Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia mempunyai masalah gizi yang cukup berat yang ditandai dengan

banyaknya kasus gizi kurang pada balita. Stunting adalah salah satu masalah

kurangnya gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu

cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.

Stunting terjadi mulai dari janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat

anak berusia dua tahun. Kekurangan gizi pada usia dini menyebabkan penderitanya

mudah sakit dan memiliki postur tubuh tidak maksimal saat dewasa. Stunting

diukur sebagai status gizi dengan memperhatikan tinggi atau panjang badan, umur,

dan jenis kelamin balita. Stunting atau perawakan pendek (shortness) merupakan

suatu keadaan dimana tinggi badan seseorang yang tidak sesuai dengan umur, yang

penentuannya dilakukan dengan menghitung indeks Z-skor TB/U. Seseorang yang

dikatakan stunting bila Z-skor TB/U-nya dibawah -2 SD (standar deviasi)

(Laksono & Kusrini, 2019).


Berdasarkan hasil pemantauan status gizi Dinas Kesehatan Provinsi Bali (2016)

ditemukan beberapa penyebab anak mengalami stunting yaitu faktor gizi buruk

yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Penyebab utama stunting yaitu

perilaku ibu hamil yang meliputi pengetahuan ibu hamil, sikap ibu hamil serta

tindakan apa saja yang sudah dilakukan untuk mencegah stunting. Pengetahuan

keluarga terutama pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada

masa kehamilan serta setelah ibu melahirkan, masih terbatasnya layanan Antenatal

Care (ANC). Pengetahuan ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet tambah darah.

1
Ibu hamil yang mengalami kekurangan energi kronis (KEK) berisiko melahirkan

bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Kurangnya akses makanan bergizi

hal ini dikarenakan harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong mahal dan

kurangnya akses air bersih dan sanitasi. Jika tidak ditangani dengan baik, anak

akan berisiko mengalami stunting (Dinkes Bali, 2016).


Upaya yang dilakukan Pemerintah untuk memperbaiki masalah gizi balita

terutama stunting dengan mengeluarkan Peraturan Presiden No. 83 Tahun 2017

tentang Kebijakan Stategis Pangan dan Gizi yang berfokus pada 1000 Hari Pertama

Hidup (HPK) yang dimulai sejak dalam kandungan (270 hari) hingga sampai

dengan anak berusia 6 tahun. Program ini merupakan langkah awal yang paling

penting untuk dilakukan sebagai pemenuhan gizi pada anak sejak dini. Gerakan

1000 HPK terdiri dari intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif. Intervensi

gizi spesifik umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan meliputi imunisasi, PMT

ibu hamil dan balita, monitoring pertumbuhan balita di Posyandu, suplemen tablet

besi-folat pada ibu hamil, promosi ASI eksklusif, MP-ASI dan lain-lain. Intervensi

sensitif adalah berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan yang

menyasar masyarakat umum seperti penyediaan air bersih, sarana sanitasi, berbagai

penanggulangan kemiskinan, ketahanan pangan dan gizi, kesetaraan gender dan

lain-lain (Kemenkes R.I, 2013).


Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013, prevalensi stunting di Indonesia

mencapai 37,2% dan data dari Pemantauan Status Gizi 2016 mencapai 27,5%. Hal

ini berarti pertumbuhan yang tidak maksimal dialami oleh sekitar 8,9 juta anak

Indonesia atau 1 dari 3 anak Indonesia mengalami stunting. Berdasarkan data dari

Dinas Kesehatan Provinsi Bali tahun 2018 menyebutkan bahwa kejadian stunting

2
di pada tiga kabupaten tertinggi yaitu yang pertama Kabupaten Bangli 43,2%, yang

kedua Kabupaten Jembrana 29,1% dan yang ketiga Kabupaten Karangasem 26,2%.
Tenaga kesehatan dan masyarakat harus saling bersinergi baik itu tenaga

keperawatan, bidan, gizi, analis kesehatan, keperawatn gigi, dan kesehatan

lingkungan. Pada awal tahun 1988, World Health Organization menekankan bahwa

apabila profesi kesehatan belajar berkolaborasi pada tingkat mahasiswa, maka

profesi kesehatan tersebut cenderung dapat berkerjasama lebih efektif dalam tim

klinik atau tugas tertentu, sehingga untuk meningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan diperlukan sebuah sistem kerja kolaborasi antar profesi kesehatan atau

Interprofessional Education (IPE).


World Health Organization (2010) menjelaskan bahwa Interprofessional

Education (IPE) “occurs when two or more proffesions learn about, from and with

each other to enable effective collaboration and improve”. Di dalam IPE

(Interprofessional Education) pasien/klien/komunitas menjadi “center” dari

penerapan IPE. Interprofessional Education (IPE) merupakan salah satu

pembelajaran bagi mahasiswa untuk berkoordinasi diantara berbagai profesi

kesehatan untuk menangani suatu masalah.


Desa Bangbang merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

Tembuku, Kabupaten Bangli yang memerlukan perhatian khusus karena masih

rendahnnya tingkat pengetahuan masyarakat tentang masalah-masalah kesehatan.

Dilihat dari hasil studi pendahuluan di Puskesmas Pembantu Desa Bangbang di

dapatkan masalah kesehatan stunting pada balita. Berdasarkan data yang diperoleh

dari Puskesmas Pembantu Desa Bangbang diperoleh Baduta sebanyak 81 orang

dan ibu hamil sebanyak 47 orang.

B. Rumusan Masalah

3
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan

masalahnya adalah “bagaimana pemecahan masalah kesehatan menggunakan

sistem Interprofessional Education (IPE) dalam Praktik Kerja Lapangan/Kuliah

Kerja Nyata (KKN) di Desa Bangbang, Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli?”.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata IPE (KKN IPE), mahasiswa

diharapkan mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam menerapkan ilmu

pengetahuan dan teknologi secara interdisipliner sehingga mampu melakukan

komunikasi interprofesional, kerjasama sebagai tim kesehatan dan manajemen

konflik serta memberikan manfaat yang maksimal kepada sasaran dan Program

sehingga warga masyarakat terutama sasaran terpilih dan masyarakat lainnya lebih

mengetahui pentingnya kesehatan.


2. Tujuan Khusus
a. Menerapkan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari
b. Melakukan kerja sama dalam tim
c. Melakukan orientasi lapangan untuk mengenal kondisi wilayah Desa

Bangbang, Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli.


d. Melakukan identifikasi permasalahan kesehatan yang ada di Desa Bangbang,

Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli.


e. Melakukan pengumpulan data kesehatan di Desa Bangbang, Kecamatan

Tembuku, Kabupaten Bangli.


f. Melakukan pengolahan data kesehatan di Desa Bangbang, Kecamatan

Tembuku, Kabupaten Bangli.


g. Melakukan analisis prioritas masalah kesehatan di Desa Bangbang, Kecamatan

Tembuku, Kabupaten Bangli.


h. Menyusun rencana pemecahan masalah kesehatan di Desa Bangbang,

Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli.


i. Melaksanakan kegiatan pemecahan masalah kesehatan di Desa Bangbang,

Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli.

4
j. Menyusun laporan kegiatan pemecahan masalah kesehatan di Desa Bangbang,

Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli.

D. Manfaat
1. Manfaat bagi mahasiswa
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa serta membangun

kerjasama secara interprofesional education sebagai calon tenaga kesehatan yang

siap bekerja dan mengabdi kepada masyarakat dimanapun ditempatkan.


2. Manfaat bagi masyarakat
Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memandirikan dirinya sendiri

dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan keluarga dan masyarakat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Stunting

Balita pendek (stunting) adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan

oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan

yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting dapat terjadi mulai janin masih

dalam kandungan dan baru muncul saat anak berusia dua tahun. Stunting adalah

status gizi yang didasarkan pada indeks BB/U atau TB/U dimana dalam standar

antropometri penilaian status gizi anak, hasil pengukuran tersebut berada pada

ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai dengan -3 SD (pendek/stunting) dan <-3

SD (sangat pendek/severely stunted) (Trihono dkk, 2015).

Stunting adalah keadaan tubuh yang pendek hingga melampaui deficit 2 SD

dibawah median panjang atau tinggi badan populasi yang menjadi referensi

internasional. Penyebab langsung stunting dan pertumbuhan terlambat yaitu factor

rumah tangga dna keluarga, pemberian makanan pendamping ASI yang tidak

5
mencukupi¸pemberian ASI dan terjadinya infeksi (WHO, 2014). Stunting dapat

diartikan sebagai kekurangan gizi kronis atau kegagalan pertumbuhan dimasa lalu

dan digunakan sebagai indicator jangka panjang untuk gizi kurang pada anak.

Prevalensi stunting mulai meningkat pada usia 3 bulan, kemudian proses

stunting melambat pada saat anak berusia sekitar 3 bulan. Terdapat perbedaan

interpretasi kejadian stunting diantara kedua kelompok usia anak. Pada anak yang

berusia dibawah 2-3 tahun, menggambarkan proses gagal bertumbuh atau stunting

yang masih sedang berlangsung/terjadi. Sementara pada anak yang berusia lebih

dari 3 tahun, menggambarkan keadaan dimana anak tersebut telah mengalami

kegagalan pertumbuhan atau telah menjadi stunted. Stunting merupakan dampak

dari berbagai faktor seperti berat lahir yang rendah, stimulasi dan pengasuhan anak

yang kurang tepat, asupan nutrisi kurang dan infeksi berulang serta berbagai faktor

lingkungan lainnya (Sandra dkk, 2017).

B. Penyebab Stunting

Kejadian stunting pada anak merupakan suatu proses komulatif menurut

beberapa penelitian, yang terjadi sejak kehamilan, masa kanak-kanak dan

sepanjang siklus kehidupan. Proses terjadinya stunting pada anak dan peluang

peningkatan stunting terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan. Pertumbuhan

manusia merupakan hasil interaksi antara faktor genetik, hormon, zat gizi dan

energi dengan faktor lingkungan. Proses pertumbuhan manusia merupakan

fenomena yang kompleks yang berlangsung selama kurang lebih 20 tahun

lamanya, mulai dari kandungan sampai remaja yang merupakan hasil interaksi

antara faktor genetik dan lingkungan. Pada anak-anak, penambahan tinggi badan

6
pada tahun pertama kehidupan merupakan yang paling cepat dibandingkan periode

waktu setelahnya. Pada usia 1 tahun, anak akan mengalami peningkatan tinggi

badan sampai 50% dari panjang badan lahir. Kemudian tinggi badan tersebut akan

meningkat 2 kali lipat pada usia 4 tahun dan 3 kali lipat pada usia 13 tahun (Sandra

dkk, 2017).

Periode pertumbuhan paling cepat pada masa anak-anak juga merupakan masa

dimana anak berada pada tingkat kerentanan paling tinggi. Kegagalan pertumbuhan

dapat terjadi selama masa gestasi (kehamilan) dan pada 2 tahun pertama kehidupan

anak atau pada masa 1000 hari pertama kehidupan anak. Stunting merupakan

indikator akhir dari semua faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan

perkembangan anak pada 2 tahun pertama kehidupan yang selanjutnya akan

berdampak buruk pada perkembangan fisik dan kognitif anak saat bertambah usia

nantinya (Sandra dkk, 2017).

Pertumbuhan yang cepat pada masa anak membuat gizi yang memadai menjadi

sangat penting. Buruknya gizi selama kehamilan, masa pertumbuhan dan masa

awal kehidupan anak dapat menyebabkan anak menjadi stunting. Pada 1000 hari

pertama kehidupan anak, buruknya gizi memiliki konsekuensi yang permanen

(UNICEF, 2013). Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stunting pada anak.

Faktor penyebab stunting ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor

langsung dan faktor tidak langsung. Penyebab faktor langsung dari kejadian

stunting adalah asupan gizi dan adanya penyakit infeksi sedangkan faktor tidak

langsung adalah pola asuh, pelayanan kesehatan, ketersediaan pangan, faktor

budaya, ekonomi dan masih banyak lagi faktor lainnya (BAPPENAS, 2011).

7
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stunting

Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh

faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Secara lebih

detail, beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian stunting dapat digambarkan

sebagai berikut:

1. Faktor Langsung
a. Faktor Ibu

Faktor ibu dapat dikarenakan nutrisi yang buruk selama prekonsepsi,

kehamilan dan laktasi. Selain itu juga dipengaruhi perawakan ibu seperti usia ibu

terlalu muda atau terlalu tua, pendek, infeksi, kehamilan muda, kesehatan jiwa,

BBLR, IUGR dan persalinan prematur, jarak persalinan yang dekat dan hipertensi

(Sandra dkk, 2017).

b. Faktor Genetik

Faktor genetik merupakan modal dasar mencapai proses pertumbuhan.

Melalui genetik yang berada di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat

ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Hal ini ditandai dengan intensitas

dan kecepatan pembelahan, derajat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan,

umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang (Narsikhah, 2012). Menurut

Amigo et al., dalam Narsikhah (2012) salah satu atau kedua orang tua yang

pendek akibat kondisipatologi (seperti defiseiensi hormon pertumbuhan) memiliki

gen dalam kromosom yang membawa sifat pendek sehingga memperbesar

peluang anak mewarisi gen tersebut dan tumbuh menjadi stunting. Akan tetapi,

bila orang tua pendek akibat kekurangan zat gizi atau penyakit, kemungkinan

anak dpaat tumbuh dengan tinggi badan normal selama anak tersebut tidak

terpapar faktor risiko yang lain.

8
c. Asupan Makanan

Kualitas makan yang buruk meliputi kualitas micronutrient yang buruk,

kurangnya keragaman dan asupan pangan yang bersumber dari pangan hewani,

kandungan tidka bergizi dan rendahnya kandungan energi pada complementary

foods. Praktik pemberian makanan yang tidak memadai, meliputi pemberian makan

yang jarang, pemberian makan yang tidak adekuat selama dan setelah sakit,

konsistensi pangan yang terlalu ringan, kuantitas pangan yang tidak mencukupi,

pemberian makan yang tidak berespon. Bukti menunjukkan keragaman diet yang

lebih bervariasi dan konsumsi makanan dari sumber hewani terkait dengan

perbaikan pertumbuhan linear. Analisis terbaru menunjukkan bahwa rumah tangga

yang menerapkan diet yang beragam, termasuk diet yang diperkaya nutrisi

pelengkap akan meningkatkan asupan gizi dan mengurangi risiko stunting (Sandra

dkk, 2017).

d. Pemberian ASI Eksklusif

Masalah-masalah terkait praktik pemberian ASI meliputi Delayed Initation,

tidak menerapkan ASI eksklusif dan penghentian dini konsumsi ASI. Sebuah

penelitian membuktikan bahwa menunda inisiasi menyusu (Delayed Initiation)

meningkatkan kematian bayi. ASI eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI

tanpa suplementasi makanan maupun minuman lain, baik berupa air putih, jus,

ataupun susu selain ASI. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan

pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama untuk mencapai tumbuh

kembangyang optimal. Setelah 6 bulan, bayi mendapatkan makanan pendamping

yang adekuat sedangkan ASI dilanjutkan sampai usia 24 bulan. Menyusui yang

9
berkelanjutan selama dua tahun memberikan kontribusi signifikan tehadap asuhan

nutrisi penting pada bayi (Sandra dkk, 2017).

e. Faktor Infeksi

Beberapa contoh infeksi yang sering dialami yaitu ineksi enterik seperti diare,

enteropati dan cacaing, dapat juga disebabkan oleh infeksi pernafasan (ISPA),

malaria, berkurangnya nafsu makan akibat serangan infeksi dan inflamasi. Penyakit

infeksi akan berdampak pada gangguan masalah gizi. Infeksi klinis menyebabkan

lambatnya pertumbuhan dan perkembangan, sedangkan anak yang memiliki

riwayat penyakit infeksi memiliki peluang mengalami stunting (Picauly & Toy,

2013).

f. Faktor Kesehatan Gigi

Ibu hamil yang memiliki gigi berlubang akan sakit suatu saat nanti dan jika hal

itu susah terjadi otomatis nafsu makan ibu akan berkurang dan asupan nutrisi untuk

bayi akan berkurang. Dimana hal ini menjadi masalah utama yang menyebabkan

anak stunting maka dari itu sebaiknya masalah-masalah dalam rongga mulut segera

diselesaikan karena rongga mulut merupakan jalan pertama asupan nutrisi.

2. Faktor Tidak Langsung


a. Faktor Sosial Ekonomi

Status ekonomi yang rendah dianggap memiliki dampak yang signifikan

terhadap kemungkinan anak menjadi kurus dan pendek (UNICEF, 2013). Menurut

Bishwakarma dalam Khoirun dkk (2015), status ekonomi keluarga yang rendah

akan mempengaruhi pemilihan makanan yang dikonsumsinya sehingga biasanya

menjadi kurang bervariasi dan sedikit jumlahnya terutama pada bahan pangan yang

10
berfungsi untuk pertumbuhan anak seperti sumber protein, vitamin, dan mineral,

sehingga meningkatkan resiko kurang gizi.

b.Tingkat Pendidikan

Pendidikan ibu yang rendah dapat mempengaruhi pola asuh dan perawatan

anak. Selain itu juga berpengaruh dalam pemilihan dan cara penyajian makanan

yang akan dikonsumsi oleh anaknya. Penyediaan bahan dan menu makan yang

tepat untuk balita dalam upaya peningkatan status gizi akan dapat terwujud bila

ibu mempunyai tingkat pengetahuan gizi yang baik. Ibu dengan Pendidikan

rendah antara lain akan sulit menyerap informasi gizi sehingga anak dapat

beresiko mengalami stunting (Sulastri, 2013).

c.Faktor Gizi

Pengetahuan gizi yang rendah dapat menghambat usia perbaikan gizi yang baik

pada keluarga maupun masyarakat sadar gizi artinya tidak hanya mengetahui gizi

tetapi harus mengerti dan mau berbuat. Tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh

seseorang tentang kebutuhan akan zat-zat gizi berpengaruh terhadap jumlah dan

jenis bahan makanan yang dikonsumsi. Pengetahuan gizi adalah salah satu faktor

yang mempengaruhi konsumsi pangan dan status gizi. Ibu yang mempunyai

pengetahuan gizi akan memperhatikan kebutuhan gizi anaknya agar dapat

berkembang dengan optimal (Sulastri, 2013).

Sikap terhadap gizi merupakan kecenderungan seseorang untuk menyetujui

atau tidak menyetujui terhadap suatu pernyataan (ststement) yang diajukan. Sikap

terhadap gizi sering kali terkait erat dengan pengetahuan gizi. Pengukuran sikap

dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Pengukuran yang dilakukan

11
secara langsung yaitu dengan mewawancarai atau memberi pertanyaan kepada

responden mengenai pendapatnya tentang suatu objek.

Tindakan yang dapat kita lakukan untuk mengatur gizi agar seimbang yaitu

dengan mengatur pola konsumsi. Serangkaian cara bagaimana makanan diperoleh,

jenis makanan yang dikonsumsi, jumlah makanan yang mereka makan dan pola

hidup mereka, termasuk berapa kali mereka makan atau frekuensi makan. Faktor

yang mempengaruhi pola komsumsi diantaranya ketersediaan waktu, pengaruh

teman, jumlah uang yang tersedia dan faktor kesukaan serta pengetahuan dan

pendidikan gizi (Suhardjo, 2006).

d.Faktor Lingkungan

Lingkungan rumah, dapat dikarenakan oleh stimulasi dan aktivitas yang tidak

adekuat, penerapan asuhan yang buruk, ketidaknyamanan pangan, alokasi pangan

yang tidak tepat, rendahnya edukasi pengasuh. Anak-anak yang berasal dari rumah

tangga yang tidak memiliki fasilitas air dan sanitasi yang baik berisiko mengalami

stunting (Putri dan Sukandar, 2012).

D. Dampak Stunting

Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi pada periode tersebut,

dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan,

gangguan pertumbuhan fisik dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Sedangkan

dalam jangka panjang akibat buruk yang ditimbulkan adalah menurunnya

kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga

mudah sakit dan resiko tinggi untuk munculnya pernyakit diabetes, kegemukan,

12
penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke dan disabilitas pada usia tua,

serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada rendahnya

produktifitas ekonomi (Kemenkes R.I, 2006).

Masalah gizi khususnya anak pendek, menghambat perkembangan anak muda

dengan dampak negatif yang akan berlangsung selam hidupnya. Studi

menunjukkan bahwa anak pendek berhubungan dengan prestasi pendidikan yang

buruk, lama pendidikan yang menurun dan pendapatan yang rendah bagi orang

dewasa. Anak-anak pendek menghadapi kemungkinan yang lebih besar untuk

tumbuh menjadi orang dewasa yang kurang pendidikan, miskin, kurang sehat dan

lebih rentan terhadap penyakit menular. Oleh karena itu, anak pendek merupakan

predictor buruknya kualitas sumber daya manusia yang diterima secara luas yang

selanjutnya menurunkan kemampuan produktif suatu bangsa di masa mendatang

(UNICEF, 2012).

Stunting memiliki konsekuensi ekonomi yang penting untuk laki-laki dan

perempuan di tingkat individu, rumah tangga dan masyarakat. Bukti yang

menunjukkan hubungan antara perawakan orang dewasa yang lebih pendekdan

hasil pasar tenaga kerja seperti penghasilan yang lebih rendah dan produktifitas

yang lebih buruk (Hoddinott et al, 2013). Proses stunting disebabkan oleh asupan

zat gizi yang kurang dan infeksi yang berulang yang berakibat pada terlambatnya

perkembangan fungsi kognitif dan kerusakan kognitif permanen. Pada wanita,

stunting dapat berdampak pada perkembangan dan pertumbuhan janin saat

kehamilan, terhambatnya proses melahirkan serta meingkatkan risiko underweight

dan stunting pada anak yang dilahirkannya, yang nantinya juga dapat membawa

13
risiko kepada gangguan metabolisme dan penyakit kronis saat anak tumbuh dewasa

(Sandra dkk, 2017).

E. Upaya dalam Mencegah Stunting

Upaya pencegahan stunting sudah banyak dilakukan di negara-negara

berkembang berkaitan dengan gizi pada anak dan keluarga. Menurut World Health

Organization (WHO) (2010), upaya tersebut dijabarkan sebagai berikut:

1. Zero Hunger Strategy

Strategi uyang mengkoordinasikan program dari sebelas kementrian yang

berfokus pada yang termiskin dari kelompok miskin.

2. Dewan Nasional Pangan dan Keamanan Gizi

Monitor strategi untuk memperkuat pertanian keluarga, dapur umum dan

strategi untuk meningkatkan makanan sekolah dan promosi kebiasaan makanan

sehat.

3. Bolsa Familia Program

Menyediakan transfer tunai bersyarat utnuk 11 juta keluarga miskin. Tujuannya

adalah untuk memecahkan siklus kemiskinan antar generasi.

4. Sistem surveilans pangan dan gizi

Pemantauan berkelanjutan dari status gizi populasi dan yang determinan.

5. Strategi kesehatan keluarga

14
Menyediakan perawatan kesehatan yang berkualitas melalui strategi

perawatan primer.

Menurut Lancet pada Asia Pasific Regional Workshop (2010) upaya

pencegahan stunting diantaranya:

1. Edukasi kesadaran ibu tentang ASI Eksklusif (selama 6 bulan)


2. Edukasi tentang MP-ASI yang beragam (6 bulan – 2 tahun)
3. Intervensi mikronutrien melalui fortifikasi dan pemberian suplemen
4. Iodisasi garam secara umum
5. Intervensi untuk pengobatan malnutrisi akut yang parah
6. Intervensi tentang kebersihan dan sanitasi

Di Indonesia upaya pencegahan stunting diungkapkan oleh Bappenas (2011)

yang disebut strategi 5 pilar, yang terdiri dari:

1. Perbaikan gizi masyarakat terutama pada pra hamil, hamil dan anak
2. Penguatan kelembagaan pangan dan gizi
3. Peningkatan aksesbiliti pangan yang beragam
4. Peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat
5. Peningkatan pengawasan mutu dan keamanan pangan

Mencegah stunting dengan strategi nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

(STBM). STBM merupakan pendekatan untuk merubah perilaku hygiene dan

sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Pada tahun

2014, naungan hukum pelaksanaan STBM diperkuat dengan dikeluarkannya

PERMENKES Nomor 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbabis Masyarakat.

Dalam PERMENKES tersebut terdapat 3 komponen strategi penyelenggaraan

STBM yang saling mendukung satu sama lain yaitu :

1. Penciptaan lingkungan yang kondusif (enabling environment)


2. Peningkatan kebutuhan sanitasi (demand creation)
3. Peningkatan penyediaan akses sanitasi (supply improvement)

15
Apabila salah satu dari komponen STBM tersebut tidak ada maka proses

pencapaian 5 (lima) pilar STBM tidak maksimal. 5 (lima) pilar tersebut yaitu :

1. Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS)


2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
3. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAM-RT)
4. Pengelolaan sampah rumah tangga dengan aman
5. Pengelolaan limbah cair rumah tangga dengan aman

F. Perilaku Ibu Hamil Dalam Mencegah Stunting

Upaya pencegahan stunting berdasarkan perilaku ibu hamil meliputi,

pengetahuan ibu hamil, sikap ibu hamil dan tindakan yang dilakukan ibu hamil

untuk mencegah stunting pada anaknya. Sebagai berikut:

1. Pengetahuan
a. Pengertian

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indra yang dimilikinya dengan sendirinya sehingga

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi

terhadap objek. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indra

penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Sebagian pengetahuan

manusia diperoleh melalui indra penglihatan dan indra pendengaran (Notoatmodjo,

2010).

b. Tingkatan Pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif memiliki enam tingkatan

(Notoatmodjo, 2010) yaitu :

1) Tahu (Know)

16
Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingatkan

kembali (recall) terhadap sesuatu yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.

2) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar-benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpresikan materi

tersebut dengan benar.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada suatu kondisi atau situasi.

4) Analisis (Analysis)

Analisis diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

objek kedalam komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut

dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk pada kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

bagian didalam suatu nentuk keseluruhan yang baru.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampua untuk meletakkan justifikasi atau

penelitian terhadap suatu materi atau objek.

c. Sumber Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan bias diperoleh dari :

1) Media masa, meliputi : televisi, radio, koran, majalah, tabloid dan lain-lain.

17
2) Pendidikan, pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal maupun non

formal.
3) Petugas kesehatan, sebagai sumber informasi yang dapat diperoleh langsung

dari petugas kesehatan.


Pengalaman, pengalaman dapat diperoleh secara langsung dari pengalamam

petugas kesehatan maupun individu.

BAB III
METODE PELAKSANAAN

A. Kerangka Pemecahan Masalah


Kerangka pemecahan masalah merupakan serangkaian prosedur dan

langkah-langkah dalam pelaksanaan yang bertujuan untuk mendapatkan

tahapan yang terstruktur secara sistematis sehingga pelaksanaan dapat

dilakukan dengan efektif dan efisien.


Output yang ada dalam pelaksanaan, meliputi pengklasifikasian atribut

pelayanan berdasarkan kesadaran masyarakat. Pelaksanaan terdiri dari tiga

tahapan yaitu tahap persiapan, pengumpulan data, dan pengolahan data.

Tahap persiapan melakukan survey dan mencari masalah kesehatan keluarga

yang berkaitan dengan stunting. Dari hasil survey tersebut penulis

mengidentifikasikan dan merumuskan masalah yang terjadi di lapangan

kemudian menentukan tujuan dari pelaksanaan agar dapat fokus pada

permasalahan yang ada.


Pengumpulan data dilakukan dengan mewawancarai 4 KK terpilih untuk

menggali lebih banyak tentang masalah yang ada dalam keluarga.


Gambar 1. Kerangka Pemecahan Masalah

Persiapan Pengumpulan Data Identifikasi Masalah


berkaitan dengan stunting
Intervensi
Observasi menggali Menentukan 4 KK
B. Realisasi Pemecahan Masalah
Monitoring dan Evaluasi permasalahan lebih sebagai prioritas
Kesimpulan dan Saran
dalam
Pengolahan Data

18
Realisasi pemecahan masalah dalam kegiatan KKN IPE ini dilakukan

pada saat bersamaan dengan intervensi dengan mengadakan penyuluhan serta

pemantauan kesehatan.
Penyuluhan diberikan sesuai dari 4 KK yang bermasalah yang berkaitan

dengan masalah stunting yang akan dilakukan oleh mahasiswa poltekkes

Denpasar yang berkompeten di bidangnya.


Tabel - . Realisasi Pemecahan Masalah Sesuai Kompetensi Masing-

Masing Jurusan

Jurusan Urutan Masalah Rencana Intervensi

Stunting

Keperawatan KEK

Kebidanan 1. Pendidikan kesehatan tentang pemenuhan


nutrisi pada ibu hamil dengan KEK
Ibu hamil dengan a. Pengertian KEK pada ibu hamil
b. Tanda-tanda ibu hamil yang mengalami
KEK
KEK
c. Resiko ibu hamil dengan KEK
d. Cara mengatasi KEK pada Kehamilan
1. Pendidikan kesehatan tentang pemenuhan
Ibu Hamil dengan nutrisi pada ibu hamil dengan anemia
a. Pengertian anemia pada ibu hamil
Anemia b. Tanda-tanda ibu hamil dengan anemia
c. Resiko ibu hamil dengan anemia
d. Cara mengatasi anemia pada kehamilan
2. Memberikan edukasi kepada ibu hamil
Pemeriksaan ANC untuk rajin melakukan pemeriksaan ANC
selama kehamilan
Air Susu Ibu (ASI) 1. Memberikan edukasi kepada ibu untuk
Eksklusif memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan.
2. Memberikan edukasi kepada ibu untuk tidak
memberikan makanan tambahan seberum
bayi berusia 6 bulan.

19
Jurusan Urutan Masalah Rencana Intervensi

1. Memberikan edukasi kepada orang tua


tentang imunisasi dasar lengkap pada bayi
Pemberian Imunisasi a. Pengertian Imunisasi
Dasar Lengkap b. Manfaat imunisasi
c. Jenis dan jadwal imunisasi
d. Resiko bayi tidak mendapatkan
imunisasi dasar lengkap
1. Pendidikan kesehatan tentang stunting pada
Balita dengan Balita
Stunting a. Pengertian Stunting
b. Cara mencegah Stunting
c. Bahaya Stunting
1. Pendidikan kesehatan tentang gizi kurang
Bayi dan Balita pada bayi dan balita
dengan Gizi a. Pengertian gizi kurang
b. Bahaya gizi kurang pada bayi dan balita
kurang c. Pemberian asupan gizi yang baik pada
bayi dan balita
1. Memberikan edukasi kepada orang tua
Pola Asuh Orang Tua untuk meberikan perhatian khusus serta
terhadap Baduta stimulasi sesuai pada masa pertumbuhan
dan perkembangan anak
Air Susu Ibu (ASI)
Eksklusif

Pemantauan Tumbuh
Kembang pada
Bayi dan Balita
Gizi
1. Pemaparan kebutuhan energi pada pasien
hipertensi dan TB
Diet penyakit 2. Pemaparan asupan yang dianjurkan pada
penderita hipertensi dan TB
3. Pemaparan jenis makanan/minuman yang
tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi
Analis
Kesehatan

20
Jurusan Urutan Masalah Rencana Intervensi

Kesehatan
Lingkungan

Pendidikan kesehatan kebersihan gigi pada :

Kesehatan Gigi 1. Anak-anak


Kep. Gigi 2. Remaja
3. Ibu hamil
4. Pentingnya menjaga kesehatan gigi

C. Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan yang digunakan dalam kegiatan KKN IPE ini adalah

metode Inter-Professional Education (IPE).Mahasiswa dari berbagai profesi

(kebidanan, keperawatan, gizi, analis kesehatan, keperawatan gigi dan

kesehatan lingkungan) melakukan pengabdian kepada masyarakat secara

bersama sesuai dengan kompetensi masing-masing.


Adapun pelaksanaan dalam kegiatan KKN IPE ini meliputi:
1. Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah dilakukan dengan mendata dari rumah ke rumah di
lingkungan Desa Bangbang, Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli
untuk menemukan gambaran tentang kondisi dan situasi yang terjadi di
lingkungan skitar serta kehidupan dan karakteristik penduduk yang
ditemui saat survey dilakukan.
2. Pengisian Kuisioner
Pengisian kuisioner dilakukan dengan menyebar kuisioner yang telah
dikembangkan sebelumnya, pedoman wawancara untuk wawancara.
Penyebaran kuisioner dilakukan kepada 68 KK yang berada di wilayah
Desa Bangbang.
3. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan pedoman wawancara yang dilakukan
kepada tokoh masyarakat (klian banjar) dan pihak puskesmas untuk

21
mendapatkan data karakteristik daerah, kejadian luar biasa yang pernah
terjadi.
4. Pengamatan Langsung
Pengamatan langsung dilakukan dengan menggunakan format
observasi yang telah disiapkan sebelumnya. Data yang didapat yaitu
data fisik, tingkah laku dan keadaan lingkungan.
5. Intervensi
Intervensi dilakukan setelah mengetahui permasalahan-permasalahan
yang terdapat pada masing-masing keluarga yang berkaitan dengan
stunting, yang dilakukan oleh mahasiswa sesuai dengan
kompetensinya masing-masing.

D. Sasaran
Sasaran yang dituju dalam kegiatan ini adalah seluruh ibu hamil, ibu

menyusui dan bayi yang berusia satu sampai dua tahun yang berada di

wilayah Desa Bangbang, Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli.

E. Tempat dan Waktu


1. Tempat
Kegiatan KKN IPE ini dilaksanakan di Desa Bangbang, Kecamatan

Tembuku, Kabupaten Bangli.


2. Waktu
Kegiatan KKN IPE ini dimulai dari tanggal 13 Januari sampai dengan 08
Februari 2020.

F. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat yang digunakan dalam kegiatan KKN IPE ini adalah sesuai dengan

masing-masing profesi, diantaranya :


- Perawat : Tensi Meter
- Bidan : Tensi Meter, Mcd, Funduscope
- Gizi : Pita LILA, Timbangan, Microtoice
- Analis Kesehatan : POCT (untuk pemeriksaan HB dan asam urat)
- Perawat Gigi : Alat OD

2. Bahan

22
Bahan yang digunakan dalam kegiatan KKN IPE ini adalah leaflet,
lembar balik dan kuisioner yang disusun mencakup format pendataan
yang dapat mengidentifikasi masalah kesehatan dan dapat memberi
informasi tentang:
a. Pemeriksaan ANC pada ibu hamil
b. Pemberian ASI Eksklusif
c. Resiko tinggi pada kehamilan
d. Gizi pada ibu hamil, ibu menyusui dan baduta
e. Kebersihan gigi dan mulut
f. Kebersihan lingkungan

G. Pihak yang Terlibat


Pihak yang terlibat dalam kegiatan ini adalah anggota keluarga, seluruh

mahasiswa dari berbagai jurusan (kebidanan, keperawatan, gizi, analis

kesehatan, keperawatan gigi dan kesehatan lingkungan) yang didampingi

oleh dosen pembimbing dari berbagai jurusan dan petugas dari UPT

KESMAS 1 Tembuku, Bangli.

23
24
Tabel - . Planning Of Action (POA)

No Metode pelaksanaan Sasaran Tempat dan waktu Alat dan bahan Pihak yang Penilaian kegiatan
terlibat

1 Edukasi Pendekatan Ibu hamil, ibu menyusui Leaflet, Pemegang Evaluasi sumatif
Keluarga. dan ibu yang memiliki kuesioner, dan program, dan
bayi sampai dengan dua lembar balik profesi
Penyuluhan diberikan
tahun terkait :
dengan metode ceramah,
bidan,
tanya jawab dan
perawat,
demonstrasi
analis, gizi,
kesehatan
lingkungan
dan gigi

2 Penyuluhan PHBS, cuci Siswa SD Negeri 1 Leaflet dan Alat Pemegang Evaluasi sumatif
tangan, dan demonstrasi Bangbang, kelas 4, 5 dan peraga program, dan
gosok gigi yang benar 6 profesi terkait :
bidan, perawat,

25
Penyuluhan diberikan analis, gizi,
dengan metode ceramah, kesehatan
dan tanya jawab. lingkungan dan
gigi

3. Penyuluhan Anemia dan Siswi SMKN 1 Tembuku Leaflet dan Pemegang Evaluasi sumatif
Pemberian Tablet Fe Poster program, dan
profesi terkait:
Penyuluhan diberikan
bidan, gizi
dengan metode ceramah,
analis
dan tanya jawab.

5 Pelayanan Kesehatan Pemegang Evaluasi sumatif


program, dan
----
profesi terkait

6 Pemberian PMT Pemegang Evaluasi sumatif


program, dan
Penyuluhan diberikan
profesi terkait
dengan metode ceramah,
demonstrasi dan tanya
jawab.

26
27
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Desa Bangbang


Desa Bangbang, Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali

merupakan daerah yang menjadi tempat kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN)

Interprofessional Education (IPE) mahasiswa Poltekkes Kemenkes Denpasar.


Fasilitas pelayanan kesehatan di wilayah Desa Bangbang terdiri dari

Puskesmas Pembantu. Desa Bangbang juga memiliki beberapa kader untuk

melaksanakan posyandu yang dilaksanakan setiap bulan dan kegiatan lain.

Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang ada di Desa

Bangbang terdiri dari 8 Posyandu, 1 Puskesmas Pembantu, dan 1 Lembaga

Perkreditan Desa (LPD).


Tabel - . Distribusi Penduduk di Desa Bangbang

No Wilayah Persentase (%)


1 Bangbang Kaja 19.05%
2 Bangbang Kawan 6.35%
3 Bangbang Kelod 15.87%
4 Bangbang Tengah 9.52%
5 Bangkiang Sidem 19.05%
6 Cepunggung 6.35%
7 Nyanglan 14.29%
8 Pantunan 9.52%

B. Indikator Kesehatan Masyarakat

C. Kegiatan KKN IPE


Kuliah Kerja Nyata (KKN) Interprofessional Education (IPE) oleh
mahasiswa Poltekkes Denpasar dilaksanakan mulai tanggal 1-24 Februari 2018.
Peserta KKN adalah mahasiswa Poltekkes Denpasar Jurusan Keperawatan, Jurusan
Kebidanan, Jurusan Gizi, Jurusan Keperawatan Gigi, Jurusan Kesehatan
Lingkungan dan Jurusan Analis Kesehatan pada semester akhir. Peserta KKN di

28
Desa Bangbang terdiri dari 20 orang. Adapun kegiatan mahasiswa pada KKN-IPE
di Desa Bangbang adalah sebagai berikut:
1. Pembukaan dan Pembekalan
Pembekalan dilaksanakan sebelum kegiatan KKN-IPE dimulai.Mahasiswa
sebagai peserta KKN memperoleh pembekalan berupa materi-materi yang
dibutuhkan sesuai dengan kompetensi yang harus dicapai oleh masing-masing
profesi.Tujuan dari pembekalan ini yaitu untuk menyiapkan pengetahuan,
sikap dan keterampilan mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan di lahan
praktik. Pembekalan dilakukan pada tanggal 13-14 Januari 2020 di
Auditorium Politeknik Kesehatan Denpasar. Pembekalan diberikan materi
oleh penanggung jawab kegiatan KKN-IPE mengenai program praktik dan
penjelasan teknis tentang kegiatan di lapangan. Selain itu, pembekalan juga
diberikan materi oleh Dinas Kesehatan dan Tokoh Masyarakat berupa
pengenalan sosial budaya masyarakat, demografi, geografi, epidemiologi dan
prosedur advokasi. Kegiatan KKN-IPE resmi dibuka pada tanggal 20 Januari
2020 bertempat di Balai Desa Bangbang, Kecamatan Tembuku, Kabupaten
Bangli.
2. Survei Keluarga Sehat
Survei Keluarga Sehat dilaksanakan oleh 20 orang mahasiswa peserta KKN
Poltekkes Denpasar Semester Akhir dimulai pada tanggal 21 - 23 Januari
2020, dengan responden yang diambil adalah 68 kepala keluarga.
Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan, tabulasi, analisa
dan disusun berdasarkan kelompok masalah kesehatan di Desa Bangbang,
Kecamatan Tembuku wilayah kerja UPT Kesmas Tembuku I untuk
selanjutnya akan dilakukan intervensi berbasis pendekatan keluarga.

3. Intervensi Berbasis Pendekatan Keluarga


Intervensi Berbasis Pendekatan Keluarga dilakukan terhadap 4 KK yang
berdasarkan hasil Survei Keluarga Sehat, terdapat 2-3 masalah kesehatan
yang berkaitan dengan stunting. Masalah-masalah kesehatan yang ada pada
masing-masing keluarga akan dilakukan intervensi berbasis pendekatan
keluarga oleh peserta KKN-IPE berdasarkan profesi masing-masing.
Kegiatan Intervensi Berbasis Pendekatan Keluarga terlebih dahulu diawali
dengan kontrak waktu dengan KK yang bermasalah sehingga seluruh anggota

29
keluarga yang bermasalah ada di rumah. Kegiatan ini dilaksanakan pada
tanggal
Berikut merupakan data dari 10 KK yang telah dilakukan intervensi:
a. Nama KK
Anggota Keluarga: narasi
Masalah Kesehatan:
Intervensi:

4. Monitoring dan Evaluasi


Monitoring dan Evaluasi dari Pelaksanaan Intervensi Berbasis Pendekatan

Keluarga di Desa Bangbang bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh

tercapainya pelaksanaan terhadap sasaran KK, serta hambatan yang ada

selama pelaksanaan intervensi. Adapun hasil pelaksanaan Intervensi Berbasis

Pendekatan Keluarga dipaparkan lebih rinci pada tabel berikut.

Tabel -. Monitoring dan Evaluasi Intervensi Berbasis Pendekatan Keluarga

di Desa Bangbang pada tahun 2020

No KK Masalah Intervensi Evaluasi


1
2
3
4
5
6
7

5. Penutupan KKN-IPE
Kegiatan Kuliah Kerja Nyata diakhiri dengan kegiatan Penutupan.

Kegiatan Penutupan dilaksanakan pada tanggal 06 Februari 2020 di Balai

Desa Bangbang, Kecamatan Tembuku. Kegiatan Penutupan KKN-IPE

dihadiri oleh Bapak Direktur Politeknik Kesehatan Denpasar, Bapak Kepala

Dinas Kesehatan Kabupaten Bangli, Camat Tembuku dan tripika Kecamatan

30
Susut, Kapolsek Susut, Danramil Susut, Kepala Puskesmas Susut I, Kepala

Puskesmas Susut II, Kepala Desa Abuan, Kepala Desa Susut, Kelian Banjar

di masing-masing lokasi KKN IPE, Pembimbing Puskesmas dan

Pembimbing kelompok, dan seluruh peserta KKN IPE Kabupaten Bangli.

BAB V

PENUTUP

A. SIMPULAN
Mahasiswa mampu melaksanakan dan memberikan intervensi terhadap
masalah-masalah yang ada dalam keluarga di masyarakat sesuai dengan
Kompetensi yang diharapkan dalam kurikulum pendidikan dan tujuan KKN-
IPE di Desa Bangbang berdasarkan langkah-langkah yang sudah ditetapkan.
Mahasiswa mampu merencanakan kegiatan pergerakkan masyarakat
melalui langkah-langkah yang dimulai dari Survei Kesehatan Keluarga,
Intervensi Berbasis Pendekatan Keluarga, Monitoring dan Evaluasi.
Mahasiswa mampu merencanakan kegiatan sesuai dengan masukan atau
saran dari masyarakat, Kader, Tokoh Masyarakat, Puskesmas, dan Pengambil
Kebijakan.
Mahasiswa mampu mengkoordinasikan kegiatan yang sesuai dengan
rencana yang telah disusun bersama pihak yang bersangkutan berdasarkan
masalah kesehatan yang ada.
Mahasiswa mampu membuat atau menyusun laporan kegiatan yang telah
dilakukan berdasarkan kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan.

B. SARAN
1. Untuk Mahasiswa
a. Mahasiswa diharapkan lebih aktif memberikan intervensi pada keluarga
sesuai dengan kompetensi profesi yang dimiliki melalui berbagai kegiatan
masyarakat, posyandu dan kunjungan rumah.

31
b. Mahasiswa diharapkan mampu menerapkan komunikasi yang efektif
dengan berbagai pihak dalam merencanakan dan melaksanaan kegiatan di
masyarakat.
c. Mahasiswa diharapkan dapat melakukan koordinasi yang baik dan efektif
dengan berbagai pihak terkait pelaksanaan tindak lanjut sesuai prioritas
masalah yang ada di desa.
d. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan komunikasi efektif agar
mendapat kepercayaan masyarakat sehingga dapat memberikan intervensi
yang kolaboratif dan komprehensif.
e. Mahasiswa diharapkan mampu menyusun laporan kegiatan sesuai
bimbingan dari dosen, referensi dari buku dan teori yang telah diberikan.

2. Untuk Pihak Puskesmas


Pihak Puskesmas diharapkan untuk melanjutkan Intervensi Berbasis
Pendekatan Keluarga terhadap KK lain yang bermasalah agar tercipta
masyarakat yang sehat berkaitan dengan masalah stunting dalam rangka
memajukan derajat kesehatan hidup masyarakat.

3. Untuk Masyarakat
Masyarakat diharapkan ikut serta berperan aktif dalam menjalankan
program-program kesehatan, mengaplikasikan perilaku hidup sehat, dan
membagikan informasi kesehatan kepada anggota keluarga agar tercipta
masyarakat sehat.

4. Untuk Kader
Kader diharapkan ikut serta dalam berbagai pelatihan kesehatan,
membagikan pengetahuan terbaru mengenai pola hidup sehat serta
menjembatani masyarakat dengan pihak tenaga kesehatan dalam rangka
bersama-sama membangun masyarakat sehat.

32
DAFTAR PUSTAKA

33
LAMPIRAN DOKUMENTASI

34

Anda mungkin juga menyukai