Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan penyakit yang lebih dikenal sebagai peningkatan

tekanan darah yang mempunyai factor resiko utama dari perkembangan

penyakit jantung dan stroke. Penyakit hipertensi ini juga disebut sebagai “ the

silent disease “ karena gejala yang ditimbulkan tidak dilihat dari luar. Pada

umunya hipertensi menyerang pada orang lanjut usia. Hipertensi dapat

diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu hipertensi primer atau esensial yang

penyebabnya tidak diketahui dan hipertensi sekunder yang dapat disebabkan

oleh penyakit ginjal, penyakit endokrin, penyakit jantung, dan gangguan anak

ginjal. Hipertensi sering kali tidak menimbulkan gejala, sementara tekanan

darah yang terus-menerus tinggi dalam jangka waktu yang lama dapat

menimbulkan komplikasi. (Tohari, 2016)

Salah satu permasalahan yang sering dialami lansia yaitu rentannya

kondisi fisik lansia terhadap berbagai penyakit dikarenakan berkurangnya

daya tahan tubuh dalam menghadapi pengaruh dari luar serta menurunnya

efisiensi mekanisme homeostatis, yaitu sistem kardiovaskuler. Masalah

kesehatan akibat dari proses penuaan dan sering terjadi pada sistem

kardiovaskuler yang merupakan proses degeneratif, diantaranya yaitu penyakit

hipertensi (Perry & Potter, 2009).Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi

dimana tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan darah

diastolic lebih dari 80 mmHg (Muttaqin, 2012).Hipertensi juga dapat

didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dengan tekanan darah sistolik

1
2

lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHg

(Aspiani, 2014).

Berdasarkan data dari Riskesdas Litbang Depkes (2013), hipertensi di

Indonesia merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi yaitu

sebesar 25,8%. Prevalensi tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti

Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%), Jawa Barat (29,4%),

dan Gorontalo (29,4%) ( Kemenkes RI, 2014 ). Angka kejadian hipertensi di

provinsi Jawa Timur pada tahun 2015 sebesar 13,47% atau sekitar 935.736

penduduk, dengan proporsi laki-laki sebesar 13.78% (387.913 penduduk) dan

perempuan sebesar 13,25% (547.823 penduduk) (Dinkes Jawa Timur, 2016).

Kebanyakan orang menganggap hipertensi merupakan hal yang biasa

terjadi pada lansia, sehingga mayoritas masyarakat menganggap remeh akan

penyakit ini. Penyakit hipertensi dapat menyebabkan berbagai macam

komplikasi antara lain gagal jantung dan stroke. Permasalahan tersebut akan

terus muncul apabila terapi yang dilakukan oleh pasien hipertensi tidak teratur.

Sebagaimana kita tahu terapi hipertensi bersifat kontinu dengan tujuan untuk

mempertahankan kadar tekanan darah yang normal dan harus disertai dengan

perubahan gaya hidup. Progresivitas menuju hypertension related diseaseakan

meningkat seiring dengan ke tidak teraturan dalam mengonsumsi obat anti

hipertensi. Progresivitas hipertensi berkembang menjadi hypertension related

disease dapat diturunkan dengan beberapa faktor seperti social support,

environmental factors,dan familiy support (Wulandhani dkk, 2014).

Lansia yang sudah mengalami penurunan fungsi dan memiliki penyakit

kronik seperti hipertensi sangat membutuhkan dukungan dan bantuan dari

orang lain. perawatan lansia yaitu menjaga atau merawat lansia,


3

mempertahankan dan meningkatkan status mental, mengantisipasi perubahan

sosial ekonomi serta memberikan motivasi dan memfasilitasi kebutuhan

spritual bagi lansia (Maryam dkk, 2008).

Kesiapan peningkatan pengetahuan dapat menjadi factor yang sangat

berpengaruh dalam program pengobatan bagi pasien lansia dengan hipertensi.

Bimbingan penyuluhan dan pengobatan secara terus-menerus sangat

diperlukan agar penderita mampu melaksanakan rencana yang dapat diterima

untuk bertahan hidup dengan hipertensi dan mematuhi aturan terapinya

(Miyusliani, 2011). Masalah keperawatan yang dapat diangkat dalam kasus ini

adalah kesiapan peningkatan pengetahuan. Kesiapan peningkatan pengetahuan

adalah pola pengaturan dan pengintegrasian ke dalam proses diri sendiri suatu

program untuk pengobatan penyakit dan sekuelanya yang tidak memuaskan

untuk memenuhi tujuan kesehatan tertentu (Herdman, 2018).

Peran diri sendiri sangat penting dalam menurunkan komplikasi

hipertensi, khususnya dalam masalah kesehatan yang mampu mengambil

keputusan dalam kesehatan sangatlah penting dalam mengatasi komplikasi

hipertensi. Tidak hanya pengetahuan klien tentang hipertensi dan tindakan

pencegahan komplikasi hipertensi diharapkan dapat mengontrol tekanan

darah yaitu dengan cara mengurangi konsumsi garam, membatasi konsumsi

lemak, olaharaga teratur, tidak merokok dan tidak minum alkohol serta

menghindari obesitas atau kegemukan. pengetahuan klien dalam pencegahan

komplikasi hipertensi dilatarbelakangi oleh tiga faktor yaitu faktor

predisposisi, faktor pendukung meliputi ketersediaan sumber fasilitas, faktor

pendorong meliputi sikap, perilaku petugas kesehatan , anggota klien dan

teman dekat (Isti, 2008).


4

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk

mengeksplorasi lebih dalam mengenai masalah asuhan keperawatan gerontik

pada lansia yang memiliki hipertensi dengan masalah keperawatan Kesiapan

Peningkatan Pengetahuan.

1.2 Batasan Masalah

Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada Asuhan Keperawatan

Gerontik pada lansia yang mengalami hipertensi dengan kesiapan peningkatan

pengetahuan

1.3 Rumusan Masalah

Bagaimana Asuhan Keperawatan Gerontik pada lansia yang

mengalami hipertensi dengan kesiapan peningkatan pengetahuan?

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Melaksanakan Asuhan Keperawatan Gerontik pada lansia yang

mengalami hipertensi dengan kesiapan peningkatan pengetahuan.


5

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian keperawatan pada lansia yang mengalami

hipertensi dengan kesiapan peningkatan pengetahuan

b. Merumuskan diagnosis keperawatan pada lansia yang mengalami

hipertensi dengan kesiapan peningkatan pengetahuan

c. Melakukan rencana keperawatan pada lansia yang mengalami

hipertensi dengan kesiapan peningkatan pengetahuan

d. Melakukan tindakan keperawatan pada lansia yang mengalami

hipertensi dengan kesiapan peningkatan pengetahuan

e. Melakukan evaluasi keperawatan pada lansia yang mengalami

hipertensi dengan kesiapan peningkatan pengetahuan.

1.5 Manfaat

a) Manfaat Teoritis

Untuk pengembangan ilmu keperawatan berkaitan dengan

Asuhan Keperawatan Gerontik pada lansia yang mengalami hipertensi

dengan kesiapan peningkatan pengetahuan

b) Manfaat Praktis

a. Bagi perawat

Diharapkan studi kasus ini bisa menambah pengetahuan dan

ketrampilan terkait dengan Asuhan Keperawatan Gerontik pada lansia

yang mengalami hipertensi dengan kesiapan peningkatan pengetahuan


6

b. Bagi puskesmas

Diharapkan studi kasus ini bisa memberikan manfaat terkait

dengan asuhan keperawatan yang akan diberikan kepada klien

ataupun masyarakat.

c. Bagi klien

Diharapkan studi kasus ini memberikan manfaat untuk

pemberian tindakan keperawatan pada klien.


BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP LANSIA

2.1.1 DEFINISI

Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.

Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-

angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses

menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam

dan luar tubuh, seperti didalamUndang-Undang No 13 tahun 1998 yang

isinya menyatakan bahwa pelaksanaan pembangunan nasional yang

bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, telah menghasilkan kondisi

sosial masyarakat yang makin membaik dan usia harapan hidup makin

meningkat, sehingga jumlah lanjut usia makin bertambah. Banyak diantara

lanjut usia yang masih produktif dan mampu berperan aktif dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Upaya peningkatan

kesejahteraan sosial lanjut usia pada hakikatnya merupakan pelestarian

nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa. Menua atau menjadi tua adalah

suatu keadaaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua

merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu

tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua

merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap

kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2006).

7
8

2.1.2 BATASAN LANSIA

WHO (2016) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut :

1) Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun,

2) Usia tua (old) :75-90 tahun, dan

3) Usia sangat tua (very old) adalah usia> 90 tahun.

Depkes RI (2015) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi tiga

katagori, yaitu:

1) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,

2) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas,

3) Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke

atas

dengan masalah kesehatan.

2.1.3 CIRI CIRI LANSIA

Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :

a. Lansia merupakan periode kemunduran.

Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor

psikologis.Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada

lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam

melakukan kegiatan, maka akan mempercepat proses kemunduran fisik,

akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka

kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.

b. Lansia memiliki status kelompok minoritas.

Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak

menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang


9

baik, misalnya lansia yang lebih senang mempertahankan pendapatnya

maka sikap sosial di masyarakat menjadi negatif, tetapi ada juga lansia

yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap sosial

masyarakat menjadi positif.

c. Menua membutuhkan perubahan peran.

Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami

kemunduran dalam segala hal.Perubahan peran pada lansia sebaiknya

dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari

lingkungan.Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat

sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia

sebagai ketua RW karena usianya.

d. Penyesuaian yang buruk pada lansia.

Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung

mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan

bentuk perilaku yang buruk.Akibat dari perlakuan yang buruk itu

membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula.Contoh : lansia yang

tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan

keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang

menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan

bahkan memiliki harga diri yang rendah.

2.1.4 PERMASALAHAN PADA LANSIA

Pendapat lain menjelaskan bahwa lansia mengalami perubahan dalam

kehidupannya sehingga menimbulkan beberapa masalah. Permasalahan

tersebut diantaranya yaitu :


10

a. Masalah fisik

Masalah yang hadapi oleh lansia adalah fisik yang mulai melemah,

sering terjadi radang persendian ketika melakukan aktivitas yang cukup

berat, indra pengelihatan yang mulai kabur, indra pendengaran yang mulai

berkurang serta daya tahan tubuh yang menurun, sehingga seringsakit.

b. Masalah kognitif ( intelektual )

Masalah yang hadapi lansia terkait dengan perkembangan kognitif,

adalah melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal (pikun), dan sulit untuk

bersosialisasi dengan masyarakat di sekitar.

c. Masalah emosional

Masalah yang hadapi terkait dengan perkembangan emosional,

adalah rasa ingin berkumpul dengan keluarga sangat kuat, sehingga tingkat

perhatian lansia kepada keluarga menjadi sangat besar.Selain itu, lansia

sering marah apabila ada sesuatu yang kurang sesuai dengan kehendak

pribadi dan sering stres akibat masalah ekonomi yang kurang terpenuhi.

d. Masalah spiritual

Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan spiritual,

adalah kesulitan untuk menghafal kitab suci karena daya ingat yang mulai

menurun, merasa kurang tenang ketika mengetahui anggota keluarganya

belum mengerjakan ibadah, dan merasa gelisah ketika menemui

permasalahan hidup yang cukup serius.


11

2.2 Konsep Penyakit Hipertensi

2.2.1. Definisi Hipertensi

Tekanan darah terdiri dari tekanan sistolik dan tekanan diastolic.

Tekanan Darah Sistolik (TDS) yaitu tekanan di arteri saat jantung berdenyut

atau terkontraksi memompa darah ke sirkulasi. Tekanan Darah Diastolik

(TDD) yaitu tekanan di arteri saat jantung berelaksasi diantara dua denyutan

(kontraksi). Tekanan darah pada orang dewasa sangat bervariasi. Tekanan

darah sistolik berkisar antara 95-140 mmHg. Sedangkan tekanan diastolic

berkisar antara 60-90 mmHg. Walaupun demikian tekanan darah pada

umumnya berkisar pada rata-rata nilai normal sekitar 120 mmHg untuk

tekanan sistolik dan 80 mmHg untuk tekanan diastolic. Kedua tekanan tersebut

diatas merupakan tekanan yang dihasilkan oleh aktivitas kerja jantung sebagai

pompa dan menyebabkan darah mengalir di dalam system arteri secara

terputus-putus dan terus-menerus tiada hentinya (Palmer, 2007; WHO, 2011).

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

hipertensi merupakan kenaikan tekana darah dimana tekana sistolik lebih dari

140 mmHg dan atau diastolik lebih dari 90 mmHg (Ode, 2012).

2.2.2 Etiologi

Penyebab hipertensi esensial tidak diketahui secara pasti, akan tetapi

kemungkinan penyebab yang melatarbelakangi harus selalu ditentukan.

Kemungkinan faktor yang mempengaruhi adalah kerentanan genetic, aktivitas

berlebihan saraf simpatik, membrane transport Na dan K yang abnormal,

penggunaan garam yang berlebihan, system rennin-angiostensin alderosteron

yang abnormal (Sulastri, 2015).


12

Etiologi dari hipertensi dibagi menjadi dua,yaitu:

1. Faktor yang tidak dapat diubah

Faktor-faktor yang tidak dapat diubah yaitu jenis kelamin,usia dan

genetic.

1) Faktor genetic

Adanya faktor genetic pada keluarga tertentu akan

menyebabkan keluarga itu mempunyai resiko menderita hipertensi.

Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar Sodium intraseluler

dan rendahnya rasio antara potassium terhadap Sodium, seseorang

dengan orang tua yang menderita hipertensi mempunyai resiko dua

kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada orang yang

tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi (Anggraini,

2015).

2) Faktor jenis kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dan pada wanita

sama, akan tetapi wanita pramenopause (sebelum menopause)

prevalensinya lebih terlindung daripada pria usia yang sama.

Wanita yang belum menopause dilindungi oleh hormone estrogen

yang berperan dalam meningkatkan kadarHigh Density

Lipoproptein (HDL). Kadar kolesterol DHL yang tinggi merupakan

faktor pelindung dalam mencegah proses terjadinya aterosklerosis

yang dapat menyebabkan hipertensi (Price & Wilson, 2012).


13

3) Faktor usia

Kejadian hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia.

Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer

bertanggung jawab pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi

aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan

dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya

menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh

darah. Konsekuansinya aorta dan arteri besar berkurang

kemampuannya dalam mengakomodasi volumedarah yang

dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan

penurunan curah jantung, dan peningkatan tahanan perifer (Price &

Wilson, 2012).

2. Faktor yang dapat diubah

1) Pola makan

Pola makan tinggi gula akan menyebabkan penyakit diabetes

mellitus. Diabetes mellitus menginduksi hiperkoleterolimia dan

berkaitan dengan proliferasi sel otot polos dalam pembuluh darah

arteri koroner, sintesis kolesterol, trgliserit dan fosfolipid,

peningkatan kadar LDL-C (Low Density Lipoprotein –

Cholesterol) dan penurunan HDL-C (High Density Lipoprotein –

Cholesterol). Makanan tinggi kalori, lemak total, lemak jenuh,

gula, dan garam turut berperan dalam berkembangnya

hiperlipidemia dan obesitas. Obesitas dapat meningkatkan beban

kerja jantung dan kebutuhan akan oksigen, serta obesitas kan

berperan dalam gaya hidup pasif (Price & Wilson, 2012).


14

2) Kebiasaan merokok

Menurut Bowman (2007) dalam resiko merokok berkaitan

jumlah rokok yang dihisap perhari, bukan pada lama merokok.

Individu yang lebih dari satu pak rokok perhari menjadi dua kali

lebih rentan daripada mereka yang merokok yang diduga

penyebabnya adalah pengaruh nikotin terhadap pelepasan

katekolamin oleh saraf otonom.

3) Aktivitas fisik

Ketidakaktifan fisik meningkatkan resiko Cardiac Heart

Desease (CHD) yang setara dengan hiperlipidemia atau merokok,

dan individu yang aktif secara fisik memiliki resiko 30-35% lebih

besar untuk menderita hipertensi. Selain meningkatnya perasaan

sehat dan kemampuan untuk mengatasi stress,keuntungan latihan

aerobic yang teratur atau senam lansia adalah meningkatnya kadar

HDL-C, menurunya kadar LDL-C, menurunnya tekanan darah,

berkurangnya obesitas, berkurangnya frekuensi denyut jantung saat

istirahat, dan konsumsi oksigen miokardium, dan menurunnnya

resistensi insulin (price & Wilson, 2012).

Dari uraian pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa

penyebab hipertensi bergam di antaranya adalah: stress,

kegemukan, merokok, hipernatriumia, retensi air dan garam tidak

normal, sensitifitas terhadap amgiotensin, obesitas,

hiperkolesteroemia, penyakit kelenjar andrenal, penyakit ginjal,

toxemia gravidarum, peningkatan tekanan intra cranial, yang

disebabkan tumor otak,pengaruh obat tertentu missal obat


15

kontrasepsi, asupan garam yang tinggi, kuarng olah raga, genetic,

obesitas, ateroskleosis, kelainan ginjal, tetapi sebagian besar tidak

diketahui penyebabnya (Ode, 2012).

2.2.3 Klasifikasi

Klasifikasi hipertensi juga banyak diungkapkan oleh para ahli,

diantaranya WHO menetapkan klasifikasi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat I

tekanan darah meningkat tanpa gejala-gejala dari gangguan atau kerusakan

system kardiovaskuler. Tingkat II tekanan darah dengan gejala hipertrofi

kardiovakuler, tetapi tanpa adanya gejala-gejala kerusakan atau gangguan dari

alat atau organ lain. Tingkat III tekanan darah meningkat dengan gejala-gejala

ysang jelas dari kerusakan dan gangguan faal dari target organ. Sedangkan,

klasifikasi hipertensi sendiri yaitu:

1. Kategori tekanan sistolik (mmHg) tekanan diastolic (mmHg)

2. Normal < sbp = “systole” pressure = “ DBP”>= 160 dan DBP >= 100.

Mm Hg.)

Jakarta membagi hipertensi 6 tingkat yaitu hipertensi perbatasan

(borderline) yaitu tekanan darah diastolik, normal kadang 90-100mmHg.

Hipertensi ringan, diastolic 90-140mmHg. Hipertensi sedang, tekanan darah

diastolik 105-114mmHg. Hipertensi berat tekanan darah diastolik >115mmHg.

Hipertensi maligna/ krisis yaitu tekanan darah diastolic lebih dari 120 mmHg

yang disertai gangguan fungsi target organ. Hipertensi sistolik yaitutekanan

darah sistolik lebih dari 160 mmHg (Ode, 2012).


16

2.2.4 Komplikasi

Tekanan darah tinggi apabila tidak terkontrol akan mengakibatkan

komplikasi yang berbahaya. Komplikasi yang paling umum terjadi yaitu

stroke, penyakit jantung dan ginjal.

1.Serangan jantung

Serang jantung diakibatkan oleh aliran darah melalui arteri koroner yang

mempunyai peran memasok oksigen dan nutrisi ke otot jantung. Tekanan

darah tinggi ini meningkatkan risiko keparahan serang jantung apabila

sudah terjadi.

2. Stroke

Stroke disebabkan oleh gangguan aliran darah. Dalam kasus stroke

gangguan pembuluh darahnya berada di otak, ketika alirah darah menuju

otak terganggu maka otak yang terlibat akan rusak.

3. Kerusakan Ginjal

Ginjal memiliki pembuluh darah yang berukuran sangat kecil, yang

sensitive terhadap peningkatan tekanan darah, jika tekanan darah

dibiarkan tinggi dalam waktu yang lama maka akan membuat kerusakan

dipembuluh darah gunjal akibatnya fungsi ginjal menjadi terganggu.

4. Atrial Fibrilation

Atrial Fibrilation adalah irama jantung yang tidak teratur menyebabkan

pembuluh darah pompa jantung yang mempengaruhi aliran darah

keseluruh tubuh perubahan aliran darah dalam jantung dan kondisi tersebut

mendukung pembentukan thrombus. Thrombus yang terbentuk kemudian

dipompa keluar kealiran darah dalam tubuh, sesampainya dipembuluh

darah kecil yang memasok otak.


17

5. Penyakit arteri coroner

Komplikasi hipertensi berupa arteri koroner mengacu pada pembentukan

sumbatan dipembuluh darah yang mensuplai nutrisi dan oksigen untuk

jantung. Sumbatan tersebut dari kolestrol, lemak dan magrofag. Kerusakan

peradangan ini menarik magrofag, yang pada gilirannya, membuat

pembuluh darah “lengket” lemak dan kolestrol lebih mungkin untuk

menempel, lama kelamaan terjadi penyempitan dan penyumbatan.

Penyebab utama serangan jantung adalah sumbatan pada arteri koroner.

(Wahdah, 2011)

2.2.5 Patofisiologi

Menurut Smeltzer & Bare (2002:898) mengatakan bahwa mekanisme

yang mengotrol kontriksi dan relaksasi pembulu darah terletak di pusat

vasomotor pada medulla oblongata di otak dimana dari vasomotor ini mulai

saraf simpatik yang berlajut ke bawah korda spinalis dan keluar dari kolomna

medulla ke ganglia simpatik di torax dan abdomen, rangsangan pusat

vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui

system syaraf simpatis. Pada titik ganglion ini neuron prebangln

melepaskanasetilkolin yang meranmgsang serabut saraf paska ganglionke

pembulu darah, dimana dengan melepaskan nere frineprine mengakibatkan

konstriksi pembulu darah.

Factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon

pembulu darah terhadap rangsang vasokonstriktif yang menyebabkan

vasokonstriksi pembulu darah akibat aliran darah yang ke ginjal menjadi

berkurang/ menurun dan berakibat diproduksinya rennin, rennin akan


18

merangsang pembentukan angiotensai I yang kemudian diubah menjadi

angiotensis II yang merupakan fasokonstriktor yang kuat yang merangsang

sekresi aldosterone oleh cortex adrenal dimana hormone aldosteron ini

menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal dan menyebabkan

peningkatan volume cairan intra vaskuler yang menyebabkan hipertensi.

Patofisiologis hipertensi adalah pada hipertensi primer perubahan

patologisnya tidak jelas didalam tubuh dan organ-organ. Terjadi secara

perlahan yang meluas dan mengambil tempat pada pembulu darahbesar dan

pembulu darah kecil pada organ-organ seperti jantung, ginjal, dan pembulu

darah otak. Pembulu seperti aorta, arteri coroner, arteri basiler yang ke otak

dan pembulu darah parifer di ekstremitas menjadi sklerotik dan membengkak.

Lumen-lumen menjepit, aliran darah ke jantung menurun, begitu juga ke otak

dan ekstremitas bawah bias juga terjadi kerusakan pembulu darah besar. (Ode,

2012)
19

2.2.6 Pathway

Jenis Kelamin

Hipertensi

Status Kesehatan
Berubah

Paparan Informsi
Kurang

Kurang
Pengetahuan

Kesiapan
Peningkatan
Pengetahuan
20

2.2.7 Penatalaksanaan

Terdapat 2 cara penanggulangan hipertensi yaitu dengan

nonformakologis dan dengan farmakologis. Cara non farmakologis dengan

menurunkan berat badan pada penderita ynag gemuk, diet rendah garam dan

rendah lemak, mengubah kebiasaan hidup, olah raga secara teratur dan control

tekanan darah secara teratur. Sedangkan dengan cara farmakologiss yaitu

dengan cara memberikan obat-obatan anti hipertensi seperti diuretic seperti

HCT, Higroton, Lasix. Beta bloker seperti propranolol. Alfa bloker seperti

phentolamin, prozazine, nitroprusside captapril.simphatolitic seperti

hydralazine, diazoxine. Antoganis kalsium seperti nefedipine (adalat).

Pengobatan hipertensi harus dilandasi oleh beberapa, yaitu pengobatan

hipertensi sekunder harus lebih mendahulukan pengobatan kausal, pengobatan

hipertensi esensial ditunjukan untruk menurunkan tekanan darah dengan

harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi, upaya

menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti hipertensi,

pengobatan hipertensi adalah pengobatan dengan jangka panjang bahkan

mungkin seumur hidup, pengobatan dengan menggunakan standard triple

therapy (STT) menjadi dasar pengobatan hipertensi. Tujuan pengobatan dari

hipertensi adalah menurunkan angka morbiditas sehingga upaya dalam

menemukan obat anti hipertensi yang memenuhi harapan terus berkembang

(Ode, 2012).
21

2.3 KONSEP KESIAPAN PENINGKATAN PENGETAHUAN

2.3.1 DEFINISI KESIAPAN PENINGKATAN PENGETAHUAN

Kesiapan peningkatan pengetahuan (Readiness For Enhanced

Knowledge) adalah keberadaan atau diperolehmya informasi secara kognitif

berhubungan dengan topik spesifik untuk memenuhi tujuan yang terkait

dengan masalah kesehatan sehingga individu dapat mengantisipasi (Doenges,

2011)

Kesiapan peningkatan pengetahuan (Readiness For Enhanced

Knowledge) adanya atau pemerolehan informasi kognitif yang berhubungan

dengan topik tertentu yang memadai untuk memenuhi tujuan terkait kesehatan

dan dapat ditingkatkan (Doenges, 2011).

2.3.2. PROSES TERJADINYA MASALAH

a.Faktor Predisposisi

1) Biologis

a) Latar belakang genetik : Riwayat ansietas dan gangguan mood dalam

keluarga

b) Status nutrisi : BB kurang (terlalu kurus), atau lebih dari BB ideal

c) Kondisi kesehatan secara umum : Memiliki riwayat penyakit fisik

 Riwayat penyakit kanker (semua jenis kanker)

 Riwayat gangguan pada paru-paru (seperti ada pada penyakit paru

obstruksi kronik, oedema paru, sumbatan jalan nafas, asma, embolus)

 Riwayat penyakit endokrin (Hipertiroid, hipoglikomi, hipotiroid,

premenstrual sindrom, menopause)


22

 Riwayat penyakit neurologis (Epilepsi; Huntington disease, multiple

disease, multiple sclerosis)

 Riwayat penyakit gastrointestinal (gastritis, ulkus peptic, CH),

 Riwayat penyakit integument (herpes, varicella, eskoriasis)

 Riwayat penyakit musculoskeletal (fraktur dengan amputasi)

 Riwayat penyakit reproduksi (impoten, vrigid, infertile)

 Riwayat penyakit kelamin (gonorrhea, sipilis)

 Riwayat penyakit imunologi : HIV, AIDS, sindrom steven jonhson)

d) Riwayat penggunaan zat:

Intoksikasi : obat anti kolinergik, aspirin, kafein, kokain, halusinogen

termasuk phenhiclidine)

e) Riwayat putus zat : alkohol, narkotik, sedatif, narkotik, hipnotik

f) Sensutivutas biologi

 Secara anatomi gangguan pada sistem limbik, thalamus dan korteks

frontal

 Sistem neurokimia : GABA, Norepinefrin (terlalu aktif atau kurang

aktif dibagian ota yang berkaitan dengan ansietas), serotonin

(kekurangan atau ketidakseimbangan)

g) Paparan terhadap racun

2) Psikologis

a) Inteligensi : RM ringan (IQ 50-70), RM sedang (IQ 35-50), kadang-

kadang tidak mampu membuat penilaian dan keputusan, kadang-kadang

tidak mampu berkonsentrasi, riwayat kerusakan struktur dilobus frontalis,

dimana lobus tersebut berpengaruh kepada proses kognitif.

b) Keterampilan verbal : Adanya kerusakan area motorik bicara (pelo, gagap)


23

c) Adanya gangguan sensori penglihatan dan pendengaran : Buta, tuli

d) Adanya pembatasan kontak sosial dengan keluarga dan teman : Perbedaan

budaya, lokasi tempat tinggal yang terisolasi, proses pengobatan : ICU,

NGT, ETT, Trakeostomi.

e) Moral : Konflik dengan norma atau peraturan dimasyarakat, tempat kerja.

f) Kepribadian : Ambang, istrionic, narsisitik, menghindar, dependen, obsesif

kompulsif/kepribadian pencemas

g) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan (korban perkosaan,

kehilangan pekerjaan atau pensiun, kehilangan sesuatu atau orang yang

diicntai, saksi kejadian traumatis, ketegangan peran, kekerasan,

penculikan, perampokan, kehamilan diluar nikah, perselingkuhan.

h) Konsep diri : Gambaran diri (tidak menyukai tubuhnya, merasa diri tidak

sempurna, ketidakpuasan terhadap ukuran tubuh, fungsi, penampilan dan

potensi yang dimiliki), identitas diri (kerancuan identitas), peran (konflik

peran, peran ganda, ketidakmampuan menjalankan peran, tuntutan peran

tidak sesuai usia), ideal diri (ideal diri tidak realistis, ideal diri terllau

rendah, ambisius), harga diri (harga diri rendah situasional)

i) Motivasi : Motivasi rendah, terutama motivasi dari dirinya sendiri.

j) Pertahanan psikologis : Self Control (kadang tidak mampu menahan diri

terhadap dorongan yang kurang positif), menurut pandangan psikoanalitik

(ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara 2 elemen

kepribadian (id dan super ego)


24

3) Sosial

a) Usia : Remaja, dewasa awal

b) Gender : Perempuan : Laki-laki = 2:1

c) Pendidikan : Kurang/rendah

d) Pendapatan : Kurang/rendah

e) Pekerjaan : Tidak tetap, tidak punya pekerjaan, tidak mandiri dalam

ekonomi, beban kerja yang terlalu tinggi

f) Status sosial : Belum bisa memisahkan diri dari autokritas keluarga

g) Latar belakang budaya : Budaya yang individualistis, nilai budaya yang

bertentangan dengan nilai kesehatan dan nilai dirinya

h) Agama dan keyakinan : Semua agama, kurang mengamalkan ajaran agama

dan keyakinannya mempunyai religi dan nilai agama yang buruk

i) Keikutsertaan dalam politik : Pengurus partai politik, post power

syndrome.

j) Pengalaman sosial : Adanya perasaan takut terhadap tidak adanya

penerimaan dan penolakan interpersonal , berpisah dengan orang yang

dicintai, kehilangan orang yang dicintai, lingkungan sosial yang

rawanbencana, kriminalitas, kadang tidak mampu behubungan secara

intim dengan lawan jenis.

k) Peran sosial : Gagal melaksanakan peran sosial

l) Keluarga : Proses imitasi dan identifikasi diri terhadap kedua orang tua

m) Hambatan lingkungan
25

2.3.3 Faktor Presipitasi

1) Nature

a) Biologis

 Status nutrisi : BB kurang ( terlalu kurus) atau lebih dari BB ideal

(overweight)

 Kondisi kesehatan secara umum : Memiliki sakit secara fisik

(kehilangan salah satu bagian tubuh, kehilangan fungsi tubuh).

 Sensitivitas biologis : Secara anatomi (gangguan pada sistem

limbik, thalamus, korteks frontal), system neurokimia (GABA),

Norepinefrin, serotonin.

 Paparan terhadap racun

b) Psikologis

 Intelegensi : RM Ringan (IQ 50-70), RM sedang (IQ 35-50),

kadang-kadang tidak mampu membuat penilaian dan keputusasaan,

kadang-kadang tidak mampu berkonsentrasi)

 Keterampilan verbal : Adanya kerusakan area motorik bicara (pelo,

gagap)

 Adanya gangguan sensori penglihatan dan pendengaran : buta, tuli

 Adanya pembatasan kontak sosial dengan keluarga dan teman :

perbedaan budaya, lokasi tempat yang terisolasi, proses pengobatan

: ICU, NGT, ETT, Trakeostomi.


26

2) Origin

a) Internal : Persepsi individu yang buruk tentang dirinya dan orang

lain serta kelemahan kemampuan.

b) Eksternal : Kurang dukungan kelompok (Peer Group), kurang

dukungan keluarga, kurang dukungan masyarakat)

3) Timing

a) Waktu terjadinya : Stress terjadinya dalam waktu dekat

b) Lamanya stimulasi : Stress terjadinya dalam waktu yang cukup

lama

c) Frekuensi : Stress terjadi secara berulang ulang atau terus menerus.

4) Number

a) Jumlah stressor lebih dari satu (semua stressor yang ada selama

usia tumbang)

b) Stress dirasakan sebagai masalah yang cukup berat.

2.3.4 Penilaian Terhadap Stressor

1) Kognitif (Doenges, et.al, 2008,Kim, 2006)

a) Menyatakan ketertarikan untuk belajar sesuatu

b) Mengungkapkan pengetahuan tentang topik tertentu

menggambarkan pengalaman yang llau terkait dengan topik

tersebut

2) Afektif

a) Merasa senang dengan pengetahuan tentang suatu topik yang

diketahui saat ini

b) Reaksi emosi sesuai dengan stressor yang dialami


27

3) Fisiologis

a) Mampu mendengarkan pesan dengan baik

b) Tidak ada keringat dingin pada saat melakukan aktivitas

perawatan diri

c) Tidak ada kelemahan, kelumpuhan atau kekakuan yang dapat

menghambat pergerakan saat melakukan perawatan diri

4) Sosial

a) Menanyakan atau mmeinta informasi tentang upaya yang

dilakukan untuk meningkatkan kesehatannya

b) Tidak ada kesulitan untuk melakukan hubungan sosial dengan

orang lain (mempunyai teman dekat)

c) Dapat menjawab pertanyaan sesuai kehendak perawat

5) Perilaku (NANDA, 2011)

a) Perilaku meminta informasi tentang suatu topik, menanyakan

sesuatu hal

b) Selama wawancara dapat duduk dengan tenang dan tampak

ketertarikan untuk mendengarkan

c) Tidak ada perilaku bermusuhan, histeris, agitasi, atau apatis

selama wawancara

d) Perilaku sesuai dengan pengetahuan yang diungkapkan

e) Menjelaskan pengetahuan tentang topik tertentu


28

2.3.5 Sumber Koping

1) Personal Ability

a) Kurang komunikatif

b) Hubungan interpersonal yang kurang baik

c) Kurang memiliki kecerdasan dan bakat tertentu

d) Mengalami gangguan fisik

e) Perawatan diri yang kurang baik

f) Tidak kreatif

2) Sosial Support

a) Hubungan yang kurang baik antar individu, keluarga, kelompok dan

masyarakat

b) Social/teman sebaya

c) Ada konflik nilai budaya

3) Material Asset

a) Kurang memiliki penghasilan secara individu

b) Sulit mendapat pelayanan kesehatan

c) Tidak memiliki pekerjaan/vokasi/posisi

4) Positive Belief

a) Tidak mempunyai keyakinan dan nilai yang positif

b) Kurang memiliki motivasi

c) Kurang berorientasi pada kesehatan

d) Lebih senang melakukan pengobatan dari pada pencegahan


29

2.3.6 Mekanisme Koping

1) Konstruktif

Kecemasan dijadikan sebagai tanda dan peringatan. Individu

menerimanya sebagai suatu pilihan untuk pemecahan masalah, seperti :

a) Negosiasi/kompromi

b) Meminta saran

c) Perbandingan yang positif, penggantian rewards,

2) Destruktif

Menghindari kecemasan tanpa menyelesaikan masalah atau konflik

tersebut, seperti: Denial, Supresi, Proyeksi, Menyerang, dan Menarik diri.

2.3.7 Diagnosa Keperawatan : Kesiapan peningkatan pengetahuan

2.3.8 Intervensi Keperawatan

Menurut Doengoes, Moorhouse dan Murr (2008), intervensi

keperawatan generalis yang dapat dilakukan pada individu dalam mengatasi

kesiapan peningkatan pengetahuan untuk meningkatkan pengetahuan individu

antara lain:

1. Tujuan

a. Klien menunjukkan responsibility untuk belajar ditandai oleh

ketertarikan/semangat pada saat menjawab setiap pertanyaan

b. Klien mampu mengidentifikasi sumber informasi yang akurat

c. Klien secara aktif mengungkapkan secara verbal informasi yang

dapat digunakannya

d. Klien dapat menggunakan informasi yang diperoleh dalam

mengembangkan rencana individu untuk meningkatkan kesehatan

atau mencapai tujuan


30

2. Intervensi Generalis

a. Bersama individu kembangkan perenanaan untuk belajar

1) Verifikasi tingkat pengetahuan individu tentang suatu topik

2) Tentukan motivasi dan besarnya harapan individu untuk dalam

belajar

3) Bantu individu mengidentifikasi tujuan dari pembelajaran

4) Pastikan metode pembelajaran yang disukai ( misal : auditory,

visual, interaktif, tangan)

5) Identifikasi dan catat faktor interpersonal yg dapat

mempengaruhi pembelajaran (misal : umur/tingkat

perkembangan, jenis kelamin, pengaruh budaya/sosial, agama,

pengalaman hidup, tingkat pendidikan)

6) Tentukan hal-hal yang dapat menganggu pembelajaran (misalnya

: individu tidak dapat membaca, pembicaraan atau bahasa yang

digunakan individu dengan tenaga kesehatan lain, disleksia),

faktor fisik (misal : defisit sensory, seperti gangguan dalam

pendengaran dan penglihatan, aphasia), fisik yang tidak stabil

(misal: sakit akut, intoleransi aktivitas), gangguan material dalam

pembelajaran.
31

b. Fasilitasi pembelajaran

1) Berikan informasi dalam format yang bervariasi dan tepat pada

gaya pembelajaran individu ( misl : audiotape, booklet, video,

kelas/seminar, internet)

2) Berikan dapat dijadikan bahan pembelajaran ( misal :

bibliography dan webset)

3) Diskusikan jalan atau cara untuk mengetahui sumber informasi

yang akurat

4) Identifikasi sumber komunitas dan kelompok yang tepat yang

dapat memberikan informasi.


32

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Gerontik

Asuhan keperawatan Gerontik adalah suatu ramgkaian yang diberikan

melalui praktik keperawtan kepada Lansia untuk membantu menyelesaiakn

masalah kesehatan keluarga tersebut dengan menggunakan pendekatan proses

keperawatan (Boylon dan Maglaya, 2007).

2.4.1 Pengkajian

Menurut Muwami (2007), pengkajian adalah suatu tahapan dimana

seseorang perawat mengambil infomasi secara terus menerus terhadap

lansia yang dibinanya.

Sumber informasi dan tahapan dapat menggunakan metode :

a. Wawancara keluarga.

b. Observasi fasilitas rumah.

c. Pemeriksaan tekanan darah dari anggota keluarga.

Pada proses pengkajian ada hal-hal yang perlu dikaji dalam Lansia

diantaranya adalah :

1. Data umum

Dalam proses pengkajian keperawatan keluarga terhadap data

umum keluarga meliputi :

1) Nama kepala keluarga (KK).

2) Alamat dan telepon.

3) Pekerjaan kepala keluarga.

4) Pendidikan kepala keluarga.

5) Komposisi keluarga (Genogram).

6) Tipe keluarga
33

Menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga beserta kendala

atau masala-masalah yang terjadi dengan jenis tipe keluarga

tersebut.

7) Tipe bangsa

Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut serta

mengidentifikasi budaya suku bangsa tersebut terkait

dengan kesehatan.

8) Agama

Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta

kepercayaan yang dapat mempengaruhi kesehatan.

9) Status sosial ekonomi keluarga

Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapat

baik dari kepala keluarga maupun anggota keluarga

lainnya. Selain itu status sosial ekonomi keluarga

ditentukan pula oleh kebutuhan-kebutuhan yang

dikeluarkan opleh keluarga serta barang-barang yang

dimiliki oleh keluarga.

10) Aktivitas rekreasi keluarga

Rekreasi keluarga tidak hanya dilihat kapan saja keluarga

pergi bersama-sama untuk mengunjungi tempat rekreasi

tertentu namun dengan menonton TV dan mendengarkan

radio juga merupakan aktivitas rekreasi.


34

2. Riwayat dan tahapan perkembangan keluarga

1) Tahapan pekembangan keluarga saat ini

Tehap perkembangan keluarga ditntukan dengan anak tertua

dari keluarga ini. Contoh : bapak A mempunyai 2 orang anak,

anak pertama berumur 7 tahun anak kedua berumur 4 tahun,

maka keluarga Bapak A berada tahapan perkembangan

keluarga dengan usia anak sekolah.

2) Tahapan perkembangan keluarga yang belum terpenuhi

Menjelaskan menenai tugas perkembangan yang belum

terpenuhi oleh keluarga sertaa kendala mengapa tugas

perkembangan tersebut belum terpenuhi.

3) Riwayat keluarga imti

Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga inti,

yang meliputi riwayat penyakit keturunan, riwyat kesehatan

masing-masing anggota keluarga, perhatian terhadap

pencegahan penyakit (status imunisasi), sumber pelayanan

kesehatan yang biasa digunakan keluarga serta pengalaman-

pengalaman terhadap pelayanan kesehatan.

4) Riwayat keluarga sebelumnya

Dijelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga dari

pihak suami dan istri.


35

3. Pengkajian lingkungan

1) Karakteristik rumah

Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas rumah,

tipe rumah, jumlah ruangan, jumlah jendela, pemanfaatan

ruangan, peletakan perabotan rumah tangga, jenis septic tank,

jarak septic tank dengan sumber air, sumber air minum yang

digunakan serta denah rumah.

2) Karakteristik tetangga dan komunitas RW

Menjelaskan mengenai karateristik dari tetangga dan komunitas

setempat, yang meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, aturan atau

kesepakatan penduduk setempat, budaya setempat yang

mempengaruhi kesehatan.

3) Mobilitas geografis keluarga

Mobilitas geografis keluarga ditentukan dengan kebiasaan

keluarga berpindah tempt.

4) Perkumpulan keluarga dan intraksi dengan masyarakat

Menjelaskan mengenai waktu yang digunkan keluarga untuk

berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh

mana keluarga interaksinya dengan masyarakat.

5) System pendukung keluarga

Yang termasuk pada system pendukung keluarga adalah jumlah

anggota keluarga yang sehat, fasilitas-fasilitas yang dimiliki

keluarga untuk menunjang kesehatan. Fasilitas mencakup

fasilitas fisik, fasilitas psikologis atau dukungan dari anggota


36

keluarga dan fasilitas sosial atau dukungan dari masyrakat

setempat.

4. Struktur keluarga

1) Pola komunikasi keluarga

Menjelaskan mengenai cara komunikasi antar anggota keluarga.

2) Struktur kekuatan keluarga

Kemampuan anggota keluarga mengidentifikasi dan

mempengaruhi orang lain untuk merubah perilaku.

3) Struktur peran

Menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga baik

secara formal maupun informal.

4) Nilai atau norma keluarga

Menjelaskan mengenai nilai dan norma yang dianut oleh keluarga

yang berhubungan dengan kesehatan.

5. Fungsi keluarga

1) Fungsi afektif

Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga,

perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan

keluarga terhadap anggota keluarga lainnya, bagaimana

kehangatan terciptanya pada anggota keluarga , dan bagaimna

keluarga mengembangkan sikap saling menghargai.

2) Fungsi sosialisasi

Hal yang perlu dikaji bagaimana interaksi atau hubungan dalam

keluarga, sejauh mana anggotakeluarga belajar disiplin, norma,

budaya, dan perilaku.


37

3) Fungsi perawatn kesehatan

Menjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan makanan,

pakaian, perlindungan serta merawat anggota keluarga yang

sakit. Sejauh mana pengetahuan keluarga mengenai sehat-sakit.

Kesangupan keluarga di dalam melaksanakan perawatan

kesehatan dapat dilihat dari kemampuan keluarga melaksanakan

5 tugas kesehatan keluarga mampu mengenal masalah kesehatan,

mengambil keputusan untuk melakukan tindakan, melakukan

perawatn terhadap anggota yang sakit, menciptakan lingkungan

yang dapat meningkatkan kesehatan, dan keluarga mampu

memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat di lingkungan

stempat.

Hal-hal yang dikaji sejauh mana keluarga melakukan

pemenuhan tugas perawatan keluarga adalah :

a. Untuk mengetahui kemampuan keluarg mengenal masalah

kesehatan, yang perlu dikaj adalah sejauh mana keluarga

mengetahui mengenai fakta-fakta dari masalah kesehatan

yang meliputi pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab

dan yang mempengaruhinya serta persepsi keluarga terhadap

masalah.

b. Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengambil

keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat, hal yang

perlu dikaji adalah :

a. Sejauh mana kemampuan keluarga mengerti sifat luasnya

masalah.
38

b. Apakah masalah kesehatan dirasakan oleh keluarga.

c. Apakah keluarga merasa menyerah terhadap masalah

yang dialami.

d. Apakah keluarga merasa takut akan akibat dari tindakan

penyakit.

e. Apakah keluarga mempunyai sikap negative terhadap

masalah kesehatan.

f. Apakah keluarga dapat menjakau fasilitas kesehatan yang

ada.

g. Apakah keluarga kurang percaya terhadap tenaga

kesehatan.

h. Apakah keluarga mendapat informasi yang salah terhadap

tindakan dalam mengatasi masalah.

c. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan

keluarga merawat anggota keluarga yang sakit,

yang perlu dikaji adalah :

(1) Sejauh mana keluarga mengetahui keadaan

penyakit (sifat, penyebaran, komplikasi

prognosa, dan cara perawatannya).

(2) Sejauh mana keluarga mengetahui tentang sikap

dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan.

(3) Sejauh mana keluarga mengetahui keberadaan

fasilitas yang diperlukan untuk perawatan.

(4) Sejauh mana keluarga mengetahui sumber-

sumber yang ada dalam keluarga (anggota


39

keluarga yang bertanggung jawab, sumber

keuangan/financial, fasilitas fisik, psikososial).

(5) Bagaimana sikap keluarga terhadap yang sakit.

d. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan

keluarga memelihara lingkungan rumah yang

sehat, hal yang perlu dikaji adalah :

(1) Sejauh mana keluarga mengetahui sumber-

sumber keluarga yang dimiliki.

(2) Sejauh mana keluarga melihat keuntungan atau

manfaat pemeliharaan lingkungan.

(3) Sejauh mana keluarga mengetahui pentingnya

hygiene sanitasi.

(4) Sejauh mana keluarga mengetahui upaya

pencegahan penyakit.

(5) Sejauh mana sikap/pandangan keluarga

terhadap hygiene sanitasi.

(6) Sejauh mana kekompakan antar anggota

keluarga.

e. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan

keluarga menggunakan fasilitas/pelayanan

kesehatan di masyarakat, hal yang perlu dikaji

adalah :

(1) Sejauh mana keluarga mengetahui keberadaan

fasilitas kesehatan.

(2) Sejauh mana keluarga memahami keuntungan-


40

keuntungan yang dapat diperoleh dari fasilitas

kesehatan.

(3) Sejauh mana tingkat kepercayaan keluarga

terhadap petugas dan fasilitas kesehatan.

(4) Apakah keluarga mempunyai pengalaman

yang kurang baik terhadap petugas kesehatan.

(5) Apakah fasilitas kesehatan yang ada

terjangkau oleh keluarga.

f. Fungsi reproduksi

Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi reproduksi

keluarga ada beberapa yaitu :

(1) Berapa jumlah anak.

(2) Bagaimana keluarga merencanakan jumlah

anggota keluarga.

(3) Metode apa yang digunakan keluarga

dalam upaya mengendalikan jumlah anggota

keluarga.

g. Fungsi ekonomi

Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi ekonomi

keluarga terdiri dari beberapa yaitu :

(1) Sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan

sandang, pangan dan papan.

(2) Sejauh mana keluarga memanfaatkan sumber

yang ada di masyarakat dalam upaya

peningkatan status kesehatan keluarga.


41

h. Stres dan koping keluarga

(1) Stresor jangka pendek dan panjang

Stresor jangka pendek yaitu stresor yang dialami keluarga

yang memerlukan penyelesaian dalam waktu ± 6 bulan.

Sedangkan stresor jangka panjang yaitu stresor yang

dialami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam

waktu lebih dari 6 bulan.

(2) Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi/stressor

Hal yang perlu dikaji adalah sejauh mana keluarga

berespon terhadap situasi atau stresor.

(3) Strategi koping yang digunakan

(4) Strategi koping apa yang digunakan keluarga bila

menghadapi permasalahan.

(5) Strategi adaptasi disfungsional

Dijelaskan mengenai strategi adaptasi disfungsional yang

digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan.

i. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota

keluarga. Metode yang digunakan pada pemeriksaan fisik

berbeda dengan pemeriksaan fisik di klinik.

j. Harapan keluarga

Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan

keluarga terhadap petugas kesehatan yang ada.


42

2.4.2 Intervensi

Tabel 2.1 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan Kesiapan Peningkatan

Pengetahuan menurut SDKI Tahun 2016

Standar Kriteria Hasil/ Standar Luaran Standar Intervensi

Diagnosa

Kesiapan Setelah di lakukan tindakan 3 kali Observasi

Peningkatan 24 jam terhitung 3 kali kunjungan 1. Identifikasi informasi yang

Pengetahuan b.d homecare dengan masalah Kesiapan akan disampaikan.

Hipertensi di Peningkatan Pengetahuan. 2. Identifikasi pemahaman

tandai dengan Dengan kriteria : tentang kondisi kesehatan saat

menjelaskan 1. Tingkat pengetahuan diharapkan ini.

pengetahuan meningkat. 3. Identifikasi kesiapan

tentang suatu 2. Memori Motivasi diharapkan menerima informasi.

topik tetap diingat Terapeutik


Definisi : 3. Proses Informasi semakin
4. Lakukan penguatan potensi
keberadaan atau meningkat
penerimaan informasi.
diperolehmya 4. Tingkat Kepatuhan semakin
5. Fasilitasi mengenal kondisi
informasi secara meningkat
tubuh yang membutuhkan
kognitif 5. Status Kognitif semakin
pelayanan keperawatan.
berhubungan meningkat

dengan topik
Edukasi
spesifik untuk
6. Berikan informasi (alur,
memenuhi tujuan
leaflet, gambar).
yang terkait
43

dengan masalah 7. Anjurkan keluarga

kesehatan mendampingi pasien selama

sehingga individu jika memungkinkan.

dapat

mengantisipasi.

2.4.3 Implementasi

Standar Diagnosa Standar Implentasi

Kesiapan Peningkatan Pengetahuan Observasi

Definisi : 1. Identifikasi informasi yang akan disampaikan.

keberadaan atau diperolehmya informasi 2. Identifikasi pemahaman tentang kondisi

secara kognitif berhubungan dengan kesehatan saat ini.

topik spesifik untuk memenuhi tujuan 3. Identifikasi kesiapan menerima informasi.

yang terkait dengan masalah kesehatan Terapeutik

sehingga individu dapat mengantisipasi.


4. Lakukan penguatan potensi penerimaan

informasi.

5. Fasilitasi mengenal kondisi tubuh yang

membutuhkan pelayanan keperawatan.

Edukasi

6. Berikan informasi (alur, leaflet, gambar).

7. Anjurkan keluarga mendampingi pasien selama

jika memungkinkan.
44

2.4.4 Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Evaluasi

merupakan sekumpulan informasi yang sistematik berkenan dengan program

kerja dan efektifitas dari serangkaian program yang digunakanterkait program

kegiatan, karakteristik dari hasil yan telah dicapai. Meskipun tahap evalusi

diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral

pada setiap tahap proses keperawatan.

Adapun proses keperawatan yang dilakukan seperti:

a. Mengukur pencapaian tujuan klien

1) Kognitif (pengetahuan) untuk mengukur kemampuan klien, setelah

klien diajarkan teknik-teknik perawat tertentu.

2) Affektif (status emosional) cenderung kepenilaian subyektif yang

sangat sulit diukur.

3) Psikomotor.

4) Perubahan fungsi tubuh dan gejala.

b. Penentuan keputusan pada tahap evaluasi

1) Klien telah mencapai hasil yang ditentukan dalam tujun.

2) Klien masih dalam proses mencapai tujuan yang ditentukan.

3) Klien tidak dapat mencapai hasil yang telah ditentukan.


45

Kerangka Konsep

Faktor Yang Mempengaruhi : Hipertensi Pada Gerontik


1. Genetic
2. Obesitas
3. Merokok Kurang Pengetahuan
4. Alcohol
5. Stress Karena Lingkungan
Hilangnya elastisitas jaringan Kesiapan Peningkatan
karena pelebaran Pengetahuan

Proses Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
SDKI
2. Diagnose Keperwatan
Gerontik Dengan Kesiapan
Peningkatan Pengetahuan 3. Intervensi
4. Implementasi
5. evaluasi

SLKI
1. Tingkat pengetahuan
2. Memori motivasi
3. Proses informasi
4. Tingkat kepatuhan
5. Status kognitif
Keteranagan :

: Diteliti

: Tidak diteliti

Bagan 2.2 Kerangka Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan

Kesiapan Peningkatan Pengetahuan Pada Pasien Hipertensi


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Desain penelitian ini adalah studi kasus untuk mengeksplorasi masalah

asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami Hipertensi dengan Pola Diit di

Wilayah Puskesmas Gondanglegi Kabupaten Malang. Penelitian menggunakan 2

pasien dengan kasus yang sama dan setiap pasien dilakukan tindakan yang

berbeda, kemudian akan dibahas mengenai hasil dan respon pasien terkait dengan

tindakan yang dilakukan apa ada perbedaan atau tidak. Masing-masing pasien di

observasi selama 3 hari home care.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Pada studi kasus ini akan dilakukan di Wilayah Puskesmas Gondanglegi

Kabupaten Malang, pada pasien 1 dilaksanakan mulai bulan Januari minggu ke

tiga, dan pada pasien 2 dilaksanakan mulai bulan Januari minggu ke empat. Studi

kasus yang dilakukan pada pasien 1 dan 2 masing - masing di laksanakan selama

3 hari pada saat kunjungan kerumah homecare.

3.3 Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah 2 pasien dengan diagnosis kesiapan

peningkatan pengetahuan di Wilayah Puskesmas Gondanglegi Kabupaten Malang

dengan batasan karakterist Hipertensi.

46
47

3.4 Kerangka Kerja Penyusunan proposal studi kasus

Protokol uji kelayakan etik

Ujian proposal studi kasus

Subjek penelitian Keluarga Hipertensi Dengan Kesiapan


Peningkatan Pengetahuan

Pengkajian keperawatan

Metode pengumpulan data : wawancara dan observasi dan


dokumentasi

Diagnosa Keperawatan

Intervensi keperawatan

Implementasi keperawatan

Evaluasi catatan perkembangan

Pembahasan

kesimpulan
48

Bagan 3.1 Kerangka kerja studi kasus pada Keluarga Hipertensi Dengan

Kesiapan Peningkatan Pengetahuan


49

1.5 Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pengkajian dengan mengumpulkan

informasi tentang status kesehatan klien secara sistematis dan terus menerus.

Pengkajian pada saat klien masuk merupakan data dasar untuk mengidentifikasi

masalah klien, sedangkan pengkajian selanjutnya merupakan monitor dari status

kesehatan klien yang berfungsi untuk mengidentifikasi masalah dan komplikasi

yang baru timbul. Data dapat dikumpulkan dari berbagai sumber.

1. Pengumpulan data

a. Persiapan

Meminta surat pengantar dari STIKes Kepanjen untuk diberikan kepada

BAKESBANGPOL Kabupaten Malang guna melakukan studi

pendahuluan. Setelah mendapat surat dari BAKESBANGPOL Kabupaten

Malang lalu meminta ijin melakukan Studi Pendahuluan kepada Dinkes

Kabupaten Malang, selanjutnya setelah studi pendahuluan selesai, lalu

meminta ijin untuk melakukan penelitian di Desa Gondanglegi Kepada

Dinkes Kabupaten Malang.

b. Pelaksanaan

Setelah semua surat perijinan selesai, dilanjutkan dengan

menentukan klien dan keluarga yang bersedia. Setelah mendapatkan klien

dan keluarga yang tidak mengethui diit pada pasien hiperetnsi yang

pertama dilakukan adalah melakukan BHSP (Bina Hubungan Saling

Percaya) kepada Klien dan Keluarga kemudian meminta persetujuan

klien dan Keluarga untuk dijadikan sebagai subjek penelitian. Setelah


50

klien dan keluarga bersedia maka penelitian baru dilaksanakan, melakukan

pengkajian kemudian melakukan pemeriksaan fisik dan observasi kepada

pasien. Metode pengumpulan data yang digunakan :

1. Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas klien, keluhan

utama, riwayat penyakit sekarang, dahulu, keluarga dll) sumber data

dari klien, keluarga, tenaga kesehatan di desa tersebut.

2. Observasi metode pengumpulan data melalui pengamatan langsung

atau peninjauan secara cermat di lapangan atau lokasi penelitian.

Dalam hal ini, peneliti dengan berpedoman kepada desain

penelitiannya perlu mengunjungi lokasi penelitian untuk mengamati

langsung berbagai hal atau kondisi yang ada di lapangan.

3. pemeriksaan fisik berisi tentang keadaan umum klien, tekanan darahn

nadi, suhu, pernafasan, berat badan, tinggi badan, keluhan fisik,

pemeriksaan fisik (head to toe) .

c. Setelah pelaksanaan

Studi dokumentasi dan angket (hasil dari pemeriksaan diagnostik

dan data lain yang relevan dari catatan bidan di puskesmas gondanglegi).

Mendokumentasikan semua kegiatan yang telah dilakukan membuat

lembar observasi.

3.6 Uji Keabsahan Data

Untuk menguji kualitas data atau informasi yang diperoleh sehingga

menghasilkan data dengan validitas tinggi. Sumber informasi tambahan


51

mengunakan triagulasi data dari tiga sumber utama : klien, keluarga, dan

tenaga kesehatan berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.

Triagulasi data adalah usaha mengecek kebenaran data atau informasi yang

diperoleh peneliti dari sudut pandang yang berbeda dengan cara sebanyak

mungkin bisa yang terjadi saat pengumpulan dan analisis data.

3.7 Analisis Data

Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu

pengumpulan data sampai dengan semua data terkumpul. Analisa data

dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan

dengan teori yang ada dan selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan.

Teknik analisis yang digunakan dengan cara menarasikan jawaban-jawaban

yang diperoleh dari hasil interpretasi wawancara mendalam yang dilakukan

untuk menjawab rumusan masalah. Teknik analisis digunakan dengan cara

observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi yang menghasilkan data untuk

selanjutnya diiterpretasikan dan dibandingkan teori yang ada sebagai bahan

untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi tersebut.

Urutan dalam analisis adalah:

1.Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dari hasil WOD (Wawancara, Observasi, Dokumen).

Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin dalam bentuk

transkrip.

a. Wawancara dilakukan pada klien dan keluarga untuk melakukan

pengkajian awal agar klien dan keluarga klien bisa membina hubungan
52

saling percaya dengan perawat. Setelah klien dan keluarga klien

mempercayai perawat, kemudian lakukan tahapan pengkajian, diagnosa

keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan.

b. Observasi dilakukan dengan melihat dari diit yang selama ini digunakan

oleh keluarga, sudah sesuai atau tidak.

c. Dokumentasi, dilakukan dengan menuliskan data objektif dan data

subjektif yang ditemukan di lembar pengkajian yang telah disediakan.


53

2.Mereduksi Data

Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan

dijadikan satu dalam bentuk transkrip.

3.Penyajian Data

Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan.

Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan identitas dari

responden

4. Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan dengan

hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku kesehatan.

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi. Data yang

dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis, perencanaan, tindakan

dan evaluasi

3.7 Etik Penelitian

Menurut Siswati, (2013), Etika dalam penyusunan studi kasus terdiri dari :

1. Respect

Respect adalah perilaku perawat yang menghormati/atau menghargai

pasien/atau klien atau keluarganya. Perawat harus menghargai hak-hak

pasien/klien seperti hak untuk pencegahan bahaya mendapat penjelasan

yang benar sesuai kewenangan perawat. Penghargaan perawaat pada

pasien/atau klien diwujudkan dalam pemberian asuhan keperawatan yang

bermutu secara ramah dan penuh perhatia.


54
55

2. Autonomy

Autonomi berkaitan dengan hak seseorang untuk memilih yang

terbaik bagi dirinya sendiri, meskipun demikian terdapat berbagai

keterbatasan, terutama yang berkaitan dengan situasi dan kondisi, latar

belakang individu, campur tangan hukum Tenaga kesehatan professional

yang ada. Dalam hal ini perawat memberikan hak otonomi pasien

menerima atau menolak tindakan yang diberikan.

3. Non-malifiance

Non-malifiance adalah kewajiban perawat untuk tidak dengan sengaja

menimbulkan kerugian atau cidera. Kerugian atau cidera dapat diartikan

adanya kerusakan fisik seperti nyeri, kecacatan, kematian, atau gangguan

emosi antara lain perasaan tidak berdaya, merasa emosional, merasa

terisolasi, dan adanya kekesala. Maka perawat harus memberikan tindaka

sesuai SOP dan tidak boleh lalai secara sengaja.

4. Honesty

Honesty adalah kewajiban perawat untuk menyatakan suatu

kebenaran, tidak berbohong atau menipu orang lain. Yang bisa dilakukan

dengan inform consent kebenaran bisa diungkapkan sepanjang tidak

membahayakan pasien dan sesuai kewenangan perawat.

5. Secrecy

Secrecy adalah sikap menjaga infomasi yang ada. Sikap perawat

terhadap semua informasi tentang klien yang harus dijaga kerahasiaannya.

6. Informed Consent
56

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden penelitian yang memberikan lembar persetujuan.

Informed consent diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.

7. Anonimity

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur

dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil

penelitian yang akan disajikan.

8. Justice

Justice adalah kewajiban untuk berlaku adil kepada semua orang

dengan kata lain tidak memihak. Maka perawat harus memberikan

pelayanan yang sama sesuai kebutuhan terhadap pasien yang dirawat.

9. Accountability

Accountability adalah bertindak secara konsisten sesuai dengan

standar praktik dan tanggung jawab profesi. Maka perawat harus

memberikan asuhan keperawatan bukan tindaka medis.


57

Anda mungkin juga menyukai