Anda di halaman 1dari 3

Nomor : 04/SP/FIB/I/2020 Depok, 30 Januari 2020

Lampiran :-
Hal : Pernyataan Sikap

Kepada Yth.
Menteri Kesehatan RI
Dr.dr.Terawan Agus Putranto, Sp.Rad (K)
d/a Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Jalan H.R. Rasuna Said Blok X 5 Kav. 4-9, Jakarta 12950

Dengan hormat,
Salam sejahtera kami sampaikan, semoga bapak Menteri Kesehatan dalam lindungan
Allah Tuhan Yang Maha kuasa.
Bapak Menteri, Pelayanan Kefarmasian di RS merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan RS yang berorientasi kepada pelayanan pasien,
penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu
dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik.
Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk merealisasikan
perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi pasien.
Untuk itu keberadaan Apoteker perlu ditingkatkan secara terus menerus agar perubahan
paradigma tersebut dapat diimplementasikan demi tercapainya cita-cita Indonesia Sehat 2025.
Apoteker dapat memenuhi hak pasien agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan
termasuk tuntutan hukum. Apoteker dapat memberikan Pelayanan Kefarmasian secara
komprehensif dan simultan baik yang bersifat manajerial maupun farmasi klinik.
Peran Apoteker dalam pelayanan Farmasi Klinis adalah menjamin efektivitas ,
keamanan dan ketepatan pemberian obat dan terapi, serta menjamin keberlangsungan terapi
obat yang rasional, sehingga keberhasilan terapi optimal yang di harapkan masyarakat dapat
tercapai. Disisi lain efisiensi biaya penggunaan perbekalan Farmasi dapat dikelola melalui
Farmakoekonomi, sehingga kebocoran terkait Perbekalan Farmasi dapat ditekan.
Beberapa waktu yang lalu, kami mendapatkan salinan PMK. No.3 Tahun 2020 tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Seiring waktu, Farmasis Indonesia Bersatu (FIB)
menerima aduan dari ratusan Apoteker dari seluruh Indonesia yang merasa resah dengan
pemberlakuan PMK tersebut. Berlandaskan aspirasi yang masuk, maka tim ahli dan praktisi
Farmasis Indonesia Bersatu (FIB) melakukan kajian terhadap PMK.3 Tahun 2020, dengan
hasil sebagai berikut ;

1. Dengan memposisikan Pelayanan Kefarmasian di jenis pelayanan Non Medis, maka


PPRA (Program Pengendalian Resistensi Antimikroba) tidak akan bisa berjalan
dengan baik, sehingga dapat meningkatkan Infeksi Nosokomial di RS. Hal itu sangat
membahayakan kesehatan masyarakat karena berpotensi meningkatkan resistensi
Antibiotik.
2. Fungsi Apoteker di RS salahsatunya adalah memberikan pemantauan terapi obat yang
sudah terintegrasi dalam rekam medis sebagai salah satu Profesional Pemberi Asuhan
(PPA). Apabila Apoteker di posisikan sebagai Non Medis, Siapakah yang akan
memberikan dan memonitor pemberian obat berikut tanggung jawab pencatatan dalam
rekam medis? Itu akan berpotensi melanggar Pasal 108 UU No.36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan.
3. Dengan meniadakan pelayanan Farmasi Klinis oleh Apoteker, maka potensi DRP
(Drug Related Problem) akan Meningkat tajam, karena tidak ada pemantauan terhadap
pasien terhadap penggunaan obat. Sekali lagi ini membahayakan keselamatan
masyarakat.
4. Pelayanan farmasi klinis oleh Apoteker sangat penting seiring meningkatnya
peresepan off label drug yang memerlukan pemantauan khusus. Peresepan obat off-
label tetap memiliki resiko tinggi karena data mengenai efek samping yang
kemungkinan akan timbul belum memadai. Resiko inilah yang akan diterima
masyarakat
5. Pelayanan farmasi klinis oleh Apoteker juga sangat penting terkait pengkajian resep,
pemantauan dosis, penggunaan higt alert medication , Obat-obatan kemoterapi,
Nutrisi parenteral, Dispensing sediaan steril dan pemantauan MESO. Dan hal ini tidak
akan dapat diterapkan kalau Pelayanan Kefarmasian diposisikan sebagai Non Medis.
Tentu akan sangat membahayakan keselamatan masyarakat.
6. Pelayanan farmasi klinis oleh Apoteker juga sangat penting dalam pertimbangan
pergantian obat bila terjadi kekosongan perbekalan Farmasi yg perlu subtitusi baik
produk ataupun kandungan nya. Untuk memberikan rekomendasi subtitusi dari
perbekalan Farmasi tidak dapat diwakilkan selain Apoteker.
7. Dengan menempatkan pelayanan kefarmasian di Jenis Pelayanan Non Medis bersama
laundri/binatu, pengolah makanan, pemeliharaan sarana prasarana dan alat kesehatan,
sistem informasi dan komunikasi, dan pemulasaran jenazah, sudah merendahkan
harkat dan martabat Apoteker sebagai Profesi yang mendedikasikan diri untuk
mengawal masyarakat mendapatkan obat yang aman dan efektif.

Dari uraian di atas, Kami Farmasis Indonesia Bersatu (FIB) menyatakan sikap sebagai
berikut;
1. Menolak implementasi PMK No.3 Tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan
Rumah Sakit.
2. Mendesak Menteri Kesehatan menunda implementasi PMK No.3 Tahun 2020 tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit.
3. Mendorong Menteri Kesehatan merevisi PMK No.3 Tahun 2020 tentang Klasifikasi
dan Perizinan Rumah Sakit dengan melibatkan praktisi Apoteker RS yang kompeten
serta seluruh Organisasi Apoteker tanpa terkecuali.
Demikian pernyataan sikap dari kami, untuk dapat di tindaklanjuti demi kemaslahatan
bersama, demi keamanan masyarakat dan demi tegaknya marwah profesi tenaga kesehatan
tanpa terkecuali

Semoga Allah Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan kebijaksanan dan rahmatnya
bagi kita semua, Aamiin.

PRESIDIUM NASIONAL
FARMASIS INDONESIA BERSATU

Fidi Setyawan, S.Farm., M.Kes., Apt.


Ketua Dewan Presidium Nasional FIB

Hasan Ismail, S.Farm., M.M., Apt Mohamad Ma"rufik, S.Farm.,Apt.


Dewan Presidium Nasional FIB Dewan Presidium Nasional FIB

Dasrul B.,S.Si, Apt. Ismail Salim Mattula, S.Si., Apt.


Dewan Presidium Nasional FIB Dewan Presidium Nasional FIB

Tembusan :
1. Presiden RI
2. Komisi IX DPR RI
3. Ombudsman RI
4. Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan
5. PP IAI
6. Dewan Pengawas PP IAI
7. PD IAI Seluruh Indonesia
8. Arsip

Anda mungkin juga menyukai