Anda di halaman 1dari 4

Awalia Nur Sakinah

70200118031
Kesmas A

1. Kasus Gizi
Kasus gizi buruk ditemukan di wilayah kabupaten Sorong menimpa seorang remaja
bernama Carmelita (13). Penderita gizi buruk ini ditemukan oleh forum komunikasi anak
dan orangtua disabilitas (FKOD) kab.Sorong. carmelita tinggal bersama neneknya yang
bekerja di ladang. Carmelita tidak bisa mendapat asupan makanan bergizi karena
kemiskinan. Kondisi Carmelita yang sangat kurus dan hanya terkulai lemas di tempat tidur
berberda jauh dari kesan wilayah negeri papua yang kaya minyak bumi,gas,hutan dan alam
yang eksotis. pihak keluarga berharap adanya perhatian serius dar pemerintah kab.Sorong
untuk mengobati Carmelita
= Menurut Pasal 20 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dinyatakan
bahwa perbaikan gizi diselenggarakan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan gizi dan
meliputi upaya peningkatan status dan mutu gizi, pencegahan, penyembuhan, dan atau
pemulihan akibat gizi salah. Untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan tenaga-tenaga gizi
yang menguasai segala permasalahan gizi yang dihadapi. Seorang ahli gizi diharapkan
dapat menangani permasalahan gizi pada tingkat tinggi yang dapat dicapai sesuai dengan
perkembangan IPTEK, sarana dan prasarana dan kemampuan manajemen. Yang menjadi
pokok permasalahan pada kasus ini ialah kurangnya perhatian dari pemerintah, mengapa
saya tuliskan demikian karena contohnya saja si nenek yang miskin beserta cucunya tidak
diberdayakan dengan baik sehingga cucunya mengalami gizi buruk.
Pelanggaran pertama yang dilakukan ialah dari aspek sosial kemudian merambat
pada kesehatan. Karena kondisinya yang tak memadai untuk mendapatkan makanan yang
bergizi sehingga Carmelita mengalami gizi buruk. Oleh karena itu, permasalahan gizi
seperti pada kasus diatas sudah jelas menjadi tanggung jawab pemerintah terlebih
Carmelita merupakan seorang anak yatim piatu yang hanya tinggal bersama neneknya.
Untuk mengatasi kasus ini agar tidak menjadi wabah di masyarakat sorong, pemerintah
khususnya tenaga gizi yang berada di wilayah tersebut harus memberikan perhatian yang
lebih dalam mengatasi masalah kesehatan ini, sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya
setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik seperti pemberian
bantuan baik secara finansial, PMT serta pengadvokasian.
2. Kasus Kesehatan Lingkungan
Pembakaran Limbah Medis RSUD Bangli
Dunia medis biasanya identik dengan lingkungan yang bersih dan jauh dari pencemaran
atau polusi. Tetapi bagaimana apabila pencemaran tersebut justru dilakukan sendiri oleh
pihak medis. Kasus inilah yang terjadi di daerah bangli, dimana pembakaran limbah medis
yang dilakukan oleh rumah sakit umum daerah bangli berdampak buruk terhadap
masyarakat sekitar. Kepulan asap hitam dan disusul dengan debu yang berjatuhan di area
pemukiman membuat masyarakat terkadang mengunci putra-putri mereka di kamar agar
tidak menghirup asap atau pun debu yang berjatuhan akibat adanya pembakaran limbah.
Mesin incinerator yang digunakan untuk melakukan pembakaran jaraknya juga sangat
dekat dengan pemukiman warga sekitar 3 meter dan bau yang ditimbulkan oleh asap dan
debu hasil pembakaran sangatlah menyengat sehingga warga tidak dapat melakukan
aktivitas di pekarangan/halaman rumah serta tidak jarang pula debu-debu hasil pembakaran
yang berupa gumpalan-gumpalan hitam mengotori lingkungan termasuk jemuran warga.
= Berdasarkan UU No 32 Tahun 2009 BAB I Pasal 1 (21) Bahan berbahaya dan beracun
yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena
sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan
hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain, BAB X Pasal
65 (1) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari
hak asasi manusia. (2) Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap
rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap
lingkungan hidup.
Sebagaimana regulasi tentang lingkungan hidup yang telah ditetapkan oleh
pemerintah, Pihak RSUD Bangli telah melanggar beberapa pasal yang terkandung seperti
pasal 1 dan pasal 65 karena asap pembakaran mengganggu kesehatan lingkungan
masyarakat sekitar dengan melakukan pembakaran B3 hasil limbah rumah sakit. Instruksi
dari pembuangan limbah B3 ini sudah jelas yaitu dengan melakukan penimbungan bukan
dengan pembakaran, terlebih lagi limbah dari rumah sakit ini bukanlah limbah yang kecil
sehingga asap yang ditimbulkan juga tidak sedikit dan membuat masyarakat resah. Namun
untuk pelanggaran ini masih diberikan surat peringatan tetapi apabila kasus ini terjadi
kembali maka pihak RSUD akan diancam sesuai dengan yang tertera pada UU No 32
Tahun 2009 BAB XV Pasal 100 (1)Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah,
baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). (2) Tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dikenakan apabila sanksi
administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan lebih dari
satu kali.
3. Kasus ARS
Dera meninggal setelah ditolak delapan rumah sakit saat membutuhkan perawatan medis.
Bayi Dera memiliki kelainan pencernaan sehingga kondisi fisiknya naik turun.
Hermansyah, sudah berusaha sekuat tenaga membawa Dera ke Rumah Sakit. Awalnya, dia
membawa bayi itu ke RS pemerintah dikawasan Jaksel, RS Fatmawati. Namun pihak
rumah sakit mengatakan penuh, tidak ada kamar kosong untuk bayi. Kemudian, mereka
membawa Dera ke RSCM di Salemba, Jakarta Pusat. Namun hasilnya sama. Selanjutnya,
Eliyas (ayah dera) dengan ditemani ayahnya bergerak ke RS Harapan Kita di Slipi, Jakarta
Barat, jawaban yang diterima tidak jauh beda, yakni tidak ada kamar kosong. Mereka terus
menyisir seluruh Rumah Sakit besar di Jakarta. Antara lain, RS Harapan Bunda Pasar
Rebo, RS Tria Dipa, RS Asri Duren Tiga, RS Budi Asih, dan RS Jakarta Medical Center
(JMC) Buncit. Namun dalam lima hari tak ada yang bisa merawat putri pertama pasangan
itu. Akhirnya, Dera meninggal dunia.
= Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2009 Pasal 32:
(1) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta,
wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan
kecacatan terlebih dahulu.
(2) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta
dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka. Serta mengacu pada alinea ke 4
pembukaan UUD 1945 yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tidak terpenuhi,
bagaimana tidak seorang rakyat biasa yang hanya berprofesi sebagai penjual kaos kaki di
pasar malam membutuhkan pelayanan kesehatan bagi bayinya yang baru lahir beberapa
hari namun mengalami kelainan di tenggorokan mendapatkan penolakan dari berbagai RS
di Jakarta dengan alasan semua kamar full terlebih lagi ada yang meminta uang muka
sebesar 15 juta terlebih dahulu. Hal ini sudah sangat jelas melanggar pasal 32 serta
Pembukaan UUD 1945 dan sangat dikecam oleh masyarakat. Tentu saja hal ini menjadi
kekecewaan terbesar ayah dera pada penegak hukum serta beberapa rumah sakit yang telah
gagal membuktikan keintegrasiannya. Ayah dera Setya Nugroho meminta kepada
pemerintah untuk menindaklanjuti kasus ini dengan memberikan sanksi yang tegas kepada
yang bersangkutan sehingga hal yang serupa tidak akan terulang kembali.

Anda mungkin juga menyukai