TESIS
ARIZAH KUSUMAWATI
1006787092
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM S2 ILMU KEFARMASIAN
DEPOK
JANUARI 2013
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Farmasi
ARIZAH KUSUMAWATI
1006787092
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI S2 ILMU KEFARMASIAN
DEPOK
JANUARI 2013
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmatNya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Farmasi
pada Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Saya menyadari banyaknya bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak dari masa perkuliahan sampai pada
penyusunan tesis ini, sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu,
perkenankanlah saya dengan setulus hati mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
(1) Prof. Dr. Maksum Radji, M.Biomed., Apt. dan Dr. Adi Santoso, M.Sc.,
selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan
pikiran untuk mengarahkan saya dalam penelitian dan penyusunan tesis ini;
(2) Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia;
(3) Prof. Dr. Effionora Anwar, MS., Apt., selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu
Kefarmasian Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah
memberikan dorongan untuk menyelesaikan program S2 Ilmu Kefarmasian;
(4) Dr. Amarila Malik, M.Si., Apt., Dr. Herman Suryadi, MS., Apt., dan Dr.
Mahdi Jufri, M.Si., Apt. selaku Dewan penguji yang telah banyak
memberikan penilaian maupun saran-saran untuk perbaikan dan
penyempurnaan tesis ini;
(5) Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang
telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menjadi peserta tugas
belajar program pasca sarjana dan memfasilitasi saya demi kelancaran
penelitian tesis ini;
(6) Kementerian Riset dan Teknologi yang telah memberikan bantuan dana
pendidikan kepada saya untuk dapat mengikuti program tugas belajar S2
Ilmu Kefarmasian di Universitas Indonesia;
(7) Ayah, Ibu, Kakak, Mertua dan Suami yang senantiasa memberikan doa,
semangat dan kasih sayang kepada saya;
Interferon (IFN) merupakan sitokin yang diproduksi oleh berbagai tipe sel sebagai
respon rangsangan terhadap stimulasi virus, bakteri, parasit, sel tumor, atau
antigen lain. Interferon α termasuk kelompok IFN tipe I yang mempunyai
berbagai efek biologis yang meliputi antiviral, antitumor dan juga sebagai
immunoterapetik. Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis protein rekombinan
human IFN α2a melalui sistem ekspresi pada bakteria E. coli BL21(DE3). Pada
gen human ifn α2a dilakukan penambahan situs pemotongan enzim restriksi Nco I
dan Xho I menggunakan metode PCR, kemudian dilanjutkan dengan proses ligasi
ke vektor pET-32b(+) dan selanjutnya ditransformasikan pada E. coli DH5α.
Hasil sekuensing menunjukkan bahwa vektor rekombinan (pET-32b(+)-IFN α2a)
memiliki urutan nukleotida yang benar. Vektor rekombinan ini selanjutnya
ditransformasikan ke dalam E.coli BL21(DE3). Klon transforman yang diperoleh
dikultur dan diinduksi dengan penambahan IPTG 1 mM sehingga
mengekspresikan protein rekombinan human IFN α2a. Dari hasil isolasi,
diperoleh protein rekombinan human IFN α2a dalam bentuk protein terfusi
sehingga mempermudah proses deteksi dan purifikasi. Protein dikarakterisasi
melalui metode SDS PAGE dilanjutkan dengan Western blot dan pewarnaan
CBB. Pita protein rekombinan human IFNα2a yang diperoleh berukuran 36 kDa.
Hasil maksimal ditunjukkan ekspresi pada suhu 37⁰C dengan waktu inkubasi 5
jam setelah induksi.
1.3 Hipotesis
Sintesis protein rekombinan human interferon α2a dapat dilakukan dengan
menggunakan gen sintetik human interferon α2a yang dikloning pada vektor pET-
2.1 Interferon
Interferon (IFN) termasuk kelompok glikoprotein yang diproduksi oleh
berbagai tipe sel sebagai respon terhadap rangsangan yang diterima oleh sel.
Rangsangan tersebut bisa disebabkan oleh virus, bakteri, parasit, sel tumor, atau
antigen lain. Interferon mempunyai berat molekul sekitar 20-30 kDa. Interferon
juga termasuk dalam golongan sitokin seperti interleukin (ILS), colony-
stimulating factors dan growth factors. Sitokin bekerja pada reseptor spesifik di
permukaan sel dan berfungsi sebagai pengatur kelangsungan hidup sel, proliferasi
sel, diferensiasi dan aktivasi fungsional sel (Obeid dan Bouvois, 2006).
Interferon berdasarkan tipe reseptornya dikelompokkan menjadi 2 tipe.
Interferon tipe I berikatan pada reseptor tipe 1, yaitu IFN alpha (α), IFN beta (β),
IFN omega (ω), dan IFN tao (τ). Interferon tipe 2 berikatan pada reseptor tipe 2,
yaitu IFN gamma (γ). Hampir semua tipe sel memproduksi IFN tipe I. Interferon
tipe II hanya diproduksi oleh sel limfosit T dan NK-cells (Natural Killer Cells)
(Jonasch dan Haluska, 2001).
Interferon memiliki aktivitas spektrum luas dan mekanisme kerjanya
melalui interaksi yang komplek. Interferon mempunyai aktivitas antivirus,
antitumor, berpengaruh pada metabolisme dan diferensiasi sel serta memodulasi
sistem imun (Jonasch dan Haluska, 2001). Interferon dapat mencegah replikasi
virus pada sel, serta dapat mengaktifkan fungsi khusus dari sel meliputi
deferensiasi, pertumbuhan, pengekspresian antigen permukaan dan
immunoregulasi sel (Meager, 2006). Aktivitas antivirus IFN melalui mekanisme
pencegahan replikasi pada sel-sel sekitar yang terinfeksi. Pencegahan replikasi
dilakukan melalui pengikatan IFN pada reseptor permukaan membran sel yang
mengaktifkan gen-gen pengkode protein yang menghalangi replikasi virus.
Ekspresi gen pengkode IFN terjadi melalui jalur transduksi sinyal dan aktivasi
transkripsi yang dikenal dengan jalur Jak-Stat. Interferon α dan β berikatan pada
tipe reseptor yang sama, sedangkan IFN γ berikatan pada tipe reseptor yang
berbeda (Samuel, 2001).
Penggunaan IFN α2a telah disetujui oleh FDA (Food and Drug
Administration) untuk pengobatan non-hodgkin’s lymphoma (NHL), hairy cell
leukemia, chronic myelogenous leukemia (CML), AIDS-related kaposi’s sarcoma,
dan hepatitis C kronis (Jonasch dan Haluska, 2001). Banyak upaya yang telah
dilakukan untuk kloning dan ekspresi rekombinan human IFN α2a pada berbagai
mikroorganisme. Beberapa studi mengenai IFNα2a diantaranya dilakukan oleh
Tae-Ok Bae et al. (1995) purifikasi dan karakterisasi rekombinan human IFN α2a
yang diproduksi dari Saccharomyces cerevisiae, dan Roy et al. (2005) efek heat
shock produksi rekombinan IFN α2a pada Escherichia coli galur MSD462 dengan
vektor ekspresi pZe0148. Pada penelitian ini akan dilakukan kloning gen human
ifn α2a pada vektor pET-32b(+) dan ekspresinya menggunakan inang E. coli galur
BL21(DE3).
25
1 2 3 4 5 6 7
750 pb
500 pb 510 pb
1 2 3 4 5 6 7
750 pb
510 pb 500 pb 510 pb
Gambar 4.2 Elektroforesis Hasil Purifikasi Produk PCR dan Hasil Pemotongan
Ganda dengan Enzim Nco I dan Xho I.
Keterangan: (1) Produk PCR; (2) Produk PCR dipurifikasi Agarose gel DNA
extraction kit; (3) Produk PCR dipurifikasi Fenol kloroform; (4 dan 6) Kosong;
(5) Marker (7) Hasil purifikasi Agarose gel DNA extraction kit dipotong enzim
Nco I dan Xho I.
1 2 3
750 pb
500 pb 510 pb
1 2 3 4 5
5845 pb 5899 pb
4590 pb
1309 pb 1500 pb
1000 pb
1 2 3 4
5899 pb
5845 pb
A B
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1500 pb 1100 pb
1000 pb
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
750 pb
500 pb 510 pb
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
6355 pb
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1000 pb 1000 pb
600 pb
500 pb
1 2 3
5899 pb
5845 pb
750 pb
500 pb 510 pb
1 2
6355 pb
A B
1 2 3 4 5 6 7 8
1500 pb
1100 pb
1000 pb
1 2 3 4 5 6 7 8
750 pb
510 pb
500 pb
Gambar 4.17 Elektroforesis Hasil PCR Skrining dengan Primer IFN_NcoI_F dan
IFN_XhoI_R pada Klon Transforman E. coli BL21(DE3).
Keterangan: (1) Marker; (2) Klon 1; (3) Klon 2; (4) Klon 3; (5) Klon 4;
(6) Klon 5; (7) Klon 6; (8) Klon 7.
4.8 Ekspresi, Isolasi dan Karakterisasi Protein Rekombinan Human IFN α2a
Klon transforman E. coli BL21(DE3) yang telah dipastikan mempunyai
vektor rekombinan (pET-32b(+)-IFNα2a) selanjutnya dilakukan uji ekspresi
protein. Ketujuh klon transforman dilakukan uji ekspresi protein pada skala kecil
dengan menggunakan medium produksi yaitu media LB cair 10 ml yang ditambah
ampisilin dan diinkubasi pada suhu 37⁰C. Induksi dilakukan dengan penambahan
IPTG pada kultur sel yang telah mencapai OD600 sekitar 0,5 dengan konsentrasi
akhir IPTG 1 mM. Reagen IPTG berfungsi melepas represi promotor sehingga
diperoleh ekspresi protein rekombinan dalam jumlah yang tinggi (Grompe et al.,
1998). Pemanenan kultur dilakukan pada waktu 1, 2, dan 3 jam setelah inkubasi.
Isolasi protein rekombinan human IFN α2a dilakukan pada protein yang terlarut
pada medium kultivasi (supernatan) dan protein tidak terlarut (pelet). Pelet
selanjutnya diresuspensi menggunakan bufer PBS 1x. Hasil isolasi protein pada
supernatan dan pelet kemudian dianalisis menggunakan SDS-PAGE yang
dilanjutkan dengan Western blot atau pewarnaan CBB.
120 kDa
80 kDa
60 kDa
36 kDa 35 kDa
30 kDa
20 kDa
Hasil SDS PAGE yang dilanjutkan Western blot pada klon 1 yang
diinkubasi pada suhu 37⁰C dengan induksi IPTG 1 mM menunjukkan terdapatnya
pita tebal pada pelet dan pita tipis pada supernatan yang mempunyai berat
molekul sekitar 36 kDa (Gambar 4.18). Pita tersebut merupakan berat molekul
dari protein rekombinan IFN α2a yang terfusi dengan thioredoxin dan 6x histidin.
Pendeteksian terdapatnya protein rekombinan IFN α2a pada Western blot
menggunakan antibodi monoklonal anti interferon α yang spesifik. Waktu 0 jam
merupakan level basal ekspresi protein sebelum dilakukan induksi. Hasil yang
diperoleh juga menunjukkan bahwa inkubasi pada suhu 37⁰C dengan induksi
IPTG 1 mM maka protein rekombinan human IFN α2a lebih dominan
diekspresikan dalam bentuk tidak terlarut.
Ekspresi protein rekombinan sebagai protein terfusi mempunyai manfaat
dapat dibuat konstruksi gen yang lebih menguntungkan, memungkinkan ekspresi
level tinggi protein terlarut (Kapust dan Waugh, 1999) dengan menurunkan
kecenderungan pembentukan badan inklusi (Lilie et al., 1998). Formasi pelipatan
dan pembentukan ikatan disulfida pada protein target dapat ditingkatkan dengan
fusi thioredoxin pada E. coli galur defisiensi thioredoxin reductase (trxB)
(Fathallah et al., 2009). Banyak protein yang normalnya diproduksi dalam bentuk
tidak terlarut pada E. coli menjadi lebih terlarut jika difusikan dengan sekuen N-
terminal thioredoxin (LaValline et al., 1993; Novy et al., 1995).
36 kDa
Gambar 4.19 Pewarnaan CBB Klon 2, 3, 6, dan 7 Inkubasi 37⁰C IPTG 1 mM.
Keterangan: (1) Pelet 3 jam klon 7; (2) Supernatan 3 jam klon7; (3) Supernatan 3
jam klon 6; (4) Pelet 3 jam klon 6; (5) Supernatan 3 jam klon 2; (6) Pelet 3 jam
klon 2; (7) Supernatan 3 jam klon 3; (8) Pelet 3 jam klon 3; (9) Pelet 0 jam klon 3;
(10) Marker.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
36 kDa
Gambar 4.20 Pewarnaan CBB Klon 4 dan Klon 5 Inkubasi 37⁰C IPTG 1 mM.
Keterangan: (1) Supernatan 4 jam klon 5; (2) Supernatan 3 jam klon 5;
(3) Supernatan 4 jam klon 4; (4) Supernatan 3 jam klon 4; (5) Marker;
(6) Pelet 4 jam klon 5; (7) Pelet 3 jam klon 5; (8) Pelet 4 jam klon 4;
(9) Pelet 3 jam klon 4; (10) Pelet 0 jam klon 4.
36 kDa
Gambar 4.21 Pewarnaan CBB Pelet Klon 3 Inkubasi 37⁰C IPTG 1 mM.
Keterangan: (1) Pelet 10 jam; (2) Pelet 9 jam; (3) Pelet 8 jam; (4) Pelet 7 jam;
(5) Pelet 6 jam; (6) Pelet 5 jam; (7) Pelet 4 jam; (8) Pelet 3 jam; (9) Marker.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
36 kDa
Gambar 4.22 Pewarnaan CBB Supernatan Klon 3 Inkubasi 37⁰C IPTG 1 mM.
Keterangan: (1) Marker; (2) Supernatan 0 jam; (3) Supernatan 3 jam;
(4) Supernatan 4 jam; (5) Supernatan 5 jam; (6) Supernatan 6 jam; (7) Supernatan
7 jam; (8) Supernatan 8 jam; (9) Supernatan 9 jam; (10) Supernatan 10 jam.
Hasil SDS PAGE dengan pewarnaan CBB pada klon 3 yang diinkubasi
pada suhu 37⁰C dengan induksi IPTG 1 mM menunjukkan terdapatnya pita yang
mempunyai berat molekul sekitar 36 kDa (Gambar 4.21 dan Gambar 4.22).
Perbandingan hasil ekspresi protein pada supernatan dan pelet menunjukkan
bahwa ekspresi protein rekombinan human IFN α2a dengan waktu pemanenan 3,
4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 jam setelah induksi lebih dominan diekspresikan dalam
bentuk tidak terlarut yaitu terdapat pada pelet sel.
36 kDa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
36 kDa
Hasil SDS PAGE dengan pewarnaan CBB pada klon 3 yang diinkubasi
pada suhu 30⁰C dengan induksi IPTG 1 mM menunjukkan terdapatnya pita yang
mempunyai berat molekul sekitar 36 kDa (Gambar 4.23 dan Gambar 4.24).
Perbandingan hasil ekspresi protein pada supernatan dan pelet menunjukkan
bahwa ekspresi protein rekombinan human IFN α2a dengan waktu pemanenan 1,
2, 3, 4, 5, 6, 7 jam dan semalam setelah induksi lebih dominan diekspresikan
dalam bentuk tidak terlarut pada pelet sel.
36 kDa
Gambar 4.25 Pewarnaan CBB Pelet Klon 3 Inkubasi 28⁰C IPTG 1 mM.
Keterangan: (1) Pelet semalam; (2) Pelet 8 jam; (3) Pelet 7 jam; (4) Pelet 6 jam;
(5) Pelet 5 jam; (6) Pelet 4 jam; (7) Pelet 3 jam; (8) Pelet 2 jam;
(9) Marker; (10) Pelet 0 jam.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
36 kDa
Gambar 4.26 Pewarnaan CBB Supernatan Klon 3 Inkubasi 28⁰C IPTG 1 mM.
Keterangan: (1) Pelet 1 jam; (2) Marker; (3) Supernatan 2 jam; (4) Supernatan 3
jam (5) Supernatan 4 jam; (6) Supernatan 5 jam; (7) Supernatan 6 jam
(8) Supernatan 7 jam; (9) Supernatan 8 jam; (10) Supernatan semalam.
Hasil SDS PAGE dengan pewarnaan CBB pada klon 3 yang diinkubasi
pada suhu 28⁰C dengan induksi IPTG 1 mM menunjukkan terdapatnya pita yang
mempunyai berat molekul sekitar 36 kDa (Gambar 4.25 dan Gambar 4.26).
Perbandingan hasil ekspresi protein pada supernatan dan pelet menunjukkan
bahwa ekspresi protein rekombinan human IFN α2a dengan waktu pemanenan 1,
2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 jam dan semalam setelah induksi lebih dominan diekspresikan
dalam bentuk tidak terlarut yaitu terdapat pada pelet sel.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
36 kDa
Gambar 4.27 Pewarnaan CBB Pelet Klon 3 Suhu 28⁰C, 30⁰C, 37⁰C IPTG 1 mM.
Keterangan: (1) Marker; (2) Pelet 3 jam (28⁰C); (3) Pelet 4 jam (28⁰C); (4) Pelet
5 jam (28⁰C); (5) Pelet 3 jam (30⁰C); (6) Pelet 4 jam (30⁰C); (7) Pelet 5 jam
(30⁰C); (8) Pelet 3 jam (37⁰C); (9) Pelet 4 jam (37⁰C); (10) Pelet 5 jam (37⁰C).
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
36 kDa
Gambar 4.28 Western Blot Pelet Klon 3 Suhu 28⁰C, 30⁰C, 37⁰C IPTG 1 mM.
Keterangan: (1) Marker; (2) Pelet 3 jam (28⁰C); (3) Pelet 4 jam (28⁰C); (4) Pelet
5 jam (28⁰C); (5) Pelet 3 jam (30⁰C); (6) Pelet 4 jam (30⁰C); (7) Pelet 5 jam
(30⁰C); (8) Pelet 3 jam (37⁰C); (9) Pelet 4 jam (37⁰C); (10) Pelet 5 jam (37⁰C).
36 kDa
Gambar 4.29 Western Blot Supernatan Klon 3 Suhu 28⁰C, 30⁰C, 37⁰C
IPTG 1 mM.
Keterangan: (1) Marker; (2) Supernatan 3 jam (28⁰C); (3) Supernatan 4 jam
(28⁰C); (4) Supernatan 5 jam (28⁰C); (5) Supernatan 3 jam (30⁰C);
(6) Supernatan 4 jam (30⁰C); (7) Supernatan 5 jam (30⁰C); (8) Supernatan 3 jam
(37⁰C); (9) Supernatan 4 jam (37⁰C); (10) Supernatan 5 jam (37⁰C).
Hasil SDS PAGE klon 3 dengan pewarnaan CBB (Gambar 4.27) dan
Western blot (Gambar 4.28) yang membandingkan hasil ekspresi protein
rekombinan human IFN α2a pada pelet sel yang diinduksi IPTG 1 mM dengan
variasi suhu 28⁰C, 30⁰C, dan 37⁰C menunjukkan bahwa ekspresi optimal
diperoleh pada suhu inkubasi 37⁰C dengan rentang waktu pemanenan antara 3
sampai 5 jam setelah induksi. Hasil SDS PAGE klon 3 dengan Western blot
(Gambar 4.29) yang membandingkan hasil ekspresi protein rekombinan human
IFN α2a pada supernatan yang diinduksi IPTG 1 mM dengan variasi suhu 28⁰C,
30⁰C, dan 37⁰C menunjukkan bahwa ekspresi maksimal diperoleh pada suhu
inkubasi 30⁰C dengan waktu pemanenan 3 jam setelah induksi.
Kuantifikasi data tingkat ekspresi pada penelitian ini dilakukan dengan
cara analisis densitometri pita hasil Western blot pada pelet (Gambar 4.28) dan
supernatan (Gambar 4.29) menggunakan sistem digitalisasi automatik program
UN-SCAN-IT Gel versi 6.1. Kuantifikasi yang dilakukan yaitu dengan
membandingkan hasil piksel total pada masing-masing sampel yang terdeteksi
sehingga dapat dibandingkan tingkat ekspresi pada masing-masing perlakuan dan
diketahui hasil yang maksimal. Piksel total merupakan jumlah total keseluruhan
piksel dalam area pita.
1 2 3 4 5
36 kDa
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan menunjukkan bahwa gen
human ifn α2a telah berhasil dimasukkan ke dalam vektor pET-32b(+)
membentuk vektor rekombinan pET-32b(+)-IFN α2a. Vektor rekombinan juga
telah berhasil ditransformasikan pada inang kloning E. coli DH5α dan selanjutnya
ditansformasikan pada inang ekspresi E. coli BL21(DE3). Ekspresi protein
rekombinan human IFN α2a dengan induksi IPTG 1 mM pada variasi suhu 28⁰C,
30⁰C, dan 37⁰C menunjukkan bahwa hasil optimal diperoleh pada suhu inkubasi
37⁰C dengan waktu pemanenan 5 jam setelah induksi. Protein rekombinan human
IFN α2a yang diperoleh lebih dominan diekspresikan dalam bentuk terlarut di
sitoplasma sebagai protein terfusi dengan berat molekul sekitar 36 kd.
5.2 Saran
Protein rekombinan human IFN α2a pada penelitian masih perlu dilakukan
pemisahan fusi tag dan purifikasi sehingga didapatkan protein rekombinan yang
murni. Protein rekombinan human IFN α2a yang telah murni perlu diuji
aktivitasnya secara in vitro mengunakan sel mamalia dan uji in vivo menggunakan
hewan uji dengan dibandingkan IFN α2a komersial. Hasil penelitian ini juga perlu
dilakukan scale up untuk mendapatkan protein rekombinan human IFN α2a dalam
jumlah yang lebih banyak.
68
Arbabi M., Alasti F., Sanati M.H., Hosseini S., Deldar A., and Maghsoudi N.
(2003). Kloning and expression of human gamma-interferon cDNA in E.
Coli. Iraian Journal of Biotechnology, 1 (2), 87-94.
Azhahianambi P., Ghosh S., Kumar A., and Suryanaraya V.V.S. (2008). Cost
effectiveness of colony lysis and colony PCR methods for screening of
recombinant Escherichia coli colonies--a comparative study. Indian J Exp
Biol. 46 (10), 731-735.
Baneyx F., and Mujacic M. (2004). Recombinant protein folding and misfolding
in Escherichia coli. Nat. Biotechnol., 22, 1399-1408.
Bedarrain A., Cruz Y., Cruz O., Navarro M., and Gil M. (2001). Purification and
conformational properties of a human interferon alpha2b produced in
Escherichia coli. Biotechnol. Appl. Biochem., 33, 173-182.
Chiti F., Stefani M., Taddei N., Ramponi G., and Dobson C.M. (2003).
Rationalization of the effects of mutations on peptide and protein
aggregation rates. Nature, 424, 805-808.
Fathallah M.D., Carthage T., Rabhi-Essafi I., and Coteaux M. (2009). Method for
the production of high-level soluble human recombinant interferon alpha in
E. coli and vectors useful for such a production. US Patent Application
Publication. US 2009/0258394 A1.
Fuh G., Mulkerrin M. G., Bass S., McFarland N., Brochier M., Bourell J. H.,
Light D. R., and Wells J. A. (1990). The human growth hormone receptor.
Secretion from Escherichia coli and disulfide bonding pattern of the
extracellular binding domain. J. Biol. Chem., 265, 3111-31153.
Grompe M., Johnson W., and Jameson L. (1998). Recombinant DNA and genetic
techniques. In Principles of molecular medicine. Edited by J. Larry
Jameson. Humana Press Inc. Totowa, New Jersey.
Jonasch E., and Haluska F.G. (2001). Interferon in oncological practice : review
of interferon biology, clinical application, and toxicities. The Oncologist, 6,
34-55.
Kapust R.B., and Waugh D.S. (1999). Escherichia coli maltose-binding protein is
uncommonly effective at promoting the solubility of polypeptides to which
it is fused. Protein Sci., 8, 1668-1674.
Klaus W., Gsella B., Labhardta A.M., Wipfa B., Senn H. (1997). The three-
dimensional high relarutan structure of human interferon α-2a determined by
heteronuclear NMR spectroscopy in larutan. Journal of Molecular Biology,
274 (4), 661-675.
Kiefhaber T., Rudolph R., Kohler H.H., and Buchner J. (1991). Protein
aggregation in vitro and in vivo: a quantitative model of the kinetic
competition between folding and aggregation. Biotechnology (NY), 9, 825-
829.
LaVallie E.R., DiBlasio E.A., Kovacic S., Grant K.L., Schendel P.F., and McCoy
J.M. (1993). A thioredoxin gene fusion expression system that circumvents
inclusion body formation in the E. coli cytoplasm. Bio/Technology, 11, 187-
93.
Lilie H., Schwarz E., and Rudolph,R. (1998). Advances in refolding of proteins
produced in E. coli. Curr. Opin. Biotechnol., 9, 497-501.
Muladno. (2010). Teknologi rekayasa genetika, Edisi Kedua. Penerbit IPB Press.
Bogor.
Mustofa I., Mahaputra L., Dachlan Y.P., Rantam F.A., dan Hinting A. (2006).
Analisis densitometrik protein reseptor fertilisasi (ZP3) pada zona pelusida
kambing sebagai kandidat bahan imunokontrasepsi. Media Kedokteran
Hewan., 22 (2).
Novagen. https://wasatch.biochem.utah.edu/chris/links/pET32.pdf.
Pang K.R., Wu J.J., Huang D.B., Tyring S.K., and Baron S. (2005). Biological
and clinical basis for molecular studies of interferons. In Interferon methods
and protocols. Edited by Daniel J.J. Carr. Humana Press Inc., Totowa, New
Jersey.
pET Sistem Manual (11th ed). (2006). Novagen. EMD Biosciences Inc., an
affiliate of Merck KGaA, Darmstadt, Germany.
Rabhi-Essafi I., Sadok A., Khalaf S.A., and Fathallah D.M. (2007). A strategy for
high-level expression of soluble and functional interferon f as a GST fusion
protein in E. coli. Protein Engineering, Design & Selection, 20 (5), 201-209.
Rezvani K., Teng Y., Pan Y., Dani J.A., Lindstrom J., Gras E.A.G., McIntosh
J.M., and Biasi M.D. (2009). UBXD4, a UBX-containing protein, regulates
the cell surface number and stability of 3-containing nicotinic acetylcholine
receptors. The Journal of Neuroscience, 29 (21), 6883-6896.
Roy R.K., Sapatnekar S.M., and Deshmukh R.A. (2005). The Effect of heat shock
on production of recombinant human interferon alpha 2a by Escherichia
coli. Iranian Biomedical Journal, 9 (4), 155-162.
Samuel C.E. (2001). Antiviral actions of interferons. Clin Microbiol Rev., 14 (4),
778-809.
Sørensen H.P., and Mortensen K.K. (2005). Advanced genetic strategies for
recombinant expression in Escherichia coli. J Biotechnol, 115,113-128.
Srivasta P., Bhattacharaya P., Pandey G., and Mukherjee K.J. (2005).
Overexpression and purification of recombinant human interferon alpha2b in
Escherichia coli. Protein Expr. Purif., 41, 313-322.
Tae-Ok Bae, Ho-Jin Chang, Jung Ho Kim, and Soon Jae Park. (1995).
Purification and Characteization of Recombinant Human Interferon Alpha
2a Produced from Saccharomyces cerevisiae. J. Biochem. Mol. Biol., 28 (6),
477-483.
Xiaowei Li, Xin sui, Yan Zhang, Yepen Sun, Yan Zhao, Ying Zhai and Qingyu
Wang. (2010). An improved calcium chloride method preparation and
transformation of competent cells. African Journal of Biotechnology, 9 (50),
8549-8554.
Yon J.M. (2002). Protein folding in the post-genomic era. J Cell Mol Med., 6,
307-327.
Yu-Ling Sun, Yi-Juain Lin, and Chih-Sheng Lin. (2011). Soluble expression and
production of rabbit neutrophil peptide-1 in Escherichia coli. Romanian
Biotechnological Letters, 16 (5), 6618-6629.
Zhang Y., Olsen D.R., Nguyen K.B., Olson P.S., Rhodes E.T. and Mascarenhas
D. (1998). Expression of eukaryotic proteins in soluble form in E. coli.
Protein Exp Purif., 12, 159-165.
Penyiapan Penyiapan
DNA insert vektor pET-32b(+)
Amplifikasi dengan PCR Pemotongan
Purifikasi Purifikasi fenol kloroform
Pemotongan
Purifikasi fenol kloroform