Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

KEPANITERAAN KOMPREHENSIF

SEORANG PEREMPUAN USIA 37 TAHUN DENGAN MATA KIRI


KONJUNGTIVITIS ET CAUSA SUSPEK VIRAL

Diajukan guna memenuhi tugas Kepaniteraan Komprehensif

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh :

Amalia Permata Bahar

22010117220213

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus Kepaniteraan Komprehensif Seorang Perepmpuan usia 37


tahun dengan Mata Kiri Konjungtivitis et causa suspek viral telah disajikan
guna melengkapi tugas Kepaniteraan Komprehensif Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro di Puskesma Subah pada tanggal 05Februari 2020.

Subah, 05 Februai 2020


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan laporan yang berjudul “Seorang
Wanita 37 Tahun dengan Mata Kiri Konjungtivitis et causa suspek viral”.

Laporan ini dibuat guna memenuhi salah satu syarat tugas Kepaniteraan
Komprehensif di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Tentunya kami berharap
pembuatan laporan ini tidak hanya berfungsi sebagai apa yang telah disebutkan di atas.
Namun, besar harapan kami agar laporan ini juga dapat dimanfaatkan oleh semua pihak
yang berhubungan dengan masalah ini.

Dalam usaha penyelesaian tugas laporan ini, kami banyak memperoleh


bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak.
Untuk itu, dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada :

1. Dokter pembimbing : dr.


2. Dokter pendamping : dr.
3. Puskesmas Subah
4. Seluruh teman – teman kepaniteraan Komprehensif , semoga kita semua
mendapatkan hasil yang maksimal atas usaha kita.
Kami menyadari bahwa di dalam penulisan ini masih banyak kekurangan oleh
karena itu dengan segala kerendahan hati kami menerima semua saran dan kritikan yang
membangun guna penyempurnaan tugas laporan ini.

Subah, 05 Februari 2020

Penulis
DAFTAR ISI

JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Tujuan Umum
1.3 Manfaat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Konjungtivitis

2.2 Gambaran Klinis Konjungtivitis

2.3 Konjungtivitis Virus

2.3.1 Definisi dan Etiologi

2.3.2 Patofisiologi

2.3.3 Gejala Klinis

2.3.4 Pemeriksaan Fisik

2.3.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding

2.3.6 Komplikasi

2.3.7 Tatalaksana

BAB III LAPORAN KASUS

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konjungtivitis adalah proses inflamasi akibat infeksi atau non-infeksi


pada konjungtiva yang ditandai dengan dilatasi vaskular, infiltrasi seluler,
dan eksudasi.1 Di Indonesia konjungtivitis menduduki peringkat 10 besar
penyakit rawat jalan terbanyak pada tahun 2009. Dari 135.749 pasien yang
berkunjung ke poli mata, 73% adalah kasus konjungtivitis.2
1.
Berdasarkan penyebabnya, konjungtivitis dibagi menjadi konjungtivitis
infeksi dan noninfeksi. Pada konjungtivitis infeksi, penyebab tersering
adalah virus dan bakteri, sedangkan pada kelompok non-infeksi disebabkan
oleh alergi, reaksi toksik, dan inflamasi sekunder lainnya. Konjungtivitis
juga dapat dikelompokkan berdasarkan waktu yaitu akut dan kronik. Pada
kondisi akut, gejala terjadi hingga empat minggu, sedangkan pada
konjungtivitis kronik, gejala lebih dari empat minggu. Konjungtivitis sering
terjadi bersama atau sesudah infeksi saluran napas dan umumnya terdapat
riwayat kontak dengan pasien konjungtivitis viral. Penyebaran virus
umumnya terjadi melalui tangan, peralatan mandi yang digunakan bersama,
bantal kepala yang digunakan bersama atau kontak dengan alat pemeriksaan
mata yang terkontaminasi.3,4
Virus merupakan penyebab konjungtivitis yang paling sering terjadi.
Konjungtivitis virus dapat disebabkan berbagai jenis virus dan yang paling
sering adalah adenovirus. Pada umumnya infeksi virus bersifat self-limiting,
namun proses penyembuhanya dapat lebih lama dibandingkan bakteri.
Gejala yang sering dikeluhkan pasien serupa mata merah, gatal, dan sekret
yang membuat fisura palpebra lengket atau sulit dibuka saat bangun tidur.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari laporan kasus ini adalah agar dapat memahami dan
melaksanakan diagnosis holistik serta penanganan komprehensif pasien
dengan konjungtivitis viral.

1.2.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus dari laporan kasus ini adalah
1. Mengetahui diagnosis holistik pasien
2. Penatalaksanaan pasien secara komprehensif
1.3 Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat menjadi media belajar bagi
mahasiswa agar dapat melaksanakan diagnosis holistik dan penanganan
komprehensif secara langsung kepada pasien dengan konjungtivitis viral.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Konjungtivitis

Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang


menutupi belakang kelopak mata dan bola mata dalam bentuk akut maupun kronis yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, klamidia, alergi, toksik, maupun iritasi.

2.2 Gambaran Klinis Konjungtivitis

Gambaran klinis konjungtivitis secara umum, adalah sebagai berikut7 :

1. Hiperemia, disebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh konjungtiva posterior.


2. Sekret, berasal dari eksudasi sel-sel radang. Kualitas dan sifat alamiah
eksudat(mukoid, purulen, berair, ropy, atau berdarah) tergantung dari etiologinya.
3. Kemosis, mengesankan konjungtivitis alergika namun dapat terjadi pada
konjungtivitis gonokok atau meningokok akut dan terutama pada konjungtivitis
adenovirus.
4. Epifora, sebagai reaksi dari badan asing pada konjungtiva atau kornea atau
merupakan iritasi toksik
5. Pseudoptosis, disebabkan karena adanya infiltrasi selsel radang pada palpebra
superior maupun karena edema pada palpebra superior.
6. Folikel, tampak pada kebanyakan kasus konjungtivitis virus, pada semua kasus
konjungtivitis klamidia kecuali konjungtivitis inklusi neonatal, pada beberapa kasus
konjungtivitis parasitik dan pada beberapa kasus konjungtivitis toksik yang
diinduksi pengobatan topikal.
7. Hipertrofi papila, terjadi karena konjungtiva terikat pada tarsus atau limbus di
bawahnya oleh serabut-serabut halus.
8. Pseudomembran dan membran, adalah hasil proses eksudatif dan hanya berbeda
derajatnya. Pseudomembran adalah pengentalan diatas permukaan epitel, bila
diangkat epitel tetap utuh. Membran adalah pengentalan yang meliputi seluruh epitel
dan jika diangkat akan meninggalkan permukaan yang kasar dan berdarah.
9. Limfadenopati preaurikuler, terdapat pada konjungtivitis herpes simplek primer,
keratokonjungtivitis epidemika, konjungtivitis inklusi dan trachoma
Perbedaan jenis-jenis konjungtivitis
Tanda Bakterial Viral Alergik Toksik
Gatal Minimal Minimal Hebat
Air mata Sedang Profuse Sedang
Sakit Jarang Sewaktu- - -
tenggorokan dan waktu
demam yang
Menyertai
Injeksi Mencolok Sedang Ringan-sedang Ringan-
Konjungtiva Sedang
Hemoragi + + - -
Kemosis ++ +/- ++ +/-
Eksudat Purulen atau Serous Mucoid, -
Mukopurulen lengket, putih
Pseudomembran +/- (strep, +/- - -
C.diph)
Papil +/- - + -
Folikel - + - + (medikasi)
Nodus + ++ - -
Preaurikular
Panus - - - (kecuali -
vernal)
Pewarnaan Bakteri, Monosit, Eosinofil -
Usapan PMN Limfosit
2.3 Konjungtivitis Virus

2.3.1 Definisi dan Etiologi

Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva. Istilah ini mengacu


pada peradangan yang tidak spesifik dengan penyebab yang beragam. Virus merupakan
agen infeksi yang umum ditemukan selain konjungtivitis bakterial, alergi, dan lan-lain.8
Berbagai jenis virus diketahui dapat menjadi agen penyebab konjungtivitis.
Adenoviral merupakan etiologi tersering dari konjungtivitis virus. Beberapa subtipe dari
konjungtivitis adenovirus antara lain demam faringokonjungtiva serta
keratokonjungtivitis epidemika. Infeksi mata primer oleh karena herpes simplex sering
ditemukan pada anak-anak dan biasanya menimbulkan konjungtivitis folikuler. Infeksi
ini umumnya disebabkan oleh HSV tipe I walaupun HSV tipe II dapat pula
menyebabkan konjungtivitis terutama pada neonatus.
Penyebab lain yang lebih jarang antara lain infeksi virus varicella-zoster (VZV),
pikornavirus (enterovirus 70, coxsakie A24), poxvirus (molluskum kontagiosum,
vaccinia). Infeksi oleh pikornavirus menyebabkan konjungtivitis hemoragika akut yang
secara klinis mirip dengan infeksi oleh adenovirus namun lebih parah dan hemoragik.
Molluscum kontagiosum dapat menyebabkan konjungtivitis kronis yang terjadi akibat
shedding partikel virus dari lesi ke dalam sakus konjungtiva. Infeksi oleh virus Vaccinia
saat ini sudah jarang ditemukan seiring dengan menurunnya insiden infeksi smallpox.
Infeksi HIV pada pasien AIDS pada umumnya menyebabkan abnormalitas pada segmen
posterior, namun infeksi pada segmen anterior juga pernah dilaporkan. Konjungtivitis
yang terjadi pada pasien AIDS cenderung lebih berat dan lama daripada individu lain
yang immunokompeten. Konjungtivitis juga kadang dapat ditemukan pada periode
terinfeksi virus sistemik seperti virus influenza, Epstein-Barr virus, paramyxovirus
(measles, mumps, Newcastle) atau Rubella.

2.3.2 Patofisiologi
Konjungtiva selalu berhubungan dengan dunia luar. Kemungkinan konjungtiva
terinfeksi dengan mikroorganisme sangat besar. Pertahanan Konjungtiva terutama oleh
karena adanya tear film atau lapisan air mata pada konjungtiva yang berfungsi untuk
melarutkan kotoran-kotoran dan bahan-bahan yang toksik kemudian mengalirkan
melalui saluran lakrimalis ke meatus nasi inferior.Lapisan air mata mengandung beta
lisin, lisosim, IgA, dan IgG yang berfungsi untuk menghambat pertumbuhan kuman.
Epitelium yang melapisi konjungtiva dan sklera bagian luar terpapar dengan
dunia luar. Hal ini merupakan kesempatan bagus bagi virus untuk menginvasi. Tiap
beberapa detik palpebra menutup memberi perlindungan bagi sklera da konjungtiva
berupa sekret dan pembersihan dari benda asing. Namun tetap saja ada kesempatan
kecil virus dapat masuk ke dalam sel. Apalagi ketika terjadi jejas misalnya abrasi
inokulasi langsung mungkin dapat terjadi saat pemeriksaan oftalmologi atau dari
kontaminasi lingkungan. Pada sebagian besar kasus, replikasi biasanya terlokalisasi dan
menyebabkan inflamasi misalnya konjungtivitis.
Virus memiliki genom asam nukleat single atau double stranded yang dilingkupi kapsid
dengan atau tanpa amplop diluarnya. Asam nukleat dapat berupa RNA atau DNA yang
dibutuhkan untuk melakukan transkripsi menghasilkan enzim atau protein yang
dibutuhkan unuk bereplikasi. Pada permukaan kapsid terdapat ligan yang berfungsi
untuk menempel pada sel host sehingga menjadi jalan masuk virus ke dalam sel. Pada
virus yang memiliki amplop yang melingkupi kapsid, sejenis glikoprotein
terekspresikan di permukaan yang berfungsi melindungi virus dari antibodi. Namun
virus yang memiliki amplop lebih rentan terhadap pajanan dunia luar seperti sinar UV.
Sebaliknya pada virus yang hanya memiliki kapsid seperti adenovirus dapat bertahan
lebih lama di luar tubuh.9

2.3.3 Gejala dan Tanda Klinis


Konjungtivitis folikuler virus akut dapat muncul sebagai gejala yang ringan dan
sembuh sendiri hingga gejala berat yang menimbulkan kecacatan.7

a. Demam faringokonjungtival
Tipe ini biasanya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan kadang-kadang tipe 4 dan
7. Demam faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3 - 400C, sakit
tenggorokan, dan konjungtivitis pada satu atau dua mata. Folikel sering mencolok
pada kedua konjungtiva, dan pada mukosa faring. Penyakit ini dapat terjadi
bilateral atau unilateral. Mata merah dan berair mata sering terjadi, dapat disertai
keratitis superficial sementara ataupun sedikit kekeruhan di daerah subepitel.
Limfadenopati preaurikuler yang muncul tidak disertai nyeri tekan. Sindrom yang
ditemukan pada pasien mungkin tidak lengkap, hanya terdiri atas satu atau dua
gejala utama (demam, faringitis, dan konjungtivitis).

b. Keratokonjungtivitis epidemika:
Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan oleh adenovirus subgroup D tipe 8, 19,
29, dan 37. Konjungtivitis yang timbul umumnya bilateral. Awitan sering pada satu
mata kemudian menyebar ke mata yang lain. Mata pertama biasanya lebih parah.
Gejala awal berupa nyeri sedang dan berair mata, diikuti dalam 5-14 hari kemudian
dengan fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel bulat. Fase akut ditandai
dengan edema palpebra, kemosis, dan hiperemia konjungtiva. Dalam 24 jam sering
muncul folikel dan perdarahan konjungtiva. Kadang-kadang dapat terbentuk
pseudomembran ataupun membran sejati yang dapat meninggalkan parut datar
ataupun symblepharon. Konjungtivitis berlangsung selama 3-4 minggu. Kekeruhan
epitel terjadi di pusat kornea, menetap berbulan-bulan namun menyembuh tanpa
disertai parut.

Gambar 3. Folikel dan perdarahan konjungtiva

c. Konjungtivitis virus herpes simpleks (HSV)


Konjungtivitis HSV umumnya terjadi ada anak-anak dan merupakan keadaan luar
biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi, disertai sekret
mukoid, dan fotofobia. Konjungtivitis dapat muncul sebagai infeksi primer HSV
atau pada episode kambuh herpes mata. Sering disertai keratitis herpes simpleks,
dengan kornea menampakkan lesi-lesi eptelial tersendiri yang umumnya menyatu
membentuk satu ulkus atau ulkus epithelial yang bercabang banyak (dendritik).
Konjungtivitis yang terjadi umumnya folikuler namun dapat juga
pseudomembranosa. Vesikel herpes kadang-kadang muncul di palpebra dan tepian
palebra, disertai edema berat pada palpebra. Nodus preaurikuler yang nyeri tekan
adalah gejala yang khas untuk konjungtivitis HSV.

Gambar 4. Folikel dan pseudomembran


2.3.4 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang perlu dilakukan berupa pemeriksaan dasar mata untuk


membuat diagnosis dan mengevaluasi pasien dengan mata merah. Pemeriksaan dasar
mata tersebut meliputi :
a. Penilaian tajam penglihatan bertujuan untuk menilai tajam penglihatan masih
normal atau mengalami penurunan akibat permasalahan pada mata. Penilaian
tajam penglihatan menggunakan kartu Snellen, dan bahkan jari, gerakan tangan,
dan senter (penlight) bila diperlukan.
b. Penilaian penyebab mata merah; menggunakan bantuan loupe dan senter.
Pemeriksaan dimulai dari inspeksi dan palpasi kulit regio periorbita, kemudian
bagian kelopak mata dan konjungtiva tarsal. Dari pemeriksaan tersebut, dapat
dideteksi keberadaan proptosis, malfungsi kelopak mata, atau suatu keterbatasan
gerakan bola mata. Setelah menilai keadaan pada regio tersebut, pemeriksaan
beralih ke konjungtiva bulbi untuk mulai membedakan injeksi konjungtiva dan
injeksi silier. Pada mata merah tanpa visus menurun umumnya ditemukan
injeksi konjungtiva dan/ atau perdarahan subkonjungtiva, serta gambaran khas
konjungtivitis berdasarkan etiologinya. Bila mata merah dan visus menurun
selalu disertai dengan injeksi episklera dan injeksi konjungtiva.
c. Penilaian karakteristik air mata; karakteristik air mata yang perlu diketahui
adalah bentuk dan sifat sekresi, serta membaginya menjadi kategori sesuai
jumlahnya (banyak atau sedikit), dan karakter (purulen, mukopurulen, atau
mukous).
d. Penilaian kornea; bertujuan untuk menilai kejernihan dan regularitas permukaan
kornea. Bila didapatkan kekeruhan pada kornea, perlu ditentukan jenis
kekeruhan pada kornea pasien. Pemeriksaan menggunakan bantuan senter atau
tes plasido. Pemeriksaan lanjutan dapat menggunakan tes fluorescein sebagai
pemeriksaan keutuhan epitel kornea dengan metode pewarnaan.
e. Penilaian kedalaman bilik mata depan; menilai bilik mata depan termasuk dalam
kategori dangkal atau dalam. Selain itu, pemeriksaan ini bertujuan mendeteksi
keberadaan lapisan darah atau pus di bilik mata depan.
f. Penilaian pupil; bertujuan menilai besar pupil, adanya mid-dilatasi, miosis, dan
refleks pupil langsung dan tidak langsung.
g. Penilaian tekanan intraokular; bertujuan menentukan tekanan dalam bola mata
dalam kategori normal, tinggi, atau rendah dengan menggunakan tonometer
Schiotz. Sebagai deteksi awal tekanan okular, bila tidak tersedia tonometer
Schiotz, dapat menggunakan metode palpasi bola mata. Meskipun lebih
sederhana, hasil pemeriksaan metode palpasi sangat subjektif (tergantung
pengalaman dan intepretasi pemeriksa) dan data yang didapatkan bersifat
kualitatif.

2.3.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding


Anamnesis yang teliti mengenai keluhan pasien dan riwayat terdahulu sangat
penting dalam menegakkan diagnosis konjungtivitis virus. Pada penyakit ini, pasien
akan mengeluhkan gejala-gejala yang berkaitan dengan proses infeksi (bengkak, merah,
nyeri) dan beberapa hari kemudian akan muncul infiltrasi di bagian subepitel. Infiltrasi
subepitel akan muncul sebagai keputihan di daerah kornea yang bisa menurunkan visus
pasien untuk sementara waktu. Sebagian dari pasien akan mengalami pembengkakan di
daerah kelenjar getah bening di bagian depan telinga (preaurikula). Dokter bisa
menggunakan biomicroscopic slit lamp untuk melakukan pemeriksaan bagian depan
mata. Kadang-kadang, pasien mengalami pseudo-membrane pada jaringan di bagian
bawah kelopak mata pada konjungtiva.7
Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan untuk konjungtivitis viral adalah
kultur dengan pemeriksaan sitologi konjungtiva yang dilakukan pada infeksi yang
menahun dan sering mengalami kekambuhan, pada reaksi konjungtiva yang atipikal,
serta terjadi kegagalan respon terhadap pengobatan yang diberikan sebelumnya.
Pengecatan giemsa juga dapat dilakukan. Pada konjungtivitis virus ditemukan sel
mononuklear dan limfosit. Inokulasi merupakan teknik pemeriksaan dengan
memaparkan organism penyebab kepada tubuh manusia untuk memproduksi kekebalan
terhadap penyakit itu. Deteksi terhadap antigen virus dan klamidia dapat
dipertimbangkan. Polymerase chain reaction (PCR) merupakan pemeriksaan yang
digunakan untuk mengisolasi virus dan dilakukan pada fase akut.7

2.3.6 Komplikasi
Konjungtivitis virus bisa berkembang menjadi kronis, seperti
blefarokonjungtivitis. Komplikasi lainnya bisa berupa timbulnya pseudomembran, dan
timbul parut linear halus atau parut datar, dan keterlibatan kornea serta timbul vesikel
pada kulit.
2.3.7 Tatalaksana
Konjuntivitis viral biasanya bersifat suportif dan merupakan terapi simptomatis.
Umumnya mata bisa dibuat lebih nyaman dengan pemberian cairan pelembab. Kompres
dingin pada mata 3-4 x/hari juga dapat membantu kesembuhan pasien. Penggunaan
kortikosteroid untuk penatalaksanaan konjungtivitis viral harus dihindari karena dapat
memperburuk infeksi.
Konjungtivitis viral merupakan penyakit infeksi yang angka penularannya cukup
tinggi, sehingga pencegahan adalah hal yang sangat penting. Penularan juga bisa terjadi
di fasilitas kesehatan bahkan ke tenaga kesehatan yang memeriksa pasien. Langkah –
langkah pencegahan yang perlu diperhatikan adalah mencuci tangan dengan bersih,
tidak menyentuh mata dengan tangan kosong, serta tidak menggunakan peralatan yang
akan digunakan untuk pemeriksaan pasien lain. Dalam penularan ke lingkungan sekitar,
pasien sebaiknya disarankan untuk menghindari kontak dengan orang lain seperti di
lingkungan kerja / sekolah dalam 1 – 2 minggu, juga menghindari pemakaian handuk
bersama.
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. M
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/tanggal lahir : 12 September 1983
Umur : 37 tahun
Status : Menikah
Pendidikan : SMA
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Jatisari, Batang

3.2 Resume Penyakit dan Penatalaksanaan yang Sudah Dilakukan


a. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 22 Januari 2020 pukul 10.30 WIB
di Puskesmas Subah
Keluhan Utama : Mata merah
Riwayat Penyakit Sekarang :
±3 hari yang lalu, pasien mengeluh mata kiri merah (+) terasa mengganjal.
Pasien juga mengeluhkan mata kiri gatal dan berair.dari mata kiri pasien keluar kotoran
mata berwarna putih terutama saat pasien bangun tidur. Kotoran tidak terlalu banyak
dan tidak sampai membuat kelopak mata pasien saling menempel. Pasien tidak
mengeluh pandangan kabur. Pasien memberikan tetes mata yang dibeli di warung
namun keluhan tidak membaik sehingga pasien datang berobat ke poli umum
Puskesmas Subah. Riwayat batuk pilek dan nyeri telan (-)

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat keluhan serupa sebelumnya disangkal
Riwayat Operasi pada mata disangkal
Riwayat alergi disangkal
Riwayat menggunakan kacamata atau softlens disangkal
Riwayat trauma / kelilipan (+)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama

Riwayat Sosial Ekonomi:


Pasien adalah seorang ibu rumah tangga
Biaya pengobatan ditanggung sendiri
Kesan ekonomi cukup

b. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik ( 22 Januari 2019)
Status Praesens
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis, GCS 15
Tanda Vital : TD: 130/70 mmHg, RR: 18x/menit

Nadi: 80x/menit, Suhu: 37,5oC


Kepala : Pembesaran kelenjar preaurikuler -/-
Thorax : Tidak ada kelainan
Abdomen : Tidak ada kelainan
Ekstremitas : Tidak ada kelainan

Injeksi
Konjungtiva

Status Oftalmologi

Oculus Dextra Oculus Sinistra


Visus
Edema (-), spasme (-), Palpebra Edema (-), spasme (-),
eritema (-) eritema (-)
Injeksi (-), secret (-), Konjungtiva Injeksi (+), secret (-),
folikel (-), papil (-) folikel (-), papil (-)
intak Sclera intak
Jernih, defek (-) Kornea Jernih, defek (-)
Gambar

C. DIAGNOSA KLINIS

Mata Kiri Konjungtivitis et causa suspek virus

D. DIAGNOSA BANDING

Mata Kiri Konjungtivitis et causa suspek bakteri

E. TERAPI

 Kompres dingin 3-4 kali sehari selama 15 menit


 C lyteers ED 6 gtt
 Vit C 1x1 tab

F. PROGNOSIS

 Quo ad visam : ad bonam


 Quo ad sanam : ad bonam
 Quo ad vitam : ad bonam
 Quo ad cosmeticam : ad bonam

G. EDUKASI

 Menjelaskan pada pasien bahwa mata merah disebabkan oleh virus dan
dimungkinkan bisa sembuh sendiri.
 Menjelaskan bahwa ini merupakan penyakit menular, jika memegang mata agar
segera cuci tangan.
 Menjelaskan untuk menghindari kontak dengan anggota keluarga terutama anak
 Menjelaskan pada pasien agar menjaga kesehatan dan kebersihan mata
 Menjelaskan pada pasien agar menjaga kebersihan rumah dan sekitar
 Pasien diminta untuk meneteskan, meminum dan menggunakan obat secara
teratur dan menjaga daya tahan tubuh, dengan memakan makanan yang bergizi
dan istirahat yang cukup, untuk mempercepat penyembuhan penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai