PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anemia adalah suatu keadaan tubuh yang ditandai dengan difisiensi pada
ukuran dan jumlah eritrosit atau pada kadar hemoglobin yang tidak mencukupi untuk
fungsi pertukaran O2 dan CO2 diantara jaringan dan darah. Anemia merupakan suatu
sindrom dengan banyak penyebab yaitu akibat faktor gizi dan non gizi. Faktor gizi
terkait dengan difesiensi vitamin dan mineral, sedangkan faktor non gizi terkait
infeksi dan hemoglobinophaties.
Anemia defisiensi besi merupakan penyebab anemia yang paling sering
ditemukan di dunia. Kejadian anemia yang banyak diderita oleh remaja putri adalah
saat mestruasi, sering remaja putri tidak memperhatikan kebutuhan zat besi yang
diperlukan untuk tubuh. Anemia pada remaja dapat terjadi bila perilaku remaja dalam
mencegah anemia tidak memperhatikan kebutuhan-kebutuhan zat besi yang
diperlukan dalam tubuh. Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia
karena pravalensinya masih tinggi pada semua kelompok umur, terutama di negara-
negara sedang berkembang, termasuk Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan penyakitAnemia?
2. Jelaskan etiologi penyakitAnemia?
3. Klasifikasi penyakit Anemia?
4. Jelaskan patofisiologi penyakit Anemia?
5. Jelaskan manifestasi klinik penyakit Anemia?
6. Jelaskan penatalaksanaan penyakitAnemia?
7. Jelaskan pemeriksaan penunjang penyakit Anemia?
8. Apa komplikasi penyakitAnemia?
C. Tujuan Penulis
1. Untuk mengetahui definisi penyakitAnemia?
2. Untuk mengetahui etiologi penyakitAnemia?
3. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit Anemia?
4. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit Anemia?
5. Untuk mengetahui manifestasi klinik penyakit Anemia?
1
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit Anemia?
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit Anemia?
8. Untuk mengetahui komplikasi penyakitAnemia?
2
BAB II
PEMBAHASAN
PUCAT/KURANG DARAH
PEMICU
SKENARIO 1:
4. Jawaban penting
5. Tujuan pembelajaran selanjutnya
Jawab: Agar mahasiswa dapat memahami teori dan penerapan Asuhan
Keperawatan pada pasien dengan penyakit Anemia.
6. Informasi tambahan
Jawab:
3
7. Klarifikasi informasi
Jawab : Terdapat pada lampiran halaman
8. Analisa dan Sintesis Infomasi
Jawab :
B. Konsep Medis
1. Definisi
Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan masa hemoglobin
yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan
tubuh. Secara laboratoris anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar hemoglobin
serta hitung eritrosit dan hematokrit di bawah normal. (Handayani W dan
Hariwibowo AS, 2008).
Menurut Arif Muttaqin (2008) Anemia adalah pengurangan jumlah sel
darah merah kuantitas hemoglobin, dan volume pada sel darah merah atau
(hematokrit) per 100 ml darah.
Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin atau (Hb), hematokrit atau
hitung eritrosit (red cell count) berakibat pada penurunan kapasitas pengangkutan
oksigen oleh darah. Tetapi harus diingat pada keadaan tertentu dimana ketiga
parameter tersebut tidak sejalan dengan massa eritrosit seperti pada dehidrasi,
perdarahan akut dan kehamilan. Oleh karena itu dalam diagnosis anemia tidak
cukup hanya sampai kepada label anemia tetapi harus dapat ditetapkan penyakit
dasar yang menyebabkan anemia tersebut. (Nurarif AH dan Kusuma H, 2015)
2. Etiologi
Anemia terjadi sebagai akibat gangguan, atau rusaknya mekanisme produksi
sel darah merah. Penyebab anemia adalah menurunya produksi sel darah merah
karena kegagalan dari sumsung tulang, meningkatnya penghacuran sel – sel darah
merah, pendarahan, dan rendahnya kadar entropoetin, misalnya pada gagal ginjal
yang parah. Gejala yang timbul adalah kelelahan, BB menurun, latergi dan
membrane mukosa menjadi pucat.
Berkurangnya sel darah merah dapat disebabkan oleh kekurangan kofaktor
untuk erittropoesis, seperti asam folat, vitamin B12, dan besi. Produksi sel darah
4
merah juga dapat turun apabila sumsum tulang tertekan (oleh tumor atau obat)
atau rangsangan yang tidak memadai karena kekurangan eritropoetin, seperti yang
terjadi pada penyakit ginjal kronis. Peningkatan penghancuran sel darah merah
dapat terjadi akibat aktivitas sistem retikuloendotelial yang berlebihan (misal
hipersplenisme) atau akibat sumsum tulang yang menghasilkan sel darah merah
abnormal. (Arif mutaqqin, 2008)
3. Klasifikasi Anemia
Menurut Nurarif AH dan Kusuma H (2015) klasifikasi anemia berdasarkan
morfologi dan etiologi :
a. Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV <80 fl dan MCH 27-34 pg
1) Anemia defisiensi besi
2) Thalasemia major
3) Anemia akibat penyakit kronik
4) Anemia sideroblastik
b. Anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg
1) Anemia paska perdarahan akut
2) Anemia aplastik
3) Anemia hemolitik didapat
4) Anemia akibat penyakit kronik
5) Anemia pada gagal ginjal kroik
6) Anemia pada sindrom mielodisplastik
7) Anemia pada keganasan hematolik
c. Anemia makrositer, bila MCV >95 fl
1) Bentuk megaloblastik
Anemia defisiensi asam folat
Anemia defisiensi B 12, termasuk anemia pernisiosa
2) Bentuk non – megaloblastik
Anemia pada penyakit hati kronik
Anemia pada hipotiroidisme
Anemia pada sindrom mielodisplastik
4. Patofisiologi
5
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang
dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajangan toksik, infasi tumor, atau akibat
penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui pendarahan
atau hemolisis. Lisis sel darah merah terjadi dalam sel fagositik atau dalam sistem
retikulo endotelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil sampingan dari
proses tersebut, bilirubin yang terbentuk dalam fagosit akan memasuki aliran
darah. Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, maka
hemoglobin akan muncul dalam plasma. Apabila konsentrasi plasmanya melebihi
kapasitas hemoglobin plasma, hemoglobin akan berdifusi dalam glumerulus ginjal
dan kedalam urine.Pada dasarnya gejala anemia timbul karena dua hal yaitu
anoksia organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat di bawah
oleh darah ke jaringan dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia.
(Wiwik H dan Andi Sulistyo H, 2008)
Transport oksigen akan terganggu oleh anemia. Kuranganya hemoglobin atau
rendahnya jumlah sel darah merah, menyebabkan kurangnya pasokan oksigen
kejaringan dan menyebabkan hipoksia. Tubuh berusaha mengompensasi hipoksia
jaringan dengan meningkatkan kecepatan produksi sel darah merah.
Meningkatkan curah jantung dengan meningkatkan volume sekuncup atau
frekuensi/denyut jantung, distribusi ulang darah dari jaringan yang membutuhkan
sedikit oksigen ke daerah yang membutuhkan banyak oksigen, serta menggeser
kurva disiosiasi hemoglobin-oksigen kearah kanan untuk mempermudah
pelepasan oksigen ke jaringan pada tekanan parsial oksigen yang sama. (Joyce M.
Black dan Jane Hokanson H, 2014)
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang menyertai anemia adalah sebagai akibat tuguh yang bereaksi
terhadap hipoksia. Gejala bervariasi bergantung tingkat keparahan dan kecepatan
hilangnya darah, sudah berapa lama anemia terjadi, usia klien, dan adanya
kelainan lain. Kadar hemoglobin ( HB) biasanya digunakan untuk menegakkan
tingkat keparahan anemia. Klien dengan anemia ringan ( kadar HB 10 hingga 14
g/dl) biasanya asimtomatis. Jika gejala klinis muncul, biasanya akibat bekerja
terlalu keras. Klien dengan anemia sedang ( kadar HB 6 hingga 10 g/dl) mungkin
6
akan mengalami dispnea ( sesak nafas/nafas pendek), menggigil, diaforesis
(keringat berlebih) saat beraktivas, dan kelelahan kronis. Beberapa klien dengan
anemia berat (kadar HB kurang dari 6 g/dl), misalnya klien dengan gagal ginjal
kronis, dapat saja asimtomatis karena anemianya terjadi karena bertahap;
sedangkan pada klien lain, gejala klinis muncul dengan segera dan melibatkan
banyak sistem tubuh. Gejala klinis pasien dengan anemia secara umum yaitu
nampak pucat, kelelahan, malaise, berkunang-kunang, demam, dispnea, sakit
kepala, sensitif terhadap dingin dan penurunan berat badan. (Joyce M. Black dan
Jane Hokanson H, 2014)
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Tes penyaring: tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus
anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan
bentuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian
pada komponen berikut ini:
Kadar hemoglobin.
Indeks eritrosit (MCV, MCH dan MCHC).
Apusan darah tepi.
2) Pemeriksaan darah seri anemia: hitung leukosit, trombosit, laju endap
darah (LED) dan retikulos.
3) Pemeriksaan sumsum tulang: pemeriksaan ini memberikan informasi
mengenai keadaan sistem hematopoesis.
4) Pemeriksaan atas indikasi khusus: pemeriksaan ini untuk
mengomfirmasi dugaan diagnosis awal yang memiliki komponen berikut
ini.
Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan
feritin serum.
Anemia megaloblastik: asam folat darah/eritrosit, vitamin B12.
Anemia hemolitik: hitung retikulosik, tes coombs dan elektroforesis
Hb.
Anemia pada leukimia akut biasanya dilakukan pemeriksaan
sitokimia.
7
b. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis: faal ginjal, faal endokrin, asam
urat, faal hati, biakan kuman.
d. Pemeriksaan sitogenetik.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anemia di tujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah
yang hilang. Penatalaksanaan anemia berdasarkan penyebabnya yaitu:
a. Anemia aplastik
Dengan transplantasi sumsum tulang dan terapi immunosupresif dengan
antitymocyte globulin (ATG) yang di perlukan melalui jalur sentral selama 7-
10 hari. Prognosis buruk jika transplantasi sumsum tulang tidak berhasil. Bila
diperlukan dapat diberikan Transfusi RBC rendah lekosit dan platelet.
b. Anemia pada penyakit ginjal
Pada pasien dealisis harus ditangani dengan pemberian besi dan asam folat.
Kalau tersedia, dapat diberikan eritropoetin rekombinan
c. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan
penanganan untuk anemianya. Dengan menangani kelainan yang
mendasarinya, maka anemia akan terobati dengan sendirinya.
d. Anemia pada defesisensi besi dan asam folat
Dengan pemberian makanan yang adekuat. Pada difesiensi diberikan
sulfasferosus 3x10 mg/hari. Transfusi darah di berikan bila kadar HB kurang
dari 5 gr %
e. Anemia megaloblastik
Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila
difesiensi oleh defek absorbsi atau tidak tersedianya faktor instrinsik dapat
diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
8
1) Untuk mencegah kekambuhan anemia, terapi vitamin B12 harus
diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau
malabsorbsiyang tidak dapat dikoreksi.
2) Pada anemia defisiensi asam folat diberikan asam folat 3x5 mg/hari
3) Anemia difesiensi asam folat pada pasien dengan gangguan absorbsi,
penanganannya dengan diet dan penambahan asam folat 1 mg/hari secara
IM
f. Anemia pasca pendarahan
Dengan memberikan transfusi darah dan plasma. Dalam keadaan darurat
diberikan cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang tersedia
g. Anemia hemolitik
Dengan pemberian transfusi darah menggantikan darah yang hemolisis.
8. Komplikasi
a. Stroke iskemik: karena kekurangan oksigen ke otak.
b. Ulcer (borok): karena buruknya aliran darah ke kulit.
c. Batu empedu: karena terlalu banyak sel darah merah yang hancur maka
bilirubin aliran darah menjadi banyak sehingga menggumpal menjadi batu
empedu.
d. Mual dan sakit perut: karena serangan kandungan empedu dan batu empedu.
e. Kematian: disebabkan kehilangan banyak darah hal ini biasa disebabkan
anemia sel sabit.
f. Abortus pada ibu hamil dan bayi akan lahir premature karena adanya
pendarahan pada saat persalinan, karena shock.
g. Penurunan kecerdasan pada anak: karena perkembangan koordinasi mental
dan motorik terganggu karena suplai O2 ke otak kurang.
C. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kelemahan produktivitas,
penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan
rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
9
Tanda : takikardia / takipnea ; dispnea pada bekerja atau istirahat. Latergi,
menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya.
Kelemahan otot dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak
tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda –
tanda lain yang menunjukkan keletihan.
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan dan kronis, misalnya perdarahan GI kronis,
menstruasi berat (DB); angina, CHF ( akibat kerja jantung
berlebihan ). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi (
takikardia kompensasi ).
Tanda : TD; peningkatan sistolik dengan diastolic stabil dan tekanan nadi
melebar; hipotesis postural. Distrimia; abnormalitas EKG, misalnya
depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T;
takikardia. Bunyi jantung; murmur sistolik ( DB ). Ekstremitas (
warna ) : pucat pada kulit dan membrane mukosa( konjungtiva,
mulut, faring, bibir ) dan dasar kuku. ( catatan : pada pasien kulit
hitam, pucat tampak keabu – abuan ); kulit seperti berlilin, pucat (
aplastik, AP ) atau kuning lemon terang ( PA ). Sclera : biru atau
putih seperti mutiara ( DB ). Pengisisan kapiler melambat (
penurunan aliran darah ke perifer dan vasokontriksi kompensasi ).
Kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok ( koikologikia ) ( DB
). Rambut : kering, sudah putus, menipis; tumbuh uban secara
premature ( AP ).
c. Integritas ego
Tanda : keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan pengobatan,
misalnya penolakan transfuse darah.
Gejala : depresi.
d. Eliminasi
Gejala : riwayat piclenofritis, gagal ginjal. Flaluten, sidnrom malabsorpsi ( DB
). Hematemasis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau
konstipasi. Penurunan haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.
e. Makanan / cairan.
10
Penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukkan
produk sereal tinggi ( DB ). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan ( ulkus
pada faring ). Mual / muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat
badan.
f. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidakmampuan
berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada
mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah; perstesia tangan /
kaki ( AP ); klaudikasi. Sensasi menjadi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak
mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (
aplastik, AP ). Epitaksis : pendarahan dari lubang – lubang ( aplastik
). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi,
tanda Romberg positif, paralisis ( AP ).
g. Nyeri / kenyamanan.
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala ( DB ).
h. Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek saat istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
i. Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenorea ( DB
). Hilang libido ( pria dan wanita ). Impoten.
Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keluhan fisiologis.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan Hb.
11
3. Intervensi Keperawatan
12
5. Ciptakan lingkungan
yang aman untuk dapat
melakukan pergerakan
otot secara berkala sesuai
dengan indikasi
13
kesehatan
7. Ajarkan pasien dan
anggota keluarga
bagaimana cara untuk
menghindari infeksi
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan proses keperawatan dengan melaksanakan
berbagai strategi tindakan keperawatan yang telah direncanakan.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan suatu aktifitas yang direncanakan, terus
menerus, aktifitas yang disengaja yaitu klien, keluarga, perawat dan petugas
kesehatan lain menentukan kemajuan klien terhadap outcome yang dicapai dan
keefektifan dari rencana asuhan keperawatan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menumpang hidup
dan merusak sistemimun tubuh. Sedangkan Acquired Immune Deficiency Syndrome
(AIDS)adalah kumpulan gejalapenyakit yang disebabkan oleh virusHuman
Immunodeficiency Virus (HIV).AIDSadalah sekumpulangejala atau penyakit yang
disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIVyang
termasuk famili retroviriade. AIDS merupakan tahap akhir dari HIV.
B. Saran
Kita sebagai mahasiswa Keperawatan harus memahami Konsep Medis dari
penyakitHuman Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS)dan mengetahui bagaimana menerapkanAsuhan Keperawatan pada
pasien dengan penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immune
Deficiency Syndrome (AIDS)
14
15