Anda di halaman 1dari 18

TUTORIAL KLINIK

KETUBAN PECAH DINI (KPD)

Disusun oleh:

Octavianus Ricky Adisaputra

42180235

Dosen Pembimbing Klinik:

dr. Trianto Susetyo, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA

YOGYAKARTA

2019
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. LI
No. RM : 0051xxxx
Tanggal lahir : 15 Januari 1983
Usia : 36 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kulonprogo
Pekerjaan : Swasta (Guru TK Kanisius)
Status Perkawinan : Menikah
Masuk RS : 1 Maret 2019

II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Ketuban merembes.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien G1P0Ab0 dengan usia kehamilan 31 minggu datang ke IGD RS Bethesda yang
merupakan pasien rujukan dari RSUD . Wates merasakan keluar cairan dari jalan lahir yang
sudah dirasakan sejak hari rabu dan terakhir rembes tadi. Awal terjadinya saat pasien akan
mandi pagi hari tiba-tia terasa nyeri dan kenceng-kenceng setelah itu baru dikeluhkan
keluar cairan dari jalan lahir. Pasien mengeluhkan sedikit pusing dan perutnya terasa
kencang-kencang.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


 Keluhan serupa : (-), tapi pasien pernah mengeluhkan pada awal
kehamilan trimester 1 mengalami hiperemesis gravidarum sehingga pasien
mondok di rumah sakit.
 Infeksi Saluran Kemih : (-)
 Tumor : (-)
 Kista : (-)
 Hipertensi : (-)
 Diabetes mellitus : (-)
 Penyakit jantung : (-)
 Asma : (-)
 Alergi : (-)

d. Riwayat Penyakit Keluarga


 Keluhan serupa : (-)
 Tumor : (-)
 Hipertensi : (-)
 Diabetes Melitus : (-)
 Penyakit Jantung : (-)
 Asma : (+) Ayah
 Alergi : (+) Penicillin

e. Riwayat Menstruasi
 Usia menarche : 12 tahun
 Siklus : 4 hari (teratur)
 Durasi : 28 hari
 Dismenorrhea : (-)
 Keputihan : (-)
 HPHT : 24 Juli 2018

f. Riwayat Perkawinan
 Status pernikahan : Menikah 1 kali
 Lama menikah : 1 tahun
 Usia saat menikah : 34 tahun

g. Riwayat Kehamilan dan pemerikksaan Kehamilan


 Riwayat Kehamilan yang pertama (G1 P0 Ab0)
No. Tahun Kehamilan Persalinan Penolong JK BB H/M Pendarahan
1. 2019 Sekarang
 Riwayat pemeriksaan kehamilan
 Pasien mengetahui hamil setelah tidak haid dan memeriksakan kehamilannya di
RSUD Wates.

h. Riwayat Kontrasepsi
Pasien belum pernah menggunakan metode dan alat kontrasepsi apapun.

i. Riwayat Ginekologi
Riwayat Operasi : tidak ada
Riwayat Kuret : tidak ada
Riwayat Keputihan : tidak ada

j. Riwayat Pengobatan
Pasien tidak mengkonsumsi obat rutin atau pengobatan dalam jangka panjang.

k. Gaya Hidup
 Merokok : (-)
 Konsumsi alkohol : (-)
 Obat : (-)
 Aktivitas : Pasien seorang Guru di TK Kanisius dan pasien melakukan
kegiatan sehari-hari mengajar anak-anak dan sebagai ibu rumah tangga dirumah,
serta melakukan aktivitas seperti biasa tetapi dibatasi supaya tidak terlalu lelah
karena sedang hamil. Pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol. Pola
makan rutin 3 kali sehari, air putih cukup, makan buah dan sayur. Aktivitas
olahraga pasien mengatakan jarang berolahraga.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4 V5 M6
BB : 60 kg
TB : 164 cm
Vital Sign:
 Tekanan Darah : 100/60 mmHg
 Pernafasan : 20 x/menit
 Denyut Nadi : 80 x/menit
 Suhu : 37,2 ˚C
Status Generalis:
a. Kepala
Bentuk kepala : normocephali
Mata : simetris, konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -
/-, refleks pupil +/+ normal, isokor, diameter 3/3
mm, edema palpebra -/-
Telinga : discharge (-/-)
Hidung : discharge (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
Mulut : sianosis (-), lidah kotor (-/-)
b. Leher
Trakea : deviasi (-)
Limfonodi Colli : dbn
c. Thoraks
Simetris, retraksi dinding dada (-), perkusi sonor, vesikuler (+/+), ronkhi
(-/-), wheezing (-/-), S1/S2 jantung dbn, bising jantung (-)
d. Abdomen
Inspeksi : tanda peradangan (-), bekas operasi (-).
Auskultasi : bising usus (+)
Perkusi : timpani
Palpasi : nyeri tekan (+), pekak beralih (-), massa (-)
e. Ekstremitas
Akral hangat, Capillary Refill < 2 detik, nadi kuat, tidak terdapat edema.

Status Pemeriksaan Obstetrical dan Ginekological :


 Pemeriksaan Leopold : Bokong, punggung kiri, kepala, 1/5 bagian
masuk PAP.
 DJJ : 154 x/menit.
 HIS : tidak dapat dievaluasi
 TFU : tidak dapat dievaluasi
 Vaginal Toucher : Licin, ketuban rembes (+) warna jernih, portio
tebal kaku, pembukaan (-), presentasi kepala.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium (1 Maret 2019)
Hematologi Hasil Satuan Nilai Rujukan
Darah Lengkap
Hemoglobin 10,3 (L) g/dl 11,7 – 15,5
Leukosit 14,05 (H) Ribu/mmk 4,5 – 11,5
Eosinofil 0,3 (L) % 2–4
Basofil 0,2 % 0–1
SegmenNeutrofil 75,8 (H) % 50 – 70
Limfosit 15,4 (L) % 18 – 42
Monosit 8,3 (H) % 2–8
Hematokrit 30,3 (L) % 35 – 49
Eritrosit 3,60 (L) Juta/mmk 4,2 – 5,4
RDW 14,9 (H) % 11,5 – 14,5
MCV 85,6 fL 80 – 94
MCH 28,6 pg 26 – 32
MCHC 33,4 g/dL 32-36
Trombosit 200 Ribu/mmk 150 – 450
GolonganDarah B
HBsAg 0,27 Non Reaktif

Tes Nitrazin (1 Maret 2019) : Perubahan warna kertas lakmus merah menjadi biru.

Pemeriksaan USG (2 Maret 2019)


Intepretasi hasil :

 Tampak janin tunggal DJJ 148 x/menit


 Biometri janin dengan astimasi berat janin berdasar biometri janin tersebut adalah
lk 1700 gram (sesuai uk lk 30 minggu)
 Presentasi kepala
 Plasenta : letak di fundus uteri dengan echogenitas homogen tepi ireguler sesuai
dengan maturitas plasenta grade 2
 Analisa cairan amnion : jernih tak tampak debris dengan perhitungan jumlah
amnion berdasar AFI : lk 300 cc tanda olighydramnion.

V. DIAGNOSIS
Diagnosis Utama : G1P0Ab0 Usia Kehamilan 31 minggu dengan Ketuban
Pecah Dini (KPD).

VI. TATALAKSANA
Terapi medikamentosa
◦ Infus RL 500 ml
◦ R/ Ceftriaxone inj. 1 gr Amp. II
S.I.m.m
◦ R/ Bricasma drip mg 2,5/1 ml Amp. I
S.I.m.m
◦ R/ Dexamethasone inj. mg 6 Amp. IV
S.I.m.m. 2.d.d

VII. PLANNING
Plan For Monitor
1. Obs. VS, DJJ, HIS, Pengeluaran Ketuban
2. Dilakukan SC jika tidak memungkinkan untuk kelahiran spontan.

VIII. LAPORAN OPERASI


 Mulai Operasi : 2 Maret 2019 pk 13.00 WIB
 Selesai Operasi : 2 Maret 2019 pk 13.50 WIB
 Lama Operasi : 50 menit
 Jenis Anestesi : Regional Analgesia Lumbal
 Tindakan : SC
 Golongan Operasi : Besar
 Derajat Kontaminasi Operasi : Bersih terkontaminasi
 Urgensi Operasi : CITO
 Diagnosis Pre Operasi : KPD + Oligohidramnion
 Diagnosis Post Operasi : KPD + Oligohidramnion

1. Posisi Pasien Supine


2. Desinfeksi dan drapping, sign in Alkohol 70% kemudian Povidone Iodine.
Pakai duk steril konvensional.
Sign in (+)
3. Insisi kulit / pembukaan lapangan Insisi modified psannenstiel, membuka
operasi dan uraian operasi peritonrum sampai tampak uterus
gravidarum, plika vesiko uterina dibuka,
VU disisihkan ke kaudal.
SBR diuka melengkung ke atas, kepala
janin di luksasio keluar, lahir janin, lalu
plasenta lahir per abdominal.
SBR jahit 2 lapis, reperitonisasi viscerale.
Dinding perut ditutup lapis demi lapis.
4. Sign out, penutupan luka operasi Sign out (+), luka operasi ditutup dengan
kassa dan diplester.
5. Produk operasi Plasenta
6. Dikirim untuk pemeriksaan Tidak

IX. FOLLOW UP
Tanggal SOAP
2/03/19 S : Pasien mengeluhkan ketubannya masih rembes.
O : KU : Baik, CM, Ketuban rembes (+)
TD : 120/70 RR : 20 x/min
HR : 88 x/min Suhu : 36,4 oC
DJJ : 135-151 x/min
HIS +
Kepala : konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-)
Thorax: suara napas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-). Suara jantung
S1/S2 reguler.
Abdomen: Peristaltik 10x /menit. Nyeri tekan (+), kontraksi uterus baik
Ekstremitas : Nadi kuat, akral hangat, edema tungkai (-), CRT < 2
detik
A : G1P0Ab0 Uk 31 minggu dengan KPD + Oligohidrmanion
P:
◦ R/ Dexamethasone inj. mg 6 Amp. IV
S.I.m.m. inj. 1 amp
◦ R/ Ceftriaxone inj. 1 gr Amp. II
S.I.m.m

3/03/19 S : Pasien mengeluhkan luka operasi masih nyeri skala 4,


aktivitas baru bisa miring, perut mulas.
O : KU : Sedang, CM, Flatus (+), TFU 4 jari dibawah pusat,
kontraksi uterus keras, perdarahan masih + 20 cc, ASI keluar
sedikit.
TD : 100/70 RR : 20 x/min
HR : 80 x/min Suhu : 36,3oC
Kepala : konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-)
Thorax: suara napas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-). Suara jantung
S1/S2 reguler.
Abdomen: Peristaltik 10x /menit. Nyeri tekan (+), kontraksi uterus baik
Ekstremitas : Nadi kuat, akral hangat, edema tungkai (-), CRT < 2
detik
A : P1Ab0 Post SC indikasi KPD + Oligohidramnion
P:
◦ R/ Ceftriaxone inj. 1 gr Amp. II
S.I.m.m
◦ R/ Metronidazole inj. 500 mg/100 ml Amp. IV
S.I.m.m inj. 1 amp
◦ R/ Ketorolac inj. 30mg/ml Amp. IV
S.I.m.m inj. 1 amp.
◦ R/ Q-Ten tab mg 100 No. XXX
S.1.d.d tab 1
◦ R/ Eloves tab mg No. XXX
S.1.d.d tab 1
4/03/19 S : Pasien mengeluhkan luka operasi masih tapi berkurang nyeri
skala 3, sudah bisa mobilisasi duduk, perut mulas (-).

O : KU : Sedang, CM, Flatus (+), TFU 4 jari dibawah pusat,


kontraksi uterus keras, perdarahan masih + 10 cc, ASI keluar
sedikit.
TD : 110/70 RR : 20 x/min
HR : 86 x/min Suhu : 36,2oC
Kepala : konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-)
Thorax: suara napas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-). Suara jantung
S1/S2 reguler.
Abdomen: Peristaltik 10x /menit. Nyeri tekan (+), kontraksi uterus baik
Ekstremitas : Nadi kuat, akral hangat, edema tungkai (-), CRT < 2
detik
A : P1Ab0 Post SC indikasi KPD + Oligohidramnion
P:
◦ R/ Ceftriaxone inj. 1 gr Amp. II
S.I.m.m
◦ R/ Metronidazole inj. 500 mg/100 ml Amp. IV
S.I.m.m inj. 1 amp
◦ R/ Ketorolac inj. 30mg/ml Amp. IV
S.I.m.m inj. 1 amp

◦ R/ Q-Ten tab mg 100 No. XXX


S.1.d.d tab 1
◦ R/ Eloves tab mg No. XXX
S.1.d.d tab 1
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai kebocoran spontan cairan dari
kantung amnion sebelum adanya tanda-tanda inpartu. Kejadian KPD dapat terjadi sebelum
atau sesudah masa kehamilan 40 minggu.11 Berdasarkan waktunya, KPD dapat terjadi
pada kehamilan preterm atau kehamilan kurang bulan terjadi sebelum minggu ke-37 usia
kehamilan, sedangkan pada kehamilan aterm atau kehamilan cukup bulan terjadi setelah
minggu ke-37 dari usia kehamilan.
Pada KPD kehamilan preterm dan KPD kehamilan aterm kemudian dibagi menjadi
KPD awal yaitu kurang dari dua belas jam setelah pecah ketuban dan KPD berkepanjangan
yang terjadi dua belas jam atau lebih setelah pecah ketuban.

B. Etiologi
Penyebab ketuban pecah dini masih belum dapat diketahui dan tidak dapat
ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan ada faktor-faktor yang
berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun faktor-faktor mana yang lebih
berperan sulit diketahui. Adapun yang menjadi faktor risiko menurut adalah : infeksi,
serviks yang inkompeten, ketegangan intra uterine, trauma, kelainan letak janin, keadaan
sosial ekonomi, peninggian tekanan intrauterine, kemungkinan kesempitan panggul,
korioamnionitis, faktor keturunan, riwayat KPD sebelumnya, kelainan atau kerusakan
selaput ketuban dan serviks yang pendek pada usia kehamilan 23 minggu.
Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban dari vagina atau infeksi
pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Ketegangan intra
uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya
trauma, hidramnion, gemelli. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya
kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut.
Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari
vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetrik
Inkompetensi serviks (leher rahim) adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot
leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka
ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin
besar. Inkompetensi serviks adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata,
disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan
kongenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan
nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang
diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi.
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya : Trauma (hubungan seksual,
pemeriksaan dalam, amniosintesis), Gemelli (Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan
dua janin atau lebih). Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan,
sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena
jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban) relatif kecil
sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput
ketuban tipis dan mudah pecah. Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram
kehamilan dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over
distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan selaput
ketuban, menyebabkan selaput ketuban menjadi teregang,tipis, dan kekuatan membran
menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah. Hidramnion atau
polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000mL. Uterus dapat mengandung cairan
dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis adalah peningkatan jumlah cairan
amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut meningkat
tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja.

C. Faktor Risiko
Penyebab terjadinya KPD masih belum dapat ditentukan secara pasti.14 Dalam
kebanyakan kasus, berbagai faktor risiko saling berinteraksi sebagai penyebab KPD,
mesikupun secara garis besar KPD dapat terjadi karena lemahnya selaput ketuban, di mana
terjadi abnormalitas berupa berkurangnya ketebalan kolagen atau terdapatnya enzim
kolagenase dan protease yang menyebabkan depolimerisasi kolagen sehingga elastisitas
dari kolagen berkurang.
Pada penelitian sebelumnya menunjukkan hasil kultur bakteri sekret vagina (+)
sebesar 30,2% pada wanita yang mengalami KPD, sedangkan pada kelompok kontrol
sebesar 10,76%. Tingkat infeksi saluran genital secara signifikan lebih tinggi pada kasus
KPD dibandingkan dengan kelompok kontrol, sehingga infeksi saluran reproduksi dan
kejadian KPD sangat terkait.
Kelemahan selaput ketuban dapat disebabkan oleh adanya infeksi bakteri yang
terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu infeksi asenderen oleh bakteri, aktifitas enzim
phospolipase A2 yang merangsang pelepasan prostaglandin, interleukin maternal,
endotoksin bakteri, dan produksi enzim proteolitik yang menyebabkan lemahnya selaput
ketuban. Sedangkan dilepaskannya radikal bebas dan reaksi peroksidase dapat merusak
selaput ketuban.
Kehamilan kembar dan polihidramnion dapat meningkatkan tekanan intrauterin.
Ketika terdapat juga kelainan selaput ketuban, seperti kehilangan elastisitas dan
pengurangan kolagen, peningkatan tekanan tersebut jugs akan memperlemah kondisi
selaput ketuban janin dan dapat menyebabkan KPD.
Kondisi posisi janin yang abnormal dan Cephalo Pelvic Disproportion (CPD) dapat
menyebabkan kegagalan kepala janin memasuki pintu masuk panggul. Panggul yang
kosong dapat mengakibatkan tekanan intrauterin yang tidak merata disebabkan oleh cairan
ketuban yang memasuki rongga kosong tersebut sehingga dapat menyebabkan KPD.15,16
Faktor rendahnya vitamin C dan ion Cu dalam serum juga berpengaruh terhadap
produksi struktur kolagen yang menurun pada kulit ketuban.
Faktor-faktor seperti trauma kelahiran dan kelainan kongenital pada struktur serviks
yang rentan dapat merusak fungsi otot pada serviks. Konsekuensinya adalah serviks akan
melonggar sehingga membuat bagian depan kulit cairan ketuban dapat dengan mudah
mendesak ke dalam, menyebabkan tekanan yang tidak merata pada kapsul cairan ketuban.

D. Patogenesis
Kekuatan selaput ketuban ditentukan oleh keseimbangan sintesa dan degradasi
matriks ekstraseluler. Bila terjadi perubahan di dalam selaput ketuban, seperti penurunan
kandungan kolagen, perubahan sruktur kolagen dan peningkatan aktivitas kolagenolitik
maka KPD dapat terjadi.
Degradasi kolagen yang terjadi diperantarai oleh Matriks Metalloproteinase (MMP)
dan dihambat oleh Penghambat Matriks Metalloproteinase (TIMP) serta penghambat
protease. Keutuhan selaput ketuban terjadi karena kombinasi dari aktivitas MMP yang
rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Mikroorganisme yang menginfeksi
host dapat membentuk enzim protease disertai respon imflamasi dari host sehingga
mempengaruhi keseimbangan MMP dan TIMP yang menyebabkan melemahnya
ketegangan selaput ketuban dan pecahnya selaput ketuban.
Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostaglandin oleh
selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena
menyebabkan irritabilitas pada uterus dan terjadi degradasi kolagen membran. Beberapa
jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor
prostaglandin dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga
menyebabkan produksi prostaglandin oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang
diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim Siklooksigenase II
yang berfungsi mengubah asam arakhidonat menjadi prostaglandin. Prostaglandin
mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas MMP-1
dan MMP-3.

E. Diagnosis
Diagnosis KPD secara tepat sangat penting untuk menentukan penanganan
selanjutnya. Cara-cara yang dipakai untuk menegakkan diagnosis adalah :
1. Anamnesis
Pasien merasakan adanya cairan yang keluar secara tiba-tiba dari jalan lahir atau
basah pada vagina. Cairan ini berwarna bening dan pada tingkat lanjut dapat disertai
mekonium.
2. Pemeriksaan Inspekulo
Terdapat cairan ketuban yang keluar melalui bagian yang bocor menuju kanalis
servikalis atau forniks posterior, pada tingkat lanjut ditemukan cairan amnion yang
keruh dan berbau.
3. Pemeriksaan USG
Ditemukan volume cairan amnion yang berkurang / oligohidramnion, namun
dalam hal ini tidak dapat dibedakan KPD sebagai penyebab oligohidramnion dengan
penyebab lainnya.
4. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk menentukan ada atau tidaknya infeksi, kriteria laboratorium yang
digunakan adalah adanya Leukositosis maternal (lebih dari 15.000/uL), adanya
peningkatan C-reactive protein cairan ketuban serta amniosentesis untuk mendapatkan
bukti yang kuat (misalnya cairan ketuban yang mengandung leukosit yang banyak atau
bakteri pada pengecatan gram maupun pada kultur aerob maupun anaerob).
Tes lakmus (Nitrazine Test) merupakan tes untuk mengetahui pH cairan, di mana
cairan amnion memiliki pH 7,0-7,5 yang secara signifikan lebih basa daripada cairan
vagina dengan pH 4,5-5,5. jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban. Normalnya pH air ketuban berkisar antara 7-7,5.
Namun pada tes ini, darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan positif palsu.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah Tes Fern. Untuk melakukan tes,
sampel cairan ditempatkan pada slide kaca dan dibiarkan kering. Pemeriksaan diamati
di bawah mikroskop untuk mencari pola kristalisasi natrium klorida yang berasal dari
cairan ketuban menyerupai bentuk seperti pakis.

F. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang dapat terjadi terkait dengan KPD meliputi :
1. Komplikasi Maternal
Infeksi sering terjadi pada pasien dengan KPD. Bukti keseluruhan
korioamnionitis berkisar dari 4,2% hingga 10,5%. Diagnosis korioamnionitis secara
klinis ditandai dengan adanya demam 38 ° C dan minimal 2 dari kondisi berikut :
takikardia pada ibu, takikardia pada janin, nyeri tekan uterus, cairan ketuban berbau
busuk, atau darah ibu mengalami leukositosis. Rongga ketuban umumnya steril. Invasi
mikroba dari rongga ketuban mengacu pada hasil kultur mikroorganime cairan ketuban
yang positif, terlepas dari ada atau tidaknya tanda atau gejala klinis infeksi.
Pasien dengan KPD memiliki kejadian solusio plasenta sekitar 6%. Solusio
plasenta biasanya terjadi pada kondisi oligohidroamnion lama dan berat. Data sebuah
analisis retrospektif yang didapatkan dari semua pasien dengan KPD berkepanjangan
menunjukkan risiko terjadinya solusio plasenta selama kehamilan sebesar 4%. Alasan
tingginya insiden solusio plasenta pada pasien dengan KPD adalah penurunan progresif
luas permukaan intrauterin yang menyebabkan terlepasnya plasenta.
Prolaps tali pusat yang dikaitkan dengan keadaan malpresentasi serta terjadinya
partus kering juga merupakan komplikasi maternal yang dapat terjadi pada KPD.

2. Komplikasi Neonatal
Kematian neonatal setelah mengalami KPD aterm dikaitkan dengan infeksi yang
terjadi, sedangkan kematian pada KPD preterm banyak disebabkan oleh sindrom
gangguan pernapasan. Pada penelitian Patil, dkk (India,2014) KPD berkepanjangan
meningkatkan risiko infeksi pada neonatal sekitar 1,3% dan sepsis sebesar 8,7%.
Infeksi dapat bermanifestasi sebagai septikemia, meningitis, pneumonia, sepsis dan
konjungtivitis. Insiden keseluruhan dari kematian perinatal dilaporkan dalam literatur
berkisar dari 2,6 hingga 11%.
Ketika KPD dikelola secara konservatif, sebagian besar pasien mengalami
oligohidramnion derajat ringan hingga berat seiring dengan kebocoran cairan ketuban
yang terus menerus. Sedikitnya cairan ketuban akan membuat rahim memberikan
tekanan terus-menerus kepada janin sehingga tumbuh kembang janin menjadi abnormal
seperti terjadinya kelainan bentuk tulang.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dibagi menjadi penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan
aterm, kehamilan pretem, ketuban pecah dini yang dilakukan induksi, dan ketuban pecah
dini yang sudah inpartu.
1. Ketuban Pecah dengan Kehamilan Aterm
Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm yaitu : diberi antibiotika, Observasi suhu
rektal tidak meningkat, ditunggu 24 jam, bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan
terminasi. Bila saat datang sudah lebih dari 24 jam, tidak ada tanda-tanda inpartu
dilakukan terminasi.
2. Ketuban Pecah Dini dengan Kehamilan Prematur
Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm yaitu :
a) EFW (Estimate Fetal Weight) < 1500 gram yaitu pemberian Ampicilin 1 gram/ hari
tiap 6 jam, IM/ IV selama 2 hari dan gentamycine 60-80 mg tiap 8-12 jam sehari
selama 2 hari, pemberian Kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru
(betamethasone 12 mg, IV, 2x selang 24 jam), melakukan Observasi 2x24 jam
kalau belum inpartu segera terminasi, melakukan Observasi suhu rektal tiap 3 jam
bila ada kecenderungan meningkat > 37,6°C segera terminasi.
b) EFW (Estimate Fetal Weight) > 1500 gram yaitu melakukan Observasi 2x24 jam,
melakukan Observasi suhu rectal tiap 3 jam, Pemberian antibiotika/kortikosteroid,
pemberian Ampicilline 1 gram/hari tiap 6 jam, IM/IV selama 2 hari dan
Gentamycine 60-80 mg tiap 8-12 jam sehari selama 2 hari, pemberian
Kortikosteroid untuk merangsang meturasi paru (betamethasone 12 mg, IV, 2x
selang 24 jam ), melakukan VT selama observasi tidak dilakukan, kecuali ada
his/inpartu, Bila suhu rektal meningkat >37,6°C segera terminasi, Bila 2x24 jam
cairan tidak keluar, USG: bagaimana jumlah air ketuban : Bila jumlah air ketuban
cukup, kehamilan dilanjutkan, perawatan ruangan sampai dengan 5 hari. Bila
jumlah air ketuban minimal segera terminasi. Bila 2x24 jam cairan ketuban masih
tetap keluar segera terminasi, Bila konservatif sebelum pulang penderita diberi
nasehat : Segera kembali ke RS bila ada tanda-tanda demam atau keluar cairan lagi,
Tidak boleh coitus, Tidak boleh manipulasi digital.
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F.G. 2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC.

Kementrian Kesehatan RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan Pedoman Bagi Tenaga

Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.Leveno, Kenneth J. 2009. Obstetri Williams:


Panduan Ringkas Edisi 21. Jakarta: EGC.

Manuaba. 2012. Ilmu Kebidanan Dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan.
Jakarta:EGC

Mochtar, R. 2002. Sinopsis Obstetri Patologi. Jakarta : EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo..
Prawirohadrjo, Sarwono. 2011 .Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Sastrawinata, S., Martaadisoebrata, D., Wirakusumah, F.F. 2005. Obstetri Patologi. Jakarta :
EGC.

Anda mungkin juga menyukai