10.2015.117
Gagal ginjal kronik merupakan suatu kondisi dimana ginjal mengalami kerusakan selama lebih
dari 3 bulan, yang didasari dengan kelainan patologis ginjal seperti proteinuria. Selain dilihat dari
kelainan patologis ginjal, dapat pula diukur dengan mengukur laju filtrasi glomerulus. Laju filtrasi
dibawah 60 ml/menit/1.73m2 yang dikatakan sebagai gagal ginjal.
Etiologi
Contohnya ;
Faktor resiko
Factor resiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasein yang memiliki riwayat penyakit diabetes
mellitus atau hipertensi, riwayat perokok atau obesitas, usia diatas 50 tahun, dan riwayat keluarga
dengan penyakit kronik.
Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya,tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Jika
terdapat kerusakan nefron, ginjal mempunyai kemampuan kompensasi untuk mempertahankan
LFG dengan cara meningkatkan daya filtrasi dan reabsorbsi zat terlarut dari nefron yang tersisa.
Pengurangan masa ginjal menyebabkan hipertrofi secara struktural dan fungsional nefron yang
masih tersisa sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi “kompensatori” ini akibat hiperfiltrasi adaptif
yang diperantarai oleh penambahan tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat yang selanjutnya diikuti proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang
masih tersisa dan akhirnya terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi.
Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun penyakit primernya telah
diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan adanya mekanisme adaptasi sekunder yang
sangat berperan pada kerusakan yang sedang berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti lain
yang menguatkan adanya mekanisme tersebut adalah adanya gambaran histologik ginjal yang
sama pada penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit primer apapun. Perubahan dan
adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal akan menyebabkan pembentukan
jaringan ikat dan kerusakan nefron yang lebih lanjut. Demikian seterusnya keadaan ini berlanjut
menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan gagal ginjal terminal
Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik
adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Kemungkinan mekanisme progresi
gagal ginjal di antaranya akibat peningkatan tekanan glomerulus (akibat peningkatan tekanan
darah sistemik, atau kontriksi arteriolar eferen akibat peningkatan kadar angiotensin II), kebocoran
protein glomerulus, kelainan lipid
Stadium yang paling dini, dimana gejala-gejala klinis yang serius, seringkali tidak muncul. Secara
perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron progresif, yang ditandai dengan
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum
Diagnosis
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan dengan
retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit termasuk semua faktor
yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif
termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ
dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.
Pemeriksaan laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat penurunan faal ginjal
(LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan penyakit termasuk semua faktor pemburuk
faal ginjal.
1) Pemeriksaan faal ginjal (LFG) Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah
cukup memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG).
2) Etiologi gagal ginjal kronik (GGK) Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit
dan imunodiagnosis.
3) Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit Progresivitas penurunan faal ginjal,
hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor
pemburuk faal ginjal (LFG).
Pemeriksaan penunjang
diagnosis Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya, yaitu:
1) Diagnosis etiologi GGK Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos perut,
ultrasonografi (USG), nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi antegrade dan Micturating
Cysto Urography (MCU).
2) Diagnosis pemburuk faal ginjal Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan
pemeriksaan ultrasonografi (USG).
Gambaran Klinis
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi traktus urinarius,
batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, dan sebagainya
b. Sindrom uremia, yang terdiri atas lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia,
kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, uremicfrost, perikarditis, kejang-
kejang sampai koma
c. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi ginjal, payah jantung,
asidosis metabolic, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, klorida).
Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan pada stadium
dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam
mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (makin rendah tekanan
darah makin
kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak darah, anemia, penghentian
merokok, peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat badan
Tatalaksana
Tabel 2. Pembatasan Asupan Protein Dan Fosfat Pada Penyakit Ginjal Kronik
• Bagi pasien dengan gagal ginjal kronik proteinuria (rasio albumin urin dengan kreatinin≥
30mg/mmol), terapi antihipertensi seharusnya termasuk ACE inhibitor (derajat A) atau
angiotensin- receptor blocker pada kasus yang tidak toleran terhadap ACE inhibitor (derajat D).
• Tekanan darah seharusnya ditargetkan kurang dari 130/80 mm Hg (derajat C)
• Bagi pasien dengan gagal ginjal kronik nonproteinuria (rasio albumin dengan kreatinin
<30mg/mmol), terapi antihipertensi seharusnya termasuk baik ACE inhibitor (derajat B),
angiotensin-receptor blocker (derajat B), diuretik tiazid (derajat B), beta bloker (pasien yang
berusia 60 tahun atau kurang, derajat B) atau long acting calcium channel blocker (derajat B).
Pasien dengan diabetes
• Terapi antihipertensi seharusnya termasuk ACE inhibitor (derajat A) atau angiotensin- receptor
blocker (derajat A).
• Tekanan darah seharusnya ditargetkan kurang dari 130mm Hg sistolik (derajat C) dan kurang dari
80 mmHg diastolic (derajat B).
Pasien dengan penyakit vaskular renal pembuluh darah besar
• Hipertensi renovaskular seharusnya diobati dengan cara yang sama seperti untuk nondiabetik,
gagal ginjal kronik non-proteinuria. Harus hati-hati dengan penggunaan ACE inhibitor atau
angiotensin-receptor blocker karena risiko gagal ginjal akut (derajat D).
Kontrol glikemik
• Target untuk kontrol glikemik, daiman mereka dapat dicapai dengan aman, seharusnya mengikuti
Canadian Diabetes Association Guideline (hemoglobin A1c<7.0%, kadar glukosa darah puasa 4-7
mmol/L) (derajat B)
• Kontrol glikemik seharusnya merupakan bagian dari strategi intervention multifaktorial yang
menyebutkan kontrol tekanan darah dan risiko kardiovaskular, dan mendukung penggunaan ACE
inhibitor, angiotensin receptor blocker, statin dan asam asetilsalisilat (derajat A).
Penggunaan metformin pada diabetes mellitus tipe 2
• Metformin direkomendasi untuk kebanyakan pasien dengan tipe diabetes 2 dengan gagal ginjal
kronik stadium 1 atau 2 yang memiliki fungsi renal stabil yang tidak berubah selama 3 bulan
terakhir (derajat A).
• Metformin mungkin dilanjutkan pada pasien dengan gagal ginjal kronik stabil stadium 3 (derajat
B).
• Rekomendasi praktek klinis: Metformin seharusnya dihentikan jika terdapat perubahan
akut dalam fungsi renal atau selama periode penyakit yang dapat menimbulkan perubahan
tersebut (misalnya ketidaknyamanan gastrointestinal atau dehidrasi) atau menyebabkan
hipoksia (misalnya gagal jantung atau respirasi). Perawatan khusus seharusnya dilakukan untuk
pasien yang juga mengkonsumsi ACE inhibitor, angiotensin receptor blocker, obat antiinflamasi
nonsteroid atau diuretik, atau setelah pemberian kontras intravena karena risiko gagal ginjal
akut dan sehingga akumulasi asam laktat, terbesar untuk pasien ini.
Pilihan agen lain yang mengurangi glukosa
• Menyesuaikan pilihan agen lain yang mengurangi glukosa (termasuk insulin) pada pasien individu,
tingkat fungsi renal dan komorbiditas (opini derajat D).
• Risiko hipoglikemia seharusnya dinilai secara teratur untuk pasien yang memakai insulin atau
insulin secretagogue. Pasien ini seharusnya diajarkan bagaimana mengenali, mendeteksi dan
mengobati hipoglikemia (opini derajat D).
• Rekomendasi praktek klinis: Sulfonilurea kerja pendek (misalnya gliclazide) dipilih melebihi
agen kerja panjang untuk pasien dengan chronic kidney disease.
Skrining
• Profil lipid puasa (total kolesterol, kolesterol LDL, dan trigliserida) seharusnya diukur pada orang
dewasa dengan gagal ginjal kronik stadium 1-3 (derajat A).
• Profil lipid puasa seharusnya diukur pada orang dewasa dengan gagal ginjal kronik stadium 4 yang
hanya jika hasil akan mempengaruhi pilihan untuk memulai atau mengubah pengobatan yang
memodifikasi lipid (derajat D).
Frekuensi pengukuran profil lipid
• Profil lipid seharusnya diukur setelah puasa semalaman (idealnya ≥12 jam) (derajat A).
• Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan trigliserida seharusnya diukur (derajat A)
Profil lipid puasa seharusnya diukur tidak lebih awal daripada 6 minggu setelah permulaan atau
perubahan dalam terapi farmakologik. Kemudian, profil lipid seharusnya dimonitor setiap 6-12
bulan jika hasil dapat mempengaruhi pilihan terapi berikutnya (derajat D).
Pengobatan
• Terapi statin seharusnya dimulai untuk pasien dengan gagal ginjal kronik stadium 1-3 berdasarkan
pedoman lipid yang ada untuk populasi umum (derajat A).
• Pada pasien dengan gagal ginjal kronik stadium 1-3, para klinisi seharusnya mempertimbangkan
mengtitrasi dosis statin berdasarkan pedoman lipid untuk populasi umum (derajat B).
• Para klinisi seharusnya mempertimbangkan untuk memulai terapi statin untuk pasien dengan gagal
ginjal kronik stadium 4 dan mentitrasi dosis untuk mencapai kadar kolesterol LDL <2 mmol/L dan
rasio total kolesterol dengan kolesterol HDL < 4mmol/L (derajat B).
• Gemfibrozil (1200mg setiap hari) mungkin dipertimbangkan sebagai alternatif pengobatan statin
untuk pasien dengan gagal ginjal kronik (stadium 1-3) yang berisiko kardiovaskular intermediate
atau tinggi dengan kadar kolesterol HDL rendah (<1.0 mmol/L) (derajat B).
• Trigliserida puasa >10mmol/L pada stadium gagal ginjal kronik manapun seharusnya diobati dengan
perubahan gaya hidup dan menambah gemfibrozil atau niasin, seperti yang diperlukan untuk
mengurangi risiko pankreatitis akut (derajat D). Data saat ini tidak mendukung mengobati
hipertrigliseridemia sebagai strategi untuk mengurangi risiko kardiovaskular (derajat A).
Pemantauan efek samping obat
• Pemantauan serial kreatinin kinase dan alanin aminotransferase tidak diperlukan untuk pasien
asimtomatik dengan gagal ginjal kronik (stadium manapun) yang mengonsumsi dosis statin rendah
sampai sedang (≤ 20mg/ hari simvastatin atau atorvastatin, atau dosis setara statin lainnya) (derajat
A).
Kreatinin kinase serial dan alanin aminotransferase seharusnya diukur setiap 3 bulan untuk pasien
dengan gagal ginjal kronik stadium 4 yang mengonsumsi dosis statin sedang sampai tinggi (≥40mg/
hari simvastatin atau atorvastatin, atau dosis setara statin lainnya) (derajat D).
• Statin dan fibrat seharusnya tidak diberikan bersamaan pada pasien dengan gagal ginjal kronik
stadium 4 karena risiko rabdomiolisis (derajat D).
• Gemfibrozil aman untuk digunakan pada pasien dengan gagal ginjal kronik . Preparat fibrat lain
(misalnya, fenofibrat) seharusnya dicegah atau dosis secara signifikan dikurangi untuk pasien
dengan gagal ginjal kronik stadium 2-4 karena meningkatnya risiko toksisitas (derajat D).