Anda di halaman 1dari 20

WRAP UP SKENARIO 3

Kelompok : B-4

Ketua : Putri Zahra Maharani (1102019166)

Sekretaris : Putri Ardini (1102019162)

Anggota : Putra Nugraha Santosa (1102019161)


Putri Ardini (1102019162)
Putri Dewi Lestari (1102019163)
Putri Nazwa H.Mas’ud (1102019164)
Putri Rahmasari (1102019165)
Putri Zahra Maharani (1102019166)
Qatrunnada Zulfa Salsabila (1102019167)
Rafilah Dinira (1102019168)
Muhammad Pandu Giri Prabowo (1102018280)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JL. LETJEND SUPRAPTO, CEMPAKA PUTIH
JAKARTA 10510
TELP. 62.21.4244574 FAX. 62.21.4244574
DAFTAR PUSTAKA
SKENARIO 3 ............................................................................................................................ 2
KATA SULIT ............................................................................................................................ 3
PERTANYAAN......................................................................................................................... 4
JAWABAN ................................................................................................................................ 5
HIPOTESIS ................................................................................................................................ 6
SASARAN BELAJAR .............................................................................................................. 7
LI.1. Memahami dan Menjelaskan Hipotermia ..................................................................... 8
LO.1.1. Definisi Hipotermia .............................................................................................. 8
LO.1.2. Klasifikasi Hipotermia .......................................................................................... 8
LO.1.3. Penyebab Hipotermia............................................................................................ 8
LO.1.4. Gejala Hipotermia ................................................................................................. 8
LO.1.5. Penanggulangan Hipotermia ................................................................................. 9
LO.1.6. Pengobatan Hipotermia ........................................................................................ 9
LI. 2. Memahami dan Menjelaskan tentang Hipoksia ......................................................... 10
LO.2.1 Definisi Hipoksia ................................................................................................. 10
LO.2.2 Klasifikasi Hipoksia............................................................................................. 10
LO.2.3 Penyebab Hipoksia .............................................................................................. 11
LO. 2.4 Memahami dan Menjelaskan Gejala Hipoksia ................................................... 12
LO. 2.5 Memahami dan Menjelaskan Penanganan dan Pencegahan Hipoksia ............... 13
LI.3. Memahami dan Menjelaskan AMS ............................................................................. 14
LO.3.1. Definisi AMS ...................................................................................................... 14
LO.3.2. Klasifikasi AMS ................................................................................................. 14
LO.3.3. Penyebab AMS ................................................................................................... 15
LO.3.4. Gejala AMS ........................................................................................................ 15
LO.3.5. Penanggulangan AMS ........................................................................................ 17
LO.3.6. Pencegahan AMS................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 19
SKENARIO 3

Pendaki Gunung Sumbing

Dua pendaki Gunung Sumbing terpaksa dievakuasi oleh tim SAR Kabupaten Temanggung
Jawa Tengah. Mereka dilaporkan mengalami hipoksia akut dan hipotermia. Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Tengah melaporkan peristiwa hipotermia
terjadi karena kurangnya persiapan saat mendaki. Menurut keterangan dokter yang merawat
dua pendaki tersebut, jika keadaan hipotermia tidak segera ditangani dapat menyebabkan
kegagalan fungsi tubuh yang lebih dikenal sebagai Mountain Sickness Acute.
KATA SULIT
1. Hipoksia
Suatu kondisi dimana jaringan tubuh kekurangan oksigen yang mana tingkat oksigen
dalam darah lebih rendah dari tingkat normal

2. Mountain Sickness Accute


Penyakit ketinggian pada pendaki gunung karena terjadi penurunan kadar oksigen dan
tekanan udara semakin berkurangan saat mendaki ke tempat yang lebih tinggi

3. Evakuasi
Tindakan untuk membuat orang-orang menjauh dari ancaman atau kejadian yang
sangat berbahaya

4. Hipotermia
Kondisi ketika suhu tubuh menurun drastis dibawah 35 derajat celcius
PERTANYAAN
1. Persiapan apa yang kurang sehingga menyebabkan hipotermia ?
2. Bagaimana penanganan awal hipoksia dan hipotermia ?
3. Mengapa hipotermia jika tidak ditangani dapat menyebabkan AMS ?
4. Apa gejala awal hipoksia dan hipotermia ?
5. Siapa saja yag rentan terhadap hipoksia?
6. Apa saja penyakit yang dapat dialami pendaki gunung selain hipoksia dan hipotermia?
7. Kegagalan fungsi organ apa yang disebabkan hipotermia?
8. Bagaiman mencegah kondisi hipoksia dan hipotermia ?
9. Apakah orang yang biasa tinggal di dataran rendah bisa mengalami gangguan paru-paru
jika mendaki gunung?
10. Apa yang terjadi jika AMS terlambat ditangani?
11. Bagaimana respon tubuh saat penurunan suhu ?
JAWABAN
1. Kurang fitnya kondisi tubuh, kurangnya penyesuaian tubuh terhadap lingkungan dam
kurangnya perlengkapan seperti membawa tabung oksigen, dll
2. Hipoksia : Diberikan oksigen dari tabung oksigen, nafas buatan penghangat tubuh
Hipotermia :
a. Menempatkan korban di tempat yang aman
b. Mengganti pakaian yang basah
c. Diberikan makanan/minuman yang hangat
d. Dibantu menjaga kesadarannya
3. Akan menyebabkan hipoksia yang menuju AMS
4. Gejala hipotermia : merasa kedinginan, menggigil, rasa Lelah, kesulitan berjalan,
cemas, mental dan fisik mengalami penurunan
Gejala hipoksia :
a. KETIGGIAN < 10.000 KAKI
- tidak ada gejala,
- gangguan kinerja ringan
- kehilangan daya krisis diri
-kehilangan memori jangka pendek
-inkoordinasi mental
b. KETINGGIAN 10.000-15.000 KAKI
- Sedikit ada tanda gejala
- gangguan pernafasan
- tekanan darah naik
- sakit kepala,
- kapasitas rendah
c. KETINGGIAN 15.000-20.000 KAKI
- kehilangan judgement
- kontrol otot syaraf lemah
- perubahan emosi
- proses berfikir lambat
- gejala nafas lambat
- gejala penurunan penglihatan
d. KETINGGIAN >20.000 KAKI
- semua gejala hal yang diatas
- penurunan kesadaran
- kejang otot
- kematian
5. pendaki gunung yang memiliki penyakit asma
6. serangan jantung, kram, stroke, flu
7. gagal fungsi jantung, gagal fungsi hati, gagal fungsi paru-paru, gagal fungsi otak, gagal
fungsi otak, dan system saraf
8. baju hangat dan membawa oksigen
9. bisa, karena tidak terbiasa dengan kondisi tekanan udara rendah
10. a. dapat menyebabkan kematian
b. menyebabkan edama otak dan edama paru
11. menggigil dan dehidrasi
HIPOTESIS

Hipoksia dan Hipotermia terjadi karena menurunnya kadar oksigen dalam tubuhdan
tekanan udara yang menurun, serta suhu tubuh yang menurun pada dataran tinggi yang dapat
menyebabkan kerusakan fungsi organ tubuh dan Mountain Sickness Acute (MSA) yang
mengarah pada kematian.
SASARAN BELAJAR
LI.1. Memahami dan Menjelaskan Hipotermia
LO.1.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Hipotermia
LO.1.2. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Hipotermia
LO.1.3. Memahami dan Menjelaskan Penyebab Hipotermia
LO.1.4. Memahami dan Menjelaskan Gejala Hipotermia
LO.1.5. Memahami dan Menjelaskan Penanggulangan Hipotermia
LO.1.6. Memahami dan Menjelaskan Pengobatan Hipotermia

LI.2. Memahami dan Menjelaskan Hipoksia


LO.1.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Hipoksia
LO.1.2. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Hipoksia
LO.1.3. Memahami dan Menjelaskan Penyebab Hipoksia
LO.1.4. Memahami dan Menjelaskan Gejala Hipoksia
LO.1.5. Memahami dan Menjelaskan Penanggulangan Hipoksia
LO.1.6. Memahami dan Menjelaskan Pengobatan Hipoksia

LI.3. Memahami dan Menjelaskan AMS


LO.1.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi AMS
LO.1.2. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi AMS
LO.1.3. Memahami dan Menjelaskan Penyebab AMS
LO.1.4. Memahami dan Menjelaskan Gejala AMS
LO.1.5. Memahami dan Menjelaskan Penanggulangan AMS
LO.1.6. Memahami dan Menjelaskan Pengobatan AMS
LI.1. Memahami dan Menjelaskan Hipotermia

LO.1.1. Definisi Hipotermia

Hipotermia termasuk kondisi kesehatan yang membutuhkan penanganan


medis darurat. Keadaan ini terjadi saat temperatur tubuh menurun drastis di bawah
suhu normal yang dibutuhkan oleh metabolisme dan fungsi tubuh, yaitu di bawah
35°C. Saat temperatur tubuh berada jauh di bawah titik normal, sistem persarafan dan
fungsi organ lain dalam tubuh akan mulai terganggu.

Hipotermia adalah penurunan suhu inti tubuh dibawah 35°C (95°F). Hipotermia
dihasilkan saat tubuh tidak dapat memproduksi panas yang cukup untuk menggantikan
panas yang hilang ke lingkungannya. Ini dapat terjadi pada suhu udara hingga 22,2°C
(72°F)

LO.1.2. Klasifikasi Hipotermia


Hipotermia dapat di klasifikasikan berdasarkan sumber paparan, yaitu
Hipotermia Primer dan Hipoterima Sekunder.
a) Hipotermia Primer: apabila produksi panas dalam tubuh tidak dapat
mengimbangi adanya stress dingin, terutama bila cadangan energy dalam
tubuh sedang berkurang.
b) Hipotermia Sekunder: adanya penyakit atau pengobatan tertentu yang
menyebabkan penurunan suhu tubuh. Menurut Hardisman (2014), kondisi
yang dapat mengakibatkan hipotermia yaitu penyakit Endokrin,
Kardiovaskuler, Neurologis, dan obat-obatan.
Hipotermia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan suhu tubuh, yaitu:
Hipotermia ringan, sedang, dan berat.
a) Hipotermia Ringan: 32 – 35 derajat celcius
b) Hipotermia Sedang: 28 – 32 derajat celcius
c) Hipotermia Berat: dibawah 32 derajat celcius
LO.1.3. Penyebab Hipotermia

1. Berada di Lingkungan yang dingin terlalu lama


2. Adanya gangguan atau penyakit yang di derita (diabetes mellitus, gagal jantung,
Alzheimer)
3. Penggunaan obat-obatan (alkohol, barbiturat, insulin)
4. Dehidrasi
5. Tidak memakai pakaian yang tepat saat mendaki
6. Memakai pakaian basah terlalu lama

LO.1.4. Gejala Hipotermia

1. Hipotermia Ringan (34-36oC)


Gejala yang terjadi pada penderita hipotermia ringan adalah menggigil secara
hebat, terutama pada ekstremitas; sulit berjalan dan berbicara; mengalami
pernapasan dengan frekuensi lebih dari 24 kali per menit (takipnea); denyut jantung
berdetak lebih cepat daripada denyut jantung normal (takikardi); pernapasan cepat
dan biasanya dangkal (hiperventilasi); berkemih terus-menerus karena “cold
diuresis”.

2. Hiportemia Sedang (28-32oC)


Gejala yang dialami penderita hipotermia sedang adalah nadi berkurang,
pernapasan pelan dan dangkal, berhenti menggigil, refleks melambat, kehilangan
daya untuk mengenal lingkungan (disorientasi), gangguan pada detak jantung atau
irama jantung (aritmia).
3. Hipotermia Berat (<28oC)
Gejala pada penderita hipotermia berat adalah tekanan darah menjadi rendah
(hipotensi), nadi lemah, edema paru, koma, aritmia ventrikel, dan henti jantung.

LO.1.5. Penanggulangan Hipotermia

Pencegahan yang dapat dilkakukan agar tidak terjadinya hipotermia adalah


sebelum mendaki, pendaki wajib untuk mempersiapkan fisik. Persiapan fisik dilakukan
agar dapat meningkatkan stamina, daya tahan otot yang baik, kekuatan fisik, mental
bagi pendaki, serta memiliki kualitas Volume O2 Maksimum (VO2 Max) yang baik.
Hal ini perlu untuk mengatasi perbedaan kadar oksigen saat berada di ketinggian. Lalu
kita juga perlu memperhatikan perlengkapan perjalanan sesuai dan selengkap mungkin.
Untuk pakaian dianjurkan menggunakan pakaian yang dapat menjaga udara hangat
tetap bertahan disekitar kulit, namun membiarkan keluarnya keringat tubuh secara terus
menerus. Lalu perhatikan makanan apa yang harus disiapkan saat mendaki, karena
seorang pendaki membutuhkan sekitar 5000 kalori dan 70 gram protein setiap harinya.
Dianjurkan untuk memakan makanan yang mengandung karbohidrat karena
karbohidrat adalah sumber tenaga paling utama. Pendakipun juga harus meminum air
yang cukup agar menjaga keseimbangan air dalam tubuh.
Dalam menghadapi bahaya obyektif seperti hujan dan angin kencang, pendaki
dapat menimalisasi dengan perlengkapan jas hujan yang dapat melindungi dari angin
atau dingin yang dapat memicu terjadinya hipotermia. Dan yang paling penting dari
mendaki adalah pendaki harus mengetahui teknik mendaki gunung yang baik dan benar,
karena jika tidak pendaki akan kehilangan energi, cepat lelah, dan dapat mengurangi
keseimbangan.

LO.1.6. Pengobatan Hipotermia

Korban dengan hipotermia ringan (≥33 oC ) yang ditemukan dilingkungan yang


dingin, prioritas pertama adalah untuk mencari kemungkinan adanya cedera lain.
Prioritas kedua adalah untuk meningkatkan suhu inti pasien menjadi normal, sebelum
dan selama perjalanan ke rumah sakit. Pasien harus pindah ke sebuah tenda atau tempat
kering lainnya untuk menghindari angin dingin yang kencang, pakaian yang basah
harus segera dilepaskan, berikan api atau kehangatan disiketar pasien,. Deteksi nadi dan
suhu tubuh mencakup rektal, esophageal, atau membran timpani.
Pertolongan untuk pendaki yang mengalami hipotermia dimulai dengan
penilaian primer seperti jalan napas, pernapasan, sirkulasi, dan jika diperlukan RJP
(Resusitasi Jantung Paru).
a Pengkajian secara cepat tentang ABCDE
1. Airway: tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah menilai kelancaran
jalan napas yang dapat disebabkan oleh benda asing, fraktur tulang wajah,
fraktur mandibula atau maksila, fraktur larinks atau trachea.
2. Breathing: jalan napas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik, pertukaran
gas yang terjadi pada saat bernapas mutlak untuk pertukaran oksigen dan
mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi fungsi
yang baik dari paru, dinding, dada dan diafragma.
3. Circulation: menilai keadaan dinamika dari aliran darah dengan observasi
tingkat kesadaran, warna kulit, nadi dan tekanan darah. Mengontrol pendarahan
segera mungkin apabila terjadi pendarahan pada bagian eksternal, internal,
rongga thoraks, rongga abdomen, fraktur pelvis dan fraktur tulang panjang.
4. Disability: menilai kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.
5. Exposure: membuka seluruh pakaian untuk evaluasi penderita, menjaga
penderita untuk tidak kedinginan dengan memberikan selimut dan membawa
penderita ke ruangan yang lebih hangat.
b Pasien dengan hipotermia sedang, dapat diatasi dengan cara memindahkannya
dari lingkungan dingin ke tempat yang lebih hangat dan menggunakan selimut.
c Pasien dengan hipotermia berat, sebaiknya dipantau dengan pulse oxymetri
d Perhatikan jalan napas, pernapasan, dan jantung. bila tidak ada gangguan
kardiovaskular, penghangatan aktif eksternal dapat diterapkan (radiasi panas, selimut
hangat, immersi air hangat, dan objek yang dipanaskan) dengan cairan intravena dan
oksigen yang dihangatkan.

LI. 2. Memahami dan Menjelaskan tentang Hipoksia

LO.2.1 Definisi Hipoksia


 Hipoksia adalah kekurangan O2 di tingkat jaringan.Intinya, hipoksia adalah penurunan
suplai oksigen di bawah normal pada jaringan tubuh. Istilah hipoksia lebih tepat diban
dingkan dengan anoksia karena ketiadaan O2 di jaringan jarang dijumpai. (Ganong).
 Hipoksia adalah penurunan asupan oksigen ke jaringan di bawah kadar fisiologis sekal
ipun perfusi darah ke jaringan memadai. (Dorland, 2015).
 Hipoksia adalah suatu keadaan disaat tubuh sangat kekurangan oksigen sehingga sel
gagal melakukan metabolism secara efektif.

LO.2.2 Klasifikasi Hipoksia


1. Hipoksia hipoksik, merupakan bentuk tersering dari hipoksia, terjadi ketika terdapat
gangguan pertukaran oksigen di paru-paru. Beberapa penyebabnya antara lain:
• Kondisi di mana tekanan parsial oksigen menurun seperti pada ketinggian
tertentu dari permukaan laut.
• Kondisi yang memblokade pertukaran oksigen pada tingkat alveolus dengan
pembuluh darah kapiler, seperti: pneumonia (radang paru), asma, tenggelam.
• Lain-lain, seperti penjeratan leher, terhirupnya asap (pada kebakaran), penyakit
jantung bawaan seperti Tetralogy of Fallot.
2. Hipoksia anemik, terjadi ketika tubuh tidak mampu mengangkut oksigen yang tersedia
ke jaringan target. Penyebab hal ini antara lain:
• Anemia berat karena kehilangan darah baik akut maupun kronis. Anemia yang
bersifat ringan-sedang tidak akan menyebabkan hipoksia anemik karena tubuh
masih dapat mengkompensasi walaupun pasien akan tetap mengalami hipoksia
jika melakukan aktivitas;
• Keracunan karbon monoksida (CO);
• Obat-obatan seperti aspirin, sulfonamid, nitrit;
• Methemoglobinemia (kondisi di mana terdapatnya methemoglobin, suatu
pigmen darah hemoglobin yang tidak normal, pada darah);
• Penyakit seperti anemia sel sabit, anemia defisiensi besi, anemia aplastik,
anemia hemolitik.
3. Hipoksia stagnant, terjadi ketika tidak adanya aliran darah yang cukup ke jaringan
target. Organ yang paling terpengaruh adalah ginjal dan jantung karena mereka
memiliki kebutuhan oksigen yang tinggi. Penyebab hal ini antara lain:
• Gagal jantung;
• Menurunnya volume darah yang bersirkulasi
• Melebarnya pembuluh darah vena
• Darah vena yang tidak bisa mengalir baik akibat G-forces (seperti yang dialami
oleh para pengemudi pesawat-pesawat tempur atau aerobatik).
4. Hipoksia histotoksik, terjadi ketika jaringan tubuh tidak dapat menggunakan oksigen
yang sudah dialirkan ke mereka. Kasus ini bukan merupakan hipoksia sebenarnya
karena tingkat oksigenisasi jaringan dapat normal atau lebih dari normal. Penyebab hal
ini sebagian besar berupa racun, antara lain:
• Keracunan sianida Konsumsi alcohol Narkotika.

LO.2.3 Penyebab Hipoksia

1. Keracunan gas atau zat kimia berbahaya


Menghirup karbon dioksida atau racun sianida dapat menyebabkan otak
kekurangan oksigen yang diawali tenggorokan seperti sedang dicekik dan kejang
kejang. Zat racun tersebut menyebabkan munculnya zat carboxy hemoglobin yang
menggagalkan upaya masuknya oksigen mengatur dan mengontrol hemoglobin. Tanda
tanda hipoksia paling mudah terjadi pada seseorang yang telah terpapar racun dalam
hitungan menit.
2. Aritma jantung
Seseorang yang mengalami serangan jantung karena pasokan oksigen terbatas
masuk dalam pembuluh arteri pada jantung biasanya diawali nyeri pada dada dan
muncul kesulitan bernafas serta aritma jantung menjadi tidak beraturan, Kadang cepat
atau lambat.
3. Gangguan fungsi paru paru
Seseorang yang mengalami gangguan pada jaringan paru paru menyebabkan
masuknya oksigen pada aliran darah menjadi lambat atau tersendat sendat sehingga
menimbulkan seseorang merasa nyeri luar biasa pada bagian paru parunya dan bahkan
pada sebuah kasus kekurangan oksigen pada paru paru bisa menyebabkan muntah
darah.
4. Aliran darah tidak lancar
Aliran darah yang tidak lancar adalah penyebab sederhana yang ampuh
menyebabkan seseorang terkena hipoksia yaitu karena pasokan oksigen menurun.
Aliran darah bisa terganggu, Contohnya karena seseorang terkena tekanan darah tinggi
atau hipertensi.
5. Mengkonsumsi obat obatan secara berlebihan
Seseorang yang mengkonsumsi obat obatan ermasuk narkoba dalaam jangka
panjang dan dosis besaar maka zat kimia yang ada pada obat tersebut mampu
memblokir kelancaran masuknya pasokan oksigen kedalam semua aliuran darah dan
arteri secara bersamaan.

6. Menderita anemia aplastik


Seseorang yang menderita anemia kronis macam anemia aplastik dapat
mengalami hipoksia karena tubuh yang kekurangan sel sel darah berarti pasokan
oksigen otomatis juga berkurang. Kondisi ini dapat menyebabkan koma atau penurunan
kesadaran jika berlanjut tanpa segera mendapat penanganan medis.

LO. 2.4 Memahami dan Menjelaskan Gejala Hipoksia

Gejala umum hipoksia adalah, cepat bernafas, sesak nafas, denyut nadi cepat,
berkeringat, pusing, mual, muntah, gelisah, cemas, tidak mampu berkonsentasi, batuk-batuk,
ke bingungan, ada perubahan perilaku, penurunan tingkat kesadaran, peningkatan tekanan
darah, timbulnya rasa takut, pucat, warna kulit, kuku dan bibir berubah menjadi kebiruan

Gejala hipoksia berdasarkan ketingian ini terbagi menjadi 4 golongan yaitu:

e. KETIGGIAN < 10.000 KAKI


- tidak ada gejala,
- gangguan kinerja ringan
- kehilangan daya krisis diri
-kehilangan memori jangka pendek
-inkoordinasi mental

f. KETINGGIAN 10.000-15.000 KAKI


- Sedikit ada tanda gejala
- gangguan pernafasan
- tekanan darah naik
- sakit kepala,
- kapasitas rendah

g. KETINGGIAN 15.000-20.000 KAKI


- kehilangan judgement
- kontrol otot syaraf lemah
- perubahan emosi
- proses berfikir lambat
- gejala nafas lambat
- gejala penurunan penglihatan

h. KETINGGIAN >20.000 KAKI


- semua gejala hal yang diatas
- penurunan kesadaran
- kejang otot
- kematian

LO. 2.5 Memahami dan Menjelaskan Penanganan dan Pencegahan Hipoksia

Pertolongan pertama ketika menghadapi hipoksia dengan melakukan tindakan ABC, Air
way, breathing dan circulation,
Air way adalah membebaskan jalan nafasnya, misalnya melonggarkan pakaian pada
daerah dada, memberikan ruang yang nyaman untuk bernafas, atau membawanya ketempat
yang lebih rendah. Karena semakin tinggi suatu empat, semakin tipis oksigenya.
Selanjutnya breathing dengan memberikan nafas buatan, dan Circulation adalah
menormalkan denyut jantung atau memberi CPR (Cardiopulmonary resuscitation)

Penanganan yang dapat dilakukan penderita hipoksia:


1. Pemberi oksigen
Memberikan oksigen kedalam sarularan pernafasan dengan alat bantu oksigen,
2. Turun segera
Apabila berada diketinggian, turunlah dengan segera
3. Istirahat diketinggian yang sama
Diharapkan terjadinya Proses aklimentasi (penyesuaian oksigen)
4. Terapi oksigen hiperbarik
Meningkatkan kekuatan difusi oksigen, sehingga meningkatkan ketersediaan oksigen
ke jaringan
5. Istirahat dan minum obat accatazolamade
Dengan obat accatazolamatade dapat menghilangkan dalam 12-24 jam dan disertai istrahat
yang cukup.

Pencegahan hipoksia:

1. Hindari merokok, minum alkohol dan obat anti depresan akan menperlambatt pernafasan
2. Menghindari yang menurunkan oksigen.
3. Mengunakan tambahan oksigen dari tabung oksigen sebelum hipoksia muncul.
4. Menjaga asupan nutrisi
LI.3. Memahami dan Menjelaskan AMS

LO.3.1. Definisi AMS


Mountain sickness adalah penyakit gunung yang disebabkan salah satunya
karena adanya penurunan kadar oksigen di dalam darah karena berada di ketinggian
tertentu. Semakin tinggi dataran maka kadar oksigen di udara akan semakin
berkurang.
Faktor yang dapat menjadi penyebab penyakit gunung ini adalah kurangnya
aklimatisasi (proses penyesuaian diri pada dua kondisi lingkungan yang berbeda) dan
pergerakan mencapai ketinggian tertentu yang terlalu cepat. Sekitar 25% penyakit
gunung ini dialami saat pendaki berada di ketinggian 2400 meter di atas permukaan
laut (mdpl), dan sekitar 40-50% terjadi saat pendaki berada di ketinggian 3000 mdpl.
Mountain Sickness Acute bisa terjadi pada usia tua dan muda, pria ataupun
wanita, walaupun beberapa penelitian menyatakan wanita lebih sering terkena
dibanding pria. Kondisi ini disebabkan oleh penurunan kadar oksigen dan tekanan
udara yang semakin berkurang saat mendaki ke tempat yang lebih tinggi.

LO.3.2. Klasifikasi AMS


AMS dibagi menjadi tiga: Mild AMS (AMS Ringan), Moderate AMS (AMS
Sedang), dan Severe AMS (AMS Parah).

1. Mild AMS (AMS Ringan)



Sebanyak 75 persen kasus yang ada, AMS ringan biasanya terjadi pada saat
pendaki memasuki ketinggian 3.000 - 4.000 mdpl. Gejala munculnya AMS ringan
biasanya muncul 12-24 jam setelah pendaki tiba di ketinggian tersebut. Gejala yang
muncul biasanya berupa sakit kepala, mual, kehilangan nafsu makan, sesak nafas,
tidur terganggu, dan lain sebagainya. Solusi untuk mengatasi hal ini adalah pendaki
harus tetap sadar dan tetap melakukan aktivitas ringan. Disarankan untuk tidak
langsung tidur jika mengalami gejala tersebut.

2. Moderate AMS (AMS Sedang)


Sementara AMS sedang akan menyerang pendaki jika gejala pada AMS rendah
tidak teratasi dengan baik. Biasanya gejala yang muncul pada AMS sedang, pendaki
akan merasakan sakit kepala parah, mual disertai muntah, penurunan kesadaran
(ataksia), dan lain sebagainya.
Solusi jika pendaki mengalami gejala-gejala tersebut, segeralah turun ke tempat
yang lebih rendah untuk proses penyesuaian ketinggian atau aklimatisasi. Hal ini
harus dilakukan untuk menghindari gejala ataksia mencapai titik puncaknya di mana
si penderita tidak akan bisa berjalan dengan normal.

3. Severe AMS (AMS Parah)


Sedangkan AMS berat terjadi ketika si penderita mengalami sesak nafas dan
kehilangan kesadaran total (penurunan status mental). Dalam kasus ini, pendaki
tersebut sudah tidak sadarkan diri dan harus segera ditandu menuju tempat yang lebih
rendah dan harus ditangani serius oleh petugas medis. Jika tidak ditangani secara
serius bisa menyebabkan High-Altitude Cerebral Edema (HACE) dan High-altitude
pulmonary edema (HAPE).
HACE terjadi karena otak membengkak dan mengalami penurunan fungsi
karena kekurangan oksigen. Gejalanya adalah pusing yang sangat berat, kesulitan
bernafas, mual dan muntah muntah, mulai tidak sadarkan diri, berhalusinasi, bahkan
koma.
Sedangkan HAPE terjadi karena pembuluh darah di paru-paru menyempit,
menyebabkan paru-paru kemasukan cairan dari pembuluh darah. Sehingga penderita
akan merasa kesulitan bernafas, dada sakit, batuk berdahak, bibir dan kuku berubah
warna menjadi biru/abu-abu, kehilangan kesadaran, hingga koma.

Cara untuk menghindari penyakit AMS tidak rumit, pada saat mendaki, biasakan
untuk berjalan sesuai ritme, tidak terburu-buru atau tergesa-gesa. Hal ini berguna bagi
tubuh membiasakan ketinggian atau aklimatisasi. Sehingga kerja tubuh juga tetap
berjalan dengan normal.

LO.3.3. Penyebab AMS


Penyebab peristiwa-peristiwa tersebut mungkin karena tiga hal yaitu: Pertama,
massa sel darah merah menjadi terlalu besar sehingga viskositas darah meningkat
beberapa kali lipat; peningkatan viskositas darah ini akan menurunkan aliran darah
jaringan sehingga pengangkutan oksigen juga berkurang.
Kedua, arteriol paru mengalami vasokonstriksi akibat hipoksia paru. Hal ini
terjadi akibat mekanisme konstriksi sebagai reaksi terhadap hipoksia, yang secara
normal terjadi dengan tujuan mengalihkan aliran darah dari alveoli rendah oksigen ke
alveoli tinggi oksigen. Tetapi karena semua alveoli sekarang berada dalam keadaan
rendah oksigen, semua arteriol mengalami konstriksi, tekanan arteri pulmonalis
meningkat hebat, sehingga terjadilah payah jantung kanan.
Ketiga, spasme arteriol alveolus mengalihkan banyak aliran darah ke pembuluh
paru nonalveolar, menyebabkan banyak aliran darah paru memintas ke pembuluh
darah yang oksigenasinya rendah, dan hal ini akan lebih mempersulit keadaan.
Kebanyakan dari pasien dapat pulih kembali dalam beberapa hari atau minggu setelah
pasien itu dipindahkan ke tempat yang lebih rendah.

LO.3.4. Gejala AMS


• lesu
• mual
• hilangnya nafsu makan
• bernafas terengah
• pusing bergoyang
• inkoordinasi
• disfungsi saraf yang ditandai oleh gangguan penilaian
• kecepatan jantung tinggi ( dipicu oleh hipoksia sebagai tindakan kompensasi untuk
meningkatkan penyaluran O₂ yang ada melalui sirkulasi ke jaringan )
(Lauralee Sherwood (2017), Fisiologi Manusia)

Jika gejala tidak ditangani dengan baik, Oedem perifer dapat terjadi, namun tidak ada
gejala fisik yang dapat ditemukan pada AMS dan adanya gejala neurologikal biasanya
dipikirkan ke arah HACE atau penyebab lain.
Komplikasi AMS
1. Edema otak
Kondisi terjadinya pembengkakan jaringan otak karena dilatasi atau pelebaran pembuluh
darah sehingga cairan intravaskuler bocor. Gejala yang ditimbulkan antara lain sakit kepala,
lemah, koordinasi hilang, Penurunan kesadaran, halusinasi, dan koma.
2. Edema paru-paru
Kondisi terbentuknya cairan instravaskuler dalam alveolus karena konstriksi atau
penyempitan pembuluh drah vena dan arteri pulmonalis sehingga menghambat pertukaran
oksigen. Gejala yang ditimbulkan antara lain sianosis, sesak nafas, batuk dengan
mengeluarkan cairan putih berair atau berbusa, bingung dan perilaku irrasional karena
oksigen kurang cukup sampai ke otak, hingga berujung pada kematian.
Kondisi Kriteria

AMS Sakit kepala disertai sekurang-kurangnya satu dari gejala berikut: fatique
atau kelemahan; dizziness; keluhan gastrointestinal (mual, muntah,
anoreksia); gangguan tidur.
HACE Perubahan status mental dan atau ataxia.
HAPE Sekurang-kurangnya 2 dari gejala berikut: dispneu saat istirahat; batuk;
kelemahan; rasa berat di dada atau kongesti dan Sekurang-kurangnya 2 dari
tanda berikut:
ronkhi atau wheezing pada satu sisi paru; sianosis sentral; takipneu;
takikardi.
Keterangan :
AMS = acute mountain sickness
HACE = high-altitude cerebral edema
HAPE = high-altitude pulmonal edema

1. HIGH-ALTITUDE CEREBRAL EDEMA (HACE)


High-altitude Cerebral Edema (HACE) biasanya dimulai dengan keluhan
AMS, seperti sakit kepala hebat dan muntah. Tidak ditemukannya gejala AMS
tidak berarti menyingkirkan terjadinya HACE. Pada beberapa kasus, HACE
meningkat kejadiannya pada 48 jam setelah mencapai ketinggian 4000 m. Prevalensi
HACE pada ketinggian 4000-5000 m diperkirakan 0,5-1%.9,10 Gejala prodromal
seperti gangguan mental dini atau perubahan tingkah laku biasanya tidak dipedulikan
atau disadari oleh pendaki maupun pendampingnya. Gejala utamanya adalah ataxia
dan tidak mampu berjalan, dan atau gangguan kesadaran dengan perburukan ke arah
koma dalam hitungan jam. Demam dapat muncul. Saturasi oksigen arterial sangat
rendah dalam hubungannya dengan ketinggian. HACE ini dapat menjadi fatal,
dimana edem cerebral yang terjadi pada HACE dapat menyebabkan herniasi otak
dengan kompresi batang otak yang akhirnya menimbulkan kematian dalam 24 jam
pertama sejak mulai gejala. Gambaran MRI cerebral HACE memperlihatkan
mikrohemoragi di corpus callosum.9,10 Salah satu studi kasus memperlihatkan koma
dapat muncul 24 jam pertama dan kematian dapat terjadi 48 jam kemudian. Pada
HACE berat, pemeriksaan fisik, radiologi thorax dan autopsi memperlihatkan
gambaran oedem paru.10

2. HIGH-ALTITUDE PULMONARY EDEMA (HAPE)


High-Altitude Pulmonary Edema (HAPE) pertama kali dilaporkan oleh ahli
fisiologi Italia, Angelo Mosso tahun 1894, dimana Angelo melaporkan seorang
tentara yang mendaki Gunung Monta Rosa (15.000 kaki) mengeluhkan sakit kepala
hebat, sianosis, sesak nafas, takikardi, rhonki paru dan dahak berbusa tanpa demam
dan menggigil. Saat itu diduga sebagai suatu pneumonia dan akhirnya sembuh
setelah beberapa hari perawatan. Kondisi ini masih dianggap sebagai pneumonia,
sampai tahun 1960 dikenali patogenesisnya yang unik sebagai HAPE.12 Gejala awal
HAPE adalah hilangnya kapasitas latihan selama pendakian, sering muncul
bersamaan dengan sesak nafas dan batuk kering, gejala ini muncul 2-3 hari setelah
sampai di ketinggian. Pendaki dengan gejala awal HAPE yang tetap berada di
ketinggian atau malah melanjutkan pendakian akan mengalami sesak nafas saat
istirahat, ortopnea, sputum berdarah, sianosis dan rhonki paru. Hipoksemia berat,
jika muncul, akan terjadi edema cerebral. HAPE biasanya muncul setelah 48-72
jam dengan pendakian sangat cepat di atas 4000 m. Jika oedem pulmonar muncul
pada ketinggian 3000 m, penyakit penyerta biasanya ditemukan pada gagal jantung
kiri ataupun emboli paru.

LO.3.5. Penanggulangan AMS

a. Membawa pasien AMS ke tempat dengan ketinggian 500—1000 meter lebih rendah,
merupakan opsi utama, khususnya pada kejadian AMS berat.
b. Terapi oksigen hiperbarik dengan hyperbaric bag dengan kecepatan pemberian oksigen
4L/menit.
c. Usahakan pasien dalam keadaan hangat.
d. Pemberikan 800 mg ibuprofen dan 85 mg acetazolamide serta placebo 3 kali sehari
pada
ketinggian 4280 m dan 4358 m memperlihatkan perbaikan keluhan sakit kepala.
e. Pemberian sildenafil 50 mg per oral satu kali sehari memperbaiki cardiac output dan
kemampuan berkuat dan meringankan peningkatan tekanan pada orang sehat yang
terpapar kondisi hipoksia normobarik dan mendaki sampai ketinggian 5400 m.
f. Pemberian obat Dexamethasone efektif sebagai pengobatan emergensi AMS dengan
dosis awal 4-10 mg, diikuti 4 mg setiap 6 jam. Dexamethasone menurunkan gejala
AMS namun tidak mempengaruhi kelainan fisiologik sehubungan dengan paparan
high-altitude.

LO.3.6. Pencegahan AMS

Menurut Richard (2014), prinsip penatalaksanaan AMS terdiri dari tiga hal, yakni :
1. Hindari atau jangan melakukan pendakian ke ketinggian lebih lanjut.
2. Jika pasien telah diberi tatalaksana awal, tidak menunjukkan perbaikan atau
respon, segera evakuasi ke tempat yang lebih rendah.
3. Jika pasien menunjukkan gejala AMS berat dan bahkan sudah masuk ke tahap
edema serebri (High Altitude Cerebral Edema), maka segera evakuasi ke tempat yang
lebih rendah.
Anjuran bagi pendaki gunung
Sebaiknya dilakukan Sebaiknya tidak dilakukan
Mendaki perlahan-lahan. Aktivitas berlebihan dan tidak perlu, serta
berjalan terlalu cepat saat pendakian.
Istirahat yang cukup, khususnya pada 72 Hindari mengonsumsi alcohol dan pil tidur.
jam pertama
Gunakan kacamata pelindung dan pakaian Jangan melanjutkan pendakian jika terdapat
yang berlapis. tanda-tanda AMS.
Minum yang cukup untuk menghindari Jangan ragu untuk meminta bantuan medis
dehidrasi dan makan makanan yang banyak atau turun ke ketinggian lebih rendah jika
serat dan rendah garam. kesehatan fisik maupun psikis mulai
menurun.
(Chawla dan Saxena (2014), Physiology of High Altitude Acclimatization,hal. 547)
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.unimus.ac.id/860/3/BAB%20II.pdf
http://repository.ump.ac.id/189/3/BAB%20II_Wahyu%20Tri%20W..pdf Kurniawan, Ehwan.
2014. Panduan Mendaki Gunung, Jakarta
http://www.academia.edu/31817879/MAKALAH_HIPOKSIA
http://www.moryz.com/asthma/guide/hypoxia-hypoxemia.html repository.umy.ac.id
http://jurnal.fk.unand.ac.id https://www.researchgate.net/publication/313714128_HIGH-
ALTITUDE_ILLNESS
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/55946/Chapter%20II.pdf?sequence=4
&isAllowed=y
Chawla dan Saxena (2014), Physiology of High Altitude Acclimatization,hal. 547
Lauralee Sherwood (2017), Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem ed. 8, Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Buku Fisiologi Guyton and Hall. Edisi 12

Anda mungkin juga menyukai