Anda di halaman 1dari 2

Fenomena

Artritis Reumatoid (AR) adalah suatu penyakit autoimun yang melibatkan multisistem
dan bersifat kronik. Meskipun terdapat berbagai manifestasi sistemik, karakteristik dari AR
adalah adanya inflamasi sinovitis yang persisten yang menyebabkan kerusakan pada tulang
rawan dan erosi pada tulang., serta perubahan pada integritas sendi. (Renny Wulan
Apriliyasari, 2016).

Penyakit ini sering menyebabkan kerusakan sendi, kecacatan dan banyakmengenai


penduduk pada lansia dan usia produktif (Indonesia, 2014). Terdapat beberapa faktor risiko
yang mempengaruhi seseorang untuk mengalami suatu AR, seperti gender, genetk, usia,
status social ekonomi, pendidikan, factor stress, dan masih banyak lagi. Dari sekian banyak
factor tersebut yang memainkan peran cukup signifikan adalah factor gender dan juga factor
genetik. (Tri Susilowati, 2017)

Prevalesi penderita rheumatoid artritis di dunia setiap tahun mengalami peningkatan.


Menurut Wiyono (2010) bahwa Penderita rheumatoid arthritis di seluruh dunia telah
mencapai angka 355 juta jiwa, artinya 1 dari 6 orang di dunia ini menderita rheumatoid
artritis. Diperkirakan angka ini terus meningkat hingga tahun 2025 dengan indikasi lebih dari
25% akan mengalami kelumpuhan. WHO melaporkan bahwa 20%, penduduk dunia terserang
penyakit rheumatoid artritis, dimana 5-10% adalah mereka yang berusia 5-20 tahun dan 20%
mereka yang berusia 55 tahun prevalensi rheumatoid artritissekitar 1% pada orang dewasa.
Prevalensi di Indonesia yang diungkapkan oleh hasil risert kesehatan dasar (RISKESDAS)
tahun 2013 didapatkan prevalensi penyakitrheumatoid artritisyang masuk pada golongan
penyakit sendi berdasarkan tanda dan gejalanya mencapai 24,7% dari total populasi di
Indonesia. Dari hasil RISKESDAS tahun 2013 juga didapatkan data bahwa di Jawa Tengah
prevalensi penyakit sendi yang didalamnya termasuk rheumatoid artritismencapai 25,5%.
(Renny Wulan Apriliyasari, 2016)
Banyak pasien rheumatoid artritis yang mengalami penurunan kemampuan dalam
kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari (terdiri dari 14 komponen kegiatan yang
merupakan kombinasi antara ADL Barthel Indeks dan IADL). dimana pasien yang
mengalami rheumatoid artritis harus dibantu dalam melakukan aktivitas tersebut. (Tri
Susilowati, 2017). Sedangkan menurut hasil penelitian (Noorhidayah, 2015) gejala yang
sering dialami penderita rheumatoid artritis berupa nyeri , kekakuan sendi, serta
pembengkakan sekitar sendi.
Terapi kompres merupakan salah satu terapi nonfarmakologis untuk menurunkan
nyeri. Kompres dapat dibedakan menjadi dua jenis tindakan, yaitu kompres panas dan
kompres dingin. Tindakan kompres panas dilakukan untuk melancarkan sirkulasi darah, juga
untuk menghilangkan rasa nyeri, merangsang peristaltik usus, serta memberikan ketenangan
dan kesenangan pada klien. Pemberian kompres panas dilakukan pada radang persendian,
kekejangan otot, perut kembung, dan kedinginan. Sementara itu, kompres dingin dilakukan
untuk menghilangkan rasa nyeri akibat edema atau trauma, namun dapat mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah dan mengurangi arus darah lokal. Dengan demikian, pada kondisi
nyeri sendi rematik, terapi kompres yang tepat untuk diberikan adalah terapi kompres panas.
(Noorhidayah, 2015)
Untuk mempertahankan dan meningkatkan status fungsional lansia dapat dilakukan
tindakan preventif dan promotif yang berupa latihan fisik guna meningkatkan kebugaran.
Pada lansia yang menderita nyeri akibat rematik, maka dengan mengurangi nyerinya
diharapkan dapat membantu lansia mudah untuk melakukan ADL. Dalam mengurangi rasa
nyeri sendi serta mencegah penyakit rematik menjadi lebih parah, dapat digunakan metode
gerak tubuh yang dikenal dengan senam rematik. Menurut Nuhoni (2010), secara umum
gerakan-gerakan senam rematik dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan gerak,
fungsi, kekuatan dan daya tahan otot, kapasitas aerobik, keseimbangan, biomedik sendi dan
rasa posisi sendi. Senam ini konsentrasinya pada gerakan sendi sambil meregangkan ototnya
dan menguatkan ototnya, karena otot-otot inilah yang membantu sendi untuk menopang
tubuh. (Tri Susilowati, 2017)

Anda mungkin juga menyukai