A. HASIL
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. Letak Geografis Kelurahan
Letak geografis Kelurahan Lalowaru Dengan luas wilayah adalah 11,2
km² dan terletak di batasan wilayah atau berbatasan dengan :
1. Sebelah Barat berbatasan dengan kota Kendari
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Laut
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tanjung Tiram
4. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Puasana
b. Keadaan Sosial
1. Kependudukan
Berdasarkan data Administrasi Pemerintah Daerah Kelurahan Lalowaru
Kecamatan Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan
Tabel 1. Data UmumKependudukan Kelurahan Lalowaru Kecamatan Moramo
Utara Kabupaten Konawe Selatan
2. Suku
Kelurahan Lalowaru Kecamatan Moramo Utara Kabupaten Konawe
Selatan terdiri dari beberapa suku yang tersebar dari Lingkungan 1 sampai
dengan Lingkungan 4 dengan suku mayoritas suku Tolaki, dan beberapa suku
lainnya juga seperti suku Bugis, suku Muna, suku Menui dan suku Buton
3. Mata pencaharian
Kondisi masyarakat Kelurahan Lalowaru yang beragam, berimpikasi
pada sistem pencaharian yang dikembangkan. Masyarakat memiliki sistem
pencaharian yang beragam pula seperti: Nelayan, PNS, Serabutan, Perkebunan
Kelurahan Lalowaaru
Kategori BB/U
N %
Lebih 3 9,7
Baik 25 80,6
Kurang 1 3,2
Buruk 2 6,5
Total 31 100,0
Kelurahan Lalowaaru
Kategori PB,TB/U
N %
Tinggi 1 3,2
Normal 18 58,1
Pendek 4 12,9
Sangat Pendek 8 25,8
Total 31 100,0
Kelurahan Lalowaaru
Kategori BB,PB/U
N %
Gemuk 5 16,1
Normal 24 77,4
Kurus 1 3,2
Sangat kurus 1 3,2
Total 31 100,0
Kelurahan Lalowaaru
Tingkat Pengetahuan
N %
Baik 2 6,5
Kurang 29 93,5
Total 31 100,0
4. Pola Asuh
Di Kelurahan Lalowaru
Kelurahan Lalowaaru
Pola Asuh
N %
Cukup 3 9,7
Kurang 28 90,3
Total 31 100,0
Kelurahan Lalowaaru
Riwat Penyakit ISPA
N %
Menderita 11 35,5
Tidak Menderita 20 64,5
Total 31 100,0
Kelurahan Lalowaaru
Menimbang Berat Badan
N %
Sesuai Standar 11 35,5
Tidak Sesuai Standar 20 64,5
Total 31 100,0
Kelurahan Lalowaaru
Hygiene
N %
Bersih 31 100,0
Total 31 100,0
Kelurahan Lalowaaru
Sanitasi
N %
Sehat 1 3,2
Kurang 30 96,8
Total 31 100,0
Di Kelurahan Lalowaru
Di Kelurahan lalowaru
Di Kelurahan Lalowaru
Kelurahan Lalowaaru
Pengeluaran Pangan
N %
Cukup 17 54,8
Kurang 14 45,2
Total 31 100,0
B. PEMBAHASAN
1. Status Gizi Pada Balita
a. Indeks berat badan menurut umur (BB/U)
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran
massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan
yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, penurunan nafsu
makan, atau jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah parameter
antropometri yang sangat labil terutama pada balita yang sangat sensitif
dalam penurunan berat badan.
Hal ini berdasarkan data hasil pada tabel 1. Menunjukan bahwa 31
sampel balita di kelurahan lalowaru terdapat sebanyak 9,7% (n=3) yang
memiliki status gizi lebih, 80,6% (n=25) yang memiliki status gizi baik, 3,2%
(n=1) yang memiliki status gizi kurang dan sebesar 6,5% (n=2) yang memiliki
status gizi buruk.
4. Penyakit Infeksi
a. ISPA
ISPA adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya
menular dan dapat menimbulkan gejala penyakit infeksi mulai ringan sampai
penyakit yang parah. Infeksi saluran pernapasan akut disebabkan okeh virus
atau bakteri. Penyakit ini diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih
gejala : tenggorakan sakit atau nyeri telan,pilek,batuk kering,atau berdahak.
Periode prevalensi ISPA dihitung dalam 1 bulan terahir (Riskesdas 2013).
Hal ini berdasarkan data hasil pada tabel 6. Menunjukan bahwa 31
sampel balita di kelurahan lalowaru masih ditemukan balita yang pernah
menderita ISPA sebanyak 35,5% (n=11) sedangkan yang tidak menderita
sebanyak 64,5% (n=20)
b. Diare
Diare dapat menyebabkan anak tidak nafsu makan sehingga terjadi
kekurangan jumlah makanan dan minuman yang masuk kedalam tubuhnya,
yang dapat berakibat gizi kurang. Anak yang menerita diare mengalami
penurunan cairan serta gangguan keseimbangan zat gizi dan elektrolit.
Serangan diare berulang atau diare akut yang berat pada anak gizi kurang
merupakan risiko kematian (Depkes, 1997 dalam Lupiana, 2010). Anak yang
menderita diare berulang-ulang dengan masa kesakitan lebih lama akan
mempunyai berat badan lebih rendah daripada tidak pernah diare,. Diare yang
berulang-ulang akan menyebabkan anak menderita KEP dan keadaan ini bisa
berkaitan pada tingginya morbiditas dan mortalitas (Depkes RI, 2001 dalam
Punarsih, 2013).
Hal ini berdasarkan data hasil pada tabel 7. Menunjukan bahwa 31
sampel balita di kelurahan lalowaru masih ditemukan balita yang pernah
menderita diare sebanyak 22,6% (n=7) sedangkan yang tidak menderita
sebanyak 77,4% (n=24).
5. Pelayan Kesehatan
a. Memiliki KMS dan Buku KIA
Data kepemilikan KMS menurut karakteristik anak balita, orangtua,
dan tempat tinggal. Persentase kepemilikan KMS menurut umur, semakin
tinggi umur anak semakin rendah persentase kepemilikan KMS yang dapat
menunjukkan. Persentase KMS yang sudah hilang semakin tinggi dengan
meningkatnya umur anak. Persentase kepemilikan KMS menurut jenis kelamin
anak balita tidak menunjukkan adanya perbedaan. Ada kecenderungan
semakin tinggi kelompok umur semakin rendah kepemilikan KMS yang dapat
menunjukkan. Sebaliknya, semakin tinggi tingkat pendidikan dan status
ekonomi cenderung semakin rendah persentase anak balita yang tidak pernah
memiliki KMS (Riskesdas, 2013).
Hal ini berdasarkan data hasil pada tabel 8. Menunjukan bahwa 31
sampel balita di kelurahan lalowaru terdapat sebanyak 29,0% (n=9) yang dapat
menunjukan, 51,6% (n=16) yang tidak dapat menunjukan dan sebesar 19,4%
(n=6) yang tidak pernah memiliki KMS dan Buku KIA.
b. Mendapatkan kapsul Vitamin A
Kapsul vitamin A diberikan setahun dua kali pada bulan Februari dan
Agustus, sejak anak berusia enam bulan. Kapsul biru (dosis 100.000 IU)
diberikan untuk bayi umur 6-11 bulan dan kapsul merah (dosis 200.000 IU)
untuk anak umur 12-59 bulan (Riskesdas, 2013).
Hal ini berdasarkan data hasil pada tabel 9. Menunjukan bahwa 31
sampel balita di kelurahan lalowaru terdapat sebanyak 54,8% (n=17)
mendapatkan kapsul vitamin A lengkap sesuai umur, 41,9% (n=13)
mendapatkan kapsul vitamin A lengkap namun tidak sesuai umur dan sebesar
3,2% (n=1) yang tidak ada data.
c. Menimbang berat badan
Pada Riskesdas 2010, ditanyakan frekuensi penimbangan anak umur 6-
59 bulan selama enam bulan terakhir yang dikelompokkan menjadi “tidak
pernah ditimbang selama enam bulan terakhir”, ditimbang 1-3 kali yang
berarti “penimbangan tidak teratur”, dan 4-6 kali yang diartikan sebagai
“penimbangan teratur”. Data pemantauan pertumbuhan balita ditanyakan
kepada ibu balita atau anggota rumah tangga yang mengetahui.
Hal ini berdasarkan data hasil pada tabel 10. Menunjukan bahwa 31
sampel balita di kelurahan lalowaru terdapat sebanyak 35,5% (n=11)
menimbang berat badan sesuai standar dan 64,5% (n=20) menimbang berat
badan tidak sesuai standar.
7. Asupan makan
Asupan makanan adalah semua jenis makanan dan minuman yang
dikonsumsi setiap hari. Umumnya asupan makanan dipelajari untuk dihubungkan
dengan keadaan gizi masyarakat suatu wilayah atau individu. Informasi ini dapat
digunakan untuk perencanaan pendidikan gizi khususnya untuk menyusun menu
atau intervensi untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM), mulai dari
keadaan kesehatan dan gizi serta produktivitasnya. Mengetahui asupan makanan
suatu kelompok masyarakat atau individu merupakan salah satu cara untuk
menduga keadaan gizi kelompok masyarakat atau individu bersangkutan
(Sumarno, dkk dalam Gizi Indonesia, 1997).
Hal ini berdasarkan data hasil pada tabel 13. menunjukan bahwa dari 31
sampel balita di kelurahan lalowaru sebanyak 35,5% (n=11) yang memiliki asupan
energi baik, 12,9% (n=4) yang memiliki asupan energi sedang, 12,9% (n=4) yang
memiliki asupan energi kurang, dan 38,7% (n=12) yang memiliki asupan energi
defisit. Sedangkan pda tabel 14. menunjukan bahwa sebanyak 67,7% (n=21) yang
memiliki asupan protein baik, 3,2% (n=1) yang memiliki asupan protein sedang,
6,5% (n=2) yang memiliki asupan protein kurang, dan 22,6% (n=7) yang memiliki
asupan protein defisit.
8. Pola Makan
Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran
mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu
orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. Pola
makan juga dikatakan sebagai suatu cara seseorang atau sekelompok orang atau
keluarga memilih makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologis,
psikologis, kebudayaan dan sosial (Suhardjo, 1989). Jadi pola makan merupakan
suatu kebiasaan makan yang ada dalam suatu kelompok masyarakat tertentu atau
suatu keluarga dalam hal macam dan jumlah bahan makanan yang di makan setiap
hari.
Berdasarkan Tabel 15. menunjukan bahwa 31 sampel balita di Kelurahan
Lalowaru sebagian besar pola makan sehari dalam kategori cukup sebanyak 54,8%
(n=17) dan 45,2% (n=14) kategori kurang.
9. Tingkat Pendapatan
Menurut Madanijah (2004) peningkatan pendapatan merupakan salah satu
faktor yang memberikan peluang untuk membeli pangan dengan kualitas maupun
kuantitas yang lebih baik. Besar kecilnya pendapatan keluarga berpengaruh
terhadap pola konsumsi. Penghasilan keluarga akan menentukan daya beli
keluarga termasuk makanan, sehingga mempengaruhi kualitas dan kuantitas
makanan yang tersedia dalam rumah tangga dan pada akhirnya mempengaruhi
asupan zat gizi (Suhardjo dalam Yuliati, 2008).
Hal ini berdasarkan data hasil pada tabel 16. menunjukan bahwa 31 sampel
balita di kelurahan lalowaru sebagian besar pengeluaran pangan dalam kategori
cukup sebanyak 54,8% (n=17) dan 45,2% (n=14) kategori kurang.
BAB V
RENCANA INTERVENSI
G. Tingkat Pendapatan
Rencana kegiatan intervensi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah
sosial ekonomi meliputi pengeluaran pangan di Kelurahan Lalowaru yaitu
memanfaatkan pekarangan/lahan untuk menanam beberapa jenis tanaman yang hasil
penenya dapat dijadikan bahan makanan produksi sendiri seperti tanaman sayur-
sayuran ataupun buah-buahan sehingga dapat mengurangi pengeluaran pangan yang
terlalu tinggi.
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Masalah gizi pada balita yaitu 9,7% gizi gemuk, 3,2% sangat kurus, 9,7% gizi lebih,
3,2% gizi kurang, 6,5% gizi buruk, 3,2% status gizi tinggi, 12,9% status gizi pendek,
25,8% status gizi sangat pendek, 16,1% status gizi gemuk, 3,2% status gizi kurus,
dan sebesar 3,2% (n=1) status gizi sangat kurus di kelurahan lalowaru.
2. Sebagian besar orang tua balita di kelurahan lalowaru masih kurang tingkat
pengetahuannya yaitu sebesar 93,5%.
3. Sebagian besar balita yang memiliki riwayat pola asuh gizi kurang sebesar 90,3% di
kelurahan lalowaru.
4. Sebagian besar balita ditemukan yang mengalami Diare sebanyak 77,4% serta
masih ditemukan balita yang memiliki riwayat penyakit infeksi ISPA sebanyak
35,5% di kelurahan lalowaru.
5. Sebagian besar balita tidak lengkap pelayanan kesehatan mendapatka
mendapatkan kapsul vitamin A lengkap namun tidak sesuai umur sebesar 41,9%
dan tidak ada data sebesar 3,2%. Sedangkan yang tidak pernah memiliki KMS dan
Buku KIA sebesar 19,4% dan menimbang berat badan tidak sesuai standar
sebesar 64,5% di kelurahan lalowaru.
6. Presentase terdapat sanitasi kurang sangat besar yaitu 96,8% di kelurahan
lalowaru.
7. Presentase terdapat asupan balita masih kurang yaitu meliputi asupan energi
sebesar 12,9% sedangkan yang memiliki asupan energi defisit sebesar 38,7% dan
asupan protein sebesar 6,5% sedangkan yang memiliki asupan protein defisit
sebesar 22,6% di kelurahan lalowaru.
8. Sebagian besar pola makan balita dalam sehari masih kurang sebesar 45,2% dan
dan asupan dalam sehari kategori lebih sebesar 51,6% di kelurahan lalowaru.
9. Sebagian besar pengeluaran pangan masih dalam kategori kurang sebesar 45,2% di
kelurahan lalowaru.
B. SARAN
Tingkat pengetahuan ibu masih sangat rendah di kelurahan lalowaru sehingga
bagi tenaga kesehatan diharapkan dapat melakukan penyuluhan maupun edukasi
tentang gizi dan kesehatan bagi masyarakat terutama tentang kesehatan anak agar
dapat memperbaiki status gizi anak balita.