Disusun Oleh :
Mikroskop elektron ini menggunakan jauh lebih banyak energi dan radiasi
elektromagnetik yang lebih pendek dibandingkan mikroskop cahaya.Meskipun
mikroskop elektronik yang sedang digunakan saat ini memiliki kemampuan pembesar
obyek sampai dua juta kali, namun mereka masih didasarkan pada prototipe yang
pertama kali dibuat oleh Ruska dan korelasi yang dibuat antara resolusi dan panjang
gelombang.
Mikroskop elektron merupakan salah satu komponen yang paling penting dari
laboratorium modern. Hal ini digunakan oleh para peneliti untuk meneliti sel dan
mikroorganisme, sampel biopsi medis, berbagai molekul besar, struktur kristal dan
logam, dan fitur yang melekat pada berbagai permukaan.Hal ini banyak digunakan
untuk berbagai aplikasi dalam industri seperti analisis kegagalan, jaminan kualitas, dan
inspeksi, terutama dalam pembuatan perangkat semikonduktor.
Gambar-gambar hasil mikroskop elektron jenis SEM:
Dalam perkembangannya ada banyak macam mikroskop elektron dengan cara kerja
yang berbeda pula. Berikut ini adalah jenis mikroskop elektron yang biasa digunakan
saat ini.
a. Sejarah penemuan
b. Cara kerja
c. Preparasi sediaan
Mikroskop pemindai transmisi elektron (STEM) adalah merupakan salah satu tipe
yang merupakan hasil pengembangan dari mikroskop transmisi elektron
(TEM).Pada sistem STEM ini, electron menembus spesimen namun sebagaimana
halnya dengan cara kerja SEM, optik elektron terfokus langsung pada sudut yang
sempit dengan memindai obyek menggunakan pola pemindaian dimana obyek
tersebut dipindai dari satu sisi ke sisi lainnya (raster) yang menghasilkan lajur-lajur
titik (dots)yang membentuk gambar seperti yang dihasilkan
oleh CRT pada televisi / monitor.
Mikroskop pemindai elektron (SEM) yang digunakan untuk studi detail arsitektur
permukaan sel (atau struktur jasad renik lainnya), dan obyek diamati secara tiga
dimensi.
a. Sejarah penemuan
Pada 1942 tiga orang ilmuwan Amerika yaitu Dr. Vladimir Kosma Zworykin,
Dr. James Hillier, dan Dr. Snijder, benar-benar membangun sebuah mikroskop
elektron metode pemindaian (SEM) dengan resolusi hingga 50 nm atau
magnifikasi 8.000 kali.
b. Cara kerja
Cara terbentuknya gambar pada SEM berbeda dengan apa yang terjadi pada
mikroskop optic dan TEM. Pada SEM, gambar dibuat berdasarkan deteksi
elektron baru (elektron sekunder) atau elektron pantul yang muncul dari
permukaan sampel ketika permukaan sampel tersebut dipindai dengan sinar
elektron. Elektron sekunder atau elektron pantul yang terdeteksi selanjutnya
diperkuat sinyalnya, kemudian besar amplitudonya ditampilkan dalam gradasi
gelap-terang pada layar monitor CRT(cathode ray tube). Di layar CRT inilah
gambar struktur obyek yang sudah diperbesar bisa dilihat. Pada proses
operasinya, SEM tidak memerlukan sampel yang ditipiskan, sehingga bisa
digunakan untuk melihat obyek dari sudut pandang 3 dimensi.
c. Preparasi sediaan
Mikroskop ini adalah merupakan pengembangan dari SEM, yang dalam bahasa
Inggrisnya disebut Environmental SEM (ESEM) yang dikembangkan guna
mengatasi obyek pengamatan yang tidak memenuhi syarat sebagai obyek TEM
maupun SEM.
Obyek yang tidak memenuhi syarat seperti ini biasanya adalah bahan alami yang
ingin diamati secara detail tanpa merusak atau menambah perlakuan yang tidak
perlu terhadap obyek yang apabila menggunakat alat SEM konvensional perlu
ditambahkan beberapa trik yang memungkinkan hal tersebut bisa terlaksana.
a. Sejarah penemuan
b. Cara kerja
Hal ini menimbulkan masalah karena kolom tempat elektron dipercepat dan
ruangfilamen di mana elektron yang dihasilkan memerlukan
tingkat vakum yang tinggi. Permasalahan ini dapat diselesaikan dengan
memisahkan sistem pompa vakum ruang obyek dan ruang kolom serta filamen,
dengan menggunakan sistem pompa untuk masing-masing ruang. Di antaranya
kemudian dipasang satu atau lebih piringan logamplatina yang biasa disebut
(aperture) berlubang dengan diameter antara 200 hingga 500 mikrometer yang
digunakan hanyauntuk melewatkan elektron , sementara tingkat kevakuman
yang berbeda dari tiap ruangan tetap terjaga.
Susu pasteurisasi yang diproduksi oleh UD Gading Mas, merupakan produk olahan susu
hasil luaran dari kegiatan Program Insentif Percepatan Difusi dan Pemanfaatan IPTEK tahun
2010 atas dukungan dana dari Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia. Susu
pasteurisasi yang diproduksi menggunakan pemanasan metode Batch Pasteurization untuk
mengatasi permasalahan UKM di desa terhadap ketergantungan pemasaran susu hanya dalam
bentuk susu segar saja, yang selama ini hanya melalui satu jalur pemasaran yaitu melalui KUD
Rukun Sentosa, Srengat, Kabupaten Blitar dengan harga yang ditetapkan secara sepihak oleh
Industri Pengolah Susu (IPS) P.T. Nestle
Indonesia. Sebelum Program ini diterapkan, pada event tertentu seperti hari Kemerdekaan,
pameran berkala, dilakukan pemasakan susu secara langsung di daerah Blitar dengan biaya
produksinya sebesar Rp 800,-/liter, sehingga keuntungan yang didapat sangatlah tidak
memadai jika dibandingkan dengan memproduksi susu pasteurisasi.
Materi
Materi penelitian adalah susu pasteurisasi kemasan cup dari UD Gading Mas, desa
Sumberjo, Kecamatan Kandat, Kabupaten Kediri, dipasteurisasi dengan metode Batch suhu
720C selama 15 menit. Bahan yang digunakan untuk pengujian yaitu alkohol, pepton,
aquadestilata, PCA, buffer pH 4 dan 7, NaOH, Indikator PP.
Metode
Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap warna, rasa dan aroma susu pasteurisasi
didapatkan hasil bahwa warna, rasa dan aroma susu pasteurisasi normal dan khas (Tabel 1).
Hasil pengujian menunjukkan kualitas susu pasteurisasi berdasarkan warna, rasa dan aroma
memenuhi SNI 01-2891-1992.Hasil Pengujian terhadap Berat jenis susu pasteurisasi adalah
1,06 (b/b) sesuai dengan SNI 01-2782-1998.
Warna Normal -
Rasa Normal -
Aroma Normal -
Warna susu normal, putih kekuningan (Buckle et al, 1987). Warna putih disebabkan
karena kandungan kasein dan kalsium fosfat yang merupakan dispersi koloid sehingga tidak
tembus cahaya, sedangkan warna kekuningan
disebabkan oleh kandungan lemak dalam susu, terutama dipengaruhi oleh zat-zat
terlarut dalam lemak seperti karoten yang berasal dari pakan ternak.
Metode yang digunakan untuk uji kemampuan antagonistik yoghurt pada berbagai jenis
bakteri uji adalah metode difusi sumur (NCCLS, 2000). Kultur bakteri uji yang siap pakai
dalam media NA berumur 24 jam diencerkan dalam media pengencer BPW 1% dan
dibandingkan dengan larutan McFarland no 0,5 sebanding dengan populasi 108, lalu diencerkan
hingga diperoleh populasi 107. sebanyak 1 ml larutan pengencer yang telah diinokulasi bakteri
uji dimasukkan ke dalam cawan petri berdiameter 9 cm menggunakan pipet dan ditambahkan
Mueller Hinton Agar sebanyak 15-20 ml, sehingga terbentuk agar dengan ketebalan 4 mm.
Setiap cawan mewakili satu produk dan satu bakteri, sehingga digunakan 8 cawan setiap kali
pengamatan.
Setelah agar dalam cawan mengeras, ditengah-tengah agar dibuat lubang sumur dengan
menggunakan tabung Durham berdiameter 5 mm (NCCLS menggunakan diameter 6 mm untuk
antibiotik) sebanyak 6 sumur setiap cawan. Setiap cawan terdiri dari 3 kali ulangan dan setiap
ulangan dilakukan duplo. Sebanyak 50µl yoghurt dipipet kedalam lubang sumur dan dibiarkan
meresap kedalam agar selama ± 30 menit pada suhu sekitar 70C. Selanjutnya agar diinkubasi
pada suhu 370C selama 24 jam lalu zona penghambatan berupa areal bening di sekeliling sumur
yang dihasilkan diukur. Diameter zona peng-hambatan diukur dengan menggunakan jangka
sorong. Zona bening diukur diameternya sebanyak tiga kali di tempat yang berbeda