Anda di halaman 1dari 11

TUGAS PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI

RINGKASAN MIKROSKOP ELEKTRON


&
PENGUJIAN MIKROBIOLOGI DIINDUSTRI PANGAN

Disusun Oleh :

Irfan Rahmawan (2015340060)

Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan


Fakultas Teknologi Industri Pertanian
Universitas Sahid Jakarta
Tahun 2017
A. Mikroskop Elektron

Mikroskop elektron adalah sebuah mikroskop yang mampu untuk melakukan


pembesaran objek sampai 2 juta kali, yang menggunakan elektro statik dan elektro
magnetik untuk mengontrol pencahayaan dan tampilan gambar serta memiliki
kemampuan pembesaran objek serta resolusi yang jauh lebih bagus daripada mikroskop
cahaya. Prototipe dari mikroskop elektron pertama kali ditemukan oleh Max Knoll dan
Ernst Ruska, yang merupakan insinyur dari Jerman pada tahun 1931.

Mikroskop elektron ini menggunakan jauh lebih banyak energi dan radiasi
elektromagnetik yang lebih pendek dibandingkan mikroskop cahaya.Meskipun
mikroskop elektronik yang sedang digunakan saat ini memiliki kemampuan pembesar
obyek sampai dua juta kali, namun mereka masih didasarkan pada prototipe yang
pertama kali dibuat oleh Ruska dan korelasi yang dibuat antara resolusi dan panjang
gelombang.

Gambar Mikroskop Elektron

Mikroskop elektron merupakan salah satu komponen yang paling penting dari
laboratorium modern. Hal ini digunakan oleh para peneliti untuk meneliti sel dan
mikroorganisme, sampel biopsi medis, berbagai molekul besar, struktur kristal dan
logam, dan fitur yang melekat pada berbagai permukaan.Hal ini banyak digunakan
untuk berbagai aplikasi dalam industri seperti analisis kegagalan, jaminan kualitas, dan
inspeksi, terutama dalam pembuatan perangkat semikonduktor.
Gambar-gambar hasil mikroskop elektron jenis SEM:

Gambar Bakteri Sinus Serbuk Sari Gambar Serangga

B. Jenis Mikroskop Elektron

Dalam perkembangannya ada banyak macam mikroskop elektron dengan cara kerja
yang berbeda pula. Berikut ini adalah jenis mikroskop elektron yang biasa digunakan
saat ini.

1. Mikroskop Transmisi Elektron (TEM)

Mikroskop transmisi elektron (Transmission electron microscope-TEM) adalah


sebuah mikroskop elektron yang cara kerjanya mirip dengan cara kerja proyektor
slide, di mana elektron ditembuskan ke dalam obyek pengamatan dan pengamat
mengamati hasil tembusannya pada layar.

a. Sejarah penemuan

Seorang ilmuwan bernama Ernst Ruska menggabungkan penemuan ini dan


membangun mikroskop transmisi elektron (TEM) yang pertama pada tahun
1931. Untuk hasil karyanya ini maka dunia ilmu pengetahuan
menganugerahinya hadiah Penghargaan Nobel dalam fisika pada tahun 1986.
Mikroskop yang pertama kali diciptakannya adalah dengan menggunakan dua
lensa medan magnet, namun tiga tahun kemudian ia menyempurnakan karyanya
tersebut dengan menambahkan lensa ketiga dan mendemonstrasikan kinerjanya
yang menghasilkan resolusi hingga 100 nanometer (nm) (dua kali lebih baik
dari mikroskop cahaya pada masa itu).

b. Cara kerja

Mikroskop transmisi eletron saat ini telah mengalami peningkatan kinerja


hingga mampu menghasilkan resolusi hingga 0,1 nm (atau 1 angstrom) atau
sama dengan pembesaran sampai satu juta kali. Meskipun banyak bidang-
bidang ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dengan bantuan mikroskop
transmisi elektron ini. Adanya persyaratan bahwa “obyek pengamatan harus
setipis mungkin” ini kembali membuat sebagian peneliti tidak terpuaskan,
terutama yang memiliki obyek yang tidak dapat dengan serta merta dipertipis.
Karena itu pengembangan metode baru mikroskop elektron terus dilakukan.

c. Preparasi sediaan

Agar pengamat dapat mengamati preparat dengan baik, diperlukan persiapan


sediaan dengan tahap sebagai berikut :

1) melakukan fiksasi, yang bertujuan untuk mematikan sel tanpa mengubah


struktur sel yang akan diamati. fiksasi dapat dilakukan dengan
menggunakan senyawa glutaraldehida atau osmium tetroksida.

2) pembuatan sayatan, yang bertujuan untuk memotong sayatan hingga setipis


mungkin agar mudah diamati di bawah mikroskop. Preparat dilapisi dengan
monomer resin melalui proses pemanasan, kemudian dilanjutkan dengan
pemotongan menggunakan mikrotom. Umumnya mata pisau mikrotom
terbuat dari berlian karena berlian tersusun dari atom karbon yang padat.
Oleh karena itu, sayatan yang terbentuk lebih rapi. Sayatan yang telah
terbentuk diletakkan di atas cincin berpetak untuk diamati.
3) pelapisan/pewarnaan, bertujuan untuk memperbesar kontras antara preparat
yang akan diamati dengan lingkungan sekitarnya. Pelapisan/pewarnaan
dapat menggunakan logam berat seperti uranium dan timbal.

2. Mikroskop pemindai transmisi elektron (STEM)

Mikroskop pemindai transmisi elektron (STEM) adalah merupakan salah satu tipe
yang merupakan hasil pengembangan dari mikroskop transmisi elektron
(TEM).Pada sistem STEM ini, electron menembus spesimen namun sebagaimana
halnya dengan cara kerja SEM, optik elektron terfokus langsung pada sudut yang
sempit dengan memindai obyek menggunakan pola pemindaian dimana obyek
tersebut dipindai dari satu sisi ke sisi lainnya (raster) yang menghasilkan lajur-lajur
titik (dots)yang membentuk gambar seperti yang dihasilkan
oleh CRT pada televisi / monitor.

3. Mikroskop pemindai elektron (SEM)

Mikroskop pemindai elektron (SEM) yang digunakan untuk studi detail arsitektur
permukaan sel (atau struktur jasad renik lainnya), dan obyek diamati secara tiga
dimensi.
a. Sejarah penemuan

Tidak diketahui secara persis siapa sebenarnya penemu Mikroskop pemindai


elektron (Scanning Electron Microscope-SEM) ini. Publikasi pertama kali yang
mendiskripsikan teori SEM dilakukan oleh fisikawan Jerman dR. Max Knoll
pada 1935, meskipun fisikawan Jerman lainnya Dr. Manfred von Ardenne
mengklaim dirinya telah melakukan penelitian suatu fenomena yang kemudian
disebut SEM hingga tahun 1937.

Pada 1942 tiga orang ilmuwan Amerika yaitu Dr. Vladimir Kosma Zworykin,
Dr. James Hillier, dan Dr. Snijder, benar-benar membangun sebuah mikroskop
elektron metode pemindaian (SEM) dengan resolusi hingga 50 nm atau
magnifikasi 8.000 kali.

b. Cara kerja

Cara terbentuknya gambar pada SEM berbeda dengan apa yang terjadi pada
mikroskop optic dan TEM. Pada SEM, gambar dibuat berdasarkan deteksi
elektron baru (elektron sekunder) atau elektron pantul yang muncul dari
permukaan sampel ketika permukaan sampel tersebut dipindai dengan sinar
elektron. Elektron sekunder atau elektron pantul yang terdeteksi selanjutnya
diperkuat sinyalnya, kemudian besar amplitudonya ditampilkan dalam gradasi
gelap-terang pada layar monitor CRT(cathode ray tube). Di layar CRT inilah
gambar struktur obyek yang sudah diperbesar bisa dilihat. Pada proses
operasinya, SEM tidak memerlukan sampel yang ditipiskan, sehingga bisa
digunakan untuk melihat obyek dari sudut pandang 3 dimensi.

c. Preparasi sediaan

Agar pengamat dapat mengamati preparat dengan baik, diperlukan persiapan


sediaan dengan tahap sebagai berikut :

a) melakukan fiksasi, yang bertujuan untuk mematikan sel tanpa mengubah


struktur sel yang akan diamati. Fiksasi dapat dilakukan dengan
menggunakan senyawa glutaraldehida atau osmium tetroksida.
b) dehidrasi, yang bertujuan untuk memperendah kadar air dalam sayatan
sehingga tidak mengganggu proses pengamatan.

c) pelapisan/pewarnaan, bertujuan untuk memperbesar kontras antara preparat


yang akan diamati dengan lingkungan sekitarnya. Pelapisan/pewarnaan
dapat menggunakan logam mulia seperti emas dan platina.

4. Mikroskop pemindai lingkungan elektron (ESEM)

Mikroskop ini adalah merupakan pengembangan dari SEM, yang dalam bahasa
Inggrisnya disebut Environmental SEM (ESEM) yang dikembangkan guna
mengatasi obyek pengamatan yang tidak memenuhi syarat sebagai obyek TEM
maupun SEM.

Obyek yang tidak memenuhi syarat seperti ini biasanya adalah bahan alami yang
ingin diamati secara detail tanpa merusak atau menambah perlakuan yang tidak
perlu terhadap obyek yang apabila menggunakat alat SEM konvensional perlu
ditambahkan beberapa trik yang memungkinkan hal tersebut bisa terlaksana.

a. Sejarah penemuan

Teknologi ESEM ini dirintis oleh Gerasimos D. Danilatos, seorang kelahiran


Yunani yang bermigrasi ke Australia pada akhir tahun 1972 dan memperoleh
gelar Ph.D dari Universitas New South Wales (UNSW) pada tahun 1977 dengan
judul disertasi Dynamic Mechanical Properties of Keratin Fibres .
Dr. Danilatos ini dikenal sebagai pionir dari teknologi ESEM, yang merupakan
suatu inovasi besar bagi dunia mikroskop elektron serta merupakan kemajuan
fundamental dari ilmu mikroskopi.

b. Cara kerja

Pertama-tama dilakukan suatu upaya untuk menghilangkan penumpukan


elektron (charging) di permukaan obyek, dengan membuat suasana dalam ruang
sample tidak vakum tetapi diisi dengan sedikit gas yang akan mengantarkan
muatan positif ke permukaan obyek, sehingga penumpukan elektron dapat
dihindari.

Hal ini menimbulkan masalah karena kolom tempat elektron dipercepat dan
ruangfilamen di mana elektron yang dihasilkan memerlukan
tingkat vakum yang tinggi. Permasalahan ini dapat diselesaikan dengan
memisahkan sistem pompa vakum ruang obyek dan ruang kolom serta filamen,
dengan menggunakan sistem pompa untuk masing-masing ruang. Di antaranya
kemudian dipasang satu atau lebih piringan logamplatina yang biasa disebut
(aperture) berlubang dengan diameter antara 200 hingga 500 mikrometer yang
digunakan hanyauntuk melewatkan elektron , sementara tingkat kevakuman
yang berbeda dari tiap ruangan tetap terjaga.

5. Mikroskop refleksi elektron (REM)

Reflection Electron Microscope (REM), adalah mikroskop elektron yang memiliki


cara kerja yang serupa dengan cara kerja TEM, namun sistem ini menggunakan
deteksi pantulan elektron pada permukaan objek. Tehnik ini secara khusus
digunakan dengan menggabungkannya dengan tehnik refleksi difraksi elektron
energi tinggi (Reflection High Energy Electron Diffraction) dan tehnik Refleksi
pelepasan spektrum energi tinggi (reflection high-energy loss spectrum – RHELS)

6. Spin-Polarized Low-Energy Electron Microscopy (SPLEEM)

Spin-Polarized Low-Energy Electron Microscopy (SPLEEM) ini adalah merupakan


Variasi lain yang dikembangkan dari teknik yang sudah ada sebelumnya, dan
digunakan untuk melihat struktur mikro dari medan magnet.
C. PENGUJIAN MIKROBIOLOGI DIINDUSTRI PANGAN 1

Susu pasteurisasi yang diproduksi oleh UD Gading Mas, merupakan produk olahan susu
hasil luaran dari kegiatan Program Insentif Percepatan Difusi dan Pemanfaatan IPTEK tahun
2010 atas dukungan dana dari Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia. Susu
pasteurisasi yang diproduksi menggunakan pemanasan metode Batch Pasteurization untuk
mengatasi permasalahan UKM di desa terhadap ketergantungan pemasaran susu hanya dalam
bentuk susu segar saja, yang selama ini hanya melalui satu jalur pemasaran yaitu melalui KUD
Rukun Sentosa, Srengat, Kabupaten Blitar dengan harga yang ditetapkan secara sepihak oleh
Industri Pengolah Susu (IPS) P.T. Nestle

Indonesia. Sebelum Program ini diterapkan, pada event tertentu seperti hari Kemerdekaan,
pameran berkala, dilakukan pemasakan susu secara langsung di daerah Blitar dengan biaya
produksinya sebesar Rp 800,-/liter, sehingga keuntungan yang didapat sangatlah tidak
memadai jika dibandingkan dengan memproduksi susu pasteurisasi.

Materi

Materi penelitian adalah susu pasteurisasi kemasan cup dari UD Gading Mas, desa
Sumberjo, Kecamatan Kandat, Kabupaten Kediri, dipasteurisasi dengan metode Batch suhu
720C selama 15 menit. Bahan yang digunakan untuk pengujian yaitu alkohol, pepton,
aquadestilata, PCA, buffer pH 4 dan 7, NaOH, Indikator PP.

Peralatan laboratorium yang digunakan adalah Lactodensimeter, pH meter, seperangkat


peralatan titrasi, seperangkat peralatan mikrobiologi (mikro pipet, tabung reaksi, erlenmeyer,
petridish, bunsen, incubator, waterbath, colony counter).

Metode

Metode penelitian adalah percobaan dengan pengujian sample susu pasteurisasi


terhadap nilai pH, keasaman dan Total Plate Count (TPC) dilakukan di Laboratorium
Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya dan pengujian sample susu
pasteurisasi terhadap Berat Jenis, Uji kadar lemak dan protein, uji kandungan logam berbahaya
(Zinc (Zn), opper (Cu), Lead (Pb), Arsenic (As), Mercury (Hg), Tin (Sn),Cadmium
HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas fisikokimia susu pasteurisasi

Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap warna, rasa dan aroma susu pasteurisasi
didapatkan hasil bahwa warna, rasa dan aroma susu pasteurisasi normal dan khas (Tabel 1).
Hasil pengujian menunjukkan kualitas susu pasteurisasi berdasarkan warna, rasa dan aroma
memenuhi SNI 01-2891-1992.Hasil Pengujian terhadap Berat jenis susu pasteurisasi adalah
1,06 (b/b) sesuai dengan SNI 01-2782-1998.

Tabel 1. Kualitas Fisik Susu Pasteurisasi

Kualitas fisik Hasil Satuan

Warna Normal -

Rasa Normal -

Aroma Normal -

Berat jenis 1,06 b/b

Warna susu normal, putih kekuningan (Buckle et al, 1987). Warna putih disebabkan
karena kandungan kasein dan kalsium fosfat yang merupakan dispersi koloid sehingga tidak
tembus cahaya, sedangkan warna kekuningan
disebabkan oleh kandungan lemak dalam susu, terutama dipengaruhi oleh zat-zat
terlarut dalam lemak seperti karoten yang berasal dari pakan ternak.

D. PENGUJIAN MIKROBIOLOGI DIINDUSTRI PANGAN 2

MATERI DAN METODE


Kegiatan penelitian dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu pengumpulan dua macam
produk komersial yoghurt A dan B masing-masing mengandung bakteri
Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus.
Bakteri uji yang digunakan berupa bakteri pathogen yaitu gram positif (Staphylococcus
aureus dan Bacillus cereus) dan gram negatif (Escherichia coli dan Salmonella typhii). Uji
efektivitas dua macam produk yoghurt secara in vitro terhadap bakteri uji.

Persiapan bakteri uji


Bakteri uji yang digunakan yaitu bakteri gram positif (Bacillus cereus dan
Staphylococcus aureus) dan bakteri Gram negatif (Salmonella thypii dan Escherich
coli) . Kultur bakteri uji diperbanyak dengan cara diambil dari kultur biakan agar miring dengan
ose steril dan diinokulasikan dengan media nutrient agar (NA) dan diinkubasi pada suhu 370C
selama 24 jam.
Uji antagonistik yoghurt pada berbagai bakteri uji

Metode yang digunakan untuk uji kemampuan antagonistik yoghurt pada berbagai jenis
bakteri uji adalah metode difusi sumur (NCCLS, 2000). Kultur bakteri uji yang siap pakai
dalam media NA berumur 24 jam diencerkan dalam media pengencer BPW 1% dan
dibandingkan dengan larutan McFarland no 0,5 sebanding dengan populasi 108, lalu diencerkan
hingga diperoleh populasi 107. sebanyak 1 ml larutan pengencer yang telah diinokulasi bakteri
uji dimasukkan ke dalam cawan petri berdiameter 9 cm menggunakan pipet dan ditambahkan
Mueller Hinton Agar sebanyak 15-20 ml, sehingga terbentuk agar dengan ketebalan 4 mm.
Setiap cawan mewakili satu produk dan satu bakteri, sehingga digunakan 8 cawan setiap kali
pengamatan.
Setelah agar dalam cawan mengeras, ditengah-tengah agar dibuat lubang sumur dengan
menggunakan tabung Durham berdiameter 5 mm (NCCLS menggunakan diameter 6 mm untuk
antibiotik) sebanyak 6 sumur setiap cawan. Setiap cawan terdiri dari 3 kali ulangan dan setiap
ulangan dilakukan duplo. Sebanyak 50µl yoghurt dipipet kedalam lubang sumur dan dibiarkan
meresap kedalam agar selama ± 30 menit pada suhu sekitar 70C. Selanjutnya agar diinkubasi
pada suhu 370C selama 24 jam lalu zona penghambatan berupa areal bening di sekeliling sumur
yang dihasilkan diukur. Diameter zona peng-hambatan diukur dengan menggunakan jangka
sorong. Zona bening diukur diameternya sebanyak tiga kali di tempat yang berbeda

Anda mungkin juga menyukai