Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

Makanan yang tepat bagi bayi dan akan usia dini (0-24 bulan) adalah
Air Susu Ibu (ASI) eksklusif yakni pemberian ASI saja segera setelah lahir sampai
usia 6 bulan yang diberikan sesering mungkin. Setelah usia 6 bulan, selain ASI
bayi diberi makanan pendamping ASI (MPASI). Selanjutnya pada usia 1 tahun
anak sudah diberi makanan keluarga dan ASI masih tetap diberikan sampai anak
usia 2 tahun atau lebih.

Pola pemberian makan tersebut mendukung pertumbuhan optimal


bagi anak. Pada usia 0-6 bulan terjadi pertumbuhan otak hingga mencapai sekitar
75%, masa ini disebut periode emas atau golden periode. Pemberian makan yang
optimal pada usia 0-2 tahun memberikan kontribusi bermakna pada pertumbuhan
otak anak. Pemberian ASI saja sejak bayi lahir hingga usia 6 bulan ( ASI eksklusif
enam bulan) dapat memenuhi seluruh kebutuhan gizi bayi, serta melindungi bayi
dari berbagai penyakit seperti diare dan infeksi saluran pernafasan akut yang
merupakan penyebab utama kematian balita di Indonesia. Kajian global telah
membuktikan bahwa pemberian ASI eksklusif merupakan intervensi kesehatan
yang memiliki dampak terbesar terhadap keselamatan balita, yakni 13% kematian
balita dapat dicegah dengan pemberian ASI eksklusif 6 bulan. Inisiasi Menyusui
Dini (IMD) dapat mencegah 22% kematian neonatal (neonatus adalah bayi usia
0 sampai 28 hari). Pemberian makanan pendamping ASI yang tepat waktu dan
berkualitas juga dapat menurunkan angka kematian balita sebesar 6% (Jones et
al., The Lancet, July 2003).

Pemberian makan yang tidak tepat mengakibatkan masih cukup banyak


anakyang menderita kurang gizi. Fenomena “gagal tumbuh” atau growht faltering
pada anak Indonesia mulai terjadi pada usia 4-6 bulan ketika bayi diberi makanan
tambahan dan terus memburuk hingga usia 18-24 bulan. Kekurangan gizi
memberi kontribusi 2/3 kematian balita. Dua pertiga kematian tersebut terkait

1
dengan praktek pemberian makan yang tidak tepat pada bayi dan anak usia dini
(WHO/UNICEF 2003).

Praktek pemberian makan yang tepat pada bayi dan akan juga dapat
mempengaruhi ekonomi keluarga. Pemberian ASI eksklusif akan mengurangi
beban keluarga untuk memberi susu formula dan perawatan bayi sakit yang saat
ini cukup mahal. Dana untuk memberi susu formula 4-5 kali lebih besar dari pada
dana untuk membeli suplemen makanan untuk ibu menyusui. Apabila 4,5 juta
bayi yang lahir di Indonesia mendapat ASI eksklusif sampai 6 bulan, dapat
menghemat devisa negara minimal Rp. 7,92 trilyun. Sedangkan pemberian
MPASI yang tepat waktu, adekuat dan aman merupakan investasi kesehatan bagi
anak dimasa depan. Kualitas anak yang optimal merupakan sumber daya
manusia yang bermanfaat bagi daerah bersangkutan.

Peningkatan cakupan pemberian ASI eksklusif dan MPASI akan


memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan Milenium
(Milennium Development Goals – MDG’s). Pemberian ASI dan MPASI yang tepat
akan mengurangi kemiskinan dan kelaparan, yang merupakan tujuan pertama
dari MDG. Dengan tingkat kecerdasan dan perkembangan emosional yang
optimal akan mempengaruhi kesiapan anak untuk bersekolah, dan hal ini
memberi kontribusi pada percepatan pencapaian target MDG,s ke-empat, melalui
PMBA yang tepat dan benar dapat menurunkan angka kematian balita sebanyak
20%. Bagi ibu, menyusui dapat mengurangi resiko perdarahan yang merupakan
penyebab utama kematian ibu. Menyusui eksklusif juga merupakan salah satu
metode penjarangan kelahiran.

Keberhasilan praktek PMBA di pengaruhi oleh berbagai factor antara lain


pelayanan/petugas kesehatan fasilitas menyusui di tempat kerja , pengetahuan
dan keterampilan ibu, dukungan keluarga dan masyarakat serta pengendalian
pemasaran susu formula. Kenyataannya, saat ini fasilitas pelayanan kesehatan
yang sebelumnya telah mendapat akreditasi sebagai rumah sakit sayang bayi
telah menurun drastis Rumah sakit sayang Bayi, adalah rumah sakit yang

2
menerapkan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui . Sepuluh langkah
tersebut adalah;

1. Membuat kebijakan tertulis tentang menyusui dan di komunikasikan kepada


semua staf pelayanan kesehatan.
2. Melatih semua staff pelayanan keterampilan menerapkan kebijakan
menyusui tersebut.
3. Menginformasikan kepada semua ibu hamil tentang manfaat dan manajemen
menyusui.
4. Membantu ibu menyusui dini dalam 30 menit pertama persalinan
5. Membantu ibu cara menyusui dan mempertahankan menyusui meskipun ibu
di pisah dari bayinya.
6. Memberikan ASI saja kepada bayi baru lahir kecuali ada indikasi medis.
7. Menerapkan rawat gabung ibu dengan bayinya sepanjang waktu (24 JAM).
8. Menganjurkan menyusui sesuai permintaan bayi.
9. Tidak memberi dot kepada bayi.
10. Mendorong pembentukan kelompok pendukung menyusui dan merujuk ibu
kepada kelompok tersebut setelah keluar dari sarana pelayanan.
Sebagian dari rumah sakit yang dulunya melaksanakan 10 langkah
menuju keberhasilan menyusui, memberikan susu formula pada bayi baru lahir.
Faktor lain adalah makin banyaknya perempuan yang memasuki dunia kerja
tetapi harus tetap memberikan ASI ekslusif. Di sisi lain masih adanya
pelanggaran kode etik pemasaran susu formula melalui media massa sudah
berkurang, namun pemasaran melalui pemberian sponsor pada kegiatan
masyarakat maupun langsung kepada kepada ibu hamil dan menyusui terjadi.
Strategi PMBA di susun untuk memperbarui komitmen, menjadi rujukan dan
memberi motivasi bagi pihak terkait serta pihak-pihak yang potensial untuk
berperan dalam meningkatkan cakupandan kualitas PMBA.

3
B. Situasi PMBA

Menyusui merupakan proses alamiah yang dapat dilakukan oleh hampir


semua ibu dan bayinya. Fakta menunjukkan bahwa 95% ibu di Indonesia
menyusui bayinya (SDKI 2007). Namun ibu yang menyusui bayinya pada 1 jam
pertama kelahiran hanya 41,8%, bahkan dibeberapa daerah menunjukkan angka
yang jauh lebih rendah. Angka ini akan lebih rendah lagi bila di gunakan kriteria
ideal yakni membiarkan bayi mencari sendiri puting susu ibunya segera setelah
persalinan. Sebagian besar bayi yakni 62% yang dapat ASI pada hari 1 kelahiran.
Capaian ASI eksklusif yang pada SDKI 2002-2003 sebesar 39,5% dari
keseluruhan bayi, pada SDKI 2007 menurun menjadi 32,8 % (tergambar pada
grafik 1).

Grafik I

Praktek Pemberian Makanan pada Bayi Berdasarkan Umur

Sebaliknya bayi yang mendapat susu formula menjadi 27,9% dari angka
sebelumnya (SDKI 2002-2003) sebesar 16,7% praktek pemberian MPASI sangat
dini dan masih terjadi. Dari data SDKI menunjukkan 30% bayi usia dibawah enam
bulan selain ASI juga diberi makanan, 18% ASI dan susu formula, 9% ASI dan
air putih serta 20% ASI dan “juice” masih cukup besar jumlah/presentase yang
diberikan sebelum bayi mendapat ASI (data di Kabupaten Bone 1998, 75%).

4
Pemberian MPASI terkadang juga tidak adekuat baik dari segi kuantitas maupun
kualitas. Menurut SDKI hnanya 41,2% bayi usia 6-23 bulan diberi makan sesuai
anjuran yakni diberi ASI, lebih dari 3 (tiga) kelompok makana dan frekuensi
minimal pemberian makanan. Hal ini dapat diperlihatkan pada grafik II yang
menunjukkan kejadian gagal tumbu (growth faltering) pada anak sebelum usia 6
bulan dan makin meningkat sampai anak usia 12 bulan. Makanan pendamping
ASI dan formula produk pabrik bila diberikan dalam keaedaan terpaksa harus
memenuhi standar internasional pembuatan produk makanan bayi dan anak usia
dini.

GRAFIK II

Periode Gagal Tumbuh (Growth Faltering) Pada Balita di Indonesia

Berbagai faktor mempengaruhi keberhasilan pencapaian pemberian ASI.


Berkaitan dngan IMD pihak yang paling memeberi kontribusi dalam hal ini adalah
penolongan persalinan baik individu (praktek swasta) maupun pada sarana
pelayanan. Cakupan pertolongan persalinan oleh petugas kesehatan menurut
SDKI 2007 sebesar 73%. Meski cakupan tersebut cukup tinggi akan tetapi belum
semua fasilitas pelayanan kesehatan maupun petugasnya membantu ibu
menyusui dini dan mempersiapkan ibu untuk memberi ASI ekslusif dan MPASI
yang optimal Rumah sakit/ fasilitas pelayanan kesehatan bayi telah
melaksanakan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui telah dikembangkan

5
dan sejumlah fasilitas pelayanan kesehatan telah terakderitasi menggunakan
instrumen internasional.

Berkaitan dengan ASI esklusif salah satu masalah yang dapat menghambat
adalah masuknya perempuan ke sektor publik. Didalam Undang-Undang Nomor
13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 82 pekerja perempuan
memperoleh cuti satu setengah bulang sebelum dan satu setengah bulan
sesudah melahirkan. Pasal 83, pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih
menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya, jika hal
itu dilakukan selama waktu kerja. Paa pasal 84 disebut pekerja/buruh yang
menggunakan hak istirahat (cuti) tersebut mendapatkan upah penuh. Namun hak
tenaga kerja perempuan tersebut masih belum terpenuhi.

Umumnya perusahaan belum sepenuhnya melindungi tenaga kerja


perempuan. Sebagian besar perusahaan belum menyediakan tempat menyusui
maupun memberikan waktu istirahat untuk memerah ASI atau menyusui bayinya.
Sebagian perusahaan (umumnya perusahaan besar) mempunyai klinik, di mana
pekerja perempuan yang hamil dapat memeriksa kehamilanya. Namun banyak
pekerja yang tidak mempunyai kesempatan untuk memeriksa kehamilanya.
Akibat buruh perempuan tersebut kurang mendapatkan akses terhadap informasi
tentang pemberian ASI dan MPASI.

Memberikan ASI eksklusif dan MPASI merupakan kewajiban bagi ibu dengan
dukunan keluarga, masyarakat san petugas kesehatan. Umumnya ibu
memahami bahwa perempuan akan meyusui bayinya. Tetapi pemahaman dan
praktek IMD, ASI esklusif maupun MPASI masih belum memadai. Pemahaman
yang rendah mengakibatkan menculnya pendapat bahwa ASI nya tidak cukup,
menyusui mengurangi keindahan tubuh dan lain-lain yang mendorong untuk tidak
memberikan ASI esklusif. Meskipun memahami kadang petugas belum bersikap
mendukung, melindungi dan mempromosikan ASI dan MPASI. Hal ini ditandai
dengan masih banyaknya fasilitas pelayanan kesehatan yan memberikan susu
formula.

6
Faktor kebiasaan/tradisi memberikan makanan praklatasi merupakan
kenyataan yang tidak mudah diatasi. Ditambah lagi adanya atau larangan
makanan tertentu ketika memberikan MPASI (misalnya ikan tidak boleh diberikan
karena “amis”). Posyandu merupakan langka awal penyuluhan dan pendukung
peningkatan pemberian ASI dan MPASI yan dulunya sangat potensial yang akhir-
akhir ini menurun.

Satu hambatan terbesar pemberian ASI adalh pemasaran susu formula.


Pemasaran susu formula sudah diatur dengan Kepmenkes NO. 237/1997 tentang
Pemasaran Susu Formula. Pelarangan susu formula dioperasionalkan antara lain
dalam 10 langkah menuju keberhasilan menyusui. Dengan pelarangan tersebut
pemasaran susu formula untuk bayi melalui iklan media elektronik maupun cetak
telah berkurang akan tetapi upaya pendekatan individual masih sangat gencar.

IMD memudahkan bayi mendapatkan susu formula dan akan menguarangi


kesempatan ibu hamil untuk mendapatkan informasi khususnya tentang
persiapan menyusui dan pemberian ASI eksklusif. Hal ini akan menghambat
pemberian asi eksklusif. Factor lain yang menghambat IDM adalah kebiasan atau
prosedur standar untuk membersihkan ibu dan bayi dahulu setelah persalinan
baru kemudian bayi disusukan kepada ibunya.

Berkaitan dengan pemberian ASI ekslusif salah satu masalah yang dapat
menghambat adalah masuknya perempuan ke sector public seharusnya setiap
ibu hamil yang berkerja mendapat akses informasi tentang perlindungan hak hak
reproduksi, laktasi dan mendaptkan fasilitas serta kesempatan untuk memerah
atau menyusui bayinya ditempat kerja. Didalam undang undang nomor 13 tahun
2013 tentang ketanagakerjaan pasal 82 perkerja perempuan memperoleh cuti
satu setengah bulan sebelum dan satu setengah bulan sesudah melahirkan. Dan
pasal 84 disebutkan perkerja/buruh yang mengunakan hak istirahat (cuti) tersebut
berhak mendapatkan upah penuh.

7
Umunya perusahaan belum sepenuhnya melindungi tenaga kerja
perempuan. Sebagain besar perusaan belum menyediakan tempat menyusui
maupun memberikan waktu istirahat untuk memerah ASI atau menyusui
bayinya.waktu perkerja hanya setengah jam setelah 4 jam berkerja terus-
menerus . sebagaian perusahaan (umunya perusaan besar) mempunyai klinik,
dimana perempuan yang hamil dapat memeriksa kehamilanya. Akibatnya buruh
perempuan tersebut kurang mendaptkan akses terhadap informasi tentang
pemberian ASI dan MPASI.

Untuk memperoleh susu formula. Perserusaan juga memberikan sponsor dan


bermacam-macam cara lainya untuk pempengaruhi petugas kesehatan agar
memberikan susu formula kepada pasiennya. Susu yang beredar dengan label
untuk anak 0-6 bulan. Disis lain tindakan tersebut kurang mendapatkan
pengawasan dan sksi oleh karna landasan pengetahuan “hanya” dengan
kepmenkes.

Persoalan lain yang menghambat adalah terjadinya kondisi darurat akibat


bencana alam maupun sosial. Indonesia merupakan daerah rawan bencana
alam dan di beberapa daerah rawan bencana sosial. Dalam hal tersebut
perempuan dan anak-anak seringkali lebih banyak yang menjadi korban. Hampir
semua kejadian (aceh, jogja/bantul, padang) bantuan yang datang bagi anak-
anak adalah susu formula. Didaerah bencana kenyataanya sulit mendaptkan air
bersih maupun sarana untuk membuat susu formula. Pelatihan petugas untuk
menagani pemberian makan pada bayi dan anak usia diri dilakukan, tetapi
seringkali terlambat. Kebijakan PMBA belum terintergrasi dalam kebijakan
penaggulangan bencana. Data yang dikumpulkan setelah gempa bantul pada
tahun 2006 menujukanmeningkatnya penyakit diare. Sbanyak empat kali lipat
pada bayi dibawah umur dan tahun (29% setelah gempa dibanding 7% sebelum
gempa). Terbukti 25% yang sakit tersebut ternyata minum susu formula, dua kali
lipat dari bayi yang tidak diberi susu formula.

8
Situasi sulit lain yang harus mendapat perhatian khusus adalah kasus
HIV/AIDS.saat ini jumlah penderita HIV/AIDS makin meningkat dan telah
meyebar di semua propinsi.Terdapat sekitar 4juta bayi lahir setiap
tahun.sebagian bayi tersebutlahir dari ibu HIV/AIDS,akan tetapi cakupan
pelatihan bagi petugas pelatihan masih rendah.Kelompok bayi lainyang
memerlukan perhatian khusus yakni bayi dengan BBLR serta bayi dengan ibu
dalam kondisi khusus [ misal sakit berat ,sakit jiwa ] perlu di tinjau
kembali,disempurnakan dan disosialisasikan tata laksana penegangan bayi
tersebut agar ASI tetap di berikan dan MPASI juga di berikan tepat waktu dan
sesuai kebutuhan bayi dan usia dini.

Selain factor pelayanan kesehatan, dukungan masyarakat dan pengaturan


pemasaran susu formula, faktor lain juga mempegaruhi keberhasilan pemberian
makan pada bayi dan anak usia dini adalah kurang memadainya keterpaduan
berbagai program dimana upaya pemberian ASI dan MPASI dapat diintergrasikan
atara lain pencegah penyakit, penurunan kematian ibu, penanggulangan
kemiskinan, penangulangan bencana. Program Nasional Pemberdayaan
Masyrakat Mandiri serta penanggulangan gizi buruk. Dengan keterpaduan
berbagai program tersebut hasilnya dapat lebih efektif.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, makasituasi yang tidak mendukung


PMBA antara lain sebagai berikut :

a. Pemberian ASI dan MPASI belum optimal.


b. Peraturan perundang-undang dan kebujakan memadai.
c. RS dan fasilitas pelayanan kesehatan belum melaksanakan 10 langkah
menuju keberhasilan menyusui.
d. Pemahaman sikap dan praktek petugas kesehatan belum sepenuhnya
mendukung peningkatan pemberian ASI dan MPASI.
e. Belum adanya perlindungan atas hak-hak ibu bekerja serta pasilitas yang
mendukung pemberian ASI ekselutif.
f. Pemahaman ibu,ayah dan keluarga tentang ASI dan MPASI masih rendah .

9
g. Dukungan masahrakat belum memadai,di tambah lagi ada kebiasaan atau
budaya masyarakat yang menghambat pemberian ASI ekslusif dan MPASI.

Di samping adanya faktor tidak mendukung peningkatan PMBA,telah ada


peluang yang dapat dimanfaatkan antara lain adanya berbagai komitmen
Nasional maupun Global baik dalam bentuk kesepakatan pencapaiyan program,
deklarasi,inisiatif maupun kebijakan. Berkembangnya peran organisasai profesi
dan lembaga swadaya masyarakat serta tanggung jawab perusahaan (corparate
social responsibilitiy ) berkaitan dangan tumbuh kembang anak.

Salah satu bebijakan nasional yang mendukung adalah terbitnya undang-


undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan.pada pasal 128 dari undang-
undang tersebut mengatur tentang ASI eksklusif sejak di lahirkan selama 6[enam]
bulan.selama pemberian ASI,pihak keluarga,pemerintah ,pemerintah daerah dan
masyarakat mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan
fasilitas khusus [ayat 2] Ayat 3 menyebutkan fasilitas khusus yang dimaksud pada
ayat 2 diadakan ditempat kerja dan tempat sarana umum. Pada pasal 200
mengatur sangsi bagi setiap orang yang sengaja menghalangi pemberian ASI
ekslusif yakni pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak
Rp.100.000.000 ( Seratus Juta Rupiah). Pasal ini dapat digunakan sebagai
landasan untuk melaukan advokasi serta penyusunan kebijakan oprasianal dan
pemberian sanksi bagi yang melanggar.

Kemajuan teknologi teknologi komunikasi dan informasi juga merupakan


peluang yang dapat didayagunakan untuk kebehasilan pelaksaan strategi.
Menurut WHO dan UNICEF, praktek PMBA akan berhasil bila;

a. Ibu, bapak atau pengasuh bayi mendaptkan informasi yang benar dan
lengkap tentang PMBA dan bebas dari pengaruh pemasaran susu formula.
b. Ibu mendaptkan akses dukungan untuk menyusui, mencegah dan
meyalesaikan masalah dalam PMBA baik dari petugas kesehatan,kelompok
ibu meyusui maupun masyarakat sekitar.

10
c. Bagi ibu berkerja,meyusui ekslusif dapat dilakukan bila ibu mendapat cuti
melahirkan dan mendapatkan kesempatan serta fasilitas istirahat menyusui
atau memerah ASI ketika sudah kembali berkerja.
d. Adanya riset berberbasis populasi dan invetigasi hal-hal yang berkaitan
dengan peningkatan PMBA.

C. Dasar Hukum

Beberapa produk hukum yang mendukung pelaksanaan strategi PMBA,


meliputi :

1. Undang-undang nomor 5 tahun 1984 tentang perindustrian


2. Undang-undang nomor 7 tahun 1996 tentang pangan
3. Undang-undang nomor 8 tahun 1998 tentang perlindungan konsumen
4. Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
5. Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
6. Undang-undang nomor 32 tahun 2004 entang pemerintah daerah
7. Undang-undang nomor 17 tahun 2007 tentang rencana pembangunan
jangka panjang 2005/2025
8. Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan
9. Peraturan pemerintah nomor 69 tahun 1999 tentang label dan iklan
pangan
10. Peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan
gizi pangan
11. Peraturan pemerintah nomor 7 tahun 2005 tentang rencana
pembangunan jangka menengah(RPJM)
12. Keputusan mentri Kesehatan RI nomor 237/ SK / MENKES / IV / 1997
tahun 1997 tentang pemasaran pengganti air susu ibu ( ASI )

Salah satu kebijakan Nasional yang mendukung adalah terbitnya Undang-


Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan.

11
Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi juga merupakan peluang
yang dapat didaya gunakan untuk keberhasilan pelaksanaan strategi. Menurut
WHO dan UNICEF, praktek PMBA akan berhasil bila :
a. Ibu, dapat atau pengasuh bayi mendapatkan informasi yang benar dan
lengkap tentang TMBA dan bebas dari pengaruh pemasar susu
formula.
b. Ibu mendapatkan akses dukungan untuk menyusui, mencegah dan
menyelesaikan masalah dalam PMBA baik dari petugas kesehatan,
kelompok ibu menyusui maupun masyarakat sekitar.
c. Bagi ibu bekerja, menyusui esklusif dapat dilakukan bila ibu
mendapatkan cuti melahirkandan mendapatkan serta fasilitas istrahat
menyusui atau memerah ASI ketika sudah kembali kerja.
d. Adanya riset berbasis populasi dan investigasi hal-hal yang berkaitan
dengan PMBA.

12
BAB II

RUANG LINGKUP PMBA

A. Inisiasi Menyusu Dini


IMD yang di maksud adalah memberikan kesempatan pada bayi untuk
menyusu sendiri segera setlah lahir dengan cara bayi di tengkurapkan pada
perut ibu dan di biarkan selama kurang lebih 1 jam agar menemukan sendiri
puting susu ibunya. Cara ini akan memberikan kehangatan pada bayi karena
adanya kontak kulit ibu dan bayi (skin to skin contact) dengan IMD bayi
mendapat kolostrum pertama. Pemberian kolostrum yaitu ASI yang keluar pada
minggu pertama sangat penting karena kolostrum mengandung zat kekebalan
dan menjadi makanan bayi yang utama. Kolostrum tersebut meskipun
jumlahnya sedikit namum telah dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi untuk hari-
hari pertama kelahirannya. IMD tidak dilakukan hanya pada keadaan dimana
ibu dan anak dalam kondisi umum yang buruk dan tidak stabil.

B. ASI Eksklusif
ASI eksklusif yang dimaksud adalah pemberian asi saja tanpa tambahan
apapun. ASI diberikan sesering mungkin tampa di jadwal sampai bayi usia 6
bulan. Telah terbukti bahwa ASI saja tampah di tambah apapun, telah
memenuhi kebutuhan bayi sampai usia 6 bulan. Bagi ibu yang harus segera
kembali bekerja bayi harus tetap mendapat ASI. Bayi tetap dapat menyusu
ketika ibu di rumah. Ibu bekerja dapat memerah ASI nya kemudian disimpan
dalam kulkas dan di berikan kepada bayinya dengan gelas ketika ibu sedang
bekerja, setelah ASI tersebut lebih dahulu dihangatkan. Ibu juga dapat menyusui
atau memerah ASI ditempat kerja. Untuk itu perusahaan/kantor perlu
menyediakan fasilitas untuk memerah, menyimpan asi atau tempat menyusui.
ASI eksklusif akan memberikan perlindungan pada bayi dan memperkecil resiko
terhadap berbagai penyakit antara lain diare, ISPA dan penyakit alergi. Dengan
ASI Ekslusif perkembangan fisik, mental dan emosional bayi akan lebih optimal.

13
pemberian ASI eksklusif pada masa bayi juga terbukti memiliki dampak jangka
panjang, contohnya penurunan resiko obesitas (kegemukan), diabetes (penyakit
gula) dan penyakit jantung pada masa dewasa.

C. Makanan Pendamping ASI (IMPASI)

MPASI mulai diberikan setelah bayi berusia 6 bulan. setelah 6 bulan ASI saya
tidak cukup memenuhi kebutuhan bayi, sehingga perlu ditambah makanan lumat
(bubur) sehinga makanan pendamping ASI. MPASI selain harus diberikan tepat
waktu juga harus adekuat yakni cukup energi, protein, lemak, vitamin dan
mineral. Untuk usia 6-8 bulan diberikan 2-3 kali makan perhari ditambah1-2 kali
cemilan. Setiap kali makan diberikan dengan takaran 2 atau 3 sendok makan.
Untuk usia 9-11 bulan diberikan 3-4 kali sehari dengan takaran setiap kali makan
½ gelas ( 250 ml ), ditambah 1-2 kali cemilan. MPASI harus pula dipersiapkan
secara higienis dan menggunakan alat serta tangan yang bersih. Disamping
tepat waktu, adekuat dan aman, MPASI juga harus diberikan sesuai selera dan
tingkat kekenyangan bayi. Cara penyiapan dan pemberian harus mendorong
secara aktif agar anak mau makan meskipun anak sedang sakit. selanjutnya
stelah usia 1 tahun anak mulai diberi makan makanan keluarga. ASI dapat terus
diberikan sampai anak usia 2 tahun atau lebih. Meskipun telah ada MPASI
produk pabrik, disarankan menggunakan bahan makananlocal/alamiyang
tersedia di masing masing daerah dengan menambahkan zat gizi mikro.

D. ASI Pada Situasi Darurat

Bayi dan anak merupakan kelompok yang paling rawan pada situasi darurat
karena bencana alam maupun bencana sosial. Pembagian susu formula pada
situasi darurat di pengungsian dapat mengakibatkan penghentian pemberian ASI
yang seharusnya tidak perlu terjadi. Penghentian menyusui dan pemberian
MPASI yang tidak benar meningkatkan risiko kurang gizi, penyakit dan kematian.
Dalam kondisi darurat, justru perlu di tekankan upaya perlindungan, promosi dan
bantuan menyusui serta pemberian MPASI yang tepat waktu, aman dan cukup.

14
Ibu-ibu perlu di dukung agar bisa meneruskan pemberian ASI ibu yang berhenti
menyusui dalam situasi bencana sebaiknya dibantu untuk dapat menyusui
kembali (relaktasi). Pada bencana ibu hamildan menyusui harus diberi tambahan
makanan yang lebih banyak dari korban yang lain.

Susu formula hanya diberikan bila ASI benar-benar tidak tersedia dari ibu
sendiri atau ibu menyusui. Susu formula diberikan kepada mereka yang
membutuhkan , yaitu bayi piatu dan bayi yang sebelum keadan darurat sudah
mendapat susu formula serta bayi yang terpisah dari ibunya. Bila menggunakan
susu formula harus di usahakan untuk untuk mengurangi dampak buruk
pemberian susu formula dengan memastikan cukup persediaan yang bersih,
higenis dan cukup bahan bakar. Dalam hal ini petugas harus intensif memberikan
bimbingan. Sambungan susu harus diatur dengan ketat agar hanya digunakan
baagi anak yang benar-benar membutuhkannya.

E. ASI Pada Situasi Khusus

Yang dimaksud situasi khusus antara lain adalah situasi dimana ibu bayi HIV
positif, bayi dengan berat lahir rendah, anak yatim piatu, ibu sakit berat, ibu cacat
mental, ibu dalam penjara, serta ibu dalam ketergantungan obat.

a. ASI dengan ibu HIV Positif


Pada dasarnya pemberian ASI pada ibu HIV positif adalah meningkatkan
kelangsungan hidup anak dengan mempromosikan ASI , akan tetap juga
harus mengurangi sekecil mungkin risiko penularan HIV/AIDS melalui
menyusui, WHO (November 2009) merekomendsikan untuk bayi dengan ibu
HIV diberikan ASI ekslusif 0-6 bulan, diberikan MPASI mulai usia bayi 6 bln
dan ASI di teruskan sampai usaha 1 tahun. Risiko penularan tergantung
pada lama menyusui dan pemberian makanan campuran. Pada keluarga
miskin, pilihan pertama tetap diberikan ASI ekslusif, dengan pertimbangan
resiko penularan lebih rendah dibandingkan bila diberi susu formula yang

15
tidak memenuhi syarat. Apabila terpaksa menggunakan susu formula perlu 5
syarat yang harus dipenuhi kelima-limanya yakni
1. Acepptable : tidak ada hambatan sosial budaya apabila ibu memberikan
susu formula
2. Feasible : orang tua/keluarga mempunyai pengetahuan dan keterampilan
memadai untuk menyiapkan dan memberikan susu formula.
3. Affordable: orang tua/ keluarga mampu membeli susu formula
4. Sustainable : menjamin ketersedian susu formula untuk diberikan sampai
usia bayi 12 bulan
5. Safe : susu disimpan dengan benar, disiapkan dan diminumkan dengan
higenis.

Semua ibu-ibu yang terinfeksi HIV harus mendapatkan konseling termasuk


informasi umum tentang bagaimna memenuhi kebutuhan gizinya sendiri, resiko
dan manfaat beberapa jenis makanan bayi, serta bimbingan khusus untuk
memilih makanan bayi sesuai dengan kondisi ibu. Informasi mengenai berbagai
manfaat ASI harus dijelaskan kepada ibu HIV positif, meskipun terdapat resiko
penularan virus HIV melalui pemberian ASI. Bahaya dari kebiasaan ibu
memberikan makanan campuran (mixed feeding atau pemberian ASI dan susu
lainya) juga harus dijelaskan pada ibu dengan HIV positif. Bayi yang
mendapatkan makanan campurna. Untuk negara dengan keadaan sosial
ekonomi dan keadaan lingkungan yang belum baik, resiko penular atau terinfeksi
HIV/ AIDS dari ibu kepada bayi lebih kecil bila disusui eksklusif selama 6 bulan
dari pada bayi diberi susu formula atau campuran susu formula dan ASI. Semua
ibu menyusui dengan HIV/ AIDS harus dibantu untuk menyusui selama 6 bulan
(ASI Esklusif). Apabila ibu memilih untuk tidak menyusui, harus dibantu
bagaimana memberikan susu formula yang benar dan aman. Selain untuk
membantu ibu memutuskan pilihan yang paling tepat sesuia kondisinya, tujuan
konseling bagi ibu dengan HIV positif juga untuk mencegah pemberian makanan
campuran.

16
b. ASI pada Bayi Berat Lahur Rendah (BBLR)
IMD tetap dilakukan bila bayi lahir cukup bulan atau mendekati cukup bulan.
Bila bayi sangat kecil dan lemah ASI tetap diberikan dengan menggunakan
sendok atau gelas.Bila bayi tersebut mulai dapat mengisap ASI biasanya
hanya mampu mengisap sebentar saja. Dalam hal ini ibu kemudian dapat
memerah ASInya setelah bayi menyusui. Bagi bayi yang sangat kecil justru
ASI sangat penting, karena bayi tersebut mempunyai resiko tinggi terhadap
infeksi, sakit lama dan kematian.
c. ASI dengan kondisi khusus lain
Pada anak yatim piatu, ibu yang mengalami sakit berat atau cacat mental,
ketergantungan obat dan alcohol serta ibu dalam penjara perlu lebih
mendapat perhatian dari sistem pelayanan kesehatan maupun kesejahteraan
sosial. Kondisi tersebut mengakibatkan resiko terjadinya kurang gizi dan sakit
pada bayi lebih tinggi bahkan kematian dini. Pilihan pemberian makan
tergantung pada kondisi individual, akan tetapi pemberian ASI tetap
merupakan pertimbangan prioritas. Ibu-ibu dalam kondisi khusus ini perlu
mendapat bimbingan/konseling lebih intensif.

17
BAB III

STRATEGI PMBA

A. Tujuan

Meningkatkan status gii dan kesehatan, tumbuh kembang dan kelangungan


hidup anak Indonesia, melalui strategi peningkatan makanan bayi dan anak
(PMBA) dengan optimal.

Khusus:

1. Meningkatnya cakupan bayi baru lahir yang mendapatkan ASI dalam 1


(satu) jam pertama
2. Meningkatnya cakupan asupan ASI ekslusif 6 bulan
3. Meningkatnya cakupan pemberian MPASI pada bayi mulai usia 6 bulan
4. Meningkatnya cakupan anak yang mendapatkan ASI sampai 24 bulan
atau lebih
5. Meningkatnya jumlah fasilitas pelayanan kesehatan yang melaksanakan
10 langkah menuju keberhasilan menyusui

B. Strategi

Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dan mempertimbangkan


perkembangan situasi dan kondisi berkaitan dengan PMBA, maka strategi PMBA
ditetapkan sebagai berikut:

1. Menciptakan lingkungan yang kondusif terhadap perilaku menyusui


melalui peraturan perundang-undngan dan kebijakan
2. Penguatan fasilitas pelayanan kesehatan dalam menerapkan 10 langkah
menuju keberhasilan menyusui.
3. Peningkatan komitmen dan kapasitas stakeholder dalam meningkatkan,
melindungi dan mendukung PMBA
4. Pemberdayaan ibu, keluarga dan masyarakat dalam praktek PMBA

18
C. Indikator Keberhasilan

Indicator keberhasilan pelaksanaan strategi PMBA meliputi:

a. Peningkatan cakupan bayi yang mendapat ASI dalam 1 (satu) jam


pertama (IMD)
b. Peningkatan cakupan menyusui ASI eksklusif pada bayai sampai usia 6
bulan.
c. Peningkatan cakupan anak usia 6-24 bulan yang mengkonsumsi lebih
dari 4 kelompok bahan makanan 24 jam.
d. Peningkatan cakupan anak usia 6-8 bulan yang mengkonsumsi makanan
lumat dan lembek 24 jam sebelumnya.
e. Peningkatan cakupan bayi yang diberi MPASI sesuai frekuensi yang
dianjurkan
f. Rumah akit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya melaksanakan 0
langkah menuju keberhasilan menyusui
g. Menurunnya angka kematian bayi dan balita
h. Menurunnya angka prevalensi gii kurang

D. Pokok Program

Dari ke-empat strategi di atas ( sub bab B) ditetapkan, program PMBA meliputi:

1. Pengembangan Peraturan Perundang-Undangan Dan Kebijakan


Tujuan : penyusunan dan harmonisasi peraturan perundangan dan
kebijakan yang berkaitan dengan PMBA
Kegiatan :
a. Review peraturan perundangan dan kebijakan yang telah ditetapkan
b. Revisi kebijakan yang tidak mendukung PMBA
c. Penyusunan peraturan perundangan dan kebijakan yang diperlukanuntuk
mendukung peningkatan PMBA

19
d. Sosialisasi peraturan perundangan dan kebijakan, antara lain tentang ibu
bekerja, fasilitas menyusui/ memerah ASI di tempat kerja dan tempat
umum serta kebijakan dalam integrasi PMBA dengan program terkait.
2. Pengawasan Pemasaran Susu Formula
Tujuan : terlaksananya kode etik pemasaran susu formula
Kegiatan :
a. Penyusunan dan sosialisasi peraturan pemerintah yang mengatur
pemasaran susu formula
b. Memperketat pengaasan pemasaran susu formula
c. Penerapan sanksi pihak yang melanggar
3. Pengawasan produk makanan bayi dan anak usia dini sesuai standar
produksi makanan (code alimentarius)
Tujuan: tersedianya produk makanan bayi sesuai produksi makanan bayi
Kegiatan :
a. soaisalisasi kebijakan dan pedoman yang mengatur produksi makanan
bayi
b. pengaasan produksi, pemasaran dan distribusi makanan bayi
c. penerapan sanksi pihak yang melanggar
4. Revitalisasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan Sayang Bayi
Tujuan : peningkatan jumlah dan kalitas rumah sakit atau
fasilitas pelayanan kesehatan yang melaksanakan 10 langkah menuju
keberhasilan menyusui
Kegiatan :
a. membangun kembali komitmen pemerintah, pemerintah daerah dan pihak
penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam pengembangan rumah
sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan yang melaksanakan 10 langkah
menuju keberhasilan menyusui.
b. Pengembangan fasilitas pelayanan kesehatan, untuk melaksanakan 10
langkah menuju keberhasilan menyusui meliputi sosialisasi kebijakan,
pelatihan, fasilitasi, pembinaan dan pengawasan

20
c. Menetapkan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui dalam akreditasi
rumah sakit dan menerapkan sangsi bagi yang tidak melaksanakan
d. Menyelenggarkan penilaian tahunan.
5. Peningkatan kapasitas petugas
Tujuan : semua petugas di fasilitas pelayanan kesehatan yang terkait
dengan pelayanan ibu dan anak 0-24 bulan memahami dan mampu memberi
pelayanan dan promosi dalam PMBA
Kegiatan :
a. Memperluas pengintegrasian PMBA ke dalam kurikulum pendidikan dan
pelatihan (pre servis dan in servis)
b. Pelatihan berkelanjutan bagi petugas kesehatan, antara lain tentang ASI,
MPASI, strategi pemberian, komunikasi/ konseling, permasalahan serta
solusinya
c. Sosialisasi standar pelayanan dan konsuling ASI dan MPASI
d. Integrasi pelayanan konseling ASI dan MPASI pada pelayanan kesehatan
ibu dan anak, baik yang dilakukan pemerintah maupun masyarakat
6. Advokasi dan promosi peningkatan PMBA
Tujuan : meningkatkan pemahaman dan komitmen semua pemangku
kepentingan (stake holders) dalam peningkatan PMBA
Kegiatan :
a. Advokasi kepada semua pemangku kepentingan
b. Promosi PMBA melalui berbagai media dan saluran komunikasi

7. Perlindungan Pekerja Perempuan

Tujuan : Adanya kebijakan dan fasilitas perusahaan yang mendukung


pekerja perempuan memberikan ASI eksklusif.

Kegiatan :

a. advokasi dan sosialisasi agar ada kebijakan perusahaan tentang


perlindungan pekerja perempuan dan implementasikan.

21
b. perusahaan menyediakan fasilitas untuk memerah ASI dan ruang
menyusui
c. kampanye PMBA bagi pekerja perempuan
d. pengawasan pelaksanaan perlindungan pekerja perempuan

8. Pemberdayaan Masyarakat

Tujuan : meningkatnya kelompok dalam masyarakat yang mau dan


mampu berperan dalam peningkatan PMBA

Kegiatan :

a. mengembangkan konselor. “peer group” dan kelompok pendukung PMBA


b. menggiatkan kembali kelompok pendukung menyusui yang telah ada
c. komunikasi perubahan perilaku (untuk mengurangi faktor budaya yang
tidak mendukung)
d. pemberian informasi berkala dan konseling tentang ASI dan MPASI

9. Pemberdayaan Ibu, Ayah Dan Keluarga.

Tujuan : meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam PMBA


serta memecahkan masalah yang timbul berkaitan dengan praktek
pemberian PMBA.

Kegiatan :

a. Meningkatkan cakupan pemeriksaan kehamilan


b. pelatihan keterampilan pemberian ASI dan MPASI
c. komunikasi, informasi, atau edukasi berkala tentang berbagai hal yang
berkaitan dengan ASI dan MPASI kepada remaja putri, ibu hamil dan ibu
menyusui, ayah serta keluarga.
d. integrasi PMBA pada pelatihan pra nikah
e. mengintegrasikan peningkatan PMBA pada upaya kesehatan berbasis
masyarakat ( gerakan sayang ibu, posyandu dll)

22
10. PMBA Pada Situasi Sulit

Tujuan : mendukung dan melindungi praktek PMBA yang optimal pada


situasi darurat dan situasi khusus.

Kegiatan :

a. Mengembangkan dan memutakhirkan pedoman PMBA pada situasi sulit


b. Sosialisasi pedoman PMBA pada situasi darurat dan khusus kepada
pihak – pihak yang terkait termasuk fasilitas pelayanan kesehatan.

11. Data dan informasi

Tujuan : Tersediannya data dan informasi tentang penyelengaraan dan


pencapaian peningkatan PMBA

Kegiatan :

a. Pengumpulan dan pemetaan data ( kuantitatif dan kualitatif )


b. Distribusi data dan informasi
c. Pemanfaatan data untuk dasar pengembangan kebijakan, program dan
peningkatan PMBA

12. Riset dan pengembangan teknologi

Tujuan : Melakukan identifikasitradisi yang mempengaruhi PMBA dan


pengembangan teknologi sederhana dalam memanfaatkan bahan local untuk
MPASI

Kegiatan :

a. Riset oprasi untuk menekan tradisi negative yang tidak mendukung PMBA
b. Riset evaluasi
c. Pengembangan teknologi sederhana dengan memanfaatkan bahan
makanan local dan murah untuk MPASI.

23
BAB IV

PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PIHAK TERKAIT

Untuk menjamin terlaksananya strategi PMBA, pihak terkait harus


mensepakati dan konsekuen dalam melaksanakan perna dalam wadah koordinasi.
Peran dan tanggung jawab sebagai berikut:

PERAN TANGGUNG JAWAB

1. Pengembangan peraturan perundang- - Sekretariat Negara


Undang dan kebijakan - Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia
- Kementerian Dalam Negri
- Bappenas
- Kementrian Kesehatan
- Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak
- Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi
- Pemerintahan Propinsi / Kabupaten
/Kota
- DPR , DPRD , Propinsi /Kabupaten /
Kota
2. Pengawasan pemasaran susu formula - kementerian Perdagangan
- Kementerian Perindustrian
- Kementerian Kesehatan
- Badan POM & Balai POM
- Pemerintah Propinsi / Kabupaten / Kota
- PKK
- LSM

24
3. Pengawasan produk makanan bayi dan - kementerian Perdagangan

Anak usia dini sesuai standar produksi - Kementerian Perindustrian

Makanan (codex alimentarius) - Kementerian Kesehatan


- Kementerian Pertanian
- Kementerian Kelautan dan Perikanan
- Badan POM & Balai POM
- Pemerintah Propinsi / Kabupaten / Kota
- PKK
- LSM
4. Pelaksanaan revitalisasi rumah sakit dan - Kementerian Kesehatan

Fasilitas pelayanan kesehatn saying bayi - Kementerian Pemberdayaan


Perempuan dan Perlidungan Anak

- Komisi Akreditasi Rumah Sakit


- Organisasi profesi anatar lain IDI , IDAI,
POGI , IBI , PPNI , PERSAGI
- Asosiasi RS (Persi,Arsada)
- Pemerintahan Propinsi /Kabupaten /
Kota
- Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pemerintahan dan Swasta
5. Peningkatan kapasitas petugas kesehatan - Kementerian Kesehatan
- Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pemerintah dan Swasta
- Kementerian Pendidikan Nasional
- Organisasi Profesi
- Perguruan Tinggi
- Pemerintah Propinsi / Kabupaten / Kota
6. Advokasi dan promosi PMBA - Kemeterian Menko Kesra

25
- Kementerian Komunikasi dan Informasi
- Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi
- Kementerian Kesehatan
- Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak
- Kementerian Pendidikan Nasional
- Pemerintah Propinsi /Kabupaten /Kota
- Mass Media
- PKK
- LSM
7. Perlindungan pekerja perempuan - kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi
- Kementerian Pemberdayaan
Perempuan Perlindungan Anak
- Kementerian Kesehatan
- Kementerian Perdagangan
- Kementerian Perindustrian
- Pemerintah Propinsi / Kabupaten / Kota
- Sektor Swasta (pemberi kerja)
- Asosiasi Buruh
8. Perberdayaan masyarakat - kementerian Dalam Negri
- Badan Pemberdayaan Masyarakat
Propinsi
- Kementerian Kesehatan
- Kementerian Agama
- Kementerian Sosial
- Pemerintah Propinsi / Kabupaten / Kota
- Organisasi Profesi
- PKK

26
- LSM
9. Pemberdayaan ibu,bapak dan keluarga - Sektor Kesehatan
- Sektor Agama
- Sektor Pemberdayaan Perempuan
- Pemda Propinsi /Kbupaten / Kota
- PKK
- LSM
- Organisasi Propesi
- Mass Media
10. Pelaksanaan pemberian ASI adan - kementerian Kesehatan

MPASI pada situasi sulit - Badan Nasional Penganggulangan


Bencana (BNPB), dan Badan Daerah

- Organisasi Profesi
- PKK dan LSM
- Pemeritahan Propinsi / Kabupaten /
Kota
11. Data dan Informasi - Badan Pusat Statistik (BPS)
- Kementerian Kesehatan
- Pemerintah Propinsi / Kabupaten / Kota
- Perguruan Tinggi
12. Riset dan pengembangan tekologi - Pusat Kajian / Penelitian
- Perguruan Tinggi
- Kementerian Kesehatan
- Kementerian Tenaga Kerja dan
Tranmigrasi
- Pemerintah Propinsi / Kabupaten / Kota

27
BAB V

PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan PMBA merupakan


bagian penting untuk mengetahui proses pelaksanaan dan hasil kegiatan PMBA.
Pemantauan di laksanakan sejak tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaan
kegiatan PMBA agar di ketahui permasalahan yang di hadapi dan di lakukan
perbaikan segera apabila timbul permasalahan.

A. Tujuan
Pemantauan dan evaluasi bertujuan untuk :
1. Mengetahui perkembangankegiatan dalam pelaksanaan strategi
peningkatan PMBA
2. Mengidentifikasi masalah yang di temukan dan upaya pemecahan
masalah
3. Mengetahui keberhasilan kegiatan peningkatan PMBA.
4. Mengetahui dampak pelaksanaan strategi peningkatan PMBA.

B. Komponen
Komponen yang di pantau dan di evaluasi adalah komponen masukan
(input), proses, hasil dan dampak pelaksanaan trategi meliputi :
1. Forum kordinasi pelaksanaan kegiatan lintas sector terkait dalam
peningkatan PMBA
2. pemenuhan kebijakan, norma standard, prosedur, criteria pemberian ASI
dan MPASI pada sector/ profinsi/ kabupaten/ kota
3. terlaksanya standard pelayanan minimal (SPM)
4. program peningkatan PMBA.
5. Kelompok pendukung ASI di tingkat masyarakat
6. Konselor ASI
7. Jumlah tenaga kesehatan yang telah di latih mengenai konseling
menyusui dan pemberian MPASI.

28
8. Jumlah rumah sakit / fasilitas pelayanan kesehatan yang melaksanakan
10 langkah menuju keberhasilan menyusui.
9. Kegiatan pemantauan dan penegakkan hukum pemasaran susu formula
10. Perusahaan yang memberikan fasilitas menyusui.
11. Cakupan bayi yang mendapat ASI pada satu jam pertama kelahiran (IMD)
12. Cakupan menyusui ASI eksklusift 6 bulan
13. Cakupan pemberian ASI pada anak usia 12 – 15 bulan
14. Cakupan pemberian MPASI mulai 6 bulan
15. Cakupan anak usia 24 bulan yang masih mendapat ASI
16. Prevalensi balita kurang gizi (BB/U z score <-2SD)
17. Prefalensi balita pendek (TB/U z score < -2 SD)
18. Angka kematian gizi bayi/ balita
19. permasalahan pelaksanaan trategi PMBA

C. Metoda
1. Self assessment (penilaian diri sendiri)
2. Pengamatan lapangan dan wawancara menggunakan instrument
yang telah di tetapkan
3. Pertemuan koordinasi
4. Pencatatan dan pelaporan rutin
5. Studi evaluasi
6. Survey nasional

D. Pelaksana
Pemantauan dan evaluasi dapat di lakukan sendiri oleh pihak yang
melaksanakan stategi PMBA maupun dari luar pihak pelaksana, misalnya
lembaga, penelitian dan / perguruan tinggi.

E. Waktu

29
Pemantauan di laksanakan secara periodic minimal dua kali setahun
mulai tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaan kegiatan strategi
PMBA, sedangkan evaluasi dapat di laksanakan setiap tahun.

F. Pelaporan
1. Setiap pihak menyampaikan laporan hasil pelaksanaan kegiatan PMBA
kepada kordinator atau ketua kelompok kerja masing masing selanjutnya
secara langsung di sampaikan kepada camat, bupati / walikota, gubernur
dan menko kesra.
2. Hal hal yang di laporkan meliputi antara lain komponenyang di pantau
(BAB V B), sesuai dengan dengan tugas pilihan program/kegiatan yang di
lakukan. Pelaporan menggunakan format dan system yang berlaku di
masing masing pihak.

30
BAB VI

PENUTUP

Strategi PMBA disusun untuk menjadi rujukan dalam menetapkan


kebijakan, program dan kegiatan terkait dengan PMBA. Strategi juga
dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran dan menserasikan langkah
dalam meningkatkan kualitas cara pemberian makan bayi dan ank usia dini
dalam kondisi “normal” dan dalam situasi sulit (darurat dan khusus).
Ditetapkan pula strategi untuk meningkatkan kualitas dan cakupan PMBA.
Pelaksanaan program dan kegiatan PMBA melibatkan berbagai pihak baik
pemerintah, perguruan tinggi,pihak swasta, organisasi profesi, PKK,LSM juga
keluarga dan masyarakat.

Strategi akan berhasil bila ada upaya intensif untuk meningkatkan


komitmen politik, investasi public,kesadaran dan sikap petugas kesehatan,
peran keluarga dan masyarakat dan kolaborasi bebrbagai pihak dalam
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Setiap program dan kegiatan
seharusnya dilakukan berkesinambungan dalam satu forum koordinasi yang
efektif pada setiap lembaga, wilayah maupun kelompok kerja. Forum
kordinasi tersebut diharapkan secara berkala memantau kemajuan program
dan menserasikan langkah kedepan. Selain koordinasi hal penting lainnya
yang menjamin kebrhasilan PMBA adalah adanya data baik kuantitatif
maupun kualitatif yang mendukung pelaksanaan strategi PMBA.
Keberhasilan PMBA merupakn jaminan kualitas anak dini dan masa depan.

31
Lampiran 1.

KEGIATAN PMBA

OLEH PARA PEMANGKU KEPENTINGAN ( STAKE HOLDERS )

1. Kementrian koordinator masyarakat


a. Mengkoordinasikan kebijakan sektor terkait dalam PMBA .
b. Mengkoordinasikan sektor terkait dalam melakukan advokasi dan
sosialisasi kepada pemerintah propinsi/kabupaten /kota untuk
mendukung pelaksana PMBA.
c. Mensinergikan kemitraan dengan badan dunia dan lembaga donor
internasional.
d. Membantu dengan mengevaluasi pelaksanaan PMBA.

2. Badan perencanaan pembangunan nasionan


a. Mengkoordinasikan dan mensinkronkan perencanaan kegiatan PMBA
di masing-masing sektor terkait.
b. Mengintegrasikan kegiatan PMBA kedalam rencana pembangunan
jangka panjang, menengah dan tahunan di masing-masing sektor
terkait.
c. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA.

3. Kementerian kesehatan
a. Membuat peraturan dan pedoman yang mendukung pelaksanaan
PMBA di rumah sakit, puskesmas dan jaringannya.
b. Membuat kebijakan penerapan pelaksanaan PMBA dalam situasi
khusus dan darurat.
c. Menyusun dan mensosialisasikan standarisasi makanan bayi dan
anak.
d. Mengembangkan materi KIE tentang PMBA menyediakan dan
memperluas media KIE tentang PMBA.

32
e. Menyediakan tenaga konselor menyusui di rumah sakit dan
puskesmas.
f. Mengkoordinasikan kegiatan PMBA yang dilaksanakan sektor
kesehatan daerah.
g. Memberdayakan keluarga untuk mampu menerapkan PMBA.
h. Mengintegrasikan materi PMBA pada kurikulum pendidikan tenaga
kesehatan, formal, non formal, dan informal.
i. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA.
j. Melakukan monitoring dan evaluasi penerapan PMBA terintergrasi
dengan program pendidikan
k. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA

4. Kementrian tenaga kerja dan transmigrasi


a. Membuat peraturan yang mendukung praktek menyusui ditempat
kerja misalnya cuti bersalin, tersedianya ruang menyusui dan fasilitas
untuk memerah ASI
b. Memantau pelaksanaan peraturan PMBA ditempat kerja
c. Melakukan pembinaan dan memberikan penghargaan terhadap
perusaan agar melaksanakan kegiatan PMBA.
d. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA

5. Kementrian Agama
a. Memfasilitasi lembaga kegiatan yang berkompoten mengeluarkan
fatwa atau pernyataan menurut pandangan Agama yang mendukung
PMBA.
b. Mengintegrasikan materi PMBA dalam konseling pra nikah
c. Mengintegrasikan materi PMBA pada nasehat pernikahan
d. Mengintegrasikan materi PMBA Pada kurikulum pendidikan agama
e. Menyebarluaskan KIE tentang PMBA kepada
organisasi,lembaga,keagamaan dan tempat-tempat ibadah

33
f. Melakukan pembinaan dan sosialisasi tentang pemberian makanan
yang halal pada bayi dan anak
g. Memantau dan mengevaluasi pelakasaan ASI dan MPASI

6. Kementrian dalam negeri


a. Mengkoordinasikan pembinaan dan pengawasan pelaksaan kebijakan
PMBA diDaerah
b. Mengkoordinasikan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat
sehingga masyarakat mampu secara mandiri melaksanakn kegiatan
PMBA
c. Memfasilitasi peningkatan peran serta masyarakat termasuk PKK dan
LSM PMBA
d. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA

7. Kementrian komonikasi dan Informasi


a. Menyebarluaskan materi KIE tentang PMBA melalui jaringan media
massa
b. Melaksanakan kampanye PMBA
c. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA.

8. Kementrian Negara pemberdayaan perempuan dan perlindungan Anak


a. Melaksaan fungsi sebagai”Focal point” komite nasional peningkatan
pemberian ASI dan MPASI
b. Memotivasi LSM dan organisasiperempuan untuk berpartisipasi aktif
dalam pelaksaan kegiatan PMBA.
c. Memberdayakan perempuan untuk melaksanakan kegiatan PMBA
d. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA

9. Badan pengewas obat dan Makanan

34
a. Membuat standard dan pedoman teknis produk pangan makanan bayi
dan Anak
b. Mengeluarkan izin edar produk makanan bayi dan anak sesuai
standar
c. Melakukan pangawasan pemasaran produk pangan makanan bayi
dan Anak yang beredar sesuai termasuk iklan
d. Mengeluarkan sertifikat untuk produsen makana bayi dan anak yang
telah memenuhi persyaratan cara produksi pangan bayi dan anak baik
e. Memberikan sanksi kepada perusahaan yang melanggar peraturan
perundangan yang berlaku
f. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA

10. Kementrian perndustrian


a. Melakukan padvokasi pelaksanaan PMBA bersama dengan
kemenkokesra dan instansi terkait lainnya
b. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA

11. Kementerian Perdagangan


a. Melakukan pengendalian dan pengawasan promosi susu formula,
susu formula lanjutan atau MPASI
b. Membina dan atau mengawasi peredaran makanan bayi dan anak di
masyarakat
c. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA

12. Kementrian pendidikan Nasional


a. Pembuatan kebijakan dan pedoman yang mendukung penerapan
strategi PMBA
b. Mengintegrasikan materi PMBA dalam kurikulum pendidikan
formal,Non formal dan informal

35
c. Mengintegrasikan PMBA Pada kegiatan pendidikan Anak Usia
Dini(Taman penitipan Anak,kelompok bermain dan satuan PAUD
sejenis)

13. Kementerian sosial

a. Membuat pedoman dan peraturan yang mendukung penerapan PMBA


pada situasi khusus dan darurat
b. Menerapkan pelaksanaan PMBA dalam situasi khusus dan keadaan
darurat
c. Mengintergrasikan pelaksaan kegiatan PMBA di Taman Penitipan
Anak (TPA),panti sosial anak dan lain-lain
d. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA

14. Kementrian Pertanian

a. Meningkatkan permintaan pangan masyarakat dalam menerapkan


PMBA berbasis sumber daya,kelembagan dan budaya lokal
b. Mengembangkan aneka pangan berbasis sumbernya lokal yang aman
dan terjangkau
c. Meningkatkan peran pemerintah daerah dan seluruh polensi daerah
dalam memfasilitasi dan pengembangan program dan kegiatan PMBA
berbasis sumber daya, kelembagaan dan budaya lokal
d. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA

15. Kementrian Kelautan dan Perikanan

a. Melakukan advokasi pelaksaan PMBA yang teringrasi dengan


program gerakan memasyarakat makan ikan (Gemarikan) bersama
instansi terkait
b. Mensosialisikan teknologi hasil perikanan untuk pembuatan MP-ASI
c. Meningkatkan ketersediaan produk olahannya sesuai potensi wilayah
untuk mendukung pembuatan MP-ASI

36
d. Meningkatkan mutu dan keamanan produk perikanan dalam upaya
mendukung pembuatan MP-ASI dan pelaksaan PMBA
e. Memantau dan mengevaluasi pelaksaan PMBA

16. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Peran dan tanggung jawab

a. Memberdayakan keluarga untuk mampu menerapkan PMBA memalui


kegiatan BKB
b. Meingtergrasikan PMBA pada kegiatan kpnseling Keluarga berencana
c. Menyebarluaskan informasi tentang PMBA, melalui kader bina
keluarga balita (BKB)
d. Menfasilitasi pelatihan petugas lapangan KB dan kader tentang PMBA
e. Mengintegrasikan materi PMBA ke dalam materi BKB
f. Memantaui dan mengevaluasi pelaksanaan pemberian ASI dan
MPASI

17. pemerintah propinsi

a. Menyusun dan/atau merevisi berbagai kebijakan propinsi teekait


PMBA
b. Koordinasi dalam pelaksaan kebijakan
c. Mendorong pengembangan Rumah sakit dan sarana kesehatan yang
melaksanakan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui
d. Melaksanakan pemperdayaan masyarakat
e. Melaksanakan KIE PMBA
f. Mengembangkan data dan informasi
g. Pemantauan dan evaluasi

37
18. pemerintah kabupaten kota

a. Menyusun dan/atau merevisi berbagai kebijakan kabupaten/kota


terkait PMBA
b. Koordinasi dalam pelaksanaan kebijakan
c. Mendorong pengembangan Rumah sakit dan sarana kesehatan yang
melaksanakan 10 langkah menuju kebehasilan menyusui
d. Melaksanakan pemberdayaan masyarakat
e. Melaksanakan KIE PMBA
f. Mengembangkan data dan informasi
g. Pemantauan dan evaluasi

19. Organisasi Profesi ( IDI, IDAI, PDGMI, POGI, IBI, PPNI, PERSAGI, ASDI, dll)

a. Mendorong terbitnya peraturan yang mendukung pelaksanaan PMBA


di tempat kerja (cuti bersalin, tersedianya ruang menyusui, tempat
penyimpanan ASI, TPA dan lain-lain)
b. Melakukan konseling untuk membantu keluarga dan masyarakat agar
mampu melaksanakan kegiatan PMBA
c. Mengitegrasikan materi PMBA dalam kurikulum pendidikan profesi
d. Menyebarluaskan informasi tentang PMBA
e. Memotivasi fasilitas pelayanan kesehatan untuk melaksanakan
kegiatan PMBA
f. Mengeluarkan regulasi bagi anggota untuk mendukung pelaksanaan
PMBA, termasuk memberi sanksi bagi yang melanggar peraturan
terkait PMBA
g. Menggerakan masyarakat untuk mampu menerapkan PMBA
h. Melakukan pemantauan tumbuh kembang bayi dan anak sebagai
penerapan PMBA
i. Memantau dan mengvakuasi pelaksanaan PMBA

38
20. Lembaga penelitian dan perguruan tinggi

a. Melakukan review dan evaluasi pelaksanaan PMBA


b. Melakukan penelitian dan pengembangan yang terkait dengan PMBA
c. Memberikan rekomendasi yang ‘’cvidence base’’ kepada pengambil
kebijakan
d. Mengintergrasikan materi PMBA pada kegiatan pengabdian
masyarakat maupun kurikulum perguruan tinggi
e. Memberdayakan keluarga untuk mampu menerapkan PMBA

21. Tim penggerak pemberdayaan kesejahteraan keluarga

a. Memotivasi TP-PKK daerah untuk melaksanakan PMBA


b. Menggerakan masyarakat untuk menerapkan PMBA
c. Menyebarluaskan informasi PMBA melalui berbagai media
d. Melaksanakan kegiatan peningkatan PMBAmelalui posyandu dan
kelompok dana wisma
e. Memberdayakan keluarga untuk mampu menerapkan PMBA
f. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA

22. Lembaga swadaya masyarakat (lokal,nasional dan internasional)

a. Mendorong pemerintah untuk menegakkan sanksi terhadap produsen


makanan bayi dan anak,serta fasilitas pelayanan kesehatan yang
melanggar peraturan yang telah di tetapkan
b. Menyebarluaskan informasi tentang PMBA
c. Membentuk kelompok pendukung menyesuai sebagai bagian dari
tujuan peningkatan PMBA
d. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA.

39
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, 2008, Statistic Kesejahteraan Rakyat Welfare 2007

Kementrian Dalam Negeri ,Dkk,2005 Strategi Nasional Peningkatan Pemberian Air


Susu Ibu Sampai Tahun 2005,Jakarta Direktorat Gizi Masyarakat

Kementrian Kesehatan, Rencana Aksi Nasional Pencegahan Dan Penanggulangan


Gizi Buruk, Depkes,2005

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia ,2007 Profil Kesehatan Indonesia 2005

Kementrian Kesehatan, 2005 Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal (SPMI)


Penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat. Di Rektporat Gizi Masyarakat.
Jakarta.

Kementrian Kesehatan, 2006. Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun


2005 – 2009, Kementrian Kesehatan Jakarta

Innoncenti Declaration 2005 On Infant And Yotang Child Feeding Florence Italy,
2005.

WHO /UNICEF. 1981, International Code Of Marketing Of Breastmilk Substitutes

WHO/UNICEF, 2002. Global Strategy On Infant And Young Child Feeding

WHO/UNICEF, 2003. Planning Guide For National Implementartion Of The Global


Strategy On Infant And Young Child Feeding

40

Anda mungkin juga menyukai

  • POA Pembuatan Sarana Cuci Tangan
    POA Pembuatan Sarana Cuci Tangan
    Dokumen2 halaman
    POA Pembuatan Sarana Cuci Tangan
    Egha Mawarni
    Belum ada peringkat
  • Surat Lamaran Baru-Dikonversi
    Surat Lamaran Baru-Dikonversi
    Dokumen1 halaman
    Surat Lamaran Baru-Dikonversi
    Egha Mawarni
    Belum ada peringkat
  • Laporan Revisi Pagt NK
    Laporan Revisi Pagt NK
    Dokumen7 halaman
    Laporan Revisi Pagt NK
    Egha Mawarni
    Belum ada peringkat
  • Hasil Balita
    Hasil Balita
    Dokumen18 halaman
    Hasil Balita
    Egha Mawarni
    Belum ada peringkat
  • Ega
    Ega
    Dokumen12 halaman
    Ega
    Egha Mawarni
    Belum ada peringkat
  • SAK Gizi Seimbang Pada Ibu Hamil
    SAK Gizi Seimbang Pada Ibu Hamil
    Dokumen7 halaman
    SAK Gizi Seimbang Pada Ibu Hamil
    Egha Mawarni
    Belum ada peringkat
  • OBESITAS
    OBESITAS
    Dokumen8 halaman
    OBESITAS
    Apridayanti Rendelangi
    Belum ada peringkat
  • Kasus Poli Ega
    Kasus Poli Ega
    Dokumen11 halaman
    Kasus Poli Ega
    Egha Mawarni
    Belum ada peringkat
  • Azziis Syg
    Azziis Syg
    Dokumen11 halaman
    Azziis Syg
    Egha Mawarni
    Belum ada peringkat
  • Kasus DM Gestisional
    Kasus DM Gestisional
    Dokumen9 halaman
    Kasus DM Gestisional
    Egha Mawarni
    Belum ada peringkat
  • Bintang
    Bintang
    Dokumen18 halaman
    Bintang
    Egha Mawarni
    Belum ada peringkat
  • Bintang
    Bintang
    Dokumen18 halaman
    Bintang
    Egha Mawarni
    Belum ada peringkat
  • Bintang
    Bintang
    Dokumen18 halaman
    Bintang
    Egha Mawarni
    Belum ada peringkat
  • Rencana Kegiatan PKL MIG 2020
    Rencana Kegiatan PKL MIG 2020
    Dokumen4 halaman
    Rencana Kegiatan PKL MIG 2020
    Egha Mawarni
    Belum ada peringkat
  • Tugas Kuliahku
    Tugas Kuliahku
    Dokumen2 halaman
    Tugas Kuliahku
    Egha Mawarni
    Belum ada peringkat
  • RAB Fiks
    RAB Fiks
    Dokumen2 halaman
    RAB Fiks
    Egha Mawarni
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii2
    Bab Ii2
    Dokumen9 halaman
    Bab Ii2
    Egha Mawarni
    Belum ada peringkat
  • Buatannya Ibu
    Buatannya Ibu
    Dokumen6 halaman
    Buatannya Ibu
    Egha Mawarni
    Belum ada peringkat
  • Proposal Mira
    Proposal Mira
    Dokumen23 halaman
    Proposal Mira
    Egha Mawarni
    Belum ada peringkat
  • OBESITAS
    OBESITAS
    Dokumen8 halaman
    OBESITAS
    Apridayanti Rendelangi
    Belum ada peringkat
  • ALMI
    ALMI
    Dokumen1 halaman
    ALMI
    Egha Mawarni
    Belum ada peringkat
  • Kuliah
    Kuliah
    Dokumen42 halaman
    Kuliah
    Egha Mawarni
    Belum ada peringkat
  • Kasus Ny. Martha
    Kasus Ny. Martha
    Dokumen11 halaman
    Kasus Ny. Martha
    Egha Mawarni
    Belum ada peringkat
  • KEK Dot
    KEK Dot
    Dokumen8 halaman
    KEK Dot
    Sitti SR Atika
    Belum ada peringkat
  • Makanan Cair
    Makanan Cair
    Dokumen9 halaman
    Makanan Cair
    MellyYu
    100% (1)
  • Skreening
    Skreening
    Dokumen2 halaman
    Skreening
    Egha Mawarni
    Belum ada peringkat
  • Proposal Mira
    Proposal Mira
    Dokumen23 halaman
    Proposal Mira
    Egha Mawarni
    Belum ada peringkat
  • Laporan Minyak Lemak 1
    Laporan Minyak Lemak 1
    Dokumen18 halaman
    Laporan Minyak Lemak 1
    Egha Mawarni
    Belum ada peringkat
  • Biaya Bahan Makan Steak Cumi Krispy
    Biaya Bahan Makan Steak Cumi Krispy
    Dokumen4 halaman
    Biaya Bahan Makan Steak Cumi Krispy
    Egha Mawarni
    Belum ada peringkat