Pendahuluan
1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja tantangan pancasila di era globalisasi ini.
2. Untuk mengetahui bagaimana Indonesia mampu mengahadapi tantangan global dunia
yang terus berkembang.
3. Untuk mengetahui peran masyarakat kaitannya dalam eksistensi pancasila dalam
menghadapi tantangan di era globalisasi ini.
2
Bab II
Pembahasan
Pancasila dalam era globalisasi ini harus dijadikan landasan berpijak bagi
kehidupan bangsa Indonesia. Globalisasi merupakan suatu proses atau bentuk di mana
kelompok masyarakat dari seluruh penjuru dunia saling mengenal, bekerja sama,
berinteraksi sebagai masyarakat baru dan menciptakan suasana baru.
Tantangan dihadapi oleh Pancasila sebagai dasar negara, jenis dan bentuk-nya
sekarang dipastikan akan semakin kompleks dikarenakan efek globalisasi. Globalisasi
menurut Ahmad, M. (2006) adalah perkembangan di segala jenis kehidupan dimana
batasan-batasan antar negara menjadi pudar dikarenakan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Setiap warga negara akan semakin mudah dan
bebas untuk mengakses berbagai jenis informasi dari berbagai belahan dunia manapun
dalam waktu yang sangat singkat.
Dengan perkembangan Informasi yang begitu cepat, tantangan yang diterima
oleh ideologi pada saat ini juga menjadi sangat luas dan beragam. Sebagai contoh,
beragamnya banyak agama di Indonesia yang terkadang menjadi alasan pemicu konflik
horizontal antar umat beragama, ekonomi yang mulai berpindah dari sistim
kekeluargaan (contoh: pasar tradisional) menjadi sistem kapitalisme dimana
keuntungan merupakan tujuan utama, paham komunisme, liberalisme,
terorisme, chauvinisme, dan sebagainya.
Jika Pancasila menentang kolonialisme, imperialism, dan kapitalisme tidaklah
mengherankan kalau ia bertentangan dengan globalisme, yang tidak lain daripada
kapitalisme lanjut model Amerika yang sedang berusaha menguasai dunia dalam aspek
ekonomi. Neokapitalisme ini bersifat global dan sebagian besar negara sedikit banyak
dikuasai, tetapi secara terpisah-pisah.
Globalisai bertentangan dengan sila ke-1 karena ia membangkitkan materialism
yang menentang spiritualitas dan bangkitnya semangat eksploitatif mondial yang
menggerus moral dan etika. Pada globalisasi hormat terhadap nyawa dan manusia
berkurang dengan drastis demi pengejaran kesenangan duniawi dan kebahagiaan semu.
3
Globalisasi bertentangan dengan sila ke-2. Dengan globalisasi kemanusiaan dan
perikemanusiaan diganti oleh teknologi dan efisiensi, manusia menjadi suku mesin-
industri (teknologisasi) dan dapat dibuang setiap waktu karena tidak diperlukan lagi.
Pada arus globalisasi, hak-hak manusia dan etika dilanggar jika bertentangan dengan
usaha mencari laba dan kekuasaan. Globalisasi juga bertentangan dengan sila ke-3,
karena hilangnya porositas batas bangsa-bangsa oleh arus bebas fakor-faktor produksi,
pelenyapan tariff, tak terkendalinya arus lintas-batas informasi dan nila-nilai.
Demikian halnya dengan sila ke-4 Pancasila yang juga bertentangan karena
globalisme menaikkan per-kapita nasional, tetapi menambah pula presentase orang
miskin. Globalisme menghalangi kecerdasan dan kesehatan rakyat dengan bertambah
mahalnya komoditas ilmu pengetahuan dan kesehatan. Tidak hanya sampai di situ Sila
ke-5 Pancasila juga bertentangan dengan globalisme, karena keadilan komutatif,
distributif, dan legal diperjualbelikan; konsumen tidak berhubungan langsung dengan
produsen; dan system legal dibuat demi keuntungan modal;dan eksploitasi lingkungan
dapat mengancam keadilan nasional, regional, internasional maupun intergenerasinal,
karena hutang dan pajak lingkungan tidak dibayar
Akibat globalisme, lingkungan kultural dan natural akan berubah seiring
berjalannya waktu. Pancasila akan berubah pula dan demikian pula penafsiran dan
prakteknya.
2.2 Cara Menghadapi Tantangan Pancasila di Era Globalisasi
4
2.3 Peran Masyarakat Indonesia dalam Menghadapi Tantangan Pancasila di Era
Globalisasi
5
Yang terpenting adalah bagaimana bangsa dan rakyat Indonesia mampu
menyaring agar hanya nilai-nilai kebudayaan yang baik dan sesuai dengan kepribadian
bangsa saja yang terserap. Sebaliknya, nilai-nilai budaya yang tidak sesuai apalagi
merusak tata nilai budaya nasional mesti ditolak dengan tegas. Kunci jawaban dari
persoalan tersebut terletak pada Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara.
Bila rakyat dan bangsa Indonesia konsisten menjaga nilai-nilai luhur bangsa, maka
nilai-nilai atau budaya dari luar yang tidak baik akan tertolak dengan sendirinya. Cuma,
persoalannya, dalam kondisi yang serba terbuka seperti saat ini justeru jati diri bangsa
Indonesia tengah berada pada titik nadir.
Bangsa dan rakyat Indonesia kini seakan-akan tidak mengenal dirinya sendiri
sehingga budaya atau nilai-nilai dari luar baik yang sesuai maupun tidak sesuai terserap
bulat-bulat. Nilai-nilai yang datang dari luar serta-merta dinilai bagus, sedangkan nilai-
nilai luhur bangsa yang telah tertanam sejak lama dalam hati sanubari rakyat dinilai
usang. Lihat saja sistem demokrasi yang kini tengah berkembang di Tanah Air yang
mengarah kepada faham liberalisme. Padahal, negara Indonesia menganut faham
demokrasi Pancasila yang berasaskan gotong royong, kekeluargaan, serta musyawarah
dan mufakat.
Dalam kondisi seperti itu sekali lagi peran Pancasila sebagai pandangan hidup
dan dasar negara memegang peranan penting. Pancasila akan menilai nilai-nilai mana
saja yang bisa diserap untuk disesuaikan dengan nilai-nilai Pancasila sendiri. Dengan
begitu, nilai-nilai baru yang berkembang nantinya tetap berada di atas kepribadian
bangsa Indonesia. Pasalnya, setiap bangsa di dunia sangat memerlukan pandangan
hidup agar mampu berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas arah dan tujuan yang
hendak dicapai. Dengan pandangan hidup, suatu bangsa mempunyai pedoman dalam
memandang setiap persoalan yang dihadapi serta mencari solusi dari persoalan tersebut
. Pada akhirnya pandangan hidup bisa diterjemahkan sebagai sebuah kristalisasi
dari nilai-nilai yang dimiliki suatu bangsa yang diyakini kebenarannya serta
menimbulkan tekad bagi bangsa yang bersangkutan untuk mewujudkannya. Karena itu,
dalam pergaulan kehidupan berbangsa dan bernegara, bangsa Indonesia tidak bisa
begitu saja mencontoh atau meniru model yang dilakukan bangsa lain, tanpa
menyesuaikan dengan pandangan hidup dan kebutuhan bangsa Indonesia sendiri.
6
Bab III
Penutup
3.1 Kesimpulan
7
Daftar Pustaka