Anda di halaman 1dari 14

EFEKTIFITAS TERAPI INDIVIDU BERCAKAP-CAKAP DALAM

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI DI


WILAYAH KERJA PUSKESMAS BULU SUKOHARJO

ABSTRAK

Gangguan jiwa Skizofrenia gejala positifnya yaitu halusinasi, dimana pasien


mendengar suara-suara dengan terapi individu bercakap-cakap dapat mengontrol
halusinasi. Departemen Kesehatan (2009) jumlah penderita gangguan jiwa saat
ini, mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori gangguan jiwa ringan
11,6% dan 0,46% menderita gangguan jiwa berat. WHO di Jawa Tengah
menyebutkan dari 1000 warga Jawa Tengah terdapat 3 orang yang mengalami
gangguan jiwa sementara 19 orang dari 1000 warga Jawa Tengah mengalami
stress. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan efektifitas terapi individu
bercakap-cakap dalam meningkatkan kemampuan mengontrol halusinasi pada
pasien halusinasi pendengaran. Desain penelitian ini adalah Quasy Eksperimen
dengan rancangan One Group Pretest Posttest with control group, jumlah
responden 10 dengan tehnik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan
adanya Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa terapi individu bercakap –
cakap lebih efektif dari sebelum diberikan terapi individu bercakap – cakap
dengan nilai dimana 0,025 < 0,083. Hal ini dibuktikan pada hasil bivariat bahwa
responden pada kelompok perlakuan mampu mengontrol tingkat halusinasi dengar
terapi individu bercakap – cakap yaitu sebanyak 5 (100%) dan yang tidak mampu
sebanyak 0 orang (0%). Kemudian pada kelompok kontrol yang mampu
mengontrol halusinasi sebanyak 1 orang (20%) dan yang tidak dapat melakukan
sebannyak 4 0rang (80 %). Rekomendasi penelitian ini adalah agar pasien mampu
meningkatkan kemampuan mengontrol halusinasi dengan terapi individu
bercakap-cakap.
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Menurut data dari World Health Organization (WHO) masalah gangguan
kesehatan jiwa diseluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat
serius. WHO menyatakan tahun 2001 paling tidak ada satu dari empat orang
didunia mengalami masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450
juta orang didunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa (Yosep, 2009)
Menurut data Departemen Kesehatan (2009) jumlah penderita gangguan
jiwa saat ini, mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori gangguan
jiwa ringan 11,6% dan 0,46% menderita gangguan jiwa berat. Hasil penelitian
WHO di Jawa Tengah menyebutkan dari 1000 warga Jawa Tengah terdapat 3
orang yang mengalami gangguan jiwa sementara 19 orang dari 1000 warga
Jawa Tengah mengalami stress. Dipuskesmas Bulu sukoharjo data penderita
gangguan jiwa sekitar 180 penderita. Pada penderita gangguan jiwa hanya
30% - 40% pasien gangguan jiwa bisa sembuh total, 30% harus berobat jalan
dan 30% lainnya harus menjalani perawatan. Disbanding ratio dunia yang
hanya satu permil, masyarakat Indonesia yang telah mengalami gangguan
kejiwaan ringan sampai berat telah mencapai 18,5% (Depkes RI, 2009)
Salah satu gangguan jiwa yang berat adalah skizofrenia. Skizofrenia
adalah diagnosis psikiatri yang menggambarkan gangguan mental yang
ditandai oleh kelainan dalam persepsi atau ungkapan realitas. Salah satu gejala
umum dari skizofrenia yang banyak dijumpai adalah halusinasi. Halusinasi
adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan
persepsi sensori, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang
sebenranya tidak ada (Keliat dan Akemat, 2011).
Asuhan keperawatan jiwa merupakan asuhan keperawatan spesialistik,
namun tetap dilakukan secara holistic pada saat melakukan asuhan kepada
klien. Tindakan keperawatan yang tepat untuk mengatasi halusinasi mulai
dengan melakukan hubungan saling percaya dengan pasien. Selanjutnya
membantu pasien mengenal halusinasi dan membantu mengontrol halusinasi.
Pelaksanaan dan pengontrolan halusinasi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
secara kelompok dan secara individu. Secara kelompok dikenal dengan Terapi
Aktivitas Kelompok (TAK) dan secara individu secara face to face (Bahrudin,
2010).
Pengontrolan halusinasi dapat dilakukan dengan empat cara yaitu
menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan
aktivitas terjadwal dan mengkonsumsi obat dengan teratur. Pada jurnal
penelitian ini menggunakan menghardik sebagai salah satu acuan penelitian
ini. Menghardik merupakan salah satu upaya untuk mengendalikan halusinasi
dengan menolak halusinasi yang muncul.
Pada jurnal, terapi individu dengan bercakap-cakap merupakan salah satu
upaya untuk mengendalikan halusinasi untuk menolak halusinasi yang
muncul, dan fenomena pada pasien yang mengalami halusianasi pendengaran
diterapkan pula cara mengatasi haluisnasi pendengaran dengan cara terapi
individu bercakap-cakap.

B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui tingkat halusinasi sebelum dilakukan terapi individu
bercakap – cakap
2. Untuk mengetahui tingkat halusinasi sesudah dilakukan terapi individu
bercakap – cakap
3. Untuk mengetahui perbedaan tingkat halusinasi sebelum dan sesudah
dilakukan terapi individu bercakap – cakap
4. Untuk menganalisis perbedaan tingkat halusinasi sebelum dan sesudah
dilakukan terapi individu bercakap – cakap

C. MANFAAT
1. Bagi perawat agar dapat menggunakan terapi individu bercakap – cakap
dalam meningkatkan kemampuan mengontrol halusinasi
2. Bagi pasien agar dapat menerapkan yang sudah diajarkan oleh perawat
agar dapat mengurangi frekuensi halusinasi
D. RUMUSAN MASALAH

Adakah efektifitas terapi individu bercakap – cakap dalam meningkatkan


kemampuan mengontrol halusinasi di wilayah kerja Puskesmas Bulu.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Halusinasi Pendengaran
a. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa
adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi
seluruh pancaindra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa
yang pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan
sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan, atau
penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien
gangguan jiwa mengalami perubahan dalam hal orientasi realitas (Yusuf,
Fitriasari & Nihayati, 2015).

Halusinasi merupakan penyerapan tanpa adanya rangsangan apapun


pada panca indra seseorang yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun
(Maramis, 2010).

Halusinasi merupakan keadaan dimana individu/kelompok beresiko


mengalami suatu perubahan dalam jumlah dan pola stimulasi yang datang.
(Carpenito, 2010).

Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien


mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.

b. Penyebab

Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa seperti


skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan kondisi yang
berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya.
Halusinasi dapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik
dengan gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek
samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti
kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-obatan
halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi sama seperti
pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan
individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi, perubahan
sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya
permasalahan pada pembicaraan. Penyebab halusinasi pendengaran secara
spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhinya
seperti faktor biologis, psikologis, sosial budaya,dan stressor pencetusnya
adalah stress lingkungan, biologis, pemicu masalah sumber-sumber koping
dan mekanisme koping. (Carpenito, 2010).

c. Tanda dan Gejala

Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk


terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau
berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain,
gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga
keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa
yang dilihat, didengar atau dirasakan).

Tanda dan gejala pada beberapa aspek yang ditemui seperti:

1. Aspek fisik
 Makan dan minum kurang
 Tidur kurang atau terganggu
 Penampilan diri kurang
 Keberanian kurang
2. Aspek emosi
 Bicara tidak jelas, merengek, menangis seperti anak kecil
 Merasa malu, bersalah
 Mudah panik dan tiba-tiba marah
3. Aspek sosial
 Duduk menyendiri
 Selalu tunduk
 Tampak melamun
 Tidak peduli lingkungan
 Menghindar dari orang lain
 Tergantung dari orang lain
4. Aspek intelektual
 Putus asa
 Merasa sendiri, tidak ada sokongan
 Kurang percaya diri
d. Klasifikasi Halusinasi
Menurut Erlinafsiah (2010) pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa
jenis halusinasi dengan karakteristik tertentu, diantaranya:
1. Halusinasi Pendengaran: ditandai dengan mendengar suara, terutama
suarasuara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi Penglihatan: ditandai dengan adanya stimulus pengelihatan
dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometric, gambar kartun
atau panorama yang luas dan kompleks. Pengelihatan bisa
menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi Penghidung: ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan
bau yang menjijikan seperti darah, urine atau feses. Kadang-kadang
terhirup bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor,
kejang dan demensia.
4. Halusinasi Peraba: ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak
tanpa stimulus yang terlihat. Contoh: merasakan sensasi listrik yang
datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi Pengecap: ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk,
amis dan menjijikkan.
6. Halusinasi Sinestetik: ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti
darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau
pembentukkan urine.
e. Akibat
Klien yang mengalami halusinasi sukar untuk mengontrol diri dan sukar
untuk berhubungan dengan orang lain. Apabila perilaku halusinasinya
berupa hal yang tidak menyenangkan maka akan mengakibatkan individu
tersebut melakukan atau mencederai orang lain dan lingkungan.

Tanda dan gejala yang ditemui seperti:

- Muka merah
- Pandangan tajam
- Otot tegang
- Nada suara tinggi
- Berdebat
- Sering pula tampak klien memaksakan kehendak : merampas makanan,
memukul jika tidak senang.
1. Melatih pasien mengontrol halusinasi
Untuk membantu klien agar mampu mengontrol halusinasi, perawat
dapat mendiskusikan empat cara mengontrol halusinasi pada klien.
Keempat cara tersebut meliputi:
a. Menghardik Halusinasi
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap
halusinasi. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap
halusinasinya atau tidak memperdulikan halusinasinya.
Tahapan tindakan meliputi:
1) Menjelaskan cara menghardik halusinasi
2) Memperagakan cara menghardik halusinasi
3) Meminta pasien memperagakan ulang
4) Memantau penerapan ini, menguatkan perilaku pasien
b. Melatih bercakap-cakap dengan orang lain
Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap
dengan orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain
maka terjadi distraksi, fokus perhatian pasien akan beralih dari
halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain.
c. Melatih klien beraktivitas secara terjadwal
Libatkan pasien dalam terapi modalitas, untuk mengurangi resiko
halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri dengan
membimbing klien membuat jadwal teratur. Dengan beraktivitas
secara terjadwal, klien tidak akan mengalami banyak waktu luang
yang seringkali mencetuskan halusinasi. Klien beraktivitas secara
teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam
seminggu.
Tahapan tindakan meliputi:
1. Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi
halusinasi
2. Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien
3. Melatih pasien melakukan aktivitas
4. Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas
yang sudah dilatih
5. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberi penguatan
pada pasien yang positif
d. Melatih pasien menggunakan obat secara teratur
Agar klien mampu mengontrol halusinasi maka perlu dilatih
menggunakan obat secara teratur sesuai dengan program. Klien
gangguan jiwa yang dirawat di rumah sering kali mengalami putus
obat sehingga klien mengalami kekambuhan.
Tindakan keperawatan agar klien patuh menggunakan obat:
1. Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa
2. Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program
3. Jelaskan akibat putus obat
4. Jelaskan cara berobat
5. Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar
obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis)
e. Memantau efek samping obat
Perawat perlu memahami efek samping yang sering ditimbulkan oleh
obat-obatan psikotik seperti: mengantuk, tremor, mata melihat ke atas,
kaku-kaku otot, otot bahu tertarik sebelah, hipersalivasi, pergerakan
otot tak terkendali. Untuk mengatasi ini biasanya dokter memberikan
obat anti parkinsonisme yaitu Trihexyphenidile 3 x 2 mg. Apabila
terjadi gejala-gejala yang dialami oleh klien tidak berkurang maka
perlu diteliti apakah obat betul-betuldiminum atau tidak. Untuk itu
keluarga juga perlu dijelaskan tentang pentingnya melakukan
observasi dan pengawasan minum obat klien.
f. Melibatkan keluarga dalam tindakan
Keluarga adalah support system terdekat dan 24 jam bersama-sama
dengan klien. Keluarga yang mendukung klien secara konsisten akan
membuat klien mandiri dan patuh mengikuti program pengobatan.
2. Kerangka Konsep

Frekuensi Frekuensi
A.
halusinasi halusinasi sesudah
B. Terapi individu
sebelum dilakukan dilakukan terapi
terapi individu dengan bercakap individu bercakap –
bercakap – cakap – cakap cakap
C.

B. HIPOTESA
Ha :Terapi individu bercakap - cakap efektif dalam meningkatkan
kemampuan mengontrol halusinasi di wilayah kerja puskesmas Bulu
Sukoharjo
BAB III
METODE PENELITIAN

1. Jenis Dan Rancangan Penelitian


Jenis Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif termasuk
penelitian quasi eksperimen dengan desain one group pre test-post test with
control design (Notoatmodjo, 2012). Desain penelitian tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:
1. Kelompok Intervensi 01 X1 02

2. Kelompok Kontrol 03 X2 04

2. Populasi Dan Sampel Penelitian


1. Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2012). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien dengan
gangguan jiwa diwilayah kerja Puskesmas Bulu dengan jumlah populasi
180 orang.
2. Sampel Penelitian
Dalam penelitian ini sampel diambil dengan menggunakan metode
purposive sampling. Purposive sampling yaitu yaitu penetapan sampel
dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai yang dikehendaki
peneliti (tujuan atau masalah dalam penelitian) sehingga sampel tersebut
dapat mewakili karakteristik populasi (Nursalam, 2013). Sampel dalam
penelitian ini sebanyak 10 responden. Adapun kriteria yang peneliti
tetapkan adalah:
a. Kriteria inklusi
 Klien yang mengalami halusinasi pendengaran
 Pasien yang tinggal diwilayah kerja Puskesmas Bulu Sukoharjo
 Pasien yang berumur < 50 tahun
b. Kriteria eksklusi
 Pasien dengan waham
 Pasien dengan Harga Diri Rendah
 Pasien dengan Isolasi sosial
 Pasien dengan Resiko Perilaku Kekerasan
 Pasien dengan halusinasi penglihatan, penghidung, peraba,
pemgecap dan sinestetik.

3. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Bulu Sukoharjo

4. Variabel Penelitian
Variable yang digunakan pada penelitian ini:
1. Variabel bebas yaitu: Efektifitas terapi individu bercakap – cakap
2. Variabel terikat yaitu: Kemampuan mengontrol halusinasi

5. Alat Penelitian Dan Pengumpulan Data


Alat penelitian dan pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah lembar observasi, dan observasi di lakukan oleh perawat

6. Analisa Data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis bivariat
dimana untuk mengetahui hubungan antara variable bebas dan variable terikat
a. Alur pengumpulan data
1. Peneliti melakukan pendataan pasien
2. Peneliti membagi ke dalam dua kelompok yaitu kelompok intervensi
dan kelompok kontrol
3. Pelaksanaan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
a. Terlebih dahulu melakukan pretest 2 hari melalui observasi pasien
dalam melakukan mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
b. Pelaksanaan intervensi yaitu melakukan terapi bercakap-cakap dalam
mengontrol halusinasi selama 2 hari
c. Setelah memberikan terapi bercakap-cakap di dianjurkan pasien
mampu melakukan terapi individu bercakap-cakap dalam mengontrol
halusinasi
d. Setelah melakukan terapi bercakap 2 hari pada semua pasien
kemudian dilakukan pengukuran ulang (post-test) pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol
e. Setelah dirasa lengkap peneliti melakukan analisis dan pembahasan
dari hasil penelitian yang telah dilakukan
BAB IV
HASIL PENELITIAN

1. Pekerjaan responden terapi bercakap-cakap diruang Sadewa dan Abimanyu

Pekerjaan Frekuensi
F %
Tidak bekerja 24 80,0
Buruh 4 13.3
Swasta 2 6,7
Jumlah 30 100
Hasil penelitian menunjukan bahwa pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol mayoritas responden tidak bekerja yaitu sebanyak 24

orang (80,0%), Buruh sebanyak 4 orang (13,3%), Swasta sebanyak 2 orang

(6,7%)

2. Pendidikan responden terapi bercakap-cakap diruang Sadewa dan Abimanyu

Pendidikan Frekuensi
f %
SD 4 13,3
SMP 10 33.3
SMA 16 53,3
Jumlah 30 100
Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas responden mempunyai
tingkat pendidikan SD yaitu sebanyak 4 orang (13.3%), SMP sebanyak 10
orang (33,3%), SMA sebanyak 16 orang (53,3%).
3. Umur responden terapi bercakap-cakap di ruang Sadewa dan Abimanyu

Umur Frekuensi
f %
20-30 10 33.3
31-40 15 50,0
41-50 5 16,7
Jumlah 30 100
Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas responden umur 20-30
tahun yaitu sebanyak 10 orang (33,3%), umur 31-40 sebanyak 15 orang
(50,0), umur 41-50 sebanyak 5 orang (16,7%).

4. Pre test terapi bercakap-cakap pada kelompok intervensi dan kontrol


Pengetahuan tentang minum Kelompok
obat TBC Intervensi Kontrol
f % f %
Mampu 4 13,3 3 10.0
Tidak mampu 11 36,7 12 40.0
Jumlah 15 100 15 100

Hasil penelitian menunjukan bahwa pada kelompok intervensi mayoritas


responden mampu melakukan terapi bercakap-cakap sebanyak 4 orang (13,3%)
dan tidak mampu sebanyak 11 orang (36,7%), pada kelompok kontrol yang
mampu melakukan terapi bercakap-bercakap sebanyak 3 orang (10,0%) dan tidak
mampu sebanyak 12 orang (40.0%).

5. Post test teraoi bercakap-cakap pada kelompok intervensi dan kontrol


Pengetahuan tentang minum Kelompok
obat TBC Intervensi Kontrol
f % f %
Mampu 10 33,3 6 20.0
Tidak mampu 5 16,7 9 30.0
Jumlah 15 100 15 100
Hasil penelitian menunjukan bahwa pada kelompok intervensi mayoritas
responden mampu melakukan terapi bercakap-cakap sebanyak 10 orang (33,3%)
dan tidak mampu sebanyak 5 orang (36,7%), pada kelompok kontrol yang mampu
melakukan terapi bercakap-bercakap sebanyak 6 orang (10,0%) dan tidak mampu
sebanyak 9 orang (40.0%).

Variabel Kelompok Mean p


Intervensi 0.014 0.000
Independen Kontrol 0.083

Hasil analisis bivariat dengan uji wilcoxon menunjukkan bahwa dari 15


responden pada kelompok perlakuaan di dapatkan sebanyak 10 orang responden
mampu mengontrol halusinasi pendengaran setelah diberikan terapi individu
bercakap – cakap dengan nilai p-value 0,014. Maka Ho diterima dan Ha ditolak
artinya terapi individu bercakap – cakap efektif dalam meningkatkan kemampuan
mengontrol halusinasi di RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta. Hasil penelitian ini
mempunyai implikasi yang bermanfaat bagi pelayanan kesehatan khususnya
dibidang kesehatan jiwa untuk pasien skizofrenia yang mengalami halusinasi
dengar.

Dari hasil analisis tersebut diatas menunjukkan bahwa setelah diberi


terapi terapi individu bercakap – cakap responden mengalami penurunan tingkat
halusinasi dengar, hal ini dikarenakan pada saat responden saat melakukan terapi
terapi individu bercakap – cakap responden menjadi lebih focus dan
berkonsentrasi pada halusinasi. Sehingga memungkinkan zat kimia diotak seperti
dopamine neurotransmitter tidak berlebihan.

Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa terapi individu bercakap –


cakap lebih efektif dari sebelum diberikan terapi individu bercakap – cakap
dengan nilai dimana 0,014 < 0,083. Hal ini dibuktikan pada hasil bivariat bahwa
responden mampu mengontrol tingkat halusinasi dengar terapi individu bercakap
– cakap yaitu sebanyak 10 (33,3%) dan yang tidak mampu sebanyak 5 orang
(16,7%). Kemudian hasil dari bivariat setelah dilakukan terapi individu bercakap-
cakap dengan sebanyak 6 orang (20,0%) dan yang tidak dapat melakukan
sebannyak 9 0rang (30,0 %).teknik mengontrol halusinasi dengan bercaka-cakap
tersebut boleh dilakukan perawat di rumah sakit karena dapat menurunkan
frekuensi halusinasi.

Anda mungkin juga menyukai