),
poliuria (produksi urin >3500 ml/24 jam).

DIAGNOSIS BANDING
Episode akut pada penyakit ginjal kronik.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes fungsi ginjal, DPL, urinalisis elektrolit, AGD, gula darah.

TERAPI
1. Asupan nutrisi
 Kebutuhan kalori 30 kal/kgBB ideal/hari pada GGA tanpa komplikasi; kebutuhan ditambah 15-20%
pada GGA berat (terdapat komplikasi/stres).
 Kebutuhan protein 0,6-0,8 gram/kgBB ideal/hari pada GGA tanpa komplikasi; 1-1,5 gram/kgBB
ideal/hari pada GGA berat.
 Perbandingan karbohidrat dan lemak 70:30.
 Suplementasi asam amino tidak dianjurkan.
2. Asupan cairan → tentukan status hidrasi pasien, catat cairan yang masuk dan keluar tiap hari,
pengukuran BB setiap hari bila memungkinkan, dan pengukuran tekanan vena sentral bila ada fasilitas.
 Hipovolemia : rehidrasi sesuai kebutuhan
o Bila akibat perdarahan diberikan transfuse darah PRC dan cairan isotonic, hematokrit
dipertahankan sekitar 30%.
o Bila akibat diare, muntah, asupan cairan yang kurang dapat diberikan cairan kristaloid.
 Normovolemia : cairan seimbang (input = output)
 Hipervolemia : restriksi cairan (input < output)
 Fase anuria/oliguria : cairan seimbang; Fase poliuria : 2/3 dari cairan yang keluar.
Dalam keadaan insensible water loss yang normal, pasien membutuhkan 300-500 ml electrolyte free
water per hari sebagai bagian dari total cairan yang diperlukan
 Koreksi gangguan asam basa
 Koreksi ganguan elektrolit :
o Asupan kalium dibatasi <50 mEq/hari. Hindari makanan yang banyak mengandung kalium, obat
yang mengganggu ekskresi kalium seperti penghambat ACE dan diuretik hemat kalium, dan
cairan/nutrisi parenteral yang mengandung kalium.
o Bila terdapat hipokalsemia ringan diberikan koreksi per oral 3-4 gram per hari dalam bentuk
kalsium karbonat, bila sampai timbul tetani, diberikan kalsium glukonas 10% IV.
o Bila terdapat hiperfosfatemia, diberikan obat pengikat fosfat seperti aluminium hidroksida atau
kalsium karbonat yang diminum bersamaan dengan makan.
 Pemberian furosemid bersamaan dengan dopamine dapat membantu pemeliharaan fase nonoligurik,
tapi terapi harus dihentikan bila tidak memberikan hasil yang diinginkan.
 Indikasi dialisis :
o Oliguria
o Anuria
o Hiperkalemia (K >6,5 mEq/l)
o Asidosis berat (pH <7,1)
o Azotemia (ureum >200 mg/dl)
o Edema paru
o Ensefalopati uremikum
o Perikarditis uremik
o Neuropati/miopati uremik

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 53


Standar Pelayanan Medik

o Disnatremia berat (Na >160 mEq/l atau <115 mEq/l)


o Hipertermia
o Kelebihan dosis obat yang dapat didialisis (keracunan)

KOMPLIKASI
Gangguan asam basa dan elektrolit, sindrom uremik, edema paru, infeksi.

PROGNOSIS
Dubia ad bonam

UNIT TERKAIT
-

HIPERTENSI

PENGERTIAN
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah yang sama atau melebihi 140 mmHg sistolik dan/atau sama atau
melebihi 90 mmHg diastolik pada seseorang yang tidak sedang makan obat antihipertensi.

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Berdasarkan Joint National Committee VII :


TD sistolik TD diastolik
Klasifikasi
(mmHg) (mmHg)

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 54


Standar Pelayanan Medik

Normal <120 dan <80


Pre-hipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi stage 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi stage 2 ≥160 atau ≥100

DIAGNOSIS
1. Klasifikasi berdasarkan hasil rata-rata pengukuran tekanan darah yang dilakukan minimal 2 kali tiap
kunjungan pada 2 kali kunjungan atau lebih dengan menggunakan cuff yang meliputi minimal 80% lengan
atas pada pasien dengan posisi duduk dan telah beristirahat 5 menit.
2. Tekanan sistolik = suara fase 1 dan tekanan diastolik = suara fase 5.
3. Pengukuran pertama harus pada kedua sisi lengan untuk menghindarkan kelainan pembuluh darah
perifer.
4. Pengukuran tekanan darah pada waktu berdiri diindikasikan pada pasien dengan risiko hipotensi postural
(lanjut usia, pasien DM, dll).
5. Faktor risiko kardiovaskular :
 Hipertensi
 Merokok
 Obesitas (IMT >30)
 Inaktivasi fisik
 Dislipidemia
 Diabetes mellitus
 Mikroalbuminuria atau LFG <60 ml/menit
 Usia (laki-laki >55 tahun, perempuan >65 tahun)
 Riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular dini (laki-laki <55 tahun atau perempuan <65 tahun)
6. Kerusakan organ sasaran :
 Jantung : hipertrofi ventrikel kiri, angina atau riwayat infark miokard, riwayat revaskularisasi koroner,
gagal jantung.
 Otak : strok atau transient ischemic attack (TIA)
 Penyakit ginjal kronik
 Penyakit arteri perifer
 Retinopati
7. Penyebab hipertensi yang telah diidentifikasi : sleep apnea, akibat obat atau berkaitan dengan obat,
penyakit ginjal kronik, aldosteronisme primer, penyakit renovaskular, steroid kronik dan Sindrom Cushing,
feokromositoma, koarktasi aorta, penyakit tiroid atau paratiroid.

DIAGNOSIS BANDING
Peningkatan tekanan darah akibat white coat hypertension, rasa nyeri, peningkatan tekanan intraserebral,
ensefalitis, akibat obat, dll.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Urinalisis, tes fungsi ginjal, gula darah, elektrolit, profil lipid, foto toraks, EKG; Sesuai penyakit penyerta :
asam urat, aktivasi rennin plasma, aldosteron, katekolamin urin, USG pembuluh darah besar, USG ginjal,
ekokardiografi.

TERAPI
A. Modifikasi gaya hidup dengan target tekanan darah <140/90 mmHg atau <130/80 pada pasien DM atau
penyakit ginjal kronis. Bila target tidak tercapai maka diberikan obat inisial.
B. Obat inisial dipilih berdasarkan :
1. Hipertensi tanpa compelling indication

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 55


Standar Pelayanan Medik

a. Pada hipertensi stage I dapat diberikan diuretik. Pertimbangkan pemberian penghambat ACE,
penyekat reseptor beta, penghambat kalsium, atau kombinasi.
b. Pada hipertensi stage II dapat diberikan kombinasi 2 obat, biasanya golongan diuretik, tiazid dan
penghambat ACE atau antagonis reseptor AII atau penyekat reseptor beta atau penghambat
kalsium.
2. Hipertensi dengan compelling indication. Lihat tabel petunjuk pemilihan obat pada compelling
indication. Obat antihipertensi lain dapat diberikan bila dibutuhkan misalnya, diuretik, antagonis
reseptor AII, penghambat ACE, penyekat reseptor beta, atau penghambat kalsium.
Bila target tidak tercapai maka dilakukan optimalisasi dosis atau ditambahkan obat lain sampai target
tekanan darah tercapai. Pertimbangkan untuk berkonsultasi pada spesialisasi hipertensi.
Pada penggunaan penghambat ACE atau antagonis reseptor AII : evaluasi kreatinin dan kalium serum,
bila terdapat peningkatan kreatinin >35% atau timbul hiperkalemi harus dihentikan.
Kondisi khusus lain :
 Obesitas dan sindrom metabolik (terdapat 3 atau lebih keadaan berikut : lingkar pinggang laki-laki
>102 cm atau perempuan >89 cm, toleransi glukosa terganggu dengan gula darah puasa ≥110 mg/dl,
tekanan darah minimal 130/85 mmHg, trigliserida tinggi ≥150 mg/dl, kolesterol HDL rendah <40 mg/dl
pada laki-laki atau <50 mg/dl pada perempuan) → modifikasi gaya hidup yang intensif dengan pilihan
terapi utama golongan penghambat ACE. Pilihan lain adalah antagonis reseptor AII, penghambat
kalsium, dan penghambat α.
 Hipertrofi ventrikel kiri → tatalaksana tekanan darah yg agresif termasuk penurunan berat badan,
restriksi asupan natrium, dan terapi dengan semua kelas antihipertensi kecuali vasodilator langsung,
hidralazin dan minoksidil.

Tabel 2. Petunjuk pemilihan obat pada compelling indication


Kondisi Obat-obat yang Direkomendasikan
Resiko
Tinggi dg Penyeka Antagoni
Antagonis
compelling Diureti t Penghamb Penghamb s
Reseptor
indication k Resepto at ACE at Kalsium Aldoster
AII
rβ on
Gagal
√ √ √ √ √
Jantung
Pasca Infark
√ √ √
Miokard
Resiko
Tinggi Peny. √ √ √ √
Koroner
DM √ √ √ √ √
Penyakit
√ √
Ginjal Kronik
Pencegahan
Stroke √ √
Berulang

 Penyakit arteri perifer → semua kelas anti hipertensi, tatalaksana faktor risiko lain, dan pemberian
aspirin.
 Lanjut usia, termasuk penderita hipertensi sistolik terisolasi → diuretika (tiazid) sebagai lini pertama,
dimulai dengan dosis rendah 12,5 mg/hari. Penggunaan obat antihipertensi lain dengan
mempertimbangkan penyakit penyerta.
 Kehamilan → pilihan terapi adalah golongan metildopa, penyekat reseptor β, antagonis kalsium, dan
vasodilator. Penghambat ACE dan antagonis reseptor AH tidak boleh digunakan selama kehamilan.

KOMPLIKASI
Hipertrofi ventrikel kiri, proteinuria dan gangguan fungsi ginjal, aterosklerosis pembuluh darah, retinopati,
strok atau TIA, infark miokard, angina pectoris, gagal jantung.

PROGNOSIS

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 56


Standar Pelayanan Medik

Bonam

UNIT TERKAIT
ICCU/ICU, Bagian Mata, Neurologi.

KRISIS HIPERTENSI

PENGERTIAN
Krisis Hipertensi adalah keadaan hipertensi yang memerlukan penurunan tekanan darah segera karena
akan mempengaruhi keadaan pasien selanjutnya. Tingginya tekanan darah bervariasi, yang terpenting adalah
cepat naiknya tekanan darah.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 57


Standar Pelayanan Medik

Dibagi menjadi dua :


1. Hipertensi emergency : situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah yang segera dengan obat
antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan organ target akut atau progresif.
2. Hipertensi urgency : situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang bermakna tanpa adanya
gejala yang berat atau kerusakan organ target progresif dan tekanan darah perlu diturunkan dalam
beberapa jam.

DIAGNOSIS
A. Anamnesis : Riwayat hipertensi dan terapinya, kepatuhan minum obat pasien, tekanan darah rata-rata,
riwayat pemakaian obat simpatomimetik dan steroid, kelainan hormonal, riwayat penyakit kronik lain,
gejala-gejala serebral, jantung, dan gangguan penglihatan.
B. Pemeriksaan Fisis : Tekanan darah pada kedua ekstremitas, perubahan denyut nadi perifer, bunyi
jantung, bruit pada abdomen, adanya edema atau tanda penumpukan cairan, funduskopi, dan status
neurologis.
C. Laboratorium : sesuai dengan penyakit dasar, penyakit penyerta, dan kerusakan organ target.

DIAGNOSIS BANDING
Penyebab hipertensi emergency :
Hipertensi maligna terakselerasi dan papiledema
 Kondisi serebrovaskular : ensefalopati hipertensi, infrk otk aterotrombotik dengan hipertensi berat,
perdarahan intraserebral, perdarahan subarahnoid, dan trauma kepala.
 Kondisi jantung : diseksi aorta akut, gagal jantung kiri akut, infark miokard akut, pasca operasi bypass
koroner.
 Kondisi ginjal : GN akut, hipertensi renovaskular, krisis renal karena penyakit kolagen-vaskular, hipertensi
berat pasca transplantasi ginjal.
 Akibat katekolamin di sirkulasi : krisis feokromositoma, infeksi makanan atau abat dengan MAO inhibitor,
penggunaan obat simpatomimetik, mekanisme rebound akibat penghentian mendadak obat antihipertensi,
hiperrefleksi otomatis pasca cidera korda spinalis.
 Eklampsia
 Kondisi bedah : hipertensi berat pada pasien yang memerlukan operasi segera, hipertensi pasca operasi,
perdarahan pasca operasi dari garis jahitan vascular.
 Luka bakar.
 Epistaksis berat.
 Trombotic thrombocytopenic purpura.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, urinalisis, ureum, kreatinin, gula darah, elektrolit, EKG, Pemeriksaan khusus sesuai indikasi : foto
toraks, ekokardiografi, aktivitas rennin plasma, aldosteron/metanefrin/katekolamin, USG abdomen, CT Scan,
dan MRI.

TERAPI
Target terapi hipertensi emergency sampai tekanan darah diastolik kurang lebih 110 mmHg atau
berkurangnya mean arterial blood pressure 25% (pada strok penurunan hanya boleh 20% dan khusus pada
strok iskemik, tekanan darah baru diturunkan secara bertahap bila sangat tinggi >220/130 mmHg) dalam
waktu 2 jam. Setelah diyakinkan tidak ada tanda hipoperfusi organ, penurunan dapat dilanjutkan dalam 12-16
jam selanjutnya sampai mendekati normal. Penurunan tekanan darah pada hipertensi urgency dilakukan
secara bertahap dalam waktu 24 jam.
Tabel 3. Hipertensi urgency :
Lama
Obat Dosis Awitan
Kerja
6,25-50 mg per oral atau sublingual
Kaptopril 15 menit 4-6 jam
bila tidak dapat menelan
Dosis awal per oral 0,15 mg,
selanjutnya 0,15 mg tiap jam dapat
Klonidin 0,5-2 jam 6-8 jam
diberikan sampai dengan dosis total
0,9 mg

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 58


Standar Pelayanan Medik

Labetalol 100-200 mg per oral 0,5-2 jam 8-12 jam


Furosemid 20-40 mg per oral 0,5-1 jam 6-8 jam

Tabel 4. Hipertensi emergency :


Awita Lama
Obat Dosis
n Kerja
Diuretik
20-40 mg, dapat diulang, Hanya 5 - 15
Furosemid 2-3 jam
diberikan bila terdapat retensi cairan menit
Vasodilato
r
• Infus 5-100 mcg/menit. Dosis awal 5
2-5 5 - 10
Nitrogliseri mcg/menit, dapat ditingkatkan 5
menit menit
n mcg/menit tiap 3-5 menit

Bolus IV 10 mg (0,25 mg/kgBB),


• Diltiazem
dilanjutkan infus 5-10 mg/jam

6 ampul dalam 250 ml cairan infus,


• Klonidin
dosis diberikan dengan titrasi

• Infus 0,25-10 mcg/kgBB/menit, 1-2


segera
Nitroprusid (maksimum 10 menit) menit

KOMPLIKASI
Kerusakan organ target.

PROGNOSIS
Dubia

UNIT TERKAIT
ICU.

INFEKSI SALURAN KEMIH

PENGERTIAN
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi akibat terbentuknya koloni kuman saluran kemih. Kuman mencapai
saluran kemih melalui cara hematogen dan asending.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 59


Standar Pelayanan Medik

Faktor risiko :
Kerusakan atau kelainan anatomi saluran kemih berupa obstruksi internal oleh jaringan parut, endapan obat
intratubular, refluks, instrumentasi saluran kemih, konstriksi arteri-vena, hipertensi, analgetik, ginjal polikistik,
kehamilan, DM atau pengaruh obat-obat estrogen.

ISK sederhana/tak berkomplikasi :


ISK yang terjadi pada perempuan yang tidak hamil dan tidak terdapat disfungsi struktural ataupun ginjal.

ISK berkomplikasi :
ISK yang berlokasi selain di vesika urinaria, ISK pada anak-anak, laki-laki atau ibu hamil.

DIAGNOSIS
A. Anamnesis : ISK bawah : frekuensi, disuria terminal, polakisuria, nyeri suprapubik.
ISK atas : nyeri pinggang, demam, menggigil, mual dan muntah, hematuria.
B. Pemeriksaan Fisis : febris, nyeri tekan suprapubik, nyeri ketok sudut kostovertebra.
C. Laboratorium : lekositosis, lekosituria, kultur urin (+) : bakteriuria > 105/ml urin.

DIAGNOSIS BANDING
ISK sederhana, ISK berkomplikasi.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, urinalisis, kultur urin dan tes resistensi kuman, tes fungsi ginjal, gula darah, foto BNO-IVP, USG ginjal.

TERAPI
A. Nonfarmakologis
1. Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik.
2. Menjaga hygiene genitalia eksterna.

B. Farmakologis :
Antimikroba berdasarkan pola kuman yang ada; Bila hasil tes resistensi kuman sudah ada, pemberian
antimikroba disesuaikan.

Tabel 5. Antimikroba pada ISK bawah tak berkomplikasi


Lama
Antimikroba Dosis
Terapi
Trimetoprim - Sulfametoksazol 2 x 160/800 mg 3 hari
Trimetoprim 2 x 100 mg 3 hari
Siprofloksasin 2 x 100-250 mg 3 hari
Levofloksasin 2 x 250 mg 3 hari
Sefiksim 1 x 400 mg 3 hari

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 60


Standar Pelayanan Medik

Sefpodoksim proksetil 2 x 100 mg 3 hari


Nitrofurantoin makrokristal 4 x 50 mg 7 hari
Nitrofurantoin monohidrat
2 x 100 mg 7 hari
makrokristal
Amoksisilin/klavulanat 2 x 500 mg 7 hari

Tabel 6. Obat parenteral pada ISK atas akut berkomplikasi


Antimikroba Dosis Interval
Sefepim 1 gram 12 jam
Siprofloksasin 400 mg 12 jam
Levofloksasin 500 mg 24 jam
Ofloksasin 400 mg 12 jam
3-5 mg/kgBB 24 jam
Gentamisin (+ ampisilin)
1 mg/kgBB 8 jam
Ampisilin (+ gentamisin) 1-2 gram 6 jam
Tikarsilin-klavulanat 3,2 gram 8 jam
Piperasilin-tazobaktam 3,375 gram 2-8 jam
Imipenem-silastatin 250-500 mg 6-8 jam

ISK pada Perempuan

Perempuan dengan keluhan disuria dan sering


BAK

Pengobatan selama 3 hari

SPM Penyakit Dalam RS Meilia Observasi,


Follow up selama 4-7 hari 61
pengobatan Piuria
dengan Pengobatan
Piuria tanpa Pengobatan
dengan
Keduanya
analgetika Bergejala
untuk kuman
bakteriuria diperpanjan
atau tanpa
Standar Pelayanan Medik

Tak
bergejala

Tak perlu
intervensi
lebih lanjut

 ISK tak bergejala pada perempuan menopause tidak perlu pengobatan.


 ISK pada perempuan hamil tetap diberikan pengobatan meski tidak bergejala.
 Pengobatan untuk ISK pada laki-laki usia <50 tahun harus diberikan selama 14 hari; usia >50 tahun
pengobatan selama 4-6 minggu.
 Infeksi jamur kandida diberikan flukonazol 200-400 mg/hari selama 14 hari. Bila infeksi terjadi pada pasien
dengan kateter, kateter dicabut lalu dilakukan irigasi kandung kemih dengan amfoterisin selama 5 hari.

ISK Berulang

Riwayat ISK
berulang

Gejala ISK
baru

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 62


Standar Pelayanan Medik

Pengobatan 3 hari

Follow up selama 4-7 hari

Pengobatan berhasil Pengobatan gagal

Pasien dengan Infeksi kuman Infeksi kuman


reinfeksi berulang resistensi peka antimikroba
antimikroba

Calon untuk terapi Terapi 3 hari untuk Terapi dosis


jangka panjang dosis kuman yang peka tinggi selama 6
rendah minggu

 Terapi jangka panjang : trimetoprim-sulfametoksazol dosis rendah (40-200 mg) tiga kali seminggu setiap
malam, fluorokuinolon dosis rendah, nitrofurantoin makrokristal 100 mg tiap malam. Lama pengobatan 6
bulan dan bila perlu dapat diperpanjang 1-2 tahun lagi.

KOMPLIKASI
Batu saluran kemih, obstruksi saluran kemih, sepsis, infeksi kuman yang multiresisten, gangguan fungsi
ginjal.

PROGNOSIS
Bonam.

UNIT TERKAIT
Bagian Radiologi, Bagian Laboratorium (Mikrobiologi).

BATU SALURAN KEMIH

PENGERTIAN
Batu saluran kemih adalah batu di traktus urinarius mencakup ginjal, ureter, vesika urinaria.

DIAGNOSIS
A. Anamnesis : nyeri/kolik ginjal dan saluran kemih, pinggang pegal, gejala infeksi saluran kemih,
hematuria, riwayat keluarga.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 63


Standar Pelayanan Medik

B. Pemeriksaan Fisis : nyeri ketok sudut kostovertebra, nyeri tekan perut bagian bawah, terdapat tanda
balotemen.
C. Laboratorium : hematuria, bayangan radioopak pada foto BNO, filling defect pada IVP atau pielografi
antegrad/retrograd, gambaran batu di ginjal atau kandung kemih serta hidronefrosis pada USG.

DIAGNOSIS BANDING
1. Nefrokalsinosis.
2. Lokasi batu : batu ginjal, batu ureter, batu vesika.
3. Jenis batu : asam urat, kalsium, struvite.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Urinalisis, kultur urin dan tes resistensi kuman, tes fungsi ginjal, elektrolit darah (kalsium, fosfor) dan urin 24
jam (kalsium, sitrat, oksalat, asam urat), asam urat darah, hormone paratiroid, foto BNI-IVP, USG abdomen,
pielografi antegrad/retrograd, renogram, analisis batu.

TERAPI
A. Nonfarmakologis :
 Batu Kalsium : kurangi asupan garam dan protein hewani.
 Batu urat : diet rendah asam urat.
 Minum banyak (2,5 l/hari) bila fungsi ginjal masih baik.
B. Farmakologis :
 Antispasmodik bila ada kolik.
 Antimikroba bila ada infeksi.
 Batu kalsium : kalium sitrat.
 Batu urat : alopurinol.
C. Bedah :
 Pielotomi.
 ESWL.
 Nefrostomi.

KOMPLIKASI
Kolik, obstruksi, infeksi saluran kemih, gangguan fungsi ginjal.

PROGNOSIS
Bonam.

UNIT TERKAIT
Bagian Bedah.

NEFRITIS LUPUS

PENGERTIAN
Lupus eritematosus sistemik (LES) yang disertai keterlibatan ginjal.

DIAGNOSIS
 Memenuhi kriteria LES menurut ACR 1982.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 64


Standar Pelayanan Medik

 Diagnosis klinis ditegakkan bila pada pasien LES terdapat proteinuria 1 gram/24 jam dengan/atau
hematuria (>8 eritrosit/LPB) dengan/atau penurunan fungsi ginjal sampai 30%.
 Biopsi ginjal harus dilakukan bila tidak ada kontraindikasi, untuk menentukan pilihan pengobatan
berdasarkan kelas nefritis lupus.

Tabel 7. Klasifikasi Nefritis Lupus (WHO 1995)


Nefritis
Histopatologi Gejala Klinik
Lupus
Hanya proteinuria, kelainan
Kelas I Glomeruli normal
sedimen urin tidak ada

Kelas II a : hanya proteinuria,


kelainan sedimen urin tidak
ada Kelas II b : hematuria
Perubahan pada
Kelas II mikroskopik dan/atau
mesangial
proteinuria, tanpa hipertensi,
tidak pernah terjadi SN atau
gangguan fungsi ginjal

Hematuria dan proteinuria


pada seluruh pasien.
Glomerulonefritis
Kelas III Hipertensi, SN, dan
fokal segmental
penurunan fungsi ginjal pada
sebagian pasien

Hematuria dan proteinuria


pada seluruh pasien.
Glomerulonefritis
Kelas IV Hipertensi, SN, dan
difus
penurunan fungsi ginjal pada
hampir seluruh pasien

SN pada seluru pasien,


sebagian dengan hematuria
Glomerulonefritis
Kelas V atau hipertensi, namun
membranosa difus
fungsi ginjal masih normal
atau sedikit menurun

Penurunan fungsi ginjal yang


Glomerulonefritis
Kelas VI lambat dengan kelainan urin
sklerotik lanjut
yang relatif normal

DIAGNOSIS BANDING
Glomerulonefritis oleh sebab lain.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Urinalisis, protein urin kuantitatif 24 jam, tes fungsi ginjal, biopsy ginjal, albumin serum, profil lipid, komplemen
C3, C4, anti ds-DNA.

TERAPI
Tujuan pengobatan untuk memperbaiki fungsi ginjal atau setidaknya mempertahankan fungsi ginjal agar tidak
bertambah buruk.

Penatalaksanaan Umum :
1. Diet rendah garam bila terdapat hipertensi, rendah lemak bila terdapat dislipidemia atau sindrom nefritik,
rendah protein sesuai derajat penyakit.
2. Diuretika dapat diberikan sesuai dengan kebutuhan.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 65


Standar Pelayanan Medik

3. Tatalaksana hipertensi dengan baik.


4. Pemeriksaan rutin periodik meliputi : sedimen urin, protein urin kuantitatif 24 jam, tes fungsi ginjak,
albumin serum, komplemen C3, C4, anti ds-DNA.
5. Monitor efek samping steroid dan imunosupresan serta komplikasi selam pengobatan. Suplementasi
kalsium untuk mengurangi efek samping osteoporosis karena steroid.
6. Hindari pemberian salisilat dan obat anti-inflamasi nonsteroid yang akan memperberat fungsi ginjal.
Aspirin hanya diberikan selektif bila ada sindrom antifosfolipid.
7. Hindari kehamilan bila nefritis lupus masih aktif.

KOMPLIKASI
Gagal ginjal.

PROGNOSIS
Tergantung kelas nefritis lupus. Kelas I dan II prognosis baik. Kelas III dan IV hamper seluruhnya akan
menimbulkan penurunan fungsi ginjal. Kelas V prognosis cukup baik.

UNIT TERKAIT
Unit hemodialisis.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 66


Standar Pelayanan Medik

V
HEMATOLOGI
ONKOLOGI MEDIK

LIMFOMA NON-HODGKIN

PENGERTIAN
Limfoma non-hodgkin merupakan keganasan primer jaringan limfoid padat.

DIAGNOSIS

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 67


Standar Pelayanan Medik

1. Riwayat pembesaran kelenjar getah bening/massa tumor di tempat lain (tulang, intra abdomen, hidung,
lambung dsb).
2. Riwayat demam tanpa sebab yang jelas.
3. Penurunan berat badan 10% dalam waktu 1 bulan.
4. Keringat malam banyak, tanpa sebab yang sesuai.
5. Pemeriksaan histopatologi tumor : sesuai dengan limfoma non hodgkin (LNH).

DIAGNOSIS BANDING
Limfoma Hodgkin, limfadenitis, tuberkulosis, toksoplasmosis, filariasis, tumor padat yang lain.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan sitologi kelenjar/massa tumor untuk mengetahui LNH tersebut serta keterlibatan kelenjar
lain yang membesar.
2. Laboratorium : darah tepi lengkap, gula darah, fungsi hati, fungsi ginjal.
3. Aspirasi dan biopsi sumsum tulang.
4. CT Scan atau USG abdomen untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar getah bening (KGB)
paraaorta abdominal atau KGB lainnya, massa tumor dalam abdomen.
5. Foto toraks untuk mengetahui pembesaran KGB mediastinum.
6. Pemeriksaan telinga hidung tenggorok (THT) untuk melihat keterlibatan cincin Waldeyer.
7. Gastroskopi bila perlu untuk melihat keterlibatan lambung.
8. Bone scan atau foto bone survey bila perlu untuk melihat keterlibatan tulang.

TERAPI
A. Derajat keganasan rendah
 Kemoterapi obat tunggal atau ganda, per oral.
 Radioterapi paliatif.

B. Derajat keganasan menengah


 Stadium I s.d II a : radioterapi atau kemoterapi parenteral.
 Stadium II s.d IV : kemoterapi parenteral kombinasi, radioterapi berperan untuk tujuan paliatif.

C. Derajat keganasan tinggi


 Selalu kemoterapi parenteral kombinasi (lebih agresif).
 Radioterapi hanya berperan untuk tujuan paliatif.

Reevaluasi hasil pengobatan :


 Setelah siklus kemoterapi kedua, keempat
 Setelah selesai pengobatan lengkap.

KOMPLIKASI
a. Akibat langsung penyakitnya :
1. Penekanan terhadap organ khususnya jalan nafas, usus, dan saraf.
2. Mudah terjadi infeksi, bisa fatal.

b. Akibat efek samping pengobatan :


1. Aplasia sumsum tulang.
2. Gagal jantung oleh obat golongan antrasiklin.
3. Gagal ginjal oleh obat sisplatinum.
4. Neuritis oleh obat vinkristin.

PROGNOSIS
Bergantung pada derajat keganasan, tingkat penyakit, bulky mass, keadaan umum pasien dan ada tidaknya
gangguan organ yang mempengaruhi pengobatan.
 Derajat keganasan rendah : Tidak sembuh, namun dapat hidup lama.
 Derajat keganasan menengah : Sebagian dapat disembuhkan.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 68


Standar Pelayanan Medik

 Derajat keganasan tinggi : Dapat disembuhkan, cepat meninggal apabila tidak diobati.

UNIT TERKAIT
Bagian THT, Patologi Anatomi, Radiologi/Radioterapi.

ANEMIA APLASTIK

PENGERTIAN
Anemia aplastik adalah anemia akibat aplasia sumsum tulang dimana jaringan hemopoiesis diganti oleh
jaringan lemak, dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Anemia aplastik berat
Selularitas sumsum tulang < 25 % dan terdapat 2 dari 3 gejala berikut :
 Granulosit < 500/ul

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 69


Standar Pelayanan Medik

 Trombosit <20.000/ul
 Retikulosit < 10 ‰
2. Anemia aplastik
 Sumsum tulang hipoplastik
 Pansitopenia dengan satu dari tiga pemeriksaan darah seperti pada anemia aplastik berat.

DIAGNOSIS
A. Anamnesis :
1. Riwayat paparan terhadap zat toksik (obat, lingkungan kerja, hobi), menderita infeksi virus 6 bulan
terakhir (hepatitis, parvovirus), pernah mendapat transfusi darah.
2. Gejala anemia : rasa lemas/lemah, pucat, pusing, sesak nafas/gagal jantung, berkunang-kunang.
3. Tanda-tanda infeksi : sering demam.
4. Akibat trombositopenia : perdarahan (menstruasi lama, epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan di
bawah kulit, hematuria, buang air besar campur darah, muntah darah).
B. Pemeriksaan Fisik : konjunctiva pucat, takikardi, tanda perdarahan.
C. Pemeriksaan penunjang : darah tepi lengkap ditemukan pansitopenia, serologi virus (hepatitis,
parvovirus).
D.Diagnosis pasti : sitologi dan histopatologi sumsum tulang.

DIAGNOSIS BANDING
Mielofibrosis, anemia hemolitik, anemia defisiensi, anemia karena penyakit kronik, anemia karena penyakit
keganasan sumsum tulang, hipersplenisme, leukimia akut.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium : darah tepi lengkap.
2. Aspirasi dan biopsi sumsum tulang.

TERAPI
Terapi penunjang :
1. Transfusi komponendarah (PRC dan/atau TC) sesuai indikasi (pada topik transfusi darah).
2. Menghindari dan mengatasi infeksi.
3. Kortikosteroid : prednison 1-2 mg/kgBB/hari.
4. Androgen : Metenolol asetat 2-3 mg/kgBB/hari, maksimal diberikan selama 3 bulan.
5. Splenektomi dilakukan bila tidak respons dengan steroid. Bila pasien menolak splenektomi dapat
diberikan terapi imunosupresif :
 Siklosporin 5 mg/kgBB/hari.
 ATG (anti thymocyte globulin) 15 mg/kgBB/hari intravena selama 5 hari.
 Transplantasi sumsum tulang, bila ditemukan HLA yang cocok.

Respon terapi :
a. Komplit : granulosit >1000/ul, trombosit >100.000/ul, Hb normal.
b. Parsial : granulosit >500/ul, tidak membutuhkan transfusi darah merah dan trombosit.
c. Minimal : granulosit >500/ul, membutuhkan transfusi darah merah dan trombosit.
d. Tidak berespon : anemia aplastik berat menetap.

KOMPLIKASI
Infeksi bisa fatal, perdarahan, gagal jantung pada anemia berat.

PROGNOSIS
 Dubia, tergantung tingkat hipoplasianya.
 Pada umumnya pasien meninggal karena infeksi, perdarahan atau komplikasi transfusi darah.

UNIT TERKAIT
Bagian Patologi Anatomi.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 70


Standar Pelayanan Medik

LEUKEMIA AKUT

PENGERTIAN
Anemia akut merupakan penyakit proliferasi neoplastik yang sangat cepat dan progresif sehingga susunan
sumsum tulang normal digantikan oleh sel primitif dan sel induk darah (sel blas dan atau satu tingkat di
atasnya), leukemia akut dibagi dua yaitu : leukemia mieblastik akut, leukemia limfoblastik akut.

DIAGNOSIS
A. Anamnesis :
1. Gejala anemia : rasa lemas/lemah, pucat, pusing, sesak nafas/gagal jantung, berkunang-kunang.
2. Tanda-tanda infeksi : sering demam.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia 71
Standar Pelayanan Medik

3. Akibat trombositopenia : perdarahan (menstruasi lama, epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan di


bawah kulit, hematuria, buang besar campur darah, muntah darah).
B. Pemeriksaan fisik : pucat, demam, pembesaran kelenjar getah bening (KGB) superfisial,
organomegali, petekie/purpura/ekimosis.
C. Pemeriksaan penunjang : Aspirasi sumsum tulang : hitung jenis sel blas dan/atau progranulosit >30%.

DIAGNOSIS BANDING
Sindrom mielodisplasia (MDS), reaksi leukemoid, leukemia kronis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Laboratorium : darah tepi lengkap (termasuk retikulosit dan hitung jenis), LDH, asam urat, fungsi ginjal,
fungsi hati, serologi virus (hepatitis, HSV, EBV, CMV).
 Sitologi aspirasi sumsum tulang, sitogenik.

TERAPI
Perawatan di ruang rawat isolasi imunitas menurun :
1. Persiapan pengobatan sitoreduksi :
 Akses vena sentral.
 Antiemetik
 Profilaksis asam urat (allopurinol sesuai CCT, hidrasi cukup >2000 ml/24 jam, alkalinisasi urin dengan
natrium bikarbonat oral 4 x 500-1000 mg/hari (target pH urin >7).
 Tunda haid (lynesrenol).
 Antibiotik dekontaminasi parsial.
 Profilaksis streptokokus (benzylpenicilline 4 x 1 gr).
 Vitamin K 2 x seminggu 5 mg per oral.
 Asam folat 1 x 5 mg/hari dan vit B12 1000 ug/minggu.
 Leukoferesis untuk mencegah leukostasis jika leukosit >100.000/uL dikombinasi metilprednisolon 5
mg/kg/hari.

2. Pemeriksaan rutin :
 Turn over rate sel tumor (LDH, asam urat)
 Elektrolit (Na, K, Ca)
 Hemostasis lengkap
 Fungsi ginjal (ureum, kreatinin)
 Keasaman urin
 Fungsi ginjal (bilirubin direk/indirek, SGOT/SGPT, ALP)
 Gula darah
 Serologi virus
 Surveillance bakteriologi
 Foto dada
 Pungsi lumbal diagnostik jangkitan otak.
Kuratif :
 Sitoreduksi dengan sitostatika mulai dari yang ringan hingga yang agresif dengan membutuhkan rescue
sel induk pasien dari darah perifer untuk penyelamatan pada ablasi sumsum tulang.
 Transplantasi sel induk darah alogenik atau autogenik dari darah perifer, sumsum tulang atau tali pusar.

Paliatif

Respons terapi
Komplit :
 Hitung jenis sel blas dan atau progranulosit <5% pada sitologi aspirat sumsum tulang.
 Pada darah tepi tidak ditemukan blas, leukosit >3000/ul, granulosit >1500/ul dan trombosit >100.000/ul.
Partial :

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 72


Standar Pelayanan Medik

 Hitung jenis sel blas dan atau granulosit 5-10% pada sitologi aspirat sumsum tulang.
 Pada darah tepi dapat ditemukan sel blas.
Tidak respon :
 Hitung jenis sel blas dan atau progranulosit >10% pada sitologi aspirat sumsum tulang.

KOMPLIKASI
Sindrom lisis tumor, infeksi neutropenia dan perdarahan trombopenia/koagulasi intravaskular diseminata.

PROGNOSIS
Malam.

UNIT TERKAIT
Bagian Patologi Anatomi.

SINDROM LISIS TUMOR

PENGERTIAN
Sindrom lisis tumor adalah berbagai kombinasi antara hiperurisemia,hiperkalemia, hiperfosfatemia, asidosis
laktat dan hipokalsemia yang disebabkan oleh pengrusakan sejumlah sel neoplasma yang sedang
berproliferasi secara cepat.

DIAGNOSIS
A. Anamnesis : Riwayat mendapat kemoterapi dalam 1-5 hari terakhir, jenis tumor yang diderita (limfoma
burkitt, leukemia limfiblastik akut dan limfoma derajat tinggi lainnya).
B. Pemeriksaan fisik : Tidak khas, sesuai dengan kelainan yang terjadi (misalnya pernafasan kussmaul pada
asidosis laktat, oliguria/anuria bila terjadi gagal ginjal, aritmia ventrikel pada hiperkalemia).
SPM Penyakit Dalam RS Meilia 73
Standar Pelayanan Medik

C. Laboratorium : Peningkatan LDH, asam urat darah, kalium darah, fosfat darah, penurunan kalsium darah,
analisis gas darah (AGD) menunjukkan asidosis metabolik, urinalisa menunjukkan pH urin <7
dan/terdapat kristal asam urat.

DIAGNOSIS BANDING
Gagal ginjal akut karena penyebab lain.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : DPL, ureum, kreatinin, LDH, K, F, Ca, Asam urat, AGD, Urinalisis.

TERAPI
1. Mencegah dan mendeteksi faktor risiko lebih penting.
2. Hidrasi adekuat 3000 ml/m2 per hari.
3. Mempertahankan pH urin >7 dengan pemberian Na bikarbonat.
4. Allopurinol 300 mg/m2 per hari.
5. Monitor fungsi ginjal, elektrolit, AGD dan asam urat.
6. Bila secara konservatif tidak berhasil dan ditemukan tanda-tanda sebagai berikut (K>6 meq/l, asam urat
>10mg/dl, kreatinin >10 mg/dl, F>10 mg/dl atau semakin meningkat, hipokalsemia simptomatik) maka
dilakukan hemodialisa.

KOMPLIKASI
Gagal ginjal akut, aritmia ventrikel, kematian mendadak.

PROGNOSIS
Malam.

UNIT TERKAIT
-

IDIOPHATIC THROMBOCYTOPENIA PURPURA

DIAGNOSIS
Untuk menyingkirkan kemungkinan idiophatic thrombocytopenia purpura (ITP) sekunder.
A. Anamnesis :
 Riwayat obat-obatan (heparin, alkohol, sulfonamides, kuinidin/kuinin, aspirin) dan bahan kimia.
 Gejala sistemik : pusing, demam, penurunan berat badan.
 Gejala penyakit autoimun : atralgia, rash kulit, rambut rontok.
 Riwayat perdarahan (lokasi, banyaknya, lamanya), risiko infeksi HIV, status kehamilan, riwayat
transfusi, riwayat pada keluarga (trombositopenia, gejala perdarahan dan kelainan autoimun)
 Penyakit penyerta yang dapat meningkatkan risiko perdarahan (kelainan gastrointestinal, sistem saraf
pusat dan Urologi)

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 74


Standar Pelayanan Medik

 Kebiasaan/hobi : aktivitas yang traumatik.


B. Pemeriksaan fisik :
 Perdarahan (lokasi dan beratnya).
 Jarang ditemukan organomegali, tidak ditemukan jaundice atau stigmata penyakit hati kronik.
 Tanda infeksi (bakteremia/infeksi HIV).
 Tanda penyakit autoimun (artritis, goiter, nefritis, vaskulitis)
C. Pemeriksaan penunjang :
 Darah tepi : hitung trombosit <150.000/uL dengan tidak dijumpai sitopenia lainnya, pemeriksaan
morfologi darah tepi dapat dijumpai trombosit muda yang berukuran lebih besar.
 Laboratorium kimia rutin dan enzim hati.
 Pemeriksaan serologi virus (dengue, CMV, EBV, HIV, rubella)
 Pemeriksaan ACA, Coomb's test, C3, C4, ANA, Anti dsDNA
 Pemeriksaan imunoelektroforesis protein
 Pemeriksaan hemostasis normal bila tidak ada komplikasi, kecuali masa perdarahan memanjang
 Pemeriksaan pungsi sumsum tulang : megakariosit normal atau meningkat
 Pemeriksaan autoantibadi trombosit.

DIAGNOSIS BANDING
1. Berkurangnya produksi trombosit/aplasia megakariosit baik yang kongenital atau didapat.
2. Gangguan distribusi trombosit (hipersplenisme, hipotermia)
3. Peningkatan penghancuran trombosit (ITP sekunder, drug induce, kehamilan dll)
4. Pseudotrombositepenia akibat EDTA terlalu banyak pada spesimen darah tepi.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Laboratorium : darah tepi lengkap, enzim hati, kimia rutin, ACA, Coomb test, C3, C4, ANA, anti dsDNA,
serologi virus, anti HIV, antibodi antitrombosit.
 Sitologi aspirasi sumsum tulang.

TERAPI
ITP akut : (anak-anak, self limiting)
 Trombosit >30.000/ul, asimptomatik/purpura minimal --- tidak diterapi rutin.
 Trombosit <20.000/ul dengan perdarahan bermakna tau <10.000/ul dengan purpura minimal --- Steroid
(~prednison 1-2 mg/kgBB/hari).
 Mengingat ITP pada anak bersifat self limiting, maka lama terapi dibatasi selama 21 hari. Dapat juga
diberikan IV Ig 1 gr/kg 1 hari.
 Perdarahan yang mengancam jiwa --- dirawat, steroid injeksi dosis tinggi (metilprednisolon 30 mg/kg/hari)
atau steroid oral dosis tinggi (~prednison 4-8 mg/kg/hari) dan transfusi trombosit.

ITP kronik (dewasa)


A. Terapi suportif :
 Membatasi aktivitas yang berisiko trauma.
 Menghindari obat-obat yang mengganggu fungsi trombosit.
 Transfusi PRC sesuai kebutuhan.
 Transfusi trombosit bila :
o Perdarahan masif
o Adanya ancaman perdarahan otak/SSP
o Persiapan untuk operasi besar

B. Perawatan RS untuk pasien dengan :


 Perdarahan berat yang mengancam jiwa.
 Trombosit <20.000/ul dengan perdarahan mukosa bermakna
 Trombosit >50.000/ul asimptomatik/dengan purpura minimal → tidak diterapi

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 75


Standar Pelayanan Medik

 Trombosit <30.000/ul dengan/tanpa gejala, 30.000-50.000/ul dengan perdarahan bermakna, kadar


trombosit berapa saja dengan perdarahan yang mengancam jiwa → diterapi :
1.Steroid
(~ prednison 1-2 mg/kg/hari), dipertahankan 3-4 minggu lalu tapp down, maksimal selama 6
bulan. Prednison tidak boleh diberikan dalam jumlah tinggi lebih dari 4 minggu pada pasien tidak
respon.
2.Splenektomi
Indikasi :
o Gagal remisi dengan terapi steroid dalam 6 bulan observasi.
o Memerlukan dosis maintenance steroid yang tinggi
o Adanya kontraindikasi/intoleransi terhadap steroid.
3.Pilihan terapi yang lain :
o Obat-obatan imunosupresan (siklofosfamid, azatioprin, vinkristin)
o Preparat androgen (danazol)
o Exchange plasmapharesis pada pasien dengan keadaan sakit
o Hormonal anovulatoir

KOMPLIKASI
Infeksi, ITP berat, DM induced steroid, hipertensi, immunocompromised.

PROGNOSIS
 ITP akut : bonam
 ITP kronik : dubia ad malam

UNIT TERKAIT
-

TROMBOSIS VENA DALAM

PENGERTIAN
Trombosis vena dalam adalah pembekuan darah di dalam pembuluh darah vena terutama pada vena tungkai
bawah.

DIAGNOSIS
Gejala klinik bervariasi (90% tanpa gejala klinis)
Pasien dengan risiko tinggi yaitu apabila :
SPM Penyakit Dalam RS Meilia 76
Standar Pelayanan Medik

 Riwayat trombosis, strok


 Pasca tindakan bedah terutama bedah ortopedi
 Imobilisasi lama terutama pasca trauma/penyakit berat
 Luka bakar
 Gagal jantung akut atau kronik
 Penyakit keganasan baik tumor solid maupun keganasan hematologi
 Infeksi baik jamur, bakteri maupun virus terutama yang disertai syok
 Penggunaan obat-obatan yang mengandung hormon estrogen
 Kelainan darah bawaan atau didapat yang menjadi predisposisi untuk trombosis.

A. Anamnesis
Nyeri lokal, bengkak, perubahan warna dan fungsi berkurang pada anggota tubuh yang terkena.

B. Pemeriksaan Fisik
 Edem, eritem, peningkatan suhu lokal tempat yang terkena, pembuluh darah vena teraba, Homan's
sign (+)
 Berdasarkan data tersebut di atas sering ditemukan negatif palsu
 Prosedur diagnosis baku adalah pemeriksaan venografi.

C. Pemeriksaan penunjang ;
 Kadar antitrombin III (AT III) menurun (N : 85-125%)
 Kadar fibrinogen degradation product (FDP) meningkat
 Titer D-dimer meningkat.

DIAGNOSIS BANDING
Sindrom pasca flebitis, varises, gagal jantung, trauma, refluks vena, selulitis, limfangitis, abses inguinal,
keganasan dengan sumbatan kelenjar limfe atau vena, gout, dermatitis kontak, eritema nodosum, kehamilan,
flebitis superfisial, paralisis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiologi : venografi/flebografi, USG vena-B mode atau colour doppler
2. Laboratorium : kadar AT III, protein C, protein S, antibodi antikardiolipin, profil lipid, agregasi trombosit.

Tersangka DVT

Ultrasonografi

DVT Ada 3 pilihan

Pertimbangan klinis D-dimer


(+) (-)

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 77


Standar Pelayanan Medik

Rendah Sedang/tinggi 1 minggu DVT dapat


Ultrasonografi disingkirkan
(-) (+)

DVT dapat disingkirkan Obati

Diagram Pendekatan Diagnosis DVT

TERAPI
Non farmakologis :
1. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena untuk melancarkan aliran darah vena.
2. Kompres hangat untuk meningkatkan sirkulasi mikrovaskular.
3. Latihan lingkup gerak sendi (range of motion) seperti gerakan fleksi-ekstensi, menggegm dll, tindakan ini
akan meningkatkan aliran darah di vena-vena yang masih terbuka (patent)
4. Pemakaian kaus kaki elastik (elastic stocking), alat ini dapat meningkatkan aliran darah vena.

Farmakologis :
1. Antikoagulan
a. Heparin (unfractionated)
 Bolus intravena 100 IU/kg dilanjutkan drip mulai 1000 IU/jam
 Target aPTT 1,5-2,5 x kontrol, bila :
o aPTT <1,5 x kontrol, dosis 100-200 IU/jam
o aPTT 1,5-2,5 x kontrol, dosis tetap
o aPTT >2,5 x kontrol, dosis 100-200 IU/jam
 Hari I : aPTT diperiksa tiap 6 jam
Hari II : aPTT diperiksa tiap 12 jam
Hari III : aPTT diperiksa tiap 24 jam

b. LMWH (low molecular weight heparin)


 Nadroparin 0,1 ml/kg/12 jam
 Enoksaparin 1 mg/kg/12 jam
 Tidak perlu pemantauan

c. Warfarin
 Warfarin dapat dimulai segera sesudah pemberian heparin dengan dosis hari I 6-10 mg malam
hari, hari II diturunkan.
 INR diperiksa setelah 4-5 hari kemudian dengan target 2-3
Bila target INR tercapai, heparin dapat dihentikan 24 jam berikutnya
 Lama pemberian tergantung ada tidaknya faktor risiko
o Bila tidak ada faktor risiko, dapat distop dalam 3-6 bulan
o Bila ada faktor dapat diberikan lebih lama atau bahkan seumur hidup
 Cara penyesuaian dosis INR
 INR 1,1 – 1,4
Hari I → naikkan 10-20% dari total dosis mingguan
Mingguan → naikkan 10-20% dari total dosis mingguan
Kembali 1 minggu
 INR 1,5 – 1,9
Hari I → naikkan 5-10% dari total dosis mingguan
Mingguan → naikkan 5-10% dari total dosis mingguan
Kembali 2 minggu
 INR 2,0 – 3,0

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 78


Standar Pelayanan Medik

Tidak ada perubahan


Kembali 1 minggu
 INR 3,1 – 3,9
Hari I → kurangi 5-10% dari dosis total mingguan
Mingguan → kurangi 5-15% dari dosis total mingguan
Kembali 2 minggu
 INR 4,0 – 5,0
Hari I → tidak dapat obat
Mingguan → naikkan 10-20% dari total dosis mingguan
Kembali 1 minggu
 INR >5,0
Stop warfarin, pantau sampai INR 3,0
Mulai dengan dosis kurang 20-50%
Kembali tiap hari.

2. Trombolisis (streptokinase, tPA)


 Terapi ini dapat dipertimbangkan sampai 2 minggu setelah pembentukan thrombus (trombosis vena
iliaka atau vena femoralis akut atau subakut)
 Tidak dianjurkan untuk trombus yang berusia lebih dari 4 minggu

3. Antiagregasi trombosit (aspirin, dipiridamol, sulfinpirazon)


 Bukan merupakan terapi utama
 Pemakaiannya dapat dipertimbangkan 3-6 minggu setelah terapi standar heparin atau warfarin.

KOMPLIKASI
Perdarahan akibat antikoagulan/antiagregasi trombosit, trombositopenia akibat heparin, osteoporosis pada
pasien yang mendapat heparin >6 bulan dengan dosis 10.000 U/hari.

PROGNOSIS
Tergantung pada penyebab, pada yang tidak disertai komplikasi baik.

UNIT TERKAIT
Bagian radiologi, Bedah.

KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

PENGERTIAN
Koagulasi intravaskular diseminata adalah aktivasi sistem koagulasi dan fibrinolisis secara berlebihan dan
terjadi pada waktu yang bersamaan.

DIAGNOSIS
A. Klinis :
 Gejala-gejala umum seperti demam, hipotensi, asidosis, hipoksia, proteinuria.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia 79
Standar Pelayanan Medik

 Tanda-tanda perdarahan (petekie, purpura, ekimosis, hematoma, hematemesis-melena, hematuria,


epistaksis)
 Manifestasi trombosis --- gagal organ (paru, ginjal, hati)
 KID merupakan akibat dari kausa primer yang lain :
o Bidang obstetri (emboli cairan amnion, kematian janin intra-uterin, abortus septik)
o Bidang hematologi (reaksi transfusi, hemolisis berat, leukemia)
o Infeksi (septikimia, gram negatif, gram positif; virus HIV, hepatitis, dengue ; parasit malaria)
o Trauma, penyakit hati akut, luka bakar.

B. Pemeriksaan penunjang
 Darah tepi : trombositopenia atau normal, burr cell (+)
 Pemeriksaan hemostaris pada KID

DIAGNOSIS BANDING
Fibrinolisis primer, penyakit hati berat, pseudo KID

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : DPL, hemostasis lengkap (PT, aPTT, fibrinogen, d-dimer)

TERAPI
1. Suportif
 Memperbaiki dan menstabilkan hemodinamik
 Memperbaiki dan menstabilkan tekanan darah
 Membebaskan jalan nafas
 Memperbaiki dan menstabilkan keseimbangan asam basa
 Memperbaiki dan menstabilkan keseimbangan elektrolit
2. Mengobati penyakit primer
3. Menghambat proses patologis
 Antikoagulan
Heparin intravena bolus tiap 6 jam dosis 5000 IU, evaluasi aPTT dengan target 1,5-2,5 x kontrol pada
jam kedua dan keempat
Bila pada jam kedua :
o aPTT <1,5 x kontrol, heparin dinaikkan menjadi 7500 U
o aPTT 1,5-2,5 x kontrol, dosis heparin tetap
o aPTT >2,5 x kontrol, evaluasi aPTT pada jam keempat, bila :
 aPTT <1,5 x kontrol, heparin dinaikkan menjadi 7500 U
 aPTT >2,5 x kontrol, heparin dikurangi menjadi 2500 U
o Transfusi sesuai kompenen darah sesuai indikasi (PRC, TC, FFP kriopresipitat)

KOMPLIKASI
Gagal organ, syok/hipoperfusi, trombosis vena dalam, KID fulminan

PROGNOSIS : Malam
TROMBOSITOSIS PRIMER/ESENSIAL

PENGERTIAN
 Trombositosis adalah bila jumlah trombosit lebih dari jumlah normal tertinggi (450.000/ul)
 Trombositosis primer adalah kelainan klonal dari stem sel multipotensial hemopoietik

DIAGNOSIS
1. Anamnesis :

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 80


Standar Pelayanan Medik

 Sakit seperti terbakar pada telapak tangan dan kaki serta berdenyut, cenderung timbul kembali
disebabkan panas, pergerakan jasmani dan hilang bila kaki ditinggikan (eritromialgia).
 Gejala-gejala iskemia serebrovaskular kadang tidak spesifik seperti sakit kepala, pusing, defisit
neurologi fokal, serangan iskemia sepintas, kejang atau oklusi asteri retina.
 Pada wanita hamil ditemukan riwayat abortus berulang, pertumbuhan fetus terhambat.
2. Pemeriksaan fisik ;
 Splenomegali (40%), tanda-tanda perdarahan atau trombosis sesuai lokasi yang terkena.
3. Pemeriksaan laboratorium :
 Jumlah trombosit seringkali > 1 juta/ml
 Laju endap darah normal
 Variasi bentuk trombosit abnormal (raksasa, hipogranular), fragmen trombosit
 Masa perdarahan normal
 Faktor VIII/Von Willebrand normal

DIAGNOSIS BANDING
Trombositosis reaktif, trombositosis sekunder.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium : darah perifer lengkap, morfologi trombosit, laju endap darah, masa
perdarahan,faktor VIII/Von Willebrand, tes agregasi trombosit dengan epinefrin.

TERAPI
Tujuan pengobatan untuk menurunkan jumlah trombosit dan menurunkan fungsi trombosit.
 Untuk menurunkan trombosit :
1. Hydroxyuria (hydrea) : 15 mg/kgBB/hari
2. Anagrelide (agrylin) : 4 kali 1,5-2,5 mg sehari, dimulai dosis rendah dan dinaikkan secara bertahap tiap
minggu.
3. Thromboreduction
4. Interferon alfa : 3 juta IU, tiga kali satu minggu
5. Fosforous-32
 Untuk menurunkan fungsi trombosit :
1. Aspirin
2. Tiklopidin
3. Klopidogrel

KOMPLIKASI
1. Perdarahan (memar kebiruan, epistaksis, perdarahan saluran cerna, perdarahan pasca operasi). Risiko
terbesar bila trombosit >1 juta/ml dan mendapat aspirin.
2. Trombosis (eritro mialgia, iskemia ginjal, infark miokard, strok, iskemia mesenteric, infark plasenta,
sindrom Budd Chiari). Risiko terbesar bila sebelumnya ada riwayat trombosis, umur lebih dari 60 tahun
dan sudah lama mengalami trombositosis.
3. Trombosis esensial dapat mengalami transformasi menjadi mielofibrosis (4%), polisitemia vera (2,7%),
leukemia mielositik akut (0,6-5%).

PROGNOSIS
 Ad vitam : dubia
 Ad fungsionam : dubia
 Ad sanasionam : malam

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 81


Standar Pelayanan Medik

SINDROM VENA KAVA SUPERIOR

PENGERTIAN
Sindrom vena kava superior adalah kumpulan gejala yang disebabkan obstruksi vena kava superior oleh
sebuah tumor mediastinum.

DIAGNOSIS
1. Anamnesis : keluhan sakit kepala, mual, muntah-muntah, gangguan penglihatan, sinkop, suara serak,
sesak nafas, disfagia dan sakit punggung.
2. Pemeriksaan fisik : distensi tubuh sebelah atas, edema muka, leher, lengan dan dada atas, sianosis.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 82


Standar Pelayanan Medik

3. Pemeriksaan penunjang :
 Foto dada menunjukkan massa paratrakeal atau di mediastinum
 CT Scan dada membantu memperlihatkan luasnya massa.

DIAGNOSIS BANDING
1. Tumor mediastinum : tumor ganas, teratoma, limfoma malignum.
2. Tumor paru.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan radiologi : foto toraks, CT scan toraks.

TERAPI
 Radioterapi pada kasus darurat dapat meringankan gejala pada 70% kasus, dosis harian dimulai dengan
dosis tinggi (400 cGy) untuk mendapatkan pengecilan massa tumor yang dibutuhkan.
 Pada limfoma malignum atau kanker paru jenis SCLC, kemoterapi akan sama efektifnya dengan
radioterapi.

KOMPLIKASI
Trombosis vena jugularis dan otak.

PROGNOSIS
 Ad vitam : dubia ad malam
 Ad fungsionam : malam
 Ad sanasionam : malam

UNIT TERKAIT
Bagian Radiologi, Bedah.

HIPERKALSEMIA

PENGERTIAN
Hiperkalsemia merupakan kedaruratan onkologi yang sering ditemukan sebagai akibat metabolik dari
keganasan.

DIAGNOSIS
1. Anamnesis : anoreksia, mual, muntah-muntah, polyuria.
2. Pemeriksaan fisik : penurunn kesadaran.
3. Pemeriksaan penunjang : kadar kalsium serum meningkat.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 83


Standar Pelayanan Medik

DIAGNOSIS BANDING

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan kadar kalsium darah, fungsi ginjal.

TERAPI
1. Diuresis paksa dengan larutn salin (200-250 ml/jam) dan furosemide disertai monitor ketat balans cairan
dan fungsi kardiopulmoner.
2. Mithramycin 25 ug/kg intravena. Tidak boleh digunakan pada gagal ginjal dan trombositopenia.
3. Kortikosteroid, efek terapi dicapai setelah 5-10 hari pengobatan. Berguna pada hiperkalsemia pada
limfoma malignum, mieloma multiple dan karsinoma payudara.
4. Bifosfonat (penghambat osteoklas) bila hiperkalsemia refrakter terhadap cara-cara sebelumnya atau
terdapat kontraindikasi.
5. Kunci keberhasilan dalam mengendalikan hiperkalsemia adalah kemoterapi yang efektif.

KOMPLIKASI
Gagal ginjal akut.

PROGNOSIS
 Ad vitam : dubia
 Ad fungsionam : dubia ad malam
 Ad sana sionam : malam

UNIT TERKAIT
Unit hemodialisa, Bagian Patologi Klinik.

HIPERURISEMIA

PENGERTIAN
Hiperurisemia merupakan kelainan yang terjadi akibat pengobatan pada leukemia, gangguan mieloproliferatif,
limfoma atau mieloma yaitu ketika sel-sel tumor mengalami penghancuran selama kemoterapi di mana purin
akan dilepaskan dalam jumlah banyak untuk kemudian mengalami katabolisme menjadi asam urat.

DIAGNOSIS
 Uremia, hematuria dan rasa nyeri menandakan adanya batu ginjal.
 Kadar asam urat melebihi 10 mg/dl dan rata-rata 20 mg/dl. Oliguria atau anuria dengan atau tanpa adanya
kristal asam urat. Kadar nitrogen darah dan serum kreatinin meningkat.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 84


Standar Pelayanan Medik

 Perbandingan asam urat dengan kreatinin >1, dihitung menurut sampel acak, mendukung diagnosis
nefropati akibat hiperurisemia.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan kadar asam urat darah, fungsi ginjal, urinalisis.

TERAPI
1. Allopurinol, hidrasi dan alkalinisasi urin seperti pada sindrom lisis tumor.
2. Hemodialisis jika diperlukan, dapat menurunkan kadar asam urat dan memperbaiki fungsi ginjal.

KOMPLIKASI
1. Batu ginjal
2. Gagal ginjal

PROGNOSIS
 Ad vitam : malam
 Ad fungsionam : malam
 Ad sanasionam : malam

UNIT TERKAIT
Unit hemodialisa, Bagian Patologi Klinik.

TERAPI SUPORTIF PADA PASIEN KANKER

PENGERTIAN
Terapi suportif pada pasien kanker merupakan hal yang amat penting, sehingga tidak jarang lebih penting
daripada pengobatan pembedahan, radiasi maupun kemoterapi karena pengobatan suportif ini justru sering
berkaitan dengan usaha untuk mengatasi masalah-masalah yang dapat mengancam jiwa. Pengobatan
suportif ini tidak hanya diperlukan pada pasien kanker yang menjalani pengobatan kuratif tetapi juga pada
pengobatan paliatif.
Pengobatan suportif ini meliputi :
1. Masalah nutrisi dan gangguan saluran cerna.
2. Penanganan nyeri
3. Penanganan infeksi
SPM Penyakit Dalam RS Meilia 85
Standar Pelayanan Medik

4. Masalah efek samping sitostatika terutama efek mielosupresi.

DIAGNOSIS
Masalah Nutrisi
1. Anamnesis : penurunan berat badan yang cepat.
2. Antropometri : tebal lemak kulit (M. deltoideus lengan atas), indeks massa tubuh (dibawah 1,5
menunjukkan katabolisme berlebihan), penilaian terhadap massa otot.
3. Laboratorium :
 Hitung limfosit (bila menurun berarti ada gangguan respons imun),
 Kadar albumin dan prealbumin (albumin <3 g/dl dan prealbumin <1,2 g/dl menunjukkan malnutrisi),
 Kadar urea nitrogen urin (>24 g/24 jam menunjukkan katabolisme protein berlebihan), kadar feritin
darah.

Penanganan Nyeri
 Anamnesis : waktu timbul nyeri, lokasinya, intensitasnya dan faktor yang menambah atau mengurangi
nyeri.
 Anamnesis yang teliti dapat diketahui jenis nyeri pada pasien, apakah nyeri viseral, somatik atau
neuropatik.
 Dari anamnesis dapat juga diketahui tingkatan nyeri, menggunakan alat bantu VAS (visual analog scale)
yaitu skala dari nol sampai sepuluh (nol menunjukkan tidak ada nyeri sama sekali, sepuluh menunjukkan
nyeri yang paling hebat). Angka yang ditunjuk pasien kemudian dapat dibagi menjadi empat kelompok :
o Angka 0 menyatakan tidak ada nyeri
o Angka 1-3 menyatakan nyeri ringan
o Angka 4-6 menyatakan nyeri sedang
o Angka 7-10 menyatakan nyeri berat.
Hal yang paling menentukan untuk memulai pengobatan adalah jenis tingkatan nyeri.

Penanganan Infeksi

Masalah Efek Samping Sitostatika


1. Penekanan sumsum tulang (infeksi neutropenia, trombositopenia, leukopenia, anemia)
2. Mual dan muntah
3. Toksisitas jantung (kardiomiopati, peri miokarditis)
4. Toksisitas ginjal (nekrosis tubular ginjal)
5. Ekstravasasi
6. Sindrom lisis tumor

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Masalah Nutrisi
 Antropometri : tebal lemak kulit, indeks massa tubuh dan massa otot
 Laboratorium : Hitung limfosit, albumin dan prealbumin darah, urea nitrogen urin, feritin darah
2. Penanganan Nyeri
 Pemeriksaan radiologi : foto, USG, bone scan, CT Scan, MRI untuk mengetahui jenis nyeri dan
lokasinya
3. Penanganan Infeksi
 Laboratorium darah perifer lengkap dengan hitung jenis, kultur darahm kultur urin, kultur sputum, swab
tenggorok untuk mencari fokus infeksi, pemeriksaan terhadap koloni jamur
 Foto toraks
4. Masalah Efek Samping Sitostatika
 Pemeriksaan fisik : luas permukaan tubuh, tingkat kemampuan berperan, mencari sumber infeksi
 Pemeriksaan laboratorium DPL dengan hitung jenis, fungsi ginjal, urinalisis, asam urat darah, fungsi
hati, kultur pada tempat-tempat tertentu secara berkala
 Pemeriksaan radiologi
 Pemeriksaan ekokardiografi

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 86


Standar Pelayanan Medik

TERAPI
Masalah Nutrisi
 Indikasi terapi :
1. Pasien tidak mampu mengkonsumsi 1000 kalori per hari
2. Bila terjadi penurunan berat badan >10% BB sebelum sakit
3. Kadar albumin serum <3,5 gr/dl
4. Terdapat tanda-tanda penurunan daya tahan tubuh.
 Perhitungan kebutuhan kalori :
Rumus perhitungan kebutuhan kalori =
Kalori basal + aktivitas sehari-hari + keadaan hiperkatabolik
Kalori basal laki-laki : 27-30 kalori/kgBb ideal/hari
Kalori basal perempuan : 23-26 kalori/kgBB ideal/hari
Perhitungan kebutuhan protein :
Protein yang dibutuhkan adalah 0,6-0,8 g/kgBB ideal/hari.
 Untuk mengganti kehilangan nitrogen tubuh diperlukan tambahan 0,5 g/kgBB ideal/hari.
Cara pemberian :
1. Enteral melalui saluran cerna per oral, lewat selang nasogastrik, jejunostomi, gastrostomi.
2. Parenteral diberikan bila melalui enteral tidak bisa atau pasien tidak mau dilakukan
gastrostomi/jejunostomi. Nutrisi sebaiknya melalui vena sentral karena dapat diberikan cairan dengan
osmolalitas tinggi dan dalam waktu lama (6 bulan-1 tahun). Hati-hati terhadap bahaya infeksi dan
trombosis.

Penanganan Nyeri
Pengobatan medikamentosa/farmakologi
 Pada nyeri ringan pengobatan dimulai dengan asetaminofen atau OAINS, kemudian dievaluasi dalam 24-
72 jam, bila masih nyeri ditambahkan amitriptilin 3x25 mg atau opioid ringan kodein sampai dengan 6x30
mg/hari.
 Pada nyeri sedang pengobatan dimulai dengan opioid ringan kemudian dievaluasi dalam 24 jam, bila
masih nyeri obat diganti dengan opioid kuat, biasanya dipakai morfin. Pemberian morfin intravena dimulai
dengan, dosis dititrasi sampai pasien bebas nyeri.
 Pada nyeri berat pengobatan morfin intravena sejak awal dan dievaluasi sampai hitungan jam sampai
nyeri terkendali baik. Setelah didapat dosis optimal maka pemberian morfin intravena diganti dengan
morfin oral masa kerja pendek 4-6 jam dengan perbandingan 1:3, artinya jika dosis injeksi 20 mg/24 jam
maka dosis oral sebanyak 3x20 mg/24 jam (60 mg), diberikan 6x10 mg atau 4x15 mg/hari. Bila setelahnya
nyeri terkendali baik maka diganti morfin oral kerja lama dengan dosis 2x30 mg/hari. Bila nyeri belum
terkendali, morfin dinaikkan dosisnya menjadi dua kali lipat dan dievaluasi lebih lanjut serta berpedoman
pada VAS.
 Obat adjuvan diberikan sesuai pengkajian, bila penyebabnya neuropatik maka selain obat-obat tersebut
ditambahkan GABA (gabapentin), bila nyeri somatik akibat metastasis tulang sedikit dapat ditambahkan
OAINS dan bifosfonat, bila metastasis luas dan multipel maka pilihan utamanya adalah radioterapi dan
dapat ditambahkan bifosfonat.
Pengobatan Non Medikamentosa :
1. Penanganan psikiatris
2. Operasi bedah saraf
3. Blok anestesi
4. Rehabilitasi medik

Penanganan Infeksi
 Infeksi oleh bakteri gram negatif
o Kombinasi antibiotik beta laktam dengan aminoglikosida
o Monoterapi dengan seftazidim, sefepim, imipenem, meropenem
 Infeksi oleh bakteri gram positif. Staphylococcus epidermidis sering resisten pada berbagai macam
antibiotik, diberikan vankomisin dan teikoplanin.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 87


Standar Pelayanan Medik

 Infeksi jamur. Pemberian amfoterisin B dianjurkan pada pasien neutropenia dengan demam
berkepanjangan setelah pemberian antibiotik spektrum luas untuk beberapa hari tanpa adanya
bakteremia.
 Infeksi virus dapat terjadi pada pasien neutropenia tanpa imunosupresi, sehingga beberapa pusat
menganjurkan pemberian asiklovir sejak awal pada pasien yang diperkirakan akan mengalami
neutropenia berat untuk waktu yang lama.

Masalah Efek Samping Sitostatika


1. Penekanan sumsum tulang
 Pemilihan dan penjadwalan obat sitistatika yang tepat
 Pencegahan infeksi pada pasien neutropenia berupa dekontaminasi saluran cerna, kulit dan rambut
bila akan mendapat kemoterapi agresif
 Pengobatan infeksi, bila hasil kultur belum ada, diberikan pengobatan empiris yang dapat menjangkau
Gram positif dan negatif, anti jamur, bila perlu antivirus
 G-CSF saat ini dapat diberikan pada keadaan granulositopenia, terutama yang mendapat kemoterapi
agresif
2. Mual dan muntah
Meliputi fenotiazin, haloperidol, metoklopropamid, antagonis serotonin (ondansetron, granisetron dan
tropisetron), kortikosteroid, benzodiazepin, nabilon, antihistamin dan kombinasi obat-obat antiemetik di
atas. Dianjurkan kombinasi tersebut meliputi deksametason diikuti antagonis serotonin atau difenhidramin
dan metoklopropamid.
3. Toksisitas jantung
Pasien dengan risiko tinggi (EF<50%) harus menjalani ekokardiografi setiap satu atau dua siklus
pengobatan, sedangkan pada yang tidak berisiko tinggi ekokardiografi diulang setelah dosis kumulatif
350-400 mg/m2. Hal yang paling penting pada pemantauan adalah dosis kumulatif (epirubisin 950 mg/m 2,
daunorubisin 750 mg/m2, mitomisin 160 mg/m2 dan doksorubisin 550 mg/m2)
4. Toksisitas ginjal
Kerusakan ginjal dapat dicegah dengan dehidrasi adekuat, alkalinisasi urin dengan natrium bikarbonat
dan diuretik.
5. Ekstravasasi obat-obat kemoterapi yang bersifat vesikan dapat dicegah dengan memastikan jalan infus
intravena lancar dan setelah kemoterapi diberikan, cairan infus tetap diberikan.
6. Sindrom lisis tumor
Untuk mencegah hal ini, mulai 48 jam sebelum kemoterapi sampai dengan 3-5 hari setelahnya diberikan
hidrasi intravena 3000 ml/m2, allopurinol 500 mg/m2 per oral, bila kadar asam urat >7 mg/dl diberikan
alkalinisasi urin dengan natrium bikarbonat dengan mempertahankan pH urin di atas 7.

KOMPLIKASI
Hati-hati dengan efek samping morfin.

PROGNOSIS
 Ad vitam : malam
 Ad fungsionam : malam
 Ad sanasionam : malam
POLISITEMIA VERA

PENGERTIAN
Polisitemia merupakan kelainan sistem hemopoesis yang dihubungkan dengan peningkatan jumlah dan
volume sel darah merah (eritrosit) secara bermakna mencapai 6-10 juta/ml di atas ambang batas nilai normal
dalam sirkulasi darah, tanpa memperdulikan jumlah leukosit dan trombosit. Disebut polisitemia vera bila
sebagian populasi eritrosit berasal dari suatu klon sel induk darah yang abnormal (tidak membutuhkan
eritripoetin untuk proses pematangannya). Berbeda dengan polisitemia sekunder dimana eritropoetin
meningkat secara fisiologis sebagai kompensasi atas kebutuhan oksigen yang meningkat atau eritropoetin

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 88


Standar Pelayanan Medik

meningkat secara nin fisiologis pada sindrom paraneoplastik sebagai manifestasi neoplasma lain yang
mensekresi eritropoetin. Perjalanan klinis:
1. Fase eritrositik atau fase polisitemia
Berlangsung 5-25 tahun, membutuhkan flebotomi teratur untuk mengendalikan viskositas darah dalam
batas normal.
2. Fase burn out atau spent out
Kebutuhan flebotomi menurun jauh, kesannya seperti remisi, kadang timbul anemia.
3. Fase mielofibrotik
Bila terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, menyerupai mielofibrosis dan metaplasia meiloid.
4. Fase terminal.

DIAGNOSIS
International Polycythemia Study group II
Diagnosis polisitemia dapat ditegakkan jik memenuhi kriteria
a. A1+A2+A3 atau
b. A1+A2+2 kategori B

Kategori A
1. Meningkatnya massa sel darah merah diukur dengan krom radioaktif Cr-51. Pada pria ≥36 ml/kg dan
pada wanita ≥32 ml/kg.
2. Saturasi oksigen arterial ≥92% (pada polisitemia vera, saturasi oksigen tidak menurun).
3. Splenomegali.

Kategori B
1. Trombositosis : trombosit ≥400.000/ml
2. leukositosis : leukosit ≥12.000/ml (tidak ada infeksi)
3. Leukositt alkali fosfatse (LAF) score meningkat >100 (tanpa ada panas/infeksi)
4. Kadar vitmin B12 .900 pg/ml dan atau UB12BC dalam serum ≥2200 pg/ml.

DIAGNOSIS BANDING
Polisitemia sekunder akibat saturasi oksigen arterial rendah atau eritropoetin meningkat akibat manifestasi
sindrom paraneoplastik.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Laboratorium : eritrosit, granulosit, trombosit, kadar B12 serum, NAP, saturasi O2.
 Pemeriksaan sumsum tulang untuk menyingkirkan kelainan mieloproliferatif yang lain.

TERAPI
Prinsip pengobatan ;
1. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal dan mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi.
2. Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/polisitemia yang belum terkendali.
3. Menghindari pengobatan berlebihan.
4. Menghindari obat yang mutagenik, teratogenik dan berefek sterilisasi pada pasien usia muda.
5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi sitostatik pada pasien di
atas 40 tahun bila didapatkan :
 trombosis persisten di atas 800.000/ml terutama jika disertai gejala trombosis
 leukositosis progresif
 splenomegali simptomatik atau menimbulkan sitopenia problematic
 gejala sistemik yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan, penurunan berat badan
atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.

A. Flebotomi
Pada PV tujuan prosedur flebotomi adalah mempertahankan hematokrit 42% pada wanita dan 47% pada pria
untuk mencegah timbulnya hiperviskositas dan penurunan share rate. Indikasi flebotomi terutama untuk
semua pasien pada permulaan penyakit dan yang masih dalam usia subur.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 89


Standar Pelayanan Medik

Indikasi :
1. Polisitemia vera fase polisitemia.
2. Polisitemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika Ht >55% (target Ht 55%).
3. Polisitemia sekunder nonfisiologis bergantung pada derajat beratnya gejala yang ditimbulkan akibat
hiperviskositas dan penurunan share rate.

B. Kemoterapi sitostatika
Tujuannya adalah sitoreduksi.
Indikasi :
1. Hanya untuk polisitemia rubra primer (PV)
2. Flebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan >2 kali sebulan
3. Trombositosis yang terbukti menimbulkan trombosis
4. Urtikaria berat yang tidak dapat diatasi dengan antihistamin
5. Splenomegali simptomatik/mengancam ruptur limpa.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 90


Standar Pelayanan Medik

VI
GERIATRI

PENGKAJIAN GERIATRI PARIPURNA/


COMPREHENSIVE GERIATRIC ASSESSMENT (CGA)

Pendekatan dalam evaluasi medis bagi pasien berusia lanjut (berusia 60 tahun atau lebih) berbeda
dengan pasien dewasa muda. Pada geriatri memiliki karateristik multipatologi, daya cadangan faali yang
rendah, gejala dan tanda klinis yang menyimpang, menurunya status funsional, dan gangguan nutrisi. Selain
itu perbaikan kondisi medis kadangkala kurang dramatis dan lebih lambat timbulnya.
Karakteristik pasien geriatri yang pertama adalah multipatologi, yaitu pada satu pasien terdapat lebih
dari satu penyakit yang umumnya bersifat kronik degeneratif. Kedua adalah menurunnya daya cadangan
faali, yang menyebabkan pasien geriatri amat mudah jatuh dalam kondisi gagal pulih (failure to thrive). Hal ini
terjadi akibat penurunan fungsi berbagai organ atau sistem organ sesuai dengan bertambahnya usia, yang

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 91


Standar Pelayanan Medik

walaupun normal untuk usianya namun menandakan menipisnya daya cadangan faali. Ketiga adalah
penyimpangan gejala dan tanda penyakit dari yang klasik, misalnya pada pneumonia mungkin tidak akan
dijumpai gejala khas seperti batuk, demam, dan sesak, melainkan terdapatnya perubahan kesadaran atau
jatuh. Keempat adalah terganggunya status fungsional pasien geriatri. Status fungsional adalah kemampuan
seseorang untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Status fungsional menggambarkan kemampuan
umum seseorang dalam memerankan fungsinya sebagai manusia mandiri, sekaligus menggambarkan kondisi
kesehatan secara umum. Kelima adalah adanya gangguan nutrisi, gizi kurang, atau gizi buruk. Gangguan
nutrisi ini secara langsung akan mempengaruhi proses penyembuhan dan pemulihan.
Jika karena sesuatu hal pasien geriatri mengalami kondisi akut seperti pneumonia, maka pasien
geriatri juga seringkali muncul dalam gangguan fungsi kognitif, depresi, instabilitas, imobilisasi,dan
inkontinensia (sindrom geriatri). Kondisi tersebut akan semakin kompleks jika secara psikososial terdapat
hendaya seperti pengabaian (neglected) atau kemiskinan (masalah finansial). Berdasarkan uraian di atas
tidak dapat disangkal lagi bahwa pendekatan dalam evaluasi medis bagi pasin geriatri mutlak harus bersifat
holistic atau paripurna yang tidak semata-mata dari sisi bio-psiko-sosial saja, namun juga harus senantias
memperhatikan aspek kuratif, rehabilitatif, promotif, dan preventif. Komponen dari pengkajian paripurna
pasien geriatri meliputi status fungsional, status kognitif, status emosional, dan status nutrisi. Selain itu,
anamnesis yang dilakukan adalah anamnesis system organ yang secara aktif ditanyakan oleh dokter
(mengingat seringkali pasien geriatri memiliki hambatan dalam menyampaikan keluhan atau tidak
menganggap hal tersebut sebagai suatu keluhan) dan pemeriksaan fisik lengkap yang mencakup pula
pemeriksaan neurologis dan muskuloskeletal.

STATUS FUNGSIONAL
Pendekatan yang dilakukan untuk menyembuhkan kondisi akut pasien geriatri tidak akan cukup untuk
mengatasi permasalahan yang muncul. Meskipun kondisi akutnya sudah teratasi, tetapi pasien tetap tidak
dapat dipulangkan karena belum mampu duduk, apalagi berdiri dan berjalan, pasien belum mampu makan
dan minum serta membersihkan diri tanpa bantuan. Pengkajian status fungsional untuk mengatasi berbagai
hendaya menjadi penting, bahkan seringkali menjadi prioritas penyelesaian masalah. Nilai dari kebanyakan
intervensi medis pada orang usia lanjut dapat diukur dari pengaruhnya pada kemandirian atau status
fungsionalnya. Kegagalan mengatasi hendaya maupun gejala yang muncul akan mengakibatkan kegagalan
pengobatan secara keseluruhan.
Mengkaji status fungsional seseorang berarti melakukan pemeriksaan dengan instrument tertentu
untuk membuat penilaian menjadi obyektif, antara lain dengan indeks aktivitas kehidupan sehari-hari (activity
of daily living/ADL) Barthel dan Katz. Pasien dengan status fungsional tertentu akan memerlukan berbagai
program untuk memperbaiki status fungsionalnya agar kondisi kesehatan kembali pulih, mempersingkat lama
rawat, meningkatkan kualitas hidup dan kepuasan pasien.

STATUS KOGNITIF
Pada pasien geriatri, peran dari aspek selain fisik justru terlihat lebih menonjol terutama saat mereka
sakit. Faal kognitif yang paling sering terganggu pada pasien geriatri yang dirawat inap karena penyakit akut
antara lain memori segera dan jangka pendek, persepsi, proses piker, dan fungsi eksekutif. Gangguan
tersebut dapat menyulitkan dokter dalam pengambilan data anamnesis, demikian pula dalam pengobatan dan
tindak lanjut adanya gangguan kognitif tentu akan mempengaruhi kepatuhan dan kemampuan pasien untuk
melaksanakan program yang telah direncanakan sehingga pada akhirnya pengelolaan secara keseluruhan
akan terganggu juga.
Gangguan faal kognitif bisa ditemukan pada derajat ringan (mild cognitive impairmentMCI dan
vascular cognitive impairment/VCI) maupun yang lebih berat (demensia ringan, sedang, dan berat). Hal
tersebut tentunya memerlukan pendekatan diagnosis dan terapeutik tersendiri. Penapisan adanya gangguan
faal kognitif secara obyektif antara lain dapat dilakukan dengan pemeriksaan neuropsikiatrik seperti
Abbreviated Mental Test, the Mini-Mental State Examination (MMSE), the Global Deterioration Scale (GDS),
dan the Clinical Dementia Ratings (CDR).

STATUS EMOSIONAL
Kondisi psikologik, seperti gangguan penyesuaian dan depresi, juga dapat mempengaruhi hasil
pengelolaan. Pasien yang depresi akan sulit untuk diajak bekerjasama dalam kerangka pengelolaan secara
terpadu. Pasien cenderung bersikap pasif atau apatis terhadap berbagai program pengobatan yang akan
diterapkan. Hal ini tentu akan menyulitkan dokter dan paramedik untuk mengikuti dan mematuhi berbagai

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 92


Standar Pelayanan Medik

modalitas yang diberikan. Keinginan bunuh diri secara langsung maupun tidak, cepat atau lambat akan
mengancam proses penyembuhan dan pemulihan.
Instrumen untuk mengkaji status emosional pasien misalnya Geriatric depressin Scale (GDS) yang
terdiri atas 15 atau 30 pertanyaan. Instrumen ini bertujuan untuk menapis adanya gangguan depresi atau
gangguan penyesuaian. Pendekatan secara professional dengan bantuan psikiater amat diperlukan untuk
menegakkan diagnosis pasti.

STATUS NUTRISI
Masalah gizi merupakan masalah lain yang mutlak harus dikaji pada seorang pasien geriatri.
Gangguan nutrisi akan mempengaruhi status imun dan keadaan umum pasien. Adanya gangguan nutrisi
seringkali terabaikan mengingat gejala awal seperti rendahnya asupan makanan disangka sebagai kondisi
normal yang terjadi pada pasien geriatri. Sampai kondisi status gizi turun menjadi gizi buruk baru tersadar
bahwa memang ada masalah di bidang gizi. Pada saat tersebut biasanya sudah terlambat atau setidaknya
akan amat sulit menyusun program untuk mengobati status gizi buruk.
Pengkajian status nutrisi dapat dilakukan dengan anamnesis gizi (anamnesis asupan), pemeriksaan
antropometrik, mapun biokimiawi. Dari anamnesis harus dapat dinilai berapa kilokalori energy, berapa gram
protein, dan berapa gram lemak yang rata-rata dikonsumsi pasien. Juga perlu dievaluasi berapa gram serat
dan milliliter cairan yang dikonsumsi. Jumlah vitamin dan mineral biasanya dilihat secara lebih spesifik
sehingga memerlukan perangkat instrument lain dengan bantuan seorang ahli gizi. Pemeriksaan
antropometrik yang lazim dilakukan adalah pengukuran indeks massa tubuh dengan memerhatikan
perubahan tinggi tubuh dibandingkan saat usia dewasa muda. Rumus tinggi lutut yang disesuaikan dengan
ras Asia dapat dipakai untuk kalkulasi tinggi badan orang usia lanjut. Pada pemeriksaan penunjang dapat
diperiksa hemoglobin dan kadar albumin plasma untuk menilai status nutrisi secara biokimiawi.

Instrumen untuk mengkaji status fungsional, kognitif, dan emosional dapat dilihat pada lampiran.

LAMPIRAN 1

Tabel 8. INDEKS AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI-HARI BARTHEL (AKS BARTHEL)


No Fungsi Skor Keterangan

1 Mengendalikan 0 Tak terkendali/tak teratur (perlu pencahar)


Kadang-kadang tak terkendali (1x
1
rangsang seminggu)
pembuangan tinja 2 Terkendali teratur
2 Mengendalikan 0 Tak terkendali atau pakai kateter
Kadang-kadang tak terkendali (hanya
1
rangsang berkemih 1x/24 jam)
2 Mandiri
3 Membersihkan diri 0 Butuh pertolongan orang lain

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 93


Standar Pelayanan Medik

(seka muka, sisir 1 Mandiri


rambut, sikat gigi)
4 Penggunaan jamban 0 Tergantung pertolongan orang lain
masuk dan keluar
Perlu pertolongan pada beberapa kegiatan
(melepaskan,
1 tetapi dapat mengerjakan sendiri
memakai celana,
beberapa kegiatan yang lain
membersihkan,
menyiram) 2 Mandiri
5 Makan 0 Tidak mampu
1 Perlu ditolong memotong makanan
2 Mandiri
6 Berubah sikap dari 0 Tidak mampu
berbaring ke duduk Perlu banyak bantuan untuk bisa duduk (2
1
orang)
2 Bantuan minimal 1 orang
3 Mandiri
7 Berpindah/berjalan 0 Tidak mampu
1 Bisa (pindah) dengan kursi roda
2 Berjalan dengan bantuan 1 orang
3 Mandiri
8 Memakai baju 0 Tergantung orang lain
Sebagian dibantu (misalnya mengancing
1
baju)
2 Mandiri
9 Naik turun tangga 0 Tidak mampu
1 Butuh pertolongan
2 Mandiri
10 Mandi 0 Tergantung orang lain
1 Mandiri
TOTAL SKOR

Keterangan : Skor AKS BARTHEL


20 : Mandiri 5–8 : Ketergantungan berat
12-19 : Ketergantungan ringan 0–4 : Ketergantungan total
9 - 11 : Ketergantungan sedang

LAMPIRAN 2

Tabel 9. ABBREVIATED MENTAL TEST (AMT)

Status mental Nilai


1.
A. Umur …………………………… tahun
0. Salah Benar
1.
B. Waktu/jam sekarang ………………… 0. Salah Benar
1.
C. Alamat tempat tinggal………………. 0. Salah Benar
1.
D. Tahun ini ……………………………….. 0. Salah Benar
1.
E. Saat ini berada dimana……………… 0. Salah Benar
F. Mengenali orang lain (dokter, perawat, 0. Salah 1.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 94


Standar Pelayanan Medik

penanya) Benar
G. Tahun kemerdekaan RI 1.
………………………….. 0. Salah Benar
1.
H. Nama Presiden RI ……………………………. 0. Salah Benar
I. Tahun kelahiran pasien atau anak 1.
terakhir……. 0. Salah Benar
1.
J. Menghitung terbalik (20 s/d 1)……………. 0. Salah Benar
K. Perasaan hati (afeksi) A. Baik B. Labil
C. D.
Depresi Gelisah
E.
Cemas
Total Skor :

(diisi oleh petugas)

Keterangan :

Skor AMT
0 – 3 : Gangguan ingatan berat
4 – 7 : Gangguan ingatan sedang
8 – 10 : Normal

LAMPIRAN 3

Tabel 10. MINI MENTAL STATE EXAMINATION (MMSE)


Nama Responden : Nama Pewawancara :
Umur Responden : Tanggal wawancara :
Pendidikan : Jam mulai :
Nilai
Nilai
Responde
Maksimum
n

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 95


Standar Pelayanan Medik

ORIENTASI
5 ( ) Sekarang (hari-tanggal-bulan-tahun) berapa dan musim apa
?

Sekarang kita berada dimana? (Nama rumah sakit atau


5 ( ) instansi, nomor rumah, kota, kabupaten, propinsi)

REGISTRASI
5 ( )
Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda, misalnya :
Satu detik untuk tiap benda. Kemudian mintalah responden
mengulang ketiga nama benda tersebut.
Berilah nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar, bila masih
salah, ulangi penyebutan ketiga nama benda tersebut
sampai responden dapat mengatakannya dengan benar :
(bola, kursi, sepatu)
Hitunglah jumlah percobaab dan catatlah : ................. kali

ATENSI DAN KALKULASI


5 ( )
Hitunglah berturut-turut selang 7 angka mulai dari 100 ke
bawah. Berhenti setelah hitungan (93 -86-79-72-65).
Kemungkinan lain, ejalah kata dengan lima huruf, misalnya
'DUNIA' dari akhir ke awal/dari kanan ke kiri : 'AINUD".

Satu (1) nilai untuk setiap jawaban yang benar


MENGINGAT
3 ( )
Tanyakan kembali nama ketiga benda yang telah disebut
diatas. Berikan nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar
BAHASA
9 ( ) a. Apakah nama benda ini? Perlihatkan pinsil dan arloji (2
nilai)
b. Ulangi kalimat berikut : "JIKA TIDAK, DAN ATAU TAPI" (1
nilai)
c. Laksanakanlah 3 buah perintah ini :
Peganglah selembar kertas dengan tangan kananmu,
lipatlah kertas itu pada pertengahan dan letakkan di lantai.
(3 nilai)
d. Bacalah dan laksanakan perintah berikut :
"PEJAMKAN MATA ANDA" (1 nilai)
e. Tulislah sebuah kalimat ! (1
nilai)
f. Tirulah gambar ini ! (1
nilai)
Jumlah ( ) Tandailah tingkat kesadaran responden pada garis absis di
nilai : bawah ini dengan huruf 'X'

SADA SOMNOLE
STUPOR
R N KOMA

Jam selesai :
Tempat wawancara :

Lembar Lampiran MMSE (BAHASA) :

BACALAH DAN LAKSANAKANLAH PERINTAH BERIKUT :


“PEJAMKAN MATA ANDA !”

TULISLAH SEBUAH KALIMAT !


……………………………………………………………………………………………………………………………

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 96


Standar Pelayanan Medik

……………………………………………………………………………..

TIRULAH GAMBAR INI !

LAMPIRAN 4
Tabel 11. GERIATRIC DEPRESSION SCALE (GDS)
No Pertanyaan Jawaban
Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan
1 YA TIDAK
anda?
2 Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan
YA TIDAK
dan minat atau kesenangan anda?

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 97


Standar Pelayanan Medik

3 Apakah anda merasa kehidupan anda kosong? YA TIDAK


4 Apakah anda sering merasa bosan? YA TIDAK
Apakah anda sangat berharap terhadap masa
5 YA TIDAK
depan?
6 Apakah anda merasa terganggu dengan pikiran
YA TIDAK
bahwa anda tidak dapat keluar dari pikiran anda?
7 Apakah anda merasa mempunyai semangat yang
YA TIDAK
baik setiap saat?
8 Apakah anda merasa takut bahwa sesuatu yang
YA TIDAK
buruk akan terjadi pada diri anda?
9 Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian besar
YA TIDAK
hidup anda?
10 Apakah anda sering merasa tidak berdaya? YA TIDAK
11 Apakah anda sering merasa resah dan gelisah? YA TIDAK
12 Apakah anda lebih senang berada di rumah daripada
pergi keluar rumah dan melakukan hal-hal yang YA TIDAK
baru?
13 Apakah anda sering merasa khawatir terhadap masa
YA TIDAK
depan anda?
14 Apakah anda merasa memiliki banyak masalah
dengan daya ingat anda dibandingkan kebanyakan YA TIDAK
orang?
Apakah menurut anda hidup anda saat ini
15 YA TIDAK
menyenangkan?
16 Apakah anda sering merasa sedih? YA TIDAK
17 Apakah saat ini anda merasa tidak berharga? YA TIDAK
Apakah anda sangat mengkhawatirkan masa lalu
18 YA TIDAK
anda?
19 Apakah anda merasa hidup ini sangat menarik dan
YA TIDAK
menyenangkan?
20 Apakah sulit bagi anda untuk memulai sesuatu hal
YA TIDAK
yang baru?
21 Apakah anda merasa penuh semangat? YA TIDAK
22 Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada
YA TIDAK
harapan?
23 Apakah anda merasa orang lain memiliki keadaan
YA TIDAK
yang lebih baik dari anda?
Apakah anda sering merasa sedih terhadap hal-hal
24 YA TIDAK
kecil?
25 Apakah anda sering merasa ingin menangis? YA TIDAK
Apakah anda mempunyai masalah dalam
26 YA TIDAK
berkonsentrasi?
Apakah anda merasa senang ketika bangun di pagi
27 YA TIDAK
hari?
28 Apakah anda lebih memilih untuk tidak mengikuti
YA TIDAK
pertemuan-pertemuan sosial/bermasyarakat?
Apakah mudah bagi anda untuk membuat
29 YA TIDAK
keputusan?
30 Apakah pikiran anda secerah biasanya? YA TIDAK

Skor : hitung jumlah jawaban yang bercetak tebal


 Setiap jawaban bercetak tebal mempunyai nilai 1.
 Skor antara 5 – 9 menunjukkan kemungkinan besar depresi
 Skor 10 atau lebih menunjukkan depresi

SINDROM DELIRIUM AKUT

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 98


Standar Pelayanan Medik

PENGERTIAN
Sindrom delirium akut (acute confusional state/ACS) adalah sindrom mental organic yang ditandai dengan
gangguan kesadaran dan atensi serta perubahan kognitif atau gangguan persepsi yang timbul dalam jangka
pendek dan berfluktuasi.

DIAGNOSIS
 Kriteria diagnosis menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DRM-IV-TR) meliputi
gangguan kesadaran yang disertai penurunan kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan, atau
mengalihkan perhatian, perubahan kognitif (gangguan daya ingat, disorientasi, atau gangguan berbahasa)
atau timbulnya gangguan persepsi yang bukan akibat demensia, gangguan tersebut timbul dalam jangka
pendek (jam atau hari) dan cenderung berfluktuasi sepanjang hari, serta terdapat bukti dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, atau pemeriksaan penunjang bahwa gangguan tersebut disebabkan kondisi medis
umum maupun akibat intoksikasi, efek samping, atau putus obat/zat.
 Harus dicari factor pencetus dan factor risikonya ;
1. Pencetus yang sering : gangguan metabolik (hipoksia, hiperkarbia, hipo atau hiperglikemia,
hiponatremia, azotemia), infeksi (sepsis, pneumonia, infeksi saluran kemih), penurunan cardiac autput
(dehidrasi, kehilangan darah akut, infark miokard akut, gagal jantung kongestif), strok (korteks kecil),
obat-obatan (terutama antikolinergik), intoksikasi (alkohol, dll), hipo atau hipertermia, lesi sistem saraf
pusat, psikosis akut, pemindahan ke lingkungan yang baru/tidak familiar, impaksi fekal, dan retensi
urin.
2. Faktor risiko : riwayat gangguan kognitif, berusia lebih dari 80 tahun, mengalami fraktur saat masuk
perawatan, infeksi dan simptomatik, jenis kelamin pria, mendapat obat sntipsikotik atau analgesic
narkotik, penggunaan pengikat, malnutrisi, penambahan 3 atau lebih obat, dan penggunaan kateter
urin.

DIAGNOSIS BANDING
Demensia , psikosis fungsional, kelainan neurologis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis; menemukan penyebab/pencetus :
1. Lakukan pemeriksaan neurologis untuk mendeteksi deficit neurologis fokal, adakah cerebro vascular
disease atau transient ischemic attack; lakukan brain CT scan jika ada indikasi.
2. Darah perifer lengkap.
3. Elektrolit (terutama natrium), ureum, kreatinin, dan glukosa darah
4. Analisa gas darah
5. Urin lengkap dan kultur resistensi urin
6. Foto toraks
7. EKG

TERAPI
1. Berikan oksigen, pasang infuse dan monitor.
2. Segera dapatkan hasil pemeriksaan penunjang untuk memandu langkah selanjutnya; tujuan utama terapi
adalah mengatasi faktor pencetus.
3. Jika khawatir aspirasi dapat dipasang pipa naso-gastrik
4. Kateter urin dipasang terutama jika terdapat ulkus dekubitus disertai inkontinensia urin.
5. Awasi kemungkinan imobilisasi.
6. Hindari sebisa mungkin pengikatan tubuh untuk mencegah imobilisasi. Jika memang diperlukan, gunakan
dosis terendah obat neuroleptik dan atau benzodiazepine dan monitor status neurologisnya;
pertimbangkan penggunaan antipsikotik atipikal. Kaji ulang intervensi ini setiap hari; target adalah
penghentian obat antipsikotik dan pembatasan penggunaan obat tidur secepatnya.
7. Kaji status hidrasi secara berkala.
8. Ruangan tempat pasien harus berpenerangan cukup, terdapat jam dan kalender yang besar dan jika
memungkinkan diletakkan barang-barang yang familiar bagi pasien dari rumah, hindari stimulus
berlebihan, keluarga dan tenaga kesehatan harus berupaya sesering mungkin meningatkan pasien
mengenai hari dan tanggal, jika kondisi klinis sudah memungkinkan pakai alat bantu dengar atau
SPM Penyakit Dalam RS Meilia 99
Standar Pelayanan Medik

kecamata yang biasa digunakan oleh pasien sebelumnya, motivasi untuk berinteraksi sesering mungkin
dengan keluarga dan tenaga kesehatan, evaluasi strategi orientasi realitas; beritahu kepada pasien
bahwa dirinya sedang bingung dan disorientasi namun kondisi tersebut dapat membaik.

KOMPLIKASI
Fraktur, hipotensi sampai renjatan, thrombosis vena dalam, emboli paru, sepsis.

PROGNOSIS
Dubia

UNIT TERKAIT
SMF Penyakit Dalam yang terkait dengan keterlibatan etiologi ACS, SMF Rehabilitasi Medik, SMF Psikiatri,
Bagian Gizi, Bagian Farmasi, Bagian Keperawatan, SMF Neurologi.

INSTABILITAS DAN JATUH

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 100


Standar Pelayanan Medik

PENGERTIAN
Adanya instabilitas membuat seseorang berisiko untuk jatuh. Kemampuan untuk mengontrol posisi tubuh
dalam ruang merupakan suatu interaksi kompleks sistem saraf dan muskuloskeletal yang dikenal sebagai
sistem kontrol postural. Jatuh terjadi manakala sistem kontrol postural tubuh gagal mendeteksi pergeseran
dan tidak mereposisi pusat gravitasi terhadap landasan penopang (kaki, saat berdiri) pada waktu yang tepat
untuk menghindari hilangnya keseimbangan. Kondisi ini seringkali merupakan keluhan utama yang
menyebabkan pasien datang berobat (keluhan utama dari penyakit-penyakit yang juga bisa mencetuskan
sindrom delirium akut).

DIAGNOSIS
a. Subyektif : terdapat keluhan perasaan seperti akan jatuh, disertai atau tanpa dizziness, vertigo, rasa
bergoyang, rasa tidak percaya diri untuk transfer atau mobilisasi mandiri; atau terdapat riwayat jatuh.
b. Obyektif : terdapat faktor risiko intrinsik dan ekstrinsik untuk terjadinya jatuh. Faktor intrinsik terdiri atas
faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor intrinsik lokal : osteoarthritis genu/vertebra lumbal, plantar fasciitis,
kelemahan otot kuadrisep femoris, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, gangguan pada alat
keseimbangan seperti vertigo yang dapat ditimbulkan oleh gangguan aliran darah ke otak akibat
hiperkoagulasi, hiperagregasi, atau spondiloartrosis servikal. Faktor intrinsik sistemik : penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK), pneumonia, infark miokard akut, gagal jantung, infeksi saluran kemih, gangguan
aliran darah ke otak (hiperkoagulasi, strok, dan transient ischemic attact/TIA), dibetes mellitus dan/atau
hipertensi (terutama jika tidak terkontrol), paresis inferior, penyakit atau sindrom Parkinson, demensia,
gangguan saraf lain serta gangguan metabolik seperti hiponatremia, hipoglikemia atau hiperglikemia, dan
hipoksia. Faktor risiko ekstrinsik/lingkungan antara lain : alas kaki yang tidak sesuai, kain/pakaian bagian
bawah tubuh yang terjuntai, lampu ruangan yang kurang terang, antai yang licin, basah, atau tidak rata,
furniture yang terlalu rendah atau tinggi, tangga yang tidak aman, kamar mandi dengan bak mandi/closet
terlalu rendah atau tinggi dan tak memiliki alat bantu untuk berpegangan, tali atau kabel yang berserakan
di lantai, karpet yang terlipat, dan benda-benda di lantai yang membuat seseorang terantuk.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan seperti the timed up-and-go test (TUG), uji menggapai fungsional (functional reach
test), dan uji keseimbangan Berg (the Berg balance sub-scale of the mobility index) dapat untuk
mengevaluasi fungsi mobilitas sehingga dapat mendeteksi perubahan klinis bermakna yang menyebabkan
seseorang berisiko untuk jatuh atau timbul disabilitas dalam mobilitas.
Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk membantu mengidentifikasi factor risiko; menemukan
penyebab/pencetus:
 Lakukan pemeriksaan neurologis untuk mendeteksi deficit neurologis fokal, adakah cerebro vascular
disease atau transient ischemic attack; lakukan brain CT Scan jika ada indikasi.
 Darah perifer lengkap
 Elektrolit (terutama natrium dan kalium), ureum, kreatinin, dan glukosa darah
 Analisa gas darah
 Urin lengkap dan kultul resistensi urin
 Hemostase darah dan agregasi trombosit
 Foto toraks, vertebra, genu, dan pergelangan kaki (sesuai indikasi)
 EKG
 Identifikasi faktor domisili (lingkungan tempat tinggal)

Tabel 12. Penyebab Jatuh

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 101


Standar Pelayanan Medik

Penyebab Jatuh Keterangan


Kecelakaan Kecelakaan murni (terantuk, terpeleset, dll)
Interaksi antara bahaya di lingkungan dan faktor yang
meningkatkan kerentanan

Sinkop Hilangnya kesadaran mendadak


Drop attacks Kelemahan tungkai bawah mendadak yang
menyebabkan jatuh tanpa kehilangan kesadaran
Dizziness dan/atau
Penyakit vestibular, penyakit sistem saraf pusat
vertigo
Hipotensi Hipovolemia atau cardiac output yang rendah, disfungsi
ortostatik otonom, gangguan aliran darah balik vena, tirah baring
lama, hipotensi akibat obat-obatan, hipotensi
postprandial
Obat-obatan Diuretika, antihipertensi, antidepresi golongan trisiklik,
sedatif, antipsikotik, hipoglikemia, alkohol
Proses penyakit Berbagai penyakit akut kardiovaskular : aritmia,
penyakit katup jantung (stenosis aorta), sinkop sinus
karotid.
Neurologis : TIA, strok akut, gangguan kejang, penyakit
Parkinson, spondilosis lumbar atau servikal (dengan
kompresi pada korda spinalis atau cabang saraf),
penyakit serebelum, hidrosefalus tekanan normal
(gangguan gaya berjalan), lesi sistem saraf pusat
(tumor, hematom subdural)
Idiopatik Tak ada penyebab yang dapat diidentifikasi

Tabel 13. Evaluasi pada Pasien Usia Lanjut yang Jatuh

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 102


Standar Pelayanan Medik

Keterangan
Evaluasi
Anamnesis
Riwayat medis umum
Tingkat mobilitas
Riwayat jatuh
sebelumnya
Obat-obatan yang
Terutama obat antihipertensi dan psikotropika
dikonsumsi
Apa yang dipikirkan Apakah pasien sadar bahwa akan jatuh?;
pasien sebagai penyebab Apakah kejadian jatuh tersebut sama sekali tak
jatuh? terduga?; Apakah pasien terpleset atau
terantuk?
Lingkungan sekitar Waktu dan tempat jatuh; Saksi; Kaitannya
tempat jatuh dengan perubahan postur, batuk, buang air
kecil, memutar kepala
Gejala yang terkait Kepala terasa ringan, dizziness, vertigo;
Palpasi, nyeri dada, sesak; Gejala neurologis
fokal mendadak (kelemahan, gangguan
sensorik, disartria, ataksia, bingung, afasia);
Aura; Inkontinensia urin atau alvi
Hilangnya kesadaran Apakahyang langsung diingat segera setelah
jatuh? Apakah pasien dapat bangkit kembali
setelah jatuh dan jika dapat, berapa lama
waktu yang diperlukan untuk dapat bangkit
setelah jatuh?
Apakah adanya hilangnya kesadaran dapat
dijelaskan oleh saksi?
Pemeriksaan Fisik :
Tanda vital Demam, hipotermia, frekuensi pernafasan,
frekuensi nadi dan tekanan darah saat
berbaring, duduk dan berdiri
Kulit Turgor, trauma, kepucatan
Mata Visus
Aritmia, bruit karotis, tanda stenosis aorta,
Kardiovaskular
sensitivitas sinus karotis
Ekstremitas Penyakit sendi degeneratif, lingkup gerak
sendi, deformitas, fraktur, masalah podiatrik
(kalus, bunion, ulserasi, sepatu yang tidak
sesuai, kesempitan/kebesaran, atau rusak)
Neurologis Status mental, tanda fokal, otot (kelemahan,
rigiditas, spastisitas), saraf perifer (terutama
sensasi posisi), proprioseptif, refleks, fungsi
saraf kranial, fungsi serebelum (terutama uji
tumit ke tulang kering), gejala ektrapiramidal :
tremor saat istirahat, bradikinesia, gerakan
involunter lain, keseimbangan dan cara
berjalan dengan mengobservasi cara pasien
berdiri dan berjalan (uji get up and go)

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 103


Standar Pelayanan Medik

Tabel 14. Penilaian Klinis dan Tatalaksana yang Direkomendasikan bagi


Orang Usia Lanjut yang Berisiko Jatuh.
Penilaian dan Faktor Risiko Tatalaksana
Lingkungan saat jatuh Perubahan lingkungan dan aktivitas
sebelumnya untuk mengurangi kemungkinan
jatuh berulang
Review dan kurangi konsumsi obat-
Konsumsi obat-obatan obatan
− Obat-obat berisiko tinggi
(benzodiazepin, obat tidur lain,
neuroleptik, antidepresi,
antikonvulsi, atau antiaritmia
kelas IA)
− Konsumsi 4 macam obat atau
lebih
Penerangan yang tidak menyilaukan;
Penglihatan hindari pemakaian kacamata
multifokal saat berjalan; rujuk ke
− Visus <20/60 dokter spesialis mata
− Penurunan persepsi
kedalaman
(depth perception)
− Penurunan sensitivitas
terhadap kontras

− Katarak
Diagnosis dan tatalaksana penyebab
Tekanan darah postural (setelah
dasar jika memungkinkan; review
≥5 menit dalam posisi
dan kurangi obat-obatan; modifikasi
berbaring/supine, segera setelah
dari restriksi garam; hidrasi yang
berdiri, dan 2 menit setelah
adekuat; strategi kompensasi
berdiri) tekanan sistolik turun
(elevasi bagian kepala tempat tidur,
≥20 mmHg (atau ≥20%),
bangkit perlahan, atau latihan
dengan atau tanpa gejala,
dorsofleksi); stoking kompresi; terapi
segera atau setelah 2 menit
farmakologis jika strategi di atas
berdiri
gagal
Diagnosis dan tatalaksana penyebab
Keseimbangan dan gaya berjalan
dasar jika memungkinkan : kurangi
− Laporan pasien atau observasi obat-obatan yang mengganggu
adanya ketidakstabilan keseimbangan: intervensi
lingkungan: rujuk ke rehabilitasi
− Gangguan pada penilaian
medik untuk alat bantu dan latihan
singkat (uji get up and go atau
keseimbangan dan gaya berjalan
performance-oriented
assessment of mobility)
Diagnosis dan tatalaksana penyebab
Pemeriksaan neurologis dasar jika memungkin: tingkatkan
− Gangguan proprioseptif input proprioseptif (dengan alat
bantu atau alas kaki yang sesuai,
− Gangguan kognitif berhak rendah dan bersol tipis);
kurangi obat-obatan yang mengenai
− Gangguan kekuatan otot adanya defisit kognitif; kurangi faktor
mengganggu fungsi kognitif;
kewaspadaan pendamping risiko
lingkungan; rujuk ke rehabilitasi
medik untuk latihan gaya berjalan,
keseimbangan, dan kekuatan
Pemeriksaan muskuloskeletal: Diagnosis dan tatalaksana penyebab
pemeriksaan tungkai (sendi dan dasar jika memungkinkan; rujuk ke
lingkup gerak sendi) dan rehabilitasi medik untuk latihan
pemeriksaan kaki kekuatan, ingkup gerak sendi, gaya
berjalan, dan keseimbangan serta
untuk alat bantu; gunakan alas kaki
yang sesuai; rujuk ke podiatrist

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 104


Standar Pelayanan Medik

Rujuk ke konsultan kardiologi;


Pemeriksaan kardiovaskular pemijatan sinus karotis (pada kasus
sinkop)
− Sinkop
− Aritmia (jika telah diketahui
adanya penyakit
kardiovaskular, terdapat EKG
yang abnormal, dan sinkop)
Evaluasi terhadap "bahaya" di Rapikan karpet yang terlipat dan
rumah setelah dipulangkan dari gunakan lampu malam hari,
rumah sakit bathmats yang tidak licin, dan
pegangan tangga; intervensi lain
yang diperlukan

TERAPI
 Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat jatuh adalah identifikasi
faktor risiko intrinsik dan ekstrinsik, mengkaji dan mengobati trauma fisik akibat jatuh; mengobati berbagai
kondisi yang mendasari instabilitas dan jatuh; memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa latihan cara
berjalan, penguatan otot, alat bantu, sepatu atau sandal yang sesuai; mengubah lingkungan agar lebih
aman seperti pencahayaan yang cukup; pegangan; lantai yang tidak licin, dan sebagainya.
 Latihan desensitisasi faal keseimbangan, latihan fisik (penguatan otot, fleksibilitas sendi, dan
keseimbangan), latihan Tai Chi, adaptasi perilaku (bangun dari duduk perlahan-lahan, menggunakan
pegangan atau perabot unt untuk keseimbangan, dan teehnik bangun setelah jathnik bangun setelah
jatuh) perlu lakukan untuh) perlu lakukan untuk menceegah morbiditas akibat instabilitas dan jatuh bergah
morbiditas akibat instabilitas dan jatuh berikutnya.
 Perubahan lingkungan acikutnya.
 Perubahan lingkungan acapkali penting dilakukan untuk menceegah jatuh berulang karena lingkungan
tempat orang usia lanjut tinggal seringkali tidak aman sehingga upaya perbaikan diperlukan untuk
memperbaiki keamanan mereka agar kejadian jatuh dapat dihindari.

KOMPLIKASI
Fraktur, memar jaringan lunak, isolasi dan depresi, imobilisasi.

PROGNOSIS
Dubia

UNIT TERKAIT
SMF Penyakit Dalam yang terkait dengan keterlibatan etiologi faktor risiko instabilitas, Bagian Rehabilitasi
Medik, SMF Psikiatri, Bagian Gizi, Bagian Farmasi, Bagian Keperawatan, SMF Neurologi, SMF Bedah
Ortopedi.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 105


Standar Pelayanan Medik

GANGGUAN KOGNITIF RINGAN DAN DEMENSIA

PENGERTIAN
Antara fungsi kognitif yang normal untuk usia lanjut dan demensia yang jelas, terdapat suatu kondisi
penurunan fungsi kognitif ringan yang disebut dengan mild cognitive impairment (MCI) dan vascular cognitive
impairment (VCI), yang sebagian akan berkembang menjadi demensia, baik penyakit Alzheimer maupun
demensia tipe lain.

Mild cognitive impairment (MCI) merupakan suatu kondisi “sindrom predemensia” (kondisi transisi fungsi
kognisi antara penuaan normal dan demensia ringan), yang pada berbagai studi telah dibuktikan sebagian
akan berlanjut menjadi demensia (terutama demensia Alzheimer) yang simptomatik.

Vascular cognitive impairment (VCI) merujuk pada keadaan penurunan fungsi kognitif ringan dan
dihubungkan dengan iskemia serta infark jaringan otak akibat penyakit vascular dan aterosklerosis.

Demensia adalah gangguan fungsi intelektual (berpikir abstrak, penilaian, kepribadian, bahasa, praksis, dan
visuospasial) dan memori didapat yang disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan
gangguan tingkat kesadaran, sehingga mempengaruhi aktivitas kerja dan sosial secara bermakna.

Demensia Alzheimer merupakan demensia yang disebabkan oleh penyakit Alzheimer; munculnya gejala
perlahan-lahan namun progresif. Demensia vascular merupakan demensia yang terjadinya berhubungan
dengan serangan strok (biasanya terjadi 3 bulan pasca strok); munculnya gejala biasanya bertahap sesuai
serangan strok yang mendahului (step ladder). Pada satu pasien pasca strok bisa terdapat kedua jenis ini
(tipe campuran). Pada kedua tipe ini lazim terdapat faktor risiko seperti: hipertensi, diabetes mellitus,
dislipidemia, dan faktor risiko aterosklerosis lain.

Demensia dapat disertai behavioral and psychological symptoms of dementia (BPSD) yang lazim disebut
sebagai perubahan perilaku dan kepribadian. Gejala BPSD dapat berupa depresi, wandering/pacing,
pertanyaan berulang atau mannerism, kecemasan, atau agresivitas.

DIAGNOSIS

Tabel 15. Kriteria Diagnosis untuk MCI dan VCI


Mild Cognitive Impairment (MCI)
• Keluhan memori, yang diperkuat oleh informan
• Fungsi memori yang tidak sesuai untuk umur dan pendidikan
• Fungsi kognitif umum masih baik
• Aktivitas sehari-hari masih baik
• Tidak demensia
Vascular Cognitive Impairment (VCI)
• Gangguan kognitif ringan sampai sedang, terutam fungsi
eksekutif
• Tidak memenuhi kriteria demensia
• Mempunyai penyebab vaskular berdasarkan adanya tanda
iskemia atau infark jaringan otak

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 106


Standar Pelayanan Medik

• Bukti lain adanya aterosklerosis


• Hachinski Ischemic Score (HIS) yang tinggi

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 107


Standar Pelayanan Medik

Tabel 16. Kriteria Diagnosis untuk Demensia (Sesuai dengan DSM IV)
A. Munculnya defisit kognitif multipel yang bermanifestasi pada kedua
keadaan berikut
1 Gangguan memori (ketidakmampuan untuk mempelajari informasi baru
atau untuk mengingat informasi yang baru saja dipelajari
2 Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut
a
. Afasia (gangguan berbahasa)
b Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas motorik
. walaupun fungsi motorik masih normal)
c Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda
. walaupun fungsi sensorik masih normal)
d Gangguan fungsi eksekutif (seperti merencanakan, mengorganisasi,
. berpikir runut, berpikir abstrak)
B. Defisit : kognitif yang terdapat pada kriteria A1 dan A2 menyebabkan
gangguan bermakna pada fungsi sosial dan akupasi serta menunjukkan
penurunan yang bermakna dari fungsi sebelumnya. Defisit yang terjadi
bukan terjadi khusus saat timbulnya delirium

DIAGNOSIS BANDING
Acute confusional state, depresi, Penyakit Parkinson.
Catatan : demensia sering terdapat bersamaan dengan depresi dan/atau Penyakit Parkinson.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan neuripsikiatrik dengan the Mini-Mental State Examination (MMSE). The Global
Deterioration Scale (GDS), dan The Clinical Dementia Ratings (CDR).
Nilai MMSE dipengaruhi oleh umur dan tingkat pendidikan, sehingga pemeriksa harus
mempertimbangkan hal-hal tersebut dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan MMSE.
2. Fungsi tiroid, hati, dan ginjal.
3. Kadar vitamin B12
4. Kadar obat dalam darah (terutama yang bekerja pada susunan saraf pusat)
5. CT Scan, MRI.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 108


Standar Pelayanan Medik

Tabel 18. Penatalaksanaan terhadap Faktor Risiko Timbulnya Gangguan Kognitif pada Usia
Lanjut
Faktor Risiko Penatalaksanaan Keterangan
Hipertensi • Kurangi asupan garam • Rekomendasi JNC VII
• Obat antihipertensi : awal dengan dan penelitian
diuretika, dapat dikombinasikan ALLHATT
dengan ACE-inhibitor, ARB,
penyekat β (β-blocker), atau
antagonis kalsium
• Target : TDS <130 mmHg, TDD
<80 mmHg
Dislipidemia • Kurangi asupan makanan berlemak • Konsensus
Pengendalia
• Obat antidislipidemia Dislipidemia yang
• Target : trigliserida <150 mg/dL, dikeluarkan oleh
HDL kolesterol >40 mg/dL untuk PERKENI dan NCEP-
laki-laki dan >50 mg/dL untuk ATP III
perempuan serta LDL kolesterol
<100 mg/dL)
• Beberapa penulis
melaporkan statin
dapat menurunkan
fungsi kognitif
(terutama memory
loss)
Diabetes Melitus • 5 pilar penatalaksanaan DM :
Konsensus
edukasi, perencanaan makan
Penatalaksanaan DM
(diet), latihan fisik, obat
tipe 2 oleh PERKENI
hipoglikemik oral, dan insulin
• Perhatian pada pemilihan OHO dan Penggunaan insulin
insulin, disesuaikan dengan sering menimbulkan
penurunan fungsi organ efek hipoglikemia
• pada usia lanjut
Target : GDP <120 mg/dL, pada yang dapat
usia lanjut GDP <160 mg/dL masih bermanifestasi
diterima sebagai gangguan
kognitif
Obesitas • Penatalaksanaan sejak usia dini
• Target : IMT <25 kg/m2
• Identifikasi etiologi yang bisa
Gagal jantung,
fibrilasi atrium, dikoreksi.
hiperkoagulasi, • Terapi farmakologis dan
hiperagregasi nonfarmakologis yang sesuai untuk
trombosit mengendalikan dan mengatasinya
hiperhomosisteine • Rujuk ke konsultan yang sesuai
mia, PPOK pada keadaan-keadaan khusus

Keterangan : ACE= angiotensin-converting-enzyme, ARB= angiotensin receptor blocker, TDS= tekanan darah
sistolik, TDD= tekanan darah diastolic, HDL= high-density-lipoprotein, LDL= low-density-lipoprotein, JNC VII=
the seven report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressur, PERKENI= Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, DM= diabetes mellitus, OHO= obat
hipoglikemik oral, GDP= gula puasa darah, IMT= indeks massa tubuh
Tabel 19. Obat-obatan yang Dipergunakan untuk Menghambat Penurunan dan
Memperbaiki Fungsi Kognitif pada Demensia dan Gangguan Kognitif
Ringan*
Nama Obat
Karakteristik Donepezil Rivastigmin Galantamin Memantin

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 109


Standar Pelayanan Medik

Inhibitor Inhibitor Inhibitor Antagonis


Mekanisme
kolinestera kolinestera kolinestera reseptor-
kerja
se se se NMDA
Waktu untuk 3-5 0,5-2 0,5-1 7-Mar
mencapai
konsentrasi
maksimal (jam)
Absorpsi Tidak Ya Ya Tidak
dipengaruhi
makanan
Waktu paruh 70-80 2 5-7 60-80
serum (jam)
Sitokrom P- Non-hepatik Sitokrom P- Non-hepatik
Metabolisme 450 450
Dosis
1 x 5 mg/ 2 x 1,5 mg/ 2 x 4 mg 2 x 5 mg/
(inisial/maksim
1 x 10 mg 2 x 6 mg 2 x 12 mg 2 x 10 mg
al)
*Modifikasi dari Cummings (2004). NMDA= N-methyl D-aspartate

TERAPI
 Libatkan seorang usia lanjut pada kehidupan social yang lebih intensif serta partisipasi pada aktivitas yang
menstimulasi fungsi kognitif dan stimulasi mental maupun emosional untuk menurunkan risiko penyakit
Alzheimer dan memperlambat munculnya manifestasi klinis gangguan kognitif.
 Latihan memori multifset dan latihan relaksasi
 Penyampaian informasi yang benar kepada keluarga, latihan orientasi realitas, rehabilitasi, dukungan
kepada keluarga, manipulasi lingkungan, program harian untuk pasien, reminiscence, terapi musik,
psikoterapi, modifikasi perilaku, konsultasi untuk pramuwerdha, jaminan nutrisi yang optimal.
 Pemberian obat pada BPSD ditujukan untuk target gejala tertentu dengan pembatasan waktu. Tentukan
target gejala yang hendak diobati, identifikasi pencetus gejala; psikoterapi dan konseling diberikan
bersama dengan obat (risperidon, sertralin, atau haloperidol) sesuai dengan gejala yang muncul.
 Tatalaksana pada demensia berat terutama modalitas non-farmakologi
 Tatalaksana faktor risiko gangguan kognitif.

Pasien usia lanjut


dengan
Keluhan memori
subyektif/

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 110


Standar Pelayanan Medik

Anamnesis : Faktor risiko : Laboratorium :


 Lama keluhan  Fungsi tiroid
 Awitan  Hipertensi  Gagal  Fungsi hati Kelola
 Aktivitas hidup  Diabetes jantung  Fungsi ginjal semua
sehari-hari mellitus  Hiperkoagul  Kadar vitamin B12 faktor risiko
 Riwayat  Dislipidemi asi  Kadar obat dalam sesegera &
keluarga a  Hiperagrega darah (terutama yg seoptimal
 Penggunaan si trombosit bekerja pada SSP) mungkin
 Merokok
obat-obatan  Obesitas  Neurosifilis
dan alkohol & HIV Terapi sesuai penyebab
 Riwayat CABG Modifikasi/terapi bila ada bila abnormal

Optimalisasi
pengelolaan
faktor risiko

Lanjutkan
pengelolaan
faktor risiko :
MMSE <24 MMSE 24-28 MMSE >28  Terapi
antihiperten
Dugaan Dugaan MCI/VCI Normal (?) si
Demensia  Injeksi/obat
hipoglikemi
k
 Obat
Edukasi Edukasi Evaluasi fungsi penurun
Rujuk SpKJ/SpS/ Inhibitor kolinesterase (masih kognitif tiap 6 kadar lemak
Konsultan kontroversi) Kerjasama dengan bulan  Antikoagula
Geriatri Spesialis terkait n
 Olahraga
yang
teratur
 Suplementa
Skor MMSE Skor MMSE si asam
Tetap/turun meningkat folat &
Evaluasi 6 bulan vit.B12
 Konsumsi
serat larut
air

Gambar 1. Algoritme Evaluasi dan Penatalaksanaan Pasien Usia Lanjut dengan Penurunan Fungsi kognitif

KOMPLIKASI
Jatuh, rusaknya struktur social keluarga, isolasi, malnutrisi.

PROGNOSIS
Tergantung stadium diagnosis

UNIT TERKAIT
SMF Neurologi, SMF Rehabilitasi Medik, Bagian Gizi, Bagian Farmasi, Perawat Gerontik.

IMOBILISASI

PENGERTIAN

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 111


Standar Pelayanan Medik

Mobilisasi tergantung pada interaksi yang terkoordinasi antara fungsi sensorik persepsi, ketrampilan motorik,
kondisi fisik, tingkat kognitif, dan kesehatan premorbid, serta variabel eksternal seperti keberadaan sumber-
sumber komunitas, dukungan keluarga, adanya halangan arsitektural (kondisi lingkungan), dan kebijaksanaan
institusional.
Imobilisasi didefinisikan sebagai kehilangan gerakan anatomik akibat perubahan fungsi fisiologis, yang dalam
praktek sehari-hari dapat diartikan sebagai ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas mobilitas di tempat
tidur, transfer, atau ambulasi selama lebih dari 3 hari. Imobilisasi menggambarkan sindrom degenerasi
fisiologis yang diakibatkan penurunan aktivitas dan “deconditioning”.

FAKTOR RISIKO
Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut.

Tabel 20. Penyebab Umum Imobilisasi pada Usia Lanjut


Gangguan Artritis
muskuloskeletal Osteoporosis
Fraktur (terutama panggul dan femur)
Problem kaki (bunion, kalus)
Lain-lain (misalnya penyakit Paget)
Gangguan neurologis Strok
Penyakit Parkinson
Lain-lain (disfungsi serebelar, neuropati)
Penyakit
kardiovaskular Gagal jantung kongestif (berat)
Penyakit jantung koroner (nyeri dada yang
sering)
Penyakit vaskular perifer (klaudikasio yang
sering)
Penyakit Paru Penyakit paru obstruktif kronis (berat)
Faktor sensorik Gangguan penglihatan
Takut (instabilitas dan takut akan jatuh)
Imobilisasi yang dipaksakan (di rumah sakit
Penyebab lingkungan
atau panti werdha
Alat bantu mobilisasi yang tidak adekuat
Nyeri akut atau kronik
Dekondisi (setelah tirah baring lama pada
Lain-lain
keadaan sakit akut)
Malnutrisi
Penyakit sistemik berat (misalnya metastasis
luas pada keganasan)
Depresi
Efek samping obat (misalnya kekakuan yang
disebabkan obat antipsikotik
Perjalanan lama yang menyebabkan
seseorang tidak bergerak

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pengkajian geriatri paripurna diperlukan dalam mengevaluasi pasien usia lanjut yang mengalami imobilisasi,
meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, evaluasi status fungsional, status mental, status kognitif, dan tingkat
mobilitas, serta pemeriksaan penunjang sesuai indikasi.

Tabel 21. Evaluasi Pasien Usia Lanjut yang Mengalami Imobilisasi


Evaluasi Keterangan
Anamnesis - Riwayat dan lama disabilitas/imobilisasi

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 112


Standar Pelayanan Medik

- Kondisi medis yang merupakan faktor risiko dan


penyebab imobilisasi
- Kondisi premorbid
- Nyeri
- Obat-obatan yang dikonsumsi
- Dukungan pramuwerdha
- Interaksi sosial
- Faktor psikologis
- Faktor lingkungan
Pemeriksaan Fisik Status kardiopulmonal
Kulit
Muskuloskeletal: kekuatan dan tonus otot, lingkup
gerak sendi, lesi dan deformitas kaki
Neurologis: kelemahan fokal, evaluasi persepsi
dan sensorik
Gastrointestinal
Genitourinarius
Antara lain dengan pemeriksaan indeks aktivitas
Status Fungsional
kehidupan sehari-hari (AKS) Barthel
Antara lain panapisan dengan pemeriksaan
Status Mental
geriatric depression scale (GDS)
Antara lain penapisan dengan pemeriksaan mini-
Status Kognitif mental state examination (MMSE), abbreviated
mental test (AMT)
Mobilitas di tempat tidur, kemampuan transfer,
mobilitas di kursi roda, keseimbangan saat duduk
Tingkat Mobilitas
dan berdiri, cara berjalan (gait), nyeri saat
bergerak
Penilaian berat ringannya kondisi medis penyebab
Pemeriksaan imobilisasi (foto lutut, ekokardiografi, dll) dan
Penunjang komplikasi akibat imobilisasi (pemeriksaan
albumin, elektrolit,glukosa darah, hemostasis, dll)

TERAPI
Tatalaksana Umum
 Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga, dan pramuwerdha.
 Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring dan pentingnya latihan bertahap dan
ambulasi dini, serta mencegah ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
sendiri, semampu pasien.
 Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan pembuatan rencana terapi
yang mencakup pula perkiraan waktu yang diperlukan untuk mencapai target terapi.
 Temukenali dan tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan dan elektrolit yang mungkin
terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/kondisi penyerta lainnya.
 Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat menyebabkan kelemahan atau
kelelahan harus diturunkan dosisnya atau dihentikan bila memungkinkan.
 Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung serat, serta suplementasi
vitamin dan mineral.
 Program laihan dan imobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis terjadi meliputi latihan mobilitas di
tempat tidur, latihan lingkup gerak sendi (pasif, aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguatan otot-
otot (isotonik, isometrik, isokinetik), latihan koordinasi/keseimbangan (misalnya berjalan pada satu garis
lurus), transfer dengan bantuan, dan ambulasi terbatas.
 Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu berdiri dan ambulasi.
 Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod dan toilet.
Tatalaksana Khusus
 Tatalaksana faktor risiko imobilitas (lihat Tabel 20)

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 113


Standar Pelayanan Medik

 Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi


 Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada dokter spesialis yang kompeten
 Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien-pasien yang mengalami sakit atau dirawat di
rumah sakit dan panti werdha untuk mencegah imobilisasi lebih lanjut
 Upayakan dukungan lingkungan dan ketersediaan alat bantu untuk mobilitas yang adekuat bagi usia lanjut
yang mengalami disabilitas permanen.

KOMPLIKASI
Imobilisasi dapat menyebabkan proses degerasi yang terjadi pada hamper semua system organ akibat
berubahnya tekanan gravitasi dan berkurangnya fungsi motorik.

PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada penyakit yang mendasari imobilitas dan komplikasi yang ditimbulkannya. Perlu
dipahami, imobilisasi dapat memperberat penyakit dasarnya bila tidak ditangani sedini mungkin, bahkan
dapat sampai menimbulkan kematian.

Tabel 22. Efek Imobilisasi pada Berbagai Sistem Organ


Perubahan yang Terjadi Akibat
Organ/sistem
Imobilisasi
Musculoskeletal Osteoporosis, penurunan massa tulang,
hilangnya kekuatan otot, penurunan area
potong lintang otot, kontraktur, degenerasi
rawan sendi, ankilosis, peningkatan tekanan
intraartikular, berkurangnya volume sendi
Kardiopulmonal dan Peningkatan denyut nadi istirahat, penurunan
pembuluh darah perfusi miokard, intoleran terhadap ortostatik,
penurunan ambilan oksigen maksimal (VO2
max), deconditioning jantung, penurunan
volume plasma, perubahan uji fungsi paru,
atelektasis paru, pneumonia, peningkatan
stasis vena, peningkatan agregasi trombosist,
dan hiperkoagulasi
Peningkatan risiko ulkus dekubitus dan
Integumen
maserasi kulit
Metabolik dan endokrin Keseimbangan nitrogen negatif, hiperkalsiuria,
natriuresis dan deplesi natrium, resistensi
insulin (intoleransi glukosa), hiperlipidemia,
serta penurunan absorpsi dan metabolisme
vitamin/mineral
Neurologi dan psikiatri Depresi dan psikosis, atrofi korteks motorik
dan sensorik, gangguan keseimbangan,
penurunan fungsi kognitif, neurologi kompresi,
dan rekrutmen neuromuskular yang tidak
efisien
Traktus gastrointestinal dan Inkontinensia urin dan alvi, infeksi saluran
urinarius kemih, pembentukan batu kalsium,
pengosongan kandung kemih yang tidak
sempurna dan distensi kandung kemih,
impaksi feses, dan konstipasi, penurunan
motilitas usus, refluks esofagus, aspirasi
saluran nafas, dan peningkatan risiko
perdarahan gastrointestinal

UNIT TERKAIT
SMF Psikiatri, SMF Rehabilitasi Medik, Bagian Gizi, Bagian Farmasi, Bidang Keperawatan.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 114


Standar Pelayanan Medik

INKONTINENSIA URIN

PENGERTIAN
 Inkontinensia urin adalah keluarnya urin yang tidak terkendali sehingga menimbulkan masalah hygiene
dan sosial. Inkontinensia urin merupakan masalah yang sering dijumpai pada pasien geriatri dan
menimbulkan masalah fisik dan psikososial, seperti dekubitus, jatuh, depresi dan isolasi sosial.
 Inkontinensia urin dapat bersifat akut atau persisten. Inkontinensia urin yang akut dapat diobati bila
penyakit atau maslah yang mendasarinya diatasi seperti infeksi saluran kemih, gangguan kesadaran,
vaginitis atrofik, obat-obatan, masalah psikologik, dan skibala. Inkontinensia urin yang persisten biasanya
dapat pula dikurangi dengan berbagai modalitas terapi.

DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis perlu diketahui penyebab dan tipe inkontinensia urin. Terdapat 2 masalah
dalam system saluran kemih yang dapat memberikan gambaran inkontinensia urin yakni masalah saat
pengosongan kandung kemih dan masalah saat pengisian kandung kemih.
 Untuk inkontinensia urin yang akut, perlu diobati penyakit atau masalah yang mendasari, seperti infeksi
saluran kemih, obat-obatan, gangguan kesadaran, skibala, prolaps uteri. Biasanya, pada inkontinensia
urin yang akut, dengan mengatasi penyebabnya, inkontinensianya juga akan teratasi.
 Inkontinensia urin yang kronik dapat dibedakan atas beberapa jenis; inkontinensia tipe urgensi atau
overactive bladder, inkontinensia tipe stres, dan inkontinensia urin tipe overflow.
o Inkontinenis urin tipe urgensi dicirikan oleh gejala adanya sering berkemih (frekuensi lebih dari 8 kali),
keinginan berkemih yang tidak tertahankan (urgensi), sering berkemih di malam hari, dan keluarnya
urin yang tidak terkendali yang didahului oleh keinginan berkemih yang tidak tertahankan.
o Inkontinensia urin tipe stres dicirikan oleh keluarnya urin yang tidak terkendali pada saat tekanan
intraabdomen meningkat seperti bersin, batuk, dan tertawa.
o Inkontinensia urin tipe overflow dicirikan oleh menggelembungnya kandung kemih melebihi volume
yang seharusnya dimiliki kandung kemih, post-void residu (PVR) >100 cc.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Urin lengkap dan kultur urin, PVR, kartu catatan berkemih, gula darah, kalsium darah dan urin, perineometri,
urodynamic study.

TERAPI
Terapi untuk inkontinensia urin tergantung pada penyebab inkontinensia urin.
 Untuk inkontinensia urin tipe urgensi dan overactive bladder, diberikan latihan dasar panggul, bladder
training, schedule toileting, dan obat yang bersifat antimuskarinik (antikolinergik) seperti tolterodin atau
oksibutinin. Obat antimuskarinik yang dipilih seyogyanya yang bersifat uroselektif.
 Untuk inkontinensia urin tipe stres, latihan otot dasar panggul merupakan pilihan utama, dapat dicoba
bladder training dan obat agonis alfa (hati-hati pemberian agonis alfa pada orang usia lanjut).
 Untuk inkontinensia tipe overflow, perlu diatasi penyebabnya. Bila ada sumbatan, perlu diatasai
sumbatannya.

KOMPLIKASI
Inkontinensia urin dapat menimbulkan komplikasi infeksi saluran kemih, lecet pada area bokong sampai
dengan ulkus dekubitus karena selalu lembab, serta jatuh dan fraktur akibat terpeleset oleh urin yang
tercecer.

PROGNOSIS
 Inkontinensia urin tipe stres biasanya dapat diatasi dengan latihan otot dasar panggul, prognosis cukup
baik.
 Inkontinensia urin tipe urgensi atau overactive bladder umumnya dapat diperbaiki dengan obat-obat
golongan antimuskarinik, prognosisnya cukup baik.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia 115
Standar Pelayanan Medik

 Inkontinensia urin tipe overflow, tergantung pada penyebabnya (misalnya dengan mengatasi
sumbatan/retensi urin).

UNIT TERKAIT
SMF Rehabilitasi Medik, SMF Urologi, Bidang Keperawatan, Bagian Uroginekologi SMF Obstetri dan
Ginekologi.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 116


Standar Pelayanan Medik

DEHIDRASI

PENGERTIAN
Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total, dapat berupa hilangnya air lebih banyak dari natrium
(dehidrasi hipertonik), atau hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama (dehidrasi isotonik), atau
hilangnya natrium yang lebih banyak daripada air (dehidrasi hipotonik).
Dehidrasi hipertonik ditandai dengan tingginya kadar natrium serum (lebih dari 145 mmol/Liter) dan
peningkatan osmolalitas efektif serum (lebih dari 285 mosmol/Liter). Dehidrasi isotonik ditandai dengan
normalnya kadar natrium serum (135-145 mmol/Liter) dan osmolalitas efektif serum (270-285 mosmol/Liter).
Dehidrasi hipotonik ditandai dengan rendahnya kadar natrium serum (kurang dari 135 mmol/Liter) dan
osmolalitas efektif serum (kurang dari 270 mosmol/Liter).
Penting diketahui perubahan fisiologi pada usia lanjut. Secara umum, terjadi penurunan kemampuan
homeostatik seiring dengan bertambahnya usia. Secara khusus, terjadi penurunan respon rasa haus
terhadap kondisi hipovolemik dan hiperosmolaritas. Di samping itu juga terjadi penurunan laju filtrasi
glomerulus, kemampuan fungsi konsentrasi ginjal, renin, aldosteron, dan penurunan respons ginjal terhadap
vasopresin.

DIAGNOSIS
Gejala dan tanda klinis dehidrasi pada usia lanjut tak jelas, bahkan bisa tidak ada sama sekali. Gejala klasik
dehidrasi seperti rasa haus, lidah kering, penurunan turgor, dan mata cekung sering tidak jelas. Gejala klinis
paling spesifik yang dapat dievaluasi adalah penurunan berat badan akut lebih dari 3%. Tanda klinis obyektif
lainnya yang dapat membantu mengidentifikasi kondisi dehidrasi adalah hipotensi ortostatik. Berdasarkan
studi di Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM; bila ditemukan aksila lembab/basah,
suhu tubuh meningkat dari suhu basal, dieresis berkurang, berat jenis (BJ) urin lebih dari atau sama dengan
1,019 (tanpa adanya glukosuria dan proteinuria), serta rasio Blood Urea Nitrogen/Kretainin lebih dari atau
sama dengan 16,9 (tanpa adanya perdarahan aktif saluran cerna) maka kemungkinan terdapat dehidrasi
pada usia lanjut adalah 81%. Kriteria ini dapat dipakai dengan syarat: tidak menggunakan obat-obat
sitostatika, tidak ada perdarahan saluran cerna, dan tidak ada kondisi overload (gagal jantung kongestif,
sirosis hepatis dengan hipertensi portal, penyakit ginjal kronik stadium terminal, sindrom nefrotik).

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kadar natrium plasma darah.
2. Osmolaritas serum.
3. Ureum dan kreatinin darah.
4. BJ urin.
5. Tekanan vena sentral (central venous pressure).

TERAPI
Lakukan pengukuran keseimbangan (balans) cairan yang masuk dan keluar secara berkala sesuai
kebutuhan.
Pada dehidrasi ringan, terapi cairan dapat diberikan secara oral sebanyak 1500-2500 ml/24 jam ( 30
ml/kg berat badan/24 jam) untuk kebutuhan dasar, ditambah dengan penggantian deficit cairan dan
kehilangan cairan yang masih berlangsung. Menghitung kebutuhan cairan sehari, termasuk jumlah insensible
water loss sangat perlu dilakukan setiap hari. Perhatikan tanda-tanda kelebihan cairan seperti ortopnea,
sesak nafas, perubahan pola tidur, atau confusion. Cairan yang diberikan secara oral tergantung jenis
dehidrasi.
 Dehidrasi hipertonik : cairan yang dianjurkan adalah air atau minuman dengan kandungan sodium rendah,
jus buah seperti apel, jeruk, dan anggur.
 Dehidrasi isotonik : cairan yang dianjurkan selain air dan suplemen yang mengandung sodium (jus tomat),
juga dapat diberikan larutan isotonik yang ada di pasaran.
 Dehidrasi hipotonik : cairan yang dianjurkan seperti di atas tetapi dibutuhkan kadar sodium yang lebih
tinggi.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 117


Standar Pelayanan Medik

Pada dehidrasi sedang sampai berat dan pasien tidak dapat minum per oral, selain pemberian cairan
enteral, dapat diberikan rehidrasi parenteral. Jika cairan tubuh yang hilang terutama adalah air, maka jumlah
cairan rehidrasi yang dibutuhkan dapat dihitung dengan rumus :

Defisit cairan (liter) = Cairan badan total (CBT) yang diinginkan – CBT saaat ini
CBT yang diinginkan = Kadar Na serum x CBT saat ini
140
CBT saat ini (pria) = 50% x berat badan (kg)
CBT saat ini (perempuan) = 45% x berat badan (kg)

Jenis cairan kristaloid yang digunakan untuk rehidrasi tergantung dari jenis dehidrasinya. Pada
dehidrasi isotonik dapat diberikan cairan NaCl 0,9% atau Dekstrosa 5% dengan kecepatan 25-30% dari deficit
cairan total per hari. Pada dehidrasi hipertonik digunakan cairan NaCl 0,45%. Dehidrasi hipotonik
ditatalaksana dengan mengatasi penyebab yang mendasari, penambahan diet natrium, dan bila perlu
pemberian cairan hipertonik.

KOMPLIKASI
Gagal ginjal, sindrom delirium akut.

PROGNOSIS
Dubia ad bonam.

UNIT TERKAIT
SMF Penyakit Dalam yang terkait dengan keterlibatan etiologi dehidrasi, Bidang Keperawatan.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 118


Standar Pelayanan Medik

KONSTIPASI

PENGERTIAN
Konstipasi merupakan suatu keluhan, bukan penyakit. Konstipasi sulit didefinisikan secara tegas karena
sebagai suatu keluhan terdapat variasi yang berlainan antara individu. Kostipasi sering diartikan sebagai
kurangnya frekuensi buang air besar (BAB), biasanya kurang dari 3 kali per minggu dengan feses yang kecil-
kecil dan keras, serta kadangkala disertai kesulitan sampai rasa sakit saat BAB.
Batasan dari konstipasi klinis yang sesungguhnya adalah ditemukannya sejumlah feses memenuhi
ampula rektum pada colok dubur, dan atau timbunan feses pada kolon, rektum, atau keduanya yang tampak
pada foto polos perut.

DIAGNOSIS
Konstipasi menurut Holson, meliputi paling sedikit 2 dari keluhan di bawah ini dan terjadi dalam waktu 3
bulan:
a. Konsistensi feses yang keras
b. Mengejan dengan keras saat BAB
c. Rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25% dari keseluruhan BAB
d. Frekuensi BAB 2 kali seminggu atau kurang.

Konstipasi menurut International Workshop on Constipastion dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 23. Definisi Konstipasi Menurut International Workshop on Constipation


Tipe Kriteria
Dua atau lebih dari keluhan ini ada
1
Konstipasi fungsional paling
(akibat waktu perjalanan yang sedikit dalam 12 bulan :
lambat dari feses) ~ mengejan keras 25% dari BAB
~ feses yang keras 25% dari BAB
~ rasa tidak tuntas 25% dari BAB
~ BAB kurang dari 2 kali per minggu

Penundaan pada muara ~ hambatan pada anus lebih dari 25%


2
rektum BAB
(terdapat disfungsi ano-rektal) ~ waktu untuk BAB lebih lama
~ perlu bantuan jari-jari untuk
mengeluarkan
feses

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah perifer lengkap.
2. Glukosa dan elektrolit (terutama kalium dan kalsium) darah.
3. Fungsi tiroid.
4. CEA.
5. Anuskopi (dianjurkan dilakukan secara rutin pada semua pasien dengan konstipasi untuk menemukan
adakah fisura, ulkus, hemoroid, dan keganasan).
6. Foto polos perut harus dikerjakan pada pasien konstipasi, terutama yang terjadinya akut untuk
mendeteksi adanya impaksi feses yang dapat menyebabkan sumbatan dan perforasi kolon. Bila
diperkirakan ada sumbatan kolon, dapat dilanjutkan dengan barium enema untuk memastikan tempat dan
sifat sumbatan.
7. Pemeriksaan yang intensif dikerjakan secara selektif setelah 3-6 bulan pengobatan konstipasi kurang
berhasil dan dilakukan hanya pada pusat-pusat pengelolaan konstipasi tertentu.
 Uji yang dikerjakan dapat bersifat anatomis (enema, proktosigmoidoskopi, kolonoskopi) atau fisiologis
(waktu singgah di kolon, sinedefekografi, manometri, dan elektromiografi). Proktosigmoidoskopi

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 119


Standar Pelayanan Medik

biasanya dikerjakan pada konstipasi yang baru terjadi sebagai prosedur penapisan adanya keganasan
kolon-rektum. Bila ada penurunan berat badan, anemia, keluarnya darah dari rectum atau adanya
riwayat keluarga dengan kanker kolon perlu dikerjakan kolonoskopi.
 Waktu persinggahan suatu bahan radio-opak di kolon dapat diikuti dengan melakukan pemeriksaan
radiologis setelah menelan bahan tersebut. Bila timbunan zat ini terutama ditemukan di rektum
menunjukkan kegagalan fungsi, ekspulsi, sedangkan bila di kolon menunjukkan kelemahan yang
menyeluruh.
 Sinedefecografi adalah pemeriksaan radiologis daerah anorektal untuk menilai evaluasi feses secara
tuntas, mengidentifikasi kelainan anorektal dan mengevaluasi kontraksi seerta relaksasi otot rektum.
Uji ini memakai semacam pasta yang konsistensinya mirip feses, dimasukkan ke dalam rektum.
Kemudian penderita duduk pada toilet yang diletakkan dalam pesawat sinar X. Penderita diminta
mengejan untuk mengeluarkan pasta tersebut. Dinilai kelainan anorektal saat proses berlangsung.
 Uji manometri dikerjakan untuk mengukur tekanan pada rectum dan saluran anus saat istirahat dan
pada berbagai rangsang unutuk menilai fungsi anorektal.
 Pemeriksaan elektromiografi dapat mengukur misalnya tekanan sfingter dan fungsi saraf pudendus,
adakah atrofi saraf yang dibuktikan dengan respons sfingter yang terhambat. Pada kebanyakan kasus
tidak didapatkan kelainan anatomis maupun fungsional, sehingga penyebab dari konstipasi disebut
sebagai non-spesifik.

TERAPI
1. Aktivitas dan olahraga teratur.
2. Asupan ciran dan serat (25-30 gram/hari) yang cukup.
3. Latihan usus besar; Penderita dianjurkan mengadakan waktu secara teratur tiap hari untuk memanfaatkan
gerakan usus besarnya. Dianjurkan waktu ini adalah 5-10 menit setelah makan, sehingga dapat
memanfaatkan refleks gastro-kolon untuk BAB. Diharapkan kebiasan ini dapat menyebabkan penderita
tanggap terhadap tanda-tanda dan rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau menunda dorongan
untuk BAB ini.
4. Jika modifikasi perilaku kurang berhasil, ditambahkan terapi farmakologi, dan biasanya dipakai obat-
obatan golongan pencahar.
a. Memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain :
 Cereal
 Methyl selulose
 Psilium
b. Melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan tegangan permukaas feses,
sehingga mempermudah penyerapan air. Contohnya antara lain :
 Minyak kastor
 Golongan docusate
c. Golongan osmotic yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk digunakan, misalnya pada
penderita gagal ginjal, antara lain:
 Sorbitol
 Lactulose
 Glycerin
d. Merangsang peristaltic, sehingga meningkatkan motilitas usus besar. Golongan ini yang banyak
dipakai. Perlu diperhatikan bahwa pencahar golongan ini bila dipakai untuk jangka panjang, dapat
merusak pleksus mesenterikus dan berakibat dismotilitas kolon. Contohnya antara lain :
 Bisakodil
 Fenolptalein
5. Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidak dapat diatasi dengan cara-cara tersebut diatas,
mungkin dibutuhkan tindakan pembedahan. Pada umumnya, bila tidak dijumpai sumbatan karena massa
atau adanya volvulus, tidak dilakukan tindakan pembedahan.

KOMPLIKASI
Sindrom delirium akut, aritmia, ulserasi sterkoraseus, perforasi usus, retensio urin, hidrinefrosis bilateral,
gagal ginjal, inkontinensia urin, inkontinensia alvi, dan volvulus daerah sigmoid akibat impaksi feses, serta
prolaps rektum.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia 120
Standar Pelayanan Medik

PROGNOSIS
Dubia ad bonam.

UNIT TERKAIT
SMF Rehabilitasi Medik, Bidang Keperawatan, Bagian Gizi, Bagian farmasi.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 121


Standar Pelayanan Medik

PNEUMONIA PADA GERIATRI

PENGERTIAN
Pneumonia adalah infeksi parenkim paru yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri (Gram-positif maupun
Gram-negatif, tipikal maupun atipikal), virus, jamur dan parasit. Terdapat beberapa jenis pneumonia sesuai
dengan tempat didapatnya infeksi: pneumonia komunitas (community-acquired pneumonia, CAP), pneumonia
yang didapat di rumah sakit (hospital-acquired pneumonia, HAP), dan pneumonia yang didapat di ICU
(ventilator-associated pneumonia, VAP).

DIAGNOSIS
Infiltrat baru atau perubahan infiltrate progresif pada foto toraks, dengan disertai sekurang-kurangnya 1 gejala
mayor atau 2 gejala minor berikut :
Gejala Mayor : 1. Batuk
2. Sputum produktif
3. Demam (Suhu >37,8 ºC)
Gejala Minor : 1. Sesak nafas
2. Nyeri dada
3. Konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik
4. Jumlah leukosit >12.000/µL

Pneumonia pada usia lanjut seringkali memberikan gejala yang tidak khas. Selain batuk dan demam pasien
tidak jarang dating dengan keluhan gangguan kesadaran (delirium), tidak mau makan, jatuh, dan
inkontinensia akut.

DIAGNOSIS BANDING
Emboli paru, gagal jantung, tuberkulosis paru.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah lengkap dengan hitung jenis, ureum dan kreatinin, analisis gas darah dan saturasi oksigen, c-reactive
protein, albumin, foto toraks, EKG, kultur sputum mikroorganisme dan resistensi.

TERAPI
1. Suportif: oksigen, cairan, nutrisi, mukolitik-ekspektoran, bronkoldilator.
2. Farmakologis:
 Antibiotik empiric segera diberikan sejak awal sesuai dengan jenis pneumonia yang terjadi (CAP, HAP,
atau VAP). Pada CAP dapat diberikan antibiotika golongan b-laktam/anti b-laktamase dan sefalosporin
generasi II atau III yang dikombinasi dengan makrolid atau doksisiklin, atau flurokuinolon saluran nafas
(levofloksasin, gatifloksasin, moksifloksasin) sebagai obat tunggal. Pada HAP atau VAP dipilih
antibiotika yang bekerja terhadap kuman Pseudomonas dan kuman nosokomial lain, seperti
sefalosporin generasi III anti-pseudomonas, sefalosporin generasi IV, piperacillin-tazobaktam, kuinolon
anti-pseudomonas (ciprofloksasin), atau aminoglikosida.
 Antibiotika spesifik diberikan setelah didapatkan hasil pemeriksaan biakan kuman dan uji resistensi.
 Pemilihan antibiotika juga harus memperhatikan penurunan fungsi organ yang mungkin sudah terjadi
pada usia lanjut.
3. Program rehabilitasi medik (fisioterapi dada dan program lain yang terkait).

KOMPLIKASI
Empiema, efusi pleura, gagal nafas, sepsis sampai syok sepsis.

PROGNOSIS
Dubia

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 122


Standar Pelayanan Medik

UNIT TERKAIT
Bagian Pulmonologi SMF Ilmu Penyakit Dalam, SMF Rehabilitasi Medik, Bidang Keperawatan, SMF Gigi-
Mulut.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 123


Standar Pelayanan Medik

INFEKSI SALURAN KEMIH

PENGERTIAN
Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang melibatkan struktur saluran kemih, yaitu dari epitel glomerulus
tempat mulai dibentuk urin sampai dengan muara urin di meatus urethra externae. Secara mikrobiologi
definisi infeksi saluran kemih (ISK) adalah terdapatnya mikroorganisme pada struktur saluran kemih dan baru
dapat dipastikan setelah didapatkannya bukti adanya koloni mikroorganisme dalam pemeriksaan kultur urin.
ISK pada usia lanjut dapat timbul sebagai akibat dari kondisi-kondisi yang sering menyertai orang usia lanjut,
seperti inkontinensia urin dan hipertrofi prostat yang memerlukan pemakaian kateter menetap, imobilisasi,
dan menurunnya fungsi imunitas baik non-spesifik maupun spesifik.

DIAGNOSIS
1. Meningkatkan kecurigaan adanya ISK bila didapatkan kondisi-kondisi akut pada usia lanjut tanpa
memperhatikan gejala khas dari ISK atau mengenali faktor-faktor risiko ISK pada usia lanjut adalah
merupakan pendekatan diagnosis yang tepat. Hal tersebut dapat dijasikan dasar untuk memeriksakan
sampel urin untuk dianalisis dan dibiak serta melakukan pemeriksaan penunjang lain guna mengetahui
adanya kelainan anatomi maupun struktural.
2. Kriteria diagnosis bakteriuria berdasarkan gambaran klinis dan cara pengambilan sampel urin :
 ≥102 Colony Forming Unit (CFU) coliform/ml urin atau >105 CFU non-coliform/ml urin, pada wanita
dengan gejala ISK.
 ≥103 CFU bakteri/ml urin, pada pria dengan gejala ISK.
 ≥105 CFU bakteri/ml urin (2 kali pemeriksaan dengan jarak 1 minggu), pada wanita dan pria tanpa
gejala ISK.
 ≥102 CFU bakteri/ml urin, pada pasien dengan kateter.
 Berapapun jumlah CFU bakteri/ml urin, pada pasien dengan gejala ISK dengan pengambilan sampel
urin dari kateterisasi suprapubik.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium
1. Darah tepi lengkap
2. Urin lengkap
3. Biakan urin dengan tes resistensi kuman
4. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin, bersihan kreatinin)
5. Gula darah
B. Non Laboratorium
1. BNO/IVP
2. USG ginjal

TERAPI
A. Non Farmakologi
1. Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik
2. Menjaga kebersihan daerah genitalia bagian luar.

B. Farmakologi
1. Antibiotika sangat dianjurkan dan perlu segera diberikan pada ISK simptomatik sesuai dengan tes
resistensi kuman atau pola kuman yang ada atau secara empiris yang dapat mencakup Escherichia
coli dan gram negatif lainnya.
2. Pada ISK asimptomatik antibiotika hanya diberikan pada pasien dengan risiko tinggi untuk terjadinya
komplikasi yang serius (seperti trasplantasi ginjal atau pasien dengan granulositopenia) dan pasien
yang akan menjalani pembedahan.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 124


Standar Pelayanan Medik

3. Antibiotik oral direkomendasi untuk ISK tak berkomplikasi dengan lama pemberian 7-10 hari pada
perempuannnnn dan 10-14 hari pada laki-laki. Antibiotika parenteral untuk ISK berkomplikasi dengan
lama pemberian tidak kurang dari 14 hari.
4. Antibiotika golongan fluorokuinolon masih digunakan sebagai pengobatan pilihan pertama. Kadang
pengobatan kombinasi masih digunakan pada infeksi yang sulit dikendalikan, terutama infeksi karena
En terococcus dan Pseudomonas. Golongan lain yang biasa digunakan adalah aminiglikosida,
sefalosporin generasi ke-3 dan ampisilin.
5. Keberhasilan pengobatan ISK simptomatik ditentukan oleh hilangnya gejala dan bukan hilangnya
bakteri.
6. Evaluasi diulang dengan kecurigaan adanya kelainan anatomi atau struktural dapat mulai
dipertimbangkan bila terjadi ISK berulang >2 kali dalam waktu 6 bulan.

KOMPLIKASI
Sepsis, gagal ginjal, pielonefritis akut, inkontinensia urin, ISK berulang.

PROGNOSIS
Bila tak ada komplikasi: baik.

UNIT TERKAIT
SMF Rehabilitasi Medik, Bidang Keperawatan, Urologi, SMF Obstetri-Ginekologi.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 125


Standar Pelayanan Medik

ULKUS DEKUBITUS

PENGERTIAN
Ulkus dekubitus adalah lesi yang disebabkan oleh tekanan yang menimbulkan kerusakan jaringan di
bawahnya.

DIAGNOSIS
Biasanya terdapat faktor-faktor risiko: imobilisasi, inkontinensia, fraktur, defisiensi nutrisi (terutama vitamin C
dan albumin), kulit kering, peningkatan suhu tubuh, berkurangnya tekanan darah, usia lanjut.

Stadium Klinis :
a. Stadium I: Respons inflamsi akut terbats pada epidermis, tampak sebagai daerah eritema indurasi dengan
kulit masih utuh atau lecet.
b. Stadium II: Luka meluas ke dermis hingga lapisan lemakkk subkutan, tampak sebagai ulkus dangkal
dengan tepi yang jelas dan perubahan warnna pigmen kulit, biasanya sembuh dalam waktu beberapa hari
sampai beberapa minggu.
c. Stadium III: Ulkus lebih dalam, menggaung, berbatsan dengan fascia dan ototo-otot.
d. Stadium IV: Perluasan ulkus menembus otot hingga tampak tulang di dasar ulkus yang dapat
mengakibatkan infeksi pada tulang dan sendi.

Luka tekan biasa terjadi di daerah tulang yang menonjol seperti sakrum dan kalkaneus karena posisi
terlentang, trokanter mayor dan maleolus karena posisi miring 90° dan tuberositas isiakal karena posisi
duduk.

DIAGNOSIS BANDING
Pada ulkus dekubitus stadium IV, bila luka tidak membaik, foto tulang terdapat kelainan, hitung leukosit
>15.000/µl, atau LED 120 mm/jam kemungkinan 70% sudah ada osteomielitis yang mendasari.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, kultur plus (MOR), kadar albumin serum, foto tulang di regio yang dengan ulkus dekubitus dalam.

TERAPI
Umum
1. Pengelolaan dekubitus diawali dengan kewaspadaan mencegah terjadinya dekubitus dengan mengenal
faktor-faktor risiko untuk terjadinya dekubitus serta eliminasi faktor-faktor risiko tersebut.
2. Perhatikan status nutrisi pada semua stadium ulkus dekubitus. Pemberian asam askorbat 500 mg 2 kali
sehari dapat mengurangi luas permukaan luka sebesar 84%. Asupan protein juga merupakan prediktor
terbaik untuk membaiknya luka dekubitus.
3. Antibiotik sistemik diberikan bila terdapat bukti selulitis, sepsis, atau osteomielitis. Klindamisin dan
gentamisin dapat berpenetrasi ke dalam jaringan di sekitar ulkus. Pemberian antibiotik spektrum luas
untuk batang gram negatif dan positif, anaerob, dan kokus gram positif dilakukan pada pasien sepsis
karena ulkus dekubitus.
4. Debridement semua jaringan nekrotik harus dilakukan untuk membuang sumber bakteremia pada pasien
tersebut.
5. Tempat tidur khusus: Penggunaan kasur dekubitus yang berisi udara serta reposisi 4 kali sehari
menurunkan angka kejadian ulkus dekubitus dibandingkan penggunaan tempat tidur biasa dengan
reposisi setiap 2 jam.
6. Perawatan luka: tujuan perawatan luka adalah untuk mengurangi jumlah bakteri agar proses
penyembuhan tidak terhambat. Hal ini dapat dilakukan dengan debridement jringan nekrotik secara
pembedahan atau dengan menggunakan kompres kasa dengan NaCl dua hingga tiga kali sehari.
Antiseptik seperti povidon iodine, asam asetat, hidrogen peroksida, dan sodium hipoklorit (larutan Dakin)
bersifat sitotoksik terhadap fibroblas sehingga mengganggu proses penyembuhan. Antibiotik topikal
seperti silver sulfadiazin dan gentamisin tidak menunjukkan sifat sitotoksik. Bila sangat diperlukan seperti
SPM Penyakit Dalam RS Meilia 126
Standar Pelayanan Medik

pada luka dengan pus atau sangat bau, antiseptik dapat digunakan dalam waktu singkat dan segera
dihentikan begitu luka bersih. Zat-zat pembersih enzimatik seperti kolagenase, fibrinolisin, dan
deoksiribonuklease serta streptokinase-streptodornase bisa membantu untuk debridement jaringan
nekrotik namun zat-zat ini juga akan merusak proses penyembuhan bila digunakan setelah luka bersih.
7. Bila luka telah bersih, harus dipelihara suasana luka yang lembab untuk merangsang penyembuhan. Dari
penelitian diketahui bahwa kompres yang tertutup rapat dapat membantu penyembuhan pada luka
superfisial tapi tidak pada luka yang dalam. Kompres ini harus dibiarkan selama beberapa hari untuk
memfasilitasi migrasi epidermis (epitelisasi). Luka dalam yang bersih harus dikompres kasa steril yang
dibasahi dengan larutan NaCl atau RL. Kasa lembab ini harus dijauhkan dari jaringan kulit sekitar luka
agar jaringan normal tidak teriritasi.
8. Tindakan medik berdasarkan derajat ulkus :
a. Dekubitus derajat I: Kulit yang kemerahan dibersihkan dengan hati-hati dengan air hangat dan sabun,
diberi lotion, kemudian dimasase 2-3 kali/hari.
b. Dekubitus derajat II: Perawatan luka memperhatikan syarat-syarat aseptik dan antispetik. Dapat
diberikan salep topikal. Pergantian balut dan salep jangan terlalu sering karena dapat merusak
pertumbuhan jaringan yang diharapkan.
c. Dekubitus derajat III: Usahakan luka selalu bersih dan eksudat dapat mengalir ke luar. Balutan jangan
terlalu tebal dan sebaiknya transparan sehingga udara dapat masuk dan penguapan berjalan baik.
Dengan menjaga luka agar tetap basah akan mempermudah regenerasi sel-sel kulit.
d. Semua langkah di atas tetap dikerjakan dan jaringan nekrotik harus dibersihkan karena akan
menghalangi epitelisasi.
9. Penilaian tindak lanjut diulang minimal seminggu sekali. Evaluasi yang diperlukan adalah mengenai lokasi,
stadium, ukuran, dan karakteristik lainnya yang perlu dicatat. Dalam waktu 2 hingga 4 minggu ulkus harus
menunjukkan perbaikan. Berkurangnya ukuran ulkus dalam waktu 2 minggu memberi gambaran
terjadinya penyembuhan sempurna.

KOMPLIKASI
Sepsis

PROGNOSIS
Dubia ad bonam

UNIT TERKAIT
Bidang Keperawatan, SMF Kulit dan Kelamin.

MALNUTRISI

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 127


Standar Pelayanan Medik

PENGERTIAN
Malnutrisi energi-protein adalah keadaan yang disebabkan ketidakseimbangan antara asupan kalori dan
protein dengan kebutuhan tubuh. Pada orang usia lanjut, malnutrisi sulit dikenali karena terjadi berbagai
perubahan fisiologis seiring peningkatan usia, termasuk perubahan akan kebutuhan zat gizi, serta adanya
berbagai penyakit kronik. Malnutrisi yang terjadi pada usia lanjut sering dipengaruhi berbagai hal seperti
keadaan gigi-geligi, gangguan menelan, masalah neuropsikologis (depresi, demensia), keganasan, dan
imobilisasi.

DIAGNOSIS
Komponen penilaian status gizi pada usia lanjut mencakup: anamnesis, pemeriksaan fisis dan antropometrik,
serta laboratorium. Komponen-komponen tersebut tidak selalu dapat menentukan ada-tidaknya malnutrisi,
namun setidaknya dapat menentukan apakah seorang usia lanjut berisiko atau diduga mengalami malnutrisi.
1. Anamnesis: Asupan zat gizi sehari-hari (food recall), penurunan berat badan, gangguan mengunyah,
gangguan menelan, status fungsional (aktivitas hidup sehari-hari terutama yang berhubungan dengan
penyiapan dan proses makan), penyakit kronis yang diderita (termasuk ada-tidaknya diare kronik), adanya
depresi atau demensia, serta penggunaan obat-obatan.
2. Pemeriksaan Fisis: Higiene rongga mulut, status gigi-geligi, status neurologis (gangguan menelan), kulit
yang kering/bersisik, rambut kemerahan, massa otot, edema tungkai.
3. Antropometrik: Lingkar lengan atas, lingkar betis, tebal lipatan kulit triseps, indeks massa tubuh.
4. Laboratorium: Hemoglobin, jumlah limfosit, albumin, prealbumin, kolesterol darah, kadar vitamin/mineral
dalam darah.

Saat ini tersedia beberapa instrumen pengkajian status nutrisi pada usia lanjut yang mengobyektifkan paduan
komponen tersebut diatas, seperti The Mini Nutritional Assessment (MNA), Nutrition Screening Index (NSI),
atau Subjective Global Assessment (SGA).

DIAGNOSIS BANDING
-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah perifer lengkap dengan hitung jenis leukosit, serum albumin, prealbumin, kadar kolesterol, kadar
vitamin/mineral, elektrolit, bioelectrical impendance analysis.

TERAPI
1. Evaluasi umum dan kebutuhan nutrisi
 Evaluasi penyebab dan faktor risiko timbulnya malnutrisi yang pada usia lanjut umumnya merupakan
kombinasi dari berbagai penyebab, mulai dari faktor sosial, ekonomi (kemiskinan, pengetahuan
rendah), neuropsikologis (adanya demensia atau depresi), dan kondisi fisikk-medik (gangguan fungsi
organ pencernaan serta adanya penyakit-penyakit akut dan kronis).
 Evaluasi status fungsional, terutama yang berhubungan dengan penyiapan dan proses makan.
 Menentukan jumlah energi dan komposisi zat gizi yang akan diberikan. Jumlah kebutuhan energi
dapat ditentukan dengan menghitung total energy expenditure (TEE). Selain jumlah kalori, kebutuhan
cairan, protein/asam amino, serta mineral dan vitamin perlu juga ditentukan. Penentuan kebutuhan
dan komposisi nutrisi dan cairan ini juga memerlukan evaluasi kondisi medik termasuk penurunan
fungsi organ yang terjadi (adanya gagal jantung, penyakit ginjal kronik, hepatitis kronis dan sirosis hati,
diabetes melitus, keganasan, dan fungsi absorpsi saluran cerna).

2. Terapi/dukungan nutrisi
 Secara umum, dukungan nutrisi pada usia lanjut yang mengalami malnutrisi dapat dilakukan melalui
cara enteral atau parenteral.
 Dukungan nutrisi enteral harus menjadi pilihan utama, mengingat hal ini merupakan cara fisiologis.
Pemberian nutrisi secara enteral akan mempertahankan fungsi mencerna, absorbsi, dan barier

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 128


Standar Pelayanan Medik

imunologis saluran cerna. Bila berbagai risiko dan kondisi medik dapat diatasi, umumnya pasien
diharapkan dapat makan secara normal. Pada usia lanjut yang dapat makan secara normal, jumlah
dan jenis zat gizi yang dikonsumsi setiap hari penting untuk dipantau karena mereka cenderung untuk
mengurangi makannya. Pada beberapa keadaan, nutrisi enteral dapat diberikan melalui pipa
nasogastrik, pipa nasoduodenum, pipa nasoileum, maupun dengan gastronomi. Dukungan nutrisi
enteral semacam ini umumnya berupa makanan cair, sehingga overload cairan harus menjadi
pertimbangan (misalnya dengan mengentalkan).
 Dukungan nutrisi parenteral dipilih bila secara enteral nutrisi tidak mungkin dilakukan. Umumnya
digunakan pada pasien usia lanjut di rumah sakit yang dalam keadaan akut atau sakit berat (critically
ill), dimana fungsi saluran cerana terganggu atau terdapat kontraindikasi pemberian nutrisi enteral
(seperti adanya perdarahan saluran cerna, pankreatitis, atau ileus). Namun tidak tertutup kemungkinan
dukungan nutrisi parenteral dilakukan untuk jangka panjang dan dilakukan di rumah atau fasilitas
perawatan jangka-panjang lain. Saat ini telah banyak tersedia berbagai jenis dan komposisi zat nutrisi
(kalori, asam amino, lipid, mineral/vitamin) dalam bentuk cairan parenteral. Penggunaan dukungan
nutrisi parenteral memerlukan tehnik khusus dan pemantauan yang ketat.

3. Terapi lain
 Pada pasien-pasien keganasan atau keadaan lain dimana terdapat anoreksia, dapat diberikan
peningkat nafsu makan (appetite stimulant) seperti megesterol asetat.

KOMPLIKASI
Status imunitas menurun, pemulihan dari penyakit menjadi lambat.

PROGNOSIS
Dubia

UNIT TERKAIT
Bagian Gizi, Bidang Keperawatan.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 129


Standar Pelayanan Medik

VII
ALERGI IMUNOLOGI

INFEKSI HIV/AIDS

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 130


Standar Pelayanan Medik

PENGERTIAN
Pasien dinyatakan terbukti terinfeksi HIV bila dari pemeriksaan penunjang.

DIAGNOSIS
1. Adanya faktor risiko penularan.
2. Diagnosis HIV : tes ELIZA 3 kali reaktif dengan reagen yang berbeda.
3. Stadium WHO :
a. Stadium 1 : asimptomatik, limfadenopati generalisata.
b. Stadium 2 :
 Berat badan turun <10%.
 Manifestasi mukokutan minor (dermatitis seboroik, prurigo, infeksi jamur kuku, ulkus oral rekuren,
cheilitis angularis)
 Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir.
 Infeksi saluran nafas atas rekuren
c. Stadium 3 :
 Berat bada turun >10%
 Diare yang tidak diketahui penyebab, >1 bulan
 Demam berkepanjangan (intermitten atau konstan), >1 bulan
 Kandidiasis oral
 Oral hairy leucoplakia
 Tuberculosis paru
 Infeksi bakteri berat (pneumonia, piomiositis)
d. Stadium 4
 HIV wasting syndrome
 Pneumonia Pneumocystis carinii
 Toksoplasma serebral
 Kriptosporidiosis dengan diare >1 bulan
 Sitomegalovirus pada organ selain hati, limpa atau kelenjar getah bening (misalnya renitis CMV)
 Infeksi herpes simpleks, mukokutan (>1 bulan) atau viseral
 Progressive multifocal leucoencephalopathy
 Mikosis endemik diseminata
 Kandidiasis esofagus, trakea, dan bronkus
 Mikobakteriosis atipik, diseminata atau paru
 Septikemia salmonela non-tifosa
 Tuberkulosis ekstrpulmunar
 Limfoma
 Sarkoma kaposi
 Ensefalopati HIV

DIAGNOSIS BANDING
Penyakit imunodefisiensi primer.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Anti-HIV ELIZA
2. Anti-HIV Western Blot
3. Antigen p-24
4. Hitung CD4
5. Jumlah virus HIV dengan RNA-PCR
6. Pemeriksan penunjang untuk diagnosis infeksi oportunistik.

TERAPI
1. Konseling
SPM Penyakit Dalam RS Meilia 131
Standar Pelayanan Medik

2. Terapi suportif
3. Terapi infeksi oportunistik dan pencegahan infeksi opotunistik
4. Terapi antiretrovirus kombinasi, efek samping dan penanganannya
5. Vaksinasi pada penderita HIV/AIDS
6. Terapi pasca paparan HIV (post exposure prophylaxis)
7. Penatalaksanaan infeksi HIV pada kehamilan
8. Penatalaksanaan koinfeksi HIV dengan hepatitis C dan Hepatitis B.

KOMPLIKASI
Infeksi oportunistik, kanker terkait HIV, dan manifestasi HIV pada organ lain.

PROGNOSIS
Tergantung stadium penyakit.

UNIT TERKAIT
ICU.

RENJATAN ANAFILAKSIS

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 132


Standar Pelayanan Medik

PENGERTIAN
Renjatan anafilaksis adalah keadaan gawat darurat yang ditandai dengan (hipotensi) penurunan tekanan
darah sistolik <90 mmHg akibat respons hipersensitivitas tipe I (adanya reaksi antigen dengan antibodi Ig E)

DIAGNOSIS
Hipotensi, takikardia, akral dingin, oliguria yang dapat disertai gejala klinis lain berupa :
a. Reaksi sistemik ringan : rasa geli/gatal serta hangat, rasa penuh di mulut dan tenggorokan, hidung
tersumbat dan terjadi edema di sekitar mata, kulit gatal, mata berair, bersin-bersin, onset biasanya 2 jam
setelah paparan antigen.
b. Reaksi sistemik sedang : seperti reaksi sitemik ringan, ditambah spasme bronkus dan atau edema saluran
nafas, sesak, batuk, mengi, angioedema, urtikaria menyeluruh, mual, muntah, gatal, badan terasa hangat,
gelisah, onset seperti reaksi anafilaktik ringan.
c. Reaksi sistemik berat : terjadi mendadak, seperti reaksi sistemik ringan dan sedang yang bertambah
berat. Spasme bronkus, edema laring, suara serak, stridor, sesak nafas, sianosis, henti nafas. Edema dan
hipermotilitas saluran cerna sehingga sakit menelan, kejang perut, diare dan muntah. Kejang uterus,
kejang umum. Gangguan kardiovaskular, aritmia jantung, koma.

DIAGNOSIS BANDING
Renjatan kardiogenik, renjatan hipovolemik.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, analisa gas darah, EKG.

TERAPI
A. Untuk renjatan :
1. Adrenalin larutan 1 : 1000, 0,3-0,5 ml subkutan/intramuskular pada lengan atas atau paha. Bila
renjatan anafilaksis disebabkan sengatan serangga berikan suntikan adrenalin kedua 0,1-0,3 ml pada
tempat sengatan kecuali bila sengatan di kepala, leher, tangan dan kaki. Tetapi dapat dilanjutkan
dengan infus adrenalin 1 ml (1 mg) dalam dekstrosa 5% 250 cc dimulai dengan kecepatan 1 ug/menit
dapat ditingkatkan sampai 4 ug/menit sesuai keadaan tekanan darah. Hati-hati pada orang tua dengan
kelainan jantung atau gangguan kardiovaskular lainnya.
2. Pasang tourniqet proksimal dari suntikan atau sengatan serangga, dilonggarkan 1-2 menit setiap 10
menit.
3. Oksigen bila sesak, mengi, sianosis 3-5 l/menit dengan sungkup atau kanul nasal.
4. Antihistamin intravena, intramuskular atau oral.
Rawat pasien di ICU bila dengan tindakan di atas tidak membaik, dilanjutkan dengan terapi :
1. IVFD Dekstrosa 5% dalam 0,45% NaCl 2-3 l/m2 permukaan tubuh.
2. Dopamin 0,3-1,2 mg/kgBB/jam bila tekanan darah tidak membaik.
3. Kortikosteroid 7-10 mg hidrokortison/kgBB intravena dilanjutkan 5 mg/kgBB tiap 6 jam, yang dihentikan
setelah 72 jam.
B. Bila disertai spasme bronkus maka pada pasien diberikan inhalasi beta-2 agonis. Jika spasme
bronkus menetap aminofilin 4-6 mg/kgBb dilarutkan dalam NaCl 0,9% 10 ml diberikan perlahan-lahan
dalam 20 menit, bila perlu dilanjutkan dengan infus aminofilin 0,2-1,2 mg/kgBB/jam.
C. Bila disertai edema hebat saluran nafas atas maka pada pasien dilakukan intubasi dan trakeostomi.
D. Pemantauan paling sedikit 24 jam.

KOMPLIKASI
Renjatan ireversibel, kegagalan multi organ failure.

PROGNOSIS
Tergantung organ yang terlibat dan beratnya gejala.
UNIT TERKAIT
ICU

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 133


Standar Pelayanan Medik

ASMA BRONKIAL

PENGERTIAN
Asma bronkial adalah penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang ditandai dengan obstruksi jalan nafas
yang dapat hilang dengan atau tanpa pengobatan akibat hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 134


Standar Pelayanan Medik

rangsangan yang melibatkan sel-sel dan elemen selular terutama mastosit, eosinofil, limfosit T, makrofag,
neutrofil dan epitel.

DIAGNOSIS
Episode berulang sesak nafas, dengan atau tanpa mengi dan rasa berat di dada akibat faktor pencetus. Asma
bronkial dibagi menjadi :
1. Asma intermiten, gejala asma <1 kali/minggu, asimptomatik, APE diantara serangan normal, asma malam
<2 kali/bulan, APE >80%, variabilitas <20%.
2. Asma persisten ringan, gejala asma >1 kali/minggu, <1 kali/hari, asma malam >2 kali/bulan, APE >80%,
variabilitas 20-30%.
3. Asma persisten sedang, gejala asma tiap hari, tiap hari menggunakan beta-2 agonis kerja singkat,
aktivitas terganggu saat serangan, asma malam >1 kali/minggu, APE >60% dan <80% prediksi atau
variabilitas >30%.
4. Asma persisten berat, gejala asma terus menerus, asma malam sering, aktivitas terbatas, dan APE <60%
prediksi atau variabilitas >30%. Asma eksaserbasi akut dapat terjadi pada semua tingkatan derajat asma.

DIAGNOSIS BANDING
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), gagal jantung.

PEMERIKSAAN PENUNJNG
Laboratorium : jumlah eosinofil darah dan sputum, foto thoraks, spirometri, uji tusuk kulit (skin prick test/SPT),
uji bronkodilator atas indikasi, uji provokasi bronkus atas indikasi, analisis gas darah atas indikasi.

TERAPI
1. Asma intermitten tidak memerlukan obat pengendali.
2. Asma persisten ringan memerlukan obat pengendali kortikosteroid inhalasi (500 ug BDP atau
ekuivalennya) atau pilihan lainnya : teofilin lepas lambat, kromolin, antileukotrin.
3. Asma persisten sedang memerlukan obat pengendali berupa kortikosteroid inhalasi (200-1000 ug BDP
atau ekuivalennya) ditambah dengan beta-2 agonis aksi lama (LABA) atau pilihan lain kortikosteroid
inhalasi (500-1000 ug BDP atau ekuivalennya) + teofilin lepas lambat atau kortikosteroid inhalasi (500-
1000 ug BDP atau ekuivalennya) + LABA oral atau kortikosteroid inhalasi dosis ditinggikan (>1000 ug BDP
atau ekuivalennya) atau kortikosteroid inhalasi 500-1000 ug BDP atau ekuivalennya) + antileukotrin.
4. Asma persisten berat memerlukan kortikosteroid inhalasi (>1000 ug BDP atau ekuivalennya) + LABA.

URTIKARIA KARENA OBAT

PENGERTIAN
Urtikaria karena obat adalah kelainan kulit dan mukosa yang diinduksi obat berupa papul kemerahan yang
cepat berubah menjadi lepuhan.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 135


Standar Pelayanan Medik

DIAGNOSIS
Riwayat minum obat sebelumnya yang dapat menginduksi penyakit, misal : OAINS, sulfonamida,
antikonvulsan, penisillin, dan tetrasiklin.
Gejala prodromal berupa gejala radang saluran nafas atas : demam, batuk, sakit kepala, malaise, nyeri
menelan. Papul kemerahan yang cepat berubah menjadi lepuhan. Dalam beberapa hari terjadi erosi meltipel
pada membran mukosa, lepuhan, makula purpura. Daerah yang terkena lepuhan dan pelepasan kulit <10%.

DIAGNOSIS BANDING
Toxic epidermal necroticans (TEN), eritema multiformis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hitung eosinofil, elektrolit, foto toraks, kultur pus dari kulit, kultur sputum.

TERAPI
1. Hentikan obat penyebab.
2. Rawat di pusat luka bakar, skin graft dini untuk mencegah invasi bakteri.
3. Monitor cairan dan elektrolit, termasuk monitor jumlah urin.
4. Monitor infeksi sekunder dengan melakukan kultur berkala dari darah dan mukokutan.
5. Pemberian makanan tinggi kalori.
6. Penggantian cairan dan elektrolit.
7. Suction, postural drainage, nebulizer, terapi infeksi paru segera.
8. Konsultasi mata.
9. Irigasi mata dengan salin hangat, cairan lubrikan mata.
10. Antasida cairan dan antagonis H2 bila ada ulserasi gastrointestinal.
11. Antibiotika tergantung hasil kultur.

KOMPLIKASI
Sepsis, syok hipovolemik, syok septik.

PROGNOSIS
Tergantung beratnya gejala.

UNIT TERKAIT
ICU, Unit Luka Bakar, Bagian Kulit-Kelamin.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 136


Standar Pelayanan Medik

VIII
GASTROENTEROLOGI

ULKUS PEPTIKUM

PENGERTIAN
Ulkus peptikum adalah satu penyakit saluran cerna bagian atas yang kronis.

DIAGNOSIS

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 137


Standar Pelayanan Medik

1. Faktor risiko : umur, penggunaan obat-obatan aspirin atau OAINS, kuman Helicobacter pylori.
2. Anamnesis : tedapat nyeri epigastrium, dispepsia, nausea, vomitus, anoreksia dan kembung.

DIAGNOSIS BANDING
Ulkus gaster, ulkus duodenum, dispepsia non ulkus.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Barium dobel kontras.
2. Endoskopi saluran cerna bagian atas.

TERAPI
A. Tanpa komplikasi
1. Suportif : nutrisi
2. Memperbaiki/menghindari faktor risiko.
3. Pemberian obat-obatan : antasida, antagonis reseptor H2, proton pump inhibitor, pemberian obat-
obatan untuk mengikat asam empedu, prokinetik, pemberian obat untuk eradikasi kuman Helicobacter
pylori, pemberian obat-obatan untuk meningkatkan faktor defensif.

B. Dengan komplikasi
Pada tukak peptik yang berdarah dilakukan penatalaksanaan umum atau suportif sesuai dengan
penatalaksaan hematemesis melena secara umum.

C. Penatalaksanaan/tindakan khusus :
1. Tindakan/terapi hemostatik per endoskopik dengan adrenalin dan etoksisklerol atau obat fibrinogen
trombin atau tindakan hemostatik dengan heat probe atau terapi laser atau terapi koagulasi listrik atau
bipolar probe.
2. Pemberian obat somatostatin jangka pendek.
3. Terapi embolisasi arteri melalui arteriografi.
4. Terapi bedah atau operasi, bila setelah semua pengobatan tersebut dilaksanakan tetap masuk dalam
keadaan gawat I s.d II maka pasien masuk dalam indikasi operasi.

KOMPLIKASI
Perdarahan ulkus, perforasi.

PROGNOSIS
Dubia

UNIT TERKAIT
ICU, SMF Bedah.

DISPEPSIA

PENGERTIAN
Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri atas nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah,
rasa penuh atau cepat kenyang dan sendawa.

DIAGNOSIS
SPM Penyakit Dalam RS Meilia 138
Standar Pelayanan Medik

Ananmnesis terdapatnya kumpulan gejala tersebut di atas.

DIAGNOSIS BANDING
1. Penyakit refluks gastroesofageal.
2. Irritable Bowel Syndrome.
3. Karsinoma saluran cerna bagian atas.
4. Kelainan pankreas dan kelainan hati.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Endoskopi saluran cerna bagian atas dan biopsi, pemeriksaan terhadap adanya infeksi Helicobacter pylori,
pemeriksaan fungsi hati, amilase dan lipase, fosfatase alkali dan gamma GT, USG Abdomen.

TERAPI
1. Suportif : nutrisi.
2. Pengobatan empirik selama 4 minggu.
3. Pengobatan berdasarkan etiologi.

KOMPLIKASI
Tergantung etiologi dispepsia.

UNIT TERKAIT
-

KARSINOMA KOLON

PENGERTIAN
Karsinoma kolon merupakan keganasan pada saluran cerna bagian bawah (kolon).

DIAGNOSIS
1. Perubahan pola defekasi, konsistensi, seringkali didapatkan hematokezia, dapat dijumpai adanya tanda
obstruksi saluran cerna bawah baik parsial maupun total.
2. Berat badan turun tanpa sebab.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 139


Standar Pelayanan Medik

3. Pemeriksaan fisik : tidak ada yang spesifik.


4. Laboratorium : feses lengkap dan tes benzidin.
5. Berat badan kurang.
6. Pemeriksaan colok dubur untuk melihat adanya perdarahan saluran cerna bagian bawah.

DIAGNOSIS BANDING
Polip kolitis, karsinoma rekti, hemorhoid.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, analisis feses lengkap, petanda tumor, endoskopi saluran cerna bagian bawah dan biopsi, USG
abdomen.

TERAPI
Berdasarkan staging : kemoterapi atau bedah.

KOMPLIKASI
Obstruksi saluran cerna, metastasis, perdarahan.

PROGNOSIS
Dubia

UNIT TERKAIT
ICU.

KARSINOMA REKTI

PENGERTIAN
Karsinoma rekti merupakan keganasan pada rektum.

DIAGNOSIS
Perubahan pola defekasi, berat badan turun tanpa sebab, seringkali pada pemeriksaan colok dubur
didapatkan massa.

DIAGNOSIS BANDING
Hemoroid, polip.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 140


Standar Pelayanan Medik

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan DPL, feses lengkap, endoskopi saluran cerna bagian bawah dan biopsi.

TERAPI
Berdasarkan staging, kemoterapi atau bedah.

KOMPLIKASI
Obstruksi saluran cerna bagian bawah, perdarahan.

PROGNOSIS
Dubia.

UNIT TERKAIT
ICU, SMF Bedah.

KARSINOMA GASTER

PENGERTIAN
Karsinoma gaster merupakan kegansan pada lambung.

DIAGNOSIS
Anamnesis dapat ditemukan adanya sindrom dispepsia, rasa tidak enak pada perut bagian atas yang bersifat
difus, cepat kenyang, sampai nyeri yang hebat dan terus menerus. Anoreksia yang disertai dengan mual
sering dikeluhkan namun tidak selalu. Keluhan sulit menelan dapat pula terjadi. Berat badan turun tanpa
penyebab.
Pemeriksaan fisik : pada awal penyakit, biasa tidak didapatkan kelainan apapun. Pada keadaan lanjut
didapatkan adanya pembesaran pada pemeriksaan abdomen.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 141


Standar Pelayanan Medik

DIAGNOSIS BANDING
Karsinoma esofagus, esofagitis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, endoskopi saluran cerna bagian atas dan biopsi, USG abdomen, CT Scan abdomen.

TERAPI
Berdasarkan staging, bedah atau kemoterapi.

KOMPLIKASI
Obstruksi saluran cerna bagian atas.

PROGNOSIS
Dubia.

UNIT TERKAIT
ICU, SMF Bedah.

HEMATEMESIS MELENA

PENGERTIAN
Hematemesis adalah muntah darah berwarna hitam ter yang berasal dari sakuran cerna bagian atas. Melena
adalah buang air besar (BAB) berwarna hitam ter yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Yang
dimaksud saluran cerna bagian atas adalah saluran cernna di atas (proksimal) ligamentum Treitz, mulai dari
jejunum proksimal, duodenum, gaster dan esofagus.

DIAGNOSIS
Muntah dan BAB darah warna hitam dengan sindrom dispepsia, bila ada riwayat makan obat OAINS, jamu
pegal linu, alkohol yang menimbulkan erosi/ulkus peptikum, riwayat sakit kuning/hepatitis. Keadaan umum
pasien sakit ringan sampai berat, dapat disertai gangguan kesadaran (pre koma/koma hepatikum), dapat
terjadi syok hipovolemik.

DIAGNOSIS BANDING

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 142


Standar Pelayanan Medik

Hemoptoe, hematokezia.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, hemostasis lengkap atau masa perdarahan, masa pembekuan, masa protrombin, elektrolit (Na, K,Cl),
pemeriksaan fungsi hati (cholinesterase, albumin/globulin, SGOT/SGPT, petanda hepatitis B dan C),
endoskopi SCBA diagnostik atau foto rontgen OMD, USG hati.

TERAPI
A. Nonfarmakologis : tirah baring, puasa, diet hati/lambung, pasang NGT untuk dekompresi, pantau
perdarahan.
B. Farmakologis :
 Transfusi darah PRC (sesuai perdarahan yang terjadi dan Hb). Pada kasus varises transfusi sampai
dengan Hb 10 gr% pada kasus non varises transfusi sampai dengan Hb 12 gr%.
 Sementara menunggu darah dapat diberikan pengganti plasma (misalnya dekstran/hemacel) atau
NaCl 0,9% atau RL.
 Untuk penyebab non varises :
1. Injeksi antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton
2. Sitoprotektor : Sukrafat 3-4 x 1 gram atau Teprenon 3 x 1 tab.
3. Antasida.
4. Injeksi vitamin K untuk pasien dengan penyakit hati kronis atau sirosis hati.
 Untuk penyebab varises :
1. Somatostatin bolus 250 ug + drip 250 µg/jam intravena atau okreotide (sandostatin) 0,1 mg/2 jam.
Pemberian diberikan sampai perdarahan berhenti atau bila mampu diteruskan 3 hari setelah
skleroterapi/ligasi varises esofagus.
2. Propanolol, dimulai dosis 2 x 10 mg dosis dapat ditingkatkan hingga tekanan diastolik turun 20
mmHg atau denyut nadi turun 20% (setelah keadaan stabil --- hematemesis melena (-).
3. Isosorbid dinitrat/mononitrat 2 x 1 tablet/hari hingga keadaan umum stabil.
4. Metoklopramid 3 x 10 mg/hari.
 Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai kelainan.
 Pada pasien dengan pecah varises/penyakit hati kronik/sirosis hati diberikan :
1. Laktulosa 4 x 1 sendok makan.
2. Neomisin 4 x 500 mg.
Obat ini diberikan sampai tinja normal.

Prosedur bedah dilakukan sebagai tindakan emergensi atau elektif. Bedah emergensi diindikasikan bila
pasien masuk dalam keadaan gawat I-II.

KOMPLIKASI
Syok hipovolemik, aspirasi pneumonia, gagal ginjal akut, sindrom hepatorenal, koma hepatikum, anemia
karena perdarahan.

PROGNOSIS
Dubia.

UNIT TERKAIT
ICU, SMF Bedah.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 143


Standar Pelayanan Medik

DIARE KRONIK

PENGERTIAN
Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari sejak awal diare.

DIAGNOSIS
Diare dengan lama lebih dari 15 hari.

DIAGNOSIS BANDING
Kelainan pankreas, kelainan usus halus dan usus besar, kelainan PEM dan tirotoksikosis, kelainan hati,
sindrom koloni iritabel tipe diare.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan tinja.
2. Pemeriksaan darah : DPL, kadar feritin, SI-IBC, kadar vitamin B12 darah, kadar asam folat darah, albumin
serum, eosinofil darah, serologi amuba (IDT), widal, pemeriksaan imunodefisiensi (CD4, CD8), feses
lengkap dan darah samar.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 144


Standar Pelayanan Medik

3. Pemeriksaan anatomi usus : Barium enema/colon in loop (didahului BNO), Kolonoskopi, ileoskopi, dan
biopsy, barium follow through atau enteroclysis, ERCP, USG abdomen, CT Scan abdomen.
4. Fungsi usus dan pankreas : tes fungsi ileum dan yeyunum, tes fungsi pankreas, tes Schilling, CEA dan Ca
19-9.

TERAPI
A. Non farmakologis : diet lunak tidak merangsang, tinggi kalori, tinggi protein, bila tidak tahan laktosa
diberikan rendah laktosa, bila maldigestik lemak diberikan rendah lemak. Bila penyakit Crohn dan colitis
ulserosa diberikan rendah serat pada keadaan akut. Pertahankan minum yang baik, bila perlu infus untuk
mencegah dehidrasi.
B. Farmakologis :
1. Bila sesak nafas dapat diberikan oksigen, infus untuk memberikan cairan dan elektrolit.
2. Antibiotik bila terdapat infeksi.
3. Bila penyebab amuba/parasit giardia dapat diberikan metrinidazol.
4. Bila alergi makanan/obat/susu, diobati dengan menghentikan makanan/obat penyebab alergi tersebut.
5. Keganasan/polip diobati dengan pengangkatan kanker/polip.
6. TB usus diobati dengan OAT.
7. Diare karena kelainan endokrin, diobati dengan kelainan endokrinnya.
8. Malabsorbsi diatasi dengan pemberian enzim.
9. Kolitis diatasi sesuai jenis kolitis.

KOMPLIKASI
Dehidrasi sampai syok hipovolemik, sepsis, gangguan elektrolit, dan asam basa, gas darah, gagal ginjal akut,
kematian.

PROGNOSIS
Dubia ad bonam

UNIT TERKAIT
ICU, SMF Bedah.

PANKREATITIS AKUT

PENGERTIAN
Pankreatitis akut adalah reaksi peradangan pankreas yang akut.

DIAGNOSIS
 Keadaan umum pasien seperti dyspepsia sedang sampai berat, gelisah kadang disertai gangguan
kesadaran.
 Demam, ikterus, gangguan hemodinamik, syok dan takikardia, bising usus menurun (ileus paralitik).
 Penyakit penyerta yang meningkatkan risiko : batu empedu, trauma, tindakan bedah di abdomen,
diabetes mellitus, hipertiroidisme, alkoholisme, ulkus peptikum, lepstospirosis, demam berdarah dengue.

DIAGNOSIS BANDING
Perforasi ulkus peptikum, kolangitis akut, kolesistitis akut, apendisitis akut, nefrolitiasis kanan akut, infark
miokard akut inferior.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 145


Standar Pelayanan Medik

DPL, amilase serum, lipase serum, gula darah, kalsium serum, LDH serum, fungsi ginjal, SGOT/SGPT,
analisa gas darah, elektrolit.

TERAPI
A. Non farmakologis. Puasa dan pemasangan infuse untuk nutrisi parenteral total sampai amilase dan
lipase serum normal/mendekati normal dan pada selang nasogastrik cairan lambung <300 cc, dan pasien
tak merasakan nyeri ulu hati.
B. Farmakologis :
1. Analgesik dan sedatif, infus cairan, pasang selang lambung.
2. Antibiotik bila ada infeksi.
3. Penghambat sekresi enzim pankreas.
4. Prosedur bedah pada infeksi berat berupa drainase cairan.

KOMPLIKASI
Pseudokista pankreas, abses pankreas, peradangan hemoragik, nekrosis organ sekitar, pembentukan fistel,
ulkus duodenum, ikterus obstruksi, asites, sepsis.

PROGNOSIS
Dubia ad bonam (tergantung berat ringannya pancreatitis akut, gunakan kriteria RANSON)

UNIT TERKAIT
ICU, SMF Bedah.

ILEUS PARALITIK

PENGERTIAN
Ileus paralitik adalah keadaan abdomen akut berupa kembung/distensi usus karena usus tidak dapat
bergerak (mengalami dismotilitas), pasien tidak dapat buang air besar.

DIAGNOSIS
1. Perut kembung (distensi), tak bisa buang air besar.
2. Muntah, bisa disertai diare, tak bisa buang air besar.
3. Dapat disertai demam.
4. Keadaan umum pasien ringan sampai berat, bisa disertai penurunan kesadaran, syok.
5. Pada colok dubur : rectum tidak kolaps, tidak ada kontraksi.
6. Adanya penyakit yang meningkatkan risiko : batu empedu, trauma, tindakan bedah di abdomen, DM,
hipokalemia, obat spasmolitik, pancreatitis akut, pneumonia, dan semua jenis infeksi tubuh.

Pemeriksaan fisik : Keadaan umum pasien sakit ringan sampai berat, bisa disertai penurunan kesadaran,
demam, tanpa dehidrasi, syok. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan distensi, bising usus yang menurun
sampai hilang.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia 146
Standar Pelayanan Medik

DIAGNOSIS BANDING
Ileus obstruktif.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, amilase-lipase, gula darah, kalium serum, dan analisis gas darah. Foto abdomen 3 posisi.

TERAPI
A. Non farmakologis :
1. Puasa dan nutsisi parenteral total sampai bising usus positif atau dapat buang angin melalui dubur.
2. Pasang selang lambung dan dekompresi
3. Pasang kateter urin.
B. Farmakologis :
1. Infus cairan, rata-rata 2,5-3 liter/hari disertai elektrolit.
2. Natrium dan kalium sesuai kebutuhan/24 jam.
3. Nutrisi parenteral yang adekuat sesuai kebutuhan kalori basal ditambah kebutuhan lain.
C. Terapi etiologi

KOMPLIKASI
Syok hipovolemik, septicemia sampai dengan sepsis, malnutrisi.

PROGNOSIS
Dubia ad bonam

UNIT TERKAIT
SMF Bedah, ICU.

HEMATOSKEZIA

PENGERTIAN
Hematoskezia adalah buang air besar berupa darah segar berwarna merah yang berasal dari saluran cerna
bagian bawah.

DIAGNOSIS
1. Buang air besar berupa darah merah segar sampai merah tua.
2. Demam bila penyebabnya infeksi usus.
3. Nyeri perut di atas umbilicus seperti kejang/kolik, atau perut kanan bawah yang hilang timbul dapat akut
atau kronik, dapat ditemukan massa.
4. Dapat disertai diare sampai dehidrasi, dapat terjadi syok hipovolemik.
5. Bising usus menurun atau menghilang.
6. Berat badan dapat turun.
7. Ada riwayat kontak dengan pasien lain, memakan makanan yang tidak biasanya, mendapat terapi
antibiotic, penyakit kardiovaskular, dapat disertai gejala ekstraintestinal seperti kelainan kulit usus.
8. Nyeri perut di atas umbilicus seperti kejang/kolik, atau perut kanan bawah yang hilang timbul dapat akut
atau kronik, dapat ditemukan massa.
9. Dapat disertai diare sampai dehidrasi, dapat terjadi syok hipovolemik.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia 147
Standar Pelayanan Medik

10. Bising usus menurun atau menghilang.


11. Berat badan dapat turun.
12. Ada riwayat kontak dengan pasien lain, memakan makanan yang tidak biasanya, mendapat terapi
antibiotik, penyakit kardiovaskular, dapat disertai gejala ekstraintestinal seperti kelainan kulit, sendi dan
radang mata.

DIAGNOSIS BANDING
 Melena, hemoroid, infeksi usus, penyakit usus inflamatorik.
 Divertikulosis kolon dan/atau usus halus, angiodiplasia, tumor kolon dan/atau usus halus, colitis iskemik,
kolitis radiasi.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium :
 DPL tiap 6 jam, analisis gas darah, elektrolit.
 Pemeriksaan hemostasis lengkap
 Pemeriksaan etiologi : Kultur Widal-Gall, serologi amuba, serologi IDT amuba, kultur Salmonella-
Shigella feses-urin, pemeriksaan mikroskopik parasit di feses.
2. Kolonoskopi, ileoskopi, jejunoskopi dan biopsy. Pada demam tifoid kolonoskopi sebaiknya dilakukan bila
demam sudah menghilang dan keadaan umum membaik.
3. Foto abdomen 3 posisi.
4. Colon in loop kontras ganda.
5. USG abdomen
6. CT Scan abdomen/foto usus halus
7. Foto dada
8. EKG

TERAPI
A. Non farmakologis : puasa, perbaikan hemodinamik. Jika hemodinamik stabil dapat nutrisi enteral
B. Farmakologis :
1. Transfusi darah PRC/WB sampai dengan Hb>10gr%.
2. Infus cairan.
3. Pengobatan infeksi sesuai penyebab.
Bila ada kelainan hemostasis diobati sesuai penyebabnya.

KOMPLIKASI
Syok hipovolemik, gagal ginjal akut, anemia karena perdarahan.

PROGNOSIS
Dubia ad bonam.

UNIT TERKAIT
ICU, SMF Bedah.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 148


Standar Pelayanan Medik

IX
SPM Penyakit Dalam RS Meilia 149
Standar Pelayanan Medik

HEPATOLOGI

SIROSIS HATI

PENGERTIAN
Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus yang ditandai dengan adanya nekrosis,
pembentukan jaringan ikat disertai nodul.

DIAGNOSIS
A. Pemeriksaan fisik : stigmata sirosis (palmar eritema, spider nevi) vena kolateral dinding perut, ikterus,
edema pretibial, asites, splenomegali.
B. Laboratorium : rasio albumin dan globulin terbalik.

DIAGNOSIS BANDING
Hepatitis kronik aktif.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
(DPL, SGOT, SGPT, fosfatase alkali, albumin, kolin esterase, PT, seromarker hepatitis), USG, biopasi hati,
endoskopi saluran cerna bagian atas, analisis cairan asites.

TERAPI
1. Istirahat cukup.
2. Diet seimbang (tergantung kondisi klinis)

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 150


Standar Pelayanan Medik

3. Roboransia.
4. Mengatasi komplikasi.

KOMPLIKASI
Hipertensi portal, peritonitis bacterial spontan, hematemesis melena, sindrom hepatorenal, gangguan
hemostasis, ensefalopati hepatikum.

PROGNOSIS
Dubia ad malam

UNIT TERKAIT
SMF Bedah.

HEPATOMA

PENGERTIAN
Hepatoma merupakan tumor ganas hati primer.

DIAGNOSIS
A. Anamnesis : penurunan berat badan, nyeri perut kanan ats, anoreksia, malaise, benjolan perut kanan
atas.
B. Pemeriksaan fisik : hepatomegali berbenjol-benjol, stigmata penyakit hati kronik.
C. Laboratorium : peningkatan AFP, PIVKA II, fosfatase alkali, USG : lesi fokal/difus di hati.

DIAGNOSIS BANDING
Abses hati.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. AFP, PIVKA II, fosfatase alkali, SGOT, SGPT, seromarker hepatitis.
2. USG : lesi fokal/difus.
3. CT Scan, biopsi hati.

TERAPI
1. Pembedahan/reseksi tumor (bila tumor mengenai 1 lobus, ukuran <3 cm).

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 151


Standar Pelayanan Medik

2. Injeksi etanol per kutan dengan tuntunan USG (bila tumor <3 buah, ukuran <3 cm, tumor residif pasca
reseksi hati, tumor residual pasca embolisasi).
3. Transplantasi hati.
4. Kemoembolisasi pada a.hepatika.

KOMPLIKASI
Ensefalopati hepatikum, ruptur tumor spontan, hematemesis melena, kegagalan hati.

PROGNOSIS
Malam

UNIT TERKAIT
SMF Bedah.

HEPATITIS VIRUS AKUT

PENGERTIAN
Hepatitis virus akut inflamsi hati akibat infeksi virus hepatitis yang berlangsung selama <6 bulan.

DIAGNOSIS
A. Anamnesis : mual, malaise, anoreksia, urin berwarna gelap.
B. Pemeriksaan fisik : ikterus, hepatomegali.
C. Laboratorium : ALT dan AST meningkat >3 kali normal.

DIAGNOSIS BANDING
Hepatitis akibat obat, hepatitis alkoholik, penyakit saluran empedu, leptospirosis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : SGOT, SGPT, fosfatse alkali, bilirubin, seromarker (IgM anti HAV, HBsAg, IgM anti HBc, anti
HCV, IgM anti HEV).

TERAPI
Tirah baring, diet seimbang, pengobatan suportif.

KOMPLIKASI
Hepatitis fulminan, kolestasis berkepanjangan, hepatitis kronik.
SPM Penyakit Dalam RS Meilia 152
Standar Pelayanan Medik

PROGNOSIS
Bonam

UNIT TERKAIT
SMF Bedah.

HEPATITIS VIRUS KRONIK

PENGERTIAN
Hepatitis virus kronik adalah suatu sindrom klinis dan patologis yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi, ditandai oleh berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada hati.

DIAGNOSIS
A. Anamnesis : umumnya tanpa keluhan.
B. Pemeriksaan fisik : bisa ditemukan hepatomegali.
C. Laboratorium : petanda virus hepatitis B atau C positif.
D. USG : hepatitis kronik.
E. Biopsi hati : peradangan dan fibrosis pada hati.

DIAGNOSIS BANDING
Perlemakan hati.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium seperti pada hepatitis akut.
2. USG hati.
3. Biopsi hati.

TERAPI

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 153


Standar Pelayanan Medik

 Hepatitis B kronik : lamivudin.


 Hepatitis C kronik : interferon α + ribavirin.

KOMPLIKASI
Sirosis hati, karsinoma hepatoseular.

PROGNOSIS
20% akan berkembang menjadi sirosis hati.

UNIT TERKAIT
-

ABSES HATI

PENGERTIAN
Abses hati adalah rongga patologis berisi jaringan nekrotik yang timbul dalam jaringan hati akibat infeksi
amuba atau bakteri.

DIAGNOSIS
A. Anamnesis : demam, perasaan nyeri perut kanan atas.
B. Pemeriksaan fisik : ikterus, hepatomegali yang nyeri tekan, nyeri tekan perut kanan atas.
C. Laboratorium : leukositosis, gangguan fungsi hati.
D. USG : rongga dalam hati.
E. Aspirasi : pus (+).

DIAGNOSIS BANDING
Hepatoma, kolesistitis, tuberculosis hati, aktinomikosis hati.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, SGPT, bilirubin, serologi amuba : USG, kultur cairan pus.

TERAPI
1. Tirah baring, diet tinggi kalori tinggi protein.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 154


Standar Pelayanan Medik

2. Pada abses amuba : metronidazol 4 x 500-700 mg/hari selama 5-10 hari. Pada abses piogenik :
antibiotika spectrum luas atau sesuai hasil kultur kuman. Pada abses campuran : kombinasi metronidazol
dan antibiotika.
3. Drainase cairan abses terutama pada kasus yang gagal dengan terapi konservatif atau bila abses
berukuran besar (>5 cm).

KOMPLIKASI
Ruptur abses (ke pleura, paru, pericardium, usus, intraperitoneal atau kulit), perdarahan dalam abses, sepsis.

PROGNOSIS
Bonam.

UNIT TERKAIT
SMF Bedah.

KOLESISTITIS AKUT

PENGERTIAN
Kolesistitis akut adalah reaksi inflamasi kandung empedu akibat infeksi bakerial akut yang disertai keluhan
nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas badan.

DIAGNOSIS
A. Anamnesis : nyeri epigastrium atau perut kanan atas yang dapat menjalar ke daerah scapula kanan,
demam.
B. Pemeriksaan fisik : Teraba massa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal,
tanda Murphy (+), ikterik biasanya menunjukkan adanya batu di saluran empedu ekstrahepatik.
C. Laboratorium : leukositosis.
D. USG : penebalan dinding kandung empedu, sering ditemukan pula sludge atau batu.

DIAGNOSIS BANDING
Angina pectoris, infark miokard akut, apendisitis akut retrosaekal, tukak peptik perforasi, pankreatitis akut,
obstruksi intestinal.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Laboratorium : DPL, SGOT, SGPT, fosfatase alkali, bilirubin, kultur darah.
 USG hati.

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 155


Standar Pelayanan Medik

TERAPI
1. Tirah baring.
2. Puasa sampai nyeri berkurang/hilang.
3. Pengobatan suportif (antipiretik, analgetik, pemberian cairan infus dan mengoreksi kelainan elektrolit).
4. Antibiotik parenteral.
5. Kolesistektomi bila diperlukan.

KOMPLIKASI
Gangren/empiema kandung empedu, perforasi kandung empedu, fistula, peritonitis umum, abses hati,
kolesistitis kronik.

PROGNOSIS
Bonam.

UNIT TERKAIT
SMF Bedah.

PERLEMAKAN HEPATITIS NON ALKOHOLIK

PENGERTIAN
Perlemakan hepatitis non alkoholik merupakan suatu sindrom klinis dan patologis akibat perlemakan hati,
ditandai oleh berbagai tingkat perlemakan, peradangan dan fibrosis pada hati.

DIAGNOSIS
A. Anamnesis : rasa mengganjal di perut kanan atas.
B. Pemeriksaan fisik : kelebihan berat badan, hepatomegali.
C. USG : gambaran bright liver.
D. Biopsi hati : ditemukan perlemakan hati, peradangan lobules, kerusakan hepatoselular, hialin Mallory
dengan atau tanpa fibrosis.

DIAGNOSIS BANDING
Hepatitis virus kronik.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium : gula darah, profil lipid, SGOT, SGPT, fosfatase alkali, gamma GT, seromarker hepatitis,
ANA, anti ds DNA.
2. Biopsi hati.

TERAPI
SPM Penyakit Dalam RS Meilia 156
Standar Pelayanan Medik

Mengoreksi faktor risiko (penurunan berat badan, control gula darah, memperbaiki profil lipid dan olahraga).

KOMPLIKASI
Sirosis hati.

PROGNOSIS
Bonam.

UNIT TERKAIT
-

SPM Penyakit Dalam RS Meilia 157

Anda mungkin juga menyukai