Anda di halaman 1dari 16

TRANSAKSI BERBASIS SYARIAH DAN PELAPORAN KEUANGAN

SYARIAH

1. Pendahuluan

Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas umat manusia yang
berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi vertikal dengan
Tuhan maupun interaksi horisontal dengan sesama makhluk. Prinsip syariah yang berlaku
umum dalam kegiatan muamalah (transaksi syariah) mengikat secara hukum bagi semua
pelaku dan stakeholder entitas yang melakukan transaksi syariah.

Standar akuntansi yang ada adalah adopsi dari negara-negara kapitalis, akibatnya
standar-standar tersebut sebagian kalangan menganggap bertentangan dengan kondisi
negara berkembang khususnya nilai-nilai Islam. Karena ada beberapa nilai yang dianggap
bertentangan dengan syariat Islam tapi sudah berterima umum. Standar Akuntansi Islam
dalam Al quran surat Al Baqarah ayat 282-283 berkaitan dengan proses catat mencatat
(akuntansi) dalam kegiatan bisnis. Ayat tersebut mengajarkan kepada manusia agar kegiatan
bisnis dilakukan sesuai dengan konsep kejujuran, keadilan, dan kebenaran. Akuntansi dalam
islam merupakan alat untuk melaksanakan perintah Allah SWT (QS2:82) untuk melakukan
pencatatan dalam melakukan transaksi usaha. Implikasinyalebih jauh adalah keperluan
terhadap suatu sistem pencatatan tentang hak dankewajiban, pelaporanyang terpadu dan
kompherensif. Islam memandang akuntansi tidak sekedar ilmu yang bebas nilai untuk
melakukan pencatatan dan pelaporan sajatetapi juga sebagai alat untuk menjalankan nilai-
nilai islam dalam ketentuan syariah

Sementara pertumbuhan lembaga keuangan berbasis syariah maupun semi syariah pun
semakin pesat. Bahkan bank-bank yang telah mapan sekalipun ikut menciptakan produk
berbasis syariah, seperti BNI, Mandiri, BRI disamping Bank Muamalat dan Bank
Perkreditan Rakyat Syariah, kemudian lembaga ekonomi mikro yang bernama BMT (Baitul
Mal Wattamwil). Dengan tuntutan kebutuhan akan adanya standar akuntansi yang berbasis
syariah, maka proses penyusunan PSAK tentang standar akuntansi syariah telah dimulai
Agustus 1999, Publik Hearing 29 Agustus 2001, kemudian disahkan oleh Dewan Standar
Akuntansi Keuangan (DSAK) pada 1 Mei 2002, kemudian berlaku sejak 1 Januari 2003.

1
2. Akad / Transaksi Syariah

a. Definisi Akad / Transaksi

Transaksi atau disebut akad dalam bahasa Arab (Al ‘Aqd ; jamaknya al ‘uqud) berarti
ikatan atau mengikat (al rabth). Menurut terminology hukum islam, akad adalah pertalian
antara penyerahan (ijab) dan penerimaan (qobul) yang dibenarkan oleh syariah, yang
menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya. Akad adalah kesepakatan dua belah pihak
atau lebih yang menimbulkan kewajiban hukum yaitu konsekuensi hak dan kewajiban, yang
mengikat pihak-pihak yang terkaitlangsung maupun tidak langsung dalam kesepakatan
tersebut. Akad yang sudah terjadi (disepakati) harus dipenuhi dan tidak boleh diingkari .
Sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qurán:

“wahai orang-orang beriman penuhilah janji (akad)-mu…” (QS 5:1).

b. Azas Transaksi Syariah


Asas dalam transaksi Syariah terdiri dari:
1) Prinsip persaudaraan (ukhuwah); Merupakan bentuk interaksi sosial dan
harmonisasikepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum dan saling
tolong-menolong.Dalam transaksi syariah meliputi berbagai aspek, yaitu saling
mengenal, memahami,menolong, menjamin, dan saling bersinergi. Namun
meskipun begitu, tetap berpedoman pada profesionalisme
2) Prinsip keadilan (‘adalah); Menempatkan sesuatu pada tempatnya dan
memberikansesuatu pada yang berhak dan sesuai posisinya. Implementasi keadilan
dalam Usaha berupa aturan prinsip muamalah yang melarang unsur riba, dzalim,
maisyir, gharar,ihtikar, najasy, risywah, taâalluq dan penggunaan unsur haram baik
dalam barang dan jasa yang dipergunakan dalam transaksinya, maupun dalam
aktivitas operasionalnya
3) Prinsip kemaslahatan (maslahah); Dalam hal ini harus memenuhi dua unsur, yaitu
halal(sesuai dengan syariah) dan thayyib (bermanfaat dan membawa kebaikan).
Selain itu juga harus memperhatikan prinsip keseimbangan. Prinsip ini
menekankan bahwamanfaat yang didapat dari transaksi syariah tidak hanya
difokuskan pada pemegangsaham yang nantinya akan mendapatkan dividen,
namun juga pada semua pihak yangdapat merasakan manfaat adanya suatu kegiatan

2
ekonomi tersebut. Misalnya saja masyarakat sekitar dan pemerintah yang mungkin
tidak terlibat dalam transaksi tersebutsecara langsung
4) Prinsip keseimbangan (tawazun); Hal ini mengartikan bahwa transaksi syariah
memilikikeseimbangan antara aspek material dan spiritual, antara aspek privat dan
publik, antara sektor keuangan dan sektor riil, antara bisnis dan sosial serta antara
aspek pemanfaatanserta pelestarian
5) Prinsip universalisme (syumuliyah). Transaksi syariah ini dapat dilakukan semua
pihakyang berkepentingan tanpa membedakan suku, agama, ras, dan golongan
sesuai dengansemangat rahmatan lil âalamin

c. Karakteristik Transaksi Syariah


Transaksi Syariah mengandung karakteristik sebagai berikut:
1) Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha
2) Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik (thayib);
3) Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan
sebagaikomoditas;
4) Tidak mengandung unsur riba; kezaliman; maysir; gharar; haram
5) Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money) karena
keuntunganyang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan risiko yang melekat
pada kegiatan usaha tersebut sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil ghurmi (no gain
without accompanying risk)
6) Transaksi dilakukan berdasarkan: suatu perjanjian yang jelas dan benar;
untukkeuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain; tidak
diperkenankanmenggunakan standar ganda harga untuk satu akad; tidak
menggunakan dua transaksi bersamaan yang berkaitan (taâalluq) dalam satu akad

3. Jenis-jenis Akad Syariah

Akad dalam bahasa Arab yang artinya ikatan atau mengikat (al-rabth). Menurut
terminologi hukum Islam, akad adalah pertalian antara penyerahan (ijab) dan
penerimaan(qabul) yang dibenarkan oleh syariah, yang menimbulkan akibat hukum

3
terhadap objek pajak (Ghufron Masadi, 2002). Adapun jenis-jenis akad berdasarkan ada atau
tidak adanya kompensasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Akad Tabarrua adalah suatu perjanjian yang merupakan transaksi yang


tidakditujukan untuk memperoleh laba (transaksi nirlaba). Tujuan dari transaksi ini
adalah tolong-menolong dalam rangka berbuat baik. Dalam akad tabarrua, pihak
yang berbuat kebaikan tidak berhak mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak
lainnya karena ia hanya mengharapkan imbalan dari Allah SWT dan bukan dari
manusia. Jenis akad tabarrua ini digolongkan dalam 3 bentuk, yaitu:
1) Meminjamkan uang : merupakan salah satu bentuk akad tabarrua karena dalam
hal meminjamkan uang tidak boleh melebihkan pembayaran atas pinjaman yang
diberikan. Ada 3 jenis pinjaman, yaitu; QardhQardh (pinjaman yang diberikan
tanpa mensyaratkan apapun), RahnRahn (pinjaman yang mensyaratkan suatu
jaminan dalam bentuk atau jumlah tertentu), dan Hiwalah Hiwalah (pinjaman
dengan cara mengambil alih piutang dari pihak lain)
2) Meminjamkan jasa : yaitu berupa keahlian atau keterampilan yangtermasuk di
dalam akad tabarrua. Ada 3 jenis pinjaman dalam hal meminjamkan jasa, yaitu:
Wakalah (memberikan pinjaman berupa kemampuan kita saat ini untuk
melakukan sesuatu atas nama orang lain),Wadiah (pada akad ini telah dirinci atau
didetailkan tentang jenis pemeliharaan dan penitipan), dan Kafalah (akad terjadi
atas wakalah bersyarat).
3) Memberikan sesuatu Dalam akad ini, pelaku memberikan sesuatu kepada
oranglain. Bentuk akad ini, yaitu: Waqaf (pemberian dan penggunaan pemberian
yang dilakukan untuk kepentingan umum dan agama), dan Hibah/Shadaqah
(pemberian sesuatu secarasukarela kepada orang lain)
b. Akad Tijarah, merupakan akad yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan.
Berdasarkan sisi kepastian hasil yang diperoleh, akad ini dikelompokkan menjadi 2
bagian yaitu:

Natural Uncertainty Contract

Dalam bagian ini, kontrak yang diturunkan dari teori pencampuran, dimana pihak
yang bertransaksi saling mencampurkan aset yang mereka miliki menjadisatu,
kemudian menanggung resiko bersama-sama untuk mendapatkankeuntungan. Oleh

4
karena itu, kontrak jenis ini tidak memberikan imbal hasil yang pasti, baik nilai imbal
hasil maupun waktu. Contoh yang termasuk dalam kontrak ini yaitu:

1) Akad Musyarakah ; adalah akad kerjasama antara dua pihakatau lebih untuk
suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihakmemberikan kontribusi dana
dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan
sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Dana tersebut meliputi
kas atau aset non kas yang diperkenankan oleh syariah.
2) Akad Mudharabah ; yaitu Akad Kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak
pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak
kedua(pengelola dana) bertindak sebagai pengelola, dan keuntungan dibagi
diantaramereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya
ditanggungoleh pemilik dana

Natural Certainty Contract

Merupakan kontrak yang diturunkan dari teori pertukaran, dimana kedua pihak
saling mempertukarkan aset yang dimilikinya,sehingga objek pertukarannya (baik
barang maupun jasa) harus ditetapkan diawalakad dengan pasti tentang jumlah,
mutu, harga, dan waktu penyerahan. Kontrak jenis ini memberikan imbal hasil yang
tetap dan pasti karena sudah diketahui saatakad. Contoh kontrak ini adalah:

1) Akad Murabahah ; adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya
perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual
harusmengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli.
2) Akad Salam ; Akad Salam adalah akad jual beli barang pesanan dengan
pengiriman dikemudian hari oleh penjual dan pelunasannya dilakukan oleh
pembeli pada saatakad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu
3) Akad Istishna ; Akad Istishnaâ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang
disepakati antara pemesan (pembeli) dan penjual (pembuat)
4) Akad Ijarah ; adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam
waktu tertentu dengan pembayaran sewa tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan aset itu sendiri.

5
4. Konsep Keuntungan dalam Syariah

Perbedaan antara sistem ekonomis islam dan sistem ekonomi lainnya adalah terletak
pada penetapan bunga. Dalam ekonomi Islam, bunga dinyatakan sebagai riba yang
diharamkan oleh syariat Islam. Oleh karena itu, dalam ekonomi yang berbasis syariah, bunga
tidak diterapkan dan sebagai gantinya diterapkan sistem bagi hasil yang dalam syariat Islam
dihalalkan untuk dilakukan. Konsep bagi hasil ini sangat berbeda sekali dengan konsep
bunga yang diterapkan olehsistem ekonomi konvensional.

Laba atau keuntungan dalam akuntansi syari’ah berpegang pada dua prinsip utama,
yaitu kebenaran dan keadilan. Sehingga pencatatan laba dalam hal ini pendapatan akrual
diakui keberadaannya, hanya saja dalam penerapan pengambilan atau perhitungan zakatnya
baru dapat diperhitungkan ketika laba tersebut sudah benar ada dalam pendapatan riil. Selain
itu, dalam akuntansi syari’ah laba diakui ketika adanya harta (uang) yang dikhususkan untuk
perdagangan atau investasi lain yang ada dalam kegiatan riil, mengoperasikan modal
tersebut secara interaktif dengan unsur-unsur yang lain – lain yang terkait untuk produksi,
seperti usaha dan umber-sumber alam.

Keuntungan penggunaan laba sebagai dasar pembayaran zakat adalah dapat mengurangi
masalah-masalah yang berkaitan dengan konflik kepentingan, terjadinya window dreasing,
dan kecurangan dalam penyajian dan pengungkapan laporan keuangan dapat diminimalisir
sebaik mungkin. Sarana lain selain zakat yang berkaitan dengan pembahasan konsep laba
adalah larangan sistem bunga. Islam melarang sistem penentuan tingkat pengembalian tetap
atas modal, misalnya pengembalian uang tanpa adanya pembagian resiko yang timbul dari
pembayaran angsuran atas pinjaman.

5. Transaksi yang Dilarang dalam Syariah

Transaksi-transaksi yang dilarang untuk dilakukan dalam Islam adalah transaksi yang
disebabkan oleh kedua faktor berikut :

a. Haram zatnya (objek transaksinya)

Suatu transaksi dilarang karena objek (barang dan/atau jasa) yang ditransaksikan
merupakan objek yang dilarang (haram) dalam hukum agama Islam. Seperti memperjualbeli
kan alkohol, narkoba, organ manusia, dll.

6
b. Haram Selain Zatnya (Cara Bertransaksi-nya),

Setidaknya dari berbagai literatur terbagi atas 13 jenis :

1) Maysir
Menurut bahasa maisir berarti gampang/mudah. Menurut istilah maisir berarti
memperoleh keuntungan tanpa harus bekerja keras. Maisir sering dikenal dengan
perjudian karena dalam praktik perjudian seseorang dapat memperoleh keuntungan
dengan cara mudah. Dalam perjudian, seseorang dalam kondisi bisa untung atau
bisa rugi. Pelarangan maisir oleh Allah SWT dikarenakan efek negative maisir.
Ketika melakukan perjudian seseorang dihadapkan kondisi dapat untung maupun
rugi secara abnormal. Suatu saat ketika seseorang beruntung ia mendapatkan
keuntungan yang lebih besar ketimbang usaha yang dilakukannya. Sedangkan
ketika tidak beruntung seseorang dapat mengalami kerugian yang sangat besar.
Perjudian tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan keseimbangan sehingga
diharamkan dalam sistem keuangan Islam.
2) Gharar/Taghrir
Taghrir dalam bahasa Arab gharar, yang berarti : akibat, bencana, bahaya, resiko,
dan ketidakpastian. Dalam istilah fiqh muamalah, taghrir berarti melakukan sesuatu
secara membabi buta tanpa pengetahuan yang mencukupi; atau mengambil resiko
sendiri dari suatu perbuatan yang mengandung resiko tanpa mengetahui dengan
persis akibatnya, atau memasuki kancah resiko tanpa memikirkan konsekuensinya.
Dapat dijelaskan sebagai sesuatu yang tidak jelas dan tidak dapat dijamin atau
dipastikan kewujudannya secara matematis dan rasional baik itu menyangkut
barang (goods), harga (price) ataupun waktu pembayaran uang/penyerahan barang
(time of delivery).
Secara umum, bentuk Gharar dapat dibagi menjadi 4 : Gharar dalam kualitas, gharar
dalam kuantitas, gharar dalam harga, dan gharar menyangkut waktu penyerahan.
3) Riba
Secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan menurut
istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal
secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum
terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan
tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil
atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.

7
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua. Riba hutang-piutang dan riba
jual-beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah.
Sedangkan kelompok kedua, riba jual-beli, terbagi menjadi riba fadhl dan riba
nasi’ah.

a) Riba Qardh Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan
terhadap yang berhutang (muqtaridh)
b) Riba Jahiliyyah Hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak
mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan
c) Riba Fadhl Pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang
berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang
ribawi.
d) Riba Nasi’ah Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi
yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah
muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang
diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.
4) Bai’al Mudtarr
Adalah jual beli dan pertukaran dimana salah satu pihak dalam keadaan sangat
memerlukan (in the state of emergency) sehingga sangat mungkin terjadi
eksploitasi oleh pihak yang kuat sehingga terjadi transaksi yang hanya
menguntungkan sebelah pihak dan merugikan pihak lainnya.
5) Ikrah
Segala bentuk tekanan dan pemaksaan dari salah satu pihak untuk melakukan suatu
akad tertentu sehingga menghapus komponen mutual free consent. Jenis pemaksaan
dapat berupa acaman fisik atau memanfaatkan keadaan seseorang yang sedang
butuh atau the state of emergency. Imam Ibnu Taimiyah ra mengatakan bahwa
dalam keadaan darurat (state of emergency) seseorang yang memilik stock barang
yang dibutuhkan orang banyak harus diperintahkan untuk menjualnya dengan harga
pasar, jika dia enggan melakukannya pihak berkuasa dapat memaksanya untuk
melakukan hal tersebut demi menyelamatkan nyawa orang banyak. (Majmu al
Fatawa, vol. 29 hal.300).
6) Ghabn
adalah dimana si penjual memberikan tawaran harga diatas rata-rata harga pasar
(market price) tanpa disadari oleh pihak pembeli. Ghabn ada dua jenis yakni: Ghabn

8
Qalil (Negligible) dan Ghabn Fahish (Excessive). Ghabn Qalil: adalah jenis
perbedaan harga barang yang tidak terlalu jauh antara harga pasar dan harga
penawaran dan masih dalam kategori yang dapat dimaklumi oleh pihak pembeli.
Ghabn Fahish adalah perbedaan harga penawaran dan harga pasar yang cukup jauh
bedanya.
7) Bai’ Najash
Adalah sebuah situasi di mana konsumen/pembeli menciptakan demand
(permintaan) palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk
sehingga harga jual produk itu akan naik. Cara yang bisa ditempuh bermacam-
macam, seperti menyebarkan isu, melakukan order pembelian, dan sebagainya.
Ketika harga telah naik maka yang bersangkutan akan melakukan aksi ambil untung
dengan melepas kembali barang yang sudah dibeli, sehingga akan mendapatkan
keuntungan yang besar. Sebagai contoh : ini sangat rentan terjadi ketika pelelangan
suatu barang. Biasanya yang mengadakan pelelangan bekerja sama dengan
beberapa peserta pelelangan dimana mereka bertugas untuk berpura-pura
melakukan penawaran terhadap barang yang dilelang, dengan kata lain untuk
menaikkan harga barang yang dilelang tersebut.
8) Ikhtikar
Ikhtikar adalah sebuah situasi di mana produsen/penjual mengambil keuntungan di
atas keuntungan normal dengan cara mengurangi supply (penawaran) agar harga
produk yang dijualnya naik. Ikhtikar ini biasanya dilakukan dengan membuat entry
barrier (hambatan masuk pasar), yakni menghambat produsen/penjual lain masuk
ke pasar agar ia menjadi pemain tunggal di pasar (monopoli), kemudian
mengupayakan adanya kelangkaan barang dengan cara menimbun stock
(persediaan), sehingga terjadi kenaikan harga yang cukup tajam di pasar. Ketika
harga telah naik, produsen tersebut akan menjual barang tersebut dengan mengambil
keuntungan yang berlimpah. Sebagai contoh: ketika akan dirumorkan oleh
pemerintah bahwa tarif bbm akan dinaikan, maka marak terjadinya penimbunan
bbm oleh para penjual nakal. Hal ini mereka lakukan agar dapat menjual bbm
dengan tarif yang sudah dinaikkan, sehingga mereka mendapatkan keuntungan yang
lebih besar.
9) Ghish
Yaitu menyembunyikan fakta-fakta yang seharusnya diketahui oleh pihak yang
terkait dalam akad sehingga mereka dapat melakukan kehati-hatian (prudent) dalam

9
melindungi kepentingannya sebelum terjadi transaksi yang mengikat. Dalam
Common Law akad seperti ini dikenal dengan sebutan Akad Uberrime Fidae
Contract dimana semua jenis informasi yang seharusnya diketahui oleh pelanggan
sama sekali tidak boleh disembunyikan. Jika ada salah satu informasi berkenaan
dengan subject matter akad tidak disampaikan, maka pihak pembeli dapat memilih
opsi membatalkan transaksi tersebut.
10) Tadlis
Yaitu sebuah situasi di mana salah satu dari pihak yang bertransaksi berusaha untuk
menyembunyikan informasi dari pihak yang lain (unknown to one party) dengan
maksud untuk menipu pihak tersebut atas ketidaktahuan akan informasi objek yang
diperjualbelikan. Atau dapat dikatakan sebagai sebuah tindakan seorang peniaga
yang sengaja mencampur barang yang berkualitas baik dengan barang yang sama
berkualitas buruk demi untuk memberatkan timbangan dan mendapat keuntungan
lebih banyak. Tindakan “oplos” yang hari ini banyak dilakukan termasuk kedalam
kategori tindakan tadlis ini. Rasullah saw sering melakukan ‘inspeksi mendadak’ ke
pasar-pasar untuk memastikan kejujuran para pelaku pasar dan menghindari
konsumen dari kerugian.
11) Talaqqil Jalab atau Talaqqi Rukban
Yang dimaksud dengan jalab adalah barang yang diimpor dari tempat lain.
Sedangkan rukban yang dimaksud adalah pedagang dengan menaiki tunggangan.
Adapun yang dimaksud talaqqil jalab atau talaqqi rukban adalah sebagian pedagang
menyongsong kedatangan barang dari tempat lain dari orang yang ingin berjualan
di negerinya, lalu ia menawarkan harga yang lebih rendah atau jauh dari harga di
pasar sehingga barang para pedagang luar itu dibeli sebelum masuk ke pasar dan
sebelum mereka mengetahui harga sebenarnya.
12) Jual beli hadir lil baad, menjadi calo untuk orang desa (pedalaman)
Yang dimaksud bai’ hadir lil baad adalah orang kota yang menjadi calo untuk orang
pedalaman atau bisa jadi bagi sesama orang kota. Calo ini mengatakan, “Engkau
tidak perlu menjual barang-barangmu sendiri. Biarkan saya saja yang jualkan
barang-barangmu, nanti engkau akan mendapatkan harga yang lebih tinggi”.
Ada beberapa syarat yang ditetapkan oleh para ulama yang menyebabkan jual beli
ini menjadi terlarang, yaitu:

10
a) Barang yang ia tawarkan untuk dijual adalah barang yang umumnya dibutuhkan
oleh orang banyak, baik berupa makanan atau yang lainnya. Jika barang yang
dijual jarang dibutuhkan, maka tidak termasuk dalam larangan.
b) Jual beli yang dimaksud adalah untuk harga saat itu. Sedangkan jika harganya
dibayar secara diangsur, maka tidaklah masalah.
c) Orang desa tidak mengetahui harga barang yang dijual ketika sampai di kota.
Jika ia tahu, maka tidaklah masalah. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 9: 83)
13) Risywah (Suap)
Risywah menurut bahasa berarti: “pemberian yang diberikan seseorang kepada
hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak
dibenarkan atau untuk mendapatkan sesuatu yang sesuai dengan kehendaknya.” (al-
Misbah al-Munir/al Fayumi, al-Muhalla/Ibnu Hazm). Atau “pemberian yang
diberikan kepada seseorang agar mendapatkan kepentingan tertentu” (lisanul Arab,
dan mu’jam wasith). Sedangkan menurut istilah risywah berarti: “pemberian yang
bertujuan membatalkan yang benar atau untuk menguatkan dan memenangkan yang
salah.” (At-Ta’rifat/aljurjani 148).
Dari definisi di atas ada dua sisi yang saling terkait dalam masalah risywah; Ar-
Rasyi (penyuap) dan Al-Murtasyi (penerima suap), yang dua-duanya sama-sama
diharamkan dalam Islam menurut kesepakatan para ulama, bahkan perbuatan
tersebut dikategorikan dalam kelompok dosa besar.

6. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan


Syariah

Berbeda dengan Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan (KKPK) pada SAK umum
yang mengacu kepada transaksi konvensional, KDPPLK Syariah memberikan konsep dasar
paradigma, asas transaksi syariah, dan karakteristik transaksi syariah.. Konsep Dasar
Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (KDPPLK) syariah merupakan kerangka
yang menyajikan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan bank
syariah. Apabila tidak diatur secara spesifik dalam kerangka dasar ini maka berlakulah
kerangka dasar akuntansi umum, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Kerangka dasar ini berlaku untuk laporan keuangan untuk semua jenis perusahaan

11
komersial, baik sektor publik maupun sektor swasta. Perusahaan pelopor adalah perusahaan
yang laporan keuangannya digunakan oleh pengguna dengan mengandalkan laporan
keuangan tersebut sebagai sumber utama informasi keuangan.

Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah, terdiri dari
beberapa standar kerangkanya diantaranya adalah :

a. PSAK 101 (Penyajian Laporan Keuangan Syariah)


b. PSAK 102 (Akuntansi Murabahah)
c. PSAK 103 (Akuntansi Salam)
d. PSAK 104 (Akuntansi Istishna).
e. PSAK 105 (Akuntansi Mudharabah).
f. PSAK 106 (Akuntansi Musyarakah).
g. PSAK 107 (Akuntansi Ijarah)
h. PSAK 108 (Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah).
i. PSAK 109 (Akuntansi Zakat, Infaq dan Shadaqoh)
j. PSAK 110 (Akuntansi Sukuk)

Kerangka dasar tersebut menyajikan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian
laporan keuangan bagi para penggunanya. Tujuan kerangka dasar ini adalah untuk
digunakan sebagai acuan bagi:

a. penyusun standar akuntansi keuangan syariah, dalam pelaksanaan tugasnya;


b. penyusun laporan keuangan, untuk menanggulangi masalah akuntansi syariah yang
belum diatur dalam standar akuntansi keuangan syariah;
c. auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun
sesuai dengan prinsip akuntansi syariah yang berlaku umum; dan
d. para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan syariah.
Meliputi: investor, pemilik dana qardh, pemilik dana syirkah temporer, pemilik dana
titipan, pembayar dan penerima ZIS &wakaf, pengawas syariah, karyawan,
pemasok, pelanggan, pemerintah, masyarakat

Komponen laporan keuangan entitas Syariah terdiri dari:


a. Laporan Posisi Keuangan
Unsur-unsurnya terdiri dari aser, liabilitas, dana syirkah temporer dan ekuitas

12
b. Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain
Unsur-unsurnya terdiri dari penghasilan, beban, dan hak pihak ketiga atas bagi
hasil dana syirkah temporer
c. Laporan Perubahan Ekuitas
d. Laporan Arus Kas
e. Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat
f. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebijakan
g. Catatan atas Laporan Keuangan

13
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Djohar (2016). Substansi Akad dalam Transaksi Syariah. Bahan Ajar Prodi
Mu’amalah Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Syekh Nurjati : Cirebon

Harahap, S., Wiroso., Yusuf, Muhammad (2010) Akuntansi Perbankan Syariah. LPFE
Usakti : Jakarta

Ikatan Akuntan Indonesia (2015) Modul Chartered Accountant : Pelaporan Korporat..


Jakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia (2018) Standar Akuntansi Keuangan Syariah. Jakarta.

Wahyuddin, Iwan (2018) Perbedaan Laporan Keuangan Syariah dengan Laporan Keuangan
Konvensional. Makalah Magister Perbankan Syariah UIN Syarif Hidayatullah : Jakarta

14
Pertanyaan dan Jawaban Terkait

1. Apa manfaat umum dari menyajikan laporan keuangan secara syariah?


Diantara manfaat menyajikan laporan keuangan secara Syariah, yaitu:
a. Menyediakan informasi keuangan yang benar bagi entitas yang menerapkan prinsip
syariah. Ini merupakan tujuan yang paling pokok dari laporan keuangan, yaitu
menyediakan informasi keuangan entitas syariah pada satu periode akuntansi. Dari
informasi keuangan, para pengguna dapat menjadikan laporan keuangan sebagai
rujukan atau bahan dalam pengambilan keputusan ekonomi, seperti keputusan
investasi oleh investor, keputusan ekspansi oleh manajemen, dll. Informasi keuangan
ini tersaji pada laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, laporan arus kas, dan
laporan perubahan ekuitas.
b. Menyediakan informasi kepatuhan terhadap prinsip syariah (sharia compliance).
Selain menyediakan informasi keuangan, laporan keuangan syariah juga
menyediakan informasi kepatuhan terhadap prinsip syariah. Jadi, dari laporan
keuangan syariah dapat dilihat apakah aktivitas entitas syariah telah sesuai dengan
prinsip syariah atau belum. Contoh, perlakuan pendapatan bunga yang diperoleh
entitas syariah, apakah diakui sebagai pendapatan bunga atau dana sosial. Informasi
ini sangat dibutuhkan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) untuk proses
pengawasan.
c. Menyediakan informasi mengenai pemenuhan tanggungjawab sosial. Sebagai
bentuk pemenuhan tanggung jawab sosial, entitas syariah juga menyediakan
informasi sosial dalam laporan keuanganya. Informasi ini disajikan pada laporan
sumber dan penyaluran dana zakat, dan laporan sumber dan penggunaan dana
kebajikan. Laporan keuangan syariah wajib menyediakan informasi sosial, walaupun
secara pelaksanaan belum dilakukan.

2. Siapa saja yang menjadi pengguna dari laporan keuangan Syariah?


Jawab:
Berikut ini pengguna laporan keuangan syariah beserta kebutuhan informasinya:

a. Internal Entitas Syariah (Manajemen). Internal Entitas Syariah adalah jajaran direksi
dan manajer. Mereka adalah pihak yang paling memerlukan informasi laporan

15
keuangan terutama untuk pengambilan keputusan atas kinerja yang telah
dilaksanakan.
b. Pemegang Saham. Pemegang saham tertarik terhadap informasi tingkat resiko serta
hasil investasi untuk menentukan apakah harus membeli, menahan, atau menjual
investasi yang mereka tanamkan. Selain pemegang saham berkepentingan terhadap
laporan keuangan untuk menilai kemampuan entitas syariah dalam membayar
deviden.
c. Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS berkepentingan terhadap laporan keuangan
untuk mengukur tingkat kepatuhan manajemen dengan prinsip syariah.
d. Pemilik dana titipan (wadiah). Pemilik dana titipan adalah nasabah penabung,
mereka harus memastikan apakah dana yang dititipkan dapat diambil setiap saat. Hal
ini terkait dengan ketersediaan dana/kas pada entitas syariah yang ditunjukan dengan
rasio likuiditas.
e. Pemilik Dana Syirkah Temporer. Pemilik dana syirkah temporer adalah investor
yang menginvestasikan dana pada entitas syariah menggunakan akad syirkah
(mudharabah/musyarakah) seperti pemilik dana deposito pada bank syariah atau
pemilik sukuk mudharabah di bank syariah . Mereka berkepentingan terhadap
informasi keuangan untuk memastikan tingkat bagi hasil yang mereka peroleh serta
tingkat keamanan dana.
f. Pembayar dan Penerima Dana Sosial. Mereka berkepentingan terhadap informasi
mengenai sumber dan penggunaan dana sosial seperti zakat, infak, sedekah dan
wakaf.
g. Karyawan. Karyawan juga berkepentingan terhadap laporan keuangan untuk
mengetahui apakah entitas syariah memiliki kemampuan untuk membayar gaji,
manfaat pensiun, dan kelanjutan karir.
h. Regulator. Regulator seperti OJK, BI, dan kementerian Koperasi dan UKM
berkepentingan terhadap laporan keuangan untuk menilai perkembangan entitas
syariah dan kebutuhan penyusunan regulasi, serta untuk statistik.
i. Masyarakat. Termasuk didalamnya adalah mahasiswa adalah pihak yang
berkepentingan terhadap laporan keuangan entitas syariah diantaranya untuk
penyusunan skripsi, tesis, disertasi, dan penelitian lainnya. Anda mungkin termasuk
dalam kategori ini

16

Anda mungkin juga menyukai