Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PIELONEFRITIS

1. Pengertian
Pielonefritis adalah inflamasi pelvis dan parenkim ginjal yang disebabkan oleh
infeksi bakteri. Penyebabnya mungkin infeksi aktif di ginjal atau bekas dari infeksi
sebelumnya. Dua jenis utama pienolefritis adalah akut dan kronis. Mereka pada
dasarnya berbeda dalam gambar klinis dan efek jangka panjang mereka. (M.Black &
Hawks, 2014, p. 292)
Pielonefritis adalah infeksi bakteri pada piala (pielum) ginjal, tubulus, dan
jaringan interstisil dari salah satu atau kedua ginjal. Pielonefritis sering sebagai akibat
dari refluks ureterovesikal, dimana katup ureterovesikal yang tidak kompeten
menyebabkan urine mengalir balik (refluks) ke dalam ereter. Obstruksi saluran
perkemihan meningkatkan kerentanan ginjal terhadap infeksi. Pielonefritis dapat
berlangsung secara akut atau kronis. (Suharyanto & Madjid, 2013, p. 118)
Dari definisi diatas pielonefritis adalah infeksi yang disebabkan adanya bakteri
yang masuk pada ginjal melalui ureter.

2. Anatomi fisiologi
a. Ginjal
Dua ginjal terletak diluar rongga peritoneum dan dikedua sisi kolumna
ferterbae setinggi T12 hingga L3. Organ berbentuk kacang yang kaya pembuluh
darah ini mempunyai panjang sekitar 11,4 cm dan lebar 6,4 cm. permukaan lateral
ginjal berbentuk cembung, permukaan tengahnya berbentuk cekung dan
membentuk percabangan vertical, yang disebut hilum. Ureter, arteri renalis, vena
renalis, pembuluh darah limfatik dan saraf masuk atau keluar ginjal ditingkat
hilum.
Dibagian internal, masing-masing ginjal mempunyai tiga bagian yang
berbeda, yaitu korteks, medulla, dan pelfis. Bagian ekxternal atau koteks renal
berwarna terang dan tampak bergranula. Bagian ginjal ini berisi glomerulus,
kumpula kecil kapiler. Glomerulus membawa darah menuju dan membawa
produk sisa dari nefron, unit fungsional ginjal.
Medulla ginjal berisi masa jaringan berbentuk kerucut yang disebut
piramida ginjal, hampir seluruhnya dibentuk oleh berkas tubulus penampung.
Tubulus penampung yang membentuk piramida tersebut mengalirkan urine
kebagian terdalam yang disebut pelfis ginjal. Pelfis ginjal bersambung menjadi
ureter saat menginggalkan hilum. Cabang pelfis memanjang kearah medulla dan
bekerja menampung urune serta mengalirkanya kedalam pelfis. Dari pelfis, urine
dialirkan melalui ureter dan masuk dalam kandung kemih untuk disimpan.
Dinding kaliks, pelfis ginjal, dan ureter terdiri atas otot polos yang mengalirkan
urine secara peristaltis.
b. Pembentukan urine
Setiap ginjal terdiri atas sekitar 1 juta nefron, yang memproses darah
menjadi urine. Setiap nefron berisi sekumpulan kapiler yang disebut glomerulus
yang dibungkus secara sempurna oleh kapsul glomerulus. Struktur kompleks
ginjal memproses sekitar 180 L cairan darah setiap hari. Dari jumlah ini, hanya
1% diekspresikan sebagai urine, sisanya dikembalikan kesirkulasi pembentukan
urune diselesaikan seluruhnya oleh nefron melalui 3 proses, yaitu filtrasi
glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus.
1) Filtrasi glomerulus
Filtrasi glomerulus adalah sebuah proses pasif, yaitu tekanan hidrostaltik
mendorong cariran dan zat pelarut melewati suatu membrane. Jumlah cairan
yang disaring dari darah kedalam kapsul permenit disebut laju filtrasi
glomerulus. Tiga faktor yang mempengaruhu laju ini, yaitu total area
permukaan yang ada untuk filtrasi, permeabilitas membrane filtrasi dan
tekanan filtrasi bersih.
Tekanan filtrasi bersih berperan untuk pembentukan filtra dan ditentukan
oleh oleh dua gaya, gaya dorong dan gaya tarik. Tekanan hidrostatik
glomerulus mendorong air dan zat terlarut menembus membrane. Tekanan ini
dilawan oleh tekanan osmotic diglomerulus dan tekanan hidrostaltik kapsul
yang dikeluarkan oleh cairan dalam kapsul glomerulus. Perbedaan antara
kedua gaya ini menentukan tekanan filtrasi bersih, yang berbanding lurus
dengan GFR.
GFR normal dikedua ginjal adalah 120-125 ml/menit pada orang dewasa.
Laju ini dipertahan kan konstan dibawah kondisi normal oleh otoregulasi
ginjal. Mekanisme miogenik, yang merespon perubahan tekanan dipembuluh
darah ginjal, mengontrol diameter arteriol aferen untuk mencapai otoregulasi.
Peningkatan tekanan darah sistemik menyebabkan pembuluh darah ginjal
mengalami kontriksi, sementara penurunan tekanan darah menyebabkan arteri
aferen berdilatasi. Perubahan ini menyesuaikan tekanan hidrostatik
glomerulus dan secara tidak langsung mempertahankan GFR.
Pegontrolan lain GFR adalah hasil mekanisme renin angiotensin yang
bekerja diginjal. Apparatus juktaglomerulus, yang terletak ditubulusdistal,
merespon aliran filtrate lambat dengan melepaskan zat kimia yang
menyebabkan arteriol aferen mengalami vasodilatasi hebat. Sebaliknya,
peningkatan aliran filtrate meningkatkan vasokontriksi yang menurunkan
GFR. Penurunan yang terus menerus pada tekanan darah sistemik memicu sel
jukstaglomerulus untuk melepaskan renin. Renin bekerja pada globulin
plasma, angiotensin I, dan selanjutnya diubah menjadi II. Sebagai suatu
vasokonstriktor, angiotensin II mengaktifkan otot polos vascular diseluruh
tubuh, menyebabkan tekanan darah sistemik meningkat.
Filtrasi glomerulus juga dikontrol oleh sistem saraf simpastis. Selama
periode stress ekstrim atau kedaruratan, rangsangan pada SNS menyebabkan
arteriol arteren berkontriksi dan menghambat pembentukan filtrate. SNS juga
merangsang sel jukstaglomerulus untuk melepaskan renin, meningkatkan
tekanan darah sistemik.
2) Reabsorpsi tubulus
Reabropsi tubulus adalah proses yang dimulai saat filtrat memasuki
tubulus proksimal. Pada ginjal sehat hampir semua nutrient organic
direabsorpsi. Namun, tubulus secara kontan mengatur dan menyesuaikan laju
serta tingkat reabsorpsi air dan ion sebagai respon terhadap sinyal hormonal.
Reabsorpsi dapat terjadi secara aktif atau pasif. Zat yang didapat kembali
melalui reabsorpsi tubulus aktif biasanya bergerak melawan gradian listrik
atau kimia. Zat-zat ini termasuk glukosa, asam amino, laktat, vitamin, dan
sebagia besar ion, membutuhkan ATP, dependen carrier untuk dipindahkan
keruang interstisial. Pada reabsorpsi tubulus pasif yang mencakup difusi dan
osmosis, zat bergerak disepanjang gradiennya tanpa mengeluarkan energy.
3) Sekresi tubulus
Proses akhir pembentukan urine adalah sekresi tubulus, yang merupakan
reabsorpsi balik yang penting zat seperti ion hydrogen dan kalium, kreatinin,
ammonia, dan asam organic bergerak dari darah dikapiler peritubulus menuju
tubulus itu sendiri sebagai filtrate. Dengan demikian, urine terdiri atas zat
yang disaring dan disekresi. Sekresi tubulus sangat diperlukan untuk
menbuang zat yang tidak ada dalam filtrate seperti obat-obatan. Proses ini
membuang zat yang tidak diinginkan yang telah direabsorpsi oleh proses
pasif dan menghilangkan ion kalium tubuh yang berlebihan. Sekresi tubulus
juga merupakan kekuatan penting dalam pengaturan pH darah.
c. Hormon ginjal
Hormon yang diaktifkan maupun disintesis oleh ginjal mencakup bentuk
aktif vitamin D, eritropoietin, dan hormon natriuretic.
Vitamin D diperlukan untuk mengabsorpsi kalsium dan fospat oleh usus
halus. Pada bentuk inaktif, vitamin D masuk ketubuh melalui asupan makan atau
melalui kerja sinar ultraviolet pada kolesterol dikulit. Aktifasi terjadi dalam dua
tahap, pertama dihati dan kedua diginjal. Tahap ginjal dirangsang oleh hormon
paratiroid, yang berepon terhadap penurunan kadar kalsium plasma. Eritropoietin
menstimulasi sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah sebagai respon
terhadap hipoksia jaringan. Stimulus untuk produksi eritropoietin oleh ginjal
menurunkan hantaran oksigen kesel ginjal. Atrium kanan jantung mengeluarkan
hormon natriuretic sebagai respon terhadap peningkatan volume dan regangan,
seperti yang terjadi pada peningkatan volume ekstra selular. Hormon ini
menghambat sekresi ADH sehingga pori-pori tubula pengumpul mengecil dan
sejumlah besar urine encer dihasilkan. (Hurst, Marline 2015)
3. Etiologi
Pielonefritis adalah bakteri. Bakteri bisa mencapai kandung kemih melalui uretra
dan naik ke ginjal. Meskipun ginjal menerima 20-25% curah jantung, bakteri jarang
yang mencapai ginjal melalui darah (hematogen). Kasus penyebaran secara
hematogen kurang dari 3%. (Suharyanto & Madjid, 2013, p. 118)
Kadang kala sebuah infeksi mungkin menjadi penyakit primer, seperti yang
terjadi dengan berkurangnya resistansi inang (misalnya kalkulus, keganasan,
hidrinefrosis, atau trauma). Kebanyakan infeksi ginjal, bagaimanapun juga, adalah
perluasan dari proses infeksi yang berada dimana saja, khususnya kandung kemih.
Bakteri menyebar ke ginjal terutama dengan ke atas dari ureter ke ginjal. Sirkulasi
darah dan limfatik juga bisa menjadi jalan bagi bakteri. Refluks ureter, yang
memungkinkan urine yang terinfeksi kembali ke ureter, dan obstruksi, yang
menyebabkan urine kembali ke ureter dan memungkinkan bakteri berkembangbiak,
adalah penyebab umum infeksi saluran kemih yang naik dari ureter ke ginjal.
Escherichia coli adalah organism bakteri yang paling umum yang menyebabkan
pielonefritis.
Deteksi dini dan pengobatan yang sesuai akan infeksi saluran kemih bagian
bawah sangat mengurangi kejadian pielonefritis. Setelah infeksi, pemeliharaan
kesehatan termasuk pendidikan tentang pentingnya menyelesaikan pengobatan
antibiotic. Kultur lanjutan penting pada pielonefritis kambuh untuk memastikan
bahwa infeksi telah dimusnahkan. Tindakan pemulihan kesehatan bergantung pada
luasnya kerusakan ginjal dan penyebab penyakit. Jika obstruksi mempercepat infeksi,
penyebab obstruksi harus diobati. (M.Black & Hawks, 2014, p. 293)

4. Menifestasi Klinis
Pielonefritis dapat dimanifestasikan sebagai demam tinggi sampai menggigil,
nyeri daerah costovertebral menjalar keperut, malaise. Selain tanda dan gejala
tersebut, biasanya di dahului keluhan urgency dan frekuensi, disuria, rasa nafas
seperti terbakar waktu berkemih, urin tampak kering dan berbau
menyengat. (Prabowo & Pranata, 2014, p. 59)
5. Patofisiologi

6. Pathway

7. Klasifikasi
Klasifikasi pielonefritris dibagi menjadi 2 macam yaitu:
a. Pielonefritis Akut
Pielonefritis akut berhubungan dengan perkembangan abses ginjal, abses
perinefrik, emfisematosus pilonefritis, dan pielonefritis kronis, yang dapat
mengakibatkan gagal ginjal. Pielonefritis akut biasanya singkat. Namun biasanya
berulang, baik sebagai kambuhan dari infeksi sebelumnya yang tidak tuntas atau
sebagai infeksi baru; 20% dari kekambuhan terjadi dalam 2 minggu setelah
penyelesaian terapi. Klien harus diobati dengan memadai untuk mencegah
perkembangan pielonefritis kronis. Infeksinya mungkin juga berkembang menjadi
bakteremia dan urosepsis.
b. Pielonefritis Kronis
Pienolefritis kronis mungkin terjadi setelah obstruksi kronis dengan
gangguan kronis. Penyakit ini akan berkembang perlahan dan biasanya
berhubungan dengan serangan akut berulang, meskipun klien mungkin memiliki
riwayat pielonefritis akut. (M.Black & Hawks, 2014, p. 294)

8. Komplikasi
a. Penyakit ginjal stadium akhir (secara perlahan mulai hilangnya progesifitas
nefron akibat inflamasi kronis dan jaringan parut).
b. Hipertensi (meningkatnya tekanan darah)
c. Terbentuknya batu ginjal (akibat infeksi kronis disertai organism pengurai urea
yang mengakibatkan terbentuknya batu ginjal). (Suharyanto & Madjid, 2013, p.
124)
9. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan fisik terdapat nyeri pinggang dan perut, suara usus melemah
seperti pada ileus paralitik. Pada pemeriksaan darah menunjukkan adanya leukositosis
disertai peningkatan lajur endapan darah, urinalisis terdapat piuria, bakteriuria dan
hematuria. Pada pielonefritis akut yang mengenai kedua sisi ginjal terjadi penurunan
faal ginjal, dan pada kultur terdapat bakteri uria.
Pada pemeriksaan foto polos perut menunjukkan adanya kekaburan dari bayangan
otot psoas dan mungkin terdapat bayangan radio opak dari batu saluran kemih. Pada
IVU terdapat bayangan ginjal membesar dan terdapat keterlambatan pada fase
nefrogram.
Foto polos abdomen dapat dilakukan dalam 5 posisi yaitu :
1. Laboratorium
Pada pemeriksaan darah dapat menunjukkan adanya leukositosis disertai dengan
peningkatan laju endap darah, urinalisis terdapat piuria, bakteriuria, dan
hematuria. Pada pielonefritis akut yang mengenai pada kedua sisi ginjal akan
mengakibatkan terjadinya penurunan faal ginjal. Hasil kultur urine terdapat
bakteriuria dan tes sensitivitas dilakukan untuk menentukan organisme penyebab
sehingga dapat ditemukan agens antimikroba yang tepat.
2. Radiologi
Pemeriksaan foto polos pada abdomen menunjukkan adanya kekaburan dari
bayangan otot polos dan mungkin terdapat juga adanya bayangan radio opak dan
batu saluran kemih. Pada PIV terdapat bayangan ginjal membesar dan terdapat
keterlambatan pada fase nefrogram. Perlu dibuat diagnose banding dengan
inflamasi pada organ disekitar ginjal antara lain : pankreatitis, apendisitis,
kolesistitis, diverkulititis, pneumonitis, dan inflamasi pada organ pelvis. Dan
rontgen juga bisa membantu menemukan adanya batu ginjal, kelainan structural
atau penyebab penyumbatan air kemih lainnya.
3. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG juga dapat dilakukan untuk mengetahui lokasi obstruksi di
trakus urinarius, menghilangkan obstruksi adalah penting untuk menyelamatkan
ginjal dari kerusakan.
4. BUN/Kreatin
Meningkat diatas normal (rasio normal 10:1 sampai dengan 20:1)
5. Biopsy ginjal
Mungkin dilakukan secara endiskopik untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histolik
(Prabowo & Pranata, 2014, p. 61)

10. Penatalaksanaan
Pasien pielonefritis akut beresiko terhadap bakterinya dan memerlukan terapi
antimikrobis yang intensif. Terapi parenteral diberikan selama 24-28 jam sampai
pasien afrebil. Pada waktu tersebut, agen oral dspst diberikan. Pasien dengan kondisi
yang sedikit kritis akan efektif apabila ditangani hanya dengan agen oral. Untuk
mencegah perkembangbiakannya bakteri yang tersisa, maka pengobatan pielonefritis
akut biasanya lebih lama dari pada sistesis.
Masalah yang mungkin timbul dalam penanganan adalah infeksi kronik atau
kambuhan yang muncul sampai beberapa bulan atau tahun tanpa gejala. Setelah
program antimikrobial awal, pasien dipertahankan untuk terus dibawah penanganan
antimikrobial sampai adanya bukti infeksi tidak terjadi, seluruh faktor penyebab telah
ditangani dan dikendalikan, dan fungsi ginjal stabil. Kadar keratinin serum dan hitung
darah pasien dipantau durasinya pada terapi jangka panjang. (Prabowo & Pranata,
2014, p. 62)
Reinfeksi berulang (frequent re-infection)
a. Disertai faktor predisposisi. Terapi antimikroba yang intensif diikuti koreksi
faktor resiko
b. Tanpa faktor predisposisi
c. Asupan cairan banyak
d. Cuci setelah melakukan senggama diikuti terapi antimikroba takaran tunggal
(tmisal trimetoprim 200mg)
e. Terapi mikroba jangka lama sampai 6 bulan
Pasien dengan pielonefritis akut. Pada umumnya pasien memerlukan rawat inap
untuk memelihara status hidrasi dan terapi antibiotika parenteral paling sedikit 48
jam. The Infectious Disease Society of America menganjurkan satu dari tiga
alternativ terapi antibiotik IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam sebelum
diketahui MO sebagai penyebabnya:
a. Fluorokuinolon
b. Amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin
c. Sefalosporin dengan spectrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida.
(Aru, Setiyohadi, & dkk, 2010, p. 1013)

Anda mungkin juga menyukai