Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

MORBILI PADA ANAK

Disusun Oleh :

dr. Frida Dwi Anggarini

Pembimbing :

dr. Saefudin Zuhri, Sp. A

RSI PKU MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN

KABUPATEN PEKALONGAN

2016
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus
“Morbili pada Anak”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan


Program Internsip Dokter
Periode 22 November 2015 – 22 November 2016

Disusun oleh :
dr. Frida Dwi Anggarini

Pekalongan, 2016
Pendamping Pembimbing

dr. M. Aji Edo Susanto dr. Saefudin Zuhri, Sp. A


BAB I

PENDAHULUAN

Campak atau Morbili adalah penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi virus yang
umumnya menyerang anak. Morbili disebabkan oleh virus campak yang termasuk golongan
paramyxovirus yang berada di dalam secret nasofaring dan di dalam darah. Morbili
merupakan salah satu penyebab kematian pada anak-anak meskipun telah ditemukan vaksin
terhadap virus campak. Penyakit ini dikarakteristikan dengan gejala prodromal seperti
demam, batuk, pilek, dan konjungtivitis yang diikuti dengan ruam makulopapular.
Campak merupakan penyakit endemis terutama di negara sedang berkembang. Di indonesia
penyakit campak sudah dikenal sejak lama. Di masa lampau campak dianggap sebagai suatu hal yang harus
dialami setiap anak, sehingga anak yang terkena campak tidak perlu diobati, mereka beranggapan bahwa
penyakit campak dapat sembuh sendiri bila ruam sudah keluar. Ada anggapan bahwa semakin banyak ruam
yang keluar semakin baik. Bahkan ada usaha dari masyarakat untuk mempercepat keluarnya ruam. Ada
kepercayaan bahwa penyakit campak akan berbahaya bila ruam tidak keluar pada kulit sebab ruam akan
muncul di rongga tubuh lain seperti di dalam tenggorokan, paru, perut atau usus. Hal ini diyakini akan
menyebabkan anak sesak napas atau diare, yang dapat menyebabkan kematian.
Kelompok anak yang rentan terhadap campak, yaitu di daerah dengan populasi balita
yang banyak mengidap gizi buruk dan daya tahan tubuh yang lemah. Telah diketahui bahwa
campak menyebabkan penurunan daya tahan tubuh secara umum, sehingga mudah terjadi
infeksi sekunder atau penyulit. Penyulit yang sering dijumpai ialah bronkopneumonia
(75,2%), gastroenteritis (7,1%), ensefalitis (6,7%) dan lain-lain (7,9%).
Selama tahun 2000-2013 vaksinasi morbili telah mencegah 15,6 juta kematian, dengan
penurunan jumlah kematian sebesar 75% dari 544.400 pada tahun 2000 menjadi 145.700
pada tahun 2013.Sebelum era vaksinasi, lebih dari 90% anak di bawah 15 tahun pernah
mengalami morbili. Tahun 2011, Indonesia memiliki cakupan vaksinasi campak sebesar
93,4% dan terdapat kasus campak sebesar 21.893 kasus dengan sembilan kasus meninggal..
Faktor resiko yang mendukung terjadinya infeksi virus morbili adalah imunodefisiensi,
malnutrisi, status vaksinasi dan defisiensi vitamin A.
Kematian yang terjadi pada morbili terkait dengan komplikasi yang terjadi. Sekitar
30% komplikasi dengan jumlah yang lebih banyak terjadi pada anak usia di bawah lima
tahun. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain pneumonia, infeksi telinga, diare
danensefalitis. Dengan pemberian vaksinasi campak pada anak dapat mengurangi jumlah
kematian. Vaksin campak dianjurkan untuk diberikan melalui dua dosis karena sekitar 15%
anak gagalmendapatkanimunitaspadadosispertama.
BAB II
PRESENTASI KASUS

Borang Portofolio
No. ID dan Nama Peserta : dr. Frida Dwi Anggarini
No. ID dan Nama Wahana : RS PKU Muhammadiyah Pekajangan

Topik : Morbili
Tanggal ( kasus ) : 7 Agustus 2016
Pembimbing : dr. Syaefudin Zuhri, Sp. A
Pendamping : dr. M. Aji Edo Susanto

Obyektif Presentasi :
 Keilmuan  Diagnostik  Bayi
 Keterampilan  Manajemen  Anak
 Penyegaran  Masalah  Remaja
 Tinjauan Pustaka  Istimewa  Lansia
Deskripsi :
Seorang anak laki-laki usia 2 tahun dengan keluhan panas dan ruam kemerahan di seluruh
tubuh.
Tujuan :
Menegakan diagnosis dan menetapkan manajemen Morbili
Bahan bahasan :  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit
Cara Membahas:  Diskusi  Presentasi dan Diskusi  Email  Pos
DATA PASIEN
Nama : An. M
Umur : 2 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja
No RM : 262957
Tanggal masuk : 6 Agustus 2016
Pasien bangsal : Flamboyan
Data utama untuk bahan diskusi:
I. SUBJEKTIF
 Anamnesis
Anamnesis dilakukandi bangsal Flamboyan tanggal 7 Agustus 2016 pukul09.00 WIB
secara alloanamnesis dengan ibu pasien.
a) Keluhan utama:panas
b) Riwayat Penyakit Sekarang :
Empat hari SMRS pasien mengalami panas tinggi. Panas dirasakan terus
menerus. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak, disertai pilek namun tidak
disertai sesak dan disertai mata merah. Satu hari sebelum masuk RS timbul
bercak kemerahan di wajah, leher, dada, perut, punggung serta tangan dan kaki,
ibu mengaku awalnya timbul pertama kali di wajah pasien dan menyebar ke
leher, dan seluruh tubuh, semakin lama bercak timbul semakin banyak, bercak
tidak bersisik, tidak menonjol, tidak terasa panas dan tidak gatal, mata terlihat
kemerahan dan berair, nafsu makan berkurang, nyeri menelan, disertai batuk
berdahak, pilek, muntah-muntah disangkal, buang air besar cair 3x namun masih
berampas, tidak terdapat lendir maupun darah, anak masih mau minum. Sebelum
SMRS pasien dibawa ke Dokter dan diberikan puyer penurun panas dan obat
batuk syrup namun keluhan tidak berkurang.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat sakit serupa :disangkal
 Riwayat DHF : disangkal
 Penyakit Kejang : disangkal
 Riwayat TB : disangkal
d) Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat sakit serupa : disangkal
 Riwayat DHF : disangkal
 Riwayat Kejang : disangkal
 Penyakit TB : disangkal
e) Riwayat Pengobatan
Sudah berobat ke Dokter, diberikan obat berupa sirup dan puyer tetapi keluhan
tidak berkurang.
f) Riwayat Alergi
Alergi obat, makanan, debu disangkal.
Kesan : Tidak ada alergi.
g) Riwayat Kehamilan Ibu
Selama hamil ibu pasien rutin melakukan pemeriksaan kehamilan di bidan
sebanyak 9x .
h) Riwayat Kelahiran
Lahir spontan pervaginam, di Rumah Bersalin, ditolong bidan, lahir pada usia
kehamilan 38 minggu. BBL:3600 gram, PBL: 50 cm. Langsung menangis.
i) Riwayat Pemberian Makan
Susu formula diberikan sejak lahir sampai sekarang karena ASIibu tidak keluar.
MP-ASI mulai diberikan pada usia 4 bulan berupa bubur tim,pisang dan biskuit
diberikan 3x dalam sehari.
j) Riwayat Imunisasi
Pasien tidak pernah diberikan imunisasi dasar.
k) Riwayat Tumbuh Kembang
Tumbuh kembang pasien sesuai usia.
l) Riwayat Sosial Ekonomi :
Biaya pengobatan pasien menggunakan BPJS PBI
Kesan ekonomi : cukup
II. OBJEKTIF
 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 7 Agustus 2016
a) Keadaan Umum : Tampak sakit sedang.
b) Kesadaran : Compos mentis.
c) Status Gizi
TB : 95 cm
BB : 11 kg
Status gizi (berdasarkan WHO Child Growth Standards)
BB/U = > -2 SD  Gizi Baik
PB/U = < + 2 SD  Gizi Baik
BB/PB = -2 SD  Gizi Baik
Kesan : Status gizi pasien termasuk dalam kategori gizi baik
d) Vital sign
 Suhu : 38,2°C per aksila
 Denyut Nadi : 100x/menit, irama teratur, kuat angkat
 Frekuensi napas : 24x/menit
e) Status Interna
 Kepala : Normochepal, ruam makulopapular, batas tidak tegas di seluruh
wajah
 Rambut : Warna hitam, Distribusi merata,tidak mudah di cabut.
 Mata : Cekung (-/-), Sklera ikterik (-/-), sklera kemerahan dan berair,
konjungtiva hiperemis (+/+), pupil isokor ø 3 cm, refleks pupil
(+/+),edema (-/-)
 Hidung : Deviasi septum (-), sekret (+/+),perdarahan (-),tanda peradangan
(-)
 Telinga : Serumen (-/-), Sekret (-/-), hiperemis (-/-), nyeri tekan tragus(-/-)
 Mulut : Bibir kering (+) stomatitis (-), lidah kotor (-), bercak koplik (+)
 Faring : hiperemis (+) · Tonsil : T1/T1 , hiperemis (-)
 Leher : Kelenjar getah bening dan tiroid tidak membesar, ruam
makulopapular, batas tidak tegas ·
 Thorax
 Paru
 Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, otot bantu pernapasan (-
),jaringan parut (-),ruam makulopapular, batas tidak tegas
 Palpasi : Vokal fremitus sama antara kanan dan kiri paru
 Perkusi : Sonor di paru kanan dan kiri
 Auskultasi : Vesikuler pada seluruh lapang paru, ronki basah halus
(+/+), wheezing (-/-)
 Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis terlihat pada ICS V
 Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V ·
 Perkusi : Tidak dilakukan. ·
 Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler, murmur (-),
gallop(-)
 Abdomen
 Inspeksi:datar, supel, ruam makulopapular di seluruh lapang perut
 Auskultasi:Bisingusus (+)
 Perkusi : timpani di seluruh lapang perut
 Palpasi: hepatomegali (-), splenomegali (-), nyeri tekan (-)
 Urogenital : laki-laki, tidak tampak kelainan,nyeri saat berkemih disangkal.
 Ekstremitas
 Atas : Akral hangat (+/+), Edema (-), CRT < 2 detik
 Bawah : Akral hangat (+/+), Edema (-), CRT < 2 detik

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Laboratorium 6 Agustus 2016
NO PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
A. Darah Rutin
Hemoglobin ( 0 tahun - <
1. 10,8 9,7 – 12,6 g/dL
6 tahun)
Leukosit (0 tahun - < 6
2. 5630 5490 - 9190 mm3
tahun )
3. Hematokrit (0 tahun - < 6 33 29 - 38%
tahun)
4. Trombosit 138. 000 196.000 -353.000/mm3
B. Widal
1. Salmonella thyphi O Negatif Negatif
2. Salmonella thyphi H negatif Negatif
3. Salmonella parathypi A-
Negatif Negatif
H
4. Salmonella parathypi B-
Negatif Negatif
H
5. Salmonella parathypi C-
Negatif Negatif
H

b. Laboratorium trombopaket 8 Agustus 2016


NO PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
Trombo paket
Hemoglobin ( 0 tahun -
1. 10,1 9,7 – 12,6 g/dL
< 6 tahun)
Leukosit (0 tahun - < 6
2 6830 5490- 9190 mm3
tahun )
Hematokrit (0 tahun - <
3. 30 29 - 38%
6 tahun)
4. Trombosit 114. 000 196.000 -353.000/mm3

c. Pemeriksaan X – Foto Thorax AP


 Pulmo :
 corakan bronkovaskular meningkat
 tampak infiltrat pada perihiler kanan dan kiri
 hilus kanan menebal
 cor : bentuk, ukuran dan letak normal, CTR < 50%
 trakea : tidak ada deviasi
 diafragma dan kedua sinus kostofrenikus baik
kesan : gambaran bronkopneumonia dengan limfadenopati hilus kanan
IV. DIAGNOSIS
 Diagnosis :
- Morbili
- Bronkopneumonia

V. RENCANA :
Terapi Morbili :
 Infus RL12 tpm
 Inj. Norages 3 x 125 mg
 Vitamin A 1x200.000 IU per oral (selama 2 hari)

Terapi Bronkopneumonia :
 Inj. Ampisilin 3x350 mg
 Ambroxol syrup 3 x cth 1
PROGRESS NOTE

HASIL FOLLOW UP
Hari I
TANGGAL S O A P
 panas  Tampak sakit sedang  Morbili Terapi
 batuk  GCS : E4V5M6  Bronkopneumonia  Infus RL  12 tpm
 pilek  Tanda vital :  Inj. Norages 3 x 125

 kemerahan di  N : 100 x/mnt mg

seluruh tubuh  RR : 24 x/mnt  Vitamin A 1 x

 S : 38,2˚C 200.000 IU
7 Agustus
 Kepala dan leher :
2016
 CA / SI : (-/-) / (-/-), sklera
Jam 09. 00
kemerahan dan berair,
konjungtiva hiperemis (+/+)

- Pulmo :
o Vesikuler +/+
o Ronkhi +/+
o Whezing -/-
 Abdomen :
o BU +
o Nyeri tekan (-)
 Ekstremitas :akral hangat
 Trombosit : 138. 000
 HT : 33
 Hb : 10,8
 Leukosit : 5630
 Widal : negatif

Hari II
TANGGAL S O A P
 panas  GCS : E4V5M6  Morbili - Terapi :
 batuk  Tanda vital :  Bronkopneumoni  Infus RL  12 tpm
8 Agustus  pilek  N : 100 x/mnt a  Inj. Norages 3 x 125 mg
2016  kemerahan di  RR : 24 x/mnt  Inj. Cefotaxime 3 x 350

seluruh tubuh  S : 38,2˚C mg

 Kepala dan leher :  Inj. Etigenta 2 x 25 mg


 CA / SI : (-/-) / (-/-), sklera  Puyer 3x1
kemerahan dan berair (-/-),
konjungtiva hiperemis (-/-)

- Pulmo :
o Vesikuler +/+
o Ronkhi +/+
o Whezing -/-
 Abdomen :
o BU +
o Nyeri tekan (-)
 Ekstremitas : akral hangat
 X-Ray Thorax :
Bronkopneumonia
Hari III
TANGGAL S O A P
 panas ↓  GCS : E4V5M6  Morbili Terapi :
 batuk  Tanda vital :  Bronkopneumonia  Infus RL  12 tpm
 pilek (-)  N : 100 x/mnt  Inj. Norages 3 x 125 mg

 kemerahan di  RR : 24 x/mnt  Inj. Cefotaxime 3 x 350 mg

seluruh tubuh  S : 37˚C  Inj. Etigenta 2 x 25 mg

mulai  Kepala dan leher :  Puyer 3x1

menghitam  CA / SI : (-/-) / (-/-), sklera


9 Agustus kemerahan dan berair (-/-),
2016 konjungtiva hiperemis (-/-
)

- Pulmo :
o Vesikuler +/+
o Ronkhi +/+
o Whezing -/-
 Abdomen :
o BU +
o Nyeri tekan (-)
 Ekstremitas : akral hangat

Hari IV
TANGGAL S O A P
 Panas (-)  KU : Baik  Morbili Terapi
 Batuk (-)  GCS : E4V5M6  Bronkopneumonia  Infus RL  12 tpm
 Pilek (-)  Tanda vital :  Inj. Norages 3 x 125 mg

 Kemerahan di  N : 100 x/mnt  Inj. Cefotaxime 3 x 350

seluruh tubuh  RR : 24 x/mnt mg

mulai  S : 37˚C  Inj. Etigenta 2 x 25 mg


 Puyer 3x1
10 Agustus menghilang  Kepala dan leher :
2016  CA / SI : (-/-) / (-/-), sklera kemerahan
dan berair (-/-), konjungtiva hiperemis
(-/-)

- Pulmo :
o Vesikuler +/+
o Ronkhi -/-
o Whezing -/-
 Abdomen :
o BU +
o Nyeri tekan (-)
 Ekstremitas : akral hangat
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI CAMPAK
Campak atau dikenal dengan morbili adalah penyakit infeksi yang sangat menular
yang disebabkan oleh virus, dengan gejala-gejala eksantem akut, demam, kadang kataral
selaput lendir dan saluran pernapasan, gejala-gejala mata, kemudian diikuti erupsi
makulopapula yang berwarna merah dan diakhiri dengan deskuamasi dari kulit.
Morbili memiliki gejala klinis khas yaitu terdiri dari 3 stadium yang masing-masing
memiliki ciri khusus :
1. Stadium prodormal berlangsung kira-kira 4-5 hari dengan gejala demam, malaise,
batuk, fotofobia, konjungtivitis dan koriza.
2. Stadium erupsi yang berlangsung 4-7 hari setelah stadium prodormal ditandai
dengan timbulnya bercak koplik dan ruam mulai muncul dari belakang telinga
menyebar ke wajah, badan, lengan dan kaki.
3. Stadium konvalensi atau stadium akhir ditandai dengan erupsi yang mulai
menghilang.

B. ETIOLOGI
Virus campak termasuk golongan paramoxyvirus berada di sekret nasofaring dan
didalam darah, minimal selama masa tunas dan dalam waktu singkat sesudah timbulnya
ruam. Virus tetap aktif minimal 34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu dalam
pengawatan beku, minimal 4 minggu disimpan dalam temperatur 35˚C. Virus tidak aktif
pada pH rendah.
C. PATOGENESIS

Penularan sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat
menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secara droplet memalui
udara, sejak 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Di
tempat awal infeksi, penggandaan virus sangat minimal dan jarang dapat ditemukan
virusnya. Virus masuk ke dalam limfatik lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel
mononuklear, kemudian mencapai kelenjar getah bening regional. Di sini virus
memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dimulailah penyebaran ke sel jaringan
limforetikular seperti limpa. Sel mononuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya
sel raksasa berinti banyak (sel Warthin), sedangkan limfosit-T (termasuk T-supressor dan
T-helper) yang rentan terhadap infeksi, turut aktif membelah.
Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara lengkap,
tetapi 5-6 hari setalah infeksi awal, terbentuklah fokus infeksi yaitu ketika virus masuk
ke dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva,
saluran nafas, kulit, kandung kemih dan usus.
Pada hari ke-9-10, fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan konjungtiva,
akan menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai dua lapis sel. Pada saat itu virus
dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi
klinis dari sistem saluran nafas diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput
konjungtiva yang tampak merah. Respons imun yang terjadi ialah proses peradangan
epitel pada sistem saluran pernafasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam
tinggi, anak tampak sakit berat dan tampak suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang
disebut bercak Koplik, yang dapat tanda pasti untuk menegakkan diagnosis. Selanjutnya
daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respons delayed hypersensitivity terhadap
antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari ke-14 sesudah awal infeksi dan
pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi pada kulit. Kejadian ini tidak tampak pada
kasus yang mengalami defisit sel-T.
Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak secara
mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh di kulit. Penelitian dengan
imunofluoresens dan histologik menunjukkan adanya antigen campak dan diduga terjadi
suatu reaksi Arthus. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan
memberikan kesempatan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media
dan lain-lain. Dalam keadaan tertentu pneumonia dapat terjadi, selain itu campak juga
dapat menyebabkan gizi buruk.

D. MANIFESTASI KLINIK
Diagnosis campak biasanya dapat di buat berdasarkan kelompok gejala klinis yang
sangat berkaitan, yaitu koriza dan mata meradang disertai batuk dan demam tinggi dalam
beberapa hari, diikuti timbulnya ruam yang memliliki ciri khas, yaitu diawali dari
belakang telinga kemudian menyebar ke muka, dada, tubuh, lengan dan kaki bersamaan
dengan meningkatnya suhu tubuh dan selanjutnya mengalami hiperpigmentasi dan
mengelupas. Pada stadium prodromal dapat ditemukan enantema di mukosa pipi yang
merupakan tanda patognomonis campak (bercak Koplik). Meskipun demikian
menentukan diagnosis perlu ditunjang data epidemiologi. Tidak semua kasus
manifestasinya sama dan jelas. Sebagai contoh, pasien yang mengidap gizi kurang,
ruamnya dapat sampai berdarah dan mengelupas atau bahkan pasien meninggal sebelum
ruam timbul. Pada kasus gizi kurang juga dapat terjadi diare yang berkelanjutan.

E. DIAGNOSIS
1. Anamnesis berupa demam, batuk, pilek, mata merah, dan ruam yang timbul mulai
dari belakang telinga sampai ke seluruh tubuh.
2. Pemeriksaan fisik berupa suhu badan tinggi (>38ºC), mata merah dan ruam
makulopapular.
3. Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan darah berupa leukopenia dan limfositopenia.
Pemeriksaan Ig M campak juga dapat membantu diagnosis dan biasanya sudah dapat
terdeteksi sejak hari pertama dan ke dua setelah timbulnya ruam. Ig M campak ini
dapat terdeteksi setidaknya sampai 1 bulan sesudah infeksi.

F. DIAGNOSIS BANDING
1. Rubella (campak jerman) dengan gejala yang lebih ringan tanpa disertai batuk.
2. Rosela infantum dengan gejala batuk ringan dengan demam yang mereda ketika
ruam muncul.
3. Parvovirus (fifth disease) dengan ruam makulopapular tanpa stadium prodromal.
4. Demam scarlet dengan gejala nyeri tenggorokan dan demam tanpa konjungtivitis
maupun coryza.
5. Penyakit Kawasaki dengan gejala demam tinggi, konjungtivitis dan ruam tetapi tidak
disertai batuk dan bercak Koplik. Biasanya timbul nyeri dan pembengkakan sendi
yang tidak ada pada campak.

G. KOMPLIKASI
1. Laringitis akut
Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas, yang
bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya. Ditandai dengan distres
pernafasan, sesak, sianosis, dan stridor. Ketika demam turun keadaan akan membaik
dan gejala akan menghilang.
2. Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus campak maupun akibat invasi bakteri. Ditandai dengan
batuk, menigkatnya frekuensi nafas, dan adanya ronki basah halus. Pada saat suhu
turun, apabila disebabkan oleh virus, gejala pneumonia akan menghilang, kecuali
batuk yang masih dapat berlanjut sampai beberapa hari lagi. Apabila suhu tidak juga
turun pda saat yang diharapkan dan gejala saluran nafas masih terus berlangsung,
dapat diduga adanya pneumonia karena bakteri yang telah mengadakan invasi pada
sel epitel yang telah dirusak oleh virus. Gambaran infiltrat pada foto toraks dan
adanya leukositosis. dapat mempertegas diagnosis. Di Negara sedang berkembang
dimana malnutrisi masih menjadi masalah, penyulit pneumonia bakteri biasa terjadi
dan dapat menjadi fatal bila tidak diberi antibiotik.
3. Kejang demam
Kejang demam timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam saat
ruam keluar. Kejang dalam hal ini diklasifikasikan sebagai kejang demam.
4. Ensefalitis
Merupakan penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya terjadi pada hari
ke-4 – 7 setelah timbulnya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam 1.000 kasus
campak, dengan mortalitas antara 30-40%. Terjadinya ensefalitis dapat melalui
mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung virus campak ke dalam
otak. Gejala ensefalitis dapat berupa kejang, letargi, koma, dan iritabel. Keluhan
nyeri kepala, frekuensi nafas meningkat, twitching, disorientasi juga dapat
ditemukan. Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan pleositosis ringan,
dengan predominan sel mononuclear, peningkatan protein ringan, sedangkan kadar
glukosa dalam batas normal.
5. SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis)
Subacute Sclerosing Panencephalitis merupakan kelainan degenerative susunan saraf
pusat yang jarang disebabkan oleh infeksi virus campak yang persisten.
Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang sebelumnya pernah menderita
campak adalah 0,6-2,2 per 100.000 infeksi campak. Risiko terjadi SSPE lebih besar
pada usia yang lebih muda, dengan masa inkubasi rata-rata 7 tahun. Gejala SSPE
didahului dengan gangguan tingkah laku dan intelektual yang progresif, diikuti oleh
inkoordinasi motorik, kejang umumnya bersifat mioklonik. Laboratorium
menunjukkan peningkatan globulin dalam cairan serebrospinal, antibody terhadap
campak dalam serum (CF dan HAI) meningkat (1:1280). Tidak ada terapi untuk
SSPE. Rata-rata jangka waktu timbulnya gejala sampai meninggal antara 6-9 bulan.
6. Konjungtivitis
Infeksi pada kelopak mata hampir terjadi pada semua kasus campak , yang ditandai
dengan adanya mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan fotofobia.
Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Virus campak atau antigennya
dapat dideteksi pada lesi konjungtiva pada hari-hari pertama sakit. Konjungtivitis
dapat memburuk dengan terjadinya hipopion dan pan-oftalmitis hingga menyebabkan
kebutaan. Dapat pula timbul ulkus kornea.

H. PENGOBATAN
Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan cukup cairan
dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simptomatik, dengan pemberian antipiretik,
antitusif, ekspektoran, dan antikonvulsan bila diperlukan. Sedangkan campak dengan
penyulit pasien perlu dirawat inap. Vitamin A diberikan secara oral pada semua anak,
berikan 50.000 IU (jika umur anak < 6 bulan), 100.000 IU (umur 6-11 bulan), atau
200.000 IU (12 bulan hingga 5 tahun). Jika anak menunjukkan gejala pada mata akibat
kekurangaan vitamin A atau keadaan gizi buruk, vitamin A diberikan 3 kali, yaitu hari 1,
hari 2, dan 2-4 minggu setelah dosis kedua.
Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi penyulit yang
timbul, yaitu :
 Bronkopneumonia
Diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena
dikombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis
sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral. Antibiotik
diberikan tiga hari sampai demam reda.
 Enteritis
Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan intravena
dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis + dehidrasi.

I. PENCEGAHAN
Pencegahan terutama dengan melakukan imunisasi campak atau imunisasi MMR
(Measleas, Mumps, Rubella). Sesuai jadwal imunisasi rekomendasi IDAI 2014, vaksisn
campak diberikan pada usia 9 bulan. Selanjutnya vaksin penguat dapat diberikan pada
usia 2 tahun. Apabila vaksin MMR diberikan pada usia 15 bulan, tidak perlu vaksinasi
campak pada usia 2 tahun. Selanjutnya, MMR ulangan diberikan pada usia 5-6 tahun.
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien anak laki-laki usia 2 tahun datang ke RS dengan keluhan panas tinggi sejak
empat hari SMRS. Panas dirasakan terus menerus. Pasien juga mengeluhkan batuk
berdahak, disertai pilek namun tidak disertai sesak dan disertai mata merah. Satu hari
sebelum masuk RS timbul bercak kemerahan di wajah, leher, dada, perut, punggung serta
tangan dan kaki, ibu mengaku awalnya timbul pertama kali di wajah pasien dan menyebar
ke leher, dan seluruh tubuh, semakin lama bercak timbul semakin banyak, bercak tidak
bersisik, tidak menonjol, tidak terasa panas dan tidak gatal, mata terlihat kemerahan dan
berair, nafsu makan berkurang, nyeri menelan, disertai batuk berdahak, pilek, muntah-
muntah disangkal, buang air besar cair 3x namun masih berampas, tidak terdapat lendir
maupun darah, anak masih mauPasien juga tidak pernah mendapatkan imunisasi dasar
lengkap sesuai umur. Pada pemeriksaan fisik suhu tinggi yaitu 38,2ºC, status generalisata
didapatkan ruam makulopapuler generalisata di seluruh tubuh dan disertai injeksi
konjungtiva. Sedangakan pemeriksaan thoraks paru didapatkan SDV (+/+), Rhonki (+/+),
Wheezing (-/-). Pada pemeriksaan penunjang Rontgen thorax didapatkan hasil
Bronkopneumonia dengan limfadenopati hilus kanan.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien
didiagnosis morbili dengan bronkopneumonia. Gejala dan tanda tersebut adalah gejala dari
penyakit morbili yang timbul pada saat pasien berada dalam masa prodromal yang umumnya
timbul antara 4-5 hari dan ditandai dengan demam 38,4 – 40,6ºC, timbul gejala koriza yaitu
batuk pilek, konjungtivitis, dan bercak koplik berwarna putih disekitar mulut. Sedangkan,
bercak Koplik timbul 2 hari sebelum dan sesudah erupsi kulit, terletak pada mukosa bukal
posterior berhadapan dengan geraham bawah, berupa papul warna putih atau abu-abu
kebiruan di atas dasar bergranulasi atau eritematosa.
Pada hari ke 4 – 5 demam timbul ruam kulit makulopapular yang didahului oleh suhu
yang meningkat lebih tinggi dari semula. Timbulnya ruam dimulai dari batas rambut di
belakang telinga, kemudian menyebar ke wajah, leher dan akhirnya ekstremitas, dan biasanya
bertahan 5-6 hari. Pada pasien ini saat panas hari keempat memasuki stadium erupsi yang
ditandai dengan bintik-bintik merah yang muncul mulai dari belakang telinga, ke wajah dan
menyebar ke leher, dada, tubuh, lengan dan kaki.
Secara bersamaan dengan timbulnya bintik- bintik merah pasien juga mulai
mengalami BAB cair disertai ampas berwarna kuning kecoklatan tidak berlendir ataupun
berdarah dengan frekuensi 3x dalam sehari. Fokus infeksi virus morbili juga dapat
ditemukan pada usus dan kandung kemih sehingga akan timbul manifestasi klinis seperti
BAB cair.
Timbulnya gejala batuk pilek serta konjungtiva hiperemis terjadi karena virus
penyebab morbili masuk kembali ke pembuluh darah serta proses ini kemudian menyebabkan
terjadinya peradangan epitel saluran nafas sehingga sebagai reaksi dari sistem imun tubuh
maka muncul manifestasi demam yang tinggi.
Stadium erupsi akan diikuti stadium konvalesen dimana ruam akan berkurang
meninggalkan bekas bercak-bercak yang berwarna lebih tua coklat kehitaman yang lama
kelamaan akan hilang sendiri. Pada pasien ini stadium konvalsen terjadi hari ke 4 setalah
masuk rumah sakit. Ruam yang menghilang akan meninggalkan jejak hiperpigmentasi dan
mengelupas yang merupakan patognomonis dari morbili.
Dari anamnesa juga didapatkan bahwa pasien tidak menjalani semua program
imunisasi dasar. Di Indonesia, pemberian vaksin campak dilakukan dalam dua dosis yaitu
pada usia 9 bulan dan usia 18 bulan atau usia 12 bulan dengan kombinasi Measles, Mumps,
Rubella (MMR). Pemberian booster vaksin terkait dengan waktu paruh dari vaksin campak
itu sendiri yaitu antara 4-6 bulan dan 2-4 tahun pasca vaksinasi pertama dan 2-14 tahun pasca
vaksinasi kedua. Pemberian vaksinasi dapat menurunkan angka kematian melalui penurunan
jumlah komplikasi yang terjadi. Pada pasien ini dengan tidak melakukan imunisasi dasar
lengkap menjadikan sebagai faktor risiko terjadinya campak.
Terapi yang telah diberikan Terapi sesuai teori
Inf. RL 12 tpm Terapi suportif diberikan dengan menjaga cairan tubuh
dan mengganti cairan yang hilang dari diare dan emesis.
Inj. Norages 3x125 mg Obat yang diberikan untuk gejala simptomatis, demam
Ambroxol syrup 3x cth 1 dengan antipiretik, batuk dengan antitusif, ekspektoran.
Jika terjadi infeksi bakteri sekunder diberikan antibiotik.
Vitamin A 1x 200.000 IU per oral Suplementasi vitamin A
dalam 2 hari a. Bayi usia < 6 bulan 50.000 IU / hari diberikan 2 dosis
b. Usia 6-11 bulan 100.000 IU / hari per oral diberikan
2 dosis
c. Usia 1-5 tahun 200.000 IU/hari per oral diberikan 2
dosis
d. Anak dengan tanda defisiensi vitamin A, diberikan 2
dosis pertama sesuai usia dilanjutkan dosis ketiga
sesuai usia yang diberikan 2-4 minggu kemudian.
Inj. Ampisilin 3 x 350 mg Terapi bronkopneumia sebagai komplikasi dari morbili :
Pilihan antibiotik bronkopneumonia :
 Berikan ampisilin / amoksisilin 25-50 mg/kgBB/kali
IV atau IM, setiap 6 jam
 Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali
pemberian
 Ceftriaxon 80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali
sehari
Untuk kasus pneumonia hospital base :
 Sefotaksim 100 mg/kgBB/hari dalam 2 kali
pemberian
 Amikasin 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali
pemberian

Pemberian antibiotik lini pertama pada bronkopneumonipada menggunakan antibiotik


golongan beta-laktam atau kloramfenikol. Pada bronkopneumonia yang tidak responsif
terhadap beta laktam dan kloramfenikol dapat diberikan antibiotik lain seperti gentamisin,
amikasin atau sefalosporin. Pasien ini menggunakan antibiotik golongan cephalosporin
generasi ketiga berupa cefotaxime dan gentamisindapat digunakan pada infeksi saluran nafas.
Dosis sefotaksim pada anak 50 – 200 mg/kgBB/hari dalam 4 – 6 dosis sehari secara IV / IM.
Dosis gentamisin 5-6 mg/kgBB/hari dalam dua dosis sehari. Pengobatan gejala batuk pada
pasien ini dengan puyer yang berisi obat batuk golongan mukolitik dan ekspectoran yang
berfungsi meredakan batuk dan mengeluarkan dahak. Pengobatan simtomatik seperti
pemberian antipiretik berupa paracetamol atau metamizole pada pasien ini dikarenakan
pasien mengeluhkan demam. Dosis metamizole pada anak yaitu 10- 15mg/kgBB/dosis. Dosis
anjuran pada pasien ini sudah tepat adalah 125 mg/satu kali pemberian diberikan sehari tiga
kali.
Terapi Vitamin A terbukti menurunkan angka morbiditas dan mortalitas sehingga
World Health Organization (WHO) menganjurkan pemberian vitamin A kepada semua anak
dengan campak, dimana elemen nutrisi utama yang menyebabkan kegawatan morbili
bukanlah protein dan kalori melainkan vitamin A. Ketika terjadi defisiensi vitamin A pada
kasus morbili maka akan menyebabkan kebutaan dan kematian. Oleh karena itu vitamin A
diberikan dalam dosis yang tinggi. American Academy of Pediatrics (AAP)
merekomendasikan pemberian dosis tunggal vitamin A dengan dosis 200.000 IU untuk anak
usia > 12 bulan dan 100.000 IU untuk usia < 12 bulan. Delapan penelitian meliputi 2.574
pasien morbili menemukan bahwa vitamin A megadosis 200.000 IU per hari selama dua hari
dapat menurunkan jumlah kematian akibat morbili pada anak usia di bawah dua tahun. Pada
pasien ini diberikan vitamin A 200.000 IU di hari pertama perawatan sudah tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. Campak. World Health
Organization. 2005.

Kimberlin DW, Long SS, Brady MT, Jackson MA. Red book 2015: Report of the Committee
on Infectious Diseases. 30th Edition. Elk Grove Village, IL: American Academy of
Pediatrics; 2015.

Pudjiadi, dkk. Campak dalam Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.
2009. Jakarta : IDAI.

Rahayu T, Tumbelaka AR. Gambaran Klinis Penyakit Eksantema Akut pada Anak. Sari
Pediatri. 2002;4(3):104-113.

Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis.
Edisi Kedua. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta; 2010.

Yang HM, Mao M, Wan C. Vitamin A for treating measles in children (Review). The
Cochrane Collaboration. West Sussex: John Wiley & Sons, Ltd; 2011

Anda mungkin juga menyukai