Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Malpraktek
Malpraktik adalah kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan dalam melaksanakan profesinya yang tidak sesuai
dengan standar profesi dan standar prosedur operasional, akibat kesalahan
atau kelalaian tersebut pasien menderita luka berat, cacat bahkan
meninggal dunia.
Menurut M.jusuf Hanafiah dan Amri Amir (1999:87), Malpraktik
adalah :“Kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat
keterampilan dan ilmu yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien
atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama. Yang
dimaksud kelalaian disini adalah sikap kurang hati-hati, yaitu tidak
melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya
dengan wajar, tapi sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap
hati-hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut. Kelalaian
diartikan pula dengan melakukan tindakan kedokteran dibawah standar
pelayanan medis (standar profesi dan standar prosedur operasional)”.

B. Unsur-unsur Malpraktik
Menurut M.jusuf Hanafiah dan Amri Amir (1999:89), unsur-unsur
malpraktik yaitu:
1. Adanya unsur kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan dalam menjalankan profesinya;
2. Adanya perbuatan yang tidak sesuai dengan standar prosedur
operasional;
3. Adanya luka berat atau mati, yang mengakibatkan pasien cacat atau
meninggal dunia;
4. Adanya hubungan kausal, dimana luka berat yang dialami pasien
merupakan akibat dari perbuatan dokter yang tidak sesuai dengan
standar pelayanan medis.

C. Aspek Hukum Malpraktek


Aspek hukum malpraktek terdiri dari tiga hal, yaitu sebagai berikut :
1. Penyimpangan dari standar profesi medis
2. Kesalahan yang dilakukan dokter, baik berupa kesengajaan ataupun
kelalaian
3. Akibat yang terjadi disebabkan oleh tindakan medis yang menimbulkan
kerugian materiil atau non materiil maupun fisik atau mental. (Danny
Wiradharma, 1996 : 92)

D. Undang-Undang Malpraktek
1. UU No. 29 Tahun 2004 tentang praktek kedokteran tidak memuat
ketentuan tentang malpraktek kedokteran.
Pasal 66 ayat 1 mengandung kalimat pada kesalahan praktik
kedokteran, yakni “Setiap orang yang mengetahui atau
kepentingannya dirugikan atas tindakan dalam menjalankan praktik
kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia”.
2. UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pada Pasal 29
mengandung istilah kelailaian yaitu “dalam hal tenaga kesehatan
diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian
tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi”.
3. UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pada pasal 54 ayat 1
merumuskan kalimat yang lebih jelas dari istilah kepentingannya
dirugikan atas tindakan dokter.
4. UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pada pasal 46
mengandung istilah kelalaian.
5. UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
memberikan upaya bagi para korban untuk menuntut keadilan melalui
jalur pengadilan maupun luar pengadilan.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 585/Menkes/Per/IX/1989
tentang persetujuan tindakan medis.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 512/Menkes/Per/IV/2007
tentang izin praktik dan pelaksanaan praktik kedokteran.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang
rekam medis memberikan pengaturan teknis bagi pasien dan dokter
bila timbul kerugian dalam pelayanan medis.

E. Malpraktek Dilihat dari Sisi Etik


Sesuai dengan kode etik profesi dan sumpah jabatan sebagai
seorang tenaga kesehatan harus dapat mempertanggungjawabkan kejadian
yang telah terjadi. Apa lagi bila masalah kesehatan itu memang
memerlukan rujukan. Setiap petugas kesehatan harus memperhatikan hal
sederhana dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Tetapi juga, seorang
pasien harus mau jujur secara terbuka saat menyampaikan masalah
kesehatannya kepada petugas kesehatan. Kita harus bisa embedakan
malpraktik dan resiko medis serta kelalaian petugas kesehatan dan harus
lebih mengerti hukum kesehatan agar tidak hanya asal mengajukan
tuntutan kepada pengadilan mengenai masalah malpraktik.
Selain itu kasus malpraktek ini dapat dicegah apabila pihak pasien,
dokter dan rumah sakit saling menghormati hak dan kewajiban masing-
masing atau menjalin hubungan atas dasar kepercayaan, Realisasi
perlindungan hak pasien dapat dilakukan antara lain dengan cara
mewajibkan dokter memberikan informasi yang jelas dan lengkap kepada
pasien, serta memberi kesempatan kepada pasien untuk memilih melalui
hak persetujuan atau penolakan atas tindakan medis. Pasien dalam hal ini
memiliki hak untuk mendapat penjelasan, minta pendapat dokter,
mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis, menolak tindakan
medis, dan mendapatkan rekam medis. Hak – hak pasien ini
tercantum dalam pasal 52 UU Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004.
Upaya pencegahan terjadinya malpraktik tersebut dapat juga
dilakukan melalui pembenahan majemen rumah sakit, meningkatkan
ketelitian dalam menjalankan profesi kedokteran serta memperdalam
segala macam pengetahuan tentang berbagai macam tindakan pelayanan
kesehatan, Menurut pendapat saya supaya kejadian tersebut tidak terjadi
lagi, diharapkan supaya seorang Dokter itu harus bersikap hati-hati,
bersikap sewajarnya dalam melakukan tugasnya, harus teliti dalam
melakukan observasi terhadap pasien, mencek data pasien sebelum
melakukan operasi dan pasien juga harus berkomunikasi terhadap Dokter,
jujur secara terbuka saat menyampaikan masalah kesehatannya supaya
tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

F. Tanggung Jawab Perawat dalam Upaya Pelayanan Kesehatan


Aspek hukum pidana dalam upaya pelayanan kesehatan oleh
perawat berkaitan dengan tanggung jawab perawat dalam upaya pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Kemampuan bertanggung jawab berkaiatan erat
dengan perbuatan pidana. Perbuatan pidana adalah perbuatan manusia
yang termasuk dalam lingkungan delik, bersifat melawan hukum dan dapat
dicela. Dari alasan tersebut terdapat tiga unsur perbuatan pidana, yaitu
1. Perbuatan manusia yang termasuk dalam lingkungan delik,
2. Bersifat melawan hukum, dan
3. Dapat dicela.

Berdasarkan KUHP seseorang dipandang mampu bertanggung jawab atas


perbuatan yang dilakukan apabila :

1. Pada waktu melakukan perbuatan telah berumur 18 tahun (UU No.3


Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak);
2. Tidak terganggu/cacat jiwanya (Pasal 44 KUHP);
3. Tidak terpengaruh daya paksa (overmacht) (Pasal 48 KUHP);
4. Bukan karena melakukan pembelaan terpaksa (Pasal 49 KUHP);
5. Tidak untuk melaksanakan ketentuan undang-undang (Pasal 50
KUHP);
6. Tidak karena perintah jabatan (Pasal 51 KUHP).

G. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya malpraktik medik yang


dilakukan perawat
Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan
malpraktik. Caffee (1991) dalam Vestal, K,W, (1995) mengidentifikasi 3
area yang memungkinkan perawat beresiko melakukan kesalahan, yaitu
meliputi tahap pengkajian keperawatan (assessmenterrors), perencanaan
keperwatan (planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan
(intervention errors). Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan berikut : (Emi
Suhaeni. 2004:56)

1. Assessment Errors, yaitu kegagalan mengumpulkan data atau


informasi tentang pasien secara adekuat atau kegagalan
mengidentifikasi informasi yang diperlukan, seperti data hasil
pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda vital, atau keluhan pasien yang
membutuhkan tindakan segera. Kegagalan dalam pengumpulan data
akan berdampak pada ketidaktepatan diagnosis keperawatan dan lebih
lanjut akan mengakibatkan kesalahan atau ketidaktepatan dalam
tindakan.
2. Planning Erorrs, terbagi atas beberapa hal yaitu :
a. Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskan
dalam rencana keperawatan.
b. Kegagalan mengkomunikasikan secara efektif rencana
keperawatan yang telah di buat, misalnya menggunakan bahasa
dalam rencana keperawatan yang tidak dipahami perawat lain
dengan pasti.
c. Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan
yang disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana
keperawatan.
d. Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh
pasien.
3. Intervention Errors, yaitu kegagalan menginterpretasikan dan
melaksanakan tindakan kolaborasi, kegagalan mengikuti/mencatat
order/pesan dari dokter. Termasuk kesalahan pada tindakan
keperawatan yang sering terjadi adalah kesalahan dalam
membaca/pesan/order, mengidentifikasi pasien belum dilakukan
tindakan/prosedur, memberikan obat dan terapi pembatasan
(restrictivetherapy). Dari seluruh kegiatan ini, yang paling berbahaya
adalah pemberian obat secara tidak tepat. Oleh karena itu, harus ada
komunikasi yang baik antara anggota tim kesehatan maupun terhadap
pasien dan keluarganya.

H. Upaya Yang Dapat Dilakukan Untuk Mencegah Terjadinya


Malpraktik Medik Oleh Perawat
Vestal, (Prihardjo Robert. 1995:65)10 memberikan pedoman guna
mencegah terjadinya malpraktik. Pedoman-pedoman itu adalah sebagai
berikut ;
1. Memberikan kasih sayang kepada pasien dan keluarganya dengan jujur
dan penuh rasa hormat.
2. Menggunakan pengetahuan keperawatan untuk menetapkan diagnosa
keperawatan yang tepat dan laksanakan intervensi keperawatan yang
diperlukan. Perawat mempunyai kewajiban untuk menyusun
pengkajian dan melaksanakannya dengan benar.
3. Utamakan kepentingan-kepentingan pasien. Jika tim kesehatan lainnya
ragu-ragu terhadap tindakan yang akan dilakukan atau kurang
merespon perubahan kondisi pasien, diskusikan bersama dengan tim
keperawatan guna memberikan masukkan yang diperlukan bagi tim
kesehatan lainnya.
4. Tanyakan saran/pesan yang diberikan oleh dokter jika perintah tidak
jelas, mengenai tindakan yang meragukan atau tidak tepat sehubungan
dengan perubahan pada kondisi kesehatan pasien.
5. Tingkatan pengetahuan perawat secara terus-menerus, sehingga
pengetahuan dan kemampuan perawat yang dimiliki senantiasa up to
date.
6. Jangan melakukan tindakan yang belum dikuasai oleh perawat.
7. Laksanakan asuhan keperawatan berdasarkan model proses
keperawatan. Hindari kekurang hati-hatian dalam memberikan asuhan
keperawatan.
8. Mencatat rencana keperawatan dan respons pasien selama dalam
asuhan keperawatan. Nyatakan secara jelas dan lengkap. Catat
sesegera mungkin fakta yang di observasi secara jelas.
9. Lakukan konsultasi dengan anggota tim lainnya, biasakan bekerja
berdasarkan kebijakan organisasi atau rumah sakit dan prosedur
tindakan yang berlaku.
10. Pelimpahan tugas secara bijaksana dan mengetahui lingkup tugas
masing-masing. Perawat disarankan tidak menerima atau meminta
orang lain menerima tanggung jawab yang tidak dapat ditanganinya.

I. Studi Kasus
Kasus ini terjadi pada tahun 2012 dimana korban bernama Sudeh
(42) datang ke “KLINIK HARAPAN” yang menjadi tempat praktek
oknum perawat B di desa pakong, pamekasan.
Ketika itu korban mengeluh pusing-pusing, oleh oknum B
disarankan untuk dibedah karena dibagian punggung korban terdapat
benjolan yang diduga sebagai penyebab penyakit yang dideritanya. Saat
itu keluarga korban sudah meminta untuk dirujuk ke RS setempat, akan
tetapi oknum B mengaku sebagai dokter sepesialis bedah yang bisa
melakukan tindakan medis tersebut. Atas saran oknum B tersebut keluarga
korban akhirnya setuju untuk di operasi di klinik oleh oknum perawat B
Setelah operasi teryata kondisi korban tidak membaik bahkan
pandangan mata kian kabur, pendengaran terganggu dan kemudian
lumpuh. Lalu keluarga korban memeriksakan ke RS DR.Soetomo,
surabaya. Hasil pemeriksaan menyatakan sarafnya ada yang putus akibat
operasi yang dilakukan oleh oknum perawat B tersebut.
Pada tanggal 18 september 2013 korban akhirnya meninggal dunia
dan keluarga korban melaporkan kasus ini ke mapolres pamekasan.
Dari antarajatim.com tanggal 26 september 2013 diberitakan tim
penyidik polres pamekasan menjerat pasal berlapis pada oknum perawat B
yang teryata perawat IGD RSD.Pamekasan karna terbukti melakukan
malpraktik hingga menyebabkan pasienya meninggal dunia. Oknum B
juga mengaku sebagai dokter sepesialis bedah dan membuka praktik
pengobatan yang seharusnya hanya dilakukan dokter.
Polisi menjerat oknum perawat B dengan pasal 73 junto pasal 78
UURI nomer 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran dan pasal 106
junto pasal 197 UURI nomer 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
Menurut koranmadura.com tertanggal 10 oktober 2013 PPNI
pamekasan jawa timur akhirnya memberi sangsi kepada oknum perawat
B, setelah terbukti melakukan malpraktik hinga menyebabkan pasienya
lumpuh dan akhirnya meninggal dunia.
Sangksi yang diberikan berupa mencabut izin praktik mandirinya.
Walaupun perawat diperbolehkan membuka praktik mandiri diluar tugas
dinasnya selama sesuai dengan prafesinya sebagai perawat, tapi praktik
yang dilakukan oknum B menyimpang dari profesinya bahkan mengaku
sebagai dokter bedah dan melakukan tindakan pembedahan selayaknya
dokter bedah.
Kendatipun telah mendapat sangsi , PPNI tetap memberikan
pendampingan dipengadilan apabila dibutuhkan.

J. Penyelesaian Studi Kasus


Menurut tim penyidik polres pamekasan oknum perawat B
melanggar pasal 73 UU nomer 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran ,
yang isinya ; setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar
atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah
yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki
surat tanda registrasi dan/ atau surat izin praktik. Setiap orang dilarang
menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang
bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat
tanda registrasi dan/atau surat izin praktik
Pasal 78 UU nomer 29 tahun 2004 disebutkan, setiap orang yang
dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara-cara lain dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan
seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah
memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter
gigi atau surat izin praktik, maka dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.150.000.000,00 (seratus
lima puluh juta rupiah).
Berikutnya pada Pasal 106 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan disebutkan bahwa, sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya
dapat diedarkan setelah mendapat izin edar.
Pada Pasal 197 yang menyebutkan bahwa setiap orang yang
dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi
dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar, akan dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
PPNI pamekasan juga memberikan sangsi pada perawat tersebut
karena telah melanggar kode etik perawat dengan mencabut izin praktik
mandirinya.
Dalam bab 2 pasal 5 kode etik perawat diyatakan perawat
senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai
kejujuran profesional dalam menerapkan pengetahuan serta keterampilan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu, keluarga dan masyarakat.
Pada pasal 9 di bab yang sama juga diyatakan perawat senantiasa
mengutamakan perlindungan dan keselamatan pasien dalam
melaksanakan tugas keperawatan serta matang dalam
mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalihtugaskan
tanggungjawab yang ada hubunganya dengan keperawatan.
Pada pasal 359 KUHP dinyatakan barang siapa karena kelalaianya
mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain , maka dihukum.
Maka sudah sewajarnya pelaku dijerat pasal berlapis bukan hanya
melanggar kode etik perawat tapi juga melakukan penipuan dengan
mengaku sebagai dokter bedah hingga menghilangkan nyawa orang lain .
Sebagai efek jera bagi pelaku juga peringatan bagi tenaga kesehatan yang
lain agar menjalankan profesinya sesuai dengan hukum yang berlaku dan
kode etik profesi yang berlaku

Anda mungkin juga menyukai