Anda di halaman 1dari 21

Makalah

Pelayanan Antenatal Terpadu dan Program Promotif Preventif


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Bidan Komunitas
Yang Dibimbing Oleh :
Dr. Diadjeng Setyo W, SST, M. Kes

Disusun Oleh:

Disusun Oleh:

Ema Kumala Ningrum 155070601111001


Yuliani Rohmawati 155070601111002
Rizkatul Baro’ah 155070601111004
Meisa Mir’atul Qoni’ah 155070601111005
Dewi Sukma Apriliani 155070601111006
Dyah Aulia Perwitasari 155070601111007
Nur Annisah Arifin 155070601111008
Sandra Dwi Puspita Sari 155070601111009

PROGRAM STUDI KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................................. iii
BAB I .............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN......................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
1.3 Tujuan .......................................................................................................................... 2
BAB II............................................................................................................................................. 4
PEMBAHASAN............................................................................................................................ 4
2.1 Imunisasi Rotovirus ............................................................................................... 4
2.1.1 Definisi ................................................................................................................ 4
2.1.2 Dosis dan Jadwal Pemberian...................................................................... 5
2.1.3 Indikasi ............................................................................................................... 5
2.1.4 Kontraindikasi ................................................................................................. 5
2.1.5 Efek Samping.................................................................................................... 6
2.2 Imunisasi Typhus/Tifoid...................................................................................... 7
2.2.1 Definisi ................................................................................................................ 7
2.2.2 Dosis dan Jadwal Pemberian...................................................................... 8
2.2.3 Indikasi .............................................................................................................10
2.2.4 Kontraindikasi ...............................................................................................10
2.2.5 Efek Samping..................................................................................................11
2.3 Imunisasi Hepatitis A...........................................................................................11
2.3.1 Definisi ..............................................................................................................11
2.3.2 Dosis dan Jadwal Pemberian....................................................................11
2.3.3 Indikasi .............................................................................................................13
2.3.4 Kontraindikasi ...............................................................................................13
2.3.5 Efek Samping..................................................................................................14
BAB III .........................................................................................................................................15
PENUTUP ...................................................................................................................................15
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................15

i
3.2 Saran ................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. iii

ii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan
makalah diskusi “Imunisasi Anjuran (Rotavirus, Typhus dan Hepatitis A)” ini
dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Penyusun berterima
kasih kepada Ibu Mega Ulfah, SST, M.Keb selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan bimbingan kepada penyusun.
Penyusun sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan bagi para pembacanya. Penyusun
juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penyusun berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah
penyusun buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi
penyusun maupun orang yang membacanya. Sebelumnya penyusun mohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan
penyusun memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.

Malang, 19 April 2018

Penyusun

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan anak masih menjadi fokus perhatian masyarakat dunia. Hal
ini dibuktikan dengan salah satu indikator ketiga dari 17 indikator dalam
Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu pada tahun 2030, angka
kematian neonatal sedikitnya 12 per 1000 kelahiran hidup dan angka
kematian anak dibawah usia 5 tahun sedikitnya 25 per 1000 kelahiran hidup
(United Nations, 2015). Di Indonesia, lebih dari 1,4 juta anak tiap tahun
meninggal dunia karena berbagai penyakit seperti difteri, tetanus, hepatitis
B, radang selaput otak, radang paru-paru, pertusis dan polio. Penyakit -
penyakit tersebut sering disebut dengan istilah PD3I atau penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi (Profil Kesehatan Indonesia, 2013). Melalui
program imunisasi diharapkan anak terlindungi dan terbebas dari penularan
atau serangan penyakit yang menimbulkan kecacatan atau kematian (IDAI,
2014).
Imunisasi sendiri merupakan salah satu upaya prioritas Kementerian
Kesehatan dalam mencegah terjadinya penyakit menular yang dilakukan
sebagai salah satu bentuk nyata komitmen pemerintah untuk menurunkan
angka kematian pada anak (Permenkes, 2009). Imunisasi merupakan suatu
program yang dengan sengaja memasukkan antigen lemah agar merangsang
antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten terhadap penyakit tertentu.
Sistem imun tubuh mempunyai suatu sistem memori (daya ingat), ketika
vaksin masuk kedalam tubuh, maka akan dibentuk antibodi untuk melawan
vaksin tersebut dan sistem memori akan menyimpannya sebagai suatu
pengalaman. Jika nantinya tubuh terpapar dua atau tiga kali oleh antigen
yang sama dengan vaksin maka antibodi akan tercipta lebih kuat dari vaksin
yang pernah dihadapi sebelumnya (Atikah,2010).
Di Indonesia sendiri berdasarkan jenis penyelenggaraannya, imunisasi
dibagi menjadi 2 yaitu imunisasi wajib dan imunisasi anjuran. Tujuan
imunisasi anjuran sama dengan tujuan imunisasi pada umumnya yaitu untuk

1
melindungi dan mencegah terhadap penyakit-penyakit menular yang sangat
berbahaya bagi bayi dan anak. Jenis-jenis penyakit yang dapat dicegah
melalui imunisasi yang diwajibkan ada 6 macam penyakit yaitu tuberkolosis
(TBC), difteri, pertusis (batuk rejan atau batuk 100 hari), tetanus,
poliomyelitis dan campak. Sedangkan imunisasi yang dianjurkan pada bayi
seperti Hib (Hemophilus Influenzae tipe B), Pneumokokus, tifoid dan
hepatitis A ( Aminah MS, 2009).
Kebanyakan dari orang tua hanya berfokus pada pemenuhan
imunisasi dasar saja. Di Indonesia sendiri orang tua yang memiliki
pengetahuan dan melaksanakan imunisasi anjuran masih sangat sedikit.
Menurut WHO (2012), setiap tahun diperkirakan ada sekitar 1,4 juta kasus
hepatitis A di seluruh dunia. Angka kejadian demam tifoid di dunia
diperkirakan sebanyak 21 juta kasus dan sekitar 220.000 orang meninggal
setiap tahun (WHO, 2014). Pada dasarnya semua penyakit-penyakit tersebut
dapat dicegah dengan imunisasi anjuran. Orang tua perlu memiliki wawasan
mengenai imunisasi-imunisasi apa saja yang dapat diberikan pada anak
sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Dari latar
belakang tersebut penulis tertarik untuk menulis makalah dengan judul
“Imunisasi Anjuran (Rotavirus, Typhus dan Hepatitis A)”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi, dosis dan jadwal pemberian, indikasi, kontraindikasi dan
efek samping dari imunisasi rotavirus?
2. Apa definisi, dosis dan jadwal pemberian, indikasi, kontraindikasi dan
efek samping dari imunisasi typhus?
3. Apa definisi, dosis dan jadwal pemberian, indikasi, kontraindikasi dan
efek samping dari imunisasi heoatitis A?

1.3 Tujuan
1. Memahami definisi, dosis dan jadwal pemberian, indikasi,
kontraindikasi dan efek samping dari imunisasi rotavirus
2. Memahami definisi, dosis dan jadwal pemberian, indikasi,
kontraindikasi dan efek samping dari imunisasi typhus

2
3. Memahami definisi, dosis dan jadwal pemberian, indikasi,
kontraindikasi dan efek samping dari imunisasi hepatitis A

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Imunisasii Rotavirus

2.1.1 Definisi
Vaksin rotavirus adalah vaksin yang melindungi terhadap penyakit
diare dan muntah yang disebabkan oleh bakteri rotavirus. Sebelum tersedia
vaksin rotavirus, penyakit ini sering dan merupakan masalah kesehatan
pada anak. Hampir sebagian besar anak di Indonesia pernah terinfeksi
rotavirus sebelum usia 5 tahun. Akan tetapi, vaksin rotavirus ini tidak
melindungi bayi dari penyakit diare yang disebabkan oleh bakteri lain
(IDAI, 2017) .

Menurut IDAI (2014), sebelum tersedia vaksin rotavirus, hampir


sebagian anak di seluruh dunia termasuk Indonesia pernah terinfeksi
rotavirus sebelum berusia 5 tahun. Setiap tahun dilaporkan lebih dari
400.000 balita harus dibawa berobat ke dokter akibat infeksi rotavirus,
lebih dari 200.000 bayi/anak dibawake unit gawat darurat, sekitar
55.000-70.000 bayi/anak perlu perawatan di rumah sakit, dan 20-60 anak
meninggal. Rotavirus adalah nama virus yang dapat menyebabkan diare,
terutama pada bayi dan anak balita. Rotavirus ini dapat menyebabkan bayi
atau anak mengalami diare berat sampai kekurangan cairan (dehidrasi),
muntah, dan demam. Sejak tahun 2006, vaksin rotavirus telah berhasil
menurunkan angka perawatan di rumah sakit akibat infeksi rotavirus.

Rotavirus adalah penyebab utama gasrroenteritis pada anak-anak.


Insiden diare akibat rotavirus di Indonesia terjadi sepanjang tahun dengan
jumlah kematian mencapai sekitar 10.088 anak per tahun. Virus ini
ditularkan melalui rute tinja-oral dengan tingkat transmisi tinggi (Pangesti
& Setiawaty, 2014). Vaksin rotavirus dapat diberikan bersamaan dengan
vaksin lain.

4
2.1.2 Dosis dan Jadwal Pemberian
Terdapat dua jenis Vaksin Rotavirus (RV) yang telah ada di pasaran yaitu
vaksin monovalent dan pentavalent. Vaksin monovalent oral berasal dari
human RV vaccine RIX 4414, dengan sifat berikut:

a. Live, attenuated, berasal dari human RV/galur 89 – 12


b. Monovalen, berisi RV tipe G1, P1A (P8), mempunyai neutralizing epitope
yang sama dengan RV tipe G1, G3, G4 dan G9 yang merupakan mayoritas
isolat yang ditemukan pada manusia
c. Vaksin diberikan secara oral dengan dilengkapi bufer dalam kemasannya
d. Pemberian dalam 2 dosis pada usia 6–12 minggu dengan interval 8
minggu

Sedangkan vaksin pentavalent oral merupakan kombinasi dari strain yang


diisolasi dari human dan bovine yang bersifat:

a. Live, attenuated, empat reassortant berasal dari human G1,G2,G3 dan G4


serta bovine P7. Reassortant kelima berasal dari bovine G6P1A(8).
b. Pemberian dalam 3 (tiga) dosis dengan interval 4 – 10 minggu sejak
pemberian dosis pertama.
c. Dosis pertama diberikan umur 2 bulan. Vaksin ini maksimal diberikan
pada saat bayi berumur 8 bulan.
Pemberian vaksin rotavirus diharapkan selesai pada usia 24 minggu.

2.1.3 Indikasi
Pencegahan gastro-enteritis yang disebabkan Rotavirus serotipe G1 dan
non-G1 (seperti G2, G3, G4, G9) (PIO Nas, 2017).

2.1.4 Kontraindikasi
Beberapa bayi yang tidak boleh divaksinasi rotavirus antara lain:

 Bayi yang pernah mendapatkan reaksi alergi berat karena


vaksin rotavirus tidak boleh diberikan untuk dosis berikutnya.
 Bayi dengan kalinan sistem imun

5
 Bayi yang pernah mengalami kelainan usus yang disebut
intususepsi
 Bayi yang sedang mengalami penyakit berat sebaiknya ditunda
sampai bayi sehat
 Pada keadaan respons imun tubuh lemah, vaksin ini tidak
boleh diberikan,misalnya pada HIV/AIDS atau penyakit lain
yang menyebabkan penurunan sistem imun, pengobatan
steroid jangka lama, penyakit kanker dalam pengobatan.
(IDAI,2014)

2.1.5 Efek Samping


Reaksi setelah pemberian vaksin ini mungkin akan timbul, karena
vaksin sama halnya seperti obat yang dapat menimbulkan efek samping.
Tetapi efek samping yang timbul umumnya ringan dan akan hilang dengan
sendirinya. Namun bayi dapat mengalami reaksi yang serius jika terdapat
tanda-tanda seperti intususepsi. Instupensi adalah penyakit penyumbatan
saluran cernayang memerlukan perawatan di rumah sakit dan mungkin
memerlukan tindakan operasi. Instupensi dapat diperhatikan bila bayi
sakit perut hebat dan bayi menangis keras. Mulanya episode ini
berlangsung sebentar dan beberapa menit dan akan hilang timbul
berulang dalam waktu 1 jam. Bayi akan menarik kedua kakinya sampai ke
dada. Disertai dengan muntah beberapa kali atau mengalami diare
berdarah, tampak lemah, dan gelisah. Gejala ini timbul pada 1 minggu
setelah vaksinasi dosis pertama atau kedua. Perlu diperhatikan juga
apabila muncul reaksi alergi, demam tinggi, atau perubahan perilaku
(IDAI, 2014).
Reaksi alergi berat ditandai dengan biduran,edema muka dan
tenggirikan, susah bernafas, denyut nadi meningkat, mual dan lemas. Hal
ini dapat terjadi setelah beberapa menit sampai beberapa jam setelah
vaksinasi. Setelah mengetahui tanda dari efek samping yang serius dari
vaksinasi rotavirus adalah segera pergi ke rumah sakit terdekat dan
menjelaskan kapan terakhir bayi divaksinasi rotavirus. Reaksi yang serius

6
juga dapat terjadi, tetapi sangat jarang. Sebagian besar bayi yang
mendapatkan vaksinasi dengan rotavirus tidak menimbulkan masalah.
Sebagian kecil mungkin timbul efek samping seperti gelisah, diare, dan
muntah (IDAI, 2014).
Menurut PIO Nas (2017) efek samping yang ditimbulkan dari
imunisasi rotavirus meliputi iritabilitas, kehilangan nafsu makan, diare,
muntah, kembung, nyeri perut, regurgitasi makanan (naiknya makanan
dari kerongkongan atau lambung tanpa disertai rasa mual), demam,
rewel, menangis, gangguan tidur, kelelahan, konstipasi.

2.2 Imunisasi Typhus/Tifoid

2.2.1 Definisi
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Salmonella typhi, yang sampai saat ini menjadi masalah kesahatan yang
masih perlu mendapatkan perhatian. Di Indonesia, demam tifoid
merupakan penyakit endemic (penyakit yang selalu ada di masyarakat
sepanjang waktu walaupun dengan angka kejadian yang kecil) dan
termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-undang Nomr
6, tahun 1962, tentang wabah. Tifoid dapat menyebabkan gejala demam,
lelah, nyeri perut, sakit kepala, tidak ada nafsu makan dan biasanya
disertai dengan ruam. Pencegahan harus dimulai dari hygiene perorangan
dan lingkungan, misalnya mencuci tangan sebelum dan sesudah makan,
sesudah buang air, tidak buang air besar ataupun kecil sembarangan,
membuang sampah pada tempatnya, menutup hidangan makanan
sehingga terhindar dari lalat, mencuci lalapan atau buah-buahan segar
secara bersih. Selain itu pemberian vaksin juga perlu diberikan karena hal
tersebut merupakan alternatif untuk menurunkan kejadian demam tifoid
mengingat semakin meningkatnya kuman tifoid yang kebal terhadap
antibiotika (Suhardjo, 2010).

7
Menurut IDAI (2014), vaksin tifoid dibagi menjadi 2 jenis yaitu

1. Vaksin dari kuman hidup yang dilemahkan (attenuated) diberikan


dengan diminum (oral) tetapi di Indonesia, vaksin tifoid oral ini
ditarik dari peredaran.
2. Vaksin mati (inactivated) diberikan dengan suntikan. Saat ini yang
digunakan oleh Indonesia adalah jenis vaksin polisakarida parenteral.

Menurut Permenkes (2017), vaksin tifoid polisakarida parenteral


terdiri dari berbagai kandungan yaitu:
1) Mengandung 0,5 ml mengandung kuman Salmonella typhii ;
2) Polisakarida 0,025 mg
3) Fenol dan larutan bufer yang mengandung natrium klorida,
disodium fosfat, monosodium fosfat.

2.2.2 Dosis dan Jadwal Pemberian


Menurut IDAI (2014), dosis dan jadwal dalam pemberian vaksin tifoid
adalah sebagai berikut:

1. Dosis 0,5 ml suntikan secara intra muskular atau subkutan pada


daerah deltoid atau paha
2. Imunisasi ulangan tiap 3 tahun
3. Daya proteksi vaksin ini hanya 50%-80%, walaupun telah
mendapatkan Imunisasi tetap dianjurkan untuk memilih makanan
dan minuman yang higienis

Selain itu IDAI (2014) juga menjelaskan terdapat hal-hal yang harus
diperhatikan dalam pemberian vaksin tifoid yaitu:

1. Tidak diberikan untuk anak <2 tahun, direkomendasikan pada anak


yang usianya ≥ 2 tahun

8
2. Apabila sedang sakit berat vaksinasi harus ditunda pemberiannya
sampai sembuh misalnya sedang demam, penyakit akut maupun
kronik progresif.
3. Dampak yang dapat terlihat setelah pemberian vaksin adalah berupa
demam, sakit kepala kemerahan, bengkak pada tempat suntikan, nyeri
perut, muntah dan ruam (jarang). Jika terjadi reaksi alergi yang berat
maka dapat menyebabkan urtikaria, oedema, nadi meningkat serta
terasa sesak nafas. Gejala ini timbul segera beberapa menit sampai 2
jam setelah vaksinasi
4. Penyimpanan pada suhu 2 – 80 C, tidak dibekukan
3. Kadaluwarsa dalam 3 tahun
4. Tidak boleh diberikan jika ada alergi terhadap bahan-bahan dalam
vaksin
Menurut Permenkes (2017) dosis dan jadwaldalam pemberian
imunisasi tifoid adalah sebagai berikut:
a. Vaksin tifoid oral
-Satu kapsul vaksin dimakan tiap hari, satu jam sebelum makan
dengan minuman yang tidak lebih dari 370C, pada hari ke 1, 3 dan 5.
-Kapsul ke 4 diberikan pada hari ke 7 terutama bagi turis.
-Kapsul harus ditelan utuh dan tidak boleh dibuka karena kuman
dapat mati oleh asam lambung.
-Imunisasi ulangan diberikan tiap 5 tahun. Namun pada individu yang
terus terekspose dengan infeksi Salmonella sebaiknya diberikan 3–4
kapsul tiap beberapa tahun.
-Daya proteksi vaksin ini hanya 50%-80%, walaupun telah
mendapatkan imunisasi tetap dianjurkan untuk memilih makanan
dan minuman yang higienis.
b. Vaksin tifoid polisakarida parenteral
-Dosis 0,5 ml suntikan secara intra muskular atau subkutan pada
daerah deltoid atau paha.
-Imunisasi ulangan tiap 3 tahun.

9
-Daya proteksi vaksin ini hanya 50%-80%, walaupun telah
mendapatkan imunisasi tetap dianjurkan untuk memilih makanan dan
minuman yang higienis.

2.2.3 Indikasi
Menurut IDAI (2014), vaksinasi tifoid ini dianjurkan pada beberapa
kondisi, diantaranya pada:
1. Wisatawan yang akan pergi ke negara yang endemik tifoid (Catatan:
vaksin ini tidak akan melindungi seseorang dari penyakit tifoid 100%
jika seseorang tidak memperhatikan asupan makanan yang baik)
2. Mereka yang kontak dekat dengan carrier tifoid
5. Laboran yang bekerja dengan kuman Salmonella typhi.
6. Untuk wisatawan satu kali suntikan sudah cukup, diberikan 2 minggu
sebelum berangkat.
7. Dosis booster (penguat) diperlukan untuk mereka yang mempunyai
risiko setiap 3 tahun.
Rekomendasi pemberian imunisasi tifoid menurut Permenkes (2017)
adalah:
a. Vaksin tifoid oral diberikan untuk anak usia ≥ 6 tahun.
b. Vaksin Polisakarida Parenteral diberikan untuk anak usia ≥ 2
tahun.

2.2.4 Kontraindikasi
Menurut Permenkes (2017) kontraindikasi dalam pemberian vaksin tifoid
adalah sebagai berikut:

a. Vaksin Tifoid Oral


- Vaksin tidak boleh diberikan bersamaan dengan antibiotik, sulfonamid
atau antimalaria yang aktif terhadap Salmonella.
- Pemberian vaksin polio oral sebaiknya ditunda dua minggu setelah
pemberian terakhir dari vaksin tifoid oral (karena vaksin ini juga
menimbulkan respon yang kuat dari interferon mukosa)
b. Vaksin tifoid polisakarida parenteral

10
- Alergi terhadap bahan-bahan dalam vaksin.
- Pada saat demam, penyakit akut maupun penyakit kronik progresif.

2.2.5 Efek Samping


Efek samping pemberian vaksin tioid yang mungkin saja terjadi
adalah:

a. Nyeri, bengkak, dan merah pada bagian yang disuntik


b. Demam
c. Sakit kepala
d. Tidak enak badan
e. Sakit perut
f. Diare

2.3 Imunisasi Hepatitis A

2.3.1 Definisi
Imunisasi hepatitis A merupakan imunisasi yang digunakan untuk
mencegah terjadinya penyakit hepatitis A. Vaksin hepatitis A dibuat dari
virus yang dimatikan (inactivated vaccine) (Hidayat, 2008).

2.3.2 Dosis dan Jadwal Pemberian


Menurut Permenkes (2017) dosis dan jadwal dalam pemberian vaksin
hepatitis A meliputi:

a. Dosis vaksin bervariasi tergantung produk dan usia resipien.


b. Vaksin diberikan 2 kali, suntikan kedua atau booster bervariasi
antara 6 sampai 18 bulan setelah dosis pertama, tergantung
produk.
c. Vaksin diberikan pada usia ≥ 2 tahun.

Dosis vaksin hepatitis A adalah 720 UI yang diberikan dua kali melalui
intramuskular di daerah deltoid. Vaksin ini diberikan kepada anak yang
berusia 2 tahun atau lebih. Suntikan ke-2 atau booster diberikan 6-12
bulan setelah dosis pertama. Diperkirakan anti-HAV protektif menetap
selama 20 tahun atau lebih. Pemberian vaksin hepatitis A bersamaan

11
dengan vaksin lain (vaksin hepatitis B atau vaksin tifoid) tidak
mengganggu respons imun masing-masing vaksin dan tidak
meningkatkan frekuensi efek samping. Kombinasi Hepatitis B / Hepatitis
A (Berisi HepB 10 µgr dan HepA 720 ELISA units) ada dalam kemasan
prefilled syring 0,5 ml intramuskular. Vaksin kombinasi ini tidak diberikan
kepada anak yang berusia kurang dari 12 bulan, tetapi diberikan kepada
anak yang berusia lebih dari 12 bulan untuk mengejar imunisasi hepatitis
B yang belum lengkap/belum pernah (Naomy, 2016).

Dosis HepA untuk dewasa (≥ 19 tahun) 1440 ELISA units, dosis 1


ml, 2 dosis, interval 6-12 bulan (Ranuh, 2011). Imunisasi dasar
Hepatitis A yang telah beredar ialah Havrix [Smith Kline Beecham] ®
dosis pemberiannya adalah 360 U diberikan 3 x dengan interval 4 minggu
antara suntikan I dan II. Untuk mendapatkan perlindungan jangka
panjang (10 tahun) dengan nilai ambang pencegahan >20 mlU/ml, dosis
ketiga diberikan 6 bulan setelah suntikan pertama. Apabila dipergunakan
dosis 720 U, imunisasi cukup diberikan dua kali dengan interval 6 bulan.
Suntikan diberikan secara intramuskular di daerah deltoid.

12
2.3.3 Indikasi
Menurut Permenkes RI (2017), pemberian imunisasi hepatitis A dapat
dilakukan pada:

a. Populasi risiko tinggi tertular Virus Hepatitis A (VHA).


b. Anak usia ≥ 2 tahun, terutama anak di daerah endemis. Pada usia >2
tahun antibodi maternal sudah menghilang. Di lain pihak, kehidupan
sosialnya semakin luas dan semakin tinggi pula paparan terhadap
makanan dan minuman yang tercemar.
c. Pasien Penyakit Hati Kronis, berisiko tinggi hepatitis fulminan bila
tertular VHA.
d. Kelompok lain: pengunjung ke daerah endemis; penyaji makanan;
anak usia 2–3 tahun di Tempat Penitipan Anak (TPA); staf TPA; staf
dan penghuni institusi untuk cacat mental; pria homoseksual dengan
pasangan ganda; pasien koagulopati; pekerja dengan primata bukan
manusia; staf bangsal neonatologi.

2.3.4 Kontraindikasi
Vaksin hepatitis A tidak boleh diberikan kepada individu yang
mengalami reaksi berat sesudah penyuntikan dosis pertama (Permenkes,
2017). Hipersensitivitas terhadap seluruh komponen vaksin, imunisasi
harus ditunda jika demam atau adanya penyakit akut/kronis.

13
2.3.5 Efek Samping

Efek samping umumnya ringan berupa reaksi lokal ataupun


demam.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Imunisasi merupakan suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan
kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit. Imunisasi sendiri
menjadi salah satu upaya prioritas Kementerian Kesehatan dalam
mencegah terjadinya penyakit menular yang dilakukan sebagai salah satu
bentuk nyata komitmen pemerintah untuk menurunkan angka kematian
pada anak. Berdasarkan jenis penyelenggaraannya imunisasi dibagi
menjadi dua yaitu imunisasi wajib dan imunisasi anjuran. Imunasi anjuran
terdiri dari imunisasi rotavirus, typhus/tifoid dan hepatitis A yang
bertujuan untukmeningkatakan sistem kekebalan tubuh sehingga dapat
mencegah penyakit pada anak.

3.2 Saran
Para orang tua diharapkan dapat memahami pentingnya imunisasi
pada anak serta lebih disarankan untuk dapat memberikan imunisasi
anjuran pada anaknya, mengingat setiap anak sangat beresiko untuk
terpapar penyakit akibat sistem imunnya yang masih belum sempurna.
Bagi tenaga kesehatan diharapkan dapat memberikan sosialisasi lebih
lanjut mengenai imunisasi anjuran pada setiap orang tua.

15
DAFTAR PUSTAKA

Aminah, MS. 2009. Baby’s Corner. Jakarta: Luxim.


Cahyono, Suharjo B, J.B, dkk. 2010. Vaksinasi. Yogyakarta: Penerbut Kanisius
Center of Disease Control and Prevention
http://www.cdc.gov/vaccines/hcp/vis/index.html
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
I. G. Ranuh dkk. 2014. Pedoman Imunisasi di Indonesia. IDAI
Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014. Jakarta : Kemenkes RI;
2015.
Naomy marie Tando . 2016. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita.
Jakarta: EGC.

Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 Tentang


Penyelenggaraan Imunisasi
Permenkes. 2009. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Pionas. Vaksin Rotavirus. Jakarta: Badan POM RI. Diakses tanggal 20
April 2018, available: http://pionas.pom.go.id/monografi/vaksin-
rotavirus
Proverawati,Atikah. 2010. Imunisasi dan Vaksinasi. Jakarta: Nuha Offset.
Ranuh dkk. 2011. Buku Imunisasi di Indonesia. Jakarta : Satgas Imunisasi IDAI.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2017. Vaksin Rotavirus. diakses tanggal 20 April
2018,available:rumahvaksinasigrogol.org/wpcontent/uploads/2014/11/IVO
-Rotavirus.pdf
Ranu dkk. 2014. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi ke-5. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI
WHO. 2014. Immunization, Vaccines, and Biologicals;Typhoid, media release,
15 April, WHO Vaccines and Diseases. Diakses tanggal 20 April 2018.

iii

Anda mungkin juga menyukai