Anda di halaman 1dari 4

Judul Pertanyaan

Perlindungan Hukum Atas Pemberian ASI Eksklusif

Pertanyaan

Bagaimana pengaturan tentang ASI eksklusif? Apakah ibu dapat mengajukan gugatan? Apa saja
peraturannya? Apakah ASI eksklusif ini merupakan hak asasi ibu dan anak?

Jawaban

1. Pengaturan mengenai pemberian air susu ibu ("ASI") eksklusif diatur dalam Pasal 128 UU No.
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”) yang berbunyi:

(1) Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan,
kecuali atas indikasi medis.

(2) Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus.

(3) Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan di tempat kerja dan
tempat sarana umum.

Selanjutnya, dalam Pasal 129 UU Kesehatan diatur bahwa:

(1) Pemerintah bertanggung jawab menetapkan kebijakan dalam rangka menjamin hak bayi untuk
mendapatkan air susu ibu secara eksklusif.

(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

Pemberian ASI eksklusif juga telah diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Menteri Kesehatan No.
48/MEN.PP/XII/2008, PER.27/MEN/XII/2008, dan 1177/MENKES/PB/XII/2008 Tahun 2008 tentang
Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu Selama Waktu Kerja di Tempat Kerja (“Peraturan Bersama”).
Dalam Peraturan Bersama tersebut antara lain disebutkan bahwa Peningkatan Pemberian ASI
selama waktu kerja di tempat kerja adalah program nasional untuk tercapainya pemberian ASI
eksklusif 6 (enam) bulan dan dilanjutkan pemberian ASI sampai anak berumur 2 (dua) tahun (lihat
Pasal 1 angka 2).
Kemudian, berdasarkan Peraturan Bersama, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi bertugas dan
bertanggung jawab mendorong pengusaha/pengurus serikat pekerja/serikat buruh agar mengatur
tata cara pelaksanaan pemberian ASI dalam Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama
dengan mengacu pada ketentuan Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan (lihat Pasal 3
ayat [2] huruf a).

Selain itu, sampai dengan artikel jawaban ini dibuat, pemerintah telah menyusun rancangan
peraturan pemerintah tentang pemberian ASI Eksklusif (“RPP ASI Eksklusif”) yang diamanatkan Pasal
129 UU Kesehatan di atas. RPP ASI Eksklusif ini cukup mengundang pro-kontra di masyarakat,
khususnya di antara pengusaha dan kelompok masyarakat yang giat mempromosikan ASI eksklusif.
Pro-kontra ini dapat disimak antara lain melalui pemberitaan hukumonline sebagai berikut:

- Pengusaha Keberatan RPP ASI Eksklusif.

- AIMI Protes Pengusaha Tolak RPP ASI

Dalam artikel hukumonline antara lain ditulis bahwa beberapa hal yang diatur di RPP di antaranya
mengenai tanggung jawab pemerintah dan daerah dalam hal promosi susu formula dan produk lain,
mengatur pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama, pojok ASI di tempat kerja maupun
sarana umum serta kelonggaran bagi karyawan perempuan yang menyusui.

2. Kami tidak paham maksud pertanyaan Anda mengenai apakah ibu dapat mengajukan gugatan.
Namun, dalam konteks pelanggaran terhadap pemberian ASI, UU Kesehatan mengatur adanya
sanksi pidana yaitu dalam Pasal 200 dan Pasal 201, yang berbunyi sebagai berikut

Pasal 200

“Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian air susu ibu eksklusif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2) dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan
denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”

Pasal 201

(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192,
Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200 dilakukan oleh korporasi, selain pidana
penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa
pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196 , Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200.
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana
tambahan berupa:

a. pencabutan izin usaha; dan/atau

b. pencabutan status badan hukum.

Selain itu, ibu atau pihak lain yang merasa dirugikan dalam kegiatan pemberian ASI eksklusif juga
dapat menuntut ganti rugi kepada pihak yang melanggar ketentuan UU Kesehatan terkait pemberian
ASI eksklusif menggunakan gugatan perdata dengan gugatan perbuatan melawan hukum (Pasal 1365
KUHPerdata). Lebih jauh simak artikel-artikel berikut:

- Doktrin Gugatan Wanprestasi dan PMH;

- Bagaimana Menuntut Ganti Rugi Jika Menjadi Korban Tindak Pidana?

3. Lihat jawaban nomor 1 dan 2 di atas.

4. Sebelumnya, mari kita simak apa yang dimaksud dengan hak asasi. Hak Asasi Manusia, sesuai
dengan Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”) adalah;

“... seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi
oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia.”

Kemudian, dalam Pasal 52 UU HAM diatur mengenai hak anak yaitu:

“... hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum
bahkan sejak dalam kandungan.”

Jadi, pemberian ASI eksklusif kepada bayi adalah hak asasi yang diatur dan dilindungi undang-
undang.

Dasar hukum:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23)

2. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

3. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


4. Peraturan Bersama Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, dan Menteri Kesehatan No. 48/MEN.PP/XII/2008, PER.27/MEN/XII/2008, dan
1177/MENKES/PB/XII/2008 Tahun 2008 tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu Selama Waktu
Kerja di Tempat Kerja.

Anda mungkin juga menyukai