Umumnya wacana ini dibagi menjadi dua macam: (a) dialog dan (b) monolog. Perbedaan utama antara dua macam ini terutama terletak pada ada tidaknya interalasi antara pembicara dan pendengar. a. Wacana Dialog Dalam wacana dialog yang oleh H.Clark dianggapnya sebagai joint activity (1994;994) ada empat unsur yang terlibat: (1) personalia, (2)latar bersama, (3) pembuatan bersama, dan (4) kontribusi. 1) Unsur personalia Pada unsur ini, minimal harus ada dua partisipan, yakni pembicara dan interlokotun (orang yang diajak bicara).tidak mustahil pula adanya pendengar (side participants), yakni orang lain yang bisa juga ikut serta dalam pembicaraan itu. 2) Unsur Latar bersama Unsur ini merujuk pada anggapan bahwa baik pemicara maupun interlokutonnya sama- sama memiliki prasuposisi dan pengetahuan yang sama. 3) Unsur Perbuatan bersama Yang dimaksud dengan unsur ini adalah bahwa baik pembicara maupun interlokutonnya melakukan perbuatan yang pada dasarnya mempunyai aturan yang mereka ketahui bersama. 4) Unsur Kontribusi Kontribusi umunya mempunyai dua tahap: (a) tahap presentasi dimana pembicara menyampaikan sesuatu untuk dipahami oleh interkoluton, dan (b) tahap pemahaman dimana interlokuton telah memahami apa yang disampaikan oeh pembicara. b. Wacana Monolog Berbeda dengan wacana dialog, wacana monolog umunya mempunyai satu partisipan, yakni orang yang berbicara itu sendiri. Tentu saja wacana seperti ini memiliki aturan yang sama dengan aturan untuk dialog. Pada monolog orang umumnya mengikuti pola narasi tertentu. Dari segi informasi yang akan diberikan, orang memilah-milah mana yang layak dimasukkan dan mana yang tidak. Faktor lain dalam wacana monolog adalah urutan penyajian. Kalau kita menarasikan suatu perjalanan ke A, B, dan C maka aan sulit kalau kita loncat dari Ake C, lalu ke B, lalu ke A, kemudian ke C lagi. 2. Perencanaan Produksi Kalimat Setelah kita mengetahui apa yang ingin dikatakan maka sampaikan pada perencanaan produksi kalimat. Menurut Clark dan Clark ada tiga kategori yang perlu diproses, yakni: muatan proposisional, muatan ilokusioner, dan struktur tematik (1977: 237-248). a. Muatan Proposisional Pada kategori ini, pembicara menentukan proposisi apa yang ingin ia nyatakan. Dalam proses ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, pemilahan peristiwa atau keadaan. Dalam suatu wacana yang akan terusan dalam bentuk kalimat, kita memilah peristiwa atau keadaan itu menjadi awal yang seolah-olah terpisah. b. Muatan ilokusioner Setelah muatan proposisional ditentukan, pembicara menentukan muatan ilokusionernya, yakni makna yang disampaikan ini akan diwujudkan dalam kalimat yang seperti apa. Disini peran tindak ujaran muncul. Suatu maksud dapat dinyatakan dengan kalimat representatif atau kalimat direktif. c. Struktur Tematik Struktur ini berkaitan dengan penentuan beragai unsur dalam kaitannya dengan fungsi gramatikal atau semantik dalam kalimat. Pembicara menentukan mana yang disajikan subjek dan mana yang objek. 3. Perencanaan Produksi Konstituen Setelah perencanaan kalimat selesai dibuat, turunlah si pembicara ke tatanan konstituen yang membentuk kalimat itu. Disini dipilihlah kata yang maknanya tepat seperti yang dikehendaki. DAFTAR PUSTAKA Dandjowidjojo, soenjono. 2005. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Tarigan, Henry Guntun. 1986. Psikolinguistik. Bandung : Offset Angkasa. Kridalaksana, Hari Murti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia