Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit jantung rematik (PJR) merupakan suatu komplikasi yang serius


dari suatu demam rematik. PJR adalah kelainan jantung yang ditemukan pada
demam rematik akut atau kelainan jantung yang merupakan gejala sisa (sekuele)
dari suatu demam rematik.
Demam rematik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non
supuratif yang digolongkan pada kelainan vaskular kolagen atau kelainan jaringan
ikat. Proses rematik ini merupakan reaksi peradangan yang dapat mengenai
banyak organ tubuh terutama jantung, sendi dan sistem saraf pusat. Demam
rematik akut adalah sinonim dari demam rematik dengan penekanan akut,
sedangkan yang dimasuk demam rematik inaktif adalah pasien-pasien dengan
demam rematik tanpa tanda-tanda radang. 1,2,3
Demam rematik merupakan sindroma klinis yang disebabkan oleh infeksi
Streptococcus –β Hemolyticus group A, dengan 1 atau lebih gejala mayor
(poliartritis migrans akut, karditis, korea minor, nodul subkutan, dan eritema
marginatum). Demam Rematik Akut (DRA) adalah istilah untuk penderita demam
rematik yang terbukti dengan tanda radang akut. Bakteri Streptokokus grup A,
bakteri ini terutama menyebabkan faringitis, selulitis dan dua penyakit autoimun
yaitu demam rematik akut dan glomerulonefritis akut. Demam rematik akut
menyertai faringitis Streptokokus grup A yang tidak diobati. Diperkirakan hanya
3 % dari individu yang belum pernah menderita demam rematik akan menderita
komplikasi ini setelah menderita faringitis streptokokus yang tidak diobati.1,2,3,4
Demam rematik terjadi sebagai sekuele lambat radang non – supuratif
sistemik yang dapat melibatkan sendi, jantung, susunan saraf pusat, jaringan
subkutan dan kulit dengan frekuensi yang bervariasi.1,2
Demam rematik masih merupakan penyebab penyakit kardiovaskular yang
signifikan didunia termasuk Indonesia. Dinegara maju insiden demam rematik dan
penyakit jantung rematik menurun. Insidensi dan angka kematian pada demam
rematik telah jauh berkurang oleh karena membaiknya kondisi sosioekonomi,
diagnosis dini dan terapi streptokokus, serta penurunan virulensi streptkokus grup

1
A yang belum diketahui penyebabnya, tetapi pada daerah perkotaan yang padat
dan pada keadaan sosioekonomi yang kurang, masih tetap merupakan masalah
medis dan public health didunia karena mengenai anak – anak dan dewasa muda
pada usia produktif.1,2,3,4
Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29 Oktober–1
November 2001 yang diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk PJR 0,5 per
100.000 penduduk di Negara maju hingga 8,2 per 100.000 penduduk di negara
berkembang di daerah Asia Tenggara diperkirakan 7,6 per 100.000 penduduk.
Diperkirakan sekitar 2.000-332.000 penduduk yang meninggal diseluruh dunia
akibat penyakit tersebut.5
Prevalensi demam rematik di Indonesia belum diketahui secara pasti,
meskipun beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa
prevalensi penyakit jantung rematik berkisar antara 0,3 sampai 0,8 per 1.000 anak
sekolah. Dengan demikian, secara kasar dapat diperkirakan bahwa prevalensi
demam rematik di Indonesia pasti lebih tinggi dari angka tersebut, mengingat
penyakit jantung rematik merupakan akibat dari demam rematik.
Berikut ini laporan kasus mengenai penyakit jantung rematik pada seorang
anak laki-laki berumur 8 tahun 5 bulan yang datang berobat ke poliklinik anak
RSUD Rd. Mattaher Jambi pada tanggal 28 Maret 2015.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : An. R
Umur : 8 tahun 5 bulan
Jenis kelamin : Laki – laki
Berat Badan : 33 kg
Agama : Islam
Alamat : Perumahan Aur Duri no. 257
MRS tanggal : 28 Maret 2015

2.2 Anamnesis
Anamnesis dan Alloanamnesis : Pasien dan Ibu pasien
Keluhan utama : Nyeri dada sebelah kiri sejak 4 hari SMRS
Keluhan tambahan : Batuk

Riwayat penyakit sekarang :


Sejak ± 4 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh nyeri dada
sebelah kiri, nyeri dada timbul saat bermain, nyeri dada berlangsung ± 3
menit, nyeri menjalar ke punggung, terasa berdebar-debar (+), nyeri dada
berkurang apabila pasien istirahat. Pasien juga mengatakan mudah lelah saat
berlari. Sesak napas (+), sesak tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.
Sesak nafas berkurang bila pasien beristirahat ataupun tidur dengan 1 bantal.
Pasien tidak pernah terbangun pada malam hari karena sesak nafas. Sesak
nafas tidak dipengaruhi oleh cuaca. Pasien juga mengeluh batuk (+) tidak
berdahak, demam (-), mual (-), muntah (-), nyeri sendi (-), bengkak di
tangan dan kaki (-), BAK dan BAB tidak ada kelainan.

3
Riwayat penyakit dahulu :
 2 bulan yang lalu pasien pernah dirawat di RSUD Raden Matttaher
dengan diagnosis demam rematik akut.
 Pasien rajin kontrol ke Poliklinik
 Setiap 28 hari pasien suntik penisilin di Poliklinik

Riwayat penyakit keluarga :


Penyakit dengan keluhan dan gejala yang sama dalam keluarga disangkal.

2.3 Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit


 Riwayat kehamilan dan kelahiran
Masa kehamilan : Aterm
Partus : Spontan (pervaginam)
Tempat : Rumah Sakit
Ditolong oleh : Bidan
Tanggal : 1 Oktober 2006
BBL : + 2700 gr
PB : Ibu Lupa

 Riwayat makanan
o ASI eksklusif : Sejak lahir – 6 bulan
o Susu formula : 7 bulan
o Bubur nasi : 8 bulan
o Nasi tim/lembek : 9 - 18 bulan
o Nasi biasa : 18 bulan - sekarang
Kesan : Kuantitas dan kualitas cukup baik

 Riwayat imunisasi
a. BCG : + (usia lupa), scar (+)
b. Polio : + (usia lupa)
c. DPT : + (usia lupa)
d. Campak : + (usia lupa)

4
e. Hepatitis B : + (usia lupa)
Kesan : Menurut Ibu pasien imunisasi dasar lengkap

 Riwayat keluarga
Perkawinan : Orang tua menikah
Umur : Ayah : 36 tahun
Ibu : 29 tahun
Pendidikan : Ayah : SMP
Ibu : SMP
Penyakit yang pernah diderita :-
Saudara : 2 bersaudara

 Riwayat perkembangan fisik


Gigi pertama : Ibu lupa
Tengkurap : Ibu lupa
Balik badan : Ibu lupa
Merangkak : Ibu lupa
Duduk : Ibu lupa
Berdiri : Ibu lupa
Berjalan : Ibu lupa
Berbicara : Ibu lupa
Kesan : Tidak dapat dinilai

 Status gizi
Seorang anak laki-laki, usia 8 tahun 5 bulan dengan berat badan 33 kg dan
panjang badan 110 cm
33
BB/U : 26 𝑋 100% = 126 %(Gizi baik)
110
TB/U : 𝑋 100% = 114 % (normal)
96
33
BB/TB : 39 𝑋 100% = 84% (Gizi baik)

Kesan : Gizi baik

5
2.4 Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Berat Badan : 33 kg
Tinggi badan : 110 cm
Gizi : Baik
b. Tanda-tanda vital  Nadi : 90 x/menit
RR : 26 x/menit
Suhu : 36,5 °C
TD : 110/80 mmHg
c. Kulit
Sianosis : (-)
Turgor : Cepat kembali < 2 detik
Kelembaban : Cukup
Pucat : (-)
d. Kepala
Bentuk : Normochepal
 Rambut
Warna : Hitam
Tebal / tipis : Tebal
Jarang / tidak (distribusi): Normal
 Mata
Palpebra : Edema (-/-), cekung (-/-)
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Pupil : Isokor +/+
Refleks cahaya :+/+
Kornea : Jernih
 Telinga
Bentuk : Simetris
Sekret : Tidak ada
Serumen : Tidak ada

6
Nyeri : Tidak ada
 Hidung
Bentuk : Simetris
Pernapasan cuping hidung : -
Sekret :-/-
Epistaksis :-/-
 Mulut
Bentuk : Simetris
Bibir : Mukosa kering (-)
Gusi : Mudah berdarah (-)
 Lidah
Bentuk : Simetris
Pucat :-
Kotor :-
Warna : Merah muda
 Faring
Hiperemis :-
Edema :-
 Tonsil
Warna : merah muda
Pembesaran : T1– T1, tidak hiperemis
e. Leher
Pembesaran KGB :-
Massa :-
f. Thoraks
 Jantung
Inspeksi  Iktus kordis : Tidak terlihat (sulit dinilai)
Palpasi  Apeks : Tidak teraba
Thrill :-
Perkusi  Batas kiri : ICS V LMCS
Batas kanan : ICS IV LPSD
Batas atas : ICS II LPSD

7
Batas bawah : ICS VI
Auskultasi  Suara dasar : S1-S2 irreguler,
Bising : murmur (+), gallop (-).
 Paru
Inspeksi  Bentuk : Simetris
Retraksi :-
Dispnea :+
Pernapasan : Thorakoabdominal
Bendungan vena : -
Sternum : Ditengah
Palpasi  Fokal fremitus : Getaran sama antara kiri dan kanan
Perkusi  : Sonor / Sonor
Auskultasi  Suara nafas dasar : Vesikuler (+/+) Normal
Suara nafas tambahan : Ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
g. Abdomen
Inspeksi  Bentuk : Datar
Umbilikus : tidak menonjol
Turgor : Cepat kembali
Palpasi  Nyeri tekan :-
Nyeri lepas :-
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Massa : tidak teraba
Perkusi  Timpani
Asites (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
h. Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis (-)
i. Genitalia : laki - laki, tidak diperiksa
j. Anus : (+), tidak ada kelainan

8
2.5 Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium
20-02-2015
PARAMETER HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Darah Rutin
WBC 9,0 103/mm3 3.5-10.0
RBC 4,68 106/mm3 3.80-5.80
HGB 12,7 g/dl 11.0-16.5
HCT 38,6 % 35.0-50.0
PLT 316 10 /mm3
3
150-390
PCT 0.202 % 0.100-0.500
MCV 82 µm3 80-97
MCH 27,1 pg 26.5-33.5
MCHC 32,9 g/dl 31.5-35
RDW 12,6 % 10-15
MPV 6,4 µm3 6.5-11
PDW 13,7 % 10-18
Diff count
LYM 50,8 % 17-48
MON 6,0 % 4.0-10.0
GRA 43,1 % 43.0-76.0
Gula Darah
GDS mg/dl <200

 Pemeriksaan Analisa Urin


- Warna : kuning muda
- Berat jenis : 1030
- pH : 5,0
- Protein : (-)
- Glukosa : (-)
- Sel : leukosit (0-1/LPB)
eritrosit (1-2/LPB)
epithel (1-2/LPB)

 Pemeriksaan Serologi-Imunologi
- CRP : Positif (+)
- ASTO kualitatif : Positif (+)

9
 Pemeriksaan EKG

Interpretasi :
- Sinus takikardi
- P-R interval memanjang

2.6 Pemeriksaan Anjuran


- Rontgen Thorax
- Echocardiography

2.7 Diagnosa Banding


- Arthritis Reumatoid
- Miokarditis Virus

2.7 Diagnosis Kerja


Penyakit Jantung Rematik

10
2.8 Terapi
Non medikamentosa : Tirah baring
Medikamentosa
 Asetil salisilat 100 mg/KgBB/hari
 Inj. Benzatin Penisilin G 1,2 juta IU/ 28 hari

2.9 Prognosis:
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad Fungtionam : Dubia ad bonam

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Penyakit jantung rematik (PJR) merupakan suatu komplikasi yang serius
dari suatu demam rematik. PJR adalah kelainan jantung yang ditemukan pada
demam rematik akut atau kelainan jantung yang merupakan gejala sisa (sekuele)
dari suatu demam rematik.
PJR lebih sering terjadi pada penderita yang menderita keterlibatan
jantung yang berat pada serangan DR akut. PJR kronik dapat ditemukan tanpa
adanya riwayat DR akut. Hal ini terutama didapatkan pada penderita dewasa
dengan ditemukannya kelainan katup. Kemungkinan sebelumnya penderita
tersebut mengalami serangan karditis rematik subklinis, sehingga tidak berobat
dan tidak didiagnosis pada stadium akut. Kelainan katup yang paling sering
ditemukan adalah pada katup mitral, kira-kira tiga kali lebih banyak daripada
katup aorta
Demam Rematik adalah suatu sindroma klinik penyakit akibat infeksi
kuman Streptokokus β hemolitik grup A pada tenggorokan yang terjadi secara
akut ataupun berulang dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis
migrans akut, karditis, korea, nodul subkutan dan eritema marginatum.1,2,3,4

3.2 Epidemiologi
Demam rematik (demam reumatik) masih sering didapati pada anak di
negara berkembang dan sering mengenai anak usia antara 5 – 15 tahun. Pada
tahun 1944 diperkirakan diseluruh dunia terdapat 12 juta penderita demam
reumatik dan penyakit jantung reumatik dan sekitar 3 juta mengalami gagal
jantung dan memerlukan rawat inap berulang di rumah sakit. Prevalensinya
dinegara sedang berkembang berkisar antara 7,9 sampai 12,6 per 1000 anak
sekolah dan relatif stabil. 1,2,3,4,6
Statistik rumah sakit di negara sedang berkembang menunjukkan sekitar
10 – 35 persen dari penderita penyakit jantung yang masuk kerumah sakit adalah
penderita demam reumatik dan penyakit jantung reumatik. Data yang berasal dari

12
negara berkembang memperlihatkan mortalitas karena demam reumatik dan
penyakit jantung reumatik masih merupakan problem dan kematian karena
demam reumatik akut terdapat pada anak dan dewasa muda. 1,2,3,4,6

3.3 Etiologi
Streptoccus beta hemolyticus group A strain tertentu yang bersifat
reumatogenik dan adanya faktor predisposisi genetik. Kemungkinan menderita
DRA setelah mendapat infeksi Streptococcus beta hemolyticus grup A di
tenggorokan 0,3-3%.1,2,8
Telah lama diketahui DR mempunyai hubungan dengan infeksi kuman
Streptokokus β hemolitik grup A pada saluran nafas atas dan infeksi kuman ini
pada kulit mempunyai hubungan untuk terjadinya glomerulonefritis akut. Kuman
Streptokokus β hemolitik dapat dibagi atas sejumlah grup serologinya yang
didasarkan atas antigen polisakarida yang terdapat pada dinding sel bakteri
tersebut. Tercatat saat ini lebih dari 130 serotipe M yang bertanggung jawab pada
infeksi pada manusia, tetapi hanya grup A yang mempunyai hubungan dengan
etiopatogenesis DR dan PJR. 1,2,3,4
Beberapa faktor predisposisi lain yang berperan pada penyakit ini adalah
keadaan sosio ekonomi yang rendah, penduduk yang padat, golongan etnik
tertentu, faktor genetik, golongan HLA tertentu, daerah iklim sedang, daerah
tropis bercuaca lembab dan perubahan suhu yang mendadak. 1,2,3,4

Insufisiensi Mitral (Regurgitasi Mitral)


Insufisiensi mitral merupakan lesi yang paling sering ditemukan pada
masa anak-anak dan remaja dengan PJR kronik. Pada keadaan ini bias juga terjadi
pemendekan katup, sehingga daun katup tidak dapat tertutup dengan sempurna.
Penutupan katup mitral yang tidak sempurna menyebabkan terjadinya regurgitasi
darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri selama fase sistol. Pada kelainan ringan
tidak terdapat kardiomegali, karena beban volume maupun kerja jantung kiri tidak
bertambah secara bermakna. Hal ini dikatakan bahwa insufisiensi mitral
merupakan klasifikasi ringan, karena tidak terdapat kardiomegali yang merupakan
salah satu gejala gagal jantung.

13
Tanda-tanda fisik insufisiensi mitral utama tergantung pada keparahannya.
Pada penyakit ringanm tanda-tanda gagal jantung tidak ada. Pada insufisiensi
berat terdapat tanda-tanda gagal jantung kongestif kronis, meliputi kelelahan,
lemah, berat badan turun, pucat.

Stenosis Mitral
Stenosis mitral merupakan kelainan katup yang paling sering diakibatkan
oleh PJR. Perlekatan antar daun-daun katup, selain dapat menimbulkan
insufisiensi mitral (tidak dapat menutup sempurna) juga dapat menyebabkan
stenosis mitral (tidak dapat membuka sempurna). Ini akan menyebabkan beban
jantung kanan akan bertambah, sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kanan yang
dapat menyebabkan gagal jantung kanan. Dengan terjadinya gagal jantung kanan,
stenosis mitral termasuk ke dalam kondisi yang berat.

Insufisiensi Aorta (Regurgitasi Aorta)


PJR menyebabkan sekitar 50% kasus regurgitasi aorta. Pada sebagian
besar kasus ini terdapat penyakit katup mitralis serta stenosis aorta. Regurgitasi
aorta dapat disebabkan oleh dilatasi aorta, yaitu penyakit pangkal aorta. Kelainan
ini dapat terjadi sejak awal perjalanan penyakit akibat perubahan-perubahan yang
terjadi setelah proses radang rematik pada katup aorta. Insufisiensi aorta ringan
bersifat asimtomatik. Oleh karena itu, insufisiensi aorta juga bias dikatakan
sebagai klasifikasi PJR yang ringan. Tetapi apabila penderita PJR memiliki
insufisiensi mitral dan insufisiensi aorta, maka klasifikasi tersebut dapat dikatakan
sebagai klasifikasi PJR yang sedang. Hal ini dapat dikaitkan bahwa insufisiensi
mitral dan insufisiensi aorta memiliki peluang untuk menjadi klasifikasi berat,
karena dapat menyebabkan gagal jantung.

Stenosis Aorta
Stenosis aorta adalah obstruksi aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta
dimana lokasi obstruksi dapat terjadi di valvuler, supravalvuler dan subvalvuler.
Gejala-gejala stenosis aorta akan dirasakan penderita setelah penyakit berjalan
lanjut termasuk gagal jantung dan kematian mendadak. Pemeriksaan fisik pada

14
stenosis aorta yang berat didapatkan tekanan nadi menyempit dan lonjakan denyut
arteri melambat.

3.4 Patogenesis
Hubungan antara infeksi Streptokokus β hemolitik grup A dengan
terjadinya DR telah lama diketahui. Demam rematik merupakan respons auto
immune terhadap infeksi Streptokokus β hemolitik grup A pada tenggorokan.
Mekanisme patogenesis yang pasti sampai saat ini tidak diketahui, tetapi peran
antigen histokompatibiliti mayor, antigen jaringan spesifik potensial dan antibodi
yang berkembang segera setelah infeksi streptokokkus telah diteliti sebagai faktor
resiko yang potensial dalam patogenesis penyakit ini. Terbukti sel limfosit T
memegang peranan dalam patogenesis penyakit ini dan ternyata tipe M dari
Streptokkokus grup A mempunyai potensi rheumatogenik. Beberapa serotip
biasanya mempunyai kapsul, berbentuk besar, koloni mukoid yang kaya dengan
M protein. M-protein adalah salah satu determinan virulensi bakteri, strukturnya
homolog dengan myosin kardiak dan molecul alpha-helical coiled coil, seperti
tropomyosin, keratin dan laminin. Laminin adalah matriks protein ekstraseluler
yang disekresikan oleh sel endothelial katup jantung dan bagian integral dari
struktur katup jantung.1,2,3,4,7,8
Superantigen streptokokal adalah glikoprotein unik yang disintesa oleh
bakteri dan virus yang dapat berikatan dengan major histocompatibility complex
molecules dengan nonpolymorphic V b-chains dari T-cell receptors. Infeksi
streptokokkus dimulai dengan ikatan permukaan bakteri dengan reseptor spesifik
sel host dan melibatkan proses spesifik seperti pelekatan, kolonisasi dan invasi.
Ikatan permukaan bakteri dengan permukaan reseptor host adalah kejadian yang
penting dalam kolonisasi dan dimulai oleh fibronektin dan oleh streptococcal
fibronectin-binding proteins.1,2,3,4,6,8

15
Gambar 1. Patogenesis DR dan PJR
Infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A antigen jenis tertentu +
komponen jaringan tubuh dengan struktur yang mirip dengan antigen yang
bersangkutan (+ mekanisme yang belum jelas)  reaksi antigen antibodi 
reaksi radang: eksudasi/proliferasi/degenerasi  kelainan pada organ target
(karditis, poliartritis (migrans, korea, eritema marginatum, nodul subkutan) +
gejala umum radang (LED/CRP meningkat, panas, dsb). Karditis  insufisiensi
katup/dilatasi jantung/miokarditis/perikarditis  cacat katup, kadang-kadang
perlengketan perikard  gangguan hemodinamik dengan segala akibatnya. Proses
sikatrisasi berlangsung lama  manifestasi kelainan jantung/cacat katup berubah
sebelum sampai bentuk yang definitif. Infeksi ulang Streptococccus
betahemolitikus grup A  aktivasi DR  biasanya dengan karditis yang lebih
berat.

16
3.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi Mayor:
a. Karditis
Karditis merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat
karena merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan
kematian penderita pada fase akut dan dapat menyebabkan kelainan katup
sehingga terjadi penyakit jantung rematik.1,3,4
Kriteria Karditis:
- Bunyi jantung melemah
- Adanya bising sistolik, mid diastolik di apeks atau bising diastolik di
basal jantung.
- Perubahan bising, misalnya dari grade I menjadi grade II.
- Takikardia atau irama derap.
- Kardiomegali.
- Perikarditis.
- Gagal jantung kongestif tanpa sebab lain.

Tabel 2. Pembagian Karditis menurut Decourt


Karditis Ringan Karditis Sedang Karditis Berat
Takikardia, murmur Tanda – tanda karditis Ditandai dengan gejala
ringan pada area mitral, ringan, bising jantung sebelumnya ditambah
jantung normal, EKG yang lebih jelas pada gagal jantung kongestif.
normal. area mitral dan aorta,
aritmia, kardiomegali,
hipertropi atrium kiri,
dan ventrikel kiri.

b. Poliartritis Migrans
Poliartritis migrans merupakan tanda khas dari demam rematik, biasanya
mengenai sendi – sendi besar, yang dapat timbul bersamaan, tetapi lebih
sering berpindah – pindah. Sendi yang terkena menunjukkan gejala – gejala
radang yang jelas yaitu merah, panas, nyeri dan fungsio laesa. Ditandai oleh

17
adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba panas, dan keterbatasan
gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada demam rematik paling
sering mengenai sendi-sendi besar anggota gerak bawah. Kelainan sendi ini
menghilang sendiri tanpa pengobatan. 1,3,4

c. Korea Syndenham
Korea syndenham atau korea minor adalah gerakan – gerakan cepat,
bilateral, tanpa tujuan dan sulit dikendalikan. Seringkali disertai kelemahan
otot dan gangguan emosional. Semua otot terkena, tetapi yang mencolok
adalah otot wajah dan ekstremitas. Korea Syndenham merupakan satu-satunya
tanda mayor yang sedemikian penting sehingga dapat dianggap sebagai
pertanda adanya demam rematik meskipun tidak ditemukan kriteria yang lain.
Korea merupakan manifestasi demam rematik yang muncul secara lambat. 1,3,4

d. Eritema Marginatum
Eritema marginatum merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada
demam rematik kelainan kulit berupa bercak merah muda, berbentuk bulat, lesi
berdiameter sekitar 2,5 cm. Bagian tengahnya pucat sering bagian tepinya
berbatas tegas, tanpa indurasi, tidak gatal paling sering ditemukan pada tungkai
proksimal. Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus yang
berat. 1,3,4

e. Nodul Subkutan
Terletak dibawah kulit, keras, tidak sakit, mudah digerakkan dan berukuran 3-
10 mm. Lokasinya sekitar ekstensor sendi siku, lutut, pergelangan kaki, tangan
dan kaki, daerah oksipital serta diatas prosesus vertebra torakalis dan lumbalis.1,3,4

Kriteria Minor
a. Riwayar demam rematik sebelumnya
Dapat digunakan sebagai salah satu criteria minor apabila tercatat dengan
baik sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada kriteria obyektif yang sama.
Akan tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik inaktif yang

18
pernah diidap seorang penderita seringkali tidak tercatat secara baik sehingga sulit
dipastikan kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis. 1,3,4

b. Artralgia
Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai
peradangan atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan
dengan nyeri pada otot atau jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi
malam hari yang lazim terjadi pada anak-anak normal. Artralgia tidak dapat
digunakan sebagai kriteria minor apabila poliartritis sudah dipakai sebagai kriteria
mayor. 1,3,4

c. Demam
Pada demam rematik biasanya ringan, meskipun ada kalanya mencapai
39°C, terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai
suatu demam derajat ringan selama beberapa minggu. Demam merupakan
pertanda infeksi yang tidak spesifik, dan karena dapat dijumpai pada begitu
banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak memiliki arti diagnosis banding yang
bermakna. 1,3,4

d. Peningkatan kadar reaktan fase akut


Berupa kenaikan laju endap darah, kadar protein C reaktif, serta
leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan peradangan atau infeksi. Ketiga
tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan pada demam rematik, kecuali
jika korea merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang ditemukan. Perlu
diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus anemia dan gagal
jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada anemia,akan
tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju endap darah
dankadar protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus infeksi, namun
apabila protein C reaktif tidak bertambah, maka kemungkinan adanya infeksi
streptokokus akut dapat dipertanyakan. 1,3,4

19
e. Interval P-R yang memanjang
Biasanya menunjukkan adanya keterlambatan abnormal sistem konduksi
pada nodus atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai pada demam rematik,
perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik. Selain itu,
interval P-R yang memanjang juga bukan merupakan pertanda yang memadai
akan adanya karditis rematik. 1,3,4

3.6 Diagnosa
Diagnosis demam rematik ditegakkan berdasarkan kriteria WHO tahun
2003 (Berdasarkan revisi kriteria Jones). 1,3,4,7,8

Tabel 1. Kriteria WHO tahun 2002 – 2003 untuk diagnosis Demam Rematik dan
Penyakit Jantung Rematik (Berdasarkan revisi kriteria Jones).

Kriteria Diagnostik Kriteria


- Demam rematik serangan pertama - Dua mayor atau satu mayor
dengan dua minor ditambah
dengan bukti infeksi SGA
sebelumnya
- Demam rematik serangan rekuren - Dua mayor atau satu mayor dan
tanpa PJR dua minor ditambah dengan bukti
infeksi SGA sebelumnya.
- Demam rematik serangan rekuren - Dua minor ditambah dengan bukti
dengan PJR infeksi SGA sebelumnya
- Korea syndenham - Tidak diperlukan kriteria mayor
lainnya atau bukti infeksi SGA.
- PJR (stenosis mitral murni atau - Tidak perlu kriteria lainnya untuk
kombinasi dengan insufisiensi mendiagnosis sebagai PJR.
mitral dan/ atau gangguan katup
aorta).

20
Manifestasi mayor Manifestasi minor
Karditis Klinis:
Poliartritis migrans - Artralgia
Korea - Demam
Eritema marginatum Laboratorium:
Nodulus subkutan - Peningkatan reaktan fase akut
yaitu: LED dan atau CRP yang
meningkat
- Interval PR yang memanjang.

Diagnosis demam rematik ditegakkan bila terdapat 2 manifestasi mayor


atau 1 manifestasi mayor ditambah 2 manifestasi minor dan didukung bukti
adanya infeksi streptokokus sebelumnya yaitu kultur apus tenggorok positif atau
kenaikan titer antibodi streptokokus (ASTO) > 200. Terdapat pengecualian untuk
gejala korea minor, diagnosis DR dapat ditegakkan tanpa perlu adanya bukti
infeksi streptokokus.1,2

3.7 Pemeriksaan Penunjang9,10


1. Kultur tenggorok
Penemuan SGA pada kultur tenggorok biasanya negatif pada saat gejala
demam rematik atau PJR terlihat. organisme harus di isolasi sebelum terapi
antibiotik inisiasi

2. Tes deteksi cepat antigen


Tes ini memungkinkan deteksi cepat antigen SGA dan memungkinkan
diagnosis faringitis streptokokal dan inisiasi terapi antibiotik ketika pasien masih
berada di ruang periksa. Karena spesifitasnya lebih dari 95% tetapi sensitivitasnya
hanya 60-90%, kultur tenggorok harus dilakukan menambahkan hasil tes ini.

3. Antibodi Antistreptococcal
Gejala klinis demam rematik dimulai saat antibodi berada pada tingkat
puncaknya, oleh karena itu, tes antibodi antistreptococcal berguna untuk

21
mengkonfirmasi infeksi SGA sebelumnya. Peningkatan antibodi sangat berguna
terutama untuk pasien dengan gejala klinis yang ada hanya chorea. Titer antibbodi
harus di cek interval 2 minggu untuk mendeteksi kenaikan. Tes antibodi terhadap
ekstraselular antistreptococcal yang paling sering adalah antistreptolisin O ( ASO
), antideoxyribonuklease (DNAse) B, antihyaluronidase, antistreptokinase,
antistreptococcal esterase dan anti-DNA. Tes antibodi untuk komponen selular
antigen SGA meliputi antistreptococcal polisaccharida, antiteichoic acid antibodi,
dananti M-protein antibody Secara umum, rasio antibodi terhadap antigen
ekstraselular streptococcal meningkat selama bulan pertama setelah terinfeksi dan
setelah itu menurun dalam 3-6 bulan sebelum kembali kekadar normal setelah 6-
12 tahun. ASO memiliki titer puncak 2-3 minggu setelah onset demam rematik
dengan sensitivitas tes ini 80-85%. Anti DNAse B sedikit lebih sensitif (90%)
untuk mendeteksi demam rematik atau glomerulonefritis akut.Antihyaluronidase
biasanya abnormal pada pasien demam rematik dengan titer ASO normal dan
meningkat lebih awal dan bertahan lebih lama dari peningkatan titer ASO selama
demam rematik.

4. Reaktan Fase Akut


C-reactive protein (CRP) dan laju endap darah meningkat pada demam
rematik dikarenakan inflamasi yang merupakan natur dari penyakit. Memiliki
sensitivitas yang tinggi tetapi spesifsitas yang rendah.

5. Rontgen Thoraks
Pada insufisiensi mitral, foto thoraks dapat dilihat pembesaran atrium kiri
dan ventrikel kiri, kongesti pembuluh darah perihilar yang adalah tanda dari
hipertensi vena pulmonalis dapat juga terlihat. Kalsifikasi mitral jarang terjadi
pada anak kecil Pada mitral stenosis, lesi sedang atau berat, pada foto thoraks
didapatkan pembesaran atrium kiri dan pembesaran arteri pulmonalis dan ruang
jantung kanan, perfusi pada bagian apikal paru-paru yang lebih banyak Pada
insufisiensi aorta, didapatkan pembesaran ventrikel kiri dan aorta.

22
6. Elektrokardiografi (EKG)
Pada mitral insufisiensi berat terlihat gel P bifasik prominen, disertai tanda
hipertrofi ventrikel kiri dan berhubungan dengan hipertrofi ventrikel kanan. Pada
mitral stenosis seiring dengan berat penyakit, terdapat gel P notched dan hipertrofi
ventrikel kanan menjadi terlihat. Pada EKG insufisiensi aorta mungkin normal,
tetapi pada kasus lanjutan terdapat hipertrofi ventrikel kiri dan gelombang P
prominen Atrioventrikular (AV) blok derajat satu, yaitu dengan adanya
perpanjangan PR interval harus diperhatikan pada beberapa pasien dengan PJR.
Abnormalitas ini mungkin berhubungan dengan inflamasi miokardial lokal yang
meliputi nodus AV atau vaskulitis yang meliputi arteri di nodus AV. Hal ini
bukanlah penemuan spesifik dan tidak digunakan dalam kriteria diagnostik PJR
Bila demam rematik akut berhubungan dengan perikarditis, dapat terjadi ST
elevasi yang biasa terlihat pada lead II, III, aVF, and V4-V6. Pasien dengan PJR
mungkin mengalami atrialflutter, mutltifokal atrial takikardia atau atrial fibrilasi
dari penyakit katup mitral kronik dan dilatasi atrium.

7 . Doppler-echocardiogram
Pada PJR akut, Doppler-echocardiography mengidentifikasi dan
menghitung insufisiensi katup dan disfungsi ventrikel. Studi di Kamboja dan
Mozambique memperlihatkan peningkatan 10 kali prevalensi PJR ketika
ekokardiografi digunakan untuk screening klinis dibandingkan dengan
penemuan klinis saja. Pada karditis ringan, Doppler membuktikan adanya mitral
regurgitasi yang ada selama fase akut penyakit yang menghilang dalam minggu
sampai bulan. Tetapi pasien dengan karditis sedang hingga berat memiliki mitral
dan atau aorta regurgitasi persisten. Penemuan penting pada ekokardiografi dari
mitral regurgitasi dari valvulitis akut reumatik adalah dilatasi anula, elongasi dari
korda tendinae menuju daun katup anterior dan mitral regurgitasi jet mengarah
posterior lateral Selama demam rematik akut, ventrikel kiri menjadi sering dilatasi
dengan ejeksi fraksi yang normal atau memendek. Oleh karena itu, beberapa
kardiologis mempercayai insufisiensi katup dari endokarditis adalah penyebab
dominan dari gagal jantung pada demam rematik akut daripada disfungsi
miokardium, yang disebabkan miokarditis. Pada PJR kronik, ekokardiografi

23
digunakan untuk melihat perkembangan progresivitas dari stenosis katup dan
membantu penentuan waktu intervensi bedah. Daun katup yang terkena menjadi
tebal secara difus, dengan fusi komisura dan korda tendinae. Terjadinya
peningkatan densitas echo dari katup mitral menandakan kalsifikasi. Gambar
dibawah ini memperlihatkan jet insufisiensi sistolik mitral tipikal dilihat pada
PJR

Gambar 2. Insufisiensi Mitral LV=left ventricle; LA=left atrium; Ao=aorta;


RV=rightventricle

Dilihat dari parasternal long-axis, memperlihatkan jet insufisiensi sistolik mitral


pada PJR, jet biru memanjang dari ventrikel kiri menuju atrium kiri. Jet ini secara
tipikal mengarah kedinding lateral dan posterior.
Gambar dibawah ini memperlihatkan jet insufisiensi diastolik aorta tipikal dilihat
pada PJR.

Gambar 3. Insufisiensi Aorta LV=left ventricle; LA=left atrium; Ao=aorta;


RV=rightventricle

24
Dilihat dari parasternal long-axis, memperlihatkan jet insufisiensi diastolik aorta
pada PJR, jet merah memanjang dari aorta menuju ventrikel kiri.
World Heart Federation telah mempublikasikan guideline untuk mengidentifikasi
individual ldengan PJR tanpa riwayat yang jelas dari demam rematik akut.
Berdasarkan pencitraan 2dimnesi dan pulsed-color Doppler, pasien dikategorikan
kedalam PJR definit, PJR borderline, dan normal. Untuk pasien anak
(didefinisikan usia <20 tahun) definit echo termasuk didalamnya patologi mitral
regusgitasi, dan sekurangnya 2 gambaran morfologi katup mitral dari PJR, yaitu
mitral stenosis dengan rata-rata gradien lebih dari 4 mmHg, patologi aorta
regurgitasi, dan sekurangnya 2 gambaran morfologi dari katup aorta pada PJR
atau bordeline penyakit baik dari katup aorta dan katup mitral.

8. Kateterisasi Jantung
Hal ini tidak diindikasikan pada PJR akut. Pada PJR kronik dilakukan
untuk mengevaluasi penyakit katup mitral dan aorta dan untuk tindakan ballon
stetosis katup mitral. Hal yang harus diperhatikan setelah prosedur ini adalah
perdarahan, rasa nyeri, mual, dan muntah, serta obsrtuksi arteri atau vena dari
trombosis dan spasme. Komplikasi dapat meliputi mitral insufisiensi setelah
dilatasi ballon, takiaritmia, bradiaritmia, dan oklusi vaskular

3.8 Pengobatan
Pengobatan terhadap DR ditujukan pada 3 hal yaitu pencegahan primer pada
serangan DR, pencegahan sekunder DR, dan menghilangkan gejala yang
menyertainya, seperti tirah baring, penggunaan anti inflamasi, penatalaksanaan
gagal jantung dan korea. Pencegahan primer bertujuan untuk eradikasi kuman
streptokokus pada saat serangan DR dan diberikan fase awal serangan.
Pencegahan sekunder DR bertujuan untuk mencegah serangan ulangan DR,
karena serangan ulangan dapat memperberat kerusakan katup katup jantung dan
dapat menyebabkan kecacatan dan kerusakan katup jantung. 1,3,4,6,7,8,11

25
a. Antibiotika
- Untuk eradikasi
- Benzatin penisilin G : BB ≤ 27 kg = 600.000 – 900.000 unit
BB ≥ 27 kg = 1,2 juta unit
Bila tidak ada, dapat digunakan Prokain penisilin 50.000 iµ/KgBB
selama 10 hari.
Alternatif lain:
Penisilin V oral: BB ≤ 27 kg = 2-3 x 250 mg
BB ≥ 27 kg = 2-3 x 500 mg
Amoksisilin (oral): 50 mg/ kgBB/hari, dosis tunggal maksimal 1 gram
selama 10 hari.

b. Profilaksis sekunder
- Benzatin penisilin G setiap 3 atau 4 minggu, IM
- BB ≤ 27 kg = 600.000 unit
- BB > 27 kg = 1,2 juta unit
- Alternatif lain
- Penisilin V : 2 x 250 mg oral
Lama pemberian antibiotika profilaksis sekunder:
- Demam rematik dengan karditis dan penyakit jantung residual (kelainan
katup persisten)  Selama 10 tahun atau sampai usia 40 tahun, pada
beberapa kondisi (resiko tinggi terjadi rekuren) dapat seumur hidup.
- Demam rematik dengan karditis tetapi penyakit jantung residual (tanpa
kelainan katup)  Selama 10 tahun atau sampai usia 21 tahun
- Demam rematik tanpa karditis  Selama 5 tahun atau sampai usia 21
tahun.

26
Petunjuk pencegahan primer dan sekunder :

c. Obat Anti inflamasi


Diberikan untuk DRA atau PJR yang rekuren:
Hanya Artritis Karditis Karditis Karditis
Ringan sedang berat

Prednison - - 2-4 minggu 2-6 minggu

Aspirin 1–2 3-4 minggu 6-8 minggu 2-4 bulan


minggu

Dosis
 Prednison 2 mg/kgBB/ hari dibagi dalam 3-4 dosis terbagi selama 2
minggu kemudian diturunkan menjadi 1 mg/ kg/hari selama minggu

27
ke 3 dan selanjutnya dikurangi lagi sampai habis selama 1-2 minggu
berikutnya
 Untuk menurunkan resiko terjadinya rebound phenomenon, pada
awal minggu ke 3 ditambahkan aspirin 100 mg/kg/hari selama 6
minggu berikutnya. Aspirin dapat dkurangi menjadi 60 mg/KgBB
setelah 2 minggu pengobatan.

d. Istirahat
Petunjuk tirah baring dan ambulasi :

e. Tatalaksana korea syndenham


- Kurangi aktivitas fisik dan stres
- Untuk kasus berat dapat digunakan:
- Fenobarbital  15-30 mg setiap 6-8 jam atau
- Haloperidol dimulai dengan dosis 0,5 mg dan ditingkatkan setiap 8
jam sampai 2 mg

f. Pasien dengan gejala sisa PJR, memerlukan tatalaksana sendiri (akan


dirujuk) tergantung pada berat ringannya penyakit, berupa:
- Tindakan dilatasi balon perkutan untuk mitral stenosis
- Tindakan operasi katup jantung berupa valvuloplasti atau pengggantian
katup.

28
Penderita PJR tanpa gejala tidak memerlukan terapi. Penderita dengan
gejala gagal jantung yang ringan memerlukan terapi medik untuk mengatasi
keluhannya. Penderita yang simtomatis memerlukan terapi berupa suatu tindakan
bedah atau intervensi invasif. Tetapi terapi pembedahan dan intervensi ini masih
terbatas serta memerlukan biaya yang relatif mahal dan memerlukan follow up
jangka panjang. Namun demikian, jika ditemukan kondisi gagal jantung yang
persisten atau semakin memburuk setelah diberikan terapi medikamentosa yang
agresif dalam mengobati penyakit jantung rematik akut, pembedahan yang
dilakukan dengan tujuan mengurangi insufisiensi katup merupakan suatu pilihan
yang dapat menyelamatkan nyawa seseorang. Sesungguhnya sekitar 40% pasien
dengan demam rematik akut akan menunjukkan adanya stenosis mitral pada usia
dewasa. Tindakan berupa mitral valvulotomi, valvuloplasti balon perkutaneus atau
penggantian katup mitral diindikasikan terhadap pasien dengan stenosis hebat.

3.9 Komplikasi
Komplikasi potensial dari PJR meliputi gagal jantung dari insufisiensi
katup (rematik karditisakut) atau stenosis (rematik karditis kronik). Komplikasi
jantung meliputi aritmia atrial,edema pulmonal, emboli pulmonal berulang,
endokarditis infeksi, pembentukan trombusintrajantung, dan emboli sistemik.10.

3.10 Prognosis
Manifestasi demam rematik akut mereda dalam 12 minggu pada 80%
pasien dan memanjang menjadi 15 minggu pada sisanya. Demam rematik adalah
penyebab kematian utama usia 5-20 tahun di Amerika Serikat 100 tahun yang
lalu, dengan 8-30% karena karditis dan valvulitis tetapi menurun menjadi 4%
pada tahun 1930-an. Dengan berkembangnya antibiotik pada tahun 1960-an rate
mortalitas menurun sampai hampir 0% dan 1-10% dinegara berkembang. Penyakit
katup kronik juga mengalami perbaikan 60-770% pada pasien sebelum masa
antibiotik dan menurun menjadi 9-39% setelah penisilin di kembangkan.Secara
umum, insidens residual PJR dalam 10 tahun adalah 34% pasien tanpa
kekambuhan tetapi 60% pasien dengan kekambuhan demam rematik. Hilangnya
murmur dalam 5 tahun terjadi pada 50% pasien. Pasien mengalami abnormalitas

29
katup 19 tahun setelah episode demam rematik. Diperlukan pencegahan
kekambuhan demam rematik.10
Prognosis demam rematik tergantung pada stadium saat diagnosis
ditegakkan, umur, ada tidaknya dan luasnya kelainan jantung, pengobatan yang
diberikan, serta jumlah serangan sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk
pada penderita dengan karditis pada masa kanak-kanak. Serangan ulang dalam
waktu 5 tahun pertama dapat dialami oleh sekitar 20% penderita dan kekambuhan
semakin jarang terjadi setelah usia 21 tahun.

30
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pada kasus ini dilaporkan anak laki - laki berusia 8 tahun 5 bulan, dengan
berat badan 33 kg dan tinggi badan 110 cm. Pada anamnesis pasien mengeluh
nyeri dada sebelah kiri, nyeri dada timbul saat bermain, nyeri dada berlangsung ±
3 menit, nyeri menjalar ke punggung, terasa berdebar-debar (+), nyeri dada
berkurang apabila pasien istirahat. Pasien juga mengatakan mudah lelah saat
berlari. Sesak napas (+), sesak tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Sesak
nafas berkurang bila pasien beristirahat ataupun tidur dengan 1 bantal. Pasien
tidak pernah terbangun pada malam hari karena sesak nafas. Sesak nafas tidak
dipengaruhi oleh cuaca. Pasien juga mengeluh batuk (+) tidak berdahak, demam (-
), mual (-), muntah (-), nyeri sendi (-), bengkak di tangan dan kaki (-), BAK dan
BAB tidak ada kelainan.
Demam rematik masih sering didapati pada anak di Negara berkembang
dan sering mengenai anak usia antara 5 – 15 tahun dengan puncak umur 8 tahun.
Hal ini sesuai dengan kasus, yaitu umur pasien saat ini adalah 8 tahun. Terdapat
juga beberapa faktor predisposisi yang salah satunya berperan pada penyakit yang
diderita oleh pasien yaitu daerah tropis bercuaca lembab. Demam rematik juga
sering menyertai Streptokokus β hemolitik grup A pada saluran pernapasan atas,
dimana pada pasien ini didapatkan awalnya pasien ada riwayat batuk.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan didapatkan: kesadaran
composmentis. Pada pengukuran tanda vital: Tekanan darah 110/80 mmHg, Nadi:
90 kali/ menit, RR: 26 kali per menit dan suhu: 36,5. Pada Pemeriksaan fisik
jantung, saat auskultasi didapatkan murmur (+).
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan CRP (+), pemeriksaan ASTO
kualitatif (+). CRP (+) merupakan suatu tanda adanya inflamasi. Selain itu
kenaikan ASTO merupakan indikator non spesifik dari infeksi atau bukti adanya
infeksi streptokokus sebelumnya kenaikan titer antibodi streptokokus (ASTO) >
200. Tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan pada demam rematik
Hasil dari pemeriksaan penunjang pada pemeriksaan EKG didapatkan P-R
interval yang memanjang merupakan satu dari tanda karditis. Karditis merupakan

31
manifestasi klinik demam rematik yang paling berat karena merupakan satu-
satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan kematian penderita pada fase akut
dan dapat menyebabkan kelainan katup sehingga terjadi penyakit jantung rematik.
Biasanya menunjukkan adanya keterlambatan abnormal sistem konduksi pada
nodus atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai pada demam rematik. Interval
P-R yang memanjang juga bukan merupakan pertanda yang memadai akan adanya
karditis rematik. PR interval harus diperhatikan pada beberapa pasien dengan PJR.
Abnormalitas ini mungkin berhubungan dengan inflamasi miokardial lokal.
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis yaitu Penyakit Jantung Rematik, oleh
karena dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan
pemeriksaan penunjang serta didapatkan adanya riwayat pernah dirawat dengan
demam rematik akut. Untuk penegakkan diagnosis PJR berdasarkan kriteria WHO
tahun 2002 – 2003 (revisi kriteria Jones) tidak perlu kriteria lainnya untuk
mendiagnosis sebagai PJR.
Berdasarkan literatur, dimana M protein pada SGA ( M1,M5,M6, dan M19
) bereaksi silang dengan glikoprotein pada jantung seperti miosin dan
tropomiosin, dan endotelium katup. Antibodi antimiosin mengenali laminin,
sebuah matriks ekstraseluler alfa-heliks koil protein yang adalah bagian dari
struktur membran katup. Oleh karena itu infeksi dari streptokokus ini bisa sampai
ke jantung.
Anamnesis yang didapatkan pada kasus ini juga sesuai dengan literatur
dimana pasien mengeluhkan sesak nafas dan nyeri dada. Selain itu pasien juga
pernah dirawat dengan demam rematik akut. Dimana berdasarkan literatur riwayat
demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu kriteria minor
apabila tercatat dengan baik sebagai suatu diagnosis. Pemeriksaan fisik yang
diapatkan pada kasus ini yaitu terdapat murmur hal ini sesuai dengan literatur
bahwa murmur pada demam rematik akut atau penyakit jantung rematik secara
tipikal dikarenakan insufisiensi katup.
Tetapi perlu disarankan untuk melakukan pemeriksaan echocardiography
untuk pembuktian adanya insufisiensi pada katup jantung atau mengidentifikasi
dan menghitung insufisiensi katup dan disfungsi ventrikel. Selain itu pemeriksaan
rontgen thorax juga bisa disarankan, pada insufisiensi mitral foto thoraks dapat

32
dilihat pembesaran atrium kiri, ventrikel kiri dan aorta, pembesaran arteri
pulmonalis dan ruang jantung kanan,
Terapi yang diberikan pada pasien meliputi tirah baring, asetil salisilat 100
mg/KgBB/hari, Inj. Benzatin Penisilin 1,2 juta IU.
Menurut kepustakaan, tujuan terapi pada demam rematik yaitu pencegahan
primer pada saat serangan DR, pencegahan sekunder DR, dan menghilangkan
gejala yang menyertainya, seperti tirah baring, antibiotik, dan penggunaan anti
inflamasi. Pada kasus ini diberikan Inj. Benzatin Penisilin G untuk eradikasi
dengan dosis 1.200.000 iu hal ini sesuai dengan BB pasien dimana beratnya 33
kg. Berdasarkan literatur dosis yang diberikan, yaitu BB ≤ 27 kg = 600.000 –
900.000 unit dan BB ≥ 27 kg = 1,2 juta IU. Untuk pencegahan sekunder Benzatin
penisilin G diberikan setiap 3 atau 4 minggu secara IM. Selain itu juga diberikan
asetil salisilat 100 mg/KgBB/hari dosis terbagi selama 2 minggu. berdasarkan
literatur seharusnya asetil salisilat diberikan 100 mg/KgBB/hari dosis terbagi
selama 2 minggu dan 75 mg/KgBB/hari sampai 2-6 minggu berikutnya.
Obat anti inflamasinya sendiri diberikan prednison 2 mg/kgBB/ hari dibagi
dalam 3-4 dosis terbagi selama 2 minggu kemudian diturunkan menjadi 1 mg/
kg/hari selama minggu ke 3 dan selanjutnya dikurangi lagi sampai habis selama 1-
2 minggu berikutnya. Pada awal minggu ke 3 ditambahkan aspirin 100 mg/kg/hari
selama 6 minggu berikutnya. Aspirin dapat dkurangi menjadi 60 mg/KgBB
setelah 2 minggu pengobatan.
Terapi selanjutnya pada pasien ini adalah tirah baring yaitu selama 4-6
minggu dan mobilisasi bertahap selama 4-6 minggu.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Nova R. Demam Rematik dan Penyakit Demam Rematik. Standar


Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak. Palembang: RSMH;2013.hal. 76-
80.
2. Kliegmen B, Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Vol. 2, Edisi 15. Jakarta:
EGC, 1999.hal:1644-1646.
3. Rudolph AM. Rudolph’s Pediatric. ed- 21. Mcgraw Hill.2003.
4. Kumar V, Cotran R, Robbins A. Buku Ajar Patologi Anatomi. Vol.2. Edisi
7. Jakarta: EGC, 2007.hal:419-421.
5. Tilkian AG, Conover MB. Memahami bunyi dan bising jantung dalam
praktik sehari – hari. Jakarta:Binarupa Aksara. hal 137-141.
6. Staf pengajar IKA FK UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak jilid 2.
Infomedika Jakarta : FKUI.1985. hal: 734-745
7. Pusponegoro HD,dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi 1.
IDAI: 2004.154-156.
8. Pedoman Bagi RS Rujukan Tingkat Pertama Di kota, Pelayanan
Kesehatan Aak DI RS,Jakarta: WHO indonesia.2009.hal 189-191.
9. Gerber MA. Chapter 182. Rheumatic Fever. In :Kleigman RM, Behrman
RE, Jenson HB,Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics.18th ed. UK :
Elsevier;2007.p1135-45
10. Chin TK, Chin EM, Siddiqui T, Sundell AK. Article : Pediatric Rheumatic
Heart Disease.Updated May 30th 2012. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/891897-overview#showall.
11. Standard treatment whf.http://www.ass.nc/themes/rhumatisme-articulaire-
aigu/publications/doc_download/333-.

34

Anda mungkin juga menyukai