Menurut klasifikasi dari Lauren kanker pada lambung dibagi menjadi 2 jenis:
a. Tipe Intestinal yang banyak berasal dari chronic atropic gastritis dan intestinal
metaplasia
b. Tipe diffuse yang banyak berasal dari sel normal gaster
3. Divertikulum Meckel
Divertikula Meckel adalah anomali kongenital pada saluran pencernaan yang disebabkan
oleh incomplete obliterasi dari duktus vitelline. Divertikula Meckel jarang terjadi dan sering tanpa
gejala klinis. Akan tetapi diverticulum merkel apabila bergejala menimnbulkan perasaan nyeri
perut mirip seperti appendicitis akan tetapi nyeri terlokalisasi di daerah periumbilikalis (Wong et
al., 2016) ( Sagar V, et al., 2006)
4. Intra-Abdominal Infection
1. Abses intra-abdominal,
2. Kebocoran dari anastomosis gastrointestinal
3. Peritonitis tersier (persisten)
Pada peritonitis tersier dikaitkan dengan kondisi imunosupresi dan walaupun pengobatan
dengan menggunakan antibiotic yang adekuat, tingkat kematian oleh karena peritonitis tersier
lebih dari 50%. Pada komplikasi abses intra-abdominal maka tindakan yang terbaik adalah
eksplorasi ulang dan drainase bedah. Abses intraabdominal dapat didiagnosis secara efektif
melalui CT Scan dan terapi drainase intrakutan digunakan apabila abses single. Intervensi bedah
digunakan untuk abses yang multipel, abses yang berdekatan dengan struktur vital, dan yang
sumber kontaminasi sudah diidentifikasi. Antibiotik jangka pendek (3 sampai 5 hari) yang
memiliki aktivitas aerob dan anaerob merupakan gold standar selama pasien memiliki respon
klinis yang baik terhadap terapi, dan kateter drainase tidak dianjurkan apabila produksi cairan
kurang dari 10 hingga 20 mL / hari, tidak ada bukti adanya sumber kontaminasi yang
berkelanjutan, dan kondisi klinis pasien telah membaik (Bulander, et al., 2019)
1.2 Sepsis
Yang terpenting dalam pengelolaan pasien sepsis adalah konsep bahwa sepsis merupakan
keadaan darurat medis oleh sebab itu identifikasi dini dan penatalaksanaan segera yang tepat pada
jam awal perkembangan sepsis meningkatkan hasil terapi. Terapi resusitasi cairan awal, kontrol
sumber infeksi, pemeriksaan laboratorium, dan pengukuran hemodinamik merupakan tatalaksana
yang terbaik. ( Levy, et al., 2018)
Waktu awal identifikasi sepsis adalah waktu triase di IGD. Untuk melakukan penilaian awal dari
sepsis sendiri maka menggunakan kriteria qSOFA yang terdiri dari:
1. Penilaian GCS ≤ 13
2. RR ≥ 22
3. Sistolik Blood Pressure ≤100 mmHg
qSOFA dikembangkan sebagai alat skrining sederhana untuk mengidentifikasi pasien dengan
kemungkinan sepsis. qSOFA memiliki validitas prediktif untuk mortalitas di rumah sakit. Sindrom
respons inflamasi sistemik dan qSOFA adalah skor yang mudah dihitung (Napolitano, 2018).
qSOFA score (Napolitano, 2018)
Dan untuk penilaian lebih lanjut dari sepsis sendiri menggunakan SOFA Score yang terdiri dari
Tatalaksana untuk septik syok adalah sebagi berikut, dalam 1 jam pertama adalah sebagai
berikut:
1. Ukur serum laktat dan resusitasi serum laktat.
2. Dapatkan kultur darah sebelum pemberian antibiotik.
3. Berikan antibiotik broadspectrum
4. Mulai terapi cairan dengan kristaloid 30 ml/ kg untuk pasien hipotensi atau dengan serum
laktat > 4 mmol/l
5. Berikan vasopressin jika pasien hipotensi selama atau setelah resusitasi cairan dengan
target MAP ≥ 65 mmHg
.
Tokyo Guidelines merupakan alat kriteria diagnostik pada akut kolesistitis. TG18 (Tokyo
Guideline 2018) dulu merupakan alat diagnostik dengan spesifitas dan sensitivitas yang tinggi,
namun pada penelitian terbaru sensitivitas dan spesifitas hasil menurun sehingga disepakati untuk
mengkombinasi Tokyo Guidelines 13 dengan 18 sebagai alat diagnostik dan derajat keparahan
kolesistitis. Kriteria diagnostik TG13 untuk kolesistitis akut tetap digunakan sehingga TG18
merupakan hasil kombinasi dnegan TG 13. Sebuah studi di Jepang tentang hubungan antara
kriteria diagnostik dan faktor-faktor seperti lama rawat inap dan biaya medis menemukan
perbedaan yang signifikan secara statistik antara diagnosis yang pasti dan yang diduga
menunjukkan efektivitas kriteria diagnosis medis. Mengingat hasil studi validasi kami
menganggap bahwa tidak ada masalah besar dengan kriteria diagnostik TG13 untuk kolesistitis
akut, dan merekomendasikan agar mereka digunakan tidak berubah sebagai kriteria diagnostik
TG18 / TG13. Kriteria Tokyo Guideline 2013 dan 2018 antara lain adalah :
Kriteria diagnosis kholesistitis akut menurut TG18 / TG13 adalah sebagai berikut
A. Tanda lokal peradangan (1) Tanda Murphy, (2) massa / nyeri / nyeri kuadran kanan atas
B. Tanda peradangan sistemik (1) Demam, (2) peningkatan CRP, (3) peningkatan jumlah WBC
C. Temuan pencitraan Temuan pencitraan karakteristik kolesistitis akut
Diagnosis yang dicurigai: satu item dalam A + satu item dalam B.
Untuk mengetahui diagnosis keparahan dari akut kolesistitis maka digunakan kriteria sebagai
berikut:
Yang terpenting dalam pengelolaan pasien sepsis adalah konsep bahwa sepsis merupakan
keadaan darurat medis oleh sebab itu identifikasi dini dan penatalaksanaan segera yang tepat pada
jam awal perkembangan sepsis meningkatkan hasil terapi. Terapi resusitasi cairan awal, kontrol
sumber infeksi, pemeriksaan laboratorium, dan pengukuran hemodinamik merupakan tatalaksana
yang terbaik. ( Levy, et al., 2018)
Waktu awal identifikasi sepsis adalah waktu triase di IGD. Menurut Surviving Sepsis
Campaign Guidelines tatalaksana dari penanganan sepsis yang terbaru adalah sebagai berikut:
d) Gunakan Vasopresor
Pemulihan segera perfusi jaringan ke organ vital adalah bagian kunci dari resusitasi. Jika
tekanan darah tidak kembali setelah resusitasi cairan awal, maka vasopresor harus dimulai
dalam jam pertama untuk mencapai tekanan arteri rerata (MAP) ≥ 65 mm Hg. ( Levy, et
al., 2018).
Abdominal Compartment Syndrome (ACS) terjadi jika tekanan intra abdominal > 20
yang menyebabkan terjadinya disfungsi organ tunggal atau multipel yang sebelumnya tidak ada.
Sedangkan seara definisi Abdominal Compartement Syndrome didefinisikan sebagai hipertensi
intra abdominal yang cukup untuk menyebabkan penurunan fungsi fisiologis dan menyebabkan
gangguan pada organ seperti urin output menurun, dan penurunan preload serta curah jantung.
Mortalitas dan morbiditas pasien sangat tinggi akan pada kondisi pasien yang berkembang
menjadi ACS, oleh karenanya, pengenalan dan penanganan ACS harus ditangani segera
(Bulander, et al., 2019).
Abdominal compartment syndrome dibagi menjadi 2 macam yaitu :
Primer : disebabkan karena hipertensi intraabdominal akibat cedera langusng ke abdomen
Sekunder : disebabkan oleh hal diluar abdomen yang membuthukan resusitasi cairan secara
massif seperti trauma dada, trauma ekstremitas atau syok sepsis, penyebab dari sindrom
kopartemen berupa edema mukosa usus, perdarahan, dan asites
Klasifikasi Sindrom kompartemen abdomen berdasarkan tekanan kandung kemih
Keputusan untuk melakukan intervensi pembedahan tidak didasarkan pada IAH saja tetapi lebih
pada adanya disfungsi organ dalam hubungannya dengan IAH. Beberapa pasien dengan tekanan
12 mm Hg memiliki disfungsi organ, sedangkan IAP lebih tinggi dari 15 sampai 20 mmHg
signifikan pada setiap pasien. Dengan kelas III IAH, dekompresi dapat dipertimbangkan ketika
perut tegang dan tanda-tanda disfungsi ventilasi ekstrem disertai oliguria. Pada grade IV IAH,
dengan tanda-tanda ventilator dan gagal ginjal, dekompresi diindikasikan. Tidak seperti ACS
primer, di mana pembukaan kembali sayatan laparotomi yang sudah ada sebelumnya untuk
dekompresi dapat dengan mudah dilakukan, biasanya perlu banyak pertimbangan untuk
melakukan laparotomi sebagai dekompresi dalam kasus ACS sekunder, terutama tanpa adanya
kelainan intraabdominal primer (Bulander, et al., 2019).
Infeksi intraabdomen yang rumit meluas melampaui viskus berongga asal ke dalam ruang
peritoneum dan dikaitkan dengan salah satu pembentukan abses atau peritonitis.
Istilah ini tidak dimaksudkan untuk menggambarkan tingkat keparahan atau anatomi
infeksi. Infeksi yang tidak rumit melibatkan peradangan intramural dari ekstrak usus dan memiliki
kemungkinan besar berkembang menjadi infeksi yang rumit jika tidak diobati secara memadai.
Infeksi intraabdomen adalah penyebab paling umum kedua kematian menular di unit perawatan
intensif. Meskipun demikian, klasifikasi penyakit ini meliputi berbagai proses yang mempengaruhi
beberapa organ yang berbeda. Persyaratan untuk intervensi dalam sebagian besar kasus dan
kontroversi seputar pilihan dan sifat prosedur yang dilakukan menambah lapisan kompleksitas
pada manajemen pasien ini. Penatalaksanaan infeksi yang tepat telah berkembang pesat, karena
kemajuan dalam perawatan intensif suportif, pencitraan diagnostik, intervensi invasif minimal, dan
terapi antimikroba. Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan kerangka kerja yang melibatkan
berbagai tindakan perawatan ini.
8. Fistel Perianal dan Abses Perianal Pembagian dan Tatalaksana
Abses perianal merupakan manifestasi akut, dan fistula perianal merupakan bentuk kronis dari
proses supuratif. Dalam bentuknya yang paling sederhana, fistula perianal mewakili komunikasi
antara pembukaan internal di saluran anus dan pembukaan eksternal di mana abses telah terkuras.
Fistula dan abses dapat hidup berdampingan atau dikaitkan dengan pembukaan internal atipikal
dan beberapa saluran yang menghasilkan proses supuratif yang kompleks.
Penyakit suppuratif anorectal bias terjadi dalam waktu yang akut atau kronis. Sepsis anal karena
abses muncul dengan manifestasi akut dan fistula anal merupakan bentuk manifestasi kronisnya.
Dalam bentuk yang paling sederhana, fistula anal merupakan hubungan antara lubang internal pada
kanal anal dan lubang pada keluarnya abses saat drainase. Fistel dan abses bisa berdampingan atau
menjadi berhubungan dengan pintu internal yang atipikal dan sejumlah saluran yang menimbulkan
terjadi proses supuratif.
Klasifikasi
Abses anorektal diklasifikasikan menurut ruang perirectal yang terlibat dalam proses supuratif; ini
termasuk ruang perianal, ischiorectal, intersphincteric, submukosa, deep postanal, dan
supralevator (Gambar 160.1). Diberikan
proses supuratif dapat melibatkan beberapa ruang perirectal. Sebagai contoh, abses “tapal kuda”
klasik berasal dari kelenjar yang terinfeksi di garis tengah posterior yang memanjang melalui ruang
inter-spingterik dan postanal yang dalam ke satu atau kedua ruang ischiorectal. Suatu kondisi yang
dikenal sebagai "anus apung" dapat terjadi dengan penyebaran intersphincteric, supralevator, atau
koleksi ischiorectal yang sirkumanal. Sulit untuk secara akurat menilai kejadian berbagai abses
karena banyaknya klasifikasi dan pola rujukan yang tercermin dalam seri besar.4–8 Namun, abses
perianal merupakan jumlah terbesar dalam sebagian besar kasus
(Tabel 160.1).
5. pT4.
Kemoterapi ajuvan diberikan kepada pasien dengan WHO performance status (PS) 0 atau 1.
Selain itu, untuk memantau efek samping, sebelum terapi perlu dilakukan pemeriksaan darah tepi
lengkap, uji fungsi hati, uji fungsi ginjal (ureum dan kreatinin), serta elektrolit darah.
Terapi adjuvant adalah terapi untuk mencegah kembalinya kanker
- Tahap kanker
- Jika tumor pasien dMMR / MSI-H
- Jika kanker pasien berisiko tinggi untuk kembali
Levy, M. M., Evans, L. E. & Rhodes, A., 2018. The Surviving Sepsis Campaign Bundle: 2018
Update. Critical Care Medicine , 46(6), pp. 997-1000.
Bulander, R. E., Dunn, D. L. & Be, G. J., 2019. Surgical Infection. In: F. C. Brunicardi, ed.
Schwartz’s Principles of Surgery. United States: McGraw-Hill Education, pp. 157-183.
Flynn Makic, M. B. and Bridges, E. (2018) ‘Managing Sepsis and Septic Shock: Current
Guidelines and Definitions: Recent updates emphasize early recognition and prompt
intervention.’, AJN American Journal of Nursing, 118(2), pp. 34–41. Available at:
http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=c8h&AN=127753195&lang=pt-
br&site=ehost-live&authtype=ip,cookie,uid.
Kiriyama, S. et al. (2018) ‘Tokyo Guidelines 2018: diagnostic criteria and severity grading of
acute cholangitis (with videos)’, Journal of Hepato-Biliary-Pancreatic Sciences, 25(1),
pp. 17–30. doi: 10.1002/jhbp.512.
Napolitano, L. M. (2018) ‘Sepsis 2018: Definitions and Guideline Changes’, Surgical Infections,
19(2), pp. 117–125. doi: 10.1089/sur.2017.278.
Sitarz, R. et al. (2018) ‘Gastric cancer: Epidemiology, prevention, classification, and treatment’,
Cancer Management and Research, 10, pp. 239–248. doi: 10.2147/CMAR.S149619.