Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN AKHIR PRAKTIK

ASUHAN KEBIDANAN KEHAMILAN PADA NY. LGY


UMUR 22 TAHUN G1P0000 UK 38 MINGGU 4 HARI
PRESKEP U PUKA T/H DENGAN ANEMIA RINGAN +
RIWAYAT ASMA

Oleh:
NI LUH DIAH NOVITA DEWI
P07124319 027

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES DENPASAR JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN
DENPASAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN AKHIR PRAKTIK


ASUHAN KEBIDANAN KEHAMILAN PADA NY. LGY UMUR 22 TAHUN
G1P0000 UK 38 MINGGU 4 HARI PRESKEP U PUKA T/H DENGAN
ANEMIA RINGAN + RIWAYAT ASMA

Oleh:
NI LUH DIAH NOVITA DEWI
P07124319 027

Telah disahkan,
Denpasar, September 2019

Mengetahui Mengetahui
Pembimbing Institusi Pembimbing Lapangan

Made Dwi Mahayati, SST., M.Keb Ni Nyoman Admini, S.ST.


NIP. 198404302008012003 NIP.196803231989022002

Mengetahui,
Ketua Prodi Profesi Bidan

Ni Wayan Armini, S.ST., M.Keb


NIP. 198101302002122001
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Asuhan Kebidanan Kehamilan Pada Ny. Lgy Umur 22 Tahun
G1P0000 Uk 38 Minggu 4 Hari Preskep U Puka T/H Dengan Anemia Ringan
+ Riwayat Asma” tepat pada waktunya. Penulis menyampaikan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Anak Agung Ngurah Kusumajaya, SP., MPH sebagai Direktur Politeknik

Kesehatan Denpasar.

2. Ni Nyoman Budiani, S.Si.T., M.Biomed. sebagai Ketua Jurusan Kebidanan

Politeknik Kesehatan Denpasar.

3. Ni Wayan Armini, S.ST., M.Keb. sebagai Ketua Program Studi Diploma IV.

4. Ni Made Dwi Mahayati, S.ST.,M.Keb selaku pembimbing institusi.

5. Ni Nyoman Admini, SST selaku pembimbing lapangan tempat pengambilan

kasus ini.

6. Pihak lain yang tidak bisa peneliti sebutkan satu-persatu.

Dalam laporan kasus ini, penulis menyadari bahwa laporan kasus ini

masih ada beberapa kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan masukan dan

saran membangun dari para pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan laporan

kasus ini.

Denpasar, September 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 3
C. Tujuan ................................................................................................. 3
D. Manfaat ................................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 5
A. Anemia Pada Kehamilan…………………………………………… 5
B. Fungsi Zat Besi……………………………………………………. 10
C. Sumber Zat Besi…………………………………………………… 10
D. Kebutuhan Fe/Zat Besi dan Suplementasi Zat Besi Pada
Masa Kehamilan………………………………………………….. 11
E. Efek Samping Pemberian Suplementasi Zat Besi…………………. 13
F. Tablet besi berguna untuk kesehatan ibu dan bayi………………… 14
G. Asma………………………………………………………………. 15
BAB III TINJAUAN KASUS..................................................................... 20
BAB IV PEMBAHASAN .......................................................................... 28
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 31
A. Simpulan ............................................................................................. 31
B. Saran .................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan memberikan perubahan yang besar terhadap tubuh seorang ibu
hamil. Salah satu perubahan yang besar yaitu pada sistem hematologi. Ibu hamil
sering kali mengalami anemia selama masa kehamilan. Anemia adalah salah satu
masalah kesehatan global yang umum dan tersebar luas serta memengaruhi 56 juta
wanita di seluruh dunia, dan dua pertiga di antaranya berada di Asia (Soh et al,
2015). Anemia pada wanita usia subur menjadi perhatian World Health
Organization dan ditargetkan dapat direduksi sebanyak 50% pada tahun 2025.

Kejadian anemia di Indonesia pada ibu hamil masih tinggi. Menurut data
Riskesdas (2013), kelompok ibu hamil merupakan salah satu kelompok yang
berisiko tinggi mengalami anemia. Anemia pada ibu hamil umumnya merupakan
anemia relatif akibat perubahan fisiologis tubuh selama kehamilan yaitu adanya
hemodilusi (Huang et al, 2015). Ibu hamil dapat mengalami anemia karena
kebutuhan zat besi selama hamil meningkat untuk pertumbuhan janin. Anemia
kehamilan dapat dicegah apabila seorang ibu mempunyai asupan nutrisi yang
bagus sebelum hamil sehingga mempunyai cadangan zat besi di dalam tubuh
(Noran and Mohammed, 2015).

Anemia dalam kehamilan dapat berdampak buruk terhadap mortalitas dan


morbiditas ibu maupun janin. Hasil dari kehamilan dengan anemia di antaranya
intra uterine growth retardation (IUGR), lahir prematur, berat bayi lahir rendah
(BBLR), dan peningkatan risiko kematian neonatus. Efek anemia kehamilan pada
ibu di antaranya sesak nafas, kelelahan, palpitasi, gangguan tidur, meningkatkan
risiko pendarahan saat persalinan, preeklamsia, dan sepsis (Noran and Mohammed
, 2015)

Anemia pada ibu hamil disebabkan oleh kekurangan zat besi, kekurangan
asam folat, infeksi dan kelainan darah. Anemia dapat berpengaruh buruk terutama
saat kehamilan, persalinan, dan nifas. Bahaya anemia selama kehamilan antara
lain terjadi abortus, gangguan tumbuh kembang pada janin, mola hidatidosa, dan
lain-lain termasuk kasus hiperemesis gravidarum.

Ibu hamil merupakan salah satu kelompok rawan kekurangan gizi, karena
terjadi peningkatan kebutuhan gizi untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin yang
dikandung. Pola makan yang salah pada ibu hamil membawa dampak terhadap
terjadinya gangguan gizi antara lain anemia, pertambahan berat badan yang
kurang pada ibu hamil dan gangguan pertumbuhan janin. Salah satu masalah gizi
yang banyak terjadi pada ibu hamil adalah anemia gizi, yang merupakan masalah
gizi mikro terbesar dan tersulit diatasi di seluruh dunia.

Global Initiative for Asthma (GINA) mendefinisikan asma sebagai gangguan


inflamasi kronik pada saluran pernapasan yang melibatkan banyak sel inflamasi
dan hipersensitivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan (alergen) yang
ditandai oleh penyempitan saluran pernapasan yang reversibel dengan atau tanpa
pengobatan. Hingga saat ini, asma masih merupakan masalah di dunia dengan
angka kejadian sebanyak 3.000.000 penduduk dan angka kematian sebanyak
250.000 penduduk setiap tahunnya.

Tingkat keparahan asma pada kehamilan sendiri dapat berubah, baik


menjadi semakin ringan, berat, atau tidak berubah sama sekali. Walaupun adanya
kekhawatiran akan penggunaan obat-obatan selama kehamilan, asma yang tidak
terkontrol dapat mengakibatkan efek yang tidak diinginkan terhadap janin berupa
peningkatan mortalitas perinatal, angka kejadian prematuritas, dan angka kejadian
berat badan bayi lahir rendah sehingga penanganan asma yang baik dengan
pemantauan ketat serta pengobatan asma dengan prinsip reliever dan controller
akan menurunkan morbiditas serta mortalitas ibu hamil dengan asma, sehingga
dapat menghasilkan outcome maternal dan fetal yang maksimal.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 mencatat penurunan prevalensi


anemia pada ibu hamil di Indonesia menjadi 37,1% dengan proporsi yang hampir
sama antara ibu hamil di perkotaan (36,4%) dan pedesaan (37,8%). Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 mencatat prevalensi anemia pada ibu hamil
mengalami peningkatan yaitu 48,9 % (Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan, 2019). Meskipun pemerintah sudah
melakukan program penanggulangan anemia pada ibu hamil yaitu dengan
memberikan 90 tablet Fe kepada ibu hamil selama periode kehamilan dengan
tujuan menurunkan angka anemia ibu hamil, tetapi kejadian anemia masih tinggi
(Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, 2014).

Di Bali, prevalensi anemia pada ibu hamil sebesar 46,2%. Salah satu
dampak dari anemia adalah kejadian berat badan lahir rendah dan perdarahan.
Perdarahan merupakan penyumbang terbesar angka kematian ibu (AKI) di Bali
tahun 2017. Angka kematian ibu di Bali mencapai 68,6 per 100.000 angka
kelahiran hidup dengan 23,91% kejadian diakibatkan oleh perdarahan. Kota
Denpasar terjadi 8 kematian ibu dengan satu kematian ibu disebabkan oleh
kelainan obstetri yaitu perdarahan (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2017).
Kejadian perdarahan merupakan salah satu dampak dari anemia. Penelitian yang
dilakukan oleh Rizky dkk., (2017) menyebutkan bahwa Ibu hamil dengan status
anemia memiliki risiko mengalami perdarahan post partum 15,62 kali lebih besar
dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak mengalami anemia.

Di Kota Denpasar jumlah ibu dengan anemia adalah sebanyak 788 ibu dan di
Puskesmas Kecamatan Denpasar Barat sebanyak 210 ibu dengan anemia pada
bulan oktober tahun 2018

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana asuhan kebidanan kehamilan pada kasus Ny. LGY umur 22 tahun
G1P0000 uk 38 minggu 4 hari preskep U puka T/H dengan anemia ringan +
Riwayat Asma?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Untuk memberikan asuhan kebidanan pada kasus Ny. LGY umur 22
tahun G1P0000 uk 38 minggu 4 hari preskep U puka T/H dengan anemia
ringan dan riwayat asma
2. Tujuan Khusus
a. Untuk dapat mengidentifikasi data objektif dan subjektif pada kasus Ny.
LGY umur 22 tahun G1P0000 uk 38 minggu 4 hari T/H preskep U puka
dengan anemia ringan dan riwayat asma
b. Untuk dapat mendiagnosa dan menentukan masalah yang kemungkinan
akan terjadi kasus Ny. LGY umur 22 tahun G1P0000 uk 38 minggu 4 hari
preskep U puka T/H dengan anemia ringan dan riwayat asma
c. Untuk melakukan penatalaksaan pada kasus Ny. LGY umur 22 tahun
G1P0000 uk 38 minggu 4 hari preskep U puka T/H dengan anemia ringan
dan riwayat asma
D. Manfaat
1. Bagi pembaca
Dapat menambah wawasan pembaca dalam mencegah terjadinya anemia pada
ibu hamil
2. Bagi penulis
Dapat menambah wawasan penulis dalam mendeteksi secara dini dan
melakukan penetalaksanaan pada kasus anemia
3. Bagi tempat praktik
Dapat digunakan sebagai kajian untuk meningkatkan layanan pada ibu hamil,
sehingga dapat mengurangi jumlah ibu yang terkena anemia ringan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anemia pada Kehamilan


1. Pengertian
Anemia adalah suatu penyakit kekurangan sel darah merah. Ibu hamil
dikatakan mengalami anemia apabila kadar haemoglobin ibu <11gr/dl. (WHO,
2011). Ada beberapa tingkatan anemia ibu hamil yang dialami ibu hamil menurut
WHO (2011), yaitu:
a. Anemia ringan: anemia pada ibu hamil disebut ringan apabila kadar
haemoglobin ibu 10,9 gr/dl sampai 10gr/dl.
b. Anemia sedang: anemia pada ibu hamil disebut sedang apabila kadar
haemoglobin ibu 9,9gr/dl sampai 7,0gr/dl.
c. Anemia berat: anemia pada ibu hamil disebut berat apabila kadar
haemoglobin ibu berada dibawah 7,0gr/dl.
2. Tanda dan Gejala Anemia
Tanda ibu hamil mengalami anemia adalah pucat, glossitis, stomatitis, eodema
pada kaki karena hipoproteinemia. Gejala ibu hamil yang mengalami anemia
adalah lesu dan perasaan kelelahan atau merasa lemah, gangguan pencernaan dan
kehilangan nafsu makan (Tewary, 2011).

3. Diagnosis
a Anamnesa
Pada anamnesa akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata
berkunang – kunang, dan keluhan sering mual muntah lebih hebat pada hamil
muda.
b Pemeriksaan fisik
1) Penderita terlihat lemah.
2) Kurang bergairah.
c Pada inspeksi muka, conjungtiva, bibir, lidah, selaput lendir dan dasar kuku
kelihatan pucat.
4. Tipe-Tipe Anemia
Menurut Proverawati (2011) klasifikasi anemia dalam kehamilan adalah
sebagai berikut:

a. Anemia defisiensi besi


Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat
besi dalam darah. Pengobatan anemia defisiensi besi bagi wanita hamil atau
tidak hamil, yaitu dengan mengonsumsi tablet tambah darah.

b. Anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan oleh karena
kekurangan asam folat.

c. Anemia hipoplastik
Anemia hipoplastik adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum
tulang, membentuk sel darah merah baru. Untuk diagnostik diperlukan
pemeriksaan di antaranya darah lengkap, pemeriksaan fungsi ekternal dan
pemeriksaan retikulasi.

d. Anemia hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh penghancuran atau
pemecahan sel darah merah yang lebih cepat. Gejala utama anemia hemolitik
adalah kelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi
bila terjadi kelainan pada organ-organ vital.Upaya Pencegahan Anemia

5. Pencegahan dapat dilakukan dengan mengatur pola makan yaitu dengan


mengkombinasikan menu makanan serta konsumsi buah dan sayuran yang
mengandung vitamin C (seperti tomat, jeruk, jambu), mengandung zat besi
(sayuran berwarna hijau tua seperti bayam). Kopi dan teh adalah minuman
yang dapat menghambat penyerapan zat besi sehingga tidak dianjurkan untuk
dikonsumsi (Arantika dan Fatimah, 2019). Pencegahan Anemia menurut
Waryana (2010) adalah :
a. Selalu menjaga kebersihan
b. Istirahat yang cukup
c. Makan-makanan yang bergizi dan banyak mengandung Fe, misalnya: daun
pepaya, kangkung, daging sapi, hati ayam dan susu.
d. Pada ibu hamil dengan rutin memeriksakan kehamilannya minimal 4 kali
selama hamil untuk mendapatkan tablet Fe dan vitamin yang lainnya pada petugas
kesehatan, serta makan-makanan yang bergizi 3 kali sehari dengan porsi 2 kali
lipat lebih banyak. Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus
mendapat tablet tambah darah (tablet zat besi) dan Asam Folat minimal 90 tablet
selama kehamilan yang diberikan sejak kontak pertama (Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
6. Penyebab Anemia
a. Status Ekonomi
Anemia defisiensi zat besi mencerminkan kemampuan sosial ekonomi
masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhannya dalam jumlah dan kualitas gizi.
Penelitian yang dilakukan Mariza (2016) menyebutkan bahwa sosial ekonomi
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian anemia. Status sosial
ekonomi yang rendah akan mempengaruhi ibu hamil terkena anemia. Penghasilan
yang diperoleh kemungkinan tidak tercukupi gizi yang memadahi, juga
dikarenakan saat hamil seseorang dengan sosial ekonomi rendah tidak mampu
untuk melakukan ANC sehingga kemungkinan besar gejala-gejala anemia tidak
terdeteksi.
b. Umur
Kehamilan diusia kurang dari 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat
menyebabkan anemia karena pada kehamilan diusia kurang dari 20 tahun secara
biologis belum optimal, emosinya cenderung labil, mentalnya belum matang
sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan kurangnya
perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat – zat gizi selama kehamilannya,
sedangkan pada usia diatas 35 tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan
daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa di usia ini
(Manuaba, 2010).
Ibu hamil pada umur muda atau dibawah 20 tahun perlu tambahan gizi
yang banyak, karena selain digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan
dirinya sendiri juga harus berbagi dengan janin yang sedang dikandung.
Sedangkan untuk umur yang tua diatas 35 tahun perlu energi yang besar juga
karena fungsi organ yang makin melemah dan diharuskan untuk bekerja maksimal
maka memerlukan tambahan energi yang cukup guna mendukung kehamilan yang
sedang berlangsung (Kristiyanasari, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2016), usia ibu hamil dapat
mempengaruhi anemia jika usia ibu hamil relatif muda dibawah 20 tahun, karena
pada umur tersebut masih terjadi pertumbuhan yang membutuhkan zat gizi lebih
banyak. bila zat gizi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, akan terjadi kompetisi zat
gizi antara ibu dan bayinya.
c. Status Gizi
Status gizi ibu sebelum dan selama hamil dapat mempengaruhi
pertumbuhan janin yang sedang dikandung, apabila status gizi ibu normal pada
masa sebelum dan selama hamil kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang
sehat, cukup bulan dengan berat badan normal. Gizi kurang pada ibu hamil dapat
menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu antara lain: anemia, perdarahan,
berat badan ibu tidak bertambah secara normal.
Meloyrs, dkk. (2017) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa terdapat
hubungan antara status gizi dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Kekurangan
gizi tentu saja akan menyebabkan akibat yang buruk bagi ibu dan janin.
Kekurangan gizi dapat menyebabkan ibu menderita anemia, suplai darah yang
mengantarkan oksigen dan makanan pada janin akan terhambat, sehingga janin
akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Oleh karena itu
pemantauan gizi ibu hamil sangatlah penting dilakukan.
7. Dampak Anemia
a. Abortus
Penelitian yang dilakukan oleh Aryanti (2016) menyebutkan bawah
terdapat hubungan antara anemia dengan abortus. Anemia dapat mengurangi
suplai oksigen pada metabolisme ibu karena kekurangan kadar hemoglobin untuk
mengikat oksigen yang dapat mengakibatkan efek tidak langsung pada ibu dan
janin antara lain terjadinya abortus, selain itu ibu lebih rentan terhadap infeksi dan
kemungkinan bayi lahir prematur.
b. Ketuban Pecah dini
Ketuban pecah dini dapat disebabkan oleh anemia karena karena sel-sel
tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen sehningga kemampuan jasmani
menjadi menurun. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi
pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas,
berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat (Usman
Ismail, 2017).
c. Perdarahan Postpartum
Penelitian Frass (2015) yang melaporkan bahwa terdapat hubungan antara
anemia dengan risiko perdarahan postpartum. Anemia pada kehamilan
menyebabkan oksigen yang diikat dalam darah kurang sehingga jumlah oksigen
berkurang dalam uterus dan menyebabkan otot-otot uterus tidak berkontraksi
dengan adekuat sehingga menimbulkan perdarahan postpartum.
Penelitian yang dilakukan oleh Rizky dkk. (2017) juga menyebutkan bahwa
Risiko kejadian perdarahan post partum pada ibu hamil dengan status anemia
15.62 kali lebih besar dari pada ibu hamil yang tidak anemia.
d. Kala I lama
Ibu bersalin dengan anemia akan lebih mudah mengalami keletihan otot
uterus yang mengakibatkan his menjadi terganggu. Apabila his yang di timbulkan
sifatnya lemah, pendek, dan jarang maka akan mempengaruhi turunnya kepala
dan pembukaan serviks atau yang disebut inkoordinasi kontraksi otot rahim, yang
akhirnya akan mengganggu proses persalinan. His yang ditimbulkannya sifatnya
lemah, pendek, dan jarang hal ini di sebabkan oleh proses terganggunya
pembentukan Adenosin Trifosfat (ATP). Salah satu senyawa terpenting dalam
pembentukan ATP adalah oksigen. Energi yang di hasilkan oleh ATP merupakan
salah satu faktor yang berperan dalam terjadinya suatu kontraksi otot. Anemia
jumlah sel darah merah berkurang sehingga oksigen yang diikat dalam darah
sedikit kemudian menghambat aliran darah menuju otot yang sedang berkontraksi,
yang mengakibatkan kinerja otot uterus tidak maksimal (Ulfatul, dkk., 2014).
e. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Penelitian yang dilakukan oleh Siti dan Iseu (2018), menyebutkan bahwa
terdapat hubungan antara anemia dan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR).
Anemia pada kehamilan kan menyebabkan terganggunya oksigenasi maupun
suplai nutrisi dari ibu terhadap janin. Akibatnya janin akan mengalami gangguan
penambahan berat badan sehingga terjadi BBLR.
Ibu hamil yang mengalami anemia pada trimester pertama berisiko 10,29
kali melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia dan ibu yang
mengalami anemia pada trimester kedua kehamilan berisiko sebesar 16 kali lebih
banyak melahirkan bayi berat badan lahir rendah (BBLR) daripada ibu yang tidak
anemia (Labir dkk., 2013).
B. Fungsi Zat Besi
Besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh : sebagai alat
angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di
dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan
tubuh. Rata-rata kadar besi dalam tubuh sebesar 3-4 gram. Sebagian besar (± 2
gram) terdapat dalam bentuk hemoglobin dan sebagian kecil (± 130 mg) dalam
bentuk mioglobin. Simpanan besi dalam tubuh terutama terdapat dalam hati dalam
bentuk feritin dan hemosiderin. Dalam plasma, transferin mengangkut 3 mg besi
untuk dibawa ke sumsum tulang untuk eritropoesis dan mencapai 24 mg per hari.
Sistem retikuloendoplasma akan mendegradasi besi dari eritrosit untuk dibawa
kembali ke sumsum tulang untuk eritropoesis.

Zat besi adalah mineral yang dibutuhkan untuk membentuk sel darah merah
(hemoglobin). Selain itu, mineral ini juga berperan sebagai komponen untuk
membentuk mioglobin (protein yang membawa oksigen ke otot), kolagen (protein
yang terdapat di tulang, tulang rawan, dan jaringan penyambung), serta enzim. Zat
besi juga berfungsi dalam sistim pertahanan tubuh.

C. Sumber Zat Besi


Sumber zat besi adalah makan hewani, seperti daging, ayam dan ikan.
Sumber baik lainnya adalah telur, serealia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran
hijau dan beberapa jenis buah. Disamping jumlah besi, perlu diperhatikan kualitas
besi di dalam makanan, dinamakan juga ketersediaan biologik (bioavability). Pada
umumnya besi di dalam daging, ayam, dan ikan mempunyai ketersediaan biologik
tinggi, besi di dalam serealia dan kacang-kacangan mempunyai mempunyai
ketersediaan biologik sedang, dan besi dalam sebagian besar sayuran, terutama
yang mengandung asam oksalat tinggi, seperti bayam mempunyai ketersediaan
biologik rendah. Sebaiknya diperhatikan kombinasi makanan sehari-hari, yang
terdiri atas campuran sumber besi berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan serta
sumber gizi lain yang dapat membantu sumber absorbsi. Menu makanan di
Indonesia sebaiknya terdiri atas nasi, daging/ayam/ikan, kacang-kacangan, serta
sayuran dan buah-buahan yang kaya akan vitamin C. Berikut bahan makanan
sumber besi :

Bahan Makanan Kandungan Besi (mg)

Daging 23.8

Sereal 18.0

Kedelai 8.8

Kacang 8.3

Beras 8.0

Bayam 6.4

Hamburger 5.9

Hati sapi 5.2

Susu formula 1.2

Bahan makanan sumber besi didapatkan dari produk hewani dan nabati.
Besi yang bersumber dari bahan makanan terdiri atas besi heme dan besi non
heme. Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa walaupun kandungan besi
dalam sereal dan kacang-kacangan relatif tinggi, namum oleh karena bahan
makanan tersebut mengandung bahan yang dapat menghambat absorpsi dalam
usus, maka sebagian besar besi tidak akan diabsorpsi dan dibuang bersama feses.
D. Kebutuhan Fe/Zat Besi dan Suplementasi Zat Besi Pada Masa
Kehamilan
Kebutuhan zat besi selama hamil yaitu rata-rata 800 mg – 1040 mg.
Kebutuhan ini diperlukan untuk :

1. ± 300 mg diperlukan untuk pertumbuhan janin.


2. ± 50-75 mg untuk pembentukan plasenta.
3. ± 500 mg digunakan untuk meningkatkan massa haemoglobin maternal/ sel
darah merah.
4. ± 200 mg lebih akan dieksresikan lewat usus, urin dan kulit.
5. ± 200 mg lenyap ketika melahirkan
Perhitungan makan 3 x sehari atau 1000-2500 kalori akan menghasilkan
sekitar 10–15 mg zat besi perhari, namun hanya 1-2 mg yang di absorpsi.9 jika ibu
mengkonsumsi 60 mg zat besi, maka diharapkan 6-8 mg zat besi dapat diabsropsi,
jika dikonsumsi selama 90 hari maka total zat besi yang diabsropsi adalah sebesar
720 mg dan 180 mg dari konsumsi harian ibu.

Besarnya angka kejadian anemia ibu hamil pada trimester I kehamilan adalah
20%, trimester II sebesar 70%, dan trimester III sebesar 70%. Hal ini disebabkan
karena pada trimester pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena
tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Menginjak
trimester kedua hingga ketiga, volume darah dalam tubuh wanita akan meningkat
sampai 35%, ini ekuivalen dengan 450 mg zat besi untuk memproduksi sel-sel
darah merah. Sel darah merah harus mengangkut oksigen lebih banyak untuk
janin. Sedangkan saat melahirkan, perlu tambahan besi 300 – 350 mg akibat
kehilangan darah. Sampai saat melahirkan, wanita hamil butuh zat besi sekitar 40
mg per hari atau dua kali lipat kebutuhan kondisi tidak hamil.

Masukan zat besi setiap hari diperlukan untuk mengganti zat besi yang hilang
melalui tinja, air kencing dan kulit. Kehilangan basal ini kira-kira 14 ug per Kg
berat badan per hari atau hampir sarna dengan 0,9 mg zat besi pada laki-laki
dewasa dan 0,8 mg bagi wanita dewasa. Kebutuhan zat besi pada ibu hamil
berbeda pada setiap umur kehamilannya, pada trimester I naik dari 0,8 mg/hari,
menjadi 6,3 mg/hari pada trimester III. Kebutuhan akan zat besi sangat menyolok
kenaikannya. Dengan demikian kebutuhan zat besi pada trimester II dan III tidak
dapat dipenuhi dari makanan saja, walaupun makanan yang dimakan cukup baik
kualitasnya dan bioavailabilitas zat besi tinggi, namun zat besi juga harus disuplai
dari sumber lain agar supaya cukup. Penambahan zat besi selama kehamilan kira-
kira 1000 mg, karena mutlak dibutuhkan untuk janin, plasenta dan penambahan
volume darah ibu. Sebagian dari peningkatan ini dapat dipenuhi oleh simpanan zat
besi dan peningkatan adaptif persentase zat besi yang diserap. Tetapi bila
simpanan zat besi rendah atau tidak ada sama sekali dan zat besi yang diserap dari
makanan sangat sedikit maka, diperlukan suplemen preparat besi.

Untuk itu pemberian suplemen Fe disesuaikan dengan usia kehamilan atau


kebutuhan zat besi tiap trimester, yaitu sebagai berikut :

1. Trimester I : kebutuhan zat besi ±1 mg/hari, (kehilangan basal 0,8 mg/hari)


ditambah 30-40 mg untuk kebutuhan janin dan sel darah merah.
2. Trimester II : kebutuhan zat besi ±5 mg/hari, (kehilangan basal 0,8 mg/hari)
ditambah kebutuhan sel darah merah 300 mg dan conceptus 115 mg.
3. Trimester III : kebutuhan zat besi 5 mg/hari,) ditambah kebutuhan sel darah
merah 150 mg dan conceptus 223 mg.
Tablet tambah darah merupakan tablet yang diberikan kepada wanita usia
subur dan ibu hamil. Bagi wanita usia subur diberikan sebanyak 1 (satu) kali
seminggu dan 1 (satu) kali sehari selama haid dan untuk ibu hamil diberikan
setiap hari selama masa kehamilannya atau minimal 90 (sembilan puluh) tablet
(Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

Memberikan preparat besi yaitu fero sulfat, fero glukonat atau Na-fero
bisirat. Pemberian preparat 60 mg/hari dapat menaikan kadar Hb sebanyak 1 gr%/
bulan. Saat ini program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50
nanogram asam folat untuk profilaksis anemia (Patimah dkk, 2011).

Program pemerintah saat ini, setiap ibu hamil mendapatkan tablet besi 90
tablet selama kehamilannya. Tablet besi yang diberikan mengandung FeSO4 320
mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 0,25 mg. Program tersebut bertujuan
mencegah dan menangani masalah anemia pada ibu hamil. Adapun program
pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan dalam mencegah anemia
meliputi:

1. Pemberian tablet besi pada ibu hamil secara rutin dimulai saat trimester 2
sebanyak 90 tablet untuk meningkatkan kadar hemoglobin secara tepat.
2. Tablet besi untuk ibu hamil sudah tersedia dan telah didistribusikan ke seluruh
provinsi dan pemberiannya dapat melalui Puskesmas, Puskesmas Pembantu,
Posyandu dan Bidan di Desa. Dan secara teknis diberikan setiap bulan sebanyak
30 tablet.
E. Efek Samping Pemberian Suplementasi Zat Besi
Pemberian zat besi secara oral dapat menimbulkan efek samping pada saluran
gastrointestinal pada sebagian orang, seperti rasa tidak enak di ulu hati, mual,
muntah dan diare. Frekuensi efek samping ini berkaitan langsung dengan dosis zat
besi. Tidak tergantung senyawa zat besi yang digunakan, tak satupun senyawa
yang ditolelir lebih baik daripada senyawa yang lain. Zat besi yang dimakan
bersama dengan makanan akan ditolelir lebih baik meskipun jumlah zat besi yang
diserap berkurang. Pemberian suplementasi Preparat Fe, pada sebagian wanita,
menyebabkan sembelit. Penyulit Ini dapat diredakan dengan cara memperbanyak
minum, menambah konsumsi makanan yang kaya akan serat seperti roti, sereal,
dan agar-agar.

Mual pada masa kehamilan adalah proses fisiologi sebagai dampak dari
terjadinya adaptasi hormonal. Selain itu mual dapat terjadi pada ibu hamil sebagai
efek samping dari minum tablet besi. Ibu hamil yang mengalami mual sebagai
dampak kehamilannya dapat merasakan mual yang lebih parah dibandingkan
dengan ibu hamil yang tidak mengalami keluhan mual sebelumnya. Ada beberapa
cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi mual akibat minum tablet besi. Salah
satu cara yang dianjurkan untuk Konsumsi tablet besi pada malam hari dilakukan
untuk mencegah mual setelah minum tablet besi.

F. Tablet besi berguna untuk kesehatan ibu dan bayi


Proses haemodilusi yang terjadi pada masa hamil dan meningkatnya
kebutuhan ibu dan janin, serta kurangnya asupan zat besi lewat makanan
mengakibatkan kadar Hb ibu hamil menurun. Untuk mencegah kejadian tersebut
maka kebutuhan ibu dan janin akan tablet besi harus dipenuhi. Anemia defisiensi
besi sebagai dampak dari kurangnya asupan zat besi pada kehamilan tidak hanya
berdampak buruk pada ibu, tetapi juga berdampak buruk pada kesejahteraan janin.
Hal tersebut dipertegas dengan penelitian yang dilakukan yang menyatakan
anemia defisiensi besi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin dan
kelahiran prematur. Lebih lanjut dalam penelitiannya tentang mekanisme biologi
dampak pemberian zat besi pada pertumbuhan janin dan kejadian kelahiran
premature melaporkan anemia dan defisiensi besi dapat menyebabkan ibu dan
janin menjadi stres sebagai akibat diproduksinya corticotropin-releasing hormone
(CRH). Peningkatan konsentrasi CRH merupakan faktor resiko terjadinya
kelahiran prematur, pregnancy-induced hypertension. Disamping itu juga
berdampak pertumbuhan janin.

Gangguan pertumbuhan janin yang ditimbulkan tergantung pada periode


pertumbuhan apa ibu mengalami anemia. Metabolisme tubuh membutuhkan
oksigen agar dapat menghasilkan energi dan komponen lain yang dibutuhkan
tubuh. Ketersediaan oksigen besi dalam tubuh ibu dapat dilihat dari adanya tanda
dan gejala: letih, lemah, lesu, pusing dan mudah lupa sebagai akibat tidak
terbentuknya energi secara optimal.

G. Asma
1. Definisi
Asma adalah suatu kelainan berupa proses inflamasi kronik saluran napas
yang menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagain rangsangan yang
ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan
rasa berat di dada terutama pada malam hari atau dini hari yang umumnya bersifat
reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan.

2. Faktor Risiko
Faktor risiko serangan asma terbanyak pada orang dewasa termasuk latihan
fisik, rhinitis infeksi atau alergi, bronkitis, refluks gastroesofagus, dan alergi
terhadap obat anti-inflamasi nonsteroid (OAINS). Selain itu, paparan atau
rangsangan oleh suhu udara yang dingin dan alergen-alergen di lingkungan seperti
debu, asap rokok, pabrik atau masakan, dan serbuk bunga juga merupakan pemicu
terjadinya serangan asma.

3. Patofisiologi
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan dengan
komponen genetik yang utama. Peningkatan respon dari saluran pernapasan dan
inflamasi subakut yang persisten telah banyak dihubungkan dengan gen-gen pada
kromosom 5, 11, dan 12 yang meliputi kumpulan gen sitokin, gen reseptor β-
adrenegik dan glukokortikoid, seta gen reseptor antigen sel T. Selain itu, juga
dijumpai adanya stimulan alergen lingkungan seperti virus influenza dan asap
rokok pada penderita-penderita yang rentan.
Tanda khas dari asma berupa obstruksi saluran pernapasan yang reversibel
akibat konstriksi otot polos bronkus, kongesti vaskuler, produksi mukus yang
kental, dan edema mukosa saluran pernapasan.Selain itu, juga dijumpai adanya
inflamasi saluran pernapasan dan meningkatnya respon terhadap berbagai stimuli
seperti iritan-iritan, infeksi virus, aspirin, udara dingin, dan latihan fisik. Proses
inflamasi disebaban oleh respon sel mast, eosinofil, limfosit, dan epitelium
bronkus yang mengakibatkan disekresikannya mediator-mediator inflamasi seperti
histamin, leukotrien, prostaglandin, sitokin, dan lain sebagainya. IgE juga
memegang peranan penting dalam patofisiologi dari asma.
4. Manifestasi klinis
Asma bermanifestasi sebagai spektrum gejala klinis yang luas, dari mengi
yang ringan hingga bronkokonstriksi yang berat. Efek fungsional dari
bronkospasme akut adalah obstruksi saluran pernapasan dan penurunnya laju
udara di paru. Upaya bernafas meningkat secara progresif dan menimbulkan
gejala subjektif berupa sesak napas dan gejala objektif berupa mengi. Hal ini
diikuti dengan perubahan oksigenasi yang mengakibatkan ventilation-perfusion
mismatch karena distribusi penyempitan saluran pernapasan yang tidak seimbang.
Variasi dari manifestasi klinis asma telah diklasifikasikan secara sederhana,
dengan tetap meliputi tingkat keparahan, serta onset dan durasi dari gejala klinis
yang timbul.
5. Efek asma pada kehamilan
Asma, terutama apabila dengan tingkat keparahan yang berat, dapat
mempengaruhi hasil kehamilan secara bermakna. Dalam sebagian besar
penelitian, dijumpai peningkatan insidensi preeklampsia, persalinan preterm, bayi
berat lahir rendah, dan mortalitas perinatal. Walaupun belum terbukti, secara
logika asma yang terkontrol baik akan memberi hasil yang lebih baik. Kematian
ibu dapat terjadi akibat status asmatikus. Penyulit yang mengancam nyawa adalah
penumotoraks, pneumomediastinum, kor pulmonale akut, aritmia jantung,
kelelahan otot serta henti napas.

6. Efek asma terhadap janin


Penelitian pada baik manusia maupun hewan menunjukkan bahwa alkalosis
pada ibu dapat menyebabkan hipoksemia janin jauh sebelum oksigenasi maternal
terganggu. Gangguan pada janin diperkirakan merupakan akibat dari beberapa
faktor, yaitu berkurangnya aliran darah fetus, berkurangnya aliran darah balik
vena ibu, dan pergeseran kurva disosiasi oksihemoglobin ke kiri akibat keadaan
basa. Apabila ibu tidak lagi mampu mempertahankan tekanan oksigen normal dan
terjadi hipoksemia, janin akan berespon dengan mengurangi aliran darah
umbilikus, meningkatkan resistensi vasukler sistemik dan paru, dan akhirnya
mengurangi curah jantung. Kesadaran bahwa janin dapat mengalami gangguan
berat sebelum penyakit ibu menjadi parah menunjukkan pentingnya pemantauan
dan tatalaksana agresif pada semua wanita hamil dengan asma akut. Pemantauan
respon janin pada dasarnya menjadi indikator gangguan pada ibu.

7. Penatalaksanaan
a. Penanganan asma akut
Penanganan asma akut pada kehamilan memegang prinsip yang sama dengan
asma biasa dengan tambahan ambang batas rawat inap yang lebih rendah. Secara
umum, dilakukan penanganan aktif dengan hidrasi intravena, pemasangan
sungkup oksigen dengan target PO2 > 60 mmHg dan pemasangan pulse oximetry
dengan target saturasi O2 > 95%. Kemudian dilakukan pemeriksaan analisa gas
darah (AGDA), pengukuran FEV1 serta PEFR, dan dilakukan pemantauan janin.
Obat lini pertama adalah agonis β-adrenegik (subkutan, peroral, inhalasi)
dengan loading dose 4-6 mg/kgBB dan dilanjutkan dengan maintenance dose 0,8-
1 mg/kgBB/jam sampai tercapai kadar terapeutik dengan kadar plasma sebesar
10-20 ng/ml. Obat ini akan berikatan dengan reseptor spesifik di permukaan sel
dan mengaktifkan adenilil siklase untuk meningkatkan cAMP intrasel dan
merelaksasi otot polos bronkus. Selain itu, diberikan kortikosteroid
metilprednisolon 40-60 mg intravena setiap 6 jam. Terapi selanjutnya bergantung
kepada pemantauan respon hasil terapi sebelumnya. Bila FEV1 dan PEFR > 70%
baseline maka pasien dapat dipulangkan dan berobat jalan. Namun, bila FEV1 dan
PEFR < 70% baseline setelah 3 kali pemberian agonis β-adrenegik, maka
diperlukan masa observasi di rumah sakit hingga keadaan pasien stabil.
Asma berat yang tidak berespon terhadap terapi dalam 30-60 menit
dimasukkan dalam kategori status asmatikus. Penanganan aktif di intensive care
unit (ICU) dan intubasi dini, serta penggunaan ventilasi mekanik pada keadaan
kelelahan otot, retensi CO2, dan hipoksemia akan memperbaiki morbiditas.

b. Penanganan asma kronik


Menurut National Asthma Education and Prevention Program Expert Panel,
1997, penanganan yang efektif terhadap asma kronis pada kehamilan harus
mencakup hal-hal berikut:

1) Penilaian objektif fungsi paru dan kesejahteraan janin


2) Menghindari/ menghilangkan faktor presipitasi dari lingkungan
3) Terapi farmalokogik dan edukasi pasien Pasien harus mengukur PEFR 2 kali
sehari dengan target 380-550 L/menit. Setiap pasien memiliki nilai baseline
masing-masing sehingga terapi dapat disesuaikan.

Pendekatan farmakologis pada penderita asma disesuaikan dengan tingkat


keparahan penyakit sesuai tabel diatas. Pada penderita asma intermitten ringan,
agonis β-adrenegik inhalasi hanya diberikan apabila keluhan timbul sedangkan
pemberian kortikosteroid inhalasi dosis rendah diberikan sebagai tambahan agonis
β-adrenegik inhalasi sebagai pengendali penyakit pada penderita asma persisten
ringan. Pada penderita asma persisten sedang kombinasi kortikosteroid inhalasi
dosis ringan hingga sedang ditambahkan dengan agonis β-adrenegik inhalasi kerja
panjang diberikan untuk mengontrol keluhan pasien. Kortikosteroid inhalasi dosis
tinggi yang dikombinasikan dengan agonis β-adrenegik inhalasi kerja panjang
diberikan sebagai pengendali penyakit pada penderita asma persisten berat.
Steroid oral juga dapat diberikan pada penderita asma persisten berat bila
pemberian terapi inhalasi tidak dapat meredam gejala yang timbul.
BAB III

TINJAUAN KASUS

POLTEKKES KEMENKES DENPASAR

DOKUMENTASI ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL

Tempat Pelayanan : Puskesmas II Denpasar Barat

Tanggal/Jam : 2 September 2019 / 08.00 wita

A. Data Subjektif Ibu Suami


1. Nama : Ny LGY Bp IKS
2. Umur : 22 tahun 25 tahun
3. Pendidikan : SMA SMP
4. Pekerjaan : Administrasi Sales Counter
5. Alamat : Jalan dipenogoro no 1 Denpasar
6. No Telepon : 085737031xxx
7. Alasan memeriksakan diri dan keluhan : ibu ingin mencari surat rujukan
melahirkan dengan indikasi asma yang ibu miliki dan mengeluh nyeri perut
bagian bawah
8. Riwayat Menstruasi
Umur menarch :14 tahun

Siklus haid : 28 hari, teratur, selama 3-5 hari

Keluhan haid : Dismenorea

HPHT : 4 januari 2019


TP : 11 Oktober 2019

9. Riwayat Pernikahan : menikah sah 1x selama 1 tahun


10. Riwayat Kehamilan dan persalinan sebelumnya
Ini merupakan kehamilan yang pertama

11. Riwayat hamil ini


a. Obat/ Suplement : DHA 1x 1 sebanyak X tablet, SF 200 mg 1x1
sebanyak X tablet, Vit C 50 mg 1x1 sebanyak X tablet. Ibu tidak minum
obat secara teratur selama kehamilannya karena ibu susah menelan obat,
sehingga setiap minum obat ibu akan muntahkan kembali.
b. Ikhtisar pemeriksaan sebelumnya : ibu periksa USG di dokter SPOG
pada umur kehamilan 14 minggu dengan hasil yaitu TP (USG) : 12
september 2019 dan setalah itu ibu periksa di dokter SPOG sebanyak 3
kali
c. Riwayat penyakit selama hamil ini : namun selama hamil asma ibu pernah
kambuh 1 kali pada umur kehamilan 6 bulan karena ibu kelelahan dan
suhu ruangan terlalu dingin, terapi yang digunakan ibu seperti biasa yaitu
meminum air hangat untuk meredakan kambuhnya asma.
d. Selama hamil ini ibu tetap bekerja sampai tapsiran persalinannya yaitu
mulai dari jam 9 pagi hingga pulangnya jam 6 sore.
12. Kebutuhan biologis
a. Gangguan bernapas :tidak ada gangguan bernafas yang saat ini ibu
rasakan
b. Pola makan :3x sehari porsi cukup, komposisi nasi 2 sendok,
ayam 1 potong, sayur 1-2 sendok sayur dengan jenis sayur beragam dari
kangkung, sayur bening dan lain-lain.
c. Pola minum :±6-8 gelas per hari air putih, ibu tidak minum susu
untuk ibu hamil
d. Pola eliminasi :BAK: 4-6 x sehari, BAB 1x sehari, ibu tidak
mengalami keluhan selama kencing maupun BAB
e. Gerakan janin :dirasakan sejak 4 bulan lalu, gerakan aktif
dirasakan selama 10-20 kali dalam 24 jam.
f. Hubungan seksual :tidak ada gangguan
13. Kebutuhan psikologis
a. Perasaan ibu terhadap kehamilan :senang dengan kehamilan yang
dijalani karena mendapatkan dukungan dari suami, keluarga, dan ibu
sangat menginginkan kehamilan ini.
b. Trauma dalam kehidupan :tidak ada
c. Konsultasi dengan psikologis :tidak pernah
14. Kebutuhan social : ibu mendapatkan dukungan dari suami dan keluarga untuk
kehamilan ini.
15. Kebutuhan spiritual :baik, ibu masih bisa untuk sembahyang sendiri.
16. Perilaku dan gaya hidup :baik, ibu tidak mengkonsumsi obat-obatan
terlarang, alcohol dan suami juga tidak merokok, namun riwayat ibu
menggunakan inhealer ketika asma ibu kambuh tanpa resep dokter.
17. Riwayat penyakit : ibu menderita asma sejak kecil dan ketika asma
ibu kambuh saat sebelum hamil, ibu menggunakan inhealer yang sudah berisi
obat salmetrol xinofoate 50 mcg dan Flucticasone propionate 250 mcg.
Biasanya ibu membeli inhealer tersebut di Kimia Farma tanpa resep dokter.
18. Pengetahuan ibu :
1. Pengetahuan ibu tentang P4K : ibu sudah tahu akan bersalin di RS karena
penyakit asma yang ibu miliki, ibu juga telah mempersiapkan transportasi,
pendornor, perlengkapan ibu dan bayi.
2. Pengetahuan ibu tentang tanda-tanda persalinan : Ibu sudah tahu tentang
tanda persalinan yaitu keluarnya air yang merembes dari kemaluan atau air
ketuban, akan tetapi ibu belum paham tentang nyeri perut hilang timbul
dan keluarnya lender campur darah.
3. Pengetahuan ibu tentang tanda dan bahaya kehamilan : Ibu sudah tahu
menderita asma dan harus rutin periksa di dokter serta harus bersalin
dimana dengan riwayat penyakit yang ibu derita, namun ibu belum paham
tentang tanda bahaya yaitu anemia dalam kehamilan.
4. Pengetahuan ibu tentang obat yang ibu minum: ibu belum paham tentang
manfaat obat yang ibu minum yaitu DHA, SF, Vit C karena ibu tidak
mendapatkan penjelasan tentang obat yang diminum oleh ibu.
B. Data Objektif
1. Pemeriksaan umum
a. KU : Baik
b. Kesadaran : Composmentis
c. BB : 59 kg, BB sebelum hamil : 45 kg
d. TB :160 cm
e. LILA : 28 cm
f. TD : 110/70 mmHg
g. RR : 20 x/menit
h. Suhu : 36oC
i. Nadi : 80 x/menit
j. Postur : Normal

2. Pemeriksaan fisik
a. Wajah : Simetris, tidak ada kelainan dan tidak ada edema
b. Mata : konjungtiva tampak pucat, sclera putih, tidak ada pengeluaran
c. Hidung : tidak ada kelainan dan tidak ada pengeluaran
d. Mulut : tidak ada kelainan
e. Telinga : Simetris, tidak ada kelainan dan tidak ada pengeluaran
f. Leher : tidak terdapat pembekakan kelenjar tiroid dan limfe, tidak ada
bendungan vena jugularis
g. Payudara : mamae simetris, putting susu menonjol
h. Dada : tidak ada kelainan
i. Perut
1) Inspeksi : membesar arah memanjang, terdapat linea nigra
2) Palpasi
MCD : 28 cm

TBBJ : 2.480 gram

Leopold I : TFU 3 jari dibawah px, teraba 1 bagian bulat lunak


dibagian fundus ibu

Leopold II : teraba 1 bagian panjang ada tahanan dibagian kanan ibu


dan bagian kecil janin dikiri ibu

Leopold III : teraba 1 bagian bulat keras dan melenting dibagian bawah
perut ibu

Leopold IV : tangan pemeriksa konvergen

3) Auskultasi (DJJ) : 142 x/menit


4) Kelainan lainnya : tidak ada
j. Ekstremitas bawah : Simetris, tidak ada kelainan dan tidak ada edema
k. Hasil pemeriksaan penunjang
Laboratorium tanggal 2 September 2019 :

Hb : 9,3 gr/%

PPIA : NR

HbSag: NR

TPHA : NR

Protein Urine : negative

Reduksi urine : negative

C. Analisis
Ny. LGY umur 22 tahun G1P0000 uk 38 minggu 4 hari preskep U puka T/H
dengan anemia sedang dan riwayat asma

Masalah

1. Ibu belum mengetahui tentang tanda-tanda persalinan yaitu keluarnya


lendir campur darah dan nyeri perut hilang timbul.
2. Ibu belum tahu tentang manfaat obat yang ibu minum yaitu DHA, SF, Vit
C.
3. Ibu belum tahu tentang tanda dan bahaya kehamilan trimester III yaitu
anemia dalam kehamilan
D. Penatalaksanaan
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan pada ibu dan suami, ibu dan suami
paham
2. Memberikan KIE tentang :
a. Tanda-tanda persalinan yaitu nyeri perut dari punggung bagian
belakang kedepan hingga ke perut secara teratur dan datangnya setiap
jam, keluarnya lendir campur darah, ibu paham
b. Manfaat suplemen yang diberikan yaitu DHA untuk kecerdasan janin,
SF atau penambah darah untuk mencegah ibu mengalami anemia dan
Vit C untuk membantu penyerapan tablet penambah darah, ibu
mengerti
c. Cara mensiasati untuk meminum suplemen yang diberikan yaitu
dengan meminumnya seperti sirup atau serbuk yang dicampur air,
caranya dengan membuka kapsul pembungkus obat kemudian
meminumnya dengan air dan jangan meminum suplemen yang
diberikan dengan the, kopi dan susu karena akan menghambat
penyerapan obat yang ibu minum. Ibu mengerti dan mau mengikuti
saran yang diberikan.
d. Terapi lanjut obat yang ibu minum dengan penambahan dosis yang ibu
minum yaitu SF atau penambah darah menjadi 2 kali sehari dan Vit C
2 kali sehari, ibu paham dan bersedia meminum sesuai anjuran yang
diberitahukan kepada ibu.
e. Makan makanan yang banyak mengandung zat besi yaitu seperti hati
ayam, bayam dan sayur yang berwarna hijau lainnya, ibu paham.
f. Memberikan KIE tentang tanda dan bahaya kehamilan trimester III
yaitu anemia yang dialami oleh ibu dapat menyebabkan pertumbuhan
janin terganggu, sehingga tidak sesuai pertumbuhannya dengan umur
kehamilan dan dapat menyebabkan perdarahan pada saat persalinan.
g. Agar ibu tidak kelelahan ibu disarankan untuk meminta cuti kemilan
dan persalinan agar menghindari kambuhnya asma yang ibu derita dan
mengusahakan agar ruangan tempat ibu bekerja maupun dirumah agar
suhunya tidak terlalu dingin, ibu mengerti
3. Memberikan surat rujukan untuk ke RS Udayana untuk ibu melahirkan
disana, ibu paham
4. Melakukan pendokumentasian, dokumentasi telah dilakukan di buku KIA
pasien dan di RM pasien.
Tanggal/jam CATATAN PERKEMBANGAN Tanda Tangan

10/09/2019. S : ibu periksa di RSAD

O : Keadaan ibu dan janin normal

A : Ny LGY umur 22 tahun G1P0000


UK 38 minggu 4 Hari Preskep U Puka
T/H dengan riwayat anemia ringan dan
asma

P:

1. Ibu diinformasikan bahwa hasil


pemeriksaan dalam batas
normal, ibu paham
2. Ibu diberitahukan tanggal
kunjungan ulang yaitu tanggal
17/09/2019, ibu paham.

S : Ibu senang dengan kelahiran


bayinya dengan persalinan SC

O:
17/09/2019. Pukul
Ibu : Keadaan ibu normal
18.00 wita
Bayi lahir pukul 14.30 wita tangis kuat
gerak aktif, BB : 2700 gram.

A : Ny LGY umur 22 tahun P1001 3


jam post SC vigorous baby masa
adaptasi dengan riwayat anemia ringan
dan asma

P:

1. Menginformasikan hasil
pemeriksaan pada ibu, ibu
paham
2. Memberikan KIE tentang
mobilisasi miring kanan dan
miring kiri sedini mungkin agar
ibu dapat menyusui bayinya, ibu
paham
3. Memberikan KIE untuk tetap
menyusui bayinya walaupun
ASI ibu belum keluar, karena
rangsangan bayi akan
mempercepat proses keluarnya
ASI.
BAB IV

PEMBAHASAN

Kasus Ny. LGY umur 22 tahun G1P0000 uk 38 minggu 4 hari preskep U puka
T/H dengan anemia ringan dan riwayat asma, ada kesenjangan data yang ibu
sampaikan bahwa tapsiran persalinan ibu dengan tapsiran persalinan USG berbeda
1 bulan yang berarti bahwa haid terakhir yang ibu sampaikan kurang akurat, USG
pertama kali yang ibu lakukan adalah pada usia kehamilan 14 minggu, akan tetapi
USG penentuan tapsiran persalinan semakin besr kehamilan juga akan
mempengaruhi ketidaksesuain tapsiran persalinan.

Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya
kurang dari 11 gr%. Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu
dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar
<10,5 gr% pada trimester II.Pada kasus Ny. LGY umur 22 tahun G1P0000 uk 38
minggu 4 hari preskep U puka T/H dengan anemia ringan dan riwayat asma.
Anemia ringan yang dialami oleh ibu dikarenakan tidak teratur meminum obat
yang diberikan oleh dokter yaitu khususnya obat penambah darah atau SF.
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi
dalam tubuh, sehingga kebutuhan zat besi (Fe) untuk eritropoesis tidak cukup.
Kadar hemoglobin ibu yaitu sebesar 9,3 gr/% yang berarti ibu mengalami anemia
ringan, karena standar untuk ibu hamil yang tidak mengalami anemia yaitu 11
gr/%.

Zat besi adalah mineral yang dibutuhkan untuk membentuk sel darah merah
(hemoglobin). Selain itu, mineral ini juga berperan sebagai komponen untuk
membentuk mioglobin (protein yang membawa oksigen ke otot), kolagen (protein
yang terdapat di tulang, tulang rawan, dan jaringan penyambung), serta enzim. Zat
besi juga berfungsi dalam sistim pertahanan tubuh.

Kebutuhan zat besi pada trimester II dan III tidak dapat dipenuhi dari
makanan saja, walaupun makanan yang dimakan cukup baik kualitasnya dan
bioavailabilitas zat besi tinggi, namun zat besi juga harus disuplai dari sumber lain
agar supaya cukup. Penambahan zat besi selama kehamilan kira-kira 1000 mg,
karena mutlak dibutuhkan untuk janin, plasenta dan penambahan volume darah
ibu. Untuk itu pemberian suplemen Fe disesuaikan dengan usia kehamilan atau
kebutuhan zat besi tiap trimester yaitu pada trimester III : kebutuhan zat besi 5
mg/hari,) ditambah kebutuhan sel darah merah 150 mg dan conceptus 223 mg.

Sumber zat besi adalah makan hewani, seperti daging, ayam dan ikan.
Sumber baik lainnya adalah telur, serealia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran
hijau dan beberapa jenis buah. Berikut bahan makanan sumber besi :

Bahan Makanan Kandungan Besi (mg)

Daging 23.8

Sereal 18.0

Kedelai 8.8

Kacang 8.3

Beras 8.0

Bayam 6.4

Hamburger 5.9

Hati sapi 5.2

Susu formula 1.2

Bahan makanan sumber besi didapatkan dari produk hewani dan nabati.
Besi yang bersumber dari bahan makanan terdiri atas besi heme dan besi non
heme. Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa walaupun kandungan besi
dalam sereal dan kacang-kacangan relatif tinggi, namum oleh karena bahan
makanan tersebut mengandung bahan yang dapat menghambat absorpsi dalam
usus, maka sebagian besar besi tidak akan diabsorpsi dan dibuang bersama feses.

Penatalaksanaan lain yang diberikan kepada ibu yaitu bagaiamana cara


meminum obat penambah darah untuk memenuhi kebutuhan zat besi selain dari
makanan yang ibu makan, yaitu ibu dapat meminum obat dengan membuka
kapsul kemudian meminumnya dengan air seperti meminum sirup dan ibu juga
bisa meminumnya ketika ibu akan tidur dimalam hari.

Asma yang dimiliki ibu dapat berakibat kepada bayinya yaitu alkalosis pada
ibu dapat menyebabkan hipoksemia janin jauh sebelum oksigenasi maternal
terganggu. Gangguan pada janin diperkirakan merupakan akibat dari beberapa
faktor, yaitu berkurangnya aliran darah fetus, berkurangnya aliran darah balik
vena ibu, dan pergeseran kurva disosiasi oksihemoglobin ke kiri akibat keadaan
basa. Apabila ibu tidak lagi mampu mempertahankan tekanan oksigen normal dan
terjadi hipoksemia, janin akan berespon dengan mengurangi aliran darah
umbilikus, meningkatkan resistensi vasukler sistemik dan paru, dan akhirnya
mengurangi curah jantung. Kesadaran bahwa janin dapat mengalami gangguan
berat sebelum penyakit ibu menjadi parah menunjukkan pentingnya pemantauan
dan tatalaksana agresif pada semua wanita hamil dengan asma akut. Pemantauan
respon janin pada dasarnya menjadi indikator gangguan pada ibu. Sehingga
perlunya pemantauan yang baik agar bayi dan ibu selamat.

Penyakit asma yang ibu derita faktor pemicu terjadi kambuhnya karena ibu
kelelahan dan suhu yang terlalu dingin, sehingga ibu sangat disarankan untuk
mengurangi aktivitas ibu dan menjaga suhu ibu agar tetap hangat dengan minum
air hangat atau menyediakan penghangat ruangan.
BAB V

PENUTUP

A. Simpulan
Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam
darahnya kurang dari 11 gr%. Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi
ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar
<10,5 gr% pada trimester II.Pada kasus Ny. LGY umur 22 tahun G1P0000 uk 38
minggu 4 hari preskep U puka T/H dengan anemia ringan dan riwayat asma,
Anemia ringan yang dialami oleh ibu dikarenakan tidak teratur meminum obat
yang diberikan oleh dokter yaitu khususnya obat penambah darah atau SF.
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi
dalam tubuh, sehingga kebutuhan zat besi (Fe) untuk eritropoesis tidak cukup.
Kadar hemoglobin ibu yaitu sebesar 9,3 gr/% yang berarti ibu mengalami anemia
ringan, karena standar untuk ibu hamil yang tidak mengalami anemia yaitu 11
gr/%.

Penatalaksanaan atau KIE yang diberikan kepada ibu yaitu makan makanan
yang banyak mengandung zat besi adalah makan hewani, seperti daging, ayam
dan ikan. Sumber baik lainnya adalah telur, serealia tumbuk, kacang-kacangan,
sayuran hijau dan beberapa jenis buah. Selain itu KIE yang diberikan adalah
bagaiamana cara meminum obat penambah darah untuk memenuhi kebutuhan zat
besi selain dari makanan yang ibu makan, yaitu ibu dapat meminum obat dengan
membuka kapsul kemudian meminumnya dengan air seperti meminum sirup dan
ibu juga bisa meminumnya ketika ibu akan tidur dimalam hari.

B. Saran
Saran yang dapat diberikan yaitu deteksi dini pada anemia sangat penting
karena komplikasi anemia pada ibu hamil sangat besar, sehingga dapat
mempengaruhi pada kehamilan, persalinan dan masa nifas yang akan dilalui oleh
ibu. Penatalaksanaan kasus anemia juga perlu sesegera mungkin agar
meningkatkan kadar hemoglobin pada ibu sehingga mencegah terjadinya
komplikasi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, D. 2016. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu
Hamil Di Puskesmas Undaan Lor Kabupaten Kudus. The 3rd University
Research Colloquium. ISSN 2407-9189

Arantika dan Fatimah. 2019. Patologi Kehamilan (Memahami berbagai Penyakit


dan Komplikasi Kehamilan). Pustaka Baru Press. Yogyakarta.

Aryanti, W. 2016. Hubungan Anemia dengan Kejadian Abortus di RSUD Dr. H.


Abdul Moeloek Provinsi Lampung, 7, 1–5.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.


2019. Riset Kesehatan Dasar 2018. Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. No468/DKI/XI/2013. IKAPI. Jakarta.

Cunningham FG et al. Asma Dalam Kehamilan. Dalam: Obstetri Wiilliams


Volume II. Edisi XXI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG.

From the Global Strategy for Asthma Management and Prevention, Global
Initiative for Asthma (GINA) 2014. Available from:
http://www.ginasthma.org/.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan. 2014. Angka Kematian Ibu. Available


from : http://www.menegpp.go.id/v2/index.php/datadanin formasi
/kesehatan?download=23:angka-kematian-ibu-melahirkan-aki.

Kristiyanasari, W. 2010. Gizi Ibu Hamil. Yogyakarta: Fitramaya.

Labir, I. K., Widarsa, T., Suwiyoga, K., Labir, I. K., Widarsa, T., & Suwiyoga, K.
(2013). Laporan hasil penelitian Anemia ibu hamil trimester I dan II
meningkatkan risiko kejadian berat bayi lahir rendah di RSUD Wangaya
Denpasar Anemia among pregnant women first and second trimester
increases risk for low birth weight babies in Wangaya Hospita. Public Health
and Preventive Medicine Archive, 1.

Melorys, L., & Nita, P. 2017. Faktor Kejadian Anemia pada Ibu Hamil. Higeia
Journal Of Public Health Research and Development, 1(3), 43–54.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesi. 2014. Tentang Standar Tablet


Tambah Darah Bagi Wanita Usia Subur Dan Ibu Hamil. Jakarta: Menteri
Kesehatan Republik Indonesia
Patimah, S. Hadju, V. Bahar, B. Abdullah, Z. 2011. Pola Konsumsi Dan Kadar
Hemoglobin Pada Ibu Hamil Di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Makara, Kesehatan. Vol 15(1). pp: 31-36.
Proverawati, A. (2011). Anemia dan Anemia Kehamilan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Regina Tatiana Purba. Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia/. perbandingan Efektivitas Terapi Besi Intravena dan
Oral pada Anemia Defisiensi Besi dalam Kehamilan. Maj Kedokt Indon,
Volum: 57, Nomor: 4, April 2007. Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo,
Jakarta

Rizky, F., Restuti, A. N., Wijaya, R. A., dan Yulianti, A. 2017. Analisis Faktor
Risiko Kejadian Perdarahan Post PartumPada Ibu Hamil Anemia Di
Puskesmas Karang Duren Kabupaten Jember Selama Tahun 2012 – 2016
ISSN : 2354-5852. Jurnal Kesehatan, 5(3), 149–153.
Siti, N., dan Siti, A. 2018. Hubungan anemia pada ibu hamil dan bblr. Jurnal
Siliwangi, 4(1), 6–8.

Ulfatul, L., Sulastri, & Ayu, A. 2014. Hubungan antara Anemia pada Ibu Bersalin
dengan Inpartu Kala I Lama di RSUD Dr. M. Ashari Kota Pemalang, 1–6.

Usman, I. (2017). Hubungan paritas, anemia, and usia terhadap kejadian ketuban
pecah dini di rsud raden mattaher kota jambi 2017. Scientia Journal, 6(01),
113–119.

Waryana. 2010. Gizi Reproduksi. Pustaka Rihama. Yogyakarta.

Word Health Organization (WHO). 2011. Haemoglobin concentrations for the


diagnosis of anaemia and assessment of severity. Micronutrients Indicators,
1–6.

Anda mungkin juga menyukai