Neuralgia adalah nyeri seperti ditusuk yang timbul sesekali, namun singkat dan berat yang terjadi di
sepanjang distribusi suatu saraf. Neuralgia trigeminal (NT) adalah neuralgia pada saraf trigeminal
(saraf kranial kelima) yang bertanggung jawab untuk sensasi di wajah. Trigeminal neuralgia (Nyeri
Wajah) ditandai oleh episode singkat nyeri wajah yang kuat, menusuk, dan seperti aliran listrik.
Menurut Dr. Dito Anurogo, Neuralgia Trigeminal merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah
satu sisi yang berulang. Disebut Trigeminal neuralgia, karena nyeri di wajah ini terjadi pada satu atau
lebih saraf dari tiga cabang saraf Trigeminal. Saraf yang cukup besar ini terletak di otak dan
membawa sensasi dari wajah ke otak. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf
Trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf Trigeminal yang
diakibatkan oleh berbagai penyebab.
Nyeri bersifat paroxysmal dan terasa diwilayah sensorik cabang maksilaris, sensorik cabang
maksilaris dan atau mandibularis.
Timbulnya serangan bisa berlangsung 30 menit yang berikutnya menyusul antara beberapa detik
sampai menit.
Penderita berusia lebih dari 45 tahun , wanita lebih sering mengidap dibanding laki-laki.
Nyeri berlangsung terus menerus dan terasa dikawasan cabang optalmikus atau nervus infra
orbitalis.
Nyeri timbul terus menerus dengan puncak nyeri lalu hilang timbul kembali.
Disamping nyeri terdapat juga anethesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf kranial, berupa gangguan
autonom (Horner syndrom).
Tidak memperlihatkan kecendrungan pada wanita atau pria dan tidak terbatas pada golongan usia.
Mengenai etiologi sampai sekarang juga masih belum jelas, seperti yang disebutkan diatas tadi
tetapi ada beberapa penyebab yang berhubungan dengan gigi, dari berbagai kepustakaan disebut
sebagai berikut. Seperti diketahui N. V merupakan satu-satunya serabut saraf yang kemungkinan
selalu dihadapkan dengan keadaan sepsis sepanjang hidup. Keadaan sepsis tersebut dapat berupa
karies gigi, abses, sinusitis, pencabutan gigi oleh berbagai sebab, infeksi periodontal, yang
kesemuanya diperkirakan dapat menjadi penyebab NT. Akan tetapi bukti lain menunjukkan banyak
juga penderita dengan infeksi disekitar mulut, cabut gigi yang tidak menderita NT. Disisi lain, tidak
jarang pula penderita NT yang ditemukan tanpa menderita infeksi seperti tersebut diatas. (Meliala,
2001)
Etilogy neuralgia trigeminal masih tidak sepenuhnya dipahami. Ada satu teori yang menyebutkan
bahwa terjadinya karena pembuluh darah, terutama arteri serebral superior, menjadi dekompresi,
sehingga iritasi kronis dari saraf trigeminal masuk ke bagian akar. Iritasi ini menyebabkan
peningkatan penyalahan kontrol aferen atau saraf sensorik. Faktor risiko yang dapat memicu adalah
multiple sclerosis dan hipertensi. Faktor lain yang dapat menyebabkan neuralgia termasuk infeksi
virus herpes, infeksi pada gigi dan rahang, dan infark batang otak. (Miller, 2009 dalam Lewis 2011).
Beberapa penyebab trigeminal neuralgia, yang paling sering adalah akibat penekanan oleh
pembuluh darah disekitar saraf trigeminal (sekitar 95 %). Penyebab lainnya adalah tumor dan
penyakit multiple sclerosis.(Rumah Sakit Mitra Keluarga, 2011)
Pada intinya etiologi dari NT (Neuralgia Trigeminal) masih belum diketahui secara pasti tapi ada
beberpa hal yang dapat menyebabkan NT atau dapat dikatakan sebagai faktor resiko yang
menimbulkan NT.
Patofisiologis terjadinya suatu neuralgia trigeminal adalah sesuai dengan etiologi penyakit tersebut.
Penyebab terjadinya neuralgia trigeminal adalah penekanan mekanik oleh pembuluh darah,
malformasi arteri vena disekitarnya, penekanan oleh lesi atau tumor, sklerosis multipel, kerusakan
secara fisik dari nervus trigeminus yang disebabkan karena pembedahan atau infeksi, dan yang
paling sering yaitu secara idiopatik.
Penekanan mekanik pembuluh darah pada akar nervus ketika masuk ke brainstem yang paling sering
terjadi, sedangkan di atas bagian nervus trigeminus atau portio minor jarang terjadi. Secara normal,
pembuluh darah tidak bersinggungan dengan nervus trigeminus. Penekanan ini dapat disebabkan
oleh arteri atau vena baik besar maupun kecil yang mungkin hanya menyentuh atau tertekuk pada
nervus trigeminus. Arteri yang sering menekan akar nervus ini adalah arteri serebelar superior.
Penekanan yang berulang menyebabkan iritasi dan akan mengakibatkan hilangnya lapisan mielin
(demielinisasi) pada serabut saraf. Akibatnya terjadi peningkatan aktifitas aferen serabut saraf dan
penghantaran sinyal abnormal ke nukleus nervus trigeminus dan menimbulkan gejala neuralgia
trigeminal. Teori ini sama dengan patofisiologi terjadinya neuralgia trigeminal akibat suatu lesi atau
tumor yang menekan atau menyimpang ke nervus trigeminus (Kaufmann, 2001 ; Bryce, 2004).
Pada kasus sklerosis multipel yaitu penyakit otak dan korda spinalis yang ditandai dengan hilangnya
lapisan mielin yang membungkus saraf, jika sudah melibatkan sistem nervus trigeminus maka akan
menimbulkan gejala neuralgia trigeminal. Pada tipe ini sering terjadi secara bilateral dan cenderung
terjadi pada usia muda sesuai dengan kecenderungan terjadinya sklerosis multipel. Adanya
perubahan pada mielin dan akson diperkirakan akan menimbulkan potensial aksi ektopik berupa
letupan spontan pada saraf. Aktivitas ektopik ini terutama disebabkan karena terjadinya perubahan
ekspresi dan distribusi saluran ion natrium sehingga menurunnya nilai ambang membran.
Kemungkinan lain adalah adanya hubungan ephaptic antar neuron, sehingga serabut saraf dengan
nilai ambang rendah dapat mengaktivasi serabut saraf yang lainnya dan timbul pula cross after
discharge. Selain itu, aktivitas aferen menyebabkan dikeluarkannya asam amino eksitatori glutamat.
Glutamat akan bertemu dengan reseptor glutamat alfa-amino-3-hidroxy-5- methyl-4-isaxole
propionic acid (AMPA) di post-sinap sehingga timbul depolarisasi dan potensial aksi. Aktivitas yang
meningkat akan disusul dengan aktifnya reseptor glutamat lain N-Methyl-D-Aspartate (NMDA)
setelah ion magnesium yang menyumbat saluran di reseptor tersebut tidak ada. Keadaan ini akan
menyebabkan saluran ion kalsium teraktivasi dan terjadi peningkatan kalsium intra seluler.
Mekanisme inilah yang menerangkan terjadinya sensitisasi sentral sehingga timbul nyeri.
Menurut Baughman (2000) Manifestasi klinis yang muncul pada kasus neuralgia trigeminal adalah
sebagai berikut:
Nyeri dirasakan pada kulit, bukan pada struktur yg lebih dalam, lebih gawat pada area perifer dari
distribusi dari syaraf yang terkena, yaitu pada bibir, dagu, lobang hidung, dan pada gigi.
Paroksisme dirangsang oleh stimulasi dari terminal dari cabang-cabang saraf yang terkena, yaitu
mencuci muka, mencukur, menyikat gigi, makan dan minum.
Aliran udara dingin dan tekanan langsung pada saraf trunkus dapat juga menyebabkan nyeri. Hal
tersebut terjadi karena aliran udara dingin mengenai trigger area atau area nyeri pada bagian
percabangan dari saraf trigeminus (saraf kranial kelima). Aliran udara dingin termasuk stimulus non-
noksius (stimulus yang berupa perabaan ringan, getaran atau stimulus mengunyah).
Titik pencetus adalah area pasti dimana sentuhan yang paling ringan dengan segera mencetuskan
paroksisme.
Trigeminal neuralgia memberikan gejala dan tanda sebagai berikut : (olesen, 1988; Passon, 2001;
Sharav, 2002; Brice, 2004)
Rasa nyeri berupa nyeri neuropatik, yaitu nyeri berat paroksimal, tajam, seperti menikam,
tertembak, tersengat listrik, terkena petir, atau terbakar yang berlangsung singkat beberapa detik
sampai beberapa menit tetapi kurang dari dua menit, tiba-tiba dan berulang. Diantara serangan
biasanya ada interval bebas nyeri, atau hanya ada rasa tumpul ringan.
Lokasi nyeri umumnya terbatas di daerah dermatom nervus trigeminus dan yang karakteristik nyeri
unilateral.Tersering nyeri didaerah distribusi nervus mandibularis (V2) 19,1% dan nervus maksilaris
(V3) 14,1% atau kombinasi keduanya 35,9% sehingga paling sering rasa nyeri pada setengah wajah
bawah. Jarang sekali hanya terbatas pada nervus optalmikus (V3) 3,3%. Sebagian pasien nyeri terasa
diseluruh cabang nervus trigeminus (15,5%) atau kombinasi nervus maksilaris dan optalmikus
(11,5%). Jarang ditemukan kombinasi nyeri pada daerah distribusi nervus optal mikus dan
mandibularis (0,6%). Nyeri bilateral 3,4%, nyeri jarang terasa pada kedua sisi bersamaan, umumnya
diantara kedua sisi tersebut dipisahkan beberapa tahun. Kasus bilateral biasanya berhubungan
dengan sklerosis multipleatau familial.
Trigeminal neuralgia dapat dicetuskan oleh stimulus non-noksius seperti perabaan ringan, getaran,
atau stimulus mengunyah. Akibatnya pasien akan mengalami kesulitan atau timbul saat gosok gigi,
makan, menelan, berbicara, bercukur wajah, tersentuh wajah, membasuh muka bahkan terhembus
angin dingin. Biasanya daerah yang dapat mencetuskan nyeri (triger area) diwajah bagian depan,
sesisi dengan nyeri pada daerah percabangan nervus trigeminus yang sama. Bila triger area
didaerah kulit kepala, pasien takut untuk berkeramas atau bersisir.
Nyeri pada trigeminal neuralgia dapat mengalami remisi dalam satu tahun atau lebih. Pada periode
aktif neuralgia, karakteristik terjadi peningkatan frekuensi dan beratnya serangan nyeri secara
progresif sesuai dengan berjalannya waktu.
Sekitar 18% penderita dengan trigeminal neuralgia, pada awalnya nyeri atipikal yang makin lama
menjadi tipikal, disebut preneuralgia trigeminal. Nyeri terasa tumpul, terus-menerus pada salah satu
rahang yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun. Stimulus termal dapat
menimbulkan nyeri berdenyut sehingga sering dianggap sebagai nyeri dental. Pemberian terapi anti
konvulsan dapat meredakan nyeri preneuralgia trigeminal sehingga cara ini dapat dipakai untuk
membedakan kedua nyeri tersebut.
Pada pemeriksaan fisik dan neurologik biasanya normal atau tidak ditemukan defisit neurologik yang
berarti. Hilangnya sensibilitas yangbermakna pada nervus trigeminal mengarah pada pencarian
proses patologik yang mendasarinya, seperti tumor atau infeksi yang dapat merusak syaraf. Pada
tumor selain nyerinya atipikal dan hilangnya sensibilitas, disertai pula gangguan pada syaraf kranial
lainnya.
Ciri khas neuralgia trigeminal adalah nyeri seperti tertusuk-tusuk singkat dan paroksismal, yang
untuk waktu yang lama biasanya terbatas pada salah satu daerah persarafan cabang nervus V. Nyeri
cenderung menyebar ke daerah persarafan cabang lain. Penampakan klinis yang khas adalah nyeri
dapat dipresipitasi oleh sentuhan pada wajah, seperti saat cuci muka atau bercukur, berbicara,
mengunyah dan menelan. Nyeri yang timbul biasanya sangat berat sehingga pasien sangat
menderita. Nyeri seringkali menimbulkan spasme reflex otot wajah yang terlibat sehingga disebut
‘tic douloreaux’, kemerahan pada wajah, lakrimasi dan salvias (Walton,1985).
Pada neuralgia trigeminal seringkali tidak ditemukan berkurangnya sensibilitas tetapi dapat
ditemukan penumpulan rangsang raba atau hilangnya refleks kornea walaupun jarang. Serangan
yang timbul dapat mengurangi nafsu makan, rekurensi dalam jangka lama dapat menyebabkan
kehilangan berat badan, depresi hingga bunuh diri. Untungnya, serangan biasa berhenti pada malam
hari, walaupun pasien dapat juga terbangun dari tidur akibat serangan. Remisi dari rasa sakit
selamam berminggu-minggu hingga berbulan-bulan merupakan tanda dari penyakit tahap
awal.(Walton,1985).
Adapun pemeriksaan diagnostic yang bisa dilakukan pada kasus neuralgia trigeminal antara lain
adalah:
Pemeriksaan radiologis
CT scan dan MRI atau pengukuran elektrofisiologis periode laten kedipan dan refleks rahang
dikombinasikan dengan elektromiografi masseter dapat digunakan untuk membedakan kasus-kasus
simtomatik akibat gangguan struktural dari kasus idiopatik.
Pemeriksaan tambahan baru diperlukan kalau ada keluhan neuralgia trigeminal pada orang-orang
muda; karena biasanya ada penyebab lain yang tersembunyi. Itu pun perannya terbatas untuk
eliminasi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan: Rontgen TMJ (temporomandibular joint) dan MRI otak
(untuk menyingkirkan tumor otak dan multiple sclerosis).
Pengukuran potensial somatosensorik yang timbul setelah perangsangan nervus trigeminus dapat
juga digunakan untuk menentukan kasus yang disebabkan oleh ektasis arteri sehingga dapat
ditangani dengan dekompresi operatif badan saraf pada fossa posterior.
Terapi Medikamentosa
Berdasarkan kesepakatan bahwa penanganan lini pertama untuk trigeminal neulalgia adalah terapi
medikamentosa. Tindakan bedah hanya dipertimbangkan apabila terapi medikamentosa mengalami
kegagalan (Losser,2001).
Setiap pasien memiliki toleransi yang berbeda terhadap obat-obatan dan rasa sakitnya. Oleh karena
itu, banyak faktor yang harus diperhatikan dalam pemberian obat anti konvulsan untuk pengobatan
trigeminal neuralgia. Pemberian obat diberikan secara bertahap, diawali dengan dosis minimal, jika
terjadi peningkatan progresivitas rasa sakit maka dosis dinaikkan sampai dosis maksimal yang dapat
ditoleransi tubuh. Pada penggunaan dosis diatas minimal, dalam pengurangan dosis, juga harus
dilakukan secara bertahap.
Terapi Medikamentosa pada kasus Neuralgia Trigeminal antara lain adalah sebagai berikut:
Obat antikonvulsan
Obat anti konvulsan dapat mengurangi serangan trigeminal neuralgia dengan menurunkan
hiperaktifitas nukleus nervus trigeminus di dalam brainstem (Ganiswara, 1995; Peterson, 1998;
Kaufmann AM, 2001; Sharav, 2002; Brice, 2004).
Obat-obatan jenis ini seperti karbamazepin (Tegretol) dan fenitoin (Dilantin) berfungsi untuk
mengurangi transmisi impuls pada ujung saraf tertentu, selain itu juga bisa melegakan nyeri pada
kebanyakan pasien. Cara yang dilakukan dalam penanganan kasus neuralgia trigeminus adalah
dengan memberikan tegretol yang diminum bersamaan dengan makan, dengan dosis yang secara
bertahap ditingkatkan sampai diperoleh rasa lega. Setiap obat pasti memiliki efek samping, sehingga
kita harus mengamati efek samping termasuk mual, pusing, ngantuk, dan disfungsi hepar (Baughman
& Hackley, 2000).
Monitoring pasien terhadap depresi sumsum tulang belakang selama terapi oleh jangka panjang juga
sangat penting. Selain efek samping dari obat tegretol, obat fenitonin juga sering menimbulkan efek
samping seperti mual-mual, pusing, somnolen, ataksia, dan alergi kulit.
Karbamazepine (Tegretol)
Karbamazepine memperlihatkan efek analgesik yang selektif misalnya pada dorsalis dan neuropati
lainnya yang sukar diatasi dengan analgesik biasa. Sebagian besar penderita trigeminal neuralgia
mengalami penurunan sakit yang berarti dengan menggunakan obat ini. Namun, potensi untuk
menimbulkan efek samping sangat luas khususnya gangguan darah seperti leukopeni, anemia
aplastik dan agranulositosis maka pasien yang akan diterapi dengan obat ini dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan nilai basal dari darah dan melakukan pemeriksaan ulang selama
pengobatan. Efek samping yang timbul dalam dosis yang besar yaitu drowsiness,
mental confusion, dizziness, nystagmus, ataxia, diplopia, nausea dan anorexia. Terdapat juga reaksi
serius yang tidak berhubungan dengan dosis yaitu allergic skin rash, gangguan darah seperti
leukopenia atau agranulocytosis, atau aplastic anemia, keracunan hati, congestive heart
failure (CHF), halusinasi dan gangguan fungsi seksual.
Pemberian karbamazepine dihentikan jika jumlah leukosit abnormal (rendah). Jika efek samping
yang timbul parah, dosis karbamazepine perhari dapat dikurangi 1-3 perhari, sebelum mencoba
menambah dosis perharinya lagi. Karbamazepine diberikan dengan dosis berkisar 600-1200 mg,
dimana hampir 70% memperlihatkan perbaikan gejala. Meta analisa tegretol yang berisi
karbamazepine mempunyai number needed to treat (NNT) 2,6 (2,2-3,3). Dosis dimulai dengan dosis
minimal 1-2 pil perhari, yang secara bertahap dapat ditambah hingga rasa sakit hilang atau mulai
timbul efek samping. Selama periode remisi dosis dapat dikurangi secara bertahap. Karbamazepine
dapat dikombinasi dengan fenitoin atau baklofen bila nyeri belum bisa diatasi, atau diubah ke obat
oxykarbazepine.
Oxykarbazepine (Trileptal)
Phenytoin (Dilantin)
Phenitoin merupakan golongan hidantoin dimana gugus fenil atau aromatik lainnya pada atom C5
penting untuk pengendalian bangkitan tonik-klonik. Phenitoin berefek anti konvulsi tanpa
menyebabkan depresi umum SSP. Sifat antikonvulsan obat ini berdasarkan pada penghambatan
penjalaran rangsang dari fokus kebagian lain di otak. Efek stabilisasi membran sel lainnya yang juga
mudah terpacu misalnya sel sistem konduksi di jantung. Phenitoin juga mempengaruhi perpindahan
ion melintasi membran sel, dalam hal ini khususnya dengan lebih mengaktifkan pompa Na+ neuron.
Bangkitan tonik-klonik dan beberapa bangkitan parsial dapat pulih secara sempurna.
Baklofen (Lioresal)
Baklofen tidaklah seefektif karbamazepine atau phenytoin, tetapi dapat dikombinasi dengan obat-
obat tersebut. Obat ini berguna pada pasien yang baru terdiagnosa dengan rasa nyeri relatif ringan
dan tidak dapat mentoleransi karbamazepine. Dosis awalnya 2-3x5 mg dalam sehari, dan secara
bertahap ditingkatkan. Dosis untuk menghilangkan rasa sakit secara komplit 50-80 mg perhari.
Baklofen memiliki durasi yang pendek sehingga penderita trigeminal neuralgia yang berat
membutuhkan dosis setiap 2-4 jam. Efek samping yang paling sering timbul karena pemakaian
baklofen adalah mengantuk, pusing, nausea dan kelemahan kaki. Baklofen tidak boleh dihentikan
secara tiba-tiba setelah pemakaian lama karena dapat terjadi halusinasi atau serangan jantung.
Gabapentin (Neurontin)
Injeksi alkohol
Selain menggunakan obat-obat di atas biasanya juga menggunakan injeksi alkohol. Cara melakukan
injeksi alkohol pada kasus neuralgia trigeminal adalah sebagai berikut:
Injeksi pada ganglion gasserian dan cabang perifer dari saraf trigeminal.
Pembedahan
Terapi non-medis (bedah) dipilih jika kombinasi lebih dari dua obat belum membawa hasil seperti
yang diharapkan. Dr. Stephen B. Tatter menyebutkan bahwa pembedahan disiapkan untuk mereka
yang tidak dapat mentoleransi efek samping dari terapi medis atau ternyata terapi medis tidak
efektif. Terdapat beragam cara pembedahan, dari yang paling kuno, yang dapat menimbulkan
kecacatan (biasanya pendengaran dan gerak otot wajah) cukup besar, sampai cara yang lebih
modern yang hanya sedikit atau hampir tidak pernah dijumpai efek samping.
Radiofrequency rhizotomy
Hingga kini masih populer karena relatif aman dan murah, tetapi cara ini mempunyai kemungkinan
kekambuhan sebesar 25%. Efek samping lain yang dapat muncul adalah terjadinya anestesi kornea,
rasa kesemutan, dan kelemahan rahang yang kadang-kadang bisa mengganggu.
Prosedur ini akan memasukkan sebuah introducer elektroda (jarum) melalui kulit pipi ke saraf,
dipilih pada dasar tengkorak. Serabut saraf tak bermielin kecil dan yang bermielin tipis yang
menghantarkan nyeri rusak oleh panas dari elektroda. Cara ini dapat meredakan neuralgia (nyeri
saraf) dengan menghancurkan beberapa bagian dari saraf yang menyebabkan rasa sakit dan dengan
menekan sinyal rasa sakit ke otak.
Merupakan perkembangan yang masih relatif baru. Tekniknya dengan cara memfokuskan sinar
Gamma pada akar saraf trigeminal sehingga berlaku seperti prosedur bedah, dengan
menghancurkan beberapa bagian dari saraf yang menyebabkan rasa sakit dan dengan menekan
sinyal rasa sakit ke otak namun tanpa membuka kranium sehingga jaringan sehat di sekitarnya tidak
ikut rusak.
Ballon Compression
Prosedur ini bertujuan untuk melukai bagian dari ganglion Trigeminus menggunakan kompresi
balon. Kompresi balon dilakukan di bawah anestesi umum. Menggunakan kontrol X-ray atau yang
biasa dikenal sebagai fluoroscopy. Ahli bedah menempatkan jarum panjang melalui pipi sampai ke
dasar otak, dan melalui lubang kecil di tengkorak untuk mencapai ganglion.
Microvascular Decompression
Mikrovaskuler dekompresi (MVD) adalah prosedur bedah yang paling umum untuk pengobatan
neuralgia trigeminal akibat kompresi vascular pada saraf. MVD melibatkan pembedahan tengkorak
(kraniotomi) dan mengekspos saraf di dasar batang otak untuk menyisipkan spons kecil antara saraf
dan pembuluh darah yang mengkompresi saraf tersebut. Spons ini mengisolasi saraf dari efek
berdenyut dan tekanan pembuluh darah.
Hal lain yang penting untuk diperhatikan selain pemberian obat dan pembedahan adalah segi mental
serta emosi pasien. Selain obat-obat anti depresan yang dapat memberikan efek perubahan kimiawi
otak dan mempengaruhi neurotransmitter baik pada depresi maupun sensasi nyeri, juga dapat
dilakukan teknik konsultasi biofeedback (melatih otak untuk mengubah persepsinya akan rasa nyeri)
dan teknik relaksasi.
Infark serebri
Pe ↑ Ca2+ di CIS
Sensitifitas sentral
Idiopatik
Abses dental
Sklerosis Multipel
Kompresi pembuluh darah arteri-vena
NEURALGIA TRIGEMINUS
Abses orofasial
Nyeri mengunyah
Penurunan sensari kornea
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian Keperawatan
Berikut ini adalah tahap pengkajian keperawatan klien dengan trigeminal neuralgia menurut
Doenges, Marylinn E. (2000).
Identitas klien meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama, bahasa, pekerjaan, suku/kebangsaan,
alamat, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit.
Keluhan utama
Nyeri pada bibir, dagu, lobang hidung, dan pada gigi (daerah perifer, bukan pada struktur yang lebih
dalam). Nyeri bersifat tajam seperti tertusuk atau tersetrum listrik yang terjadi di sepanjang satu
atau lebih cabang inervasi N. V. Nyeri dapat tercetus oleh rangsangan ringan (alodinia) seperti
terpapar angin, berbicara,mengunyah atau cuci muka.
Mengkaji apakah ada penyakit pada bagian sistem saraf pusat yang mengarah pada penyebab
peradangan saraf trigeminal.
Anamnesis
Terdapat serangan nyeri paroksismal dengan awitan tiba-tiba yang berlangsung selama beberapa
detik sampai kurang dari 2 menit. Nyeri bersifat tajam seperti tertusuk atau tersetrum listrik yang
terjadi di sepanjang satu atau lebih cabang inervasi N. V. Nyeri dapat tercetus oleh rangsangan
ringan (alodinia) seperti terpapar angin, berbicara,mengunyah atau cuci muka. Pada anamnesa yang
perlu diperhatikan adalah lokalisasi nyeri, kapan dimulainya nyeri, menentukan interval bebas nyeri,
menentukan lamanya, efek samping, dosis dan respons terhadap pengobatan, menanyakan riwayat
penyakit lain seperti ada penyakit herpes atau tidak, dsb.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik neurologi dapat ditemukan sewaktu terjadi serangan, penderita tampak
menderita sedangkan diluar serangan tampak normal. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
Menilai sensasi pada ketiga cabang nervus trigeminus bilateral (termasuk refleks kornea).
Menilai fungsi mengunyah (masseter) dan fungsi pterygoideus (membuka mulut, deviasi dagu)
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti CTscan kepala atau MRI kepala. MRI dan CT-scan
hanya dilakukan atas indikasi, misalnya terdapat kecurigaan penekanan radiks N. V oleh aneurisma.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah Rontgen TMJ (Temporomandibular Joint). CTscan
kepala dari fossa posterior bermanfaat untuk mendeteksi tumor yang tidak terlalu kecil dan
aneurisma. MRI sangat bermanfaat karena dengan alat ini dapat dildihat hubungan antara saraf dan
pembuluh darah juga dapat mendeteksi tumor yang masih kecil.
MRI juga diindikasikan pada penderita dengan nyeri yang tidak khas distribusinya atau waktunya
maupun yang tidak mempan pengobatan. Indikasi lain misalnya pada penderita yang onsetnya masih
muda, terutama bila jarang-jarang ada saat-saat remisi dan terdapat gangguan sensibilitas yang
obyektif. Selain itu harus diingat, bahwa neuralgia trigeminal yang klasik dengan hanya sedikit atau
tanpa tanda-tanda abnormal ternyata bisa merupakan gejala-gejala dari tumor fossa posterior.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan trigeminal neuralgia menurut
Muttaqin, Arif (2010) dan Ackley, Betty J., Gail B. Ladwig (2013) adalah sebagai berikut.
Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d penekanan saraf trigeminal dan inflamasi arteri temporalis.
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b/d sakit saat mengunyah
Koping individu tak efektif b/d nyeri berat, ancaman berlebih pada diri sendiri.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b/d keterbatasan kognitif.
Ansietas (cemas) b/d prognosis penyakit dan perubahan kesehatan
Risiko cedera pada mata b/d faktor resiko : kemungkinan penurunan sensasi kornea
Intervensi Keperawatan
Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d penekanan saraf trigeminal dan inflamasi arteri temporalis.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam, nyeri berkurang atau dapat diadaptasi oleh
klien.
Kriteria hasil :
Intervensi Rasional
Tindakan Mandiri
Q = kualitas nyeri yang dirasakan klien Dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan
apakah tertusuk, tertimpa batu ketidaknyamanan pada pasien.
R = daerah yang mengalami nyeri
Tindakan kolaborasi
Mengurangi transmisi impuls pada ujung saraf
Obat anti konvulsif karbamazepin (tregetol) tertentu, melegakan nyeri pada kebanyakan
dan fenitoin (dilantin) pasien.
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b/d sakit saat mengunyah
Intervensi Rasional
Edukasikan pada pasien tentang makan makanan Makanan yang lunak dapat meminimalisir
yang lunak rangsang nyeri
Koping individu tak efektif b/d nyeri berat, ancaman berlebih pada diri sendiri.
Intervensi Rasional
Kaji kapasitas fisiologi yang bersifat umum Nyeri dapat mengurangi kemampuan koping
Dekati pasien dengan ramah dan penuh Menemukan kebutuhan psikologis yang akan
perhatian meningkatkan harga diri
Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara
mulai merencanakan perubahan hidup realistik untuk menghindari rasa tidak menentu
dan tidak berdaya
Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b/d keterbatasan kognitif.
Intervensi Rasional
Berikan privasi untuk klien dan orang Memberi waktu untuk mengekspresikan
terdekat perasaan menghilangkan cemas dan perilaku
adaptasi. Adanya keluarga dan teman yang dipilih
klien melayani aktivitas dan pengalihan (misalnya
membaca) akan menurunkan perasaan terisolasi.
Krieria Hasil :
Klien mengatakan mengetahui tentang penyakit, pengobatan pada gejala-gejala yang timbul
Intervensi Rasional
Identifikasi tanda dan gejala yang perlu Meningkatkan kesadaran kebutuhan tentang
dilaporkan perawatan diri untuk meminimalkan kelemahan
Jelaskan pentingnya tindak lanjut rawat jalan Agar pasien tahu pentingnyapemantauan
yang teratur. penyakit
Evaluasi Keperawatan
O:Ekspresi klien kembali normal (tidak gelisah); TTV dalam batas normal (HR: 60x/menit; RR:
18x/menit; TD:110/80 mmHg)
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
Dx 2. Ketidakseimbangan nutrisi: : kurang dari kebutuhan tubuh b/d sakit saat mengunyah
S:Klien mengatakan mampu untuk makan seperti biasa tanpa rasa sakit saat mengunyah
P:Intervensi dilanjutkan
O: Kebutuhan tidur klien cukup; klien turut terlibat dalam perencanaan asuhan keperawatan
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
O: Ekspresi wajah klien tampak tenang dan nyaman; klien mulai berinteraksi dengan lingkungan
sekitarnya
A:Masalah teratasi
P:Intervensi dihentikan
Dx 5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b/d informasi yang tidak
adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan
O: Klien mampu mengikuti intruksi yang diberikan; klien mampu mengulang edukasi yang telah
diberikan
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
DAFTAR PUSTAKA
Ackley, Betty J., Gail B. Ladwig. 2013. Nursing Diagnosis Handbook: An Evidence-Based Guide to
Planning Care, Tenth Edition. United State of America : Elsevier
Anurogo, Dito. 2008. NEURALGIA TRIGEMINAL: Penatalaksanaan dan Kesimpulan (Bagian III–
Tamat). http://kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&dn=20080414210453, Akses tanggal 11-04-
2014.
Baughman, Diane C., Hackley, JoAnn C., 2000. Keperawatan Medikal-Bedah Buku Saku dari Brunner
& Suddarth. Jakarta: EGC.
Carpenito-Moyet. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed. 13. Jakarta: EGC
Lewis, Sharon L. 2011. Medical Surgical Nursing : Assesment and Management of Clinical Problem.
8thed. United State of America : Els
Definisi
Neuralgia trigeminal merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi yang berulang. Disebut
trigeminal neuralgia, karena nyeri di wajah ini terjadi pada satu atau lebih saraf dari tiga cabang
saraf trigeminal. Saraf yang cukup besar ini terletak di otak dan membawa sensasi dari wajah ke
otak. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf trigeminal sesuai dengan daerah
distribusi persarafan salah satu cabang saraf trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai penyebab.
Serangan neuralgia trigeminal dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai semenit. Beberapa
orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain merasakan nyeri
yang cukup kerap, berat, seperti nyeri saat kena setrum listrik.
Epidemiologi
Prevalensi penyakit ini diperkirakan sekitar 107.5 pada pria dan 200.2 pada wanita per satu juta
populasi. Penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi kanan wajah dibandingkan dengan sisi kiri (rasio
3:2), dan merupakan penyakit pada kelompok usia dewasa (dekade enam sampai tujuh). Hanya 10 %
kasus yang terjadi sebelum usia empat puluh tahun.
Sumber lain menyebutkan, penyakit ini lebih umum dijumpai pada mereka yang berusia di atas 50
tahun, meskipun terdapat pula penderita berusia muda dan anak-anak.
Neuralgia trigeminal merupakan penyakit yang relatif jarang, tetapi sangat mengganggu
kenyamanan hidup penderita, namun sebenarnya pemberian obat untuk mengatasi trigeminal
neuralgia biasanya cukup efektif. Obat ini akan memblokade sinyal nyeri yang dikirim ke otak,
sehingga nyeri berkurang, hanya saja banyak orang yang tidak mengetahui dan menyalahartikan
neuralgia trigeminal sebagai nyeri yang ditimbulkan karena kelainan pada gigi, sehingga pengobatan
yang dilakukan tidaklah tuntas
Klasifikasi
Neuralgia Trigeminal (NT) dapat dibedakan menjadi:
1. NT Tipikal
2. NT Atipikal
3. NT karena Sklerosis Multipel
4. NT Sekunder
5. NT Paska Trauma
6. Failed Neuralgia Trigeminal
Bentuk-bentuk neuralgia ini harus dibedakan dari nyeri wajah idiopatik (atipikal) serta kelainan lain
yang menyebabkan nyeri kranio-fasial.
Etiologi
Mekanisme patofisiologis yang mendasari NT belum begitu pasti, walau sudah sangat banyak
penelitian dilakukan. Kesimpulan Wilkins, semua teori tentang mekanisme harus konsisten dengan:
Sifat nyeri yang paroksismal, dengan interval bebas nyeri yang lama.
Umumnya ada stimulus ‘trigger‘ yang dibawa melalui aferen berdiameter besar (bukan serabut
nyeri) dan sering melalui divisi saraf kelima diluar divisi untuk nyeri.
Kenyataan bahwa suatu lesi kecil atau parsial pada ganglion gasserian atau akar saraf sering
menghilangkan nyeri.
Kenyataan ini tampaknya memastikan bahwa etiologinya adalah sentral dibanding saraf tepi.
Paroksisme nyeri analog dengan bangkitan dan yang menarik adalah sering dapat dikontrol dengan
obat-obatan anti kejang (karbamazepin dan fenitoin).
Tampaknya sangat mungkin bahwa serangan nyeri mungkin menunjukkan suatu cetusan ‘aberrant‘
dari aktivitas neuronal yang mungkin dimulai dengan memasukkan input melalui saraf kelima,
berasal dari sepanjang traktus sentral saraf kelima.
Patogenesis
Neuralgia trigeminal dapat terjadi akibat berbagai kondisi yang melibatkan sistem persarafan
trigeminus ipsilateral. Pada kebanyakan kasus, tampaknya yang menjadi etiologi adalah adanya
kompresi oleh salah satu arteri di dekatnya yang mengalami pemanjangan seiring dengan perjalanan
usia, tepat pada pangkal tempat keluarnya saraf ini dari batang otak. Lima sampai delapan persen
kasus disebabkan oleh adanya tumor benigna pada sudut serebelo-pontin seperti meningioma,
tumor epidermoid, atau neurinoma akustik. Kira-kira 2-3% kasus karena sklerosis multipel. Ada
sebagian kasus yang tidak diketahui sebabnya. Menurut Fromm, neuralgia trigeminal bisa
mempunyai penyebab perifer maupun sentral.
Sebagai contoh dikemukakan bahwa adanya iritasi kronis pada saraf ini, apapun penyebabnya, bisa
menimbulkan kegagalan pada inhibisi segmental pada nukleus/ inti saraf ini yang menimbulkan
produksi ectopic action potential pada saraf trigeminal. Keadaan ini, yaitu discharge neuronal yang
berlebihan dan pengurangan inhibisi, mengakibatkan jalur sensorik yang hiperaktif. Bila tidak
terbendung akhirnya akan menimbulkan serangan nyeri. Aksi potensial antidromik ini dirasakan oleh
pasien sebagai serangan nyeri trigerminal yang paroksismal. Stimulus yang sederhana pada daerah
pencetus mengakibatkan terjadinya serangan nyeri.
Gambaran Klinis
Serangan neuralgia trigeminal dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai semenit. Beberapa
orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain merasakan nyeri
yang cukup kerap, berat, seperti nyeri saat kena setrum listrik. Penderita neuralgia trigeminal yang
berat menggambarkan rasa sakitnya seperti ditembak, kena pukulan jab, atau ada kawat di
sepanjang wajahnya. Serangan ini hilang timbul dan bisa jadi dalam sehari tidak ada rasa sakit.
Namun, bisa juga sakit menyerang setiap hari atau sepanjang minggu kemudian, tidak sakit lagi
selama beberapa waktu. Neuralgia trigeminal biasanya hanya terasa di satu sisi wajah, tetapi bisa
juga menyebar dengan pola yang lebih luas. Jarang sekali terasa di kedua sisi wajah dlm waktu
bersamaan.
Diagnosis
Kunci diagnosis adalah riwayat. Umumnya, pemeriksaan dan tes neurologis (misalnya CT scan) tak
begitu jelas. Faktor riwayat paling penting adalah distribusi nyeri dan terjadinya ‘serangan’ nyeri
dengan interval bebas nyeri relatif lama. Nyeri mulai pada distribusi divisi 2 atau 3 saraf kelima,
akhirnya sering menyerang keduanya. Biasanya, serangan nyeri timbul mendadak, sangat hebat,
durasinya pendek (kurang dari satu menit), dan dirasakan pada satu bagian dari saraf trigeminal,
misalnya bagian rahang atau sekitar pipi. Nyeri seringkali terpancing bila suatu daerah tertentu
dirangsang (trigger zone)
Trigger zones sering dijumpai di sekitar cuping hidung atau sudut mulut. Yang unik dari trigger
zone ini adalah rangsangannya harus berupa sentuhan atau tekanan pada kulit atau rambut di
daerah tersebut. Rangsang dengan cara lain, misalnya dengan menggunakan panas, walaupun
menyebabkan nyeri pada tempat itu, tidak dapat memancing terjadinya serangan neuralgi.
Pemeriksaan neurologis pada neuralgia trigeminal hampir selalu normal.
Suatu varian neuralgia trigeminal yang dinamakan tic convulsive ditandai dengan kontraksi sesisi dari
otot muka yang disertai nyeri yang hebat. Keadaan ini perlu dibedakan dengan gerak otot muka yang
bisa menyertai neuralgi biasa, yang dinamakan tic douloureux. Tic convulsive yang disertai nyeri
hebat lebih sering dijumpai di daerah sekitar mata dan lebih sering dijumpai pada wanita.
Tatalaksana
Sebagian besar obat yang digunakan pada penyakit ini mempunyai cukup banyak efek samping.
Penyakit ini juga terutama menyerang mereka yang sudah lanjut usia. Karena itu, pemilihan dan
pemakaian obat harus memperhatikan secara cermat kemungkinan timbulnya efek samping. Dasar
penggunaan obat pada terapi neuralgia trigeminal dan neuralgia saraf lain adalah kemampuan obat
untuk menghentikan hantaran impuls aferen yang menimbulkan serangan nyeri.
Carbamazepine
Obat yang hingga kini dianggap merupakan pilihan pertama adalah carbamazepine. Bila efektif maka
obat ini sudah mulai tampak hasilnya setelah 4 hingga 24 jam pemberian, kadang-kadang bahkan
secara cukup dramatis. Dosis awal adalah 3 x 100 hingga 200 mg. Bila toleransi pasien terhadap obat
ini baik, terapi dilanjutkan hingga beberapa minggu atau bulan. Dosis hendaknya disesuaikan dengan
respons pengurangan nyeri yang dapat dirasakan oleh pasien. Dosis maksimal adalah 1200 mg/hari.
Karena diketahui bahwa pasien bisa mengalami remisi maka dosis dan lama pengobatan bisa
disesuaikan dengan kemungkinan ini. Bila terapi berhasil dan pemantauan dari efek sampingnya
negatif, maka obat ini sebaiknya diteruskan hingga sedikitnya 6 bulan sebelum dicoba untuk
dikurangi. Bila nyeri menetap maka sebaiknya diperiksa kadar obat dalam darah. Bila ternyata kadar
sudah mencukupi sedangkan nyeri masih ada, maka bisa dipertimbangkan untuk menambahkan
obat lain, misalnya baclofen. Dosis awal baclofen 10 mg/hari yang bertahap bisa dinaikkan hingga 60
hingga 80 mg/hari.
Gabapentin
Gabapentin adalah suatu antikonvulsan baru yang terbukti dari beberapa uji coba sebagai obat yang
dapat dipertimbangkan untuk nyeri neuropatik. Obat ini mulai dipakai di Amerika pada 1994, sebagai
obat anti epilepsi. Waldeman menganjurkan pemberian obat ini bila carbamazepin dan phenitoin
gagal mengendalikan nyerinya. Dosis awal 300 mg, malam hari, selama 2 hari. Bila tidak terjadi efek
samping yang mengganggu seperti pusing, ngantuk, gatal, dan bingung, obat dinaikkan dosisnya
setiap 2 hari dengan 300 mg hingga nyeri hilang atau hingga tercapai dosis 1800 mg/hari. Cara kerja
gabapentin dalam menghilangkan nyeri masih belum jelas benar. Yang pasti dapat dikemukakan
adalah bahwa obat ini meningkatkan sintesis GABA dan menghambat degradasi GABA. Karena itu,
pemberian gabapentin akan meningkatkan kadar GABA di dalam otak.
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Umur : 64 tahun
Agama : Hindu
Suku : Bali
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Nyeri hebat pada wajah dialami penderita 1 hari yang lalu, terjadi secara tiba-tiba. Nyeri dirasakan
penderita seperti tersengat listrik terutama di daerah pipi kiri. Nyeri bersifat konstan dan
berlangsung beberapa detik. Nyeri dirasakan berkurang apabila penderita berbaring. Nyeri
bertambah hebat jika ditekan didaerah pipi.
Riwayat Kebiasaan
Penderita lebih dominan menggunakan tangan kanan dalam melakukan aktifitas sehari-hari,
kebiasan merokok dan minum minuman beralkohol tidak pernah.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Perkusi : Timpani
Status Neurologis
Kesadaran (GCS) : E4 V5 M6
Tanda Rangsangan Meningeal : Kaku kuduk (-), TRM (-). Laseq (-), Kerniq (-)
Status Motorik :
LABORATORIUM
Leukosit : 12.700
Trombosit : 275.000
Hb : 14,9 mg/dl
PCV : 46,8 %
Tatalaksana
Captopril 3 x 25 mg (tab)
Ceftriaksone 2 x 1g (vial)
Bellarphen 3 x 1 tab
RESUME
Seorang penderita perempuan, umur 52 tahun, pekerjaan karyawan swasta, dikonsulkan ke Bagian
Rehabilitasi Medik RSU Prof. Kandou dengan keluhan utama kelumpuhan anggota gerak kiri sejak ±
13 hari yang lalu. Kelumpuhan terjadi secara perlahan-lahan saat penderita bangun dari tidur dan
menghebat saat penderita berjalan. Rasa keram-keram pada ekstremitas kiri (+). Rasa mual dan
muntah (-), kejang-kejang (-), penurunan kesadaran (-), bicara pelo (-), kesedakan waktu
makan/minum (-). BAB/BAK : biasa.
Riwayat penyakit dahulu : stroke (+) 3 tahun lalu, darah tinggi (+) 11 tahun lalu tidak terkontrol,
kencing manis (+) 5 tahun lalu tidak terkontrol, asam urat (+) 2 tahun yang lalu.
Pemeriksaan fisik :
GCS : E4 V5 M6
Sensorik : n ↓
n ↓
5/5/5 5/5/5 n n n n
Laboratorium :
DIAGNOSIS
§ Diagnosis klinis : Hemiparesa sinistra e causa post stroke non hemoragik reattack II
DAFTAR PUSTAKA
Harrisons. Principle of Internal Medicine 17th Edition. Publisher McGraw-Hill. Philadelphia. 2008