Anda di halaman 1dari 12

KAJIAN KASUS ETIKA AKTUAL

“Surrogate Mother”

Kelompok 2.2

41140056 MARSELLA MARTHA ROBOT


41140061 YOSCELINA PUSPA P. L.
41140062 JANETTE HUTUBESSY
41140070 JULIAN NATHANAEL
41140073 PUTU LINA DAMAYANTI S.
41140084 AFILYA M.K.UDANG
41140087 DEVIAGITA PONGSAMMA
41140088 PATRICK NALLA NUNSIO
41140090 GUSTI MIRAH SUMITRA DEI
41140092 AJI PANGESTU JATI
41140093 NETTAVANIA PUDIHANG
41140094 INAYANTI KIRANTI
41140097 JESI PRILLY IMANUELLA HANA
41140098 DAVID JOAN PAAT
41140099 HOSIANA O. WINARIS
41140101 JESIKHA HERLIN DHANESWARA
41140103 ANINDITA KRISTANTI
41140105 GIOVANI MANUELLA M.

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA

2017
I. PENGERTIAN

Surrogate mother adalah perjanjian antara seorang wanita yang mengikatkan diri
dengan pihak lain yaitu suami dan istri untuk mengandung hasil pembuahan suami dan
istri tersebut yang ditanamkan ke dalam rahimnya, dan setelah melahirkan diharuskan
menyerahkan bayi tersebut kepada pihak suami-istri (gestational agreement).

Surrogate mother secara harfiah disamakan dengan istilah “Ibu Pengganti” atau
“Ibu Wali” yang didefinisikan sebagai seorang wanita yang mengikatkan dirinya
melalui suatu ikatan perjanjian dengan pihak lain (biasanya suami-istri) untuk
mengandung dari hasil pembuahan di luar Rahim (In Vitro Fertilization) sperma dan
sel telur pihak yang membuat perjanjian dengannya. Wanita tersebut akan
mengandung sampai melahirkan anak tersebut kemudian menyerahkannya kepada
pihak suami – istri dengan mendapat imbalan sesuai perjanjian.

II. SEJARAH

Surrogate Mother pertama kali ada pada abad ke- 23 SM di Babilonia atau Babel,
dimana ini adalah negara kuno yang terletak di selatan Mesopotamia yang kita kenal
sekarang dengan Irak.

Seiring berjalannya perkembangan dunia kedokteran dan hukum yang ada di


seluruh dunia, surrogate mother pun ingin dikembangkan menjadi komersial.

 Pada tahun 1944 Profesor Harvard Medical School John Rock ,merupakan
orang pertama yang membuahi sel telur manusia di luar rahim.

 Pada tahun 1978 Louise Brown , merupakan bayi tabung pertama yang lahir di
Inggris.

 Pada tahun 1980 Pengacara Michigan Noel Keane menulis kontrak surrogacy
pertama, dimana ia menciptakan kontrak yang mengarah pada kasus Baby M.

 Pada tahun 1985, seorang wanita melahirkan kehamilan pengganti pertama


yang berhasil.

 Pada tahun 1986, Mellisa Sterm atau dikenal sebagai Baby M lahir di Amerika
Serikat. Mary Beth Whitehead ( ibu pengganti Baby M ) menolak memberikan
hak asuh nya kepada pasangan William & Elizabeth Sterm, saat itu pengadilan
New Jersey mengatakan bahwa kontrak ibu pengganti adalah ilegal dan tidak
sah, sehingga demi kepentingan bayi tersebut pengadilan memberikan hak
asuh pada ayah dan ibu kandung Mellisa bukan kepada ibu pengganti nya.

 Pada tahun 1994, Menteri Kesehatan China melarang kehamilan pengganti


dikarenakan komplikasi hukum untuk menentukan orang tua sejati dan
kemungkinan penolakan oleh ibu pengganti untuk melepaskan bayinya.

III. TIPE SURROGATE MOTHER

Dalam perkembangan teknologi kedokteran surrogate mother dapat dilakukan


dalam berbagai cara, yaitu:

1. Benih yang akan ditanam berasal dari pasangan suami istri kemudian
ditanam kembali ke rahim istri.

2. Salah satu benih dari donor (baik sperma maupun sel telur) yang kemudian
ditanam ke rahim istri.

3. Benih berasal pasangan suami istri, tetapi ditanam pada rahim wanita lain.

Berdasarkan cara tersebut di atas, surrogate mother dikenal dalam dua tipe, yakni:

1. Tipe Gestational Surrogacy, di mana embrio berasal dari sperma suami


dan sel telur berasal istri yang dipertemukan melalui teknologi IVF,
ditanam dalam rahim perempuan yang bukan istri (disewa). Dalam
surogasi gestasional, kehamilan terjadi akibat pemindahan atau transfer
embrio yang diciptakan dengan program "bayi tabung" atau fertilisasi in
vitro (IVF), dengan suatu cara tertentu sehingga anak yang dilahirkan tidak
terkait secara genetik dengan sang inang atau "ibu pengganti". Pengganti
gestasional juga disebut sebagai pembawa gestasional.

2. Tipe Genetic Surrogacy, dimana sel telur berasal dari perempuan lain yang
bukan istri, kemudian dipertemukan sperma dari suami yang selanjutnya
ditanam dalam rahim perempuan tersebut. Dalam surogasi tradisional,
sang pengganti dijadikan hamil secara alami ataupun artifisial (buatan),
tetapi anak yang dilahirkan memiliki keterkaitan genetik dengannya.
IV. INDIKASI MELAKUKAN SURROGACY

1. Isteri mengalami kerusakan kedua saluran telur (tuba)

2. Lendir leher rahim isteri yang tidak normal

3. Adanya gangguan kekebalan di mana terdapat zat anti terhadap sperma di


dalam tubuh

4. Tidak hamil juga setelah dilakukan bedah saluran telur

5. Tidak hamil juga setelah dilakukan pengobatan endometriosis

6. Suami dengan mutu sperma yang kurang baik (oligospermia)

7. Tidak diketahui penyebabnya (unexplained

V. KASUS SURROGATE MOTHER DI INDONESIA

Secara hukum, penyewaan rahim dilarang di Indonesia. Akan tetapi, praktik


sewa rahim ternyata sudah banyak dilakukan secara diam-diam dan tertutup di
kalangan keluarga.

"Ada tapi diam-diam," kata aktivis perempuan Agnes Widanti dalam seminar
'Surrogate Mother (Ibu Pengganti) Dipandang dari Sudut Nalar, Moral, dan Legal' di
Ruang Teater Thomas Aquinas, Universitas Katolik (Unika) Soegiyapranata
Semarang, Jl Pawiyatan Luhur, Sabtu (5/6/2010).

Agnes yang juga pengajar Unika dan koordinator Jaringan Peduli Perempuan
dan Anak (JPPA) Jateng itu mengacu pada thesis mahasiswinya yang berjudul
'Penerapan Hak Reproduksi Perempuan dalam Sewa-menyewa Rahim'. Thesis itu
mengambil lokasi di Papua dan menjelaskan adanya sewa-menyewa rahim.

"Hanya, sewa-menyewa itu tak pernah dimasalahkan karena dilakukan dalam


lingkup keluarga. Jadi ada keponakan yang menyewa rahim tantenya agar bisa
mendapatkan anak," imbuh perempuan bergelar profesor ini.

Kasus sewa rahim yang sempat mencuat adalah pada Januari 2009 ketika artis
Zarima Mirafsur diberitakan melakukan penyewaan rahim untuk bayi tabung dari
pasangan suami istri pengusaha. Zarima, menurut mantan pengacaranya, Ferry Juan
mendapat imbalan mobil dan Rp 50 juta dari penyewaan rahim tersebut. Tapi kabar ini
telah dibantah Zarima. Menurut Agnes, jika kasus sewa rahim Zarima tidak dapat
diverifikasi, thesis yang dilakukan mahasiswanya benar-benar terjadi yang praktiknya
dilakukan diam-diam.

Sebab itu, Agnes bersama dua pembicara lainnya dalam acara itu, Liek
Wilardjo (Dosen UKSW Salatiga) dan Sofwan Dahlan (Pakar Hukum Kesehatan
Undip), berharap pemerintah memperhatikan masalah tersebut. Sewa-menyewa rahim
bukan persoalan biologis semata, tapi juga kehidupan dan kemanusiaan.

"Selama ini, hukum terlambat merespon kebutuhan," kata Sofwan Dahlan.

Baik Agnes maupun Dahlan menyebut wacana sewa rahim bukan bermaksud
latah, melainkan antisipasi terhadap problem kehidupan. Tidak menutup
kemungkinan, banyak pasutri yang ingin melakukan sewa rahim, sehingga memilih ke
luar negeri karena di dalam negeri belum diizinkan.

Seorang peserta seminar, dr Iskandar mengaku menerima keluhan pasutri yang


kesulitan mempunyai keturunan karena faktor biologis si perempuan. "Saya tak bisa
menyarankan mereka agar sewa rahim karena memang di negara kita tak ada payung
hukumnya," katanya.

Seminar yang digelar Magister Hukum Kesehatan itu diikuti sekitar 100 orang.
Mereka terdiri dari mahasiswa, kalangan medis, dan aktivis sosial.

Larangan sewa rahim di Indonesia termuat dalam UU Nomor 23 Tahun 1992


tentang kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 73 tahun 1992 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Buatan.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga hanya mengeluarkan fatwa tentang bayi
tabung yang boleh dilakukan tapi tidak dengan penyewaan rahim.

VI. DAMPAK PSIKOLOGIS

Bagi Ibu (yang menjadi Sewa Rahim)

1. Dapat berdampak terjadinya peningkatan tingkat stress akibat


kehilangan orang yang dia sayangi (anak) yang dapat berujung pada
tahap depresi.
2. Terjadinya trauma pada ibu, apabila dalam proses "sewa rahim"
dilakukan dengan paksaan orang lain (tidak dengan keinginan sendiri).

3. Pada ibu yang baru pertama kali melakukan 'Sewa Rahim' dapat merasa
tertekan batinnya yang mengakibatkan terganggunya perasaan dan
jiwanya akibat tidak bisa bertemu dengan anak yang baru dilahirkan.

4. Wanita dapat dipandang hina karena dianggap hamil diluar nikah


karena masyarakat saat ini menjunjung tinggi kehormatan wanita dalam
sebuah perkawinan yang sah.

Bagi Anak

1. Anak akan merasa tertekan secara psikis karena mengetahui ia terlahir


dari seorang ibu sewaan yang tidak jelas keberadaan dan asal usulnya
sehingga berpotensi mengganggu proses pertumbuhan anak tersebut.

2. Anak kehilangan kasih sayang, anak yang dilahirkan oleh “si ibu sewa”
tidak mendapatkan kasih sayang dari ibu kandungnya sendiri.

3. Anak tidak mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang
tuanya sendiri.

4. Anak dapat mengalami sikap menutup diri dan kecewa mendalam


terhadap kehidupannya (saat mengetahui ibunya), yang bisa
berpengaruh terhadap perilaku sosialisasi dengan orang lain dan
beresiko terjadinya depresi.

5. Bayi yang dilahirkan tidak akan mendapatkan ASI dari ibu pengganti
yang melahirkan karena batas kontrak yang telah ditentukan

VII. KASUS LAIN

Kasus Surrogate Mother di Amerika Serikat. Mary Beth Whitehead sebagai ibu
pengganti (surrogate mother) yang berprofesi sebagai pekerja kehamilan dari pasangan
William dan Elizabeth Stern pada akhir tugasnya memutuskan untuk mempertahankan
anak yang dilahirkannya itu. Timbul sengketa diantara mereka yang kemudian oleh
Pengadilan New Jersey, ditetapkan bahwa anak itu diserahkan dalam perlindungan
ayah biologisnya, sementara Mrs. Mary Beth Whitehead (ibu pengganti) diberi hak
untuk mengunjungi anak tersebut selama 2 jam per minggunya.

VIII. BIOETIK, HUKUM, PERTENTANGAN NILAI DAN ALTERNATIF LAIN

Etika

1. Sisi Etika yang menolak metode ibu pengganti

a. Kekhawatiran adanya eksploitasi wanita

Seorang wanita yang bersedia menjadi ibu pengganti akan


digaji cukup tinggi dan pemenuhan kebutuhan sehari-harinya akan
ditanggung oleh orangtua bayi. Oleh karena alasan tersebut banyak
dari ibu pengganti berasal dari kalangan tidak mampu yang berusaha
mencari nafkah. Kadang-kadang mereka tidak diperingatkan terlebih
dahulu terkait perubahan – perubahan serta resiko kesehatan yang dapat
mereka alami.

b. Penyalahgunaan ibu pengganti

Pada beberapa kasus, metode ibu pengganti dilakukan bukan


karena pasangan yang bersangkutan kesulitan dalam konsepsi dan
mempertahankan janin dalam kandungan, namun dilakukan untuk
alasan praktis.

c. Agama

Secara kekristenan, praktek ibu pengganti memiliki beragam


opini dimana terdapat beberapa kalangan yang menentang namun ada
juga yang mendukung. Beberapa pihak berpendapat bahwa dengan
melakukan metode ibu pengganti maka pasangan yang bersangkutan
telah melanggar janji pernikahan, dimana pasangan yang menikah
berjanji untuk menanggung penderitaan bersama-sama. Dengan
memberlakukan metode ibu pengganti maka mereka menolak
penderitaan tersebut dengan mencari jalan keluar praktis. Selain itu,
beberapa pihak juga berpendapat bahwa anak adalah hadiah dari Tuhan
dan bukan merupakan suatu hak. Oleh karena itu, pasangan yang tidak
dikaruniai anak tidak perlu mencari jalan keluar dengan melibatkan
orang lain (ibu pengganti).

d. Ikatan batin antara ibu pengganti dan janin yang dikandungnya

e. Masalah identitas orangtua anak

Ibu seringkali diartikan sebagai seseorang yang melahirkan


anaknya, oleh karena itu dengan adanya ibu pengganti anak tersebut
dapat dibingungkan oleh identitas orangtuanya.

f. Lebih baik mengadopsi anak

Argumentasi ini berpendapat bahwa seseorang yang sulit


memiliki anak seharusnya memiliki beban moral pada anak-anak lain
yang membutuhkan cinta kasih keluarga.

2. Sisi Etika yang mendukung metode ibu pengganti

a. Pemenuhan harapan pasangan untuk memiliki keturunan.

Ibu pengganti dalam kehamilan dilakukan karena adanya


ketidakmampuan seorang wanita untuk mempertahankan bayinya di
dalam rahimnya. Berdasarkan ajaran agama dan hukum gamet, bayi
tersebut tetap merupakan keturunan suami istri yang menitipkan
kehamilan.

Adapula pihak yang mendukung metode ibu pengganti. Hal


tersebut dilandaskan oleh keyakinan bahwa Allah berkehendak pada
manusia untuk berkembang biak, sehingga dengan adanya metode ibu
pengganti dapat membantu manusia untuk melakukan kehendak Allah
tersebut.

b. Seorang wanita sadar penuh akan pilihannya menjadi seorang ibu


pengganti.

Seorang ibu pengganti melaksanakan tugasnya atas


keinginannya sendiri tanpa adanya paksaan dari pihak lain, sehingga ia
memiliki kebebasan untuk memilih.
HUKUM

Dalam pasal 127 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan)
diatur bahwa upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh
pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan :

 Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan
ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;

 Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan


kewenangan untuk itu;

 Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.

Hal ini berarti bahwa metode atau kehamilan di luar cara alamiah selain yang
diatur dalam pasal 127 UU Kesehatan, termasuk ibu pengganti (surrogate mother),
secara hukum tidak dapat dilakukan di Indonesia. Larangan ini juga termuat dalam
pasal 16 UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (lama), yang menegaskan
bahwa kehamilan di luar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk
membantu suami istri mendapat keturunan, dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor :
73/Menkes/Per/II/1999 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi
Buatan : Pasal 4, juga menegaskan bahwa pelayanan teknologi reproduksi buatan
hanya dapat diberikan kepada pasangan suami istri yang terikat perkawinan yang sah
dan sebagai upaya terakhir untuk memperoleh keturunan serta berdasarkan suatu
indikasi medik.

Dari kedua peraturan perundang-undangan tersebut, terdapat kesamaan yang


menegaskan bahwa bayi tabung yang diperbolehkan hanya kepada pasangan suami
isteri yang sah, lalu menggunakan sel sperma dan sel telur dari pasangan tersebut yang
kemudian embrionya ditanam dalam rahim isteri bukan wanita lain atau menyewa
rahim. Bagi masyarakat yang hendak melakukannya (surrogate mother), diancam
sangsi pidana (pasal 82 UU No. 23 Tahun 1992). Hal ini dilakukan untuk menjamin
status anak tersebut sebagai anak sah dari pasangan suami isteri tersebut
NILAI

Nilai moral :

1. Secara sisi moral bagi wanita yang telah menyewakan rahimnya, biasanya jika
telah mengandung dan melahirkannya si wanita tersebut sulit untuk
memberikan janin yang telah dilahirkannya. Maka dari itu akan memancing
timbulnya konflik antara pasangan yang telah menyewa rahim dan wanita yang
menyewakan rahimnya.

2. Secara moral apakah dibenarkan seorang anak yang dilahirkan dari seorang ibu
pengganti, meski bukan berasal dari benih ibu tersebut, kemudian diserahkan
begitu saja kepada keluarga (pasangan suami isteri) yang menyewa rahim.
Bahwa rahim yang dimiliki oleh seorang perempuan bukanlah mesin produksi,
namun adalah organ reproduksi manusia, yang proses pembuahan, masa
mengandung dan persalinannya sarat dengan nilai-nilai moral

Nilai keagamaan :

Agama Kristen juga menganggap embrio, baik yang dihasilkan di dalam rahim
maupun di luar, sebagai kehidupan baru yang harus dihargai dan dihormati. Gereja
melarang pengambilan sel embrio untuk keperluan apa pun, yang dihasilkan dari
proses fertilisasi, adalah kehidupan baru yang harus dihormati. Gereja, juga tidak
mentoleransi penggunaan sel embrio sisa proses bayi tabung karena apa pun
bentuknya mereka adalah cikal bakal manusia yang mempunyai hak untuk hidup.

Nilai sosial :

Perempuan yang telah menyewakan rahimnya akan mendapat stigma buruk


jika ketahuan melakukan sewa rahim. Apalagi jika hal tersebut dilakukan di Indonesia
yang memiliki hukum dan budaya yang kuat. Biasanya jika masyarakat mengetahui
ada wanita yang telah menyewakan rahimnya, maka masyarakat akan memandang
buruk atau menilai rendah wanita tersebut. Bisa – bisa wanita tersebut akan dikucilkan
dari lingkungan masyarakat.
IX. KESIMPULAN

Dari sisi etika, penggunaan surrogate mother memiliki dua sisi yang
berlawanan yaitu etis dan tidak etis tergantung dari sudut pandang yang bersangkutan.
Dikatakan etis, karena keputusan surrogate mother atas dasar perjanjian kedua belah
pihak dan tanpa paksaan. Hal ini menyangkut hak otonomi setiap orang, dimana ia
berhak menentukan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan terhadap dirinya atau
dengan kata lain ia bebas menentukan nasibnya sendiri. Disamping itu, adanya
surrogate mother dapat memenuhi harapan pasutri untuk memiliki anak hasil dari
pembuahan sel sperma dan sel telur mereka sendiri. Dilakukannya surrogate mother
dikatakan tidak etis karena dapat menimbulkan eksploitasi wanita, dampak psikologis
yang negatif bagi ibu pengganti dan anak yang dilahirkan serta masalah perkembangan
anak kedepannya. Selain itu, surrogate mother juga menimbulkan masalah hukum
karena tindakan ini tidak memiliki perlindungan hukum, dan dampak sosial dimana
dapat timbul stigma buruk terhadap ibu pengganti serta pengucilan dari warga
setempat.
X. DAFTAR PUSTAKA

Barton, Gina. 2012. Paid surrogacy triggers debate about legal, moral issues.
Wiscounsin: Journal Sentinel. Diakses dari:
http://archive.jsonline.com/news/health/surrogacy-business-raises-issue-of-ethics-
3c67d96-165480456.html

Desriza Ratman. Surrogate Mother dalam Perspektif Etika dan Hukum (Jakarta,
PT.Gramedia, h. viii).

Imrie, Susan; Jadva, Vasanti (4 July 2014). "The long-term experiences of surrogates:
relationships and contact with surrogacy families in genetic and gestational surrogacy
arrangements". Reproductive BioMedicine.

Lex Privatum, Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015 222 KEBERADAAN SEWA RAHIM


DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA1 Oleh : Khairatunnisa. Fakultas
Hukum Universitas Sam Ratulangi, Manado.

MAKALAH SURROGATE MOTHER Oleh : Nilna Asyrofatul U. ; Khusnul


Khotimah ; Cyntia Risas Isella. PROGRAM STUDI KEBIDANAN FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2010
http://docshare02.docshare.tips/files/14737/147373247.pdf

Politt, Katha. 2 Januari 1998. Artikel the Nation “The Strange Case of Baby M: I think
I understand Judge Harvey Sorkow's ruling in the Baby M case.
https://www.thenation.com/article/strange-case-baby-m/

The Ethics and Religious Liberty Comission of The Southern Baptist Convention.
2014. Issue Analysis: Surrogacy.Diakses dari: http://erlc.com/resource-
library/articles/issue-analysis-surrogacy pada 8 Mei 2017

Triono Wahyu Sudibyo. Sewa Rahim di Indonesia Dilakukan Diam-diam.


Dipublikasikan pada Sabtu, 05/06/2010 16:50 WIB dari
https://health.detik.com/read/2010/06/05/165016/1370505/764/sewa-rahim-di-
indonesia-dilakukan-diam-diam Diakses pada Senin, 8 Mei 2017

Anda mungkin juga menyukai