Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pada era ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) sekarang ini,
pendidikan Islam dituntut untuk mekakukan antisipasi baik dalam dataran
pemikiran (konsep) maupun dataran tindakan. Kesiapan dunia pendidikan
Islam dalam memasuki tahap ini banyak bergantung pada akurasi dan
antisipasi yang dilakukan, termasuk kejelian dalam mengidentifikasi
permasalahan yang di hadapi. Sebab dalam sistem pendidikan itu masih ada
beberapa hal yang perlu dibenahi, khususnya yang berkaitan dengan
problematika yang dihadapi dunia pendidikan Islam.
Diantara problematika itu adalah perkembangan ilmu pendidikan yang
lamban. Kelambanan ini setidaknya disebabkan oleh: pertama, lemahnya
paradigma pendidikan Islam, bahkan dianggap belum memiliki paradigma
yang mapan. Kedua, teori-teori ilmiah yang menyentuh pada pendidikan
Islam dirasa masih kurang. Akibatnya mendorong para pendidik untuk
membuka paradigma baru yang membangun dan mengembangkan teori-teori
pendidikan Islam dalam membentengi sistem pendidikan Islam pada era
sekarang ini. Bahwasannya sistem pendidikan Islam belum mengacu pada Al-
Qur’an dan Al-Hadits sehingga sistem pendidikan Islam sekarang ini mudah
terombang-ambing oleh pengetahuan Barat dan teknologi yang semakin
canggih.
Berangkat dari latar belakang tersebut, maka perlu dicoba untuk
mencari konsep baru tentang pendidikan dalam perspektif Al-Qur’an dengan
harapan dapat memunculkan pemikiran-pemikiran baru tentang teori
pendidikan yang integral antara ilmu dan wahyu, sistematis dan bersifat
operasional terhdap pendidikan Islam itu sendiri.

1
2

A. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat ditarik
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep pendidikan dalam Al-Qur’an?
2. Bagaimana prinsip-prinsip pendidikan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits?

B. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat dirumuskan tujuan
penulisan sebagai berikut:
1. Mengetahui konsep pendidikan dalam Al-Qur’an.
2. Mengetahui prinsip-prinsip pendidikan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Pendidikan dalam Al-Qur’an


Tidak hanya negara yang mempunyai konsep pendidikan, Islam pun
mempunyai konsep pendidikan. Konsep pendidikan negara yang sekarang
kita gunakan tidak stabil, hampir setiap pergantian menteri mengalami
pergantian kurikulum. Sedangkan konsep pendidikan Islam yang mengacu
pada Al-Qur’an tidak diterapkan di dalam negara ini, padahal di dalam al-
Qur’an mengintroduksikan dirinya sebagai “pemberi petunjuk kepada jalan
yang lebih lurus” (QS.17:19). Petunjuk-petunjuknya bertujuan memberi
kesejahteraan dan kebahagian bagi manusia, baik secara pribadi maupun
kelompok dan karena itu ditemukan petunjuk-petunjuk bagi manusia dalam
kedua bentuk tersebut.
Rasulullah SAW. yang dalam hal ini bertindak sebagi penerima Al-
Qur’an, betugas untuk menyampaikan petunjuk-petunjuk tersebut,
menyucikan dan mengajarkan manusia (QS.67:2), menyucikan dapat identik
dengan mendidik, sedangkan mengajar tidak lain kecuali mengisi benak anak
didik dengan pengetahuan yang berkaitan dengan alam metafisika serta fisika.
Kebahagian hidup manusia itulah yang menjadi sasaran hidup
manusia yang pencapaiannya sangat bergantung pada masalah pendidikan.
Selain itu, pendidikan merupakan kunci untuk membuka pintu ke arah
modernisasi. Modernisasi dalam sistem pendidikan dapat kita capai dengan
pemberdayaan pendidikan. Agar sistem pendidikan dapat terwujud maka
perlu konsep dan pedoman untuk mencapai tujuan tersebut. Guna
mendapatkan konsep pendidikan, para pedagog muslim setidaknya
menawarkan beberapa istilah sebagai referensi dalam mengkaji problematika
sistem pendidikan tersebut, yaitu pendidikan Islam.

3
4

Menurut An-Nahwaly. Menurutnya lafal-lafal itu adalah “tarbiyah,


ta’lim, ta’dzib, dan tahdzib. Adapun penjelasan dari keempat istilah itu
sebagai berikut:
1. Tarbiyah
Istilah tarbiyah itu setidaknya bisa memiliki arti tujuh macam, yaitu
education (pendidikan), upbringing (asuhan), teaching (pengajaran),
instruction (perintah), pedagogy (pendidikan), breeding (pemeliharaan),
raising (peningkatan). Istilah tarbiyah itu sendiri berasal dari kata raba-
yarbu yang berarti tumbuh dan berkembang. Semua arti itu sejalan dengan
lafal yang digunakan oleh Al-Qur’an untuk menunjukkan proses
pertumbuhan dan perkembangan kekuatan fisik, akal, dan akhlak. Hal ini
diantaranya telah di jelaskan dalam Al-Qur’an dalam surat As-Syu’ara
ayat 18:
   
  
   
Artinya: “Fir’aun menjawab: ‘Bukankah kami telah mengasuhmu di
antara (keluarga) kami, waktu kami masih kanak-kanak dan kamu tinggal
bersama kami beberapa tahun dari umurmu’”.
Lafal tarbiyah dalam Al-Qur’an juga dimaksudkan sebagai proses
pendidikan. Namun makna pendidikan tarbiyah dalam Al-Qur’an tidak
terbatas pada aspek kognitif berupa pengetahuan untuk selalu berbuat baik
kepada orang tua, akan tetapi pendidikan itu meliputi juga aspek afektif
yang direalisasikan sebagai apresiasi atau sikap respek terhadap keduanya
dengan cara menghormati mereka. Lebih dari itu, konsep tarbiyah meliputi
juga tindakan untuk berbakti bahkan sampai kepedulian untuk
mendoakannya.
2. Ta’lim
Istilah ta’lim memiliki dua pola atau bentuk jamak plural.
Perbedaan bentuk jamak itu mengakibatkan sedikit perbedaan arti,
meskipun tidak begitu signifikan untuk di bedakan. Pertama, ta’lim
dengan pola jamak ta’lim mempunyai sembilan arti, yakni: informasi
5

(berita), advice (nasehat), intruction (perintah), direction (petunjuk),


teaching (pengajaran), training (pelatihan), schooling (pendidikan di
sekolah), education (pendidikan ), apprenticeship (bekerja sambil belajar).
Kedua, ta’lim dalam pola jamak ta’limat hanya bearti dua macam yakni:
directives (petunjuk) dan announcement (pengumuman).
Lafal ta’lim ini dalam Al-Qur’an disebut banyak sekali. Ayat yang
oleh para ahli dijadikan dasar proses rujukan proses pengajaran
(pendidikan) di antaranya adalah surat Al-Baqarah ayat 31-32:
 
  
 
 
 
  
  
    
   
 
 
Artinya: “Dan Dia mengajarkan kepada adam nama-nama benda-benda
seluruhnya, kemudian mengemukannya kepada para malaikat lalu
berfirman: ’Sebutkanlah kepada aku nama benda-benda itu jika kamu
memang orang-orang yang benar’. Mereka menjawab : ‘Maha Suci
Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau
ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah yang maha mengetahui
lagi maha bijaksana.”
Ayat ini menunjukkan terjadinya proses pengajaran (ta’lim) kepada
Adam sekaligus menunjukkan kelebihannya karena ilmu yang dimiliknya
yang tidak diberikan Allah kepada para makhluk lainnya. Maka proses
ta’lim hanya bisa terjadi pada makhluk berakal.
3. Ta’dzib
Lafal ta’dzib setidaknya memiliki lima macam arti yaitu: education
(pendidikan), discipline (ketertiban), punishment (chastisement-hukuman),
disciplinary punishment (hukuman demi ketertiban). Nampaknya lafal ini
6

lebih mengarah kepada perbaikan tingkah laku. Meskipun arti lafal ta’dzib
begitu tinggi nilainya, tetapi lafal ta’dzib tidak sekalipun dipakai dalam
Al-Qur’an. Barang kali asumsi Al-Qur’an tidak menyebutkannya adalah
bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam lafal ta’dzib sudah termasuk
dalam lafal yang menunjukkan dalam arti pendidikan yang lain (tarbiyah
dan ta’lim).
4. Tahzib
Wehr mengartikan lafal tahzib dalam 10 macam arti, yaitu:
expurgation (penghijauan yang jelek), emendation (perbaikan), correction
atau retification (pembentukan), revision (perbaikan), training (pelatihan),
intruction (perintah), education (pendidikan), upbringing (penumbuhan),
culture (kebudayaan) dan refinement (perbaikan). Meskipun lafal tahzib
begitu tinggi kandungan artinya, namun ternyata tidak satu kali pun kata
ini terdapat dalam Al-Qur’an, yang jelas ini juga menunjukkan pada upaya
menjadikan manusia meningkatkan kualitas kebaikan seseorang supaya
moral atau akhlaknya menjadi lebih bagus. Dan inilah yang menjadi tujuan
pendidikan. Untuk itu istilah tahzib juga di maksudkan sebagai upaya
pendidikan.
Meskipun term untuk pendidikan tidak digunakan dalam Al-Qur’an
hanya tarbiyah dan at-ta’lim, tidak berarti konsep pendidikan Islam tidak
menyentuh aspek yang dimilki oleh istilah ta’dzib, sebab esensi dari sistem
pendidikan adalah perbaikan moral. Hal ini tercermin dari misi Rasulullah
SAW. adalah penyempurnaan akhlak dengan sabdanya; “Artinya:‘aku
diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak.’”
Begitu juga lafal tahzib yang lebih menekankan pada aspek
perbaikan atau penghilangan sifat buruk ini juga berkenaan masalah moral.
Sehingga pendidikan akhlak di istilah tahzib, al-akhlaq, sebab hasil dari
pendidikan Islam haruslah mampu berperan sesuai dengan kemajuan iptek,
disamping harus menghiasinya dengan dengan nilai-nilai akhlak Islami.
Hal ini sebgai konsekuensi logis dari posisi Islam sebagai agama penutup
sehingga mesti memiliki nilai-nilai ajaran yang sempurna. Pendidikan
7

bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian yang menyeluruh secara


seimbang melalui latihan jiwa, intelek, perasaan dan indera.
Oleh karena itu, tujuan pendidikan Islam menurut Ashraf, adalah
penyerahan diri secara mutlak kepada Allah SWT. bahkan Shihab, seorang
mufassir kenamaan Indonesia, menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam
adalah membina manusia supaya menjadi khalifah Allah di muka bumi
untuk membangun dunia sesuai konsep taqwa.

B. Prinsip-Prinsip Pendidikan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits


1. Prinsip Integrasi
Yaitu bahwa dunia ini merupakan jembatan menuju akhirat.
Karena itu, pendidikan dimaksudkan untuk bekal di akhirat. Perilaku yang
terdidik dan nikmat Allah apapun yang didapat dalam kehidupan harus
diabadikan untuk memenuhi keinginan Allah SWT.
Allah SWT. berfirman:
  
   
   
  
   
    
     
 
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash:
77)
Dari ayat tersebut menunjukkan prinsip integrasi, dimana arah
perjalanan hidup kita (termasuk pendidikan) dimaksudkan untuk mengabdi
8

kepada Allah dan berorientasi akhirat, namun tidak melupakan kehidupan


dunia.

2. Keseimbangan
Yaitu seimbang antara unsur material dan spiritual, unsur jasmani
dan rohani. Tidak kurang dari enam puluh tujuh ayat yang menyebutkan
iman dan amal secara bersamaan, secara implisit menggambarkan
kesatuan yang tidak terpisahkan. Allah berfirman:
  
   
  
 
 
 

Artinya: “Demi masa, sesungguhnya manusia dalam kerugian. Kecuali
yang beriman dan beramal sholeh dan nasihat menasihati supaya menaati
kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-
‘Ashr: 1-3)
Juga dalam QS. Al-Mulk ayat 3, Allah SWT. berfirman:
  
   
   
   
   
 
Artinya: “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-
kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang
tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu
yang tidak seimbang?”
3. Persamaan
Prinsip ini berakar dari konsep dasar tentang manusia yang
mempunyai kesatuan asal yang tidak membedakan derajat, baik antara
9

jenis kelamin, kedudukan sosial, bangsa, suku, ras, maupun warna kulit.
Sehingga budak sekali pun mendapatkan hak dalam pendidikan.
Rasulullah bersabda: “Siapa pun diantara seorang laki-laki yang
mempunyai seorang budak perempuan, lalu diajar dan dididiknya dengan
ilmu dan pendidikan yang baik kemudian dimerdekakannya lalu
dikawininya, maka (laki-laki) itu mendapat dua pahala.” (HR. Bukhari)
4. Keutamaan
Ditegaskan bahwa pendidikan bukan hanya proses mekanik
melainkan merupakan proses yang mempunyai ruh dimana segala
kegiatannya diwarnai dan ditujukan kepada keutamaan-keutamaan.
Keutamaan-keutamaan tersebut terdiri dari nilai-nilai moral. Nilai moral
yang paling penting dan paling tinggi adalah tauhid. Sedangkan nilai moral
yang paling buruk dan paling rendah adalah syirik. Allah SWT. berfirman:
    
   
    
   
  

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan
Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka
sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa: 48)
Dengan prinsip keutamaan ini, pendidik bukan hanya bertugas
menyediakan kondisi belajar bagi subjek didik, tetapi lebih dari itu turut
membentuk kepribadiannya dengan perlakuan dan keteladanan yang
ditunjukkan oleh pendidik tersebut.
Rasulullah bersabda: “Hargailah anak-anakmu dan baikkanlah
budi pekerti mereka.”(HR. Nasa’i)
5. Berlangsung Seumur Hidup
Menuntut ilmu adalah fardhu ‘ain artinya diwajibkan bagi tiap-tiap
muslim selama hidupnya. Oleh karena menuntut ilmu berlangsung seumur
10

hidup, yaitu sejak dilahirkan sampai meninggal dunia. Prinsip ini


bersumber dari pandangan mengenai kebutuhan dasar manusia dalam
kaitan keterbatasan manusia dimana manusia dalam sepanjang hidupnya
dihadapkan pada berbagai tantangan dan godaan yang dapat
menjerumuskan dirinya ke dalam kehinaan. Dalam hal ini dituntut
kedewasaan manusia berupa kemampuan untuk mengakui dan menyesali
kesalahan dan kejahatan yang dilakukan, disamping selalu memperbaiki
kualitas dirinya. Allah SWT. berfirman:
   
  
    
   
Artinya: “Maka barang siapa bertobat (di antara pencuri-pencuri itu)
sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka
sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Maidah: 39)
Rasulullah bersabda: “Barang siapa wafat dalam menuntut ilmu
(dengan maksud) untuk menghidupkan Islam, maka antara dia dan para
Nabi adalah satu derajat di Surga.” (HR. Thabrani).
6. Tidak Dibatasi Ruang dan Jarak
Pendidkan Islam bisa dilakasaakan di mana pun. Menuntut ilmu
tidak dibatasi ruang dan Jarak, artinya menuntut ilmu bisa dilakukan
dimana saja, bahkan bila perlu ke luar kota atau ke luar negeri.
Rasulullah bersada: “Tuntut ilmu walau sampai ke Negeri China,
karena sesungguhnya menuntut ilmu itu diwajibkan atas tiap orang Islam,
dan bahwasannya malaikat itu akan merendahkan sayapnya kepada orang
yang menuntut ilmu karena rela (senang) pada orang-orang yang
menuntut ilmu.” (HR. Ibnu Barri)
7. Berakhlakul Karimah
Menuntut ilmu sebagai relasi pendidikan Islam haruslah
memperhatikan adab atau tata krama, baik kerika berlangsung
11

pembelajaran (Ta’lim wa Ta’lum), maupun sebelum dan sesudah; misalnya


murid menghormati ustadz/gurunya, dan guru mengasihi serta menghargai
muridnya. Allah SWT. berfirman:
    
  
   
 
   
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. al-
Ahzab: 21)
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya aku telah diutus (tiada lain)
untuk menyempurnakan akhlak manusia.” (HR. Al Bazzar)
8. Bersungguh-Sungguh dan Rajin
Setiap pengalaman ibadah dalam Islam (termasuk pendidikan)
haruslah dilaksanakan dengan bersungguh-sungguh dan rajin
(berkesinambungan) karena hanya dengan demikian akan terwujud
harapan serta akan diridhoi Allah. Allah SWT. berfirman:
  
  
  
   
Artinya: “Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan
berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin,
maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan
baik.” (QS. Al Israa’: 19)
  
   
 
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan
sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-
Nya.” (QS. Al-Insyiqoq: 6)
12

   


Artinya: “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan),
kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.” (QS. Alam
Nashroh: 7)
9. Harus Diamalkan
Setiap ilmu yang telah dimiliki, dipahami dan diyakini
kebenarannya haruslah diamalkan. Manfaat ilmu baru dirasakan dan lebih
berkah setelah diamalkan.
Orang yang mempunyai banyak ilmu tapi tak pernah diamalkan itu
seperti pohon rindang tapi tak berubah, jadi kurang atau tidak
bermanfaatm, selain itu mereka juga akan sangat menyesal di akhirat
kelak.
Rasulullah bersabda: “Perumpamaan orang yang menuntut ilmu,
lalu tidak mengajarkan menyebarkan dan mengamalkannya adalah seperti
orang yang menyimpan (menimbun) hartanya tapi tidak pernah
membelanjakannya.” (HR. Thabrani)
Juga dalam satu riwayat:
“Pelajari ilmu apapun yang kamu kehendaki, demi Allah, kalian
tidak akan diberi pahala hanya dengan mengumpulkan ilmu sebelum kamu
mengamalkannya.” (HR. Abul Hasan Ibnul Akhzam dari Anas)
10. Guna Mewujudkan Kemaslahatan/Kebaikan Hidup
Setiap ilmu yang didapat selain harus diamalkan juga harus
membawa manfaat; baik bagi dirinya sendiri, maupun bagi orang lain.
Misalnya ada perubahan perilaku pada dirinya ke arah yang lebih baik,
setelah ia mendapatkan ilmu. Begitu juga orang-orang di sekitarnya harus
mendapatkan manfaat dari ilmu yang dimilikinya itu.
Rasulullah bersabda: “Apabila datang kepadaku pergantian hari-
hari, sedangkan pada hari itu aku tidak menambahkan ilmu yang
13

mendekatkan aku pada Allah SWT. Maka aku tidak akan diberkahi pada
hari itu.” (HR. Tirmidzi)
Juga dalam satu riwayat:
“Orang yang paling berat penderitaannya di hari kiamat ialah
orang pandai yang pengetahuannya tak memberi manfaat baginya.” (HR.
Thabrani).
14

BAB III
KESIMPULAN

Pendidikan merupakan kunci untuk membuka pintu ke arah modernisasi.


Modernisasi dalam sistem pendidikan dapat kita capai dengan pemberdayaan
pendidikan. Agar sistem pendidikan dapat terwujud maka perlu konsep dan
pedoman untuk mencapai tujuan tersebut. Pendidikan Islam adalah membina
manusia supaya menjadi khalifah Allah di muka bumi untuk membangun dunia
sesuai konsep taqwa.
Al-Quran mengintroduksikan dirinya sebagai “pemberi petunjuk kepada
jalan yang lebih lurus” (QS.17:19). Petunjuk-petunjuknya bertujuan memberi
kesejahteraan dan kebahagian bagi manusia, baik secara pribadi maupun
kelompok dan karena itu ditemukan petunjuk-petunjuk bagi manusia dalam kedua
bentuk tersebut.

14
15

DAFTAR PUSTAKA

An-Nahlawy, Abdurrahman, Prinsip-Prinsisp Metode Pendidikan Islam,


Bandung: Diponegoro, 1989.
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, Paradigma Pendidikan Islam,
Pustaka Pelajar, 2001.
Horbison dan Myers, Education, Man Power and Growth Strategies of Human
Resources Development, New York: Mcgrow Hill, 1964.
IAIN Wali Songo, Raradigma Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, 2011.
Muchtar, Heri Jauhari, Fikih Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008.
Shihab, Quraish, Membumikan Al-Quran, Bandung: Mizan, 1994.
Sukanto, Prospek Dasar Agenda Masalah Pendidikan Dalam Pjp II; Makalah
seminar UII, Yogyakarta, 1994.
Yunus, Mahmud, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, Jakarta: Yayasan
Penyelenggara Penterjemah/Penafsiran Al-Quran, 1972.

15
16

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................... i


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................. 2
C. Tujuan Penulisan .................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Pendidikan dalam Al-Qur’an .................................. 3
B. Prinsip-prinsip Pendidikan dalam Al-Qur’an dan Al-
Hadits ................................................................................... 7
BAB III PENUTUP
Kesimpulan ................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 15

i
17

Konsep Pendidikan dalam Al-Qur’an

Karya Tulis
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Kenaikan Pangkat Dan Golongan

Disusun Oleh:
Heru Susanto, M.Pd.I
NIP.198207192009121005

Madrasah Tsanawiyah Negeri 37 Jakarta Barat


18

Tahun 2017

Anda mungkin juga menyukai