Anda di halaman 1dari 6

Review Jurnal Kebidanan Tentang Asfiksia Pada BBL

Dilatarbelakangi oleh tingginya angka kematian neonatus akibat asfiksia di Indonesia yaitu
sebanyak 32 per 1000 kelahiran hidup dan tingginya angka persalinan di bogor yaitu mencapai
1743 persalinan, Sri Wahyuni dan Fauzia tertarik melakukan penelitian tentang Hubungan Faktor Ibu
Dengan Kejadian Asfiksia Di Rsud Kota Bogor dengan sampel sejumlah 50 orang ibu
melahirkan Di Rsud Kota Bogor dan menggunakan metode penelitian observasional analitik
dengan rancangan studi dokumentasi, menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Hubungan
antara umur dengan kejadian asfiksia dilihat dari hasil p value sebesar 0,893 lebih besar dari 0,05 yang
berarti tidak bermakna atau tidak ada hubungan antara umur dengan kejadian asfiksia. Dilihat dari hasil p
value sebesar 1,000 lebih besar dari 0,05 yang berarti tidak bermakna atau tidak ada hubungan antara
hipertensi dalam kehamilan dengan kejadian asfiksia. Hubungan antara umur dengan kejadian asfiksia
dilihat dari hasil p value sebesar 1,000 lebih besar dari 0,05 yang berarti tidak bermakna atau tidak ada
hubungan antara anemia dengan kejadian asfiksia. Hubungan antara perdarahan ante partum dengan
kejadian asfiksia dilihat dari hasil p value sebesar 0,442 lebih besar dari 0,05 yang berarti tidak bermakna
atau tidak ada hubungan antara perdarahan ante partum dengan kejadian asfiksia. Hubungan antara paritas
dengan kejadian asfiksia. Dilihat dari hasil p value sebesar 0,140 lebih besar dari 0,05 yang berarti tidak
bermakna atau tidak ada hubungan antara paritas dengan kejadian asfiksia. Hasil analisis diperoleh bahwa
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara faktor ibu berupa hipertensi dalam kehamilan, anemia,
perdarahan ante partum dengan asfiksia.
Dilatarbelakangi oleh tingginya angka kematian bayi akibat asfiksia di Indonesia yaitu
sebesar 33,6% dan Angka kematian karena asfiksia di Rumah Sakit Pusat Rujukan Provinsi di
Indonesia sebesar 41,94%, Nila Trisna Yulianti tertarik melakukan penelitian tentang Prosedur
Resusitasi Pada Neonatus Dengan Asfiksia. Jenis penelitian yang digunakan adalah metode
kualitatif untuk menganalisis tentang implementasi program stabilisasi pada bayi asfiksia. Data
yang diambil dalam penelitian ini adalah data primer melalui wawancara mendalam dan data
sekunder melalui telaah dokumen. Setelah pengumpulan data selesai dilaksanakan maka data
dianalisis menggunakan metode analisis isi (content analysis), yaitu pengumpulan data, reduksi
data, dan penyajian data dan menarik kesimpulan. Dari hasil semua wawancara informan utama
maupun tringulasi dapat di simpulkan bahwa pelaksanaan stabilisasi asfiksia pada bayi dengan
cara resusitasi serta menjaga suhu bayi agar tetap stabil dengan cara membungkus bayi dan
memperhatikan suhu ruangan baik sebelum dirujuk maupun pada saat dirujuk dan juga
memakaikan selimut dan topi . Serta menjaga pernafasan bayi agar tetap stabil sebelum dirujuk
dengan cara memasangkan selang oksigen, agar bayi mendapatkantambahan oksigen yang dapat
menstabilkanpernafasannya. Memahami kegagalan resusitasi mengandung makna konstektual
mengetahui secara benar dengan mengenal ciri-ciri secara pasti pasien dalam kondisi DNR (Do
Not Resuscitate). DNR yaitu tidak melakukan tindakan resusitasi pada pasien. Pada umumnya
pasien-pasien DNR pada awal telah dilakukan tindakan resusitasi, namun pada perjalanan
penyakit menunjukan indikasi-indikasi tidak adanya perbaikan pada kondisi tanda-tanda vital
baik dari Tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan, saturasi oksigen maupun statuskesadaran.
Dilatarbelakangi oleh masih tingginya kematian bayi akibat asfiksia di bogor yaitu 19 dari
51 kematian bayi, Fauzia, Sri Wahyuni tertarik melakukan penelitian tentang Faktor Persalinan
Dan Kejadian Asfiksia Di Rsud Kota Bogor dengan sampel sejumlah 100 orang dan
menggunakan metode penelitian sequential explanatory mixed methode dengan menggunakan
analisis data kuantitatif pada tahap pertama, diikuti oleh pengumpulan data kualitatif. Hubungan
antara persalinan KPD dengan kejadian asfiksia dilihat dari hasil p value sebesar 0,809 lebih
besar dari 0,05 yang berarti tidak bermakna atau tidak ada hubungan antara persalinan KPD
dengan kejadian asfiksia. Hubungan antara persalinan sungsang dengan kejadian asfiksia dilihat
dari hasil p value sebesar 0,103 lebih besar dari 0,05 yang berarti tidak bermakna atau tidak ada
hubungan antara persalinan sungsang dengan kejadian asfiksia. Hubungan antara persalinan
partus lama/ macet dengan kejadian asfiksia dilihat dari hasil p value sebesar 0,452 lebih besar
dari 0,05 yang berarti tidak bermakna atau tidak ada hubungan antara persalinan partus
lama/macet dengan kejadian asfiksia. 68% ibu yang KPD bayinya tidak mengalami asfiksia,
sehingga tidak terdapat hubungan ibu yang bersalin dengan KPD.
Dilatarbelakangi oleh masih tingginya angka kejadian asfiksia di di Rumah Sakit Pusri
Palembang, pada tahun 2018 yaitu sebanyak 116 bayi (7,09%) dari 1635 bayi yang mengalami
asfiksia neonatorum, Herawat , Rizki Amalia, dan Dewi Aprilia Sari tertarik melakukan
penelitian tentang Hubungan Kehamilan Postterm, Partus Lama Dan Air Ketuban Bercampur
Mekonium Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum dengan jumlah Sampel yang di gunakan
adalah sebagian bayi baru lahir yang tercatat di rekam medik Rumah Sakit Pusri Palembang
tahun 2018 dan menggunakan metode penelitian survey analitik dengan pendekatan cross
sectional. Dari 22 responden dengan kehamilan postterm, bayi yang dilahirkan dengan asfiksia
neonatorum sebanyak 12 responden (54,5%) lebih banyak dibandingkan responden yang tidak
mengalami asfiksia neonatorum sebanyak 10 responden (45,5%). Sedangkan dari 72 responden
yang tidak mengalami kehamilan postterm dengan kejadian asfiksia neonatorum sebanyak 13
responden (18,1%) lebih sedikit di bandingkan dengan yang tidak mengalami kejadian asfiksia
neonatorum sebanyak 59 responden (81,9%) dan hasil uji chi-square dengan tingkat kemaknaan
α = 0,05 diperoleh ρ value = 0,002. Dari 24 responden dengan partus lama, bayi yang mengalami
asfiksia neonatorum sebanyak 13 responden (54,2%) lebih banyak dibandingkan responden yang
mengalami asfiksia neonatorum sebanyak 11 responden (45,8%). Sedangkan dari 70 responden
yang tidak mengalami partus lama dengan kejadian asfiksia neonatorum sebanyak 12 responden
(17,1%) lebih sedikit di bandingkan dengan yang tidak mengalami kejadian asfiksia neonatorum
sebanyak 58 responden (81,9%) dan dari hasil uji chisquare dengan tingkat kemaknaan α = 0,05
diperoleh ρ value = 0,001. Sedangkan dari 19 responden yang mengalami air ketuban bercampur
mekonium, bayi yang dilahirkan mengalami asfiksia neonatorum sebanyak 11 responden
(57,9%) lebih banyak dibandingkan responden yang tidak mengalami asfiksia neonatorum
sebanyak 8 responden (42,1%). Sedangkan dari 75 responden yang tidak mengalami air ketuban
bercampur mekonium dengan kejadian asfiksia neonatorum sebanyak 14 responden (18,7%)
lebih sedikit di bandingkan dengan yang tidak mengalami asfiksia neonatorum sebanyak 61
responden (81,3%) dan dari hasil uji chi-square dengan tingkat kemaknaan α = 0,05 diperoleh ρ
value = 0,002.
Dilatarbelakangi oleh studi pendahuluan di Ruang Melati RSUD Jombang secara wawancara
pada 10 ibu bersalin didapatkan 8 (80%) ibu pernah mengkonsumsi jamu selama hamil dan 4
(40%) bayi yang dilahirkan mengalami asfiksia berat, 3 (30%) bayi baru lahir dengan asfiksia
sedang dan 1 (10%) bayi tidak mengalami asfiksia. Sedangkan 2 (20%) ibu yang tidak pernah
mengkonsumsi jamu selama hamil, bayi yang dilahirkan tidak mengalami asfiksia, Widya
Anggraeni, Kurnia Indriyanti Purnama Sari, dan Riska Aprilia Wardani tertarik melakukan
penelitian tentang Hubungan Antara Konsumsi Jamu Saat Hamil Dengan Kejadian Asfiksia Bayi
Baru Lahir Di Ruang Melati Rsud Jombang dengan sampel 32 orang dan menggunakan metode
pennelitian analitik - korelasi.Dengan pendekatan penelitian yang digunakan adalah case control.
Lebih dari setengah (62,5%) responden pernah konsumsi jamu saat hamil sejumlah 20 responden
dan kurang dari setengah 37,5% tidak mengkonsumsi Jamu sebanyak 12 orang. kurang dari
setengah (37,5%) responden mengkonsumsi jamu pada awal kehamilan sejumlah 12 responden
dan kurang dari setengah lagi (37,5%) responden tidak pernah mengkonsumsi berbagai jenis
jamu sejumlah 12 responden. Berdasarkan hasil uji chi square, didapatkan bahwa ρ = 0,000 <
0,05, maka H0 ditolak atau H1 diterima artinya ada hubungan yang sangat kuat antara konsumsi
jamu saat hamil dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di Ruang Melati RSUD Jombang.

Anda mungkin juga menyukai