PENDAHULUAN
Makanan yang tepat bagi bayi dan akan usia dini (0-24 bulan) adalah
Air Susu Ibu (ASI) eksklusif yakni pemberian ASI saja segera setelah lahir sampai
usia 6 bulan yang diberikan sesering mungkin. Setelah usia 6 bulan, selain ASI
bayi diberi makanan pendamping ASI (MPASI). Selanjutnya pada usia 1 tahun
anak sudah diberi makanan keluarga dan ASI masih tetap diberikan sampai anak
usia 2 tahun atau lebih.
1
dengan praktek pemberian makan yang tidak tepat pada bayi dan anak usia dini
(WHO/UNICEF 2003).
Praktek pemberian makan yang tepat pada bayi dan akan juga dapat
mempengaruhi ekonomi keluarga. Pemberian ASI eksklusif akan mengurangi
beban keluarga untuk memberi susu formula dan perawatan bayi sakit yang saat
ini cukup mahal. Dana untuk memberi susu formula 4-5 kali lebih besar dari pada
dana untuk membeli suplemen makanan untuk ibu menyusui. Apabila 4,5 juta
bayi yang lahir di Indonesia mendapat ASI eksklusif sampai 6 bulan, dapat
menghemat devisa negara minimal Rp. 7,92 trilyun. Sedangkan pemberian
MPASI yang tepat waktu, adekuat dan aman merupakan investasi kesehatan bagi
anak dimasa depan. Kualitas anak yang optimal merupakan sumber daya
manusia yang bermanfaat bagi daerah bersangkutan.
2
menerapkan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui . Sepuluh langkah
tersebut adalah;
3
B. Situasi PMBA
Grafik I
Sebaliknya bayi yang mendapat susu formula menjadi 27,9% dari angka
sebelumnya (SDKI 2002-2003) sebesar 16,7% praktek pemberian MPASI sangat
dini dan masih terjadi. Dari data SDKI menunjukkan 30% bayi usia dibawah enam
bulan selain ASI juga diberi makanan, 18% ASI dan susu formula, 9% ASI dan
air putih serta 20% ASI dan “juice” masih cukup besar jumlah/presentase yang
diberikan sebelum bayi mendapat ASI (data di Kabupaten Bone 1998, 75%).
4
Pemberian MPASI terkadang juga tidak adekuat baik dari segi kuantitas maupun
kualitas. Menurut SDKI hnanya 41,2% bayi usia 6-23 bulan diberi makan sesuai
anjuran yakni diberi ASI, lebih dari 3 (tiga) kelompok makana dan frekuensi
minimal pemberian makanan. Hal ini dapat diperlihatkan pada grafik II yang
menunjukkan kejadian gagal tumbu (growth faltering) pada anak sebelum usia 6
bulan dan makin meningkat sampai anak usia 12 bulan. Makanan pendamping
ASI dan formula produk pabrik bila diberikan dalam keaedaan terpaksa harus
memenuhi standar internasional pembuatan produk makanan bayi dan anak usia
dini.
GRAFIK II
5
dan sejumlah fasilitas pelayanan kesehatan telah terakderitasi menggunakan
instrumen internasional.
Berkaitan dengan ASI esklusif salah satu masalah yang dapat menghambat
adalah masuknya perempuan ke sektor publik. Didalam Undang-Undang Nomor
13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 82 pekerja perempuan
memperoleh cuti satu setengah bulang sebelum dan satu setengah bulan
sesudah melahirkan. Pasal 83, pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih
menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya, jika hal
itu dilakukan selama waktu kerja. Paa pasal 84 disebut pekerja/buruh yang
menggunakan hak istirahat (cuti) tersebut mendapatkan upah penuh. Namun hak
tenaga kerja perempuan tersebut masih belum terpenuhi.
Memberikan ASI eksklusif dan MPASI merupakan kewajiban bagi ibu dengan
dukunan keluarga, masyarakat san petugas kesehatan. Umumnya ibu
memahami bahwa perempuan akan meyusui bayinya. Tetapi pemahaman dan
praktek IMD, ASI esklusif maupun MPASI masih belum memadai. Pemahaman
yang rendah mengakibatkan menculnya pendapat bahwa ASI nya tidak cukup,
menyusui mengurangi keindahan tubuh dan lain-lain yang mendorong untuk tidak
memberikan ASI esklusif. Meskipun memahami kadang petugas belum bersikap
mendukung, melindungi dan mempromosikan ASI dan MPASI. Hal ini ditandai
dengan masih banyaknya fasilitas pelayanan kesehatan yan memberikan susu
formula.
6
Faktor kebiasaan/tradisi memberikan makanan praklatasi merupakan
kenyataan yang tidak mudah diatasi. Ditambah lagi adanya atau larangan
makanan tertentu ketika memberikan MPASI (misalnya ikan tidak boleh diberikan
karena “amis”). Posyandu merupakan langka awal penyuluhan dan pendukung
peningkatan pemberian ASI dan MPASI yan dulunya sangat potensial yang akhir-
akhir ini menurun.
Berkaitan dengan pemberian ASI ekslusif salah satu masalah yang dapat
menghambat adalah masuknya perempuan ke sector public seharusnya setiap
ibu hamil yang berkerja mendapat akses informasi tentang perlindungan hak hak
reproduksi, laktasi dan mendaptkan fasilitas serta kesempatan untuk memerah
atau menyusui bayinya ditempat kerja. Didalam undang undang nomor 13 tahun
2013 tentang ketanagakerjaan pasal 82 perkerja perempuan memperoleh cuti
satu setengah bulan sebelum dan satu setengah bulan sesudah melahirkan. Dan
pasal 84 disebutkan perkerja/buruh yang mengunakan hak istirahat (cuti) tersebut
berhak mendapatkan upah penuh.
7
Umunya perusahaan belum sepenuhnya melindungi tenaga kerja
perempuan. Sebagain besar perusaan belum menyediakan tempat menyusui
maupun memberikan waktu istirahat untuk memerah ASI atau menyusui
bayinya.waktu perkerja hanya setengah jam setelah 4 jam berkerja terus-
menerus . sebagaian perusahaan (umunya perusaan besar) mempunyai klinik,
dimana perempuan yang hamil dapat memeriksa kehamilanya. Akibatnya buruh
perempuan tersebut kurang mendaptkan akses terhadap informasi tentang
pemberian ASI dan MPASI.
8
Situasi sulit lain yang harus mendapat perhatian khusus adalah kasus
HIV/AIDS.saat ini jumlah penderita HIV/AIDS makin meningkat dan telah
meyebar di semua propinsi.Terdapat sekitar 4juta bayi lahir setiap
tahun.sebagian bayi tersebutlahir dari ibu HIV/AIDS,akan tetapi cakupan
pelatihan bagi petugas pelatihan masih rendah.Kelompok bayi lainyang
memerlukan perhatian khusus yakni bayi dengan BBLR serta bayi dengan ibu
dalam kondisi khusus [ misal sakit berat ,sakit jiwa ] perlu di tinjau
kembali,disempurnakan dan disosialisasikan tata laksana penegangan bayi
tersebut agar ASI tetap di berikan dan MPASI juga di berikan tepat waktu dan
sesuai kebutuhan bayi dan usia dini.
9
g. Dukungan masahrakat belum memadai,di tambah lagi ada kebiasaan atau
budaya masyarakat yang menghambat pemberian ASI ekslusif dan MPASI.
a. Ibu, bapak atau pengasuh bayi mendaptkan informasi yang benar dan
lengkap tentang PMBA dan bebas dari pengaruh pemasaran susu formula.
b. Ibu mendaptkan akses dukungan untuk menyusui, mencegah dan
meyalesaikan masalah dalam PMBA baik dari petugas kesehatan,kelompok
ibu meyusui maupun masyarakat sekitar.
10
c. Bagi ibu berkerja,meyusui ekslusif dapat dilakukan bila ibu mendapat cuti
melahirkan dan mendapatkan kesempatan serta fasilitas istirahat menyusui
atau memerah ASI ketika sudah kembali berkerja.
d. Adanya riset berberbasis populasi dan invetigasi hal-hal yang berkaitan
dengan peningkatan PMBA.
C. Dasar Hukum
11
Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi juga merupakan peluang
yang dapat didaya gunakan untuk keberhasilan pelaksanaan strategi. Menurut
WHO dan UNICEF, praktek PMBA akan berhasil bila :
a. Ibu, dapat atau pengasuh bayi mendapatkan informasi yang benar dan
lengkap tentang TMBA dan bebas dari pengaruh pemasar susu
formula.
b. Ibu mendapatkan akses dukungan untuk menyusui, mencegah dan
menyelesaikan masalah dalam PMBA baik dari petugas kesehatan,
kelompok ibu menyusui maupun masyarakat sekitar.
c. Bagi ibu bekerja, menyusui esklusif dapat dilakukan bila ibu
mendapatkan cuti melahirkandan mendapatkan serta fasilitas istrahat
menyusui atau memerah ASI ketika sudah kembali kerja.
d. Adanya riset berbasis populasi dan investigasi hal-hal yang berkaitan
dengan PMBA.
12
BAB II
B. ASI Eksklusif
ASI eksklusif yang dimaksud adalah pemberian asi saja tanpa tambahan
apapun. ASI diberikan sesering mungkin tampa di jadwal sampai bayi usia 6
bulan. Telah terbukti bahwa ASI saja tampah di tambah apapun, telah
memenuhi kebutuhan bayi sampai usia 6 bulan. Bagi ibu yang harus segera
kembali bekerja bayi harus tetap mendapat ASI. Bayi tetap dapat menyusu
ketika ibu di rumah. Ibu bekerja dapat memerah ASI nya kemudian disimpan
dalam kulkas dan di berikan kepada bayinya dengan gelas ketika ibu sedang
bekerja, setelah ASI tersebut lebih dahulu dihangatkan. Ibu juga dapat menyusui
atau memerah ASI ditempat kerja. Untuk itu perusahaan/kantor perlu
menyediakan fasilitas untuk memerah, menyimpan asi atau tempat menyusui.
ASI eksklusif akan memberikan perlindungan pada bayi dan memperkecil resiko
terhadap berbagai penyakit antara lain diare, ISPA dan penyakit alergi. Dengan
ASI Ekslusif perkembangan fisik, mental dan emosional bayi akan lebih optimal.
13
pemberian ASI eksklusif pada masa bayi juga terbukti memiliki dampak jangka
panjang, contohnya penurunan resiko obesitas (kegemukan), diabetes (penyakit
gula) dan penyakit jantung pada masa dewasa.
MPASI mulai diberikan setelah bayi berusia 6 bulan. setelah 6 bulan ASI saya
tidak cukup memenuhi kebutuhan bayi, sehingga perlu ditambah makanan lumat
(bubur) sehinga makanan pendamping ASI. MPASI selain harus diberikan tepat
waktu juga harus adekuat yakni cukup energi, protein, lemak, vitamin dan
mineral. Untuk usia 6-8 bulan diberikan 2-3 kali makan perhari ditambah1-2 kali
cemilan. Setiap kali makan diberikan dengan takaran 2 atau 3 sendok makan.
Untuk usia 9-11 bulan diberikan 3-4 kali sehari dengan takaran setiap kali makan
½ gelas ( 250 ml ), ditambah 1-2 kali cemilan. MPASI harus pula dipersiapkan
secara higienis dan menggunakan alat serta tangan yang bersih. Disamping
tepat waktu, adekuat dan aman, MPASI juga harus diberikan sesuai selera dan
tingkat kekenyangan bayi. Cara penyiapan dan pemberian harus mendorong
secara aktif agar anak mau makan meskipun anak sedang sakit. selanjutnya
stelah usia 1 tahun anak mulai diberi makan makanan keluarga. ASI dapat terus
diberikan sampai anak usia 2 tahun atau lebih. Meskipun telah ada MPASI
produk pabrik, disarankan menggunakan bahan makananlocal/alamiyang
tersedia di masing masing daerah dengan menambahkan zat gizi mikro.
Bayi dan anak merupakan kelompok yang paling rawan pada situasi darurat
karena bencana alam maupun bencana sosial. Pembagian susu formula pada
situasi darurat di pengungsian dapat mengakibatkan penghentian pemberian ASI
yang seharusnya tidak perlu terjadi. Penghentian menyusui dan pemberian
MPASI yang tidak benar meningkatkan risiko kurang gizi, penyakit dan kematian.
Dalam kondisi darurat, justru perlu di tekankan upaya perlindungan, promosi dan
bantuan menyusui serta pemberian MPASI yang tepat waktu, aman dan cukup.
14
Ibu-ibu perlu di dukung agar bisa meneruskan pemberian ASI ibu yang berhenti
menyusui dalam situasi bencana sebaiknya dibantu untuk dapat menyusui
kembali (relaktasi). Pada bencana ibu hamildan menyusui harus diberi tambahan
makanan yang lebih banyak dari korban yang lain.
Susu formula hanya diberikan bila ASI benar-benar tidak tersedia dari ibu
sendiri atau ibu menyusui. Susu formula diberikan kepada mereka yang
membutuhkan , yaitu bayi piatu dan bayi yang sebelum keadan darurat sudah
mendapat susu formula serta bayi yang terpisah dari ibunya. Bila menggunakan
susu formula harus di usahakan untuk untuk mengurangi dampak buruk
pemberian susu formula dengan memastikan cukup persediaan yang bersih,
higenis dan cukup bahan bakar. Dalam hal ini petugas harus intensif memberikan
bimbingan. Sambungan susu harus diatur dengan ketat agar hanya digunakan
baagi anak yang benar-benar membutuhkannya.
Yang dimaksud situasi khusus antara lain adalah situasi dimana ibu bayi HIV
positif, bayi dengan berat lahir rendah, anak yatim piatu, ibu sakit berat, ibu cacat
mental, ibu dalam penjara, serta ibu dalam ketergantungan obat.
15
tidak memenuhi syarat. Apabila terpaksa menggunakan susu formula perlu 5
syarat yang harus dipenuhi kelima-limanya yakni
1. Acepptable : tidak ada hambatan sosial budaya apabila ibu memberikan
susu formula
2. Feasible : orang tua/keluarga mempunyai pengetahuan dan keterampilan
memadai untuk menyiapkan dan memberikan susu formula.
3. Affordable: orang tua/ keluarga mampu membeli susu formula
4. Sustainable : menjamin ketersedian susu formula untuk diberikan sampai
usia bayi 12 bulan
5. Safe : susu disimpan dengan benar, disiapkan dan diminumkan dengan
higenis.
16
b. ASI pada Bayi Berat Lahur Rendah (BBLR)
IMD tetap dilakukan bila bayi lahir cukup bulan atau mendekati cukup bulan.
Bila bayi sangat kecil dan lemah ASI tetap diberikan dengan menggunakan
sendok atau gelas.Bila bayi tersebut mulai dapat mengisap ASI biasanya
hanya mampu mengisap sebentar saja. Dalam hal ini ibu kemudian dapat
memerah ASInya setelah bayi menyusui. Bagi bayi yang sangat kecil justru
ASI sangat penting, karena bayi tersebut mempunyai resiko tinggi terhadap
infeksi, sakit lama dan kematian.
c. ASI dengan kondisi khusus lain
Pada anak yatim piatu, ibu yang mengalami sakit berat atau cacat mental,
ketergantungan obat dan alcohol serta ibu dalam penjara perlu lebih
mendapat perhatian dari sistem pelayanan kesehatan maupun kesejahteraan
sosial. Kondisi tersebut mengakibatkan resiko terjadinya kurang gizi dan sakit
pada bayi lebih tinggi bahkan kematian dini. Pilihan pemberian makan
tergantung pada kondisi individual, akan tetapi pemberian ASI tetap
merupakan pertimbangan prioritas. Ibu-ibu dalam kondisi khusus ini perlu
mendapat bimbingan/konseling lebih intensif.
17
BAB III
STRATEGI PMBA
A. Tujuan
Khusus:
B. Strategi
18
C. Indikator Keberhasilan
D. Pokok Program
Dari ke-empat strategi di atas ( sub bab B) ditetapkan, program PMBA meliputi:
19
d. Sosialisasi peraturan perundangan dan kebijakan, antara lain tentang ibu
bekerja, fasilitas menyusui/ memerah ASI di tempat kerja dan tempat
umum serta kebijakan dalam integrasi PMBA dengan program terkait.
2. Pengawasan Pemasaran Susu Formula
Tujuan : terlaksananya kode etik pemasaran susu formula
Kegiatan :
a. Penyusunan dan sosialisasi peraturan pemerintah yang mengatur
pemasaran susu formula
b. Memperketat pengaasan pemasaran susu formula
c. Penerapan sanksi pihak yang melanggar
3. Pengawasan produk makanan bayi dan anak usia dini sesuai standar
produksi makanan (code alimentarius)
Tujuan: tersedianya produk makanan bayi sesuai produksi makanan bayi
Kegiatan :
a. soaisalisasi kebijakan dan pedoman yang mengatur produksi makanan
bayi
b. pengaasan produksi, pemasaran dan distribusi makanan bayi
c. penerapan sanksi pihak yang melanggar
4. Revitalisasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan Sayang Bayi
Tujuan : peningkatan jumlah dan kalitas rumah sakit atau
fasilitas pelayanan kesehatan yang melaksanakan 10 langkah menuju
keberhasilan menyusui
Kegiatan :
a. membangun kembali komitmen pemerintah, pemerintah daerah dan pihak
penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam pengembangan rumah
sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan yang melaksanakan 10 langkah
menuju keberhasilan menyusui.
b. Pengembangan fasilitas pelayanan kesehatan, untuk melaksanakan 10
langkah menuju keberhasilan menyusui meliputi sosialisasi kebijakan,
pelatihan, fasilitasi, pembinaan dan pengawasan
20
c. Menetapkan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui dalam akreditasi
rumah sakit dan menerapkan sangsi bagi yang tidak melaksanakan
d. Menyelenggarkan penilaian tahunan.
5. Peningkatan kapasitas petugas
Tujuan : semua petugas di fasilitas pelayanan kesehatan yang terkait
dengan pelayanan ibu dan anak 0-24 bulan memahami dan mampu memberi
pelayanan dan promosi dalam PMBA
Kegiatan :
a. Memperluas pengintegrasian PMBA ke dalam kurikulum pendidikan dan
pelatihan (pre servis dan in servis)
b. Pelatihan berkelanjutan bagi petugas kesehatan, antara lain tentang ASI,
MPASI, strategi pemberian, komunikasi/ konseling, permasalahan serta
solusinya
c. Sosialisasi standar pelayanan dan konsuling ASI dan MPASI
d. Integrasi pelayanan konseling ASI dan MPASI pada pelayanan kesehatan
ibu dan anak, baik yang dilakukan pemerintah maupun masyarakat
6. Advokasi dan promosi peningkatan PMBA
Tujuan : meningkatkan pemahaman dan komitmen semua pemangku
kepentingan (stake holders) dalam peningkatan PMBA
Kegiatan :
a. Advokasi kepada semua pemangku kepentingan
b. Promosi PMBA melalui berbagai media dan saluran komunikasi
Kegiatan :
21
b. perusahaan menyediakan fasilitas untuk memerah ASI dan ruang
menyusui
c. kampanye PMBA bagi pekerja perempuan
d. pengawasan pelaksanaan perlindungan pekerja perempuan
8. Pemberdayaan Masyarakat
Kegiatan :
Kegiatan :
22
10. PMBA Pada Situasi Sulit
Kegiatan :
Kegiatan :
Kegiatan :
a. Riset oprasi untuk menekan tradisi negative yang tidak mendukung PMBA
b. Riset evaluasi
c. Pengembangan teknologi sederhana dengan memanfaatkan bahan
makanan local dan murah untuk MPASI.
23
BAB IV
24
3. Pengawasan produk makanan bayi dan - kementerian Perdagangan
25
- Kementerian Komunikasi dan Informasi
- Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi
- Kementerian Kesehatan
- Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak
- Kementerian Pendidikan Nasional
- Pemerintah Propinsi /Kabupaten /Kota
- Mass Media
- PKK
- LSM
7. Perlindungan pekerja perempuan - kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi
- Kementerian Pemberdayaan
Perempuan Perlindungan Anak
- Kementerian Kesehatan
- Kementerian Perdagangan
- Kementerian Perindustrian
- Pemerintah Propinsi / Kabupaten / Kota
- Sektor Swasta (pemberi kerja)
- Asosiasi Buruh
8. Perberdayaan masyarakat - kementerian Dalam Negri
- Badan Pemberdayaan Masyarakat
Propinsi
- Kementerian Kesehatan
- Kementerian Agama
- Kementerian Sosial
- Pemerintah Propinsi / Kabupaten / Kota
- Organisasi Profesi
- PKK
26
- LSM
9. Pemberdayaan ibu,bapak dan keluarga - Sektor Kesehatan
- Sektor Agama
- Sektor Pemberdayaan Perempuan
- Pemda Propinsi /Kbupaten / Kota
- PKK
- LSM
- Organisasi Propesi
- Mass Media
10. Pelaksanaan pemberian ASI adan - kementerian Kesehatan
- Organisasi Profesi
- PKK dan LSM
- Pemeritahan Propinsi / Kabupaten /
Kota
11. Data dan Informasi - Badan Pusat Statistik (BPS)
- Kementerian Kesehatan
- Pemerintah Propinsi / Kabupaten / Kota
- Perguruan Tinggi
12. Riset dan pengembangan tekologi - Pusat Kajian / Penelitian
- Perguruan Tinggi
- Kementerian Kesehatan
- Kementerian Tenaga Kerja dan
Tranmigrasi
- Pemerintah Propinsi / Kabupaten / Kota
27
BAB V
A. Tujuan
Pemantauan dan evaluasi bertujuan untuk :
1. Mengetahui perkembangankegiatan dalam pelaksanaan strategi
peningkatan PMBA
2. Mengidentifikasi masalah yang di temukan dan upaya pemecahan
masalah
3. Mengetahui keberhasilan kegiatan peningkatan PMBA.
4. Mengetahui dampak pelaksanaan strategi peningkatan PMBA.
B. Komponen
Komponen yang di pantau dan di evaluasi adalah komponen masukan
(input), proses, hasil dan dampak pelaksanaan trategi meliputi :
1. Forum kordinasi pelaksanaan kegiatan lintas sector terkait dalam
peningkatan PMBA
2. pemenuhan kebijakan, norma standard, prosedur, criteria pemberian ASI
dan MPASI pada sector/ profinsi/ kabupaten/ kota
3. terlaksanya standard pelayanan minimal (SPM)
4. program peningkatan PMBA.
5. Kelompok pendukung ASI di tingkat masyarakat
6. Konselor ASI
7. Jumlah tenaga kesehatan yang telah di latih mengenai konseling
menyusui dan pemberian MPASI.
28
8. Jumlah rumah sakit / fasilitas pelayanan kesehatan yang melaksanakan
10 langkah menuju keberhasilan menyusui.
9. Kegiatan pemantauan dan penegakkan hukum pemasaran susu formula
10. Perusahaan yang memberikan fasilitas menyusui.
11. Cakupan bayi yang mendapat ASI pada satu jam pertama kelahiran (IMD)
12. Cakupan menyusui ASI eksklusift 6 bulan
13. Cakupan pemberian ASI pada anak usia 12 – 15 bulan
14. Cakupan pemberian MPASI mulai 6 bulan
15. Cakupan anak usia 24 bulan yang masih mendapat ASI
16. Prevalensi balita kurang gizi (BB/U z score <-2SD)
17. Prefalensi balita pendek (TB/U z score < -2 SD)
18. Angka kematian gizi bayi/ balita
19. permasalahan pelaksanaan trategi PMBA
C. Metoda
1. Self assessment (penilaian diri sendiri)
2. Pengamatan lapangan dan wawancara menggunakan instrument
yang telah di tetapkan
3. Pertemuan koordinasi
4. Pencatatan dan pelaporan rutin
5. Studi evaluasi
6. Survey nasional
D. Pelaksana
Pemantauan dan evaluasi dapat di lakukan sendiri oleh pihak yang
melaksanakan stategi PMBA maupun dari luar pihak pelaksana, misalnya
lembaga, penelitian dan / perguruan tinggi.
E. Waktu
29
Pemantauan di laksanakan secara periodic minimal dua kali setahun
mulai tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaan kegiatan strategi
PMBA, sedangkan evaluasi dapat di laksanakan setiap tahun.
F. Pelaporan
1. Setiap pihak menyampaikan laporan hasil pelaksanaan kegiatan PMBA
kepada kordinator atau ketua kelompok kerja masing masing selanjutnya
secara langsung di sampaikan kepada camat, bupati / walikota, gubernur
dan menko kesra.
2. Hal hal yang di laporkan meliputi antara lain komponenyang di pantau
(BAB V B), sesuai dengan dengan tugas pilihan program/kegiatan yang di
lakukan. Pelaporan menggunakan format dan system yang berlaku di
masing masing pihak.
30
BAB VI
PENUTUP
31
Lampiran 1.
KEGIATAN PMBA
3. Kementerian kesehatan
a. Membuat peraturan dan pedoman yang mendukung pelaksanaan
PMBA di rumah sakit, puskesmas dan jaringannya.
b. Membuat kebijakan penerapan pelaksanaan PMBA dalam situasi
khusus dan darurat.
c. Menyusun dan mensosialisasikan standarisasi makanan bayi dan
anak.
d. Mengembangkan materi KIE tentang PMBA menyediakan dan
memperluas media KIE tentang PMBA.
32
e. Menyediakan tenaga konselor menyusui di rumah sakit dan
puskesmas.
f. Mengkoordinasikan kegiatan PMBA yang dilaksanakan sektor
kesehatan daerah.
g. Memberdayakan keluarga untuk mampu menerapkan PMBA.
h. Mengintegrasikan materi PMBA pada kurikulum pendidikan tenaga
kesehatan, formal, non formal, dan informal.
i. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA.
j. Melakukan monitoring dan evaluasi penerapan PMBA terintergrasi
dengan program pendidikan
k. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA
5. Kementrian Agama
a. Memfasilitasi lembaga kegiatan yang berkompoten mengeluarkan
fatwa atau pernyataan menurut pandangan Agama yang mendukung
PMBA.
b. Mengintegrasikan materi PMBA dalam konseling pra nikah
c. Mengintegrasikan materi PMBA pada nasehat pernikahan
d. Mengintegrasikan materi PMBA Pada kurikulum pendidikan agama
e. Menyebarluaskan KIE tentang PMBA kepada
organisasi,lembaga,keagamaan dan tempat-tempat ibadah
33
f. Melakukan pembinaan dan sosialisasi tentang pemberian makanan
yang halal pada bayi dan anak
g. Memantau dan mengevaluasi pelakasaan ASI dan MPASI
34
a. Membuat standard dan pedoman teknis produk pangan makanan bayi
dan Anak
b. Mengeluarkan izin edar produk makanan bayi dan anak sesuai
standar
c. Melakukan pangawasan pemasaran produk pangan makanan bayi
dan Anak yang beredar sesuai termasuk iklan
d. Mengeluarkan sertifikat untuk produsen makana bayi dan anak yang
telah memenuhi persyaratan cara produksi pangan bayi dan anak baik
e. Memberikan sanksi kepada perusahaan yang melanggar peraturan
perundangan yang berlaku
f. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA
35
c. Mengintegrasikan PMBA Pada kegiatan pendidikan Anak Usia
Dini(Taman penitipan Anak,kelompok bermain dan satuan PAUD
sejenis)
36
d. Meningkatkan mutu dan keamanan produk perikanan dalam upaya
mendukung pembuatan MP-ASI dan pelaksaan PMBA
e. Memantau dan mengevaluasi pelaksaan PMBA
16. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Peran dan tanggung jawab
37
18. pemerintah kabupaten kota
19. Organisasi Profesi ( IDI, IDAI, PDGMI, POGI, IBI, PPNI, PERSAGI, ASDI, dll)
38
20. Lembaga penelitian dan perguruan tinggi
39
DAFTAR PUSTAKA
Innoncenti Declaration 2005 On Infant And Yotang Child Feeding Florence Italy,
2005.
40