Oleh:
Syukri
G1A218060
Oleh:
Syukri
G1A218060
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan Case Report Session yang berjudul “Hemoroid Interna Grade IV”. Dalam
kesempatan ini saya juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Sondang Nora
Harahap, Sp.B selaku dosen pembimbing yang memberikan banyak ilmu selama
di Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Bedah.
Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, penulis juga
dalam tahap pembelajaran, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar
lebih baik kedepannya.
Akhir kata, saya berharap semoga laporan case report session (CRS) ini
dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah informasi dan
pengetahuan kita.
Penulis
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas pasien
Nama : Ny. C
Umur : 49 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Kotabaru, Kota Jambi
Status pernikahan : Sudah menikah
MRS : 13 November 2019
II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal 01 Oktober 2019 secara
autoanamnesis kepada pasien.
Keluhan utama :
Benjolan pada dubur yang tidak dapat dimasukkan kembali
Riwayat penyakit sekarang :
5
terakhir ini benjolan tersebut menetap di dubur pasien dan tidak dapat
masuk kembali walaupun dengan bantuan ibu jari pasien.
Pasien juga mengatakan saat buang air besar hampir selalu
disertai darah, darah berwarna merah segar. Sejak 3 hari SMRS, pasien
mengatakan darah keluar setiap kali pasien BAB. BAB tidak disertai
lendir. Pasien juga mengeluhkan tidak nyaman pada daerah dubur.
Buang air kecil pada pasien tidak ada keluhan, warna kuning
jernih dan tidak nyeri saat berkemih. Perut kembung dan nyeri pada
perut juga disangkal oleh pasien. Pasien tidak merasakan adanya
penurunan berat badan, nafsu makan pasien juga tidak mengalami
perubahan.
6
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek
cahaya (+/+), pupil isokor
Hidung : Deviasi septum (-), epistaksis (-)
Mulut : Bibir sianosis (-), perdarahan (-)
Leher :Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar getah bening (-),
pembesaran kelenjar tiroid (-).
e. Thorax = DBN
Cor:
Inspeksi: Ictus cordis terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada sela iga V di linea midklavikularis
sinistra
Perkusi:
Batas jantung kanan : ICS IV, linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri : ICS V, linea midklavikularis
sinistra
Batas atas jantung : ICS II linea parasternalis sinistra
Auskultasi: BJ I dan BJ II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada pergerakan dinding dada yang
tertinggal, jejas (-)
Palpasi : Pergerakan dada simetris, fremitus taktil dada kanan =
kiri
Perkusi : Sonor pada thorak dextra dan sinistra
Auskultasi: vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
f. Abdomen
Inspeksi : Abdomen datar, ikterik (-), sikatriks (-)
Auskultasi : Bising usus (+) DBN
Palpasi : Soepel, Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
7
Rectal Toucher
Inspeksi : Tampak benjolan berukuran 3x1 cm arah jam 12,
Ulkus (-), darah (-).
Palpasi : konsistensi benjolan kenyal, benjolan tidak dapat
dimasukkan. Tonus sphingter ani menjepit kuat, mukosa rectum
licin, massa (-), terdapat nyeri tekan dan pada sarung tangan
terdapat darah (+) , lendir (-), feses (+).
g. Ekstremitas
Superior : Akral hangat, CRT <2 Detik, edema (-/-)
Inferior : Akral hangat, CRT <2 Detik, edema (-/-)
8
IV. Pemeriksaan Penunjang
PENATALAKSANAAN
IVFD RL 20 tetes/menit
Ceftriaxon inj 1 x 2 gr
R/ Hemoroidektomi
9
FOTO KLINIS
10
Tanggal S O A P
31/9/2019 Terdapat TD : 110/70 hemoroid - IVFD RL 20
benjolan pada N : 74 interna grade IV tts/i
anus, saat BAB R : 20 - Inj. Ketorolac
keluar darah S : 36,8 3 x 1 amp
segar (+) - Inj.
Tidak nyaman Status lokalis: Ceftriaxone 1 x 2
pada daerah Terdapat benjolan di gr
anus daerah anal
1/10/2019 Terdapat TD : 110/60 hemoroid - IVFD RL 20
benjolan pada N : 72 interna grade IV tts/i
anus, saat BAB R : 20 - Inj. Ketorolac
keluar darah S : 36,6 3 x 1 amp
segar (+) - Inj.
Tidak nyaman Status lokalis: Ceftriaxone 1 x 2
pada daerah Terdapat benjolan di gr
anus daerah anal
Planning operasi
hemoroidek-
tomi.
Konsul anestesi
2/10/2019 Nyeri bekas TD : 110/60 Post op ketorolac 2x1
operasi (+), N : 76 hemoroidektomi Terapi lain lanjut
BAB (-) R : 20 H-1
S : 36,6
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi
12
Sistem vena pada kanalis analis berasal dari vena hemoroidalis
superior dan vena hemoroidalis inferior. Vena hemoroidalis superior
berasal dari plexus hemoroidalis internus dan berjalan ke arah kranial ke
dalam vena mesenterika inferior dan seterusnya melalui vena lienalis ke
vena porta. Vena hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke dalam vena
pudenda interna dan ke dalam vena iliaka interna dan sistem kava.4.5
13
endokrin, usia, konstipasi, dan mengejan dalam waktu yang lama
menyebabkan gangguan eversi pada bantalan tersebut.1.3
Defekasi merupakan suatu proses pembuangan kotoran seperti
pembuangan tinja atau feses. Pada prosesnya, rektum dan kanalis analis
memiliki peranan untuk mengeluarkan massa feses yang terbentuk dengan
cara yang terkontrol. Refleks kontraksi dari rektum dan otot sphincter akan
menimbulkan keinginan untuk defekasi. Refleks tersebut dipicu oleh
gerakan usus yang mendorong feses ke arah rektum. Selain itu, dengan
adanya kontraksi dari sphincter ani externa dan sphincter ani interna
menyebabkan feses tidak keluar secara terus menerus melainkan sedikit
demi sedikit.5
3.2 Klasifikasi
a. Hemoroid eksterna
Merupakan pelebaran dan penonjolan vena hemoroidalis inferior
yang timbul di sebelah luar musculus sphincter ani.
b. Hemoroid interna
Merupakan pelebaran dan penonjolan vena hemoroidalis superior
dan media yang timbul di sebelah proksimal dari musculus sphincter ani.
14
reseptor nyeri. Hemoroid eksterna kronis atau skin tag biasanya
merupakan sequele dari hematoma akut.
15
Tabel . Pembagian derajat hemoroid interna
Hemoroid Interna
Derajat Berdarah Menonjol Reposisi
I (+) (-) (-)
II (+) (+) Spontan
III (+) (+) Manual
IV (+) Tetap Tidak dapat
2. Hemoroid eksterna kronik. Disebut juga skin tag, berupa satu atau lebih
lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit
pembuluh darah.
16
3.3 Etiologi
b. Konstipasi
Konstipasi berarti pelannya pergerakan tinja melalui usus besar yang
disebabkan oleh tinja yang kering dan keras pada colon descenden yang
menumpuk karena absorpsi cairan yang berlebihan. Pada konstipasi
diperlukan waktu mengejan yang lebih lama. Tekanan yang keras saat
mengejan dapat mengakibatkan trauma berlebihan pada plexus hemoroidalis
sehingga menyebabkan hemoroid. 1.3.5
Beberapa penyebab konstipasi antara lain :
1. Peningkatan stress psikologis
Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi dengan
menghambat gerak peristaltik usus melalui kerja epinefrin dan sistem
syaraf simpatis. Stress juga dapat menyebabkan usus spastik
(spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi colon).
2. Ketidaksesuaian diet
Makanan yang lunak akan menghasilkan suatu produk yang
tidak cukup untuk merangsang refleks pada proses defekasi. Makan
makanan yang rendah serat seperti; beras, telur dan daging segar akan
membuat makanan tersebut bergerak lebih lambat di saluran cerna.
Namun dengan meningkatkan intake cairan dapat mempercepat
pergerakan makanan tersebut di saluran cerna.
3. Penggunaan obat-obatan
17
Obat-obatan seperti ; morfin, codein, obat-obatan adrenergik
dan antikolinergik lain dapat memperlambat pergerakan colon melalui
mekanisme kerja sistem syaraf pusat sehingga dapat menyebabkan
konstipasi.
4. Usia lanjut
Pada orang lanjut usia terjadi penyerapan air yang berlebihan
pada saluran cerna. Sehingga konsistensi tinja yang dikeluarkan
menjadi keras.
c. Usia
Pada usia tua terjadi degenerasi dari jaringan-jaringan tubuh, otot
sphincter pun juga menjadi tipis dan atonis. Karena sphincternya lemah maka
dapat timbul prolaps. Selain itu pada usia tua juga sering terjadi sembelit yang
dikarenakan penyerapan air yang berlebihan pada saluran cerna. Hal tersebut
menyebabkan konsistensi tinja menjadi keras. Sehingga terjadi penekanan
berlebihan pada plexus hemoroidalis yang dipicu oeh proses mengejan untuk
mengeluarkan tinja.
d. Keturunan
Adanya kelemahan dinding vena di daerah anorektal yang didapat
sejak lahir akan memudahkan terjadinya hemoroid setelah mendapat paparan
tambahan seperti mengejan terlalu kuat atau terlalu lama, konstipasi, dan lain-
lain.
e. Tumor abdomen
Tumor abdomen yang memiliki pengaruh besar terhadap kejadian
hemoroid adalah tumor di daerah pelvis seperti tumor ovarium, tumor rektal,
dan lain-lain. Tumor ini dapat menekan vena sehingga alirannya terganggu
dan menyebabkan pelebaran plexus hemoroidalis.
18
Pemakaian jamban duduk juga dapat meningkatkan insidensi
hemoroid. Menurut dr. Eka Ginanjar, dengan pemakaian jamban yang duduk
posisi usus dan anus tidak dalam posisi tegak. Sehingga akan menyebabkan
tekanan dan gesekan pada vena di daerah rektum dan anus. Berbeda halnya
pada penggunaan jamban jongkok. Posisi jongkok saat defekasi dapat
mencegah terjadinya konstipasi yang secara tidak langsung dapat mencegah
terjadinya hemoroid. Hal tersebut dikarenakan pada posisi jongkok, valvula
ilicaecal yang terletak antara usus kecil dan caecum dapat menutup secara
sempurna sehingga tekanan dalam colon cukup untuk mengeluarkan feses.
Selain itu menghindari kebiasaan untuk menunda ke jamban ketika sudah
dirasa ingin buang air besar juga dapat menurunkan kejadian konstipasi.
19
i. Kehamilan
Peningkatan hormon progesteron pada wanita hamil akan mengakibatkan
peristaltik saluran pencernaan melambat dan otot-ototnya berelaksasi.
Sehingga akan mengakibatkan konstipasi yang akan memperberat sistem
vena. Pelebaran vena pada wanita hamil juga dapat dipicu oleh penekanan
bayi atau fetus pada rongga abdomen. Selain itu proses melahirkan juga dapat
menyebabkan hemoroid karena adanya penekanan yang berlebihan pada
plexus hemoroidalis.
20
prolaps menetap. Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang dikenal
sebagai pruritus anus dan ini disebabkan oleh kelembaban yang terus menerus dan
rangsangan mukus. Nyeri hanya timbul apabila terdapat trombosis yang luas
dengan udem dan radang. Gejala-gejala anemi sekunder, dapat berupa sesak nafas
bila bekerja, pusing bila berdiri, lemah, pucat.
3.5 Patofisiologi
21
sirosis hati juga dapat menyebabkan hemoroid. Kemungkinan kanker rectum juga
menghambat vena rectalis superior.
3.6 Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
A. Inspeksi :
22
Dilihat kulit di sekitar perineum dan dilihat secara teliti adakah jaringan /
tonjolan yang muncul.
B. Palpasi :
Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak dapat
diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak
nyeri. Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar. Apabila hemoroid sering
prolaps, selaput lendir akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan
terasa padat dengan dasar yang lebar. Pemeriksaan colok dubur ini untuk
menyingkirkan kemungkinan karsinoma rektum. 6
C. Anoskopi :
Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol keluar.
Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran. Penderita dalam
posisi litotomi. Anoskop dan penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam
mungkin, penyumbat diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang.
Hemoroid interna terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam
lumen. Apabila penderita diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid
akan membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya
benjolan, derajatnya, letak ,besarnya dan keadaan lain dalam anus seperti
polip, fissura ani dan tumor ganas harus diperhatikan.6,8
D. Proktosigmoidoskopi :
Dilakukan untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses
radang atau keganasan di tingkat yang lebih tinggi, karena hemorrhoid
merupakan keadaan yang fisiologis saja ataukan ada tanda yang menyertai.
23
dikacaukan dengan gejala disentri amuba. Polip yang besar dapat
menimbulkan tenesmus, konstipasi, atau peningkatan frekuensi BAB.
Beberapa polip menghasilkan mukus yang keluar melalui rektum. Polip dapat
ditemukan melalui pemeriksaan intrarektal atau dengan proktosigmoideskopi.
Pada keadaan yang meragukan pemeriksaan dilanjutkan dengan barium
enema. Polip akan tampak berupa filling defect berbentuk bulat dan batas
tegas.
2. prolaps rekti
Pada prolaps rekti mukosa rektum keluar saat defekasi dan masuk
kembali tanpa menimbulkan nyeri, kadang diperlukan dorongan tangan. Pada
sebagian pasien, mukosa yang prolaps tersebut tidak dapat kembali walau
didorong. Hal ini akan menimbulkan udem, nyeri, dan seringkali berdarah.
Pada prolaps rekti juga didapatkan lipatan mukosa tampak konsentrik, teraba
dua dinding pada palpasi, anus dalam posisi normal, teraba sulkus (antara
anus dan bagian yang prolaps), pada pemeriksaan fisis didapatkan penonjolan
rektum dgn lipatan mukosa konsentrik, massa dapat direposisi, inkarserasi
atau strangulasi, ulkus mukosa dengan perdarahan, tampak posisi anus
normal (tidak eversi) Rectal Touche : pinggir anus beralur, tonus sfingter
lemah, jari dapat masuk dan kemudian terhenti. pada prolaps rekti seluruh
dinding akan prolaps sedangkan pada hemoroid hanya mukosa saja yang
prolaps.
3. Ca kolorektal
Gejala umum yang dapat ditemukan adalah perdarahan rektum, darah di
feses dan dapat disertai feses berlendir, perubahan pola defekasi, pasca
defekasi perasaan tidak puas atau rasa penuh, nyeri perut, anoreksia dan berat
badan menurun dan pada pemeriksaan fisisk dapat ditemukan massa di
abdomen, apabila ada gejala-gejala obstruksi dari inspeksi dapat ditemukan
dinding abdomen distensi, darm countour, darm steifung. Dari palpasi
ditemukan massa abdomen, dan hipertympani pada perkusi abdomen,
auskultasi usus bisa ditemukan peningkatan peristaltik yang kemudian diikuti
24
dengan barborigmi, metalic sound dan penurunan serta menghilangnya
peristaltik bisa juga ditemukan nyeri tekan pada seluruh dinding abdomen
apabila terjadi perforasi usus. Penemuan tumor pada colok dubur, direktum
dan rektosigmoid teraba keras kenyal dan lendir darah pada sarung tangan.
Namun pada pasien ini tidak mendukung ditemukan adanya tanda dan gejala
tersebut meskipun adanya perdarahan pada feses namun pada hemoroid darah
menetes diakhir buang air besar dan tidak bercampur dengan feses.
3.8 Penatalaksanaan
25
Ambulatory Treatment
A. Skleroterapi
26
menonjol dijepit dan ditarik atau dihisap ke tabung ligator khusus. Gelang
karet didorong dari ligator dan ditempatkan secara rapat di sekeliling
mukosa pleksus hemoroidalis tersebut. Pada satu kali terapi hanya diikat
satu kompleks hemoroid, sedangkan ligasi berikutnya dilakukan dalam
jarak waktu 2 – 4 minggu.
Hemoroid dapat pula dibekukan dengan suhu yang rendah sekali. Jika
digunakan dengan cermat, dan hanya diberikan ke bagian atas hemoroid
pada sambungan anus rektum, maka krioterapi mencapai hasil yang serupa
dengan yang terlihat pada ligasi dengan gelang karet dan tidak ada nyeri.
Dingin diinduksi melalui sonde dari mesin kecil yang dirancang bagi
proses ini. Tindakan ini cepat dan mudah dilakukan dalam tempat praktek
atau klinik. Terapi ini tidak dipakai secara luas karena mukosa yang
nekrotik sukar ditentukan luasnya. Krioterapi ini lebih cocok untuk terapi
paliatif pada karsinoma rektum yang ireponibel.9
Terapi Bedah
Ada tiga tindakan bedah yang tersedia saat ini yaitu bedah konvensional (
menggunakan pisau dan gunting), bedah laser ( sinar laser sebagai alat pemotong)
dan bedah stapler ( menggunakan alat dengan prinsip kerja stapler).
A. Hemoroidektomi
Terapi Bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahun dan
pada penderita hemoroid derajat III atau IV. Tetapi bedah juga dapat dilakukan
27
pada penderita dengan perdarahan berulang dan anemia yang tidak sembuh
dengan cara terapi lainya yang lebih sederhana. Penderita hemoroid derajat IV
yang mengalami tromsosis dan kesakitan yang hebat dapat ditolong segera denga
hemoroidektomi.
Prinsip yang harus diperhatikan pada hemoroidektomi adalah eksisi hanya
dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan. Eksisi sehemat mungkin
dilakukan pada anoderm dan kulit yang normal dengan tidak mengganggu sfingter
anus.5,6
Teknik ini digunakan untuk tonjolan hemoroid di 3 tempat utama. Teknik ini
dikembangkan di Inggris oleh Milligan dan Morgan pada tahun 1973. Basis massa
hemoroid tepat diatas linea mukokutan dicekap dengan hemostat dan diretraksi
dari rektum. Kemudian dipasang jahitan transfiksi catgut proksimal terhadap
pleksus hemoroidalis. Penting untuk mencegah pemasangan jahitan melalui otot
sfingter internus.
Biasanya tidak lebih dari tiga kelompok hemoroid yang dibuang pada satu
waktu. Striktura rektum dapat merupakan komplikasi dari eksisi tunika mukosa
rektum yang terlalu banyak. Sehingga lebih baik mengambil terlalu sedikit
daripada mengambil terlalu banyak jaringan. 9
28
2. Teknik Whitehead
Teknik operasi yang digunakan untuk hemoroid yang sirkuler ini yaitu dengan
mengupas seluruh hemoroid dengan membebaskan mukosa dari submukosa dan
mengadakan reseksi sirkuler terhadap mukosa daerah itu. Lalu mengusahakan
kontinuitas mukosa kembali.
3. Teknik Langenbeck
Gambar 3.4
Open (Milligan-Morgan) hemorrhoidectomy
29
Gambar 3.5
Modified Ferguson excisional hemorrhoidectomy
Gambar 3.6
Whitehead hemorrhoidectomy
30
B. Haemorrhoidal artery ligaton
metode HAL berguna untuk penatalaksanaan hemoroid grade rendah-
sedang, dan sangat berguna dalam mengurangi gejala dari hemoroid. Ligasi
bertujuan untuk mengurangi suplai darah yang menyebabkan hernia dan
mengembalikan ke bentuk semula. Metode ini menggunakan flexi probe yang
dimasukkan ke dalam anus dengan pasien litotomi, dan probe diputar secara
perlahan untuk mencari arteri. Suara dopler yang paling keras menandakan titik
tengah dari arteri. Setelah arteri ditemukan, kemudian arteri diligasi. Kemudian
probe di putar kembali untuk mencari arteri lainnya dan ligasi kembali. Lima
sampai delapan arteri akan di temukan selama prosedur, tetapi jumlah yang
diligasi berbeda antara satu pasien dengan lainnya.11
Gambar 3.7
Metode HAL
31
antar jahitan. Jahitan terakhir pada daerah proximal dari linea dentata. Kemudian
ujung benang di simpulkan pada awal jahitan sehingga menyebabkan jaringan
yang prolaps terangkat ke atas.9
Gambar 3.8
Metode RAR
Gambar 3.9
Metode HAL/RAR
D. Stapling procedure
Bisa dilakukan dengan posisi pasien prone jackknife, lithotomy, atau left
lateral. Metode anestesi yang digunakan bisa lokal, spinal, dan umum. A circular
anal dilator diletakkan pada anal canal sehingga mengurang prolaps dari jaringan.
Obturator di lepas sehingga jaringan yang prolaps akan tampak lagi kedalam
lumen dilator. Jahitan secara melingkar diletakkan 4-6 cm diatas line dentata.
Circular stpaler dibuka dan bagian paling proksimal dari stapler diletakkan diatas
32
jahitan. Kemudian jahitan di simpulkan. Kemudian traksi dilakukan sehingga
jaringan yang prolaps masuk kedalam lumen dilator. Kemudian stapler di
kencangkan dan di tembakkan. Daerah yang distapler haru dimonirot keadaan
hemostasisnya.
Gambar 3.10
Stapling Method
Mula-mula jaringan hemoroid yang prolaps didorong ke atas dengan alat yang
dinamakan dilator, kemudian dijahitkan ke tunika mukosa dinding anus.
Kemudian alat stapler dimasukkan ke dalam dilator. Dari stapler dikeluarkan
sebuah gelang dari titanium diselipkan dalam jahitan dan ditanamkan di bagian
atas saluran anus untuk mengokohkan posisi jaringan hemoroid tersebut. Bagian
jaringan hemoroid yang berlebih masuk ke dalam stapler. Dengan memutar
sekrup yang terdapat pada ujung alat , maka alat akan memotong jaringan yang
berlebih secara otomatis. Dengan terpotongnya jaringan hemoroid maka suplai
darah ke jaringan tersebut terhenti sehingga jaringan hemoroid mengempis
dengan sendirinya.
33
Meskipun jarang, tindakan PPH memiliki resiko yaitu :
1. Jika terlalu banyak jaringan otot yang ikut terbuang, akan mengakibatkan
kerusakan dinding rektum.
2. Jika m. sfinter ani internus tertarik, dapat menyebabkan disfungsi baik dalam
jangka waktu pendek maupun jangka panjang.
3. Seperti pada operasi dengan teknik lain, infeksi pada pelvis juga pernah
dilaporkan.
PPH bisa saja gagal pada hemoroid yang terlalu besar karena sulit untuk
memperoleh jalan masuk ke saluran anus dan kalaupun bisa masuk, jaringan
mungkin terlalu tebal untuk masuk ke dalam stapler.
34
BAB IV
ANALISIS KASUS
Ny.C usia 49 tahun datang dengan keluhan benjolan awalnya kecil yang
semakin lama semakin membesar. Benjolan terasa sakit dan tidak nyaman saat
jalan maupun duduk. Nyeri disekitar anus, kadang keluar darah merah segar
menetes di akhir BAB, tidak bercampur dengan feses dan tidak berlendir. Adanya
benjolan yang keluar dari dalam anus, yang dirasakan ± 5 tahun dan masih bisa
keluar masuk dengan sendirinya. Sejak ±1 bulan terakhir, setiap buang air besar
disertai dengan rasa nyeri dan darah segar menetes di akhir BAB disertai dengan
keluarnya benjolan dari anusnya yang tidak dapat masuk dengan sendirinya.
Tidak ada riwayat febris, nausea dan vomit, nyeri abdomen, anoreksia dan
penurunan berat badan. Tidak ada riwayat perubahan pada pola defekasi.
Ny.C usia 49 tahun datang dengan keluhan benjolan pada dubur yang tidak
dapat dimasukkan kembali sejak 3 hari SMRS. Keluhan disertai nyeri saat BAB.
Benjolan yang selalu keluar saat pasien buang air besar dirasakan pasien sejak 23
tahun yang lalu sejak melahirkan anak pertama, namun biasanya benjolan tersebut
dapat masuk kembali secara spontan setelah pasien selesai buang air besar,
kemudian sekitar 5 tahun yang lalu setiap kali benjolan keluar saat buang air besar
tidak bisa langsung masuk kembali dengan spontan, namun harus dibantu dengan
cara didorong dengan menggunakan ibu jari pasien. Benjolan awalnya hanya
keluar saat pasien buang air besar saja, namun sejak 3 Hari terakhir ini benjolan
tersebut menetap di dubur pasien dan tidak dapat masuk kembali walaupun
dengan bantuan ibu jari pasien.Tidak ada riwayat febris, nausea dan vomit, nyeri
abdomen, anoreksia dan penurunan berat badan. Tidak ada riwayat perubahan
pada pola defekasi.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan pada ringkasan
diatas, maka untuk benjolan yang ada didalam anus dan luar anus pada pasien ini
dapat dipikirkan beberapa kemungkinanan, yaitu hemoroid interna grade IV,
polip recti, prolaps rekti, cancer kolorektal.
35
Diagnosa yang paling memungkinkan pada pasien ini adalah hemoroid
interna grade IV yakni berdasarkan anamesis, keluhan klinis dan berdasarkan
klasifikasi hemoroid. Pasien di ketahui adanya benjolan pada anus yang terasa
nyeri dan tidak nyaman, adanya darah segar saat BAB, darah tidak bercampur
dengan feses, adanya benjolan yang awalnya dapat keluar masuk dengan
sendirinya dan ±3 hari ini benjolan keluar dari anus setiap buang air besar yang
tidak dapat masuk dengan sendirinya. Dari teori gejala klinis yang dikeluhkan
pada pasien dengan hemoroid yakni merasakan ada masa / benjolan, keluar darah
segar, rasa tak nyaman, gatal-gatal pada daerah anus dan nyeri. Hemoroid dapat
dklasifikasikan atas hemoroid eksterna dan interna. Hemoroid interna dibagi
berdasarkan gambaran klinis atas :
Derajat 1 : Bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps keluar kanal
anus. Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.
36
Derajat 2 : Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk
sendiri ke dalam anus secara spontan.
Derajat 3 : Pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus
dengan bantuan dorongan jari.
Derajat 4 : Prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung untuk
mengalami thrombosis dan infark.
37
Penatalaksanaan hemoroid terdiri dari penatalaksanaan medis dan
penatalaksanaan bedah. Penatalaksanaan medis terdiri dari nonfarmakologis,
farmakologis, tindakan minimal invasive. Untuk penanganan awal hemoroid yaitu
berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan minum, perbaiki pola/cara
defekasi, jangan mengedan terlalu lama, mengkonsumsi makanan yang berserat
tinggi, membiasakan selalu defekasi, jangan ditunda dan minum kurang lebih 8
gelas/hari. Hemoroidektomi pada umumnya memberikan hasil yang baik. Sesudah
terapi penderita harus diajari untuk menghindari obstipasi dengan makan makanan
serat agar dapat mencegah timbulnya kembali gejala hemoroid. Dengan demikian
prognosis pada pasien ini pasca operasi adalah bonam.
38
BAB V
KESIMPULAN
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Riwanto Ign. Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Dalam: Sjamsuhidajat R, Jong
WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3. akarta: EGC; 2010. hal. 788-792.
2. Baker H, Chong PS. Hemorrhoids. National Digestive Disease Information
Clearinghouse. 2012
3. Simadibrata M. Hemoroid. Dalam: Sudoyo Aru W, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S,
Simadibrata M. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2006. hal.
397-399.
4. Snell R. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2006.
hal. 384-388.
5. Guyton B, Hall J. Propulsi dan Pencampuran Makanan dalam Saluran Pencernaan.
Dalam: Guyton B, Hall J. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-11. Jakarta: EGC;
2008. hal.830.
6. Kline Rochelle. Operative Management of Internal Hemorrhoids. Journal of the
American Academy of Physician Assistants. 2015;28:2 pp. 27-31.
7. Mansjur A dkk (editor). Kapita selekta Kedokteran, Jilid II, Edisi III. FK UI. Jakarta:
2000. 321 – 324.
8. Brown, John Stuart, Buku Ajar dan Atlas Bedah Minor, alih Bahasa, Devi H, Ronardy,
Melfiawati. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 2001.
9. Khalid Ali, et all. Diagnosis and Treatment of Haemorrhoid. Danish Medical Jurnal
Denmark. 2012. pp.1-9.
40