Anda di halaman 1dari 19

Referat

Manajemen pada Cedera Kepala Berat


Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada
Bagian/SMF Anastesiologi RSUDZA/FK Unsyiah
Banda Aceh

Oleh:

Darwinsyah Putra
Muhammad Fadli

Pembimbing
dr. Teuku Yasir, SpAn, KIC

BAGIAN/SMF ILMU ANASTESI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BLUD RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan berkat
rahmat dan hidayah-Nya, penulisan referat berjudul “Manajemen pada Cedera
Kepala Berat” dapat diselesaikan. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan
ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Adapun laporan kasus ini diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Anastesi dr. Zainoel Abidin
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Teuku Yasir, SpAn,
KIC yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing penulis untuk penulisan
tugas ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para sahabat dan rekan-
rekan yang telah memberikan dorongan moril dan materil sehingga tugas ini dapat
selesai.

Banda Aceh, Oktober 2016


Wassalam,

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4


2.1Definisi Cedera Kepala Berat .............................................................................4
2.2 Epidemiologi .....................................................................................................4
2.3 Anatomi Kepala ................................................................................................4
2.4 Patofisiologi.......................................................................................................7
2.5 Pemeriksaan Penunjang .....................................................................................7
2.6 Diagnosis ............................................................................................................8
2.7 Manajemen Cedera Kepala Berat ..................................................................9
2.8 Evaluasi ............................................................................................................13
2.9 Prognosis .........................................................................................................13

BAB III KESIMPULAN ......................................................................................14


DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Cedera kepala merupakan salah satu bentuk kegawatdaruratan dan salah


satu penyebab utama kematian.Ketika terjadi cedera kepala, gangguan fungsi otak
dapat timbul tanpa adanya kelainan kepala yang tampak dari luar.Gaya yang
mengenai kepala dapat menyebabkan otak terbentur pada bagian dalam tulang
kepala.Benturan ini dapat mengakibatkan perdarahan pada otak atau jaringan di
sekitarnya, memar pada jaringan otak, atau kerusakan serabut saraf di dalam
otak.Di Amerika Serikat, trauma merupakan penyebab kematian utama ketiga
(setelahpenyakit jantung dan kanker) untuk seluruh golongan usia, merupakan
penyebabutama kematian pada anak.1
Perkembangan tatalaksana traumamenitikberatkan pada kebutuhan
yangpenting dan segera dengan prosedur yangstandard dan sistematik. Kemudian
teori“Golden Hour” pun dikembangkan: pasiencedera berat harus mendapatkan
penanganandalam waktu 1 jam.Konsep ”Golden Hour” ini menimbulkan
banyakkontroversi karena kurang memiliki data ilmiahpendukung. Konsep ini
dikembangkan padamasa Perang Dunia pertama saat para prajuritterluka yang
mendapatkan pengobatan dalamwaktu 1 jam memiliki mortalitas sebesar 10%
sedangkan yang mendapatkan pengobatan lebih dari 8 jam memiliki mortalitas
sebesar 75%. Tujuan konsep “Golden Hour” ini adalah bahwa pasien
trauma/cedera berat memiliki keuntungan jika ditangani dengan segera atau dibawa
ke sentral trauma dengan cepat.Tata laksana resusitasi dini dapat mengurangi
respons inflamasi sistemik pada pasien trauma.Rangkaian prosedur resusitasi (the
resuscitation continuum) dilakukan dengan segera saat terjadi cedera/trauma yang
dilanjutkan hingga ke ruang operasi dan juga selanjutnya di ruang ICU (intensive
care unit).Pemahaman pentingnya pemberian terapi resusitasi yang baik dan juga
pemilihan terapi merupakan salah satu faktor penting yang dapat memengaruhi
keberhasilan tata laksana resusitasi trauma.2,3
Selama dua puluh tahun terakhir, banyak dipelajari tentang penanganan
kritis Cedera kepala berat . Pada tahun 1996 Brain Trauma Foundation (BTF)
memberikan pedoman pertama untuk penanganan CKB yang telah di setujui oleh
American Assosiation of Surgeons Neurologis dan disahkan oleh Komite

iv
Organisasi Kesehatan Dunia Neurotraumalogy dan direvisi pada tahun 2007 adalah
stabilisasi pasien, mencegah peningkatan tekanan intrakranial, menjaga kestabilan
tekanan perfusi jaringan (CPP), mencegah cedera otak sekunder dan infeksi
sistemik, optimalisasi hemodinamik cerebral dan oksigenasi.
Insiden cedera kepala dari tahun ketahun makin meningkat seiring dengan
meningkatnya mobilisasi penduduk. Di Amerika Serikat, < 500.000 kasus
pertahunnya, yang terdiri dari cedera kepala ringan sebanyak 296.678 orang
(59,3%) , cedera kepala sedang sebanyak 100.890 orang (20,17%) dan cedera
kepala berat sebanyak 102.432 orang (20,4%). Dari sejumlah kasus tersebut 10%
penderitanya meninggal sebelum tiba di Rumah Sakit.1
Dari keseluruhan kasus cedera kepala, 10% adalah cedera kepala berat
dengan angka kematian kurang lebih sepertiganya. Sepertiga lainnya hidup dengan
kecacatan dan sepertiga sisanya sembuh (tidak tergantung pada orang lain). Namun
demikian mereka mungkin masih mengalami gangguan kepribadian dan kesulitan
dalam berkomunikasi dalam jangka waktu lama.1
Oleh karena tingginya resiko kesakitan dan kematian pada cedera kepala,
dokter-dokter yang menerima pasien pertama kali, tetapi belum berpengalaman
dalam pengelolaannya, harus mengembangkan pengetahuan praktis dalam
penanganan pertama.Pemberian oksigenasi yang memadai dan menjaga agar
tekanan darah cukup untuk perfusi otak dan mencegah cedera otak sekunder adalah
langkah penting terhadap peningkatan luaran cedera kepala.2
Seleksi (triage) penderita dengan cedera kepala tergantung pada beratnya
cedera dan fasilitas yang tersedia.Walaupun demikian, penting untuk melakukan
persiapan persetujuan pengiriman dengan rumah sakit yang mempunyai fasilitas
yang lebih lengkap, dengan demikian penderita dengan cedera kepala sedang dan
berat dapat segera dikirim untuk mendapatkan perawatan yang
memadai.Keterlambatan dalam perujukan dapat memperburuk keadaan penderita.3
Selain penanganan ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability dan
Environment), identifikasi lesi massa yang mungkin membutuhkan tindakan
operatif adalah hal yang penting, dan CT-scan kepala adalah sarana diagnostik yang
terbaik, namun demikian pemeriksaan CT-scan kepala jangan sampai
memperlambat rujukan. Penanganan korban dengan cedera kepala diawali dengan

v
tindakan ABC (airway, breathing, circulation) dan resusitasi. Beberapa orang
dengan cedera kepala juga mengalami cedera yang lain sehingga penanganannya
dapat dilakukan secara bersamaan.2,3,4

vi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Cedera Kepala Berat


Cedera kepala berat adalah gangguan struktural dan fisiologis pada kepala
dan otak yang disebabkan oleh benturan, pukulan dan penetrasi pada kepala yang
berasal dari eksternal tubuh manusia dengan keluhan hilang kesadaran lebih dari 30
menit, setelah pasien sadar GCS (Glasgow Coma Scale) dibawah 8 dan PTA (Post
traumatic Amnesia) selama 24 jam.5

2.2 Epidemiologi
Cedera kepala Berat merupakan penyebab kematian paling besar di Amerika,
50 % kematian akibat trauma disebabkan oleh cedera kepala berat.Perdarahan
Subdural akut (PSDA) merupakan kelainan yang menyertai cedera kepala berat.
Insiden PSDA mencapai 12-30 % dari pasien dengan cedera kepala berat dan terjadi
terutama pada usia 45 tahun dengan penyebab paling sering kecelakaan lalu
lintas.6,7,8

2.3 Anatomi Kepala


a. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisanyang disebut sebagai SCALP, yaitu:9
 Skin atau kulit
 Connective tissue atau jaringan penyambung
 Aponeuris atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhubungan
langsungdengan tengkorak
 Loose areolar tissue tau jaringan penunjang longgar.
 Perikranium Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika
dari perikranium dan merupakan tempat yang biasa terjadinya perdarahan
subgaleal. Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila
terjadi perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak
kehilangan darah terutama pada anak-anak atau penderita dewasa yang cukup
lama terperangkap sehingga membutuhkan waktu lama untuk
mengeluarkannya.

vii
Gambar 1. Lapisan kulit kepala
b. Tulang Tengkorak
Terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii.Tulang tengkorak terdiridari
beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital.Kalvariakhususnya
diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otottemporalis. Basis cranii
berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagiandasar otak saat bergerak akibat
proses akselerasi dan deselerasi. Ronggatengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu
fosa anterior tempat lobus frontalis,fosa media tempat temporalis dan fosa posterior
ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.9
c. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3
lapisanyaitu :9
 Duramater
 Selaput Arakhnoid
 Pia mater
d. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin dengan berat pada orangdewasa
sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagianyaituproensefalon(otak
depan)terdiri dari serebrum dandiensefalon,mesensefalon(otak tengah)
danrhombensefalon(otak belakang) terdiri dari pons,medula oblongata
danserebellum.Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus.Lobus frontal
berkaitandengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara.Lobus
parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang.Lobus
temporalmengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggung jawab

viii
dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem
aktivasiretikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan.Pada
medullaoblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggung
jawabdalam fungsi koordinasi dan keseimbangan.9

Gambar 2. Anatomi otak


e. Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus
dengankecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel
lateralmelalui foramen monro menuju ventrikel III, dari
akuaduktussylviusmenuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi
vena melalui granulasioarakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior.
Adanya darah dalam CSSdapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga
mengganggu penyerapan CSSdan menyebabkan kenaikan takanan intracranial.
Angka rata-rata padakelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan
dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.9
f. Vaskularisasi
Otak Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri
vertebralis.Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan
membentuk sirkulus Willisi.Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot
didalamdindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut
keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.9

ix
2.4 Patofisiologi
Berdasarkan hokum Monroe kellie, volum intra cranial terdiri dari 80 %
jaringan otak, 10 % cairan serebrospinal dan 10 % darah, perubahan volume salah
satu dari ketiga komponen tersebut dapat menyebabkan gangguan dari fungsi otak
sesuai dengan derajat perubahan. Pada pasien dengan cedera kepala berat terjadi
perubahan volume intra cranial secara drastis yang menyebabkan terjadinya
gangguan berat pada fungsi otak.7.10

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat idlakukan untuk menegakan diagnosis
cedera kepala berat, yaitu :11,12
a. Foto polos kepala
Indikasi foto polos kepala Tidak semua penderita dengan cidera
kepaladiindikasikan untuk pemeriksaan kepala karena masalah biaya dan kegunaan
yang sekarang makin ditinggalkan. Jadi indikasi meliputi jejas lebih dari 5 cm,Luka
tembus (tembak/tajam), Adanya corpus alineum, Deformitas kepala (dariinspeksi
dan palpasi), Nyeri kepala yang menetap, Gejala fokal neurologis,Gangguan
kesadaran. Sebagai indikasi foto polos kepala meliputi jangan mendiagnosa foto
kepala normal jika foto tersebut tidak memenuhi syarat, Padakecurigaan adanya
fraktur depresi maka dilakukan foto polos posisi AP/lateraldan oblique.
b. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)
Indikasi CT Scan adalah :
 Nyeri kepala menetap atau muntah ± muntah yang tidak menghilang
setelah pemberian obat±obatan analgesia/anti muntah.
 Adanya kejang ± kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat lesi
intrakranial dibandingkan dengan kejang general.
 Penurunan GCS lebih 1 point dimana faktor ± faktor ekstracranial telah
disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena misal terjadi shock,
febris, dll).
 Adanya lateralisasi.
 Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, misal
fraktur depresi temporal kanan tapi terdapat hemiparese/plegi kanan.

x
 Luka tembus akibat benda tajam dan peluru.
 Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS.
 Bradikardia (Denyut nadi kurang 60 X / menit).mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan :
Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilakukan pada 24 - 72 jam
setelah injuri.
c. MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
d. Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti
: perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
e. Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
f. X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
g. CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
h. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan intrkranial

2.6 Diagnosis
Diagnosis cedera kepala berat dapat di tentukan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis, terdapat riwayat trauma pada kepala sebelumnya, mual, muntah,
nyeri kepala hebatyang tidak hilang dengan pemberian analgetik, kejang dan
terdapat riwayat penurunan kesadaran pada pasien.
b. Pemeriksaan Fisik, pada pemeriksaan fisik ditemukan luka terbuka atau
tertutup pada kepala, keluar darah dari telinnga dan hidung, perubahan tanda
vital seperti denyut nadi, pernafasan, tekanan darah dan suhu, GCS dibawah 8.
c. Pemeriksaan Penunjang, gold standar untuk menegakan diagnosis pada pasien
dengan cedera kepala berat adalah menggunakan CT Scan, CT Scan kepala
dapat menilai keadaan anatomis otak dan perdarahan yang terjadi sehingga
dapat menegakkan diagnosis dan rencana tindakan.7,12

xi
2.7 Manajemen Cedera Kepala Berat

Menurut Brain Trauma Resusitation (BTF) Pengelolaan pada pasien dengan


cedera kepala berat dibagi kedalam 2 kategori yang spesifik terhadap cedera kepala
berat, yaitu tatalaksana primer, dan monitoring fungsi penting. Yang termasuk
kedalam tatalaksana primer adalah kraniektomi dekompresif, pencegahan
hipotermi, terapi hiperosmolar, drainase cairan serebrospinal, terapi ventilasi,
anastesi, analgetik, dan sedasi, terapi steroid, teraoi nutrisi, pencegahan infeksi, dan
pencegahan demam, sedangkan yang dimaksud dengan monitoring adalah
pemantauan terhadap tekanan intracranial dan tekanan perfusi cerebral.5

xii
1. Kraniotomi dekompresif
Edema serebri dapat mengakibatkan mekanisme patologis yang diakibatkan
cedera kepala, perubahan masa otak dapat menyebabkan herniasi otak yang dapat
menyebabkan kematian. Pembedahan yang disebut dengan dekompresif
kraniotomi dapat memperbaiki tekanan intracranial sehingga memperbaiki keadaan
pasien.5
2. Pencegahan hipotermi
Hipotermia merupakan tanda vital yang penting dalam menilai sistem
metabolism, sebagai contoh pemantauan terhadap hipotermi merupakan standart
pada pasien dengan penyakit jantung koroner akut untuk melindungi fungsi saraf,
sehingga mengontrol hipotermia dapat mengurangi kerusakan jaringan yang
berhubungan dengan fungsi saraf sentral. Namun dari hasil penelitian antara pasien
dengan hipotermia dan normotermia tidak menunjukan adanya permedaan
mortalitas yang signifikan.5
3. Terapi hiperosmolar
Sesuai dengan hukum monro kellie volume didalam otak adalah konstan, atas
dasar tersebut dapat di ambil kesimpulan bahwa penurunan molaritas pembuluh
darah otak dapat menyebabkan terjadinya udem pada otak sehingga meningkatkan
tekanan intrakranial dan menyebabkan terjadinya penurunan CerebralPperfusion
Pressure (CPP) yang menyebabkan iskemia pada otak. Sejak saat itu pemberian
agen hiperosmolar menjadi perhatian terhadap manajemen hipertensi intrakranial
dan sindrom herniasi untuk mengontrol molaritas pembuluh darah. Pemberian
manitol dan cairan hipertonik dapat membantu mengurangi peningkatan tekanan
intrakranial yang terjadi.5
4. Drainase cairan serebrospinal
Drainase cairan serebrospinal merupakan cara paling tepat untuk mengontrol
tekanan intrakranial, External ventriculo Drainage (EVD) adalah pemasangan
kateter kedalam ventrikel lateral melalui lubang yang dibuat pada tengkorak untuk
drainase cairan serebrospinal yang disebut juga ventrikulostomi. Drainase CSF dari
ventrikulostomi adalah metode sementara untuk mengurangi tekanan intrakranial
secara cepat dan yang stabil atau selama hidrosefalus akut yang berkaitan dengan

xiii
perdarahan sub arakhnoidpenggunaan drainase cairan serebrospinal tidak
mempengaruhi pasien dengan GCS < 6.5
5. Terapi Ventilasi
Pasien dengan cedera kepala berat membutuhkan proteksi jalan nafas yang
adekuat dikarenakan adanya risiko aspirasi dan penurunan fungsi pernafasan yang
dapat terjad. Normal ventilasi merupakan tujuan yang harus di dapatkan pada
pasien dengan cedera kepala berat sehingga pasien dengan cedera kepala berat
membutuhkan bantuan ventilasi mekanis yang dapat mengontrol kadar PaCO2,
peningkatan PaCO2 dapat menyebabkan menurunkan tekanan darah serebral yang
dapat menyebabkan iskemia pada otak.5
6. Anastesi, analgetik dan sedasi
Pemberian anastesi, analgetik dan sedasi merupakan terapi penting pada cedera
kepala berat, yang juga berfungsi mengontrol tekanan intracranial dan demam.
Pemberian barbiturate dapat meningkatkan oksigenasi pada otak dengan tekanan
darah otak yang rendah dan menurunkan tekanan intrakranial.5
7. Steroid
Steroid sangat bermanfaat dalam memperbaiki permeabilitas vaskuler pada
edema otak, mengurangi produksi cairan serebrospinal, menurunkan radikal bebas
dan keuntungan lainnya. Pada penelitian yang dilakukan faupel pemberian steroid
menunjukan pengaruh pada mortalitas pasien dengan cedera kepala berat, namun
tidak mempengaruhi seluruh outcome.5
8. Terapi nutrisi
Nutrisi merupakan komponen penting pada pasien cedera kepala. Oleh karena
itu nutrisi harus diberikan secara dini agar dapat memenuhi kebutuhan d a n
u n t u k m e n c a p a i stabilitas hemodinamik pada pasien cedera kepala ketika
gangguan keseimbangan metabolisme tubuh, berupa hipermetabolismedan
katabolisme, sehingga tubuh dapat kekurangan protein dan
cadangannutrien. Pada pasien dengan cedera otak sedang-berat perlu dipasang
NGT.5
9. Pencegahan infeksi
Sangat penting untuk mengurangi infeksi pada saat pasien dirawat di rumah
sakit untuk mengurangi morbiditas, mortalitas dan lama rawatan. Cedera kepala

xiv
berat dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi pada pasien dikarenakan
terjadinya penurunan fungsi pernafasan, obstruksi jalan nafas, aspirasi, hipoksia,
penggunaan ventilator mekanis, penggunaan kateter, dan alat bantu lainnya. Pasien
dengan cedera kepala berat dilaporkan memiliki risiko infeksi hingga 27 %.
Sehingga perlu dilakukan pemantauan serius terhadap hal – hal yang dapat
menimbulkan infeksi. Penggunaan ventilator juga harus diganti menggunakan
tracheostomy untuk mengurangi risiko infeksi, selain itu kebersihan mulut pasien
juga perlu diperhatikan. Pemberian antibiotik sebagai profilaksis perlu diberikan
untuk mencegah terjadinya infeksi.5

10. Pencegahan demam


Demam akut pada pasien cedera kepala berat dapat terjadi 7 hari setelah trauma
ataupun lebih. Terjadinya demam pada pasien dengan cedera kepala berat dapat
merubah metabolisme sel pada otak yang dapat menyebabkan kerusakan sekunder
pada otak. Pencegahan demam untuk pasien post trauma terdiri dari pemberian anti
kejang terhadap pasien, hal ini bermasuk untuk menghindarkan kerusakan otak
akibat terjadinya kejang.5

11. Cerebral Perfusion Pressure (CPP) Monitoring


CPP adalah jumlah aliran darah dari sirkulasi sistemik yang diperlukan untuk
memberi oksigen dan glukosa yang adekuat untuk metabolisme otak CPP
dihasilkan dari tekanan arteri sistemik rata-rata dikurangi tekanan intrakrania. CPP
normal berada pada rentang 60-100 mmHg Jika CPP diatas 100 mmHg, maka
berpotensi terjadi peningkatan TIK. Jika kurang dari 60 mmHg, aliran darah ke otak
tidak adekuat sehingga hipoksia dan kematian sel otak dapat terjadi.

12. Intra Cranial Pressure (ICP) Monitoring.5


Hal yang penting dalam mengelola pasien dengan cedera kepala berat adalah
memantau dan memberikan terapi pada peningkatan intra cranial. Tekanan intra
cranial normal berkisar 10 – 15 mmHg.5

Menurut Center Medical of Corolado, penangan pada pasien cedera kepala berat
dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu :7

xv
Tingkat nol
Intervensi yang harus dilakukan terhadap seluruh pasien dengan cedera kepala:7

 Pertahankan MAP (Mean Arterial pressure) > 80 mmHg apabila GCS < 8
 Berikan oksigen dan pertahankan Sp02> 92 %
 Tinggikan kepala 30 derajat
 Koreksi hiponatremia
 Koereksi faktor pembukaan darah
 Cegah hipertermia (suhu > 37 derajat celcius)
 Cegah hiperglikemia
 Cukupi kebutuhan nutrisi pasien
 Cegah terjadinya deep venous thrombosis (DVT), stress ulcer dan ulkus
dekubitus

Tingkat satu
Intervensi yang harus diberikan terhadap seluruh pasien dengan GCS <8 :7

 Seluruh aspek yang terdapat di kelompok nol


 Perhatikan Airway dan Breathing
 intubasi pasien untuk mempertahankan jalan nafas
 perhatikan PaCo2 35 – 40 mmHg
 perhatikan PaO2 80 – 120 mmHg
 Sistemik dan perfusi otak
 Cari akses cairan jalur arteri
 Pasang CVC (central venous pressure)
 Pertahankan Map > 80
 Pertahankan CPP (cerebral prefusion pressure) > 60 mmHg
 Lakukan pemantauan ICP (intra cranial pressure)
 Terapi osmolar
 Lindungi otak
 Lakukan pemantauan EEG
 Berikan sedasi dan antinyeri untuk mengontrol nyeri dan agitasi

xvi
 Cegah hipotensi, hipksemi, hipercarbia, hiponatremi, hiperglikemi,
hipovolemi, demam dan anemia

Tingkat dua
Intervensi yang diberikan jika ICP > 20 mmHg lebih dari 60 menit :7

 Seluruh aspek pada kelas satu


 Lakukan foto CT scan Untuk melihat lesi
 Monitoring EEG
 Paralisis : berikan rocuronium (50 mg loading dose kemudian 8
mcg/kg/hr)
 Hipotermia ringan : hangatkan
 Hiperventilasi ringan : target PaC02 30 – 34 mmHg

2.8 Evaluasi
Semua pasien dengan dugaan cedera kepala harus dilakukan evaluasi
terhadap jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi darah. Mempertahankan jalannafas
dan menjaga oksigenasi dapat mencegah kerusakan sekunder pada otak.
Pemeriksaan gula darah rutin harus dilakukan pada seluruh pasien dengan
penurunan kesadaran dan harus segera dikoreksi apabila terdapat
masalah.Pemberian Thiamine 100 mg dapat diberikan untuk mencukupi nutrisi agar
tidak terjadi defisiensi nutrisi pada pasien dengan cedera.Pemeriksaan elektrolit,
darah rutin, analisa gas darah, urinalisis perlu di lakukan.Pemantauan pasien dengan
cedera kepala berat harus dilakukan di ruang pemantaua intensif.11,12

2.9 Prognosis
Cedera kepala traumatik merupakan masalah serius diseluruh dunia dengan
angka kecacatan dan kematian yang tinggi.Walaupun terdapat metode diagnostik
dan penatalaksanaan yang mutakhir namun prognosis masih jauh dari harapan.6,12

xvii
BAB III
KESIMPULAN

Cedera kepala adalah trauma yang mengenai otak yang terjadi secara
langsung atau tidak langsung atau efek sekunder yang menyebabkan atau
berpengaruh berubahnya fungsi neurologis, kesadaran, kognitif, perilaku, dan
emosi.Cedera kepala mempunyai angka kejadian yang tinggi dan begitu pula
dengan angka mortalitasnya juga tinggi.Cedera otak bisa menimbulkan dampak
fisik, kognitif, emosi dan sosial. Prognosis cedera otak bisa sangat bervariasi dari
mulai sembuh total sampai cacat menetap bahkan kematian. Oleh sebab itu,pasien
trauma/cedera berat memiliki keuntungan jika ditangani dengan segera atau dibawa
ke sentral trauma dengan cepat.Tata laksana resusitasi dini dapat mengurangi
respons inflamasi sistemik pada pasien trauma.1,2

xviii
Daftar Pustaka

1. Turner DA. Neurological evaluation of a patient with head trauma. Dalam:


Neurosurgery 2nd edition. New York: McGraw Hill, 2006.
2. Tobin JM, Varon AJ. Review article: update in trauma anesthesiology:
perioperative resuscitation management. Anesth Analg. 2012;115(6):1326-
33.
3. Lerner EB, Moscati RM. The golden hour: scientific fact or medical “urban
legend”. Acad Emerg Med. 2001;8(7):758-60.
4. Ling GSF, Grimes J. Pathophysiology and initial prehospital management.
AAN Hawaii, 2011
5. Department of Labor And Employment State of Colorado. Traumatic Brain
Injury Medical Treatment Guidelines.2013.
6. Cristanto S, Rahradjo S, Suryono B and Saleh SC. Penatalaksanaan Pasien
Cedera Kepala Berat dengan Evakuasi Perdarahan Subdural yang
Tertunda.Jurnal Neuroanastesi Indonesia.2015.
7. Orlando Regional Medical Center. Severe Traumatic Brain Injury
Management.Department of Surgical Education.2013.
8. Gerber LM, Chiu YL, Carney N, Hartl R, Ghajar J. Marked reduction in
mortality in patients with severe traumatic brain injury. J Neurosurg 2013;
119:1583-1590.
9. Snell RS. Anatomi klinik Mahasiswa Kedokteran Edisi 6.2006.Buku
Kedokteran EGC : Jakarta.
10. Stevens RD, Huff JS, Duckworth J, Papangelou A, Weingart SD, Smith WS.
Emergency Neurological Life Support: Intracranial hypertension and
herniation. Neurocrit Care 2012; 17:S60-S65.
11. Brain trauma foundation. Guidelines for the management of severe
traumatic brain injury. 3rd Edition. J Neurotrauma 2007; 24:S1-S106.
12. Moppet IK. Traumatic brain injury: assessment, resuscitation and early
management. Br J Anaesth 2007; 99 : 18–31.

xix

Anda mungkin juga menyukai