PEMBAHASAN
A. Pengertian Malpraktek
Malpraktik adalah kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan dalam melaksanakan profesinya yang tidak sesuai
dengan standar profesi dan standar prosedur operasional, akibat kesalahan
atau kelalaian tersebut pasien menderita luka berat, cacat bahkan
meninggal dunia.
Menurut M.jusuf Hanafiah dan Amri Amir (1999:87), Malpraktik
adalah :“Kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat
keterampilan dan ilmu yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien
atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama. Yang
dimaksud kelalaian disini adalah sikap kurang hati-hati, yaitu tidak
melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya
dengan wajar, tapi sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap
hati-hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut. Kelalaian
diartikan pula dengan melakukan tindakan kedokteran dibawah standar
pelayanan medis (standar profesi dan standar prosedur operasional)”.
B. Unsur-unsur Malpraktik
Menurut M.jusuf Hanafiah dan Amri Amir (1999:89), unsur-unsur
malpraktik yaitu:
1. Adanya unsur kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan dalam menjalankan profesinya;
2. Adanya perbuatan yang tidak sesuai dengan standar prosedur
operasional;
3. Adanya luka berat atau mati, yang mengakibatkan pasien cacat atau
meninggal dunia;
4. Adanya hubungan kausal, dimana luka berat yang dialami pasien
merupakan akibat dari perbuatan dokter yang tidak sesuai dengan
standar pelayanan medis.
D. Undang-Undang Malpraktek
1. UU No. 29 Tahun 2004 tentang praktek kedokteran tidak memuat
ketentuan tentang malpraktek kedokteran.
Pasal 66 ayat 1 mengandung kalimat pada kesalahan praktik
kedokteran, yakni “Setiap orang yang mengetahui atau
kepentingannya dirugikan atas tindakan dalam menjalankan praktik
kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia”.
2. UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pada Pasal 29
mengandung istilah kelailaian yaitu “dalam hal tenaga kesehatan
diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian
tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi”.
3. UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pada pasal 54 ayat 1
merumuskan kalimat yang lebih jelas dari istilah kepentingannya
dirugikan atas tindakan dokter.
4. UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pada pasal 46
mengandung istilah kelalaian.
5. UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
memberikan upaya bagi para korban untuk menuntut keadilan melalui
jalur pengadilan maupun luar pengadilan.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 585/Menkes/Per/IX/1989
tentang persetujuan tindakan medis.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 512/Menkes/Per/IV/2007
tentang izin praktik dan pelaksanaan praktik kedokteran.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang
rekam medis memberikan pengaturan teknis bagi pasien dan dokter
bila timbul kerugian dalam pelayanan medis.
I. Studi Kasus
Kasus ini terjadi pada tahun 2012 dimana korban bernama Sudeh
(42) datang ke “KLINIK HARAPAN” yang menjadi tempat praktek
oknum perawat B di desa pakong, pamekasan.
Ketika itu korban mengeluh pusing-pusing, oleh oknum B
disarankan untuk dibedah karena dibagian punggung korban terdapat
benjolan yang diduga sebagai penyebab penyakit yang dideritanya. Saat
itu keluarga korban sudah meminta untuk dirujuk ke RS setempat, akan
tetapi oknum B mengaku sebagai dokter sepesialis bedah yang bisa
melakukan tindakan medis tersebut. Atas saran oknum B tersebut keluarga
korban akhirnya setuju untuk di operasi di klinik oleh oknum perawat B
Setelah operasi teryata kondisi korban tidak membaik bahkan
pandangan mata kian kabur, pendengaran terganggu dan kemudian
lumpuh. Lalu keluarga korban memeriksakan ke RS DR.Soetomo,
surabaya. Hasil pemeriksaan menyatakan sarafnya ada yang putus akibat
operasi yang dilakukan oleh oknum perawat B tersebut.
Pada tanggal 18 september 2013 korban akhirnya meninggal dunia
dan keluarga korban melaporkan kasus ini ke mapolres pamekasan.
Dari antarajatim.com tanggal 26 september 2013 diberitakan tim
penyidik polres pamekasan menjerat pasal berlapis pada oknum perawat B
yang teryata perawat IGD RSD.Pamekasan karna terbukti melakukan
malpraktik hingga menyebabkan pasienya meninggal dunia. Oknum B
juga mengaku sebagai dokter sepesialis bedah dan membuka praktik
pengobatan yang seharusnya hanya dilakukan dokter.
Polisi menjerat oknum perawat B dengan pasal 73 junto pasal 78
UURI nomer 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran dan pasal 106
junto pasal 197 UURI nomer 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
Menurut koranmadura.com tertanggal 10 oktober 2013 PPNI
pamekasan jawa timur akhirnya memberi sangsi kepada oknum perawat
B, setelah terbukti melakukan malpraktik hinga menyebabkan pasienya
lumpuh dan akhirnya meninggal dunia.
Sangksi yang diberikan berupa mencabut izin praktik mandirinya.
Walaupun perawat diperbolehkan membuka praktik mandiri diluar tugas
dinasnya selama sesuai dengan prafesinya sebagai perawat, tapi praktik
yang dilakukan oknum B menyimpang dari profesinya bahkan mengaku
sebagai dokter bedah dan melakukan tindakan pembedahan selayaknya
dokter bedah.
Kendatipun telah mendapat sangsi , PPNI tetap memberikan
pendampingan dipengadilan apabila dibutuhkan.